Anda di halaman 1dari 50

www.sunspiritindonesia.

com

*) Team Riset

isnis tanah lewat jaringan media


online, khususnya tanah-tanah di
seputaran wilayah Labuan Bajo
kian marak. Hasil penelusuran kami
menemukan belasan media online yang di
dalamnya menyertaan iklan/promosi jual
beli tanah. Dengan harga kisaran: terendah $ 7.500 sampai yang paling tinggi di
atas $ 300.000.

Iklan yang ditawarkan


bukan hanya menjual
view atau keindahan dan
eksotisme darat dan laut
Labuan Bajo dan sekitarnya. Tetapi suluk di
dalamnya adalah perihal
eksploitasi sumber daya
berwajah investasi

Beberapa screenshoot yang kami tampilkan di halaman ini adalah sebagian contoh
kecil untuk menunjukkan perihal itu. Dan
untuk mengetahui seberapa maraknya jual
beli tanah di dunia maya, kita bisa
mengunjungi beberapa situs berikut. Komodoproperty.com, realestateflores.com,
labuanbajo.com, dan floreslandforsale.com.
Menariknya, bahasa iklan yang ditawarkan
bukan hanya menjual view atau keindahan dan eksotisme darat dan laut Labuan
Bajo dan sekitarnya. Tetapi suluk di dalamnya adalah perihal hegemoni eksploitasi sumber daya berwajah investasi.
Bahwa dengan kehadiran investor yang
menanamkan investasinya di atas tanah
dan air Labuan Bajo pembangunan bisa
berkembang maksimal, kesejahteraan
rakyat tercipta. Issue yang dimainkan
pemodal dan diperkuat oleh penegasan
pemerintah adalah masyarakat lokal disertakan dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) bertambah.
Pertanyaan kita adalah apakah fakta perihal itu terjadi selama ini. Atau janganjangan sebaliknya, sumber daya alam
(tanah dan air) dieksploitasi, ruang publik
diserobot, penduduk lokal disingkirkan dan
pemerintah daerah kita ditipu mentahmentah.
Lihat saja apa yang sudah terjadi dengan
pesisir-pesisir pantai sepanjang barat,
utara, dan selatan Labuan Bajo. Atau pulau-pulau yang bertebaran di ujung Barat
Labuan Bajo. Siapakah pemilik dan
pengelolanya. Apakah masyarakat lokal
ataukah pemodal (investor).

Edisi I/2015

Faktanya adalah bahwa itu yang terjadi,


oleh karenanya bukan mustahil cepat
atau lambat, kita, warga Manggarai Barat
akan lenyap dari peta pembangunan
karena yang menjadi aktor di baliknya
bukanlah kita, tetapi para Mafia yang di
dalamnya bisa berwajah ganda elitepolitik-ekonomi atau sebaliknya *)

Weblink Para Calo


www.komodoproperty.com
www.realestateflores.com
www.labuanbajo.com
www.floreslandforsale.com
www.rumah123.com
www.urbanindo.com
www.olx.co.id
www.jualrumahproperti.com
www.jbproperti.com
www.trovit.co.id
www.rumah.mitula.co.id
www.rumahdijual.com
www.jualvilla.com
www.jualo.com
(dll)

Saat ini 30 km pesisir


Labuan Bajo sudah berpindah tangan ke investor, Hanya Pantai Pede
yang tersisa

40

Pertanyaan kita adalah apakah fakta perihal itu terjadi selama ini. Atau jangan-jangan sebaliknya, sumber daya alam (tanah dan air) dieksploitasi, ruang publik diserobot, penduduk lokal
disingkirkan dan pemerintah daerah kita ditipu mentah-mentah

MENGAPA KITA
MUDAH JATUH
DALAM PELUKAN
INVESTOR
Ada begitu banyak cara yang dilakukan
para investor untuk mengeksploitasi
sumber daya alam dan manusia. Benar
bahwa tidak semua investasi itu buruk,
tetapi fakta menunjukkan bahwa sebagian besar investasi yang dilakukan para
pemodal berbanding terbalik dengan
berbagai janji yang disampaikan.
Berangkat dari fakta-fakta lapangan, kita
seharusnya cukup cermat membaca dan
memeriksa setiap adagium yang ditawarkan para pemodal. Berikut adalah enam
janji yang selalu disampaikan para investor yang menjadi tugas kita untuk memeriksanya secara bersama-sama.
1.
2.
3.
4.
5.

6.

Karena investasi memperkenalkan


berbagai potensi daerah kepada
dunia luar.
Karena investasi dapat meningkatkan pengetahuan, sumber
daya manusia
Karena investasi membuka lapangan pekerjaan.
Karena investasi mendukung
pembangunan infranstruktur
Karena investasi melibatkan
masyarakat lokal dalam pembangunan, mulai dari perencaaan
sampai implementasi
Karena investasi dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) *)

Edisi I/2015

41

DIBALIK IZIN PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM (IPPA)


*) Team Riset

ampai dengan tahun 2014,


pemegang IPPA-IUPSWA telah
berinvestasi sebesar
Rp158.363.988.092, dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.300
orang serta telah menyetor Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar
Rp6.149.812.760,- (Iuran Ijin Usaha
Penyediaan Sarana Wisata Alam) dan
Rp1.666.374.673,- (Pungutan Hasil
Usaha Penyediaan Sarana Wisata
Alam). Selain itu, dari Pungutan Masuk
Obyek Wisata Alam yang dikelola oleh
Unit Pelaksana Teknis Ditjen PHKA,
pada tahun 2014 saja sebesar

idak ada argumentasi konservasi berbasis kearifan lokal dan atau pemberdayaan yang berkelanjutan yang diberikan. Pun, tidak ada argumentasi pembangunan sumber daya manusia dan penguatan masyarakat lokal yang dijadikan
sebagai dasar. Apalagi mengakomodir
kepentingan dan kebutuhan masyarakat
dalam mengelola dan mengembangkan
sumber daya alam-nya sendiri.
Terbaca jelas bahwa UANG menjadi argumentasi utama pemerintah Pusat (sampai
daerah) untuk memberikan izin usaha
kepada semua BUMN/BUMS dan Koperasi
untuk masuk dan menembangkan jaringan
bisnis dalam kawasan suaka margasatwa,
taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam, sebagai misal yang
terjadi di Taman Nasional Komodo ketika
pemerintah mengeluarkan izin IUPSWA
kepada PT Segara Komodo Lestari (KSL),
dan
PT Komodo Wildlife Ecotourism
(KWE).

MELALUI KEBIJAKAN
DAN REGULASI

ntuk tujuan itu, pemerintah memberikan pendasaran logis dengan dan


melalui berbagai atribut regulasi dan kebikakan yang dicetak-terbikan. Di antaranya regulasi seputar dan terkait IIjin

Edisi I/2015

Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA).


IPPA adalah izin usaha yang diberikan
untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka margasatwa,
taman nasional, taman hutan raya dan
taman wisata alam. Perihal ini diatur
dalam Peraturan Pemerintah
No.36/2010 dan Peraturan Menteri Kehutanan No.48/Menhut-II/2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya dan Taman Wisata Alam,
serta Peraturan Menteri Kehutanan
No.4/Menhhut-II/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di
Suaka Margasatwa, Taman Nasional,
Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam.

APA ITU IUPSWA?


Ijin Usaha Penyediaan Sarana Wisata
Alam atau IUPSWA adalah izin usaha
yang diberikan untuk menyediakan
fasilitas dan sarana serta pelayanannya
yang diperlukan dalam kegiatan pariwisata alam.
Izin usaha ini meliputi: (1) Usaha Sarana Wisata Tirta, (2) Usaha Sarana Akomodasi, (3) Usaha Transportasi, (4)
Usaha Sarana Wisata Petualangan, (5)
Usaha Sarana Olahraga Minat Khusus.
IUPSWA diberikan untuk jangka waktu
55 tahun dan dapat diajukan kembali
k e pa d a B U M N / B U M D / B UM S da n
koperasi. Sampai semester pertama
2015 sudah terdapat 35 pemegang izin
usaha, 23 pemegang persetujuan dan 3
pemohon.

IUPSWA UNTUK
PT SKL DAN KWE

epada PT Segara Komodo Lestari


(SKL) pemerintah pusat memberi
izin untuk menguasai 22,1 ha di Loh
Buaya untuk usaha penyediaan sarana
wisata alam.

Namun sampai tulisan ini dibuat status


PT SKL, masih diberi catatan oleh
pemerintah untuk memperbaiki RPPA,
pemberian tanda batas, UKL/UPL, dan
pembayaran IUPSWA. (Kemungkinan SK
resmi akan diterbitkan)
Untuk tujuan yang sama, pemerintah
pusat menerbitkan izin pemegang hak
usaha (berdasarkan SK MENHUT 796/
MENHUT-II/2014 Tertanggal 29 September 2014) kepada PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) untuk menguasai
426,07 ha di Pulau Padar dan Loh Liang.

KETIKA UANG JADI TUAN


Apa yang akan terjadi ketika uang
sungguh menjadi tuan, yang dalam
prakteknya terbaca jelas melalui izin
pemerintah atas PT KSL dan KWE untuk
mengembangkan usaha sarana wisata
alam dalam kawasan Taman Nasional
Komodo.

Pertama, secara ekonomi, masyarakat

lokal akan tersingkir dari persaingan


pasar. Semua jenis usaha terkait sarana
wisata sudah dipegang oleh para
pemodal. Baik itu sarana akomodasi,
sarana transportasi maupun
sarana
olahraga minat khusus. Masyarakat lokal
di Rinca dan Komodo pun Padar sudah
barang tentu akan terlempar dari keberada-annya.

Kedua, karena fakta yang terjadi sela-

ma ini adalah bahwa pembangunan


investasi menyejahterakan masyarakat
lokal sebenarnya hanyalah tipuan pasar
(dalam kerjasamanaya dengan Negara)
untuk mengeksploitasi sumber daya.
Di satu sisi, masyarakat tidak mendapat
ruang untuk membangun kehidupan
ekonomi baik di darat maupun di laut.
Karena kapasitas yang tidak memadai
dan alpa terhadap semua kebijakan
yang diimplentasi. Jika pun paham, itu
pun dibatasi dan terbatas. Tetapi di sisi
lain para pemodal, karena memiliki
uang, mereka dengan leluasa mengeksploitasi segala potensi yang ada.
Menjual keindahan, pesona alam dan
bahkan kemiskinan masyarakat lokal itu

42

Ketiga, dari sini tampak jelas ketidakdilan


sosial dan tindakah kejahatan kemanusiaan
yang dilakukan secara sistemik.

Kawasan Taman Nasional Komodo bukan


ruang kosong yang hanya diisi oleh hutan
lindung dan binatang purba. Di sana terdapat juga tradisi, indentitas diri, warisan
kebudayaan yang ditumbuhkembangkan
oleh manusia dengan segala dimensi kemanusiaannya.

Berbagai regulasi yang diterapkan, kehadiran dan intervensi pemodal atas


nama undang-undang, faktanya tidak
memberi ruang kehidupan untuk
masyarakat kawasan.
Justru sebaliknya, mereka hidup dalam
tekanan dan intimidasi. Hak-hak politik
mereka dialpakan dalam design pembangunan yang dijalankan. Jika pun
dilibatkan, masyarakat kawasan tidak

lebih sebagai objek yang dimanfaatkan.


Berbagai proyek pembangunan yang
diimplementasikan tidak bertahan lama
karena tidak menjawab sungguh kebutuhan kemanusiaan masyarakat kawasan.
Inilah kurang lebih akibat jika uang
menjadi tuan dalam pembangunan
bukan manusia dan kemanusiaan, alam
dan keutuhan ciptaan. ***

IZIN PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM


IZIN PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM atau
IPPA dibagi menjadi dua jenis, yakni Ijin Usaha
Penyediaan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) dan Ijin
Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam
(IUPSWA).
1. IUPJWA adalah ijin usaha yang diberikan
untuk penyediaan jasa wisata alam pada
kegiatan pariwisata alam. IUPJWA meliputi:
(1) Usaha Jasa Informasi Pariwisata, (2)
Usaha Jasa Pramuwisata, (3) Usaha Jasa
Transportasi, (4) Usaha Jasa Perjalanan
Wisata, (5) Usaha Jasa Cenderamata, (6)
Usaha Jasa Makanan dan Minuman.
IUPJWA dapat diajukan oleh perorangan

Edisi I/2015

(hanya untuk jangka waktu dua tahun


dan dapat diperpanjang) atau BUMN/
BUMD/BUMS atau koperasi (hanya untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat
diperpanjang). Sampai semester pertama 2015 sudah terdapat 121 IUPJWA
yang dikeluarkan pemerintah untuk
semua wilayah Taman Nasional, Taman
Suaka Margasatwa dan Taman Wisata
Alam danTaman Hutan Raya yang menyebar di seluruh Indonesia
2. IUPSWA adalah izin usaha yang diberikan untuk menyediakan fasilitas dan
sarana serta pelayanannya yang diper-

lukan dalam kegiatan pariwisata alam.


IUPSWA meliputi (1) Usaha Sarana
Wisata Tirta, (2) Usaha Sarana Akomodasi, (3) Usaha Transportasi, (4)
Usaha Sarana Wisata Petualangan, (5)
Usaha Sarana Olahraga Minat Khusus.
IUPSWA ini diberikan untuk jangka waktu 55 tahun dan dapat diajukan kembali
kepada
BUMN/BUMD/BUMS dan
koperasi. Sampai semester pertama
2015 sudah terdapat 35 pemegang izin
usaha, 23 pemegang persetujuan dan 3
pemohon.

43

Click

*) Edward Angimoy

Pemaknaan baru soal manfaat ekonomis atas


panorama menjadikannya medan perebutan bagi
banyak kepentingan, terutama kepentingan ekonomi.
Secara diam-diam, para pemodal yang jeli menangkap
peluang ini segera saling bersaing mematok lokasilokasi (spots) strategis yang punya panorama
memikat.

adar atau tidak, barangkali tidak


ada yang pernah membayangkan
sebelumnya bahwa suatu ketika,
seperti saat ini, panorama (view) bisa
jadi sesuatu yang sangat mahal. Apalagi
jika itu dikemas dan didandani dengan
sangat menarik. Jika dulu panorama
adalah barang biasa, maka kini ia menjelma barang berharga.
Angkat contoh, panorama matahari terbenam (sunset view). Lebih khusus,
sunset view yang terhampar di atas pantai. Sunset dan pantai kemudian jadi
semacam padanan yang punya magis
khas, sekaligus tentu saja menjual sebagaimana sekarang. Sebagaimana di
Labuan Bajo dan sekitarnya. Namun
sayangnya, perubahan itu terus terang
agak lambat disadari oleh kita-rakyat.
Pema kna an baru so al manf a at
ekonomis atas panorama
menjadikannya medan perebutan bagi
banyak kepentingan, terutama
kepentingan ekonomi. Secara diamdi a m , p a r a p e m o d a l y a n g j e l i
menangkap peluang ini segera saling
bersaing mematok lokasi-lokasi (spots)
strategis yang punya panorama
memikat. Baik itu mematok secara

sembunyi-sembunyi, maupun terangterangan. Baik legal, maupun ilegal. Dan


sayangnya, sekali lagi, perebutan tersebut
terus terang agak lambat disadari oleh
kita-rakyat.
Barangkali karena cara kerjanya yang
canggih dan senyap, seringkali hanya
bentuk akhirnya yang mampu terlacak.
Amati saja hotel, restoran, kafe, resort,
dan model investasi-investasi lain yang
bertebaran di Labuan Bajo dan pulaupulau sekitarnya. Dari Pantai Pede sampai
Wai Cicu. Dari Puncak Waringin sampai
Kampung Ujung. Dari Labuan Bajo sampai
Pulau Komodo. Cermati lokasinya. Dan
lihat, hampir semua berada di titik yang
punya panorama mengesankan.
Agar makin terang, pola demikian bisa
dipakai sebagai penunjuk jalan untuk
membaca discourse Labuan BajoManggarai Barat sebagai salah satu
destinasi pariwisata dunia. Dan jika boleh
menarik kesimpulan awal, maka
sesungguhnya Labuan Bajo dan sekitarnya
sedang bergerak menjadi area tambang
baru. Pariwisata menjadi pintu masuknya.
Lewat pariwisata, yang secara politis
ditahbiskan Pemerintah Kabupaten
Manggarai Barat menjadi leading sector,

Labuan Bajo dan sekitarnya sedang


dieksploitasi senyap-senyap. Potensi
alam, budaya, dan seluruh kekayaan lain
(termasuk panorama) sedang digali,
dikeruk, dan dikuasai untuk kepentingan
ekonomi. Di sini, ekonomi-politik menjadi
kombinasi angka yang sempurna untuk
membuka gembok menuju seluruh
potensi kekayaan Labuan Bajo dan
sekitarnya.
Masalah utamanya persis terletak di
kehendak untuk menguasai yang
seringkali disembunyikan pemodal. Juga
kehendak untuk mengambil
keuntungan yang seringkali disamarkan
pemerintah. Jelas rute berpikirnya,
ketika ada yang menguasai maka
hampir pasti ada yang dikuasai dan
ketika ada yang untung maka hampir
pasti ada yang tidak beruntung. Dalam
konteks itu, ketika pemodal dan
pemerintah posisinya sudah secara jelas
dipetakan, pertanyaan yang pantas
muncul pastilah: siapa yang dikuasai dan

tidak beruntung?

Sekiranya jelas bahwa rakyat adalah


jawaban yang paling sering muncul
untuk pertanyaan terakhir itu. Jika
demikian, maka mestilah kita-rakyat
mulai membangun kesadaran kritis dan
mengambil sikap untuk menentukan
nasib sendiri: tidak lagi menjadi yang
dikuasai dan tidak beruntung. Kitarakyat mesti menjadi otoritas yang
menjamin kesejahteraan kita sendiri.
Dan barangkali aksi penolakan terhadap
upaya privatisasi Pantai Pede, misalnya,
menjadi langkah awal. Sebab di Pantai
Pede juga ada panorama yang terlalu
berharga untuk dilepaskan.*

Kita-rakyat mesti menjadi otoritas yang menjamin kesejahteraan kita sendiri.


Dan barangkali aksi penolakan terhadap upaya privatisasi Pantai Pede, misalnya,
menjadi langkah awal. Sebab di Pantai Pede juga ada panorama yang terlalu
berharga untuk dilepaskan.

Edisi I/2015

44

SIAPA
PEMILIK LAHAN
STRATEGIS
Begitu menariknya Labuan Bajo, investor pun
rela merogoh kocek sampai dalam demi
mendapatkan tanah radius 1 kilometer dari
garis pantai. Papan nama pemilik tanah pun
kini mulai terpampang di mana-mana, berdekatan dengan pantai, sedangkan tanah yang
belum terjual oleh pemiliknya dipasangi papan
bertuliskan land for sale.

PULAU BIDADARI

Saat ini bentang tanah di Kota Labuan Bajo


sepanjang 30 kilometer sudah berpindah tangan ke investor. Termasuk para artis pun mulai berinvestasi di Labuan Bajo, mulai pesisir
Pantai Rangko di Kecamatan Boleng hingga
Warloka di Kecamatan Komodo.
Tidak ada patokan harga jual tanah di Labuan
Bajo. Semua tergantung tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Harga paling murah
biasanya Rp400 ribu per meter persegi hingga
Rp1 juta per meter persegi.
Siapa saja pemilik lahan strategis di Labuan
Bajo? Ada Eden Beach milik warga Prancis,
Sylvia Hotel dan Wae Cicu Beach dari Indonesia, kemudian ada beberapa hotel dikuasai
warga asing
Tidak ketinggalan ada tiga pulau yang
disewakan ke orang asing seperti Pulau Bidadari dikelola Ernest Lewandowski sejak 2001
dengan nilai investasi US$382,2 juta. Kemudian Pulau Kanawa dikelola investor Italia bernama Stefano Plaza pada 2010. Di pulau tersebut
dibangun hotel dan restoran dengan nilai investasi US$35 juta.

PULAU SERAYA

Begitu pula Pulau Sebayur dikelola warga Italia


bernama Ed sejak 2009 dengan nilai investasi
US$2,5 juta. Ada pula investor asal Belanda
yang kini membuka jasa wisata tirta di Pulau
Rinca dan Komodo. Selain itu, masih ada resor
-resor megah yang kini sedang dalam tahap
penyelesaian pembangunan, ditambah puluhan hotel melati, homestay, dan restoran yang
tersebar di dalam kota hingga punggung Bukit
Waringin.

Disari dari: Media Indonesia/


Palce Amalo

PULAU KANAWA

Edisi I/2015

45

Disari dari Cypri Jehan Paju Dale, Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik, Sunspirit: 2013

ukum Indonesia mengatur bahwa


hanya warga negara Indonesia
atau badan hukum yang ditetapkan oleh
Pemerintah yang dapat memiliki hak
milik atas tanah di wilayah hukum Indonesia. (Undang-Undang No. 5 tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria/UUPA pasal 21 Ayat (1)
dan ayat (2).
Demikian juga hak guna usaha dan hak
yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia (pasal
28 ayat (1), pasal 30 ayat (1), pasal 35
ayat 1 dan pasal 36 ayat (1) UUPA.
Satu-satunya hak atas tanah yang dimiliki warga negara bukan-Indonesia adalah
hak pakai dalam batas waktu tertentu
(pasal 41 ayat (1) UUPA).
Untuk kepemilikan rumah tinggal atau
hunian, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah PP 41/1996, warga lain
diizinkan untuk memiliki hak pakai atas
tanah sepanjang 25 tahun dan dapat
diperpanjang. Namun statusnya tetap
hak pakai dan bukan hak milik.
Namun fakta yang terjadi di lapangan
bisa saja berbeda dan bahkan bertentangan dengan undang-undang yang
berlaku. Di Labuan Bajo Manggarai
misalnya, kami menemukan sejumlah
pola proses alih fungsi kepemilikan tanah
kepada pemilik warga negara asing.

