Anda di halaman 1dari 22

PRASASTI

Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan
tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir
dari zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang
masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, dimana
masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajai tentang
prasasti disebut Epigrafi.
Di antara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita
asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan
kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti
sangat menguntungkan dunia penelitian masa lampau. Selain mengandung
unsur penanggalan, prasasti juga mengungkap sejumlah nama dan alasan
mengapa prasasti tersebut dikeluarkan.
Dalam pengertian modern di Indonesia, prasasti sering dikaitkan dengan
tulisan di batu nisan atau di gedung, terutama pada saat peletakan batu
pertama atau peresmian suatu proyek pembangunan. Dalam berita-berita
media massa, misalnya, kita sering mendengar presiden, wakil presiden,
menteri, atau kepala daerah meresmikan gedung A, gedung B, dan
seterusnya dengan pengguntingan pita dan penandatanganan prasasti.
Dengan demikian istilah prasasti tetap lestari hingga sekarang.

Berikut ialah daftar Prasasti prasasti yang telah ditemukan di Indonesia ,


beserta gambar dan keterangannya :
1.) Prasasti Ciaruteun

Lokasi :
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh
dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan
Tarumanagara.
Prasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor; tepatnya pada koordinat 63123,6 LS dan 1064128,2 BT. Tempat ditemukannya
prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci
Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan
sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampa (= Ciampea, namun
sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang).
Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161
disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang
dinamai "Pasir Muhara".
Penemuan :
Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun 1863. Akibat banjir besar pada
tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang
bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini
dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir.

Bahan :
Prasasti Ciaruteun dibuat dari batu alam.
Isi :
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka
bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari tiga baris dan pada bagian
bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), sepasang telapak
kaki dan laba-laba.
Teks:
vikkrantasyavanipat eh
srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam
Terjemahan:
Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah
telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di
dunia.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya
prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan
Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat

2.) Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920
di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan, di tepi
Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran
45 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti
ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146.
Isi Teks :
Alih Aksara

1. svasti r akavatta 605 (604 ?) ekda u


2. klapaka vulan vaikha dapunta hiya<m> nyik di
3. smvau mangalap siddhaytra di saptam uklapaka
4. vulan jyeha dapunta hiya<m> malapas dari minnga
5. tmvan mamva yamvala dualaka dangan ko-(sa)
6. duaratus cra di smvau dangan jlan sarivu
7. tlurtus sapulu dua vaaka dtamdi mata jap
8. sukhacitta di pacam uklapaka vula<n>...
9. laghu mudita dtam marvuat vanua...
10.

rvijaya jaya siddhaytra subhika...

Alih Bahasa

1. Selamat ! Tahun aka telah lewat 604, pada hari ke sebelas


2. paro-terang bulan Waiakha Dapunta Hiyang naik di
3. sampan mengambil siddhaytra. di hari ke tujuh paro-terang
4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
6. dua ratus cara (peti) di sampan dengan berjalan seribu
7. tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang)
8. sukacita. di hari ke lima paro-terang bulan....(Asada)
9. lega gembira datang membuat wanua....
10.

rwijaya jaya, siddhaytra sempurna....

Keterangan
Pada baris ke-8 terdapat unsur pertanggalan. Namun bagian akhir unsur pertanggalan
pada prasasti ini telah hilang. Seharusnya bagian itu diisi dengan nama bulan.
Berdasarkan data dari fragmen D.161 yang ditemukan di Situs Telaga Batu, J.G. de
Casparis (1956:11-15) dan Boechari (1993: A1-1-4) mengisinya dengan nama bulan
sda. Maka lengkaplah pertanggalan prasasti tersebut, yaitu hari kelima paro-terang
bulan sda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi.[2]
Menurut George Cds, siddhayatra berarti semacam ramuan bertuah (potion
magique). Tetapi kata ini bisa pula diterjemahkan lain, yaitu menurut kamus Jawa Kuna
Zoetmulder (1995): sukses dalam perjalanan. Dengan ini kalimat di atas ini bisa diubah:
Sri Baginda naik sampan untuk melakukan penyerangan, sukses dalam perjalanannya.
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data-data sebagai berikut[3]:

1. Dapunta Hyang naik perahu tanggal 11 Waisaka 604 (23 April 682)
2. Dapunta Hyang berangkat dari Minanga tanggal 7 Jesta (19 Mei) dengan
membawa lebih dari 20.000 balatentara. Rombongan lalu tiba di Muka Upang.