Pertama, lewat kepemilikan manipulative dimana pemilik asing itu bekerja


sama dengan pemilik passport Indonesia
(penduduk Indonesia; tidak harus orang
asli Indonesia, bisa saja orang asing
yang sudah menjadi warga negara Indonesia
beberapa tahun sebelumnya).
Dokumen tanah itu dibuat atas nama
pemiik passport Indonesia itu (pemilik
palsu atau pemilik tipu-tipu), sedangkan
pemilik aslinya adalah orang asing itu.
Sulit untuk disebut illegal dan
terselubung karena faktanya mereka
meliki dokumen resmi dan diketahui oleh
pemerintah bahkan melibatkan aparat
pemerintah.

donesia. Pemilik asing mendirikan perusahaan (di bidang pariwisata) sedangkan


badan hukum Indonesia memanfaatkan
segala fasilitas dan kemudahan yang
disiapkan oleh pemerintah Indonesia
untuk penanaman modal asing. Perusahaan ini kemudian dipakai sebagai
kedok untuk mengumpulkan tanah dalam jumlah besar, jauh melampaui bisnis
yang sedang dikembangkan oleh perusahaan itu. Jadi nilai investasinya (sebagai
bisnis investor) kecil, tetapi badan usaha
itu dijadikan alat untuk menguasai
tanah.
Contoh kongkret dari pola ini adalah
sejumlah restaurant di Labuan Bajo,
yang bidang usahanya adalah rumah
makan, tetapi pada saat yang sama
menguasai tanah dalam jumlah besar di
kawasan-kawasan strategis. Ada juga
indikasi yang kiranya perlu ditelusuri
lebih jauh oleh otoritas pemerintah Indonesia bahwa perusahan macam ini semata-mata menguasai tanah untuk perusahaan-perusahaan skala kecil seperti ini
bukan investor dalam arti sebenarnya,
tetapi makelar tanah.

Ketiga,

lewat joint-venture yaitu


kepemilikan bersama antara orang Indonesia dengan warga negara asing, entah
dengan ikatan pertemanan atau ikatan
bisnis. Ini umumnya berlaku untuk tanah
dengan nilai transaksi dalam jumlah
kecil.
Pola-pola alih proses kepemilikan dan
pengasaan tanah baik yang dilakukan
secara legal maupun (lebih-lebih) dilakukan secara manipulative perlu diawasi secara serius oleh Negara. Negara
perlu mengawasinya secara lebih serius
melalui undang-ndang dan regulasi. Untuk kasus Labuan Bajo perlu adanya
moratorium jual beli tanah selain perlu
diperkuat dengan berbagai aturan
hukum atau undang-undang yang dilaksanakan secara tegas dan serius. *)

Kedua, dengan cara kepemilikan lewat


badan usaha yang berbadan hukum In-

Edisi I/2015

46

PERIKSA

Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur adalah sebuah kabupaten kepulauan. Pulau-pulau yang menyebar sepanjang
pantai Manggarai Barat berjumlah 264 pulau. Sejumlah 13
pulau di antaranya berpenghuni, dan sembilan pulau dimiliki
pemerintahan daerah. "Sisanya tidak berpenghuni"
Periksa tiga kata berikut: penghuni, tuan, pemilik

Edisi I/2015

47

Marthen Ndeo,
Kepala BPN Manggarai Barat

Untuk pembeli warga negara


asing, mereka diwajibkan
menggunakan nama perusahaan yang berbadan hukum
yang berkedudukan di Indonesia. Warga negara asing
tidak diperbolehkan membeli
tanah secara perorangan karena kepada mereka tidak
akan diberikan Hak Guna
Usaha (HGU). Namun, fenomena yang terjadi di daerah ini
ada sebagian warga menikah
dengan warga lokal maka sertifikat tanah dibuat atas nama
istri atau suami yang merupakan warga lokal.

arus diakui bahwa konflik tanah


yang marak terjadi di daerah
ini tidak terlepas dari sistem
pendataan yang dilakukan oleh petugas
pertanahan pada masa lalu yang sebagian system pendataan masih bersifat
sederhana dan manual. Akibatnya berpotensi terjadi manipulasi atau kehilangan dokumen dan data-data terkait
tanah.
Maka pihak Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kabupaten Manggarai Barat

Edisi I/2015

sekarang ini sudah mulai melakukan


berbagai pembenahan termasuk memeroses sertifikasi tanah melalui system online
internet. System pelayanan online ini sudah dimulai pada tahun 2013 lalu.
Sistem ini sangat membantu pihak BPN
dan juga pemohon untuk mendapatkan
sertifikat tanah. Saat pengurusan sertifikat, setiap pemilih tanah memasukan
data di online dan secara otomatis system
akan bekerja dan akan diketahui secara
cepat antara lain tentang nomor sertifikat,
peta citra lokasi, data bidang tanah dan
data lainnya. Sistem seperti ini sangat
penting untuk menghindari terjadinya
tumpang tindih sertifikat pada lokasi atau
lahan yang sama.
Dengan demikian pihak pertanahan akan
dengan mudah mengetahui status tanah
tersebut sehingga tidak akan menerbitkan
sertifikat pada bidang tanah yang sama.
Setelah system berjalan, pihak BPN akan
menginformasikan kepada pemohon atau
pemilik tanah untuk memastikan apakah
tanah itu sudah bersertifikat atau belum
demikian pula status kepemilikan tanah
tersebut.
Dulu memang bisa dengan mudah oknum
-oknum tertentu melakukan rekayasa tetapi dengan system online ini sangat membantu kami memastikan status tanah
seseorang, jelas Marten Ndeo Kepala BPN
Manggarai Barat. Sistem online sangat
membantu pihak BPN dalam menjalankan
tugas-tugasnya sekaligus dapat meminimalisasi kesalahan adminstrasi penerbitan
sertifikat sebagai alat bukti kepemilikan
tanah. Ia mengaku sejauh ini, sekurangkurangnya sejak ia menjabat sebagai
kepala BPN Manggarai Barat, belum ada
investor yang mengajukan permohonan
sertifikat tanah pada lokasi yang sangat
luas. Maksimal, sekitar 15 hektar. Itu pun
berasal dari Badan Usaha Milik Asing
(BUMA) dan Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN).
Pihak BPN pun akan memeroses sertifikat
jika lokasi tanah yang dimohonkan itu
dipastikan
tidak
bermasalah.
Pada

umumnya tanah untuk usaha pembangunan misalnya, BPN selalu memberikan pertimbangan teknis terkait
keberadaan lokasi dan instansi lain juga
dilibatkan untuk menangani hal-hal
teknis seperti Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) atau Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hdup (AMDAL) dan ketentuan lain sebagai mana diamanatkan oleh
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BPN selama ini juga berkontribusi untuk
penerimaan daerah yakni melalui item
program biaya perolehan hak atas tanah
dan bangunan senilai Rp.1.427.300.077,
biaya pajak penghasilan peralihan hak
Rp.917.991.500, jaminan sertifikat hak
tanggungan Rp.27.603.467.200. Seluruh
pendapatan disetor ke Dispenda Mabar
sedangkan untuk realisasi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai
Rp.1.248.323.894 disetor ke kas negara.
Sedangkan untuk lahan berdasarkan
regulasi, luas lahan diatas 5 hektar bila
tidak digunakan oleh pemilik maka tanah
tersebut dapat diambil oleh negara. Hal
ini secara tegas diatur dalam PP No.24
tahun 1997 pasal 32. Aturan ini juga
mau menegaskan bahwa tidak berlaku
mutlak tergantung proses sertifikat. Prinsipnya hak orang tidak boleh hilang.
Sehingga mulai dari proses jual beli dan
penerbitan sertifikat harus diketahui oleh
BPN.
Untuk pembeli warga negara asing,
mereka diwajibkan menggunakan nama
perusahaan yang berbadan hukum yang
berkedudukan di Indonesia. Warga
negara asing tidak diperbolehkan membeli tanah secara perorangan karena
kepada mereka tidak akan diberikan Hak
Guna Usaha (HGU). Namun, fenomena
yang terjadi di daerah ini ada sebagian
warga menikah dengan warga lokal
maka sertifikat tanah dibuat atas nama
istri atau suami yang merupakan warga
lokal. *)

48

WARGA ASING
TAK BOLEH KUASAI
SEJENGKAL TANAH
DI INDONESIA
Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

emerintah tidak tinggal diam dan


terus berkomitmen untuk menyelamatkan tanah milik negara.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
berupaya untuk segera mendata dan
menyisir ada atau tidaknya tanah di
Indonesia yang dikuasai warga negara
asing (WNA).
Hal ini dilakukan pemerintah sebagai
upaya untuk mempertahankan kedaulatan Negara sekaligus menelisik pemberitaan media massa yang menyisalir
ada penguasaan warga Negara asing
atas tanah dan pulau-pulau dalam wilayah Indonesia.
"Sama sekali (WNA) tidak boleh menguasai sejengkal tanah di Indonesia. Itu
jelas urusannya dengan konstitusi. Kami
sekarang lagi menyisir," tegas Menteri
Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan
Baldan usai acara seminar nasional
'Menemukan Kembali Tata Kelola Wilayah Nusantara yang Berazaskan Pada
Kedaulatan Bangsa dan Keadilan' di Hotel Savoy Homan, Jalan Asia Afrika, Kota

Edisi I/2015

Bandung, pada awal Maret 2015.


Menurut Ferry, langkah penataan dan
penyisiran digulirkan guna memastikan tak
ada tanah negara yang dimiliki oleh orang
asing. "Dalam hukum internasional, hanya
rumah duta besar dan kantor duta besar
yang boleh punya orang asing
Apakah sudah ada temuan warga asing
memiliki tanah di Indonesia? "Asumsi saya
tidak ada. Tapi kita akan benahi dan rechek ke beberapa daerah terutama tujuan
wisata, seperti Bali," katanya. Lebih lanjut
Ferry menuturkan, pihaknya tidak mengganjar sanksi jika menemukan WNA menguasai tanah di Indonesia. Namun dia siap
menerapkan aturan tegas.
"Enggak perlu sanksi. Kita alihkan saja,
lalu batalkan haknya atau sertifikatnya.
Kalau warga asing sewa (tanah) sih boleh,
tapi harus ada perjanjiannya," ujarnya.
Terkait dengan pulau-pulau terluar dalam
wilayah kesatuan Republik Indonesia,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang

menargetkan seluruh pulau terluar Indonesia sudah mengantongi sertifikat pada


2015.
Bagaimana progresnya? "Sudah berjalan. Mudah-mudahan akhir tahun ini
selesai. Sekarang dari 92 pulau terluar
itu sudah (penyertifikatan) 43 pulau terluar," ucap Ferry.
Politikus NasDem ini juga menegaskan
penyertifikatan pulau terluar sangat
penting. Sebab jika terjadi sengketa batas wilayah atau kepemilikian pulau
dengan negara tetangga, pemerintah
Indonesia sudah mem il iki bukti
kepemilikan.
"Saya lupa daftarnya (pulau terluar yang
sudah sertifikasi)," ujar Ferry saat ditanya mana saja lokasi-lokasi pulau yang
sudah memiliki sertifikat.

*) Disarikan oleh Team Riset dari media massa (di antara Kompas, MetroNews dan Detik.com edisi 8/03/2015)

49

Edisi I/2015

50

RANDANG UMA RANA, RANGAT-KEMPO, MANGGARAI BARAT

Edisi I/2015

51

PERSPEKTIF

Disarikan dari makalah presentasi yang disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat,
Ir. Theodorus Suardi, M.Si yang berjudul Masyarakat Hukum Adat pada 13 September 2014.

enguatan masyarakat hukum adat


merupakan sebuah upaya untuk
melindungi, mempertahankan dan
mengembangkan
bukan
hanya
masyarakat adat itu sendiri dan cakupan
wilayahnya tetapi juga segala dimensi
nilai dan norma yang terkandung di
dalamnya.
Terdapat dua alasan utama mengapa
penguatan masyarakat hukum adat
menjadi penting. Pertama adalah karena
masyarakat hukum adat merupakan
identitas sebuah wilayah sosial dan
budaya. Dan kedua adalah karena
pengakuan dan perlindungan yang
diberikan
negara
terhadap
hak
masyarakat hukum adat mengalami
degradasi.
Hak-hak tersebut mencakup: Pertama,
hak atas tanah ulayat, wilayah adat, dan
sumber daya alam yang mereka miliki
atau tempati secara turun temurun yang

ebagaimana disebutkan di atas


bahwa salah satu hak masyarakat
hukum adat adalah hak atas tanah
ulayat. Hak atas tanah ulayat mencakup
wilayah adat dan sumber daya alam
yang dimiliki oleh sebuah komunitas
masyarakat adat secara turun temurun.
Dapat disebutkan di sini tanah ulayat
dapat
bersifat
komunal
dan
perseorangan sesuai dengan hukum
adat yang berlaku. Hak atas tanah ulayat
bersifat komunal dan itu tidak dapat
dipindahtangankan ke pihak lain. Hak
atas tanah ulayat perseorang dapat
dipindahtangankan kepada pihak lain
sepanjang masih dalam satu keturunan
masyarakat hukum adat. Pemanfaatan
tanah ulayat yang bersifat komunal dan
bersifat perseorangan di dalam wwilayah
adat oleh pihak lain hanya dapat

Edisi I/2015

diperoleh melalui mekanisme lain yang


sah menurut hukum adat setempat.
Kedua adalah hak atas pembangunan.
Masyarakat hukum adat berhak untuk
menentukan
dan
mengembangkan
bentuk pembangunan yang sesuai
dengan kebutuhan dan kebudayaan
mereka sendiri. Pun berhak menolak
bentuk pembangunan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan kebudayaannya.

Ketiga adalah hak atas spiritualitas dan

lingkungan hidup sesuai dengan kearifan


lokal. Kelima adalah hak untuk
menjalankan hukum dan peradilan adat.
Masyarakat hukum adat berhak untuk
menjalankan hukum dan peradilan adat
dalam menyelesaikan sengketa terkait
dengan hak-hak adat dan pelanggaran
atas hukum adat. Ketentuan mengenai
hak untuk menjalankan hukum dan
peradilan adat diatur dengan peraturan
pemerintah.

kebudayaan. Masyarakat hukum adat


berhak untuk melestarikan ritual yang
diwariskan, tradisi, adat istiadat serta
kebudayaannya. Keempat adalah hak
atas lingkungan hidup. Masyarakat
hukum adat berhak atas perlindungan
lingkungan hidup, yaitu hak untuk
mendapatkan pendidikan lingkungan
hidup, akses atas informasi, dan
partisipasi
yang
luas
terhadap
pengelolaan
dan
perlindungan

Namun demikan sebagai warga negara,


masyarakat
hukum
adat
memiliki
kewajiban yang harus dipenuhi. Di
antaranya adalah berpartisipasi dalam
setiap
proses
pembangunan.
Melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia.
Melaksanakan toleransi atar-masyarakat
hukum adat. Mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan dan
bekerjasama dalam proses indentifikasi
dan verivikasi masyarakat adat. *)

dilakukan
mealui
mekanisme
pengambilan
keputusan
bersama
masyarakat hukum adat. Karena tanah
ulayat adalah bidang tanah yang di
atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat.

sumber soal terkait di Labuan Bajo


Manggarai Barat belakangan ini. Di mana
proses jual beli tanah dilakukan secara
serampangan tanpa mengindahkan peran
dan fungsi masyarakat hukum adat.

Selanjutnya masyarakat hukum adat


berhak mendapatkan restitusi dan
kempensasi yang layak dan adil atas
tanah ulayat, perairan, wilayah adat, dan
sumber daya alam yang dimiliki secara
turun temurun yang diambil alih, dikuasi,
digunakan
atau
dirusak
tanpa
persetujuan masyarakat hukum adat.
Pengabaian atas hak masyarakat hukum
adat dengan segala dimensinya terkait
tanah ulayat bisa menimbulkan konflik
yang berkepanjangan.
Fakta perihal itu yang menjadi salah

Oleh karena itu perlu adanya revitalisasi


terkait status dan peran masyarakat
hukum adat. Perlu menggali sumber
sejarah.
Meluruskannya
selanjutnya
meletakkanya
pada
posisi
yang
bermartabat.
Namun demikian, untuk tujuan itu bukan
pekerjaan yang mudah. Karena harus
melakukan kajian dan studi yang
mendalam. Melibatkan semua pihak dan
elemen, lebih-lebih para sesepuh adat
dan
para
pelaku
sejarah.
Agar
selanjutnya tidak menimbulkan konflik di
kemudian hari. *)

52

Dalam perkembangannya, pasca terbentuknya NKRI,


pengakuan dan perlindungan yang diberikan oleh Negara terhadap hak Masayrakat adat mengalami degradasi. Berbagai
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi pertumbuhan eknomi dan modernisasi menjadi salah satu factor, terpinggirkannya hak masyarakat adat. Kebijakan pemerintah yang
mengeluarkan izin hak pengelolaan hutan kepaa swasta telah
mengakibatkan penebangan hutan tanpa perencanaan yang matang dan tanpa memikirkan damaknya untuk generasi berikutnya.
Masyarakat hukum adat dengan berbagai keterbatasannya tersingkir dari hutan dan hal ini menyebabkan menurunnya tingkat
kesejahteraan mereka

ecara normatif beberapa peraturan


perundang-undangan telah
mengamanatkan
adanya
pengakuan dan perlindungan
masyarakat hukum adat, meskipun
implementasinya belum seperti yang
diharapkan.
Pertama, pasal 18B UUD 1945, sebagai
hasil amanandemen pertama UUD 1945
menyatakan bahwa Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip negara kesatuan
republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang
Ketentuan di atas diperkuat dengan
ketentuan pasal 28I ayat (3) UUD 1945

Edisi I/2015

ba h w a I n d en t i t a s bu d a y a da n
masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan
peradaban
Dalam kaitannya dengan tanah ulayat
dapat kita rujuk pada UU No. 7 tahun
2004 tentang pengelolaan sumber daya
air penjelasan pasal 6 ayat 3.
Di sana dijelaskan pengakuan adanya
hak masyarakat hukum adat termasuk
hak yang serupa dengan itu hendaknya
dipahami bahwa yang dimaksud dengan
masy ara kat hu kum a da t adalah
sekelompok orang yang terikat oleh
tatanan hukum adatnya sebagai warga
bersama suatu persekutuan hukum adat
yang didasarkan atas kesamaan tempat
tinggal atas dasar keturunan.

Hak masyarakat hukum adat dianggap


masih berlaku apabila memenugi tiga
unsur yakni terdapat masyarakat adat,
unsur wilayah, unsur hubungan antara
masyarakat tersebut dengan wilayahnya.
Berkaitan dengan pulau-pulau dan pesisir
dalam hubungannya dengan masyarakat
hukum adat dijelaskan juga dalam UU
No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bahwa masyarakat adalah masyarakat
pesisir yang secara turun-temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu
karena adanya ikatan asal-usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik,
sosial dan hukum. *)

53

*) Team Riset

iapa tuan atas tanah di Labuan


Bajo dan sekitarnya. Siapa tuan
atas pulau-pulau yang bertebaran
di sepanjang tepi barat Flores. Di antara
kedaluan Boleng dan Kempo, di mana
posisi Kedaluan Nggorang. Selanjutnya
bagaimana Dalu Nggorang berperan pada penguasaan atas tanah, system pembagian dan pengesahan secara legal formal berdasarkan aturan hukum adat atas
tanah-tanah tersebut?
Deretan pertanyaan ini menjadi debat
yang tidak sudah bagi kalangan masyarakat Labuan Bajo Manggarai Barat setelah
melihat fakta hari ini bahwa Labuan Bajo
seperti tanah tak bertuan. Di mana
muncul pengklaiman atas kepemilikan
tanah. Jual beli tanah yang serampangan. Peran fungsionaris adat dalam hal
ini tua golo yang nyaris dipermainkan
oleh para calo. Munculnya banyak calo
baik lokal maupun asing. Dan seterusnya
sampai pada jetidaktegasan pemerintah
dalam mengatasi semua soal tanah yang
ada.

Atas sederetan soal di atas, pertanyaan


yang kemudian muncul adalah benarkah
demikian, Labuan Bajo adalah tanah
yang tak bertuan? Apakah karena itu
maka sengkarut tanah di Labuan Bajo
menjadi sulit dirunut-urai?
Dalam focus group discussion (FGD)
yang kami selenggarakan pada Agustus
dan September 2014, kami temukan beberapa jawaban mentah yang perlu untuk ditelisik lebih lanjut.

POSISI KEDALUAN
NGGORANG
Khusus untuk wilayah kedaluan
Nggorang tidak mengenal atau tidak
berlaku filosofi -gendang one lingko
peang, tetapi secara eksofisio ditunjuk
untuk mengatur pemanfaatan tanah
Demikian pendapat Anton Hantam, salah
satu tokoh masyarakat adat Labuan Bajo
Manggarai Barat.

Menurutnya wilayah Nggorang merupakan bagian dari Hamente Boleng dan


Kempo akibat proses kawin mawin. Demi
pendekatan pelayanan kepada masyarakat maka Dalu Bintang waktu itu diberi
kepercayaan untuk memimpin wilayah
ini.
Nggorang sendiri tidak punya kampung
adat dan struktur adat. Nggorang merupakan pusat
persekutuan
adat
Nggorang. Dalam pembagian tanah harus melalui prosedur adat. Dalu
Nggorang sekaligus sebagai lembaga
adat lanjutnya.
Menurut Hantam, problem lain yang
muncul adalah karena banyak tua golo
yang muncul di wilayah Labuan Bajo dan
sekitarnya, padahal tua golo menurutnya
hanya ada di Manggarai (tengah).
Sementara itu, kata tua golo hanya ada
di Manggarai. Permasalahan tanah muncul atau terjadi kekacauan karena ada
tua golo yang dibentuk kemudian diberi
kewenangan untuk melakukan pembagian tanah jelasnya lebih lanjut.

POJOK REFERENSIAL
KEKHUSUSAN DALU NGGORANG

Untuk Dalu Nggorang ada keistimewaan karena meskipun tidak ada


gendang tapi ada tua golo juga berfungsi untuk bagi tanah dan diakui oleh
Dalu. Pelepasan hak dari Dalu Nggorang
dan tua golo setempat (Agustinus Albu

Kepala Desa Batu Cermin)

BUKAN TUGAS DALU


UNTUK BAGI TANAH

Agustinus Albu,
Kepala Desa Batu Cermin

Edisi I/2015

Ada sejarah dan penguasa yang ada di


Nggorang. Dalu itu pemerintah termasuk punggawa. Khusus untuk Dalu,
bukan tugas bagi tanah. Referensi yang
digunakan Dalu Ishaka dan Masum.
(Dalu) Nggorang seperti apa dulu dan
sekarang (Abdullah Nur, Camat Komo-

do)

Abdullah Nur,
Camat Komodo

54

BUKAN PERSOALAN LEMAHNYA


STRUKTURMASYAKATAR ADAT
Pendapat berbeda disampaikan oleh Sil
Deni Harsidi, salah seorang aktivis di
Labuan Bajo. Menurutnya, persoalan
tanah yang terjadi di Labuan Bajo adalah
karena ada kepentingan yang bermain di
dalamnya.

Sil Deni Harsidi,


Aktivis Kemanusian

BUTUH PENGUATAN
MASYARAKAT ADAT

ada FDG kedua, September 2014,


muncul satu kesimpulan penting
sebagai rekomendasi paling
mendesak terkait perihal ini adalah perlu
ada penelitian yang komprehensif, cermat dan teliti tentang keberadaan
masyarakat adat yang ada di Labuan
Bajo dan sekitar.
Gagasan tersebut muncul dari Theo Suhardi, Kepada Dinas Pariwisata Manggarai Barat bahwa pemerintah perlu
mengambil jalan cepat dan segera untuk
melakukan penelitian perihal ini.
Namun yang perlu diketahui adalah
bahwa kita bukan membentuk masyarakat adat. Tetapi masyarakat adat yang
sudah ada harus diakui keberadaanya

Saya sangat yakin dan percaya bahwa


semua tanah yang ada di Labuan Bajo
sudah sejak lama sudah ada pemiliknya.
Tanah-tanah ini sudah punya tuan. Dan
itu semua sudah dilakukan secara damai

aksanakan secara sungguh

Namun dalam kerangka pengakuan


kesatuan masyarakat hukum adat ini
perlu dilakukan adalah identifikasi terhadap sejarah, terhadap wilayah hukum
adat, terhadap harta kekayaan dan atau
benda-benada adat, terhadap system
dan struktur kelembagaan adat yang
berlaku lanjutnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Alfons,


salah seorang tokoh muda Labuan Bajo
Manggarai Barat. Menurutnya ada un-

Hal ini menjadi penting karena kehadiran


lembaga adat yang sah dan diketahui
secara resmi oleh publik bukan hanya
membantu banyak hal dalam proses
penyelesaian sengkarut tanah, tetapi
juga soal-soal lain.
Lembaga adat tidak hanya berbicara
tentang tanah, tetapi juga menjaga dan
mewariskan nilai-nilai budaya manggarai
barat dari generasi ke genarasi. Tanpa
fungsionaris adat tidak mungkin nilai-nilai
budaya diwariskan secara benar dan
tidak mungkin juga ritual-ritual adat dil-

erihal penelusuran sejarah adat


apalagi terkait dengan persoalan
tanah bukanlah persoalan yang
gampang. Perihal itu ditegaskan oleh
Rafael Arhat salah seorang tokoh
masyarakat Labuan Bajo Mangarai Barat,
menurutnya masyarakat Manggarai Barat
harus menelisik secara serius.
Siapa sumber infomasi yang dapat dijadikan rujukan, agar penelisikan sejarah
ini benar-benar akurat. Dan kita tidak
bisa percaya hanya dari sumber saja. Ini
persoalan sensitif

Edisi I/2015

Faktanya, pada saat tanah harganya


Rp.250.000 per hektar tidak dipersoalkan. Tetapi ketika nilai tanah sudah mencapai Rp. 250.000 per meter maka orang
mulai mempersoalkan. Dokumen tentang
tanah dihilangkan dan dipalsukan. Dan
saya sangat yakin perihal itu. Inilah saya
kira yang menjadi sumber soal tentang
tanah yang terjadi selama ini lanjutnya.

oleh pemerintah katanya.

HIPOL: HATI-HATI

Hipol Mawar,
Direktur Sekolah Demokrasi Mabar

oleh para sesepuh adat pada masa lalu.


Hemat saya yang menjadi problem pertanahan sekarang adalah karena banyak
kepentingan yang bermain di dalamnya

Hal yang sama dikomentari Hipol Mawar,


Direktur Sekolah Demokrasi Manggarai
Barat. Sambil menderetkan fakta-fakta
yang sudah terjadi baik di Atambua Timor dan Lembata tempat kelahirannya,
memang problem pengakuan dan

dang-undang yang mengatur tentang


lembaga adat dan diakui keberadaan
masyarakat hukum adat.
Bagaimana korelasi dengan masalah
pertanahan dan struktur lembaga adat
yang sudah amburadul. Salah satu
cara untuk menyelesaikan masalah
tanah adat adalah lembaga adat.
Kemudian Alfons melajutkan
Pemerintah daerah mengukuhkan
lembaga hukum adat. Pengukuhan
harus dibuatkan Perda. Butuh survei
tentang lembaga adat dan bagaimana
tugas dan sejauh mana pengakuannya.
Selama ini tak ada rujukan, standar
prosedur penyelesaian masalah tanah

pengesahan terhadap masyarakat adat


bukan perkara yang mudah.
Kita mesti hati-hati dengan proses ini.
Sebab bukan tidak mungkin akan muncul
pengklaiman-pengklaiman baru atas
peran fungsionaris adat. Sebab tidak bisa
dihindari lagi bahwa fungsionaris adat
juga memiliki peran opilitis di dalamnya.
Lebih lanjut Hipol menjelaskan bahwa
persoalan masyarakat adat tidak lepas
dari intervensi negara Setelah berlakukanya undang-undang desa gaya baru,
maka struktur adat menjadi hancur
katanya
Akibatnya adalah seperti yang terjadi
sekarang ini. Bukan hanya struktur adat
yang hilang, tetapi juga nilai-nilai budaya
itu sendiri tercerabut dari asalnya. Dan
oleh karena itu revitalisasi masyarakat
adat menjadi penting dan mendesak, dan
itu harus dirunut secara hati-hati Lanjutnya.

55

ak ada manusia yang tidak pernah


berdiam dalam rahim seorang ibu.
Rahim adalah tempat di mana
manusia pertama kali terbentuk. Di sana
terjadi pertemuan antara sel sperma dan
sel telur. Ia adalah tempat awal bagi
seorang manusia. Di sana manusia mengalami ketentraman dan kenyamanan.
Manusia jauh dari bahaya sebab sang ibu
akan selalu menjaga buah rahimnya selama Sembilan bulan sepuluh hari.
Manusia yang baru saja terbentuk dari dua
insane (suami dan istri) ini dipelihara ibu
hingga lahir ke dunia. Tak ada kebahagiaan
yang lebih berarti bagi seorang ibu selain
menyaksikan seorang manusia baru yang
baru saja dilahirkannya. Ia pun menjaganya. Ia memberi makan manusia kecil itu
dari dua buah payudaranya di kala ia lapar.
Ia mendekap sang bayi hingga sang bayi
tidak merasa kedinginan. Ia menggendong
dan memberinya tempat yang layak di kala
tidur. Manusia kecil itu aman karena ibu
selalu menjaganya.
Maka tidak heran kalau ibu adalah sapaan
yang mengandung rasa kasih sayang. Sebuah sapaan yang mengingatkan orang
pada sosok yang penuh kelembutan. Dan
ketika singgah di rahimnya, setiap orang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
ibu. Oleh karena itu setiap manusia punya
segudang pengalaman indah bersama ibu.
Dan setiap orang bisa sepakat bahwa
tanpa ibu tak ada manusia yang menghuni
bumi ini.
Kenyataan ini membuktikan kepada manusia bahwa betapa berartinya seorang ibu
bagi kehidupan setiap insane. Tanpa kehadiran seorang ibu mungkin tidak ada
kehidupan di bumi ini. Ibu merupakan
sosok yang memelihara kehidupan ini. Karena itu setiap makhluk memiliki hutang
budi pada seorang yang namanya ibu.
Lantas muncul pertanyaan ini: dapatkah
orang membayar hutang budi itu? Ada
pepatah yang mengatakan hutang emas
dapat dibayar, hutang budi dibawa mati.
Apakah pepatah ini benar?
Dari aspek pentingnya peran ibu, dapat
dimengerti bahwa bumi adalah juga ibu. Ia
merupakan tempat berdiam semua makhluk baik yang hidup maupun yang mati.
Bumi yang adalah salah satu planet dari
sekian banyak planet di alam semesta ini
punya peran besar bagi kehiduan alam

Edisi I/2015

secara mengagumkan walaupun proses


pembentukan itu dapat dijelaskan
dengan perkembangan iptek masa kini.
Namun penjelasan-penjelasan itu hanya
bermuara pada satu tujuan yaitu bahwa
setiap makhluk perlu menghargai tanah
sebab di sanalah kehidupan dimulai.
Di dalam tanah sudah terdapat jalinan
yang erat antara makhluk yang satu
dengan yang lainnya. Setiap makhluk
punya tugas dan perannya masingmasing dalam menyokong proses kehidupan di bumi. Makhluk-makhluk ini
membuat jaringan biologis yang biasa
disebut rantai makanan. Dalam rantai
itu setiap makhluk bergerak sesuai
fungsinya masing-masing.

F.X Manek
semesta itu sendiri. Dalam bahasa
Inggris bumi diterjemahkan dengn kata
earth dan tanah diterjemahkan dengan
kata soil. Berangkat dari pengertian ini
penulis hendak membacanya dari kaca
mata pribadi dalam membedakan dua
istilah tersebut. Bumi (earth) adalah
sesosok pribadi sebagaimana seorang
ibu. Bumi hanya merupakan salah satu
planet dari sekian banyak planet di alam
semesta ini sebagaimana juga halnya
ibu yang adalah salah satu perempuan
dari sekian banyak perempuan di dunia.

Setiap ibu tidak


menuntut apa-apa
dari anaknya selain
harapan pada anaknya agar anaknya itu
menjadi orang yang
baik
Sementara tanah (soil) adalah sebuah
tempat atau lokus berdiamnya berbagai
makhluk baik yang hidup maupun yang
mati sebagaimana juga rahim yang ada
pada ibu. Dengan demikian maka tanah
(soli) adalah rahim bumi. Di sana benih
ditanamkan dan di sana pula benih itu
akan dirawat dan akhirnya berkembang
lalu menghasilkan buah.
Dapat dikatakan bahwa tanah terbentuk

Proses ini menjadi kacau balau ketika


manusia dengan kebebasan akal
budinya berusaha memanipulasi atau
memutuskan proses alamiah itu. Manusia yang hanyalah satu bagian dari proses itu berusaha menjadikan dirinya sebagai pengendali proses itu. Hal ini
menjadi nyata dalam bidang pertanian.
Manusia tidak lagi percaya pada proses
penguraian alamiah yang terjadi di dalam tanah. Lalu berusaha membuatnya
baru dengan menyediakan bahan-bahan
kimia baru yang dapat mempercepat
proses itu. Agar panenan bisa melimpah
orang memakai pupuk kimia ketimbang
memakai pupuk alam. Hal yang sama
dapat juga diamati dalam fenomena
tambang yang marak di mana-mana.
Dengan menambang orang tidak perlu
bersusah-susah mengolah tanah sesuai
dengan musim tanam yang hanya dua
kali setahun dan hasil panen juga belum
tentu memadai atau berhasil. Dengan
menamban g orang han ya perlu
mengambil bahan-bahan yang dibutuhkan dan dijual dengan harga yang
menggiurkan. Ratusan juta dalam sekali
tambang merupakan angka yang cukup
menjanjikan. Hal ini dapat merusak
proses kehidupan di rahim bumi.
Selain fenomena-fenomena di atas
masih banyak lagi perbuatan manusia
yang dapat dapat dikategorikan sebagai
perbuatan pengkhianatan terhadap
rahim ibu bumi: pembuangan sampah
yang sembarangan, dll. Maka apa yang
sebetulnya sedang terjadi seperti panas
yang berlebihan, iklim yang tak menentu, es di kutub utara yang makin

56

mengecil merupakan akibat-akibat dari


pengkhianatan terhadap ibu bumi. Persis
di sinilah pertanyaan di atas kembali diajukan: apakah hutang budi seorang anak
dapat dibayarkan kepada ibunya? Apakah
manusia mampu membayar hutang budi
kepada bumi? Suka atau tidak sekarang
manusia mesti menyadari bahwa kerusakan yang terjadi pada bumi dewasa ini
merupakan tindakan yang keliru.

RANDANG UMA RANA


Proses Randang Uma Rana, pembukaan kebun baru di Kampung Rangat Kempo Manggarai Barat. Proses ini diawali dengan ucapan syuku
dan mohon berkat kepada Yang Maha Tinggi baik melalui doa adat
maupun misa syukur.

Dan kini saatnya manusia menyadari


semua tindakan-tindakan destruktif itu.
Tindakan-tindakan seperti itu perlu diubah
dan diperbaiki agar rahim bumi yang sedang menuju kehancuran dapat disembuhkan. Sebab pada dasarnya setiap ibu
tidak menuntut apa-apa dari anaknya
selain harapan pada anaknya agar anaknya itu menjadi orang yang baik. Artinya
bahwa anaknya itu sekurang-kurangnya
menjadi orang yang menaati hukum yang
berlaku dalam masyarakat di mana ia
hidup. Itu sudah cukup bagi seorang ibu.
Dengan demikian yang kini perlu dilakukan
manusia adalah sebuah gerakan yang
didasarkan pada kecintaan terhadap bumi
sebagai ibu. Bahwasanya setiap orang
punya rasa sayang pada seorang pribadi
yang namanya ibu. Dalam hal ini bumi
yang sedang dihuni oleh berbagai makhluk. Berbagai gerakan pun kini hadir dan
bekerja keras untuk menyelamatkan rahim
ibu yang sedang rusak. Salah satu di antaranya adalah gerakan pertanian berkelanjutan. Disebut demikian karena prinsip
dasarnya adalah bahwa manusia yang
mengolah tanah tidak selalu mengambil
dari tanah tetapi juga bisa memberikan
apa yang dibutuhkan tanah dengan cara
memperhatikan keseimbangan berbagai
unsur yang saling kait mengait di dalamnya.
Tidak seperti pertanian konvensional yang
didasarkan pada profit atau keuntungan
semata. Tujuan memperhatikan keseimbangan adalah agar tanah tetap sehat dan
masih bisa dipakai oleh generasi yang
akan datang. Itulah hukum yang mesti
ditaati oleh manusia yang sadar bahwa
tempat yang ditinggalinya adalah sebuah
rahim dari seorang ibu.
Sebab pada akhirnya bumi menjadi tempat
akhir bagi manusia untuk beristirahat sebagaimana disebutkan dalam lagu Indonesia Tanah Air Beta cipataan Ismail Marzuki:

Indonesia tanah air beta / pusaka abadi


nan jaya / Indonesia sejak dulu kala / selalu dipuja-puja bangsa / di sana tempat
lahir beta / dibuai dibesarkan bunda/ tempat berlindung di hari tua / sampai akhir
menutup mata. ***)

Edisi I/2015

57

PERSPEKTIF

Oleh Silvester Deny Harsidi


Aktivis Masyarakat Sipil

ika kita susuri jalan di sepanjang


Pantai bagian Selatan Kota Labuan
Bajo, mulai dari Lembor di bagian
Timur menuju Batu Gosok di bagian
Barat, akan tampak sejumlah bangunan
hotel mewah tepat di bibir pantai. Hotelhotel mewah yang berjejer di sepanjang
bibir pantai itu antara lain Jayakarta,
Ecolog, Puri Sari, Luwansa, Bintang
Flores, New Bajo, Laprima, dan Batu
Gosok.

seperti itu membuat penampilan Kota


Labuan Bajo semakin elok dipandang,
dan tentunya berdampak sangat besar
bagi
tumbuhnya
ekonomi
kreatif
masyarakat
dan
peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD).

Selain itu, terdapat pula sejumlah


restoran seperti Restoran Filemon,
Marlin,
dan
sebagainya.
Bahkan
diperkirakan akan terus bertambah
fasilitas umum di seputaran pantai
tersebut, karena sudah dikapling-kapling
oleh para investor sehingga akses
masyarakat ke pantai itu sudah semakin
sulit.

Jika kita cermati secara kritis dan


mendalam
terhadap
fenomena
pertumbuhan kota seperti itu, akan
ditemukan adanya persoalan serius yang
berkaitan dengan kebijakan penataan
kota Labuan Bajo di seputaran bibir
pantai. Persoalannya adalah apakah
kebijakan
pembangunan
sejumlah
fasilitas umum itu tidak menyalahi
aturan hukum yang berlaku, dan apakah
tidak ada dampak terhadap pengrusakan
atau pencemaran lingkungan andaikata
kebijakan seperti itu tetap dibiarkan
berlanjut.

Sepintas kita boleh bangga dengan


adanya hotel-hotel berbintang dan
restoran-restoran yang layak sehingga
dapat membuat para wisatawan nyaman
untuk mengunjungi Taman Nasional
Komodo dan berbagai obyek wisata lain
di daerah ini. Tidak dapat dipungkiri ula
bahwa kehadiran fasilitas-fasilitas umum

Sebagai pedoman dan arah dalam upaya


penataan ruang di seluruh Indonesia
memang sudah banyak kebijakan yang
disusun dan diberlakukan, baik berlaku
secara nasional maupun secara spesifik
dibuat
untuk diberlakukan secara
terbatas di tingkat daerah (provinsi,
kabupaten/kota, dan lain sebagainya).

Edisi Juli-Oktober 2013

Kebijakan penataan ruang tersebut


mencakup
proses
perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian yang
perlu dilaksanakan secara berkelanjutan
dalam kerangka pembangunan nasional.
Sekalipun kebijakan penataan ruang
nasional telah dibuat untuk dijadikan
sebagai pedoman dan arah dalam
penataan ruang di tingkat daerah,
namun pedoman dan arah kebijakan
secara nasional tersebut tidak sertamerta
diterjemahkan
dan
diimplementasikan secara utuh oleh para
pembuat dan pelaksana kebijakan di
tingkat daerah.
Suatu hal yang pasti adalah bahwa
regulasi di tingkat daerah, baik dalam
bentuk perumusan kebijakan daerah
maupun dalam pengimplementasian di
lapangan selalu saja terjadi pergeseranpergeseran,
yang
kalau
tidak
dilaksanakan
secara
tertib
dan
bertanggung
jawab
maka
akan
menimbulkan dampak-dampak negatif
yang tidak diinginkan bersama.

58

Mencemati kebijakan penataan ruang


nasional yang terumus dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992 yang
kemudian dirubah dengan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007,
menetapkan sejumlah prinsip dasar (nilai
dasar) yang layak dijadikan sebagai
landasan penataan ruang nasional.
Beberapa prinsip dasar yang urgen
untuk diperbincangkan di sini adalah
prinsip
keterpaduan,
keserasian,
keselarasan,
dan
keseimbangan,
keberlanjutan, keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan.
Pertama,
prisnsip
keterpaduan
mengarahkan agar segala kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat dalam penataan ruang harus
dianalisis dan dirumuskan secara cermat
agar
dapat
bermanfaat
untuk
mengintegrasikan berbagai kepentingan
yang bersifat lintas sektor, lintas
wilayah,
dan
lintas
pemangku
kepentingan
(pemerintah
dan
masyarakat). Kedua, prinsip keserasian,
keselarasan,
dan
keseimbangan
mengarahkan agar penataan ruang
harus dilakukan antara lain untuk
mewujudkan
keselarasan
antara
kehidupan
manusia
dengan
lingkungannya.
Ketiga, prinsip keberlanjutan menuntut
agar penataan ruang diselenggarakan
dengan menjamin kelestarian dan
kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan bagi kepentingan
generasi mendatang.
Keempat adalah keberdayagunaan dan
keberhasilgunaan yang mengarahkan
agar penataan ruang diselenggarakan
untuk mengoptimalkan pemanafaatan
ruang dan sumberdaya yang terkandung
di dalamnya tampa menurunkan kualitas
ruang. Apabila prinsip-prinsip dasar
penataan ruang tersebut diikuti dan
ditaati dalam seluruh proses penataan
dan pemanfaatan ruang, maka tidak
akan ada kebijakan-kebijakan penataan
ruang, baik pada tataran normatif
maupun pada tataran implementasi yang
tidak
berpihak
pada
kepentingan
masyarakat dan melegalkan tindakantindakan yang merusak keselarasan,
kelestarian,
dan
keseimbangan
lingkungan. Para pengambil kebijakan
dan penyelenggara penataan ruang

Edisi Juli-Oktober 2013

dituntut memiliki ketahanan moral yang


memadai agar tidak terjebak dalam
pertimbangan-pertimbangan yang justru
berdampak negatip terhadap kualitas
kehidupan masyarakat baik secara
individu maupun kelompok. Atas dasar
pertimbangan filosofis penataan ruang
yang
demikian
itu
kemudian
dikeluarkanlah kebijakan lebih lanjut
(Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
1999 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional) untuk melindungi
sejumlah kawasan yang rentan terhadap
kerusakan lingkungan, seperti kawasan
resapan air, sempadan pantai dan
sungai, kawasan di sekitar danau, waduk
dan mata air, dan lain sebagainya.
Terutama berkaitan dengan penataan
ruang di sepandan pantai, arahan yuridis
mempersyaratkan agar pembangunan di
sepandan pantai dan sungai hanya bisa
dilakukan pada jarak minimal 100 meter
dari titik pasang tertinggi ke arah darat,
atau dengan mempertimbangkan secara
proporsional bentuk dan kondisi fisik
pantai. Apabila bentuk dan kondisi fisik
pantai yang rawan bencana, maka jarak
minimal itu tidak selalu harus diikuti.
Bertolak dari pelarangan tersebut, maka
dapatlah dimengerti bahwa kebijakan
penataan ruang Kota Labuan Bajo
dengan memberikan izin pembangunan
sejumlah fasilitas umum, seperti hotel,
restoran, dan lain-lain di sepanjang
pantai selatan Kota Labuan Bajo
merupakan kebijakan yang bertentangan
dengan arahan filosofis dan yuridis yang
berlaku secara nasional. Saya tidak tahu
apakah izin pembangunan dan izin
operasional sejumlah hotel dan restoran
pinggir pantai itu sejalan dengan RUTRK
(Rencana Umum Tata Ruang Kota)
maupun RDTRK (Rencana Induk Tata
Ruang Kota) yang diatur dalam
Peraturan Daerah (Perda) Kota Labuan
Bajo atau tidak. Tapi yang jelas
kebijakan itu sudah bertentangan
dengan
prinsip-prinsip
dasar
dari
kebijakan penataan ruang yang berlaku
secara nasional.
Persoalannya bukan hanya sebatas pada
bertentangan
atau
tidak
dengan
ketentuan hukum nasional, tetapi yang
paling menjadi soal adalah bahwa
pembangunan hotel dan restoran di
sepanjang pantai Labuan Bajo itu bakal

menciptakan masalah kerusakan dan


pencemaran lingkungan laut di pantai
selatan Kota Labuan Bajo dan sekitarnya.
Persoalan ini memang belum begitu
dirasakan dampaknya, tapi secara pelan
dan pasti lingkungan laut di pantai
selatan Kota Labuan Bajo dan sekitarnya
bakal rusak dan tercemar. Dan itu
artinya, terciptalah ketidakserasian dan
ketidakseimbangan hubungan antara
manusia lingkungannya.
Rasanya lebih bijak kalau kawasan di
seputaran pantai selatan Kota Labuan
Bajo itu dibebaskan dari pembangunan
fasilitas umum yang eksklusif yang hanya
dinikmati oleh kelompok masyarakat
menengah ke atas saja. Sebaiknya
kawasan pantai tersebut dikembangkan
dan dikelola menjadi ruang publik yang
bisa dinikmati oleh masyarakat pada
umumnya, termasuk para wisatawan
asing. Mungkin pengalaman Pemda Bali
dalam menata Pantai Kute dan pemda
Sulawesi Selatan dalam menata Pantai
Losari Makasar, bisa menjadi contoh
menarik dalam menata pantai selatan
Kota Labuan Bajo.
Pergeseran filosofi pembuatan kebijakan
penataan ruang Kota Labuan Bajo seperti
itu memang dapat dimaklumi, karena
dengan memberikan izin pendirian hotel
dan restoran itu secara langsung maupun
tidak
akan
memacu
peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD). Secara
teoretik, pergeseran filosofi kebijakan
penataan ruang Kota Labuan Bajo ke
arah peningkatan ekonomi kapitalistik itu
memang tidak dapat dihindari, karena
komponen ekonomi merupakan salah
satu subsistem dengan daya energi
tinggi yang akan selalu berusaha
mengendalikan
kebijakan
penataan
ruang ke arah pemenuhan kepentingankepentingan ekonomi-kapitalistik. Posisi
sub-sistem ekonomi akan semakin kuat
apabila mendapat dukungan yang
memadai
dari
sub-sistem
politik,
sementara sub-sistem sosial dan budaya
yang diharapkan untuk mengimbanginya
dengan kekuatan informasinya semakin
melemah.