3. Dapunta Hyang membuat wanua tanggal 5 Asada (16 Juni)


Asal-usul Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa dan letak sebenarnya dari Minanga Tamwan
masih diperdebatkan ahli sejarah. Kata Minanga yang terdapat pada prasasti ini masih
menjadi perbincangan para sejarahwan. Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan
menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan).
Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama
dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Ada juga
berpendapat Minanga tidak sama dengan Malayu, kedua kawasan itu ditaklukan oleh
Dapunta Hyang, dimana penaklukan Malayu terjadi sebelum menaklukan Minanga dengan
menganggap isi prasasti ini menceritakan penaklukan Minanga. Sementara Soekmono
berpendapat Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti
temuan), yakni sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri di Riau,yakni wilayah sekitar
Candi Muara Takus. Kemudian ada yang berpendapat Minanga berubah tutur menjadi
Binanga, sebuah kawasan yang terdapat pada sehiliran Sungai Barumun (provinsi
Sumatera Utara sekarang).Pendapat lain menduga armada yang dipimpin Jayanasa ini
berasal dari luar Sumatera, yakni dari Semenanjung Malaya.

3.) Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang
kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang, dan dikenal
sebagai peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50cm 80 cm.
Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam aksara
Pallawa, berbahasa Melayu Kuna, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil
membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang
dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum
Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor D.145.
Isi Prasasti :
Berikut adalah tulisan yang terdapat pada Prasasti Talang Tuwo:
Alih aksara
Svasti
cri cakavarsatita 606 dim dvitiya cuklapaksa vulan caitra
sana tatkalana parlak Criksetra ini
niparvuat parvan dapunta hyang Cri Yayanaca (-ga) ini pranidhanan dapunta hyang
savanakna yang nitanam di sini
niyur pinang hanau rumviya dngan samicrana yang kayu nimakan vuahna
tathapi haur vuluh pattung ityevamadi
punarapi yang varlak verkan dngan savad tlaga savanakna yang vualtku sucarita
paravis prayojanakan punyana sarvvasatva sacaracara

varopayana tmu sukha di asannakala di antara margga lai


tmu muah ya ahara dngan air niminumna
savanakna vuatna huma parlak mancak muah ya manghidupi pacu prakara
marhulun tuvi vrddhi muah ya jangam ya niknai savanakna yang upasargga
pidana svapnavighna
varang vuatana kathamapi
anukula yang graha naksatra pravis diya
Nirvyadhi ajara kavuatanana
tathapi savanakna yam khrtyana satyarjjava drdhabhakti muah ya dya
yang mitrana tuvi janan ya kapata yang vivina mulang anukala bharyya muah ya
varamsthanana lagi curi ucca vadhana paradara di sana punarapi tmu ya
kalyanamitra
marvvangun vodhicitta dngan maitridhari di dang hyang ratnaraya jangan marsarak
dngan dang hyang ratnaraya.
tathapi nityakala tyaga marcila ksanti marvvangun viryya rajin tahu di samicrana
cilpakala paravis
samahitacinta
tmu ya prajna smrti medhavi
punarapi dhairyyamani mahasattva vajracarira
anubamacakti
jaya tathapi jatismara
avikalendriya
mancak rupa
subjaga hasin halap
ade yavakya vrahmasvara
jadi laki
svayambtu
puna (ra) pi tmu ya cintamaninidhana tmu janmavacita. karmmavacita clecavacita
avasana tmu ya anuttarabhisamyaksam vodhi
Alih bahasa
Berikut ini adalah isi dan terjemahan prasasti tersebut, sebagaimana diterjemahkan oleh
George Cds.