*) Editor: Team Riset

59

Inspirasi DARI SUDUT

Masa Depan,
di Antara Waterworld dan Dryland
*) Edward Angimoy

ernah membayangkan sebuah


dunia tanpa tanah, tanpa daratan
(land)? Pada sejauh mata memandang hanya ada air. Atau laut. Atau
mungkin gletser. Atau mungkin yang
lain. Barangkali kita pernah.
Film Waterworld (1995) yang dibintangi
Kevin Costner pernah memberi pembayangan semacam itu. Pada sejauh mata
menyapu hanya ada air, laut. Itu adalah
sebuah saat di masa depan. Syahdan, di
masa depan yang entah kapan, es di
kutub mencair dan menaikkan permukaan laut hingga hampir seluruh permukaan bumi dan peradabannya tertutup
oleh air, laut. Tenggelam. Itulah

waterworld.

Peradaban baru lalu tumbuh dan


terapung di atas air, laut. Serba asin
segala-gala. Tanpa sawah, ladang, atau
kebun. Tanpa hewan atau binatang
selain ikan. Mungkin ada burung, tetapi
tidak untuk film ini. Tanpa lapangan
sepakbola, taman kota, jalan raya,
sekolah, tempat ibadah. Tanpa aturan
hukum kecuali hukum rimba. Jika kuat,
maka menang dan menaklukkan yang
lain.
Di sana, tanah (soil) adalah barang
langka, sekaligus mahal. Barangkali
seperti berlian pada masa sekarang.
Tanah diperjualbelikan. Entah untuk apa,
tidak ada deskripsi. Barangkali untuk
dikenang. Atau untuk menjaga harapan.
Atau, barangkali lebih sederhana, hanya
untuk dimakan menggantikan ikan.
Sebagian besar manusia yang selamat
telah melupakan masa lalu mereka, masa
mereka hidup dan beranak cucu di
daratan. Namun beberapa dari mereka
masih percaya bahwa Dryland atau
daratan masih ada. Meski entah ia
bersembunyi di mana. Hingga pada

Edisi I/2015

akhirnya, seluruh tubuh film itu pun


bergerak menuju cerita-cerita pencarian
atas tanah, daratan, masa lalu, dan
sekaligus masa depan umat manusia.
Manusia, seperti yang dibayangkan
dalam film tersebut, dibedakan
berdasarkan empat karakter, yaitu: kaum
perampok-perompak-penjajah-penjahat
(Smokers), masyarakat sipil penghuni
kota Atoll (Atoll Dwellers), Kaum
Pengembara, dan kaum miskin yang
dijadikan budak (Slaver). Smokers, kaum
yang kejam dan lalim, merampok dan
menguasai segala yang ditemui.
Termasuk merampok dan menguasai
segala upaya kaum lain untuk
menemukan Dryland. Atoll Dwellers
adalah masyarakat yang mencoba
bertahan hidup dan membangun
peradaban baru. Kaum Pengembara
mengarungi perairan demi perairan,
singgah di kota, menjual barangbarang penemuannya, lalu kembali
mengembara. Dan Slaver menjadi budak.
Entah budak siapa. Intinya budak.
***
Terlepas dari rupa-rupa kemungkinan
pemaknaan yang bisa muncul atas film
Waterworld, yang jelas itu berangkat dari
kondisi yang sama: no land, tanpa tanah,
tanpa daratan. Peradaban lama, sekali
lagi, sudah tenggelam. Dan kondisi
m a c am
i tu
l a nt a s
m el a h ir k an
pengetahuan, ideologi, cara hidup,
kebiasaan-kebiasaan, hukum-hukum,
struktur sosial, dan teknologi baru.
Singkatnya, peradaban baru. Itu
barangkali bukan soal besar bagi yang
lahir dan tumbuh besar dalam kondisi
macam itu, tanpa daratan. Namun itu
jelas serupa bencana besar bagi yang
pernah lahir dan tumbuh besar dalam
peradaban yang sebelumnya dibangun di
atas tanah, daratan. Tidak heran, meski
sebagian besar penghuni Waterworld

sudah melupakannya, Dryland tetap


menjadi mimpi dan harapan yang selalu
dipelihara sebagian yang lain. Diamdiam, ia bahkan jadi tujuan segala
pencarian.
***
Dalam konteks yang paling dekat dengan
kita, Waterworld dan Dryland adalah
semacam metafora, pantulan, bayangan,
dan barangkali juga sebuah ramalan
tentang kondisi sosial politik-ekonomibudaya kita di sebuah masa depan yang
entah kapan. Dan sebagai sebuah
ramalan,
itu semua mulai digenapi
ketika tanah dan pulau mulai dijual ke
para investor atau dicaplok para investor
yang kemudian memprivatisasinya. Persis
karakter dan cara kerja Kaum Smokers.
Tanah, daratan, dan persisnya ruang
gerak-hidup masyarakat jadi makin
sempit.
Dalam metafora film Waterworld,
kesempitan itu disebut tenggelam. Dan
tenggelamnya itu juga punya makna
yang sama dengan tenggelamnya
peradaban lama, digantikan peradaban
baru yang tentu saja tidak punya garansi
sama
sekali
dapat
memberi
kesejahteraan.
Di sisi lain, masyarakat kita, dalam
banyak sudut pandang, berpotensi (atau
barangkali kini sudah menjadi) serupa
karakter Atoll Dwellers dan Slaver yang
rentan dieksploitasi, dikuasai, dan
ditindas para Smokers. Juga dicaplok hak
-haknya. Juga dirampok mimpi-mimpi
dan harapan-harapannya tentang
kemakmuran, kesejahteraan, dan hidup
yang lebih bermartabat di tanah-daratan,
Dryland. Dan sekali lagi, itu semua
dimulai ketika ruang gerak-hidup di atas
tanah mulai sempit dan menyingkirkan
masyarakat.

60

masyarakat kita, dalam banyak sudut pandang, berpotensi (atau barangkali kini
sudah menjadi) serupa karakter Atoll Dwellers dan Slaver yang rentan dieksploitasi,
dikuasai, dan ditindas para Smokers. Juga dicaplok hak-haknya. Juga dirampok
mimpi-mimpi dan harapan-harapannya tentang kemakmuran, kesejahteraan, dan
hidup yang lebih bermartabat di tanah-daratan, Dryland. Dan sekali lagi, itu semua
dimulai ketika ruang gerak-hidup di atas tanah mulai sempit dan menyingkirkan
masyarakat.

***
Beruntung, seperti lazimnya film-film
produksi Hollywood, ada sosok pahlawan
dalam drama Waterworld itu. Ia dari
Kaum Pengembara. Ia menghancurkan
Kaum Smokers bersama ambisi-ambisi
dan ideologi mengeruk keuntungan
mereka. Lebih lanjut, ia membantu
mereka, Atoll Dwellers dan Slaver yang
masih percaya tentang Dryland
menemukan tanah-daratan itu. Akhir
cerita, mereka menemukannya dan
kemudian mulai membangun kembali
peradaban berdasarkan ingatan-ingatan
masa lalu, untuk masa depan.

Sebab menyelamatkan tanah berarti


menyelamatkan manusia dan ekosistem (the
commoners), menyelamatkan peradaban kita. Dan
demi itu, tanah mesti selalu menjadi masa lalu,
masa kini, dan masa depan. Jika tidak, maka siapsiaplah berakhir seperti di waterworld

Namun penting untuk diserukan di sini,


sebelum kondisi semacam Waterworld
terjadi, sebelum manusia-manusia
dengan karakter Smokers makin banyak
dan sewenang-wenang, sebelum
manusia-manusia dengan karakter persis
Atoll Dwellers dan Slaver makin rentan
ditindas-jajah-caplok,
sebelum
menantikan munculnya sosok pahlawan
seperti Kaum Pengembara yang entah
akan muncul atau tidak sama sekali,
tidak ada jalan lain, tanah (sebagai the
commons) harus diselamatkan.
Sebab menyelamatkan tanah berarti
menyelamatkan manusia dan ekosistem
( the commoners ), menyelamatkan
peradaban kita. Dan demi itu, tanah
mesti selalu menjadi masa lalu, masa
kini, dan masa depan. Jika tidak, maka
siap-siaplah berakhir seperti di
waterworld.***

Edisi I/2015

61

LELAKON

LELAKON ORANG KOMODO

S
*) Kris Bheda Somerpes
SEBUAH LATAR,
SEBAGAI PENGANTAR

i suatu masa. Sebuah masa yang sulit


untuk dibilang tahun, apalagi menakar jarak tanggal dan bulan. Di sana aku
berada, di tengah generasi kaum jermal.
Orang-orang yang hidup di atas pancangpancang gala. Di tengah laut yang senyap.
Diselimuti bau garam. Digerogoti pesing
jeroan ikan. Diintai selalu amuk gelombang. Pada batas pandang melepas antara
delapan penjuru mata angin hanyalah cakrawala.
Ringkasnya, aku berada pada sebuah
panggung paling menantang yang para
aktornya sudah sedang mementas lakon
episodik dari sebuah drama paling realis,
yang pada setiap saat, selalu mencoba
untuk kembali ke drama rakyat. Dan
menariknya bahwa generasi jermal adalah

Edisi I/2015

uatu tempat. Kuberi nama Jermal. Rumah


yang melampaui rumah. Dunia baru. Di sana tidak akan ada lagi zonasi. Pilah memilah kepentingan. Tidak ada lagi aktor lain apalagi
sang sutradara yang menyudutkan mereka. Hukum yang mereka bangun adalah dari laut ke
laut. Dan itu jauh lebih bermartabat ketika harus
menambatkan tali sampan di daratan. Sebaliknya
di atas pancang-pancang gala, mereka kibarkan
identitas dan jati diri yang sesungguhnya. Kebebasan untuk menegakkan harkat dan martabat
kemanusiaan adalah yang utama dan pertama,
menyusul yang lainnya adalah pemenuhan atas
sandang, pangan dan papan.

generasi merdeka. Tidak ada ketakutan


yang terpancar dari mata-mata mereka.
Pandangan mereka jauh dilepas ke depan. Membentur kaki langit yang selalu
berusaha untuk mencoba melampaui
resiko-resiko yang mungkin bakal terjadi. Raut wajah mereka kokoh tegar.
Tutur mereka ritmik padu tinggi-rendah
bagai gelombang.
Di bawah segala tempaan nestapa,
mereka dibesarkan menjadi pemenang.
Di atas pancang-pancang mereka kibarkan bendera kebebasan. Seperti kakikaki mereka yang gagah.
Di atas jermal mereka temukan
kekuatan untuk kembali menyulam
hidup yang nyaris saja punah dimakan
ngengat kekuasaan dan kerakusan yang
dibalut dalam adagium ubi societas ibi
justicia (di mana ada masyarakat di
sana ada hukum) yang ternyata dipelintir.

Bagi mereka, termasuk bagiku yang


tiba-tiba terlempar-dampar, hidup di
atas jermal dengan demikian adalah
pilihan yang tepat. Mereka dan juga aku
benar-benar terpental ke tempat yang
tepat. Ke tempat di mana tidak ada lagi
sengketa. Tidak ada lagi beban derita.
Tidak ada lagi perendahan martabat
apalagi pengabaian atas kehidupan.
Andai ada petaka, maka hanya alam dan
Tuhan yang membuat kami lenyap
selamanya.
Dan itu jauh lebih bermartabat ketimbang hidup di tepi garis batas antara
jurang kepunahan dan harapan untuk
umur panjang yang dibuat dengan sengaja oleh sesamanya manusia. A mari
usque ad mare (dari laut ke laut),
demikian kata hati mereka seperti mengutip jargon kebanggaan bangsa Kanada, yang juga menjadi kebanggaan
mereka juga, orang-orang Komodo.

62

DRAMA ALAM,
SEBAGAI PROTAGONIS

ebelum dengan sadar pergi bertolak


lebih dalam, meninggalkan daratan,
membangun jermal dan hidup di
atasnya, mereka sebenarnya adalah orangorang luar biasa.
Mereka adalah para pelaut pelintas batas.
Keturunan langsung pelaut-pelaut BajoBugis. Sebagiannya adalah keturunan pelaut Bima. Mereka adalah para petualang
gelombang. Gelanggang perjuangan hidup
mereka adalah lautan dengan sedikit daratan yang dijadikan sekedar sebagai pelepas
lelah, menurunkan layar, melepas sauh
buji, menidurkan dayung, memungut kayu,
memanen bahan pangan, menimba air dan
selanjutnya berteduh menghidupi kehidupan.
Konon, mereka bersauh di sudut teluk tenang sebuah pulau terpencil yang kemudian diberi nama pulau komodo pulau
seluas 336 kilo meter persegi di tepi barat
pulau Flores Nusa Tenggara Timur.
Lelakon hidup mereka lalu membawa ke
sana, dengan sejuta harap bahwa dari tepi
laut berpesisir 181 kilo meter itu mereka
tidak hanya dapat merajut kehidupan dengan damai dan beranak pinak dengan tenteram tetapi juga menguat-tegaskan identitas hidup secara permanen.
Dari sanalah mereka memulai kehidupan
daratnya. Membuat kerampi dari serat gebang yang tumbuh menyebar sekitar gunung Satalibo, gunung Ara, gunung Todo
Klea sebelah utara dan bukit Poreng di
sebelah Timur Laut. Sebagai sahabat santapan berlauk ikan, mereka tidak berharap
banyak pada padi yang memang tidak memungkinkan untuk tumbuh di atas gersangnya padang. Lantaran itu, kerampi
yang ditumbuk-ayak para istri dan anak
perempuan mereka sudah mencukupi kebutuhan pangan harian.
Sebagai pelepas dahaga, titik-titik mata air
yang muncul musiman yang menyebar
mulai dari teluk Sebita, Wae Sadrap, Loh
Belanda, Loh Srikaya, Gunung Ara, Loh Wia
dan Wae Kenaitasi sudah jauh dari cukup.
Sebagai makhluk yang berakal dan berbudi
mereka dipertemukan Tuhan dengan keutamaan-keutamaan. Mereka membangun
falsafah dan pedoman hidup dengan meletakkan landasan pada bisikan alam.
Mereka diperjumpakan dengan keindahan

Edisi I/2015

alam yang dimintai Tuhan untuk dijaga.


Mereka meramu kekuatan dalam
gerakan tarian Panca. Kehebatan kaum
perempuannya dikemas dalam tari Alue
Gele. Dan tentang penderitaan mereka
munculkan dalam legenda Ina Matria.
Yang paling mengangungkan adalah
mereka dipertemukan Tuhan dengan
kadal raksasa yang dikemudian hari
disebut sebagai Komodo. Dalam dan
melalui perjumpaan itulah mereka merangkai-bangun legenda dan mitos yang
tujuannya bukan untuk omong kosong
tentang cinta dari generasi ke generasi.
Tetapi menyembulkan keutamaan perihal persaudaraan semesta, bahwa
manusia tidak hanya bersaudara,
berbagi cinta dengan sesamanya sebagai manusia, tetapi juga dengan seisi
alam semesta.
Serupa dalam drama rakyat, dalam
darama alam, orang-orang Bajo-Bugis
yang menetap di pulau Komodo entah
sejak kapan itu hadir menjadi protagonis yang menyenangkan. Di atas
panggung pulau itu mereka pentaskan
keseharian dengan penuh cinta dan
damai. Tidak ada pelaku antagonis yang
diperankan
atau
mencoba
untuk
memerankannya.
Kadal raksasa komodo adalah saudari
bagi pelaku utama. Empu Najo dikisahkan melahirkan keduanya sebagai
saudara kembar untuk menjadi penjaga. Seorang disebut Orah yakni komodo
dan seorang yang lain disebut Gerong
atau orang-orang Bajo.
Orah atau Komodo merawat habitat
sekaligus penjaga ekosistem darat dan
Gerong atau orang-orang Bajo merawat
ekosistem laut. Keduanya tidak pernah
saling makan memakan. Cinta jauh
lebih kuat dari rasa lapar akan tulang
apalagi rasa haus akan darah. Sekalipun
ada legenda tentang air mata Ina
Matria, yang kemudian menjadi karang
dalam luka, semuanya melejitkan makna bahwa tentang Ina Matria mereka
belajar untuk tidak berprasangka buruk,
iri hati, cemburu dan apalagi dendam.
Dari drama rakyat itulah menyusul drama-drama baru yang menyentuh rasa.
Kadang bernuansa alegoris, misteris,
liris, satir, moralis, historis, pun kadang
tari dan bahkan sampai ke tendens.

dara membiarkan mereka pentas


dengan lapang. Tanpa rekayasa apalagi
dipelintir kepentingan. Walau datar dan
kesahajaan tampak begitu kuat, tapi
sajian latar alam yang elok nan indah
memberi nuansa sendiri bahwa drama
yang sesungguhnya adalah drama yang
apa adanya. Drama yang tidak
merekayasa nilai dan keutamaan, apalagi memuat kepentingan yang kemudian
berakhir jadi balada.

DRAMA ABSURD,
SEBAGAI ANTAGONIS
Sampai pada suatu ketika, tahun 1980
drama rakyat yang terpentas di pulau
komodo berubah. Ubi Societas Ibi Justicia, di mana ada masyarakat, di situ ada
hukum yang mesti ditegakkan.
Lelakon orang-orang Bajo yang sudah
bergenerasi dibangun tiba-tiba direbut
negara dengan paksa. Negara hadir
sebagai protagonist dengan tampang
kekuasaan
dan
pisau
undangundangnya untuk diberlakukannya kawasan pulau Komodo dan pulau-pulau
sekitarnya sebagai Taman Nasional.
Sebuah pentas yang selanjutnya disaksikan tampak sangat absurd. Lantaran
tidak hanya mengabaikan dan melanggar konvensi alur, tetapi juga penokohan dan makna tematiknya yang sebelumnya terpentas-saji alamiah.
Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya
jika orang Bajo, penghuni pulau Komodo
diletakkan sebagai pelaku antagonis,
penentang dan korban yang mesti
dikalahkan dalam drama besar kehidupan. Selanjutnya babak demi babak
orang Komodo berperan bisu. Bersuara
seperlunya dan jika tidak memungkinkan akan di-dubbing oleh para actor
lain yang seolah-olah mirip, seolah-olah
menyerupai.
Namun jauh panggang dari api, sekedar
sebagai suara, kebutuhan akan peran
sesungguhnya yang mau dimainkan oleh
orang Komodo justru tidak dijawab.
Orang Komodo menjadi bisu, sebisu
pahatan beku patung-patung Komodo.
Sebisu patung batu ina matria yang
melegenda.

Tetapi semuanya dipentaskan secara


domestik dan realis. Tuhan sang sutra-

63

1. Mula-Mula adalah Drama Duka


Pulau Komodo dan pulau-pulau sekitarnya
antara lain Pulau Rinca, Pulau Padar, Gili
Motang dan beberapa pulau lain yang
semuanya menjadi panggung pentas
seluas 2.321 km2 dibentuk menjadi Taman
Nasional pada 1980. Tujaun dibentuknya
Taman Nasional adalah 1) Mengembangkan suatu kawasan konservasi darat
dan perairan di Taman Nasional Komodo,
yang sepenuhnya melindungi komunitas
alami, spesies, dan ekosistem darat, pantai
dan perairan. 2) Menjamin kelangsungan
hidup satwa Komodo dalam jangka panjang dan menjaga mutu habitatnya. 3)
Memanfaatkan
sumberdaya
kawasan
secara lestari, untuk wisata, pendidikan,
dan penelitian. 4) Melindungi populasi ikan
terumbu karang dan invertebrata dalam
kawasan konservasi dari eksploitasi, sehingga dapat berfungsi sebagai dan jaminan bagi sumber perikanan perairan di
dalam dan sekitar kawasan.
Sudah sejak itu, orang-orang Bajo
penghuni pulau Komodo mulai ditata-rias
bukan hanya demi kebutuhan panggung
Taman Nasional, tetapi juga demi kepentingan-kepentingan yang tersembunyi yang
terlalu pekat untuk ditelisik.
Simaklah empat tujuan di atas, tidak satu
pun yang menyentuh sisi kemanusiaan
manusia, semisal menjaga dan melestarikan manusia yang memiliki keunikan dan
kekhasan budaya.
Justru sebaliknya, orang Komodo diberi
peran yang tidak memungkinkan dalam
drama pembangunan yang absurd ketimbang bagaimana satwa unik Komodo
(Varanus komodoensis) dirias-rawat. Atau
bagaimana negara merawat burung
gosong (Megapodius reinwardt), tikus Rinca (Rattus rintjanus), rusa Timor (Cervus
timorensis), 1000 jenis spesies ikan, 260
spesies karang, 70 spesies bunga karang.
Dugong (Dugong dugon), lumba-lumba (10
spesies), paus (6 spesies), penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) serta penyu hijau
(Chelonia mydas) dan seterusnya.
Inilah mula-mula, jika kiita diminta menyimak dengan hati nurani apa yang sudah
sedang dipentaskan di panggung nan megah Taman Nasional Komodo. Bukan drama
rakyat
yang
memperjuangkan
kemerdekaan dalam segala bidang kehidupan. Bukan pula drama tari yang memegahkan keindahan anugerah Tuhan atau
apalagi drama liris bernuansa liturgis. Tetapi yang tersaksikan, walau sebenarnya
tidak semua orang bisa menyaksikannya

Edisi I/2015

adalah sebuah pementasan tendens


nan duka. Sebuah drama yang sudah
sedang mementaskan kepincangankepincangan peradaban yang sengaja
dirasionalisir dengan pembangunan
kemanusian.
Dan pada saat yang sama kita
menyaksikan duka, lantaran secara perlahan pelaku untamanya mengalami
masa mundurnya. Bukan lantaran terjadi secara alamiah karena dipangkas
usia, tetapi karena diambrukkan dengan
paksa oleh tikaman-tikaman pisau
kepentingan.
2. Direkayasa Menjadi Antagonis
Ketika itu Negera merayakan hari kemerdekaannya, 17 Agustus 2010.
Semua warga tentunya merefleksikan
kemerdekaan sebagai kebebasan untuk
menikmati hak-haknya sebagai warga
negara. Lantaran secara filosofis memang negara menjaminnya, bahwa
negara yang merdeka adalah rakyat
yang berdaulat. Berdaulat untuk memperjuangkan dan selanjutnya menikmati
hak-haknya.
Namun tidak bagi Mujahidin, Ibrahim
dan kawan-kawan. Hak mereka untuk
menyejahterakan keluarga, memberi
makan kepada keluarga, mencari uang,
menangkap dan menjual ikan, singkatnya memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga justru dipangkas. Mereka dijeruji pasal-pasal tindakan pidana Kehutanan dengan hukuman 1 tahun 4 bulan
penjara dengan denda lima juta rupiah
lantaran mengambil hasil laut tanpa Izin
di Loh Ginggo yang dalam peta Taman
Nasional Komodo masuk dalam Zona
Bahari.
Sebelumnya, jika Mujahidin lapar, dia
bisa memancing ikan tanpa harus
meminta izin kepada siapa pun kecuali
kepada istrinya bahwa dia akan melaut,
kepada anaknya bahwa dia akan segera
kembali, pun kepada Tuhan-nya untuk
pohonkan restu.
Lantaran itu Mujahidin pergi mengambil
apa saja tanpa takut diintimidasi. Namun sudah sejak itu, semuanya menjadi
berubah. Tidak hanya bagi Mujahidin
dan kawan-kawannya, tetapi bagi semua mereka yang disangkar dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Visi
cultural, ekonomi, social orang-orang
kawasan Komodo yang sejatinya a mari
usque ad mare (Dari Laut ke Laut) dibatasi.

64

3.

Penokohan dan Karakter pun


berubah

Orang-orang Komodo yang mengambil


ikan disebut merusak ekosistem laut,
yang mengambil serat gebang untuk
kerampi distigma sebagai perambah
hutan. Perubahan tokoh dengan stigma,
karakter dengan image yang demikian
bukan hanya merusak falsafah hidup
orang-orang Komodo. Tetapi juga meruntuhkan bangunan peradaban mereka. Menjadi antagonis dalam drama
kehidupan itu menyiksa. Mengendap
penderitaan secara sadar dan direkayasa adalah pelanggaran terhadap hak
hidup manusia.
Namun negara rupa-rupanya tidak ambil
pusing dengan semua perbuatan yang
mengatasnamakan
undang-undang.
Kehidupan manusia diabaikan hanya
agar mata puas memandang segala
keindahan. Martabat manusia diinjak
hanya agar taman tertata. Kebutuhan
manusia diperkosa dengan jargon pembangunan
yang
dirasionalisir
sesungguhnya adalah pembangunan
yang amoral.
Berturut-turut sesudah Mujahidin dan
kawan, tersaji di atas pentas sederetan
nama lain yang selanjutnya menjadi
antagonis. Jumlah kasus selama periode
2010 sampai 2011 mencapai 15 kasus
dengan motif yang hampir sama yakni
mengambil hasil laut tanpa izin. Dan itu
belum terbilang yang sudah terjadi di
belakang pentas. Bukan hanya diintimidasi dan diinteregosi tetapi juga dihilangkan selama-lamanya.

Undang-undang tentag Zonasi dibuat agar


tampak teratur dan tertata. Pasal 6 Peraturan Menteri Kehutan Nomor P. 56 /
Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Zonasi
Taman Nasional diuraikan secara pragmatis. bahwa a) Zona inti untuk perlindungan
ekosistem, pengawetan flora dan fauna
khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber
plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan
satwa liar, untuk kepentingan penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pendidikan, penunjang budidaya. b) Zona
rimba untuk kegiatan pengawetan dan
pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian,
pendidikan konservasi, wisata terbatas,
habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti.
c) Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa
lingkungan, pendidikan, penelitian dan
pengembangan yang menunjang pemanfatan, kegiatan penunjang budidaya.
d) Zona tradisional untuk pemanfaatan
potensi tertentu taman nasional oleh
masyarakat setempat secara lestari melalui
pengaturan pemanfaatan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. e) Zona
rehabilitasi
untuk
mengembalikan
ekosistem kawasan yang rusak menjadi
atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya.

Tokoh direkayasa berdasarkan skenario.


Dalam drama absurd siapa pun tidak
pernah tahu apa yang diperankannya.
Sutradara menjadi kunci. Di tanganya
skenario diarah, di tangannya pula tokoh-tokoh direkayasa. Dan sang pemeran harus pula tunduk atas naskah,
selanjutnya diminta pentas sejauh mau
sang sutradara.

f) Zona religi, budaya dan sejarah untuk


memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai
hasiI karya, budaya, sejarah, arkeologi
maupun keagamaan, sebagai wahana
penelitian; pendidikan dan wisata alam
sejarah, arkeologi dan religius. g) Zona
khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal diwilayah
tersebut sebelum ditunjukjditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan
yang tidak dapat dihindari berupa sarana
telekomunikasi, fasilitas transportasi dan
Iistrik.

Pengelolaan taman nasional komodo


adalah proses perihal pementasan drama absurd itu. Ketentuan undangundang membagi taman nasional komodo berdasarkan zonasi adalah salah satu
pembelokan alur yang hebat nan kejam.
Di balik zonasi ada zina kekuasaan dan
kepentingan. Penguasaan panggung
dalam drama dibatasi,

Dalam konteks taman nasional komodo


dikelolah lembaga taman nasional komodo
Zona inti adalah kepentingan. Tidak ada
kegiatan apa pun yang bisa merangsek
masuk ke zona ini termasuk Tuhan jika Dia
hendak memelihara kucing atau anjing.
Karena
negara,
Sang
sutradara
melarangnya. Hal yang sama terjadi untuk
zona pemanfaatan wisata,

4.

Edisi I/2015

bukan lantaran peran tetapi karena rangsekan kebrengsekan kehendak yang lahir dari
sebuah skenario kepentingan.

Konvensi Alur Yang Dipelintir

65

zona pemanfaatan tradisional, zona


khusus penelitian dan pelatihan. Sedangkan Zona pelagis dan zona pemukiman tradisional diberi kelonggaran yang
terbatas. Orang komodo seperti sudah
sedang bermain di kolong rumahnya
sendiri dengan sedikit menyentuh pesisir. Selebihnya dilarang. Alur kehidupan orang komodo pun beralih-ubah.
Mereka tidak hanya lagi berkibar dari
laut ke laut tetapi dari dinding kamar ke
pesisir. Sebuah pemenggalan akan tradisi pun peradaban yang tragis.

5.

Pengabaian Atas Makna Tematik

Adakah dalam drama kehidupan yang


alur kehidupan seseorang direkayasa?
Jika jawabannya adalah ada atau ya,
tentu saja mesti ditakar-ukur sejauh
mana rekayasa itu menjawab kebutuhan akan kehidupan dalam rentangan
tradisi dan bangunan
peradaban
kehidupan. Jika tidak memungkinkan
tetapi dicoba-paksakan maka akan tercipta pereduksian terhadap nilai-nilai
kehidupan (kemanusiaan). Dan perihal
itu terpentas dalam kawasan taman
nasional komodo.
Semua geliat pembangunan berkaitan
dengan pengambangan kawasan taman
nasional komodo melulu tertuju kepada
pembangunan ekonomi. Sementara
kesehatan, pendidikan apalagi tradisi
dan budaya tampaknya dianaktirikan.
Tradisi, identitas diri, nilai-nilai cultural
dan symbol peradaban dibekukan.
Pengelolah, pihak Taman Nasional Komodo suatu ketika mendatangkan para
pemahat patung dari Gianyar Bali untuk
melatih orang Komodo dan sekitarnya
supaya selanjutnya dapat menjadi
pemahat patung. Sebagian orang mengakui keberhasilannya. Lantaran sebagian orang Komodo kini sudah beralih
secara perlahan dari pelaut menjadi
pematung.
Gagasan tentang masa lalu, secara perlahan tidak hanya dibekukan tetapi pula
redup. Dan gagasan tentang keseharian
apalagi masa depan kian menjadi
tunggal. Kompleksitas soal terkesan
hanya diukur secara ekonomi. Demikian
juga solusinya. Nilai-nilai cultural, keutamaan-keutamaan sosial dengan demikian sudah merasa cukup terwakili
lewat patung-patung bisu. Tidak ada
terobosan solusi lain yang coba digagas
-bangun. Mendasarkan diri pada masa

Edisi I/2015

lalu menjadi sebuah pegangan yang


tidak mungkin dan omong kosong.
Dan itu jelas merupakan pengabaian
atas makna tematik dalam drama kehidupan. Jika peran yang dimainkan
tidak berlandaskan pada jiwanya, maka
sudah barang tentu, yang terpental adalah kemanusiaan itu sendiri. Lantas selanjutnya yang mencungul ke permukaan adalah simbolisasi artificial atas
semuanya.
Pengabaian atas makna tematik drama
kehidupan orang komodo kian menjadi
runyam manakala menakar sumber daya
manusianya. Sekolah sebagai medium
pencerdasan dan penguatan sumber
daya manusia yang dalam tataran social
menjadi pintu gerbang perubahan justru
minim perangkat dan fasilitas.
Sebagaimana
dijelaskan
dalam
Rencana Pengelolaan 25 Tahun Taman
Nasional Komodo (Buku 1, Rencana
Pengelolaan hal. 13) bahwa tingkat
pendidikan rata-rata di desa-desa Taman Nasional adalah tingkat empat
sekolah dasar. Terdapat sebuah SD di
setiap desa, tetapi tidak setiap tahun
menerima murid. Rata-rata, setiap
desamempunyui empat kelas dan empat
guru. Di Kecamatan Komodo ada tiga
jenis SD: SD Negeri,SD Inpres, dan SD
Swasta. Kebanyakan anak dari pulaupulai kecil di Kecamatan Komodo
(Komodo, Rinca, Kerora, Papagaran,
Mesa) tidak tamat SD. Untuk masuk
SMP anak harusdikirim ke kota Labuan
Bajo, tetapi ini jarang dilakukan oleh
keluarga nelayan.

SAMPAI SUATU KETIKA


MEMILIH JERMAL
Lelakon orang komodo yang terpentas
dalam drama absurd yang terentang
panjang sudah sejak 1980 sampai kini
adalah sebuah pembunuhan atas kehidupan manusia. Pembunuhan yang
dilakukan secara ber-babak. Semua jargon pembangunan dan pemberdayaan
yang dikemas undang-undang dan aneka kebijakan hanyalah sekedar sebagai
obat penenang. Namun rasa sakit yang
sesungguhnya,
penderitaan
yang
sebenarnya tidak tersentuh menyembuhkan.
Sampai suatu saat, ketika sakit itu menjadi akut. Duka itu dipendam dalam
kepundan kesabaran. Identitas dikebiri
berulang jadi ngeri. Maka akan segera

Pada suatu ketika, seperti yang sudah


dikata dimuka, bahwa pada sebuah masa
yang sulit untuk dibilang tahun, apalagi
menakar jarak tanggal dan bulan. Generasi sadar orang-orang komodo lebih
memilih menjadi kaum jermal.
Orang-orang yang hidup di atas pancangpancang gala. Mereka akan pergi bertolak
lebih ke dalam untuk bersedia tinggal di
tengah laut yang senyap. Walau diselimuti bau garam, digerogoti pesing jeroan
ikan, diiintai selalu amuk gelombang.
Sekalipun batas pandang melintang utara
selatan, timur dan barat hanyalah
cakrawala. Mereka akan lebih memilih
panggung kebebasan untuk kembali mementas lakon episodic dari sebuah drama
paling realis.
Dan saya membayangkan itu. Pada ketika
saya harus menjadi bagian dari mereka.
Di sana pada suatu saat kelak, orang
komodo akan kembali menjadi protagonist. Mereka akan kembali merajut alur
berangkat dari kerangka tematik yang
kembali coba dirancangbangun.
Di sana tidak akan ada lagi zonasi. Pilah
memilah kepentingan. Tidak ada lagi actor lain apalagi sang sutradara yang menyudutkan mereka. Hukum yang mereka
bangun adalah dari laut ke laut. Dan itu
jauh lebih bermartabat ketika harus
menambatkan tali sampan di daratan.
Sebaliknya di atas pancang-pancang gala,
mereka kibarkan identitas dan jati diri
yang sesungguhnya. Kebebasan untuk
menengakkan harkat dan martabat kemanusiaan adalah yang utama dan pertama, menyusul yang lainnya adalah
pemenuhan atas sandang, pangan dan
papan. Dan itu bisa dengan sendirinya
datang. Jika jiwa yang bebas bisa
mendayung sampan kembali ke darat
untuk sesekali menjual ikan sambil menimba air tawar, membeli bahan makanan
dan mengumpulkan kayu bakar.
Seperti itulah generasi jermal. Mereka
jauh terpencil di tengah lautan. Tetapi
mereka justru lebih dekat dengan matahari, bulan dan bintang. Mereka lebih
dekat dengan alam. Lebih dekat dengan
Tuhan.
Dari
sinilah
drama
yang
sesungguhnya kembali terpentas tanpa
dikekang naskah. Alur sejarah, penokohan dan tematisasi kehidupan dirangkaikemas bukan hanya jadi pementasan
yang menarik untuk disimak, tetapi juga
bermakna untuk dihargai harkat dan
martabatnya. ***

66

Inilah mula-mula, jika kiita diminta menyimak dengan hati nurani


apa yang sudah sedang dipentaskan di panggung nan megah
Taman Nasional Komodo.
Bukan drama rakyat yang memperjuangkan kemerdekaan dalam
segala bidang kehidupan.

Bukan pula drama tari yang memegahkan keindahan anugerah


Tuhan atau apalagi drama liris
bernuansa liturgis.
Tetapi yang tersaksikan, walau
sebenarnya tidak semua orang
bisa menyaksikannya adalah sebuah pementasan tendens nan
duka.
Sebuah drama yang sudah sedang
mementaskan
kepincangankepincangan peradaban yang sengaja dirasionalisir dengan pembangunan kemanusiaan.
Dan pada saat yang sama kita
menyaksikan
duka,
lantaran
secara perlahan pelaku untamanya
mengalami masa mundurnya.
Bukan lantaran terjadi secara alamiah karena dipangkas usia, tetapi
karena diambrukkan dengan paksa
oleh
tikaman-tikaman
pisau
kepentingan.
kbs

Edisi I/2015

67

ealitas kemiskinan merupakan produksi dari


usaha-usaha pemiskinan yang sistemik dari sistem dan struktur kehidupan dunia kita. Karena itu
kita tidak bisa diam dan menerima realitas kemiskinan itu sebagai suratan takdir yang tak terelakan.
Dengan perjuangan untuk menata sistem dan
struktur kehidupan kita yang lebih adil dan manusiawi, sesungguhnya kita sedang bergerak melawan
baik kemiskinan maupun pemiskinan.
UNDP, Human Development Report 2003

UNDP, (Millennium Development Goals: A


Compact Among Nations to End Human
Poverty, New York-Oxford: Oxford Uni-

versity Press, 2003, hal 2-10)


mengungkap data yang menggetarkan
nurani: sekarang ini, 54 negara menjadi
lebih miskin daripada keadaan di tahun
1990an; 12 negara mengalami penurunan
jumlah anak yang mendaftar ke sekolah
dasar; penduduk 34 negara mengalami
penurunan kesejahteraan hidup; lebih
dari 25% penduduk di 9 negara (atau
seluruhnya sekitar 1 milyar penduduk di
negara yang sedang berkembang) tidak
memiliki akses pada air bersih; lebih dari
25% penduduk di 15 negara (atau seluruhnya sekitar 2,4 milyar penduduk)
tidak memiliki jaminan kesehatan.

*) Ryan Nuhan

Sementara itu degradasi tanah di bumi


telah mempengaruhi 2 milyar hektar
tanah suburnya sehingga mengakibatkan
lebih dari satu milyar penduduk bumi kita
ini harus tinggal di atas tanah gersang,
sedangkan 1,7 milyar jiwa tinggal di
negara-negara yang mempunyai masalah
dengan air.
Kemiskinan orang-orang miskin bukanlah
suratan takdir yang tak terelakkan,
melainkan output dari sistem di mana kita
hidup. Karena kemiskinan dalam banyak
hal merupakan akibat dari strukturisasi
proses-proses sosial, politik, ekonomi dan
budaya kita yang tidak adil dan korup.
Itulah sebabnya, kemiskinan bukanlah
realitas sederhana, melainkan kompleksitas problema yang merupakan produk

Edisi I/2015

dari sistem kemasyarakatan kita yang


mengisyaratkan adanya pelanggaran
dan penindasan terhadap hak asasi
manusia serta pelecehan terhadap
harkat dan martabat kemanusiaan.
Realitas kemiskinan merupakan
produksi dari usaha-usaha pemiskinan
yang sistemik dari sistem dan struktur
kehidupan dunia kita. Karena itu kita
tidak bisa diam dan menerima realitas
kemiskinan itu sebagai suratan takdir
yang tak terelakan. Dengan perjuangan untuk menata sistem dan
struktur kehidupan kita yang lebih adil
dan manusiawi, sesungguhnya kita
sedang bergerak melawan baik kemiskinan maupun pemiskinan.
Berhadapan dengan ke(pe)miskinan
orang-orang miskin yang multi-sebab
ini, Garret Hardin, seorang pakar
ekologi dari negeri Paman Sam dalam
bukunya Tragedy of The Commons,
menyumpahi mereka dengan tandas:
biarkan saja mereka mati! Biarkan saja
mereka mati agar yang masih tinggal
bisa lebih baik hidupnya.
Tak tanggung-tanggung Hardin berkata: Jika ada yang mengatakan bahwa

anak saya kelaparan dan tergantung


pada saya apakah mereka terus hidup,
maka saya akan menjawab: persetan
dengan itu semua, biarkan mereka
mati, toh mereka bukan anak saya.
Inilah kegilaan seorang Garret Hardin.
Hardin adalah sebuah reaksi yang
mewakili orang-

68

Krisis Air di Labuan Bajo sampai saat ini menjadi persoalan yang serius

orang yang mengidap keputusasaan ditengah persoalan ke(pe)miskinan yang menyelimuti banyak orang saat ini.
Reaksi yang lain telah diperlihatkan oleh
orang seperti Fransiskus Asisi, atau Teresia
dari Kalkuta, dan sederetan pejuang kemanusiaan lainnya. Kemiskinan orangorang miskin dalam dunia kehidupan mereka membuat mereka bersimpati dan bersolider dengan orang miskin.
Solidaritas dan perjuangan mereka bersama orang miskin untuk meraih kehidupan
yang lebih manusiawi, adil dan bermartabat, mengalir keluar dari cinta kemanusiaan mereka dan dari iman mereka kepada
Allah yang penuh kasih dan berbelarasa
dengan orang miskin. Segala sesuatu

Edisi I/2015

yang kamu lakukan untuk salah seorang


dari saudaraku yang paling hina ini,
kamu telah melakukannya untuk Aku,

telah menggerakkan mereka untuk


mengusap wajah Allah lewat wajah
derita sesamanya karena guratan garisgaris kemiskinan yang multi-sebab ditengah dunia saat ini.
Ditengah persoalan ke(pe)miskinan
multi-sebab yang terus mencederai
wajah kemanusiaan kita dan membawa
semakin banyak orang ke jurang kehancuran, kita tidak bisa diam dan cuma
menjadi penonton dipinggiran jalan
sejarah kehidupan. Cinta kemanusiaan
dan iman kita kepada Allah yang penuh
kasih dan berbelarasa, menuntut kita
untuk bergerak dan terlibat dalam per-

juangan melawan ke(pe)miskinan.