Pada tanggal 23 Maret 684 Masehi, pada saat itulah taman ini yang dinamakan
rksetra dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda r Jayana. Inilah niat baginda:
Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan bermacammacam pohon, buahnya dapat dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan
pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman-tanaman lainnya dengan
bendungan-bendungan dan kolam-kolamnya, dan semua amal yang saya berikan,
dapat digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang dapat pindah tempat dan
yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk mendapatkan kebahagiaan.
Jika mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka
menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka
menjadi berlebih (panennya). Semoga suburlah ternak bermacam jenis yang mereka
pelihara, dan juga budak-budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena
malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur. Apa pun yang mereka perbuat,
semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka
terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga
semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, lagipula semoga
teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi
istri yang setia. Lebih-lebih lagi, di mana pun mereka berada, semoga di tempat itu
tidak ada pencuri, atau orang yang mempergunakan kekerasan, atau pembunuh,
atau penzinah. Selain itu, semoga mereka mempunyai seorang kawan sebagai
penasihat baik; semoga dalam diri mereka lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (...)
dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga
semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar;
semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua
kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka memiliki
pengetahuan, ingatan, kecerdasan. Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya,
bertubuh intan seperti para mahsattwa berkekuatan tiada bertara, berjaya, dan juga
ingat akan kehidupan-kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, berbentuk
penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara yang menyenangkan, suara
Brahm. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat
mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, mempunyai kekuasaan
atas kelahiran-kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga
akhirnya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.

4.) Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari
Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada
tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di
sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi
tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.Pada tahun-tahun sebelumnya
ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti
Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk
sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm.
Di bagian atasnya terdapat hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah
tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan
pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno.
Penafsiran prasasti
Tulisan yang dipahatkan pada prasasti cukup panjang, namun secara garis besar isinya
tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan Sriwijaya dan
tidak taat kepada perintah dtu. Casparis berpendapat bahwa orang-orang yang disebut
pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori berbahaya dan berpotensi
untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu disumpah.
Disebutkan orang-orang tersebut mulai dari putra raja (rjaputra), menteri (kumrmtya),
bupati (bhpati), panglima (senpati), Pembesar/tokoh lokal terkemuka (nyaka),

bangsawan (pratyaya), raja bawahan (hji pratyaya), hakim (dandanayaka), ketua


pekerja/buruh (tuh an vatak = vuruh), pengawas pekerja rendah (addhyksi njavarna),
ahli senjata (vskarana), tentara (ctabhata), pejabat pengelola (adhikarana), karyawan
toko (kyastha), pengrajin (sthpaka), kapten kapal (puhvam), peniaga (vaniyga),
pelayan raja (mars hji), dan budak raja (hulun hji).
Prasasti ini salah satu prasasti kutukan yang paling lengkap memuat nama-nama pejabat
pemerintahan. Beberapa sejarahwan menganggap dengan keberadaan prasasti ini,
diduga pusat Sriwijaya itu berada di Palembang dan pejabat-pejabat yang disumpah itu
tentunya bertempat-tinggal di ibukota kerajaan.Soekmono berpendapat berdasarkan
prasasti ini tidak mungkin Sriwijaya berada di Palembang karena adanya keterangan
ancaman kutukan kepada siapa yang durhaka kepada kedatuan,dan mengajukan usulan
Minanga seperti yang disebut pada prasasti Kedukan Bukit yang diasumsikan berada di
sekitar Candi Muara Takus sebagai ibukota Sriwijaya.