Keengganan kita untuk bergerak dan
terlibat dalam memperjuangkan tata
kehidupan yang lebih manusiawi, membuat kegilaan Hardin yang pasti kita
tolak itu menjadi milik kita juga. Dan
karenanya kita juga tidak pantas untuk
menggugat Hardin. Jangan-jangan, diam, cuek dan masa bodohnya kita terhadap semua masalah yang merusak
wajah kemanusiaan kita saat ini, mencerminkan juga keputusasaan Hardin
yang hidup dalam diri dan hati kita dan
secara diam-diam menjadi pengikut
Hardin untuk terus meneriakkan: biarkan saja mereka mati. Toh mereka
bukan saudara saya! ***

69

Membiarkan keadaan terpuruk pada kedalaman soal yang pelik, dan menempatkan kemapanan yang mendominasi tanpa henti, sama halnya dengan melanggengkan kesenjangan, yang kaya akan senantiasa bergerak maju, sementara yang kurang atau miskin semakin terpojok. Ketidakadilan dalam perlakuan
akan menimbulkan gejolak sosial yang rentan
akan konflik.
*) Adrianus Harsi

anpa bermaksud menyudutkan


kegiatan dunia usaha dalam mencari
keuntungn ekonomi, tulisanku ini
hanyalah catatan refleksi akan praktekpraktek mencari keuntungan yang tidak
adil dalam kebersamaan sebagai komunitas
anak tanah dibumi nusa lale, karena basis
pergumulannya adalah praktek feodalisme
ekonomi dalam wujud tengkulak yang
merebak diantara kurusnya petani yang tak
terurus tanpa jurus.
Dampak kekerasan modal (capital violence)
mewarnai kehidupan masyarakat kita
secara langsung, terutama masyarakat
kecil seperti petani dan nelayan. Intensitas
yang mereka gauli dalam keseharian seakan belum cukup membawa mereka pada
tingkat kemapanan ekonomi yang diharapkan( kecukupan),apalagi kesejahteraan.

yak,tak peduli masyrakat tani merugi.


Sumbu keadilan diabaikan, dan bahanya
tak terpikirkan. Kehadiran tengkulak
bagai benalu dalam denyut nadi
masyarakat petani dan nelayan.
Diimingi modal dalam usaha tetapi
modal yang diberikan dibungakan besar, dan akan dihitung berlipatganda
secara terus menerus saat masyarakat
petani tak sanggup menggembalikan
modal plus bunga,karena bencana
paceklik atau produksi yang menurun.
Ada bahaya dibalik akses modal yang
diberikan tengkulak; sebagai penghisap
darah sesama ini. Mungkinkah investasi
ekonomi kita tidak dalam mekanisme
tengkulak?

Ekonomi yang dipacu seakan bergerak


ditempat karena dukungan modal yang
tidak menetes pada masyarakat miskin
yang membutuhkan untuk memacu kemandirian secara ekonomi. Pemenuhan hak
akan pangan sebagai bentuk pemenuhan
hak dasar masyarakat tak terkecuali. Hak
atas pangan dikomersialkan dan karena
itulah tengkulak persis berada pada titik ini.
hadir dalam sosok yang membawa harapan
yang semu.

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat


disetir dalam bentuk spekulan kapitalis,
dan karena itulah maka tengkulak disebut feodalisme modern dalam tata kelola ekonomi masyrakat desa. Reorentasi
ekonomi yang disetir oleh tengkulak ini
harus menjadi acuan untuk memantapkan peneta pan ekonomi makro
masyarakat desa. Iklim ekonomi masyrakat desa dikelola dalam sistim tanpa
penjajahan,mengedepankan sumbu
keadilan dan efisisensi serta
peradaban kemanusiaan.

Prinsip kebersaamaan dan efisiensi


ekonomi yang diamanatkan UUD 1945 dilawan dengan prinsip asal untung ban-

Ketidakadilan yang disebabkan praktek


pengendalian modal dengan cara yang
dilakukan penghisap darah masyarakat

Edisi I/2015

ini,menjadi bentuk penjajahan ekonomi


era baru( modern). Hadir dalam sosok
mengakses modal kerja dengan bunga
yang sangat melambung,dan dengan
menyiapkan kemudahan-kemudahan via
alat-alat produksi dengan biaya kerja
yang tinggi, sebenarnya secara tampak
melakukan praktek penjajahan terhadap
kaum lemah terpinggirkan semisal
petani dan nelayan.
Tidak mengherankan kalau kemisikinan
melekat pada mereka yang memang
menjadi obyek/target tengkulak dalam
pr a k t e k p em ba n g u n a n e k o n o m i
kerakyatan. Promosi solidaritas yang
disuguhkan adalahsolidaritas semu, karena dalam kenyataannya dia hadir dalam topeng solidaritas tanpa makna.
Hadir dengan bentuk kuasa atas orang
lain, dalam bentuk penindasan modal.
Kehadiran pemerintah dalam konflik
ekonomi seperti ini menjadi kerinduan
yang didambakan,dalam bentuk terobosan alternatif yang memberi jawab terhadap kenutuhan yang esensi dan menjawab tantangan ketidakadilan yang
selalu melekat dan enggan pergi ini dari
monopoli ekonomi masyarakat desa ;terutama masyarakat rentan tani
dan nelayan.Kedikdayaan tengkulak
memainkan peran untuk keuntungan
sepihak(parasit).

70

Oleh karena itu saatnya membangun


kesadaran bersama secara kritis dan mencari terobosan alternatifnya yang dalam
sumbu keadilan sosial, adil bagi semua
pihak.
Peran
partisipasi
dari
pemerintah,masyarakat dan pengusaha
adalah diskursus yang senantiasa dibangun
secara tetap tentu.
Menumbuhkembangkan solidaritas terhadap sesama adalah cerminan implementasi keadilan yang nyata, dan tidak
mempedulikannya adalah aplikasi ketidakadilan yang diharapkan. Hanya dengan
begitu alat mencapai kesejahteraan bersama menghantar kita semua.
Perilaku tengkulak (rentenir) akan terhenti dan tidak dapat berjalan maksimal kalau
ekonomi makro masyarakat desa dari sisi
kelembagaan berjalan baik, Lembaga keuangan yang langsung menetes kepada
masyarakat desa sebagai sasaran utama,
bukan orang atau kelompok yang mencari
keuntungan diri dan kroninya saja.
Peran negara tidak dalam pemaknaan sebagai campur tangan yang terjebak dalam
keserakahan pasar tentunya, tetapi menyeimbangkan mobilisasi kemakmuran bersama. Hukum pasar supply and demand

diterima sebagai pantulan relasi yang


dipertemukan dalam arena yang sama
yaitu rakyat.( masyarakat produsen dan
masyarakat konsumen, yang ditengahtengahnya ada pengusaha).
Kes enj angan komunik asi antar a
masyarakat produsen dan konsumen
ditelerai pihak antara yang disebut regulasi pemerintahan, Hadir dalam sosok
penyeimbang yang adil. tidak memihak
dan berat sebelah. Kita semua terperangkap dalam perbudakan tengkulak, perbudakan yang mengungkung
roda ekonomi yang memilukan, terperanjat pada individualistik ekonomi,
dan mengabaikan kehangatan kolektivitas, yang terukur hanyalah untung dari
investasi uang dan uang. inilah yang
disebut feodalisme ekonomi modern
yang dipraktekan tengkulak/
rentenir.
Keterjajahan yang sudah diperjuangkan
merdeka dari pembebasan akan
feodalisme asing, bergeser pada
feodalis ekonomi masyarakat yang dilakukan sesama, lebih-lebih dilakukan
orang yang harus bertanggung jawab
yaitu Negara (state).

Negara melakukan penjajahan terhadap


rakyatnya dengan memberi ruang dan
membiarkan praktek-praktek rentenir
merebak tanpa bisa dibendung sedikitpun untuk tidak membuat masyarakat
semakin terpuruk. Dalam situasi yang
membiarkan ini sesungguhnya negara
gagal memenuhi kemaslahatan warga
masyarakatnya yang menjadi dasar dari
kemerdekaan kita atas feodalisme asing.
Membiarkan keadaan terpuruk pada
kedalaman soal yang pelik, dan menempatkan kemapanan yang mendominasi
tanpa henti, sama seperti membiarkan
kesenjangan menjadi langgeng, yang
kaya akan senantiasa bergerak maju,
sementara yang kurang dan kelompok
miskin semakin sangat miskin. Ketidakadilan dalam perlakuan akan menimbulkan gejolak sosial yang rentan
akan konflik.
Konflik akan berdampak pada keresahan, jadi masalah ekonomi bukan saja
menjadi persoalan kebutuhan hak dasar
warga masyarakat akan tetapi menjadi
soal lain yang mengikutinya. *)

Pasar Batu Cermin Labuan Bajo

Edisi I/2015

71

DULU, SEKARANG DAN MASA DEPAN


Hentikan derita ini dan itu,
jangan siksa tanahmu lagi.
Andai dia bersuara,
entah apa yang akan dia teriakan?
Andai dia dapat berlari,
mungkinkah dia masih bersama kita?
Kita tidak pernah tau apakah dia punya jiwa?
Dan jika jiwa itu benar ada,
maka ia pasti selalu mimpi buruk
dan ketakutan setiap detik

Haruskah kita diam, ketika tanah tempat berpijak dan juga sumber hidup
kita menderita? Entah disadari atau
tidak, anda, saya, mereka atau kita
telah menyiksa ciptaan yang paling
berjasa, yaitu: tanah. Tanah adalah
ciptaan yang harus kita jaga, lindungi,

Edisi I/2015

*) Nofri Yeris Beis

dan lestarikan, Semua manusia


yang ada di bumi melihat dan
mengetahui apa itu tanah, kecuali
para orang sengsara yang terlahir
buta karena hanya menginjak tapi
tidak mengetahui.

Tulisan ini adalah catatan refleksi


diri sendiri atas apa yang terjadi
sekarang dibanding yang dulu terjadi pada tanah kita. Kita memulai
dengan tebel perbandingan perlakuan terhadap tanah:

72

Tabel di atas adalah dua perbedaan besar


pertanian zaman dulu dengan zaman
sekarang. Masih ada perbedaan yang tidak
dapat di paparkan.
Dulu tanah dijaga dan dilindungi oleh nenek moyang kita. Nenek moyang kita dulu
bertani dengan prinsip dari alam, oleh
alam, dan untuk alam. Prinsip ini tentu
bersifat sangat melindungi tanah. Sebab
pupuk, pestisida, dan fungisida yang di
gunakan diambil dari tumbuh-tumbuhan
bebas racun kimia yang hidup di tanah

Sampai kapan ini harus terus terjadi? Sangat di sayangkan jika perlakuan buruk dan
penyiksaan terhadap tanah terus berlanjut
tanpa perbaikan. Ini akan membawa
dampak buruk pada masa yang akan
datang (bayangkan sendiri dampak buruk
apa yang akan terjadi).

Edisi I/2015

dan kemudian diproses dan di


kembalikan lagi ke tanah sehingga
tanah tidak terkontaminasi.
Bisa dikatakan dengan bahasa sederhana yaitu tanah tidak pusing untuk
mencerna sesuatu yang di diberi pada
zaman dulu karena semua yang diberi
diambil dari tanah sendiri. Tetapi zaman
sekarang, tanah seperti kebingungan
mencerna apa yang diberikan
kepadanya karena yang diberi berasal
dari pabrik yang mengandung racun.
Dan seandainya tanah itu seperti

manusia, mungkin sudah lama ia


dikubur karena mati keracunan.

Sekarang bukan saatnya untuk diam


lagi, tetapi sudah saatnya bergerak dan
menemukan solusi. Tentu sangat
berbeda pada masa yang akan datang
jika yang kita lakukan mulai sekarang
adalah berperilaku organik dan
melakukan penghijauan kembali.
Kedua hal ini adalah solusi terbaik yang

bisa kita lakukan bersama mulai dari


gerakan kecil menuju gerakan yang luar
biasa untuk menyelamatkan tanah kita.
Sebab, mencintai tanah sama dengan
mencintai anak cucu kita di masa yang
akan datang. *)

Memang kalau dipikir-pikir tanah adalah


hal luar biasa yang ada di bumi ini.
Meskipun diracuni tetapi ia masih saja
menghasilkan. Ia masih bisa ditumbuhi
tanaman, tanah di hutan menyimpan air
murni, tanah di gunung menyimpan
emas, dan lain lain. Sulit dibayangkan
betapa luar biasanya tanah. Coba kita
kaji beberapa hal penyiksaan terhadap
tanah sekarang:

73

Melawan Tengkulak Dan Feodalisme Eko

ebutuhan akan modal kerja bagi masyarakat desa menjadi hal yang mutlak setiap musim tanam
mulai, pada situasi inilah keadaan untuk membutuhkan akses modal bagi biaya kerja menjadi
kebutuhan mendesak. Celakanya kebutuhan mendesak ini dperparah dengan tidak memiliki tabungan saat panen tiba, karena hasil-hasil produksi yang minim, sementara biaya kerja tinggi dan
pengembalian modal kerja sebelumnya harus dibayarkan lunas dahulu kepada pemodal (rentenir).

Masyarakat desa (petani)


menjalankan
kerja dan aktivitas untuk menutup utang
(gali lubang tutup lubang), tak pernah
menabung
untuk
modal
kerja
berkelanjutan. Disinilah pentingnya hadir
lembaga keuangan yang mengakses
kebutuhan produksi masyarakat pedesaan
yang sebagian
besarnya adalah
mengandalkan sektor pertanian.
Biaya-biaya produksi untuk sektor
pertanian menjadi sangat mutlak, dan tidak
sedikit masyarakat desa sektor pertanian
membutuhkan biaya/modal kerja yang
tinggi untuk membiayai alat alat produksi
saat pengolahan, biaya produksi saat
pemeliharaan, biaya saat panen dan paska
panen, sementara disisi yang lain
kegelapan akan pasar yang adil menjadi
kendala utama. Masyarakat petani tidak
mempunyai kuasa untuk menjual hasil-hasil
produksi mereka kepada konsumen. Untuk
mengakses hasil-hasil produksi mereka
melalui penjual antara yaitu Pemodal
( rentenir).

LEMBAGA KEUANGAN
MAKRO DESA

ntuk menjawab kebutuhan biaya kerja masyarakat pedesaan dengan


membentuk lembaga keuangan makro desa, bisa berupa bank desa, atau koprasi
desa. Lembaga ini fokus untuk melayani
modal kerja dan tabungan hasil-hasil
produksi pertanian masyarakat pedesaan.
Dengan berada dekat dan menjemput
langsung kepada lokus masyarakat desa
maka, akses yang mudah, dan dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat desa
secara langsung, tanpa harus membuang
banyak waktu dan tenaga untuk

Edisi I/2015

melakukannya, disamping itu menyerap


tenaga kerja langsung di desa. Tentu
memiliki kendala dari segi sumber daya
manusia sebagai pengelola, itulah
makanya menjadi penting untuk peningkatan kapasitas pengelolaan melalui
training dan pelatihan dari sumber daya
masyarakat desa.
Pepatah mengatakan ala bisa karena
biasa, selama kesempatan dan peluang
untuk mendapatkan pengetahuan dan
ketrampilan itu dimiliki masyarakat desa
maka dengansendirinya kapasitas mereka juga menjadi sama atau sederajat
dengan masyarakat dengan sumber
daya yang memadai tentunya.

ALAT-ALAT PERTANIAN
MASYARAKAT DESA

ak dapat disangkal bahwa kegiatan


produksi pertanian tak terlepas dari
industri pertanian yang mengandalkan
kerja cepat dan dengan tehnologi pertanian, yang hadir dalam wujud alatalat produksi, mulai dari alat-alat
produksi proses kerja seperti: Traktor/
hand traktor (untuk membajak), samapai pada paska panen berupa mesin
giling. Alat tukar utamanya adalah
uang.
Ada juga alat-alat produksi yang ada,
justru memainkan peran salah, karena
dalam pelaksanannya mereka menjadi
pemeran tengkulak( rentenir). Dalam
melayani biaya proses kerja mereka
menjadi agen rentenir, dengan membebankan biaya-biaya produksi yang
sangat tinggi. Hal ini membuat akses
terhadap alat-alat produksi menjadi
dunia usaha( bisnis).

Sebagai dunia bisnis sudah tentu membuat pemilik baik perorangan maupun
sebagai kelompok menjadi mencari untung yang tidak mempertimbangkan
sumbu keadilan dan kepantasan bagi
pemilik lahan yang ada. Disinilah akar
kesuitan masyarakat desa dalam
mengembangkan ekonomi sosial masing
-masing.Karena alat-alat produksi yang
dibayar oleh pemilik lahan menurut luas
areal garapan dan tingkat kesulitan
mengerjakannya.
Dalam kondisi seperti inilah masyarakat
petani memerlukan akses modal untuk
membiayai pengolahan lahan, sembari
modal-modal lain yang menanti proses
berikutnya seperti penanaman, pemupukan. Tanpa sandaran modal yang
bisa diakses akan mengalami kesulitan
untuk mengerjakan produksi dengan
baik. Keadaan ini memberi sinyal kepada
pemodal (rentenir) untuk mengakses,
yang tahu dan mau mencari keuntungan.
Kondisi ini adalah kondisi si buah mal a k a m a , t a k m em i n j a m k ep a da
rentenir,biaya produksi tak terurus;
mengakses kepada rentenir laba mencekik. Sebuah pilihan sulit yang mau tidak

Bekerja bersama petani


dan berada bersama adalah jalan terbaik untuk
membaca,mendengar,
merasakan, dan menikmati keterbatasan
masyarakat pedesaan.

74

konomi Modern
PENIINGKATAN KAPASITAS
MASYARAKAT PETANI

emampuan sumber daya masyarakat


pedesaan untuk kapasitas pengetahuan dan ketrampilan akan peningkatan
produksi membutuhkan nilai tambah, tidak
berarti mereka belum mempunyai kemampuan, akan tetapi kemampuan itu didukung
dengan faktor ketrampilan lain yang mendukung, ketrampilan hanya dapat dimiliki
dengan terus menerus menggumuli hal-hal
yang mengasah kemampuan yang belum
dimilki. Menemukan soal atau permasalahan untuk mendapat solusi sebagai jawaban, atau keluar dari doktrin yang ada
memberi ruang kepada doktrin baru yang
lebih memadai.
Kapasitas mendapatkan produksi yang
cukup, kapasitas mengakses modal, kapasitas mengakses dan mengadokasi pasar,
yang kesemuanya menghantar pada kapasitas masyarakat desa (petani), kemampuan menganilisis usaha tani, membangun
jaringan atau network baik sesama
komunitas petani maupun pihak lain yang
respek akan dunia pertanian, seperti Lembaga Swadaya masyarakat dan birokrat
pemerintahan terkait.
Membaca realita yang dilakoni selama ini
masyarakat tani desa menjalankan rutinitas
tanpa arah dan tujuan yang jelas mau dicapai, yang penting bekerja dan bekerja
secara terus menerus, kendati jerih payah
yang mereka lakukan tetap saja membuat
keadaan ekonomi seolah bertahan ditempat atau bahkan makin tak kunjung mem-

Edisi I/2015

*) Adrianus Harsi

baik. Membutuhkan sentuhan akan pentransferan pengetahuan dan ketrampilan akan apa yang menjadi rutinitas
keseharian mereka.
Bekerja bersama petani dan berada
bersama adalah jalan terbaik untuk
membaca,mendengar, merasakan, dan
menikmati keterbatasan masyarakat
pedesaan. meminjam istilah pemimpin
kerakyatan adalah Merasakan
denyut nadi rakyat.
Sentuhan dan perlakuan khusus karena
keadaan khusus masyarkat pedesaan
yang kurus tak terurus sudah menjadi potret yang pantas dicarikan solusi
untuk memperbaikinya. Masyarakat
desa yang tak terurus dan kurus tentu
saja simbol kekurusan kebijakan publik
yang tak beradab dan kegagalan negara
yang menghantar rakayat bangsa terhadap peradaban manusia yang tidak
manusiawi.

PENINGKATAN KAPASITAS
INFORMASI DAN
TEKNOLOGI

ak dapat dipungkiri kemajuan informasi dan tehnologi membantu


masyarakat pedesaan terutama petani
desa untuk melihat dan membaca dunia
lain dan segala kemajuan yang
menghantar masyarakatnya, akan tetapi
tidak jarang informasi dan peluang ini
terbuang begitu saja, karena ketidaksiapan masyarakat desa untuk peluang-peluang yang menjajikan pening-

katan ekonomi mereka. Kebobrokan


akan infrastruktur pedesaan,jaringan
informasi tehnologi yang buruk memperparah keadaan akan akses tehnologi
dan informasi.
Jeratan keterbatasan dan keterpurukan
infrastruktur menjadi sarana empuk
untuk kemiskinan sistemik ini melenggang kangkung. Kerja keras sepanjang
hari, memeras keringat sepanjang masa
sekalipun tetap saja mereka dalam kondisi kemiskinan. Bahkan generasi kemiskinan akan bertahan dengan kondisi
kemiskinan yang diwarisi orangtua
mereka.
Sumber kehidupan masyarakat miskin
yang masih dapat dimanfatkan maksimal tak kunjung dibenahi. Kalau hal ini
dibiarkan maka akan menjadi soal lain
yang mengikutinya; seperti pendidikan
yang terputus-putus (biaya mahal dan
masyarakat tidak mampu bayar), gisi
buruk( kesehatan) karena kekurangan
pangan, angka kematian yang semakin
hari semmakin menunjukan grafik
meningkat tajam. Gempuran ekonomi
liberalisme dan kapitalisme yang menusuk ke desa dan jantung kehidupan
masyarakat desa membuat kemiskinan
menjadi kondisi tak terurus. Krisis multidimensi masyarakat pedesaan menjadi
keharusan yang segera berbenah, perlakuan dan kebijakan khusus dan istimewa menjadikan dimenasi krisis desa
dan masyarakat pedesaan terobati dan
disembuhkan.***

75

Sebag

Pemb

Edisi I/2015

76

bagian besar ulasan ini disari dari Cypri Jehan Paju Dale, Kuasa,
mbangunan dan Pemiskinan Sistemik, Sunspirit:2014 hal. 279-311
1. Melihat soal secara
produktif,
8. Ecology of
rasional dan
memobilisasi kekuatan
knowledges, contrakomprehensif
nasional untuk selfhegemonic
2. Penghormatan,
determinasi politik,
knowledges, local
perlindungan, dan
ekonomi, kultural.
cosmovisions
pemenuhan hak-hak
6. Politik sebagai urusan 9. Penggandaan
dasar; perwujudan
publik; ragam
wacana, penyebaran
keadilan sosial;
partisipasi politik
kesadaran kritis
menjamin Daulat
untuk menentukan
melalui model-model.
Bangsa dan masyarakat.
nasib sendiri.
10.Penguatan Masyarakat
3. Masyarakat Mandiri;
7. Ekologi komunitas;
sipil. Gerakan
kekuatan bangsa
perhatian pada
solidaritas, gerakan
4. Ekonomi Baku Paduli
kepemilikan kolektif,
sosial masyarakat sipil
5. Negara berdaulat;
akses, dan manfaat
pemerintahan yang
untuk masyarakat.

Edisi I/2015

77

*) Team Riset

udah terbentang di halamanhalaman awal perihal problem


per-tanah-an yang terjadi di
Labuan Bajo dan sekitarnya.
Tersaji dengan benderang
ke
hadapan kita aneka soal yang
kompleks yang disampaikan dalam
berbagai peristiwa, kisah, kasus
dan kesaksian oleh beragam pihak
dan elemen, baik aktivis, pelaku
pariwisata, korban maupun
pemerintah sendiri.
Di tengah pusaran sengkarut
konflik itu, ada satu soal yang
paling meyakinkan kita
untuk
menilai perihal soal-soal ini. Bahwa
tanah kini telah kehilangan nilai
asalinya sebagai Ibu. Filosophi
tanah dalam digagas-wariskan oleh
para leluluhur nyaris terlempar ke
kotak masa lalu. Tanah dalam pada
itu tidak lagi memiliki martabat
asali. Nilai dan martabat tanah kini

sudah bergeser menjadi tidak Oleh karenanya, sebagai catatan


lebih sebagai komoditas, bahkan akhir dari bentangan soal-soal di
objek eksploitatif paling empuk.
depan, pada bagian ini kami
tawarkan solusi alternatif sebagai
Di hadapan soal yang paling peta jalan dan pedoman arah
benderang itu, perihal tanah pembangunan ke depan. Berikut
sebagai komoditas, dan objek adalah 10 (sepuluh) agenda
eksploitatif, kita pun tidak serta transformasi, sebuah peta jalan
merta memberi penjelasan yang sengaja ditawarkan untuk
s o l u t i f a t a s n y a . K a r e n a memulai merancang-bangun
persoalan tanah di Labuan Bajo strategi pembangunan yang
dan sekitarnya tidak lepas lebih rasional dan komprehensif.
konteks dari problem lain
semisal pariwisata, investasi dan Untuk tujuan di atas sebagian
seterusnya.
besar penjelasan di bawah ini
kami merujuk pada hasil
Jika mau jujur sejatinya p e n e l i t i a n
SUNSPIRIT
p e r s o a l a n t a n a h h a n y a sebelumnya yang ditulis Cypri
merupakan salah satu soal dari Jehan Paju Dale, dalam bukunya
lemah-rapuhnya grand design Kuasa, Pembangunan dan Pempembangunan yang seharusnya i s k i n a n
Sistemik
menjadi latar gerakan, arah (Sunspirit:2014 hal. 279-311)
jalan,
peta
a n a l i s i s penjelasan lainnya terkait tanah
pembangunan ke depan.
adalah analisis lanjutan team

SETIAP SOAL TIDAK BERDIRI SENDIRI;


MELIHAT SOAL SECARA RASIONAL DAN KOMPREHENSIF

ersoalan dan konflik tanah yang terjadi


di Labuan Bajo dan sekitarnya (pulau
dan pesisir termasuk kawasan Taman
Nasional Komodo) jika melihat dari polapola penguasaannya sejatinya bukanlah
persoalan tunggal.
Lemahnya kebijakan di satu sisi menjadi
soal yang selalu di angkat ke permukaan
diskusi, namun gencarnya pasar pariwisata,
kemelut ekonomi masyarakat lokal,
rapuhnya nilai-nilai dan struktur
kebudayaan tak dapat elak menjadi soal
lain yang perlu dibentangkan.

Edisi I/2015

Melihat konflik kepemilikan dan struktur


tanah sekedar sebagai persoalan tanah
semata-mata, hemat kami tidak
menyelesaikan soal. Justru
memperparah keadaan, atau
melahirkan konflik yang
berkepanjangan.
Oleh karenanya menganalisis secara
mendalam dan komprehensif dengan
melihat soal tanah dalam dan dari
berbagai dimensi menjadi penting untuk
dikerjakan.

Inilah agenda pertama dan utama yang


menjadi prioritas pembangunan, bukan
hanya dalam hubungannya dengan
persoalan tanah sebagai sebuah kasus,
tetapi dalam kerangka pembangunan
secara lebih luas dan umum (yang
m en y er t a k a n sem u a so a l y a n g
melingkup, semua kekuatan yang
dimiliki, semua kelemahan yang dibaca,
dan peluang-peluang yang diharapkan
di dalamnya)

78

Dalam keseluruhan kerangka berpikir saya, semua bentuk artikulasi selfdeterminasi (kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan kerpibadian berbudaya)
merupakan bentuk dari paktek kontra-hegemoni (yang merupakan) rangkaian opsi
de-colonial untuk menentang dan menantang serta sekaligus memutus dominasi
dalam dan melalui daya tipu dan tipu daya pembangunan
(Cypri Jehan Paju Dale)

MELAMPAUI PARADIGMA PROYEK DAN BANTUAN:


KEADILAN SOSIAL DAN HAK ASASI MANUSIA

odel pembangunan mainstream atau


arus utama yang sementara ini
tersaji di hadapan kita ternyata
menimbulkan banyak soal. Soal paling
krusial adalah investor ditarik ke pusat
pembangunan karena dianggap dapat
menjamin berjalannya pembangunan.
Karena dengan demikian dapat, atau
bahkan sudah menyediakan infrastruktur
dan regulasi, menjamin beroperasinya
pasar bebas dan seabrek proyek yang
dapat mengatasi kemiskinan.
Problem tanah di Labuan Bajo dan
sekitarnya tak dapat dipisahkan dari model
pembangunan ini. Di mana pembangunan
dijadikan sebagai tameng untuk
menyembunyikan baik secara samar
maupun terang-terangan, sebuah praktek

penindasan dan keterjajahan dalam


ragam wujud dan bentuk: eksploitasi,
marginalisasi, ketakberdayaan,
imperialisme kultural dan kekerasan
dalam berbagai bentuk.
Oleh karenanya, model pembangun
analternatif
harus dihadirkan. Yakni
p e m b a n g u n a n y a n g m el a m p a u i
paradigma proyek dan bantuan, yang
secara substansial menyasar pada
perubahan sistemik yang menjamin
redistribusi kesejahteraan, terutama
karena kekayaan itu sudah dicaplok
elite dari masyarakat lewat berbagai
mekanisme pembangunan.
Prinsip dasarnya adalah penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak-hak

Pembangunan itu sendiri adalah


sebuah medan sekaligus wujud praktek kuasa yang hegemonic, yang
alih-alih mengatasi kemiskinan,
justru menjadi penyebab dan penopang utama kelanggengannya:
konservasi, investasi, turisme, pertambangan, perdagangan bebas,
proyek pemerintah (pemberdayaan,
bantuan sosial, pembangunan dan

Kuasa dalam pembangunan adalah kuasa hegemonik yang mendominasi baik lewat pencaplokan
secara langsung maupun lewat
kepengaturan dalam praktek
wacana: Kuasa koersif, politik
dan ekonomi; kuasa diskursif,
disipliner

Siklus eksploitasi dan


keterjajahan atas
nama Pembangunan

dasar; perwujudkan keadilan sosial;


menjamin kedaulatan bangsa dan
masyarakat. Di atas prinsip-prinsip dasar
ini, dalam upaya untuk menumbangkan
model pembangunan yang
menyesatkan, hal yang dapat ditempuh
adalah dengan menata ulang prosesproses ekonomi, politik dan kultural, di
mana kelompok-kelompok yang berbeda
(elit dan rakyat) tidak bersaing secara
bebas dalam prinsip survival for the
fittest, tetapi menjamin bahwa setiap
orang diperlakukan setara sekaligus
berbeda dengan kebijakan (wewenang
negara) keberpihakan khusus, agar
pembangunan itu menjadi alat keadilan
dan pemenuhan hak asasi manusia.

Kemiskinan itu merupakan realitas rekaan yang tercipta bersamaan dengan pembangunan dan sebagai realitas nyata yang dihasilkan oleh berbagai bentuk ekslusi,
marginalisasi, dan represi akibat praktek kuasa dalam dan melalui pembangunan
itu: Perampasan sumber daya, ekspansi capital, eksploitasi, ekslusi, marginalisasi,
dominasi, subordinasi, kekerassan, kepengaturan/kuasa disipliner, matriks relasi
kuasa, penjajahan dan keterjajahan politik, ekonomi dan kultural.

*) Cypri Jehan Paju Dale, Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik Sunspirit: 2014, hal. 276

Edisi I/2015

79

MELAMPAUI EKONOMI KAPITALISTIK


DAN PASAR BEBAS: TATA EKONOMI BAKU PEDULI

idak hanya investasi yang bermasalah,


namun seluruh tata ekonomi
kapitalistik memiliki kelemahan sistemiknya
sendiri. Kapitalisme bertumpu pada
eksploitasi dalam satu sistem persaingan
bebas sehingga secara inhern dia
menempatkan segelintir elit yang dominan
berada di puncak, dan mencampakkan
yang lemah di dasar piramida.
Fakta perihal itu terjadi,a sebagai misal,
ketika tanah menjadi komoditas. Di mana
karena terjebak pasar bebas, sekelompok
elit yang dominan karena memiliki modal
akhirnya
d a pa t
de n g a n
m u da h
mencampakkan masyarakat kecil ke
pinggiran. Tidak hanya itu, pusat
kekuasaan dan ekonomi pun direnggut dari

masyarakat itu sendiri. Sehingga


masyarakat lokal bukan hanya tidak
d a p a t b e r t u m bu h , t e t a p i j u g a
dimarginalkan dan dieksploitasi.
Bayangkan, apa yang terjadi jika kita
menjadi tamu di tanah kita sendiri.
Oleh karena itu model ekonomi
kapitalistik harus ditentang dan itu
hanya dapat ditegakkan di luar
kerangka hegemonik kapitalisme pasar
bebas. Tawaran solusi yang dapat kami
ajukan adalah aplikasi tata ekonomi
baku peduli. Sebuah sistem ekonomi
yang bertumpu pada prinsip noneksploitasi, demokrasi, solidaritas dan
keselarasan alam serta tentu saja
keadilan. Prinsipnya adalah seseorang

mendapat keuntungan bukan karena


yang menderita kerugian. Landasan
ideal kerangka ekonomi baku peduli
adalah kearifan dan praktik ekonomi
yang terjadi di dalam komunitas
tradisional kita yang belum
terkontaminasi dengan kapitalisme neoliberal. Koperasi, pasar-komunitas, fairtrade, gotong royong, bisnis-komunitas,
merupakan contoh-contoh ekonomi
baku peduli.
Singkatnya ekonomi baku peduli
menaruh perhatian pada masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sendiri. Tidak memberi ruang kepada
investasi apa pun modelnya untuk
mengintervensi.

MELAMPAUI PARADIGMA INVESTASI:


KEDAULATAN MASYARAKAT SETEMPAT DALAM KEPEMILIKAN,
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA

nvestasi diklaim sebagai sarana dan alat


menuju kesejahteraan umum dengan
menghidupkan ekonomi suatu wilayah,
menciptakan
lapangan
kerja,
mengembangkan
sumber
daya,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
menaikan level produk domestik bruto,
mengurangi pengangguran, mengatasi
kemiskinan
dan
menicptakan
kesejahteraan.
Karena itu pemerintah tidak hanya aktif
menghadirkan investor ke daerah, tetapi
juga memfasilitasi operasi mereka dengan
regulasi-regulasi dan pembangunan
insfrastruktur.
Fakta yang paling jelas perihal itu di
Labuan Bajo dan sekitarnya adalah tentang
tanah. Atas nama pembangunan investasi
para investor asing menguasai hampir
semua pulau dan rentangan pesisir di
Manggarai Barat (bahkan) termasuk
merangsek sampai ke kawasan Taman
Nasional Komodo.
Membanjirnya investor ke Manggarai Barat
adalah karena janji-janji investasi
sebagaimana yang disebut-jelaskan di atas,
tanpa memikirkan akbibat lanjutanya.
Yakni, sebagai misal, termarginalirinya

Edisi I/2015

masayarakat atau penduduk lokal.


Masyarakat lokal tidak lagi menjadi tuan
atas tanahnya sendiri. Tetapi para
investor.
Alternatif kontra-hegemonik atas
pembangunan sebagai jawaban atas
keresahan di atas adalah dengan
mencari bentuk baru pembangunan
dengan masyarakat lokal sebagai aktor
utama, yang menguasai sumber daya
alam mereka sendiri, hak untuk
menentukan jenis dan arah
pembangunan. Dalam pada itu investor
bukan tidak penting dalam rancangbangun pembangunan kontrahegemonik, tetapi masyarakat lokal
harus sungguh dilibat-sertakan sebagai
aktor pembangunan dalam gerakan
pembangunan itu sendiri.
Bagaimana wujud kongkret dari
pembangunan yang berpusat pada
masyarakat seperti itu, tentu saja harus
dikongkretkan sesuai dengan konteks.
Prinsip-prinsip utamanya adalah (1)
hargai kedaulatan masyarakat
setempat. (2) lindungi akses mereka
terhadap sumber daya kolektif. (3)
prioritaskan pemenuhan hak -hak
masyarakat lokal atas proses dan hasil

pembangunan dengan (4) program dan


alokasi anggaran yang terarah secara
langsung pada terpenuhinya kebutuhan
dasar dan hak atas pembangunan, (5)
utamakan infrastruktur dan program
yang secara langsung bermanfaat bagi
ekonomi berbasis kelua rga dan
komunitas.

Atas nama pembangunan dan


konservasi, tanah seluas 400 ha
di Pulau Padar, salah satu pulau
di kawasan penyangga Taman
Nasional Komodo diperbolehkan
untuk dikontrak selama 55 tahun
kepada investor. Padahal dalam
kawasan Taman Nasional Komodo, ketika warga meminta
melakukan sertifikasi atas
tanahnya, juga meminta untuk
membangun gedung sekolah,
Negara tidak memberikan ruang
untuk itu. Apakah ini yang disebut
sebagai pembangunan yang

80

Membangun solidaritas
ekonomi dan sosial, peduli
dengan sesama manusia dan
alam ciptaan (solidaritas

Tidak eksploitatif, berkelanjutan ekologis, sharing, berbagi,


solidaritas, keuntungan yang
adil atau saling
menguntungkan, kehidupan
jauh lebih penting dari uang,
kapasitas lokal, otonomi, dan
self-determinasi, kerjasama
dan saling membatu, berjuang
bersama.

Bayangkan

sebuah
ekonomi di mana hidup
dan kehidupan dipandang
lebih bernilai daripada uang
dan kekuasaan tinggal
tetap bersama rakyat biasa
yang saling peduli satu sama lain, peduli komunitas
mereka, dan peduli lingkungan alam mereka
David Korten
(Penulis dan Aktivis)

Ekonomi rumah tangga,


ekonomi komunitas/kolektif,
ekonomi barter, perdagangan
komunitas, fair-trade, ekonomi
berbagi, ekonomi alam subsist-

ence

Komunitas ekonomi lokal,


kelompok kerja: tani dan nelayan, arisan, bisnis sosial,
usaha komunitas, dll

*) Cypri Jehan Paju Dale, Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik Sunspirit: 2014, hal. 174

MELAMPAUI GOOD GOVERNMENT-GOOD GOVERNANCE:


PEMERINTAH YANG BERDAULAT DAN PRODUKTIF

alam persoalan tanah, pulau dan


pesisir di Labuan Bajo dan sekitarnya,
peran pemerintah tereduksi menjadi
fasilitator dan regulator dan mesin
pembangunan utamanya digerakan oleh
dunia investasi. Pembangunan seperti itu
menciptakan sebuah pertarunan asimetri,
dimana kekuasaan pemodal jauh
melampaui kekuatan masyarakat.

good governmentclean government,

Di sisi lain pemerintah yang tidak berpihak


kepada kebutuhan masyarakat justru
menyerap anggaran pembangunan
sedemikian besar sehingga alokasi dana
untuk sektor produktif (menjadikan tanah
sebagai lahan pertanian, memaksimalkan
lahan tidur/lengkong) demi kesejahteraan
masyarakat menjadi sangat kecil dan tidak
signifikan.

Pertama, terkait dengan posisi tawar

Agar dapat menjalankan peran sebagai


penegak keadilan dan memenuhi tanggung
jawab atas pembangunan, pemerintah
tidak cukup mengandalkan paradigma

Edisi I/2015

dengan fokus pada transparansi dan


akuntabilitas saja. Kendati
pem erin t ah an y an g t ra nspar an,
akuntabel, dan bebas korupsi itu
penting, keadilan sosial dan hak sasai
manusia mengharuskan karakter
pemerintahan yang lebih: pemerintahan
yang berdaulat dan produktif.

terhadap koorporasi dan kemampuan


untuk melindungi kepentingan
masyarakat dari pertarungan yang
rentan dengan pemburu untung swasta
yang bekerja lewat mekanisme pasar
bebas.

Dalam kaitan dengan sumber daya,


Kedua, Pemerintah yang berdaulat
melindungi tanah, dan air dan segala
isinya dan melindungi rakyatnya dari
eksploitasi. Pemerintahan yang kuat
mengandaikan reposisi peran

pemerintah dalam pengelolaan ekonomi


serta dalam melindungi kepentingan
masyarakat.

Ketiga, pemerintahan yang produktif


mengharuskan peran aktif pemerintah
dalam bekerja bersama masyarakat
memanfaatkan potensi yang ada demi
kesejahteraan umum.

Keempat, pemerintahan yang produktif


yang sungguh mengikuti dan
mengaplikasikan semangat kebangsaan:
berdaulat secara politik, berdikari secara
ekonomi dan berkeribadian secara sosial
budaya. Itu artinya berdiri di pihak
rakyat ketika ada konflik dengan
koorporasi bahkan membuat hukum
dan aturan yang melindungi
masyarakatnya. Bukan sebaliknya
meneguhkan hegemoni dan kekuasaan
koorporasi global dan kapitalis lokal.

81

MELAMPAUI DEMOKRASI ELEKTORAL:


POLITIK SEBAGAI URUSAN PUBLIK

udah banyak pemikir yang


mengusulkan peralihan dari demokrasi
(neoliberal) menuju praktik demokrasi
radikal. Radikalisme demokrasi ini menolak
reduksi demokrasi semata-mata hanya
sebagai sistem perwakilan dan pemilihan
umum, tetapi pada partisipasi masyarakat
dalam proses dan dalam menikmati hasilhasil pembangunan.

dan tidak memberikan kuasa mutlak


kepada kepada koorporasi. Demokrasi
yang bukan plutokrasi. Demokrasi yang
mencegah perselingkuhan antara
politisi, birokrat dan koorporasi atau
investor. Demokrasi yang tidak memberi
ruang kebebasan kepada investor untuk
menafsirkan hukum secara semenamena atas pemanfaatan tanah dan air
tempat tertentu.

Masyarakat yang selalu terlibat dalam


negosiasi-negosiasi kuasa, mencapai
konsensus yang disepakati. Demokrasi
seperti ini menjamin kesetaraan dan
perbedaan sekaligus yang menjaga hakhak setiap setiap warga negara dan tidak
ada yang dimarginalkan.

Demokrasi yang di dalamnya rakyat


berdaulat: dari oleh dan untuk rakyat.
Demokrasi yang memungkinkan sebuah
tranformasi di mana tidak ada lagi yang
ditindas, dimarginalkan atau dianggap
tidak ada.

Demokrasi yang demikian mengontrol


penguasa agar tidak sewenang-wenang

D a l a m k a i t a n den ga n m en y o a l
sengkarut tanah yang terjadi di Labuan

Bajo dan sekitarnya, kita dapat melihat


bahwa demokrasi yang memihak kepada
kebutuhan dan hak-hak warga lokal
justru menjadi sangat kabur.
Perselingkuhan elite ekonomi dan elit
politik begitu mengental, sehingga
kedaulatan warga direduksi menjadi
sekedar voters. Yang menunggu sampai
lima tahun untuk dapat disebut sebagai
warga negara. Selebihnya adalah tahuntahun kepentingan elit.
Jika demokrasi yang serupa ini
dilanggengkan bukan hanya sumber
daya yang dieksploitasi oleh berbagai
kebujakan yang sarat kepentingan tetapi
juga warga negara itu sendiri akan
kehilangan kedaulatannya.

DARI TIPU DAYA KONSERVASI DAN PEMBANGUNAN


BERKELANJUTAN MENUJU MODEL-MODEL PENGEMBANGAN EKOLOGI KOMUNITAS

onservasi adalah kedok yang samar


untuk pengambil-alihan sumber daya
dan eksploitasi atasnya, disertai dengan
produksi
perangkat-perangkat
govermentalitas/kepengaturannya.
Berbagai aturan dicipta-adakan hanya
untuk mengakomodir kepentingan elit
(ekonomi dan politik).
Fakta perihal itu tampak jelas dalam
kawasan taman nasional Komodo. Berbagai
aturan dan zonasi ditetapkan, ternyata

pembanguna yang
menjamin ciri komunitas
dan ekologis dari tatanan
kehidupan yang terkait
satu sama lain oleh
kepentingan bersama
akan survival.