5.) Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota Kapur adalah temuan arkeologi prasasti Sriwijaya yang ditemukan di pesisir
barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat penemuannya yaitu sebuah
dusun kecil yang bernama "Kotakapur". Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara
Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen
tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada
bulan Desember 1892.
Prasasti ini pertama kali dianalisis oleh H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda
yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap

"rwijaya" adalah nama seorang raja. George Coedes lah yang kemudian berjasa
mengungkapkan bahwa rwijaya adalah nama sebuah kerajaan besar di Sumatra pada
abad ke-7 Masehi, yaitu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat
Nusantara, Semenanjung Malaysia, dan Thailand bagian selatan.
Isi prasasti :
Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat
oleh Dapunta Hiya, seorang penguasa dari Kadtuan rwijaya. Inilah isi lengkap dari
Prasasti Kota Kapur, seperti yang ditranskripsikan dan ditejemahkan oleh Coedes:
Naskah Asli

1. Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan
tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni
humpa unai tunai.

2. Umentern bhakti ni ulun haraki. unai tunai kita savanakta devata mahardika
sannidhana. manraksa yan kadatuan rivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata
mulana yan parsumpahan.

3. paravis. kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan
drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka. tida ya.

4. Marppadah tida ya bhakti. tida yan tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku
sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya
mulan parvvanda datu riwi-

5. jaya. Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat.
makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.

6. Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya


muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya
mulam yam manu-

7. ruh marjjahati. yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan.
saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-

8. tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam
nigalarku sanyasa dattua. anti muah kavuatana. dngan gotrasantanana.

9. Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis


chakravarsatita 608 din pratipada uklapaksa vulan vaichaka. tatkalana

10.

Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala rivijaya kalivat manapik

yan bhumi java tida bhakti ka rivijaya.


Terjemahan

1. Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)


2. Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi
Kadtuan rwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan
segala sumpah !

3. Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadtuan ini akan
ada orang yang memberontak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang
berbicara dengan pemberontak, yang mendengarkan kata pemberontak;

4. yang mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk,
yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai
datu; biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati
kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan
datu atau beberapa datu rwijaya, dan biar mereka

5. dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang
jahat; seperti mengganggu :ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit,
membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba,
ganja,

6. saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya,


semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang
bersalah melakukan perbuatan jahat itu; biar pula mereka mati kena kutuk.
Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang

7. supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena
kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak
berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut

8. mati kena kutuk. Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada
mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka
diberkahi, juga marga dan keluarganya

9. dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana,


kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun aka 608, hari pertama
paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah

10.

kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung ketika bala tentara

rwijaya baru berangkat untuk menyerang bhmi jwa yang tidak takluk kepada

rwijaya.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan
ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak.
Arti penting
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti rwijaya yang pertama kali ditemukan, jauh sebelum
Prasasti Kedukan Bukit yang baru ditemukan pada 29 November 1920, dan Prasasti
Talang Tuo yang ditemukan beberapa hari sebelumnya yaitu pada 17 November 1920.
Berdasarkan prasasti ini Sriwijaya telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau
Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri
Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak
berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di
Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat
serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan
maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Prasasti Kota Kapur ini, beserta penemuan-penemuan arkeologi lainnya di daerah
tersebut, merupakan peninggalan masa Sriwijaya dan membuka wawasan baru tentang
masa-masa Hindu-Budha di masa itu. Prasasti ini juga membuka gambaran tentang corak
masyarakat yang hidup pada abad ke-6 dan abad ke-7 dengan latar belakang agama
Hindu dan Buddha.

6.) Prasasti Jambu

Prasasti Jambu atau Pasir Kolengkak adalah prasasti yang berasal dari Kerajaan
Tarumanagara yang ditemukan di daerah perkebunan jambu kira-kira 30 km sebelah barat
Bogor.