Edisi I/2015

bukan untuk mengakomodir kelestarian


dan apalagi kebutuhan politik warga
dalam kawasan Taman Nasional
Komodo untuk keberlangsungan hidup
mereka.
Faktanya, suatu ketika warga dalam
kawasan Taman Nasional Komodo tidak
diizinkan untuk mensertifikasi tanahnya.
Padahal untuk kepentingan elit
ekonomi, para investor diberi ruang
untuk mengembangkan usahanya
dalam beragam bentuk dan modus
investasi.
Dan pemerintah yang kehilangan arah
dan mengalami krisis kedaulatan dan
produktivitas, menyerahkan begitu saja
menyerahkan begitu saj apengelolaan
sumber daya alam lestari itu kepada
koorporasi global dan nasional,
menciptakan perangkat aturan dan
proyek teknis menghasilkan proyek
konservasi yang tidak berbeda dengan
industri ekstraktif kendati dilabel lestari
dan berkelanjutan.

Konservasi macam ini tidak berbeda


dengan konsep dan praktek
pembangunan berkelanjutan secara
umum, yang kendati mengedepankan
sustainbility untuk menegaskan corak
ekologisnya, tetap saja terbentuk oleh
konstruksi dominasi terhadap penduduk
setempat dan alam.
Alternatif pembangunan yang kemudian
digagas-tawarkan adalah pembanguna
yang menjamin ciri komunitas dan
ekologis dari tatanan kehidupan yang
terkait satu sama lain oleh kepentingan
bersama akan survival.
Inti dari konservasi semacam itu adalah
kesatuan komunitas setempat dan alam
mereka, yaitu eco-communio dengan
menjamin bahwa sumber daya itu tidak
diprivatisasi atau dicaplok oleh negara,
tetapi dijamin keberlanjutannya sambil
mempertahankan kepemilikan kolektif
rakyat, serta akses mereka terhadap
pengelolaan dan manfaat
pengelolaannya.

82

CERITA DARI KAWASAN TAMAN NASIONAL KOMODO

aman Nasional Komodo terletak


ditetapkan berdasarkan SK Menhutbun No 172/Kpts-II/2000 dengan luas
wilayah 132.572 hektar (wilayah daratan
seluas 40.728 hektar), keputusan ini
merupakan penetapan yang ketiga sejak
penetapan pertamanya tahun 1980. Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional
kawasan ini telah ditetapkan sebagai
cagar alam sejak zaman Belanda.
Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan salah satu TN yang telah ditetapkan
sebagai kawasan konservasi sejak tahun
1980, tahun 1986 UNESCO menetapkannya sebagai warisan alam dunia (world
heritage) dan sebagai wilayah cagar biosfer. Berada di ketinggian 500600 dpl
dan terletak diantara pulau Sumbawa
(NTB) dan pulau Flores (NTT), meliputi
pulau Rinca, Komodo, Papagaran, Kukusan (yang ada di dalam kawasan dan pulau Messa, Seraya Besar, Seraya Kecil (di
luar kawasan).
Kawasan TNK merupakan wilayah tangkapan ikan "favorit" bagi nelayan Sape, pulau maupun daratan (Labuan bajo). Sejak
ditetapkannya kawasan ini sebagai wilayah Taman Nasional Komodo, mulai banyak terjadi tindak kekerasan yang dialami
masyarakat, tidak kurang dari 10 nyawa
melayang, 3 orang hilang dan puluhan
bahkan ratusan nelayan yang mendapatkan tindak kekerasan dari aparat (sampai
tahun 2003). Semua tuduhannya sama
yakni memasuki wilayah "terlarang" di
TNK.
Penderitaan masyarakat kian terasa ketika
pemerintah (Dirjen PHKA) melakukan
kesepakatan kerja (MOU) dengan The
Nature Conservancy (TNC) pada tahun

1995, penderitaan tersebut tidak terlepas dari pola dan faham pengelolaan
TNK yang dibawa TNC, walaupun pada
awalnya TNC hanya merupakan bagian
dari supporting system dalam pengelolaan TNK namun karena dukungan
dana serta fasilitas yang cukup besar
ia telah menghegemoni Balai Taman
Nasional Komodo (BTNK). TNC telah
membuat BTNK berada dalam gepitan
ketiaknya.
Adanya larangan melakukan aktivitas
nelayan di wilayah TNK telah menjadikan masyarakat semakin sengsara dan
termarginalkan, alasan pelarangan
yang selalu didengungkan oleh BTNK/
TNC adalah karena penggunaan destructive fishing oleh nelayan, hal yang
sangat miris jika solusinya kemudian
adalah penutupan akses rakyat atas
sumber kehidupannya, lalu TNC pun
merekomendasikan untuk dilakukan
perubahan pola kerja masyarakat seperti menjadi pengrajin, melakukan
penangkaran ikan dan lain-lain.
Namun yang harus diperhatikan adalah
bahwa masyarakat di wilayah TNK
kulturnya merupakan nelayan, tidaklah
mudah untuk melakukan perubahan
yang sifatnya kultural, apalagi dengan
jumlah penduduk tidak kurang dari
11.000 jiwa ditambah banyaknya
larangan bagi penduduk, seperti memanfaatkan hasil hutan, batasan alat
penangkap ikan (sesuai Perda No.
11/2001) dan lain-lain. Semua itu hanyalah akal-akalan TNC untuk
melakukan pengusiran secara perlahan
dan sistematis.
Dari aspek sosial pun kini telah terjadi
banyak benturan sosial baik antar

masyarakat didalam kawasan maupun


dengan masyarakat luar kawasan, hal
ini tidak terlepas dari strategi yang
di m a i n k a n T N C y a k n i d en g a n
melakukan pendekatan dengan kelompok-kelompok kecil binaannya, bibit
konflik sosial pun telah disebarkan.
Dari aspek budaya juga telah terjadi
intervensi, seperti pemisahan Komodo
dengan masyarakat di TNK, perlu
diketahui bahwa antara masyarakat
Komodo dengan binatang komodo
mempunyai keterkaitan sejarah yang
sangat erat, bentuk intervensi yang
dilakukan bahkan hingga ke pelarangan
bermukim di wilayah TNK bagi
masyarakat di TNK yang menikahi
"orang luar" TNK.
Hal yang patut pula "ditentang" dari
misi TNC adalah rencana collaborative
management. Idealnya collaborative
management dilakukan dalam koridor
partisipatif, berkelanjutan, transparan
dan yang terpenting lagi adalah menjadikan masyarakat sebagai subyek.
Namun yang terjadi adalah kebalikannya, indikasi ini dapat jelas terlihat dari
proposal TNC yang akan menjadikan
TNK sebagai "lahan konsesi" yang
dikelola secara eksklusif. Format kolaborasi yang diusungnya pun tidak
lebih dari model privatisasi kawasan
konservasi, apalagi secara terangterangan TNC juga telah menggandeng
pengusaha yang akan berkolaborasi
dalam usaha ekowisata.
*) Kris Bheda Somerpes/
dari berbagai sumber

SEJARAH TAMAN NASIONAL KOMODO


PA Ouwens mempublikasikan dan memberikan nama ilmiah Varanus komodoensis Ouwens pada tahun 1912;
Pengesahan Peraturan Perlindungan Komodo melalui SK Kesultanan Bima tahun 1915 dan Surat Penguasa
Daerah Manggarai tahun 1926;
Pengesahan Residen Timor tentang Pembentukan Suaka Margasatwa P. Padar & P. Rinca pada tahun 1939;
Pengumuman Menteri Pertanian Tgl. 6 Maret 1980 tentang pembentukan 5 (lima) TN pertama di Indonesia,
termasuk TN. Komodo.
Penetapan Taman Nasional Komodo oleh Menteri Kehutanan berdasarkan SK Nomor SK.306/Kpts-II/1992
tanggal 29 Pebruari 1992

Edisi I/2015

83

MELAMPAUI PENGETAHUAN HEGEMONIK BARAT:


EKOLOGI PENGETAHUAN DAN PERJUANGAN EPISTEMIK

odernitas, secara epistemis, adalah


proyek rasionalitas tunggal, yang
menganggap rasionalitas lain tidak ada.
Sementara ini sebenarnya kita terjebak
dalam kerangka modernitas serupa itu.
Beragam teori sudah berusaha menentang
jebakan-jebakan modernitas. Di antaranya
munccul pembangkangan epistemik
(epistemic disobedience) dan pemikiran
yang merdeka (independent thougt) .
Dalam kerangka pembangunan alternatif,
posisi epstemik yang ditawarkan adalah
upaya untuk melampaui pengetahuan
hegemonik yang dirampas modernitas itu.
Dasar epistemis dari tawaran alternatif itu
adalah kerja emansipasi, yang sekaligus
menjadi salah satu agendanya adalah
perjuangan
pengakuan
adanya

pengetahuan lain yang absah di luar


apa yang dijalankan dalam sistem
dominan sekarang ini.
Fakta perihal ini terjadi di sekitaran kita,
khususnya di Labuan Bajo, bahwa
dalam jebakan modernitas, pegetahuan
yang berangkat dari kearifan lokal mulai
di t i n gga l k a n ba h k a n di a ba i k a n .
Gambaran-gambaran pengetahuan
tentang tanah, air dan ragam sumber
daya yang melekat dalam keseharian
kebudayaan kita dicerabut dari akarnya
karena modernitas menghendaki
penyeragaman (rasionalitas tunggal)
dimana tanah harus diberi nilai
ekonomis untuk kepentingan
pembangunan. Gambaran tentang
tanah, air dan sumber daya direbut oleh

para pemodal dan elite yang mengental


dalam doktrin-doktrin pemerintah,
lembaga antar pemerintah, badanbadan keuangan dunia, ataupun para
investor dan para ilmuwan palsu kaki
tangan mereka.
Oleh karenanya, sebuah upaya untuk
atau usaha untuk mengakui dan
mempresentasikan
serta
mengembangkan other knowledge ,
pengetahuan sub-altern, demi melawan
hegemoni sistem dominan. Pengetahuan
-pengetahuan itu bersumber dalam
keseharian kultural dan sosial kehidupan
masyarakat setempat. Bukan di luar
ruang lingkupnya atau didatangkan dari
tempat lain.

OTHER KNOWLEDGE IS POSSIBLE


mengakui da mempresentasikan other
knowledge, pengetahuan sub-altern,
demi melawan sistem hegemoni
dominan. Sumber dari other knowledge
itu jelas berada di luar kelompok
dominan. Dalam kajian pembangunan,
pengetahuan itu ada dalam pergulatan
masyarakat, pada usaha mereka
memuliakan kehidupan manusia dan
alam semesta.

Bonaventura de Sousa Santos


Profesor Sosiology pada Universitas
Coimbra (Portugal)

angkah kongkret dari angenda


emansipasi epistemologis adalah
apa yang oleh de Sousa Santos
disebut sebagai hermeneuticts of
emergence dan hermeneutics of presense.
Hegemoni sistem dominan neoliberal
bekerja dengan menonjolkan hal-hal yang
mendukung kekuasaan hegemonik dan
menyembunyikan hal-hal lainnya.
Hermeneutics of presencce yang kontrahegemonic, adalah sebuah usaha untuk

Edisi I/2015

Para ilmuwannya bukan hanya lulusan


sekolah ternama, tetapi publikasinya
menyebar di pengetahuan alternatif itu
adalah lulusan sekolah kehidupan, para
ahli itu ada bersama dan adalah
m a s y a r a k a t i t u sen di r i . B i sn i s
pernebitannya adalah adalah pro-pasar,
solidaritas dan berkeadilan. Mereka
adalah para petani, perempuan, orang
tua, anak-anak, pengrajin dan
seterusnya.
Hasil dari hermeneuticts of pressense
ini adalah bahwa pengetahuanpengetahuan mereka itu plural, tidak
tunggal. Kebenarannya pun tidak pada
objectivitas versi kelompok hegemonic,
tetapi pada inter-subjectivitas yaitu
pada interaksi antar manusia dan alam.

Yang lebih penting


bukan soal penamaan
penamaan
pembangunan atau
bukan pembangunan,
tetapi pada langkahlangkah kongkret perwujudannya. Karena
agenda transformasi
adalah sebuah kerangka
aksi, bukan teoretisasi
pembangunan semata
Cypri Jehan Paju Dale

*) Cypri Jehan Paju Dale,


Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan
Sistemik Sunspirit: 2014, hal. 229

84

PENGGANDAAN WACANA, PENYEBARAN KESADARAN


KRITIS MELALUI MODEL-MODEL

enggandaan wacana, penyebaran


kesadaran kritis dapat terjadi
mengandaikan dua hal yakni penyebaran
pengetahuan (yang meliputi keutamaankeutamaan) itu sendiri (pertama) dengan
dan atau melalui model-model kongkret
sebagai medium penyampaian (kedua).
Dan dua hal ini harus pula dilakukan secara
berulang dan bersamaan pada segala
tempat dan kepada semua orang sesuai
dengan konteks dan kondisi yang terjadi.
Prinsip dasar dari penggandaan wacana,
penyebaran kesadaran kritis adalah
kemampuan setiap manusia bukan hanya
memahami proses pergumulan dan
pergulatannya tetapi juga pada saat yang
sama menemukan aksi kongkret atasnya
sebagai solusi penguatan diri dan juga
modal bagi pembangunan masyarakat.
Basis

wacana-wacana

10

kritis

adalah

keutamaan-keutamaan setempat, yang


ditumbuhkembangkan secara turun
temurun dan berulang. Baik itu
pengetahuan maupaun atribut
kebudayaan yang melingkupinya.
Fakta hari ini menunjukkan bahwa
upaya penggandaan wacana, proses
penyebaran kesadaran kritis secara
khusus dalam kaitan dengan sumber
daya (tanah dan air) dalam perspektif
orang Manggarai nyaris tidak
bertumbuh-kembang secara maksimal.
Tanah sebagai ibu dan basis solidaritas
hukum adat gagal diwariskan
dipertahankan, sehingga begitu mudah
untuk dikoyak pengetahuan dan
kesadaran hegemonik.
Kegagalan terbesar upaya pewarisan
pengetahuan yang berbasis pada
masyarakat
atau
yang

ditumbuhkembangkan dalam dan oleh


masyarakat lokal adalah karena konsep
pewarisannya tidak menyertakan modelmodel kongkret. Penggandaan wacana
tidak menyertakan struktur dan skema
(kebudayaan) yang ada.
Soal lain adalah kesadaran kritis
berbasis kultural ke-Manggarai-an kita
pun tidak menjadi kesadaran bersama.
Tetapi terpenggal-penggal dan dilokalisir
dalam batasan kepentingan tertentu
yang terkesan seremonial.
Lantaran itu penggandaan wacana
menjadi suatu yang mendesak sebagai
bagian dari upaya self-determinasi.
Mempertahankan diri dari kekuatan
pengetahuan hegemonik di satu sisi dan
memperkuat identitas diri (budaya) di
sisi yang lain.

GERAKAN SOSIAL, PENGUATAN MASYARAKAT SIPIL,


ADVOKASI BERBASIS DATA DAN ANALISIS

engapa gerakan sosial, penguatan


masyarakat sipil dan advokasi
berbasis data dan analisis menjadi salah
satu agenda transformasi?
Jawabannya adalah mengutip Rajendra
Singh (Social Movements: 2001) karena
inilah satu-satunya respon politis aktor
demokrasi (yang adalah warga negara)
paling strategis terhadap negara dan pasar.
Dua istitusi yang dengan berbagai cara
merasuk-suluk dalam setiap sendi
kehidupan masyarakat.
Lantaran ada kecemasan bahwa ekspansi
kepentingan yang begitu masif dilakukan
oleh kedua institusi ini maka gerakan
sosial, penguatan kapasitas masyarakat
sipil dan advokasi menjadi penting sebagai
upaya self-determinasi, mempertahankan
diri komunitas dan masyarakat.
Sebagai sebuah agenda transformasi,
gerakan sosial adalah elan vital solidaritas
masyarakat sipil sebagai aktor demokrasi.
Selain di satu sisi berusaha untuk
memperjuangkan hak-hak politis warga
negara juga pada sisi lain memberikan
kesadaran kritis (pendidikan politik) kepada

Edisi I/2015

dua institusi di atas dengan


pemahaman-pemahan baru yang
didasarkan pada keutamaan-keutamaan
m a s y a r a k a t a t a u r ef l e k si a t a s
pergulatan politis warga negara itu
sendiri.
Tiga poin kunci dalam gerakan sosial
penting untuk diketengahkan di sini
sebagai kerangka aksi. Pertama adalah
melihat dan mengalisis soal secara
rasional dan komprehensif. Untuk itu
tidak hanya menjadi penting ketika
mengnalisis data oleh kelompok kunci,
tetapi mampu nendedah issue strategis
yang ditawarkan sebagai tawaran dalam
menggalang sekutu.

Kedua, basis gerakan advokasi hanya

dapat terlaksana jika memenuhi tiga


kriteria, yakni apa yang diperjuangkan
adalah menjadi soal bersama (sosial),
memiliki alternatif argumentasi atau
konsep tanding dan harus punya
keyakinan bahwa kerangka yang
ditawarkan dapat mempengaruhi
kebijakan.

sebagai senjata penekan. Sampai pada


titik ini perlu dijelaskan bahwa tekanan
politis bukanlah untuk melahirkan
konflik, tetapi menjadi medium
negosiasi. Lantara itu unjuk rasa,
mogok, boikot, petisi dan seterusnya
harus tunduk dalam bingkai pendidikan
politik warga negara.
Sengaja diangkat pula gerakan sosial,
penguatan masyarakat sipil dan
advokasi berbasis data dan analisis
sebagai salah satu agenda tranformasi
dalam upaya self-determinasi, khsusnya
upaya untuk mempertahankan sumber
daya (tanah dan air) karena sumber
daya kita telah dieksploitasi secara
terang-terangan oleh negara dan pasar.

Gerakan Sosial adalah perjuangan lintas kelas,


memperjuangkan keanekaan
kepentingan. Tujuannya adalah self-determinasi

Ketiga, menemukan banyak medium

85

KATA DARI BATA

WE HAVE A DREAM
*) Ryan Nuhan

incoln Memorial di Washington DC,


Amerika Serikat, 28 Agustus 1963. Di
hadapan dua puluh lima ribu masa demonstran, Martin Luther King Jr mengumandangkan pidatonya: I Have A Dream.
Di tengah realitas masyarakat Amerika yang
terkotak-kotak dan terkoyak oleh masalah hubungan antar ras yang menyebabkan diskriminasi
dan penindasan berlangsung dimana-mana, King
tampil dengan tegar dan memproklamasikan
mimpinya.
Saya mempunyai impian bahwa suatu hari

nanti , di puncak-puncak bukit Georgia, putera


seorang bekas budak dan putera mantan pemilik
budak, akan duduk bersama di sebuah meja
persaudaraan. Impiannya inilah yang terus
menggelorahkan perjuangannya hingga berakhir
di bulan April 1968, ketika sebuah peluru menerjang dan menewaskannya dari atas podium saat
ia berpidato, menularkan mimpinya kepada
semua orang untuk peduli kemanusiaan.

I have a dream-nya Luther membuat Amerika


keluar dari perbudakan rasialisme dan menegaskan diri sebagai bangsa yang terbuka untuk
semua suku dan ras. Luther telah menggelorahkan sebuah gerakan social di Amerika. Dia

Edisi I/2015

telah memulai sebuah jalan. Jalan yang telah


menggerakkan banyak orang untuk peduli
kepada kemanusiaan.
Jalan Luther, seperti halnya jalan banyak
tokoh lain yang kita kenal dan kagumi, adalah sebuah jalan yang inspiring. Saya kira
masing-masing kita mempunyai impian, dan
dengan impian itu kita ingin memberikan
warna di jalan kehidupan kita. Soalnya adalah apakah jalan kita itu bersentuhan juga
dengan carut-marut dunia dan wajah bopeng
kemanusiaan kita saat ini? Atau janganjangan jalan kita itu adalah jalan yang
dilahirkan dari impian kita yang egoistis,
yang tidak bersinggungan dengan realitas
kelam dunia dan kemanusiaan kita saat ini
dimana kita cuma menjadi penonton dipinggiran jalan sejarah kelam dunia dan kemanusiaan kita.
Jika demikian, maka jalan Luther, seperti
juga jalan banyak tokoh lain yang kita kenal
dan kagumi, menjadi inspiring yang memeriksa dan mengoreksi jalan kita; menjadi
mercusuar yang menerangi jalan kita. Kita
dipanggil untuk mewarnai jalan hidup kita
dengan kepedulian pada carut-marut kehidupan dunia yang membuat sebagian be-

sar saudara dan saudari yang berada disekitar kita terluka karena hak-haknya ditindas,
dijerat kemiskinan dan terhempas ke jurang
kehancuran.
Mungkin impian dan jalan Luther yang telah
menggerakkan Amerika kelewat besar untuk
kita. Mungkin i have a dream-nya kita tidak
bisa menggerakkan banyak orang di sekitar
kita. Tetapi jika kita mempunyai dream, mimpi, impian yang sama, bukan tidak mungkin
kita juga bisa menggerakkan banyak orang
lain disekitar kita untuk melakukan sesuatu
untuk peduli kepada kehidupan dunia dan
kemanusiaan kita.
Kalau masing-masing dari kita mempunyai
mimpi yang sama, maka bukan hanya bergaung i have a dream, melainkan we have a
dream. Kita mempunyai satu impian bersama
tentang kehidupan yang lebih baik dalam
dunia dan kemanusiaan kita. Semoga kita
mempunyai ruang di hati untuk merajut mimpi kita bersama dan berjuang untuk
mewujudkannya dalam gerakan kita, baik
secara pribadi maupun bersama-sama; dan
dengan itu menularkan we have a dream kita
kepada dunia.***

86

Agar setiap tua yang akan kita tempuh


memberi jejak yang selalu melawan lupa
www.sunspiritindonesia.com

Anda mungkin juga menyukai