Lokasi
Prasasti Jambu terletak di Pasir Sikoleangkak (Gunung Batutulis 367m dpl) di wilayah
kampung Pasir Gintung, Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor. Koordinat 01545,40 BB (dari Jakarta) dan 63408,11. Dahulu pada masa
kolonial Belanda lokasi ini termasuk Perkebunan Karet Sadeng-Djamboe tetapi sekarang
disebut PT.Perkebunan XI Cikasungka-Cigudeg- Bogor
Penemuan
Prasasti Jambu ditemukan pertamakali tahun 1854 oleh Jonathan Rigg dan dilaporkan
kepada Dinas Purbakala tahun 1947 (OV 1949:10), tetapi diteliti pertamakali pada tahun
1954.
Jenis bahan
Prasasti Jambu dipahatkan pada batu dengan bentuk alami (sisi-sisinya berukuran kurang
lebih 2-3meter).
Isi
Prasasti Jambu terdiri dari dua baris aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka
bahasa Sanskerta dengan metrum Sragdhara. Pada batu prasasti ini juga terdapat
pahatan gambar sepasang telapak kaki yang digoreskan pada bagian atas tulisan tetapi
sebagian amvar telapak kaki kiri telah hilang karena batu bagian ini pecah.
Prasasti ini menyebutkan nama raja Purnnawarmman yang memerintah di negara Taruma.
Prasasti ini tanpa angka tahun dan berdasarkan bentuk aksara Pallava yang
dipahatkannya (analisis Palaeographis) diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-5
Masehi.
Teks:
siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma
pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/
tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam
yandripanam= bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam//
Bunyi terjemahan prasasti itu adalah:
"Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada
taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan
yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah

sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada
para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya."
7.) Prasasti Kebonkopi

Prasasti Kebonkopi I (dinamakan demikian untuk dibedakan dari Prasasti Kebonkopi II)
merupakan salah satu peninggalan kerajaan Tarumanagara.
Lokasi
Prasasti Kebonkopi I ditemukan di Kampung Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang,
Bogor, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi.
Sejak itu prasasti ini disebut Prasasti Kebonkopi I hingga saat ini masih berada di
tempatnya (in situ).
Penemuan
Prasasti Kebonkopi pertama kali dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864 yang
kemudian disusul pendeta J.F.G. Brumun (1868), A.B. Cohen Stuart (l875), P.J. Veth (l878,
1896), H. Kern (1884, 1885, 1910), R.D.M. Verbeek (1891) dan J.Ph. Vogel (1925).
Bahan
Prasasti Kebonkopi dipahatkan pada salah satu bidang permukaan batu yang batunya
cukup besar.
Teks prasasti
Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun ke dalam
bentuk seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki gajah.

Teks:
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam ~ padadvayam
Terjemahan:
Di sini nampak tergambar sepasang telapak kakiyang seperti Airawata, gajah penguasa
Taruma yang agung dalam.dan (?) kejayaan

8.) Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi atau Prasasti Ciampea adalah salah satu prasasti peninggalan
kerajaan Tarumanagara
Lokasi
Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi ( 559m dpl) di kawasan hutan
perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan Jonggol, kabupaten Bogor
tepatnya pada koordinat 01037,29 BB (dari Jakarta) dan 63227,57. Berada di puncak
ketinggian perbukitan, dengan arah tapak kaki atau posisi berdiri menghadap ke arah
utara-timur. Posisi berdiri berada di sisi yang curam yang memberikan pandangan luas ke
wilayah bukit dan lembah di bawahnya. Secara spesifik, jika kita berdiri persis di atas
tapak kaki, kita merasakan posisi berdiri yang cukup santai dan tanpa perasaan takut
walaupun berada di sisi yang curam.
Bahan
Prasasti Pasir Awi telah diketahui sejak tahun 1867 dan dilaporkan sebagai prasasti
Ciampea. Peninggalan sejarah ini dipahat pada batu alam.
Isi
Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-

buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki.


Penemuan
Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.

9.) Prasasti Tugu

Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara.
Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru
dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari
bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman,
dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Lokasi
Prasasti Tugu ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu, tepatnya pada koordinat
00634,05 BT (dari Jakarta) dan 60745,40LS yang sekarang menjadi wilayah
kelurahan Tugu selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara
Penemuan
Pada tahun 1911 atas prakarsa P.de Roo de la Faille Prasasti Tugu batu dipindahkan ke
Museum Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum
Nasional) serta didaftar dengan nomor inventaris D.124.
Bahan
Prasasti Tugu dipahatkan pada batu berbentuk bulat telur berukuran 1m.

Isi
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa
Sanskerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima baris melingkari mengikuti
bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara
umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya
didasarkan kepada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan
analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi.
Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat
mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang
yang sama.
Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu
merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman.
Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22
sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati
dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada
ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak
memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir
kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks:
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam
yayau//
pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata
purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais
siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati
krtadaksina//
Terjemahan:
Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan
yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke

laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada
tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena
kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka
sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan
berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di
tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja
Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra,
jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya
6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi
yang dihadiahkan

10.)

Prasasti Mulawarman

Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang
merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa yang memuat
prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini
menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan
dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 400 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bentuk
puisi anustub.[1]
Isi
sinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum
Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari
Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua
dari kerajaan yang beragama Hindu di Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan
sebagai nama kerajaan ini meskipun tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti
ditemukan di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.

Teks
Transkripsi prasasti pada yupa-yupa tersebut adalah sebagai berikut:
Prasasti Kutai I
srimatah sri-narendrasya,
kundungasya mahatmanah,
putro svavarmmo vikhyatah,
vansakartta yathansuman,
tasya putra mahatmanah,
trayas traya ivagnayah,
tesan trayanam pravarah,
tapo-bala-damanvitah,
sri mulawarmma rajendro,
yastva bahusuvarnnakam,
tasya yajnasya yupo 'yam,
dvijendrais samprakalpitah.
Prasasti Kutai II
srimad-viraja-kirtteh
rajnah sri-mulavarmmanah punyam
srnvantu vipramukhyah
ye canye sadhavah purusah
bahudana-jivadanam
sakalpavrksam sabhumidanan ca
tesam punyagananam
yupo 'yan stahapito vipraih
Prasasti Kutai III
sri-mulavarmmano rajnah
yad dattan tilla-parvvatam
sadipa-malaya sarddham
yupo 'yam likhitas tayoh
Prasasti Kutai IV
srimato nrpamukhyasya
rajnah sri-mulawarmmanah
danam punyatame ksetre
yad dattam vaprakesvare
dvijatibhyo' gnikalpebhyah.
vinsatir ggosahasrikam
tansya punyasya yupo 'yam
krto viprair ihagataih.
Terjemahan bebas
Terjemahan teks yupa-yupa tersebut adalah sebagai berikut:
Prasasti Kutai I
Sang Maharaja Kundunga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang
Aswawarman namanya, yang seperti Sang Ansuman (dewa Matahari) menumbuhkan
keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti api (yang
suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarman, raja yang

berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri
(selamatan yang dinamakan) emas amat banyak. Buat peringatan kenduri (selamatan)
itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.
Prasasti Kutai II
Dengarkanlah oleh kamu sekalian, Brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang baik
lain-lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia.
Kebaikan budi ini ialah berwujud sedekah banyak sekali, seolah-olah sedekah kehidupan
atau semata-mata pohon kalpa (yang memberi segala keinginan), dengan sedekah tanah
(yang dihadiahkan). Berhubung dengan kebaikan itulah maka tugu ini didirikan oleh para
Brahmana (buat peringatan).
Prasasti Kutai III
Tugu ini ditulis buat (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang Raja
Mulawarman, yakni segunung minyak (kental), dengan lampu serta malai bunga.
Prasasti Kutai IV
Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor
sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang suci
(bernama) Waprakeswara. Buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini
telah dibuat oleh para Brahmana yang datang ke tempat ini.

Disusun oleh :

Akbar Maulida A.D

(X-11/02)

SMA NEGERI 1 LAWANG


2012/2013

Anda mungkin juga menyukai