Anda di halaman 1dari 84

Perpustakaan Unika

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG


PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DAN SIKAP TERHADAP
SEKS BEBAS PADA REMAJA AKHIR

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana
Psikologi

YUVITA EKA HERAWATI

01.40.0021

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2007

Perpustakaan Unika

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi


Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan Diterima untuk
Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana
Psikologi

Pada Tanggal : 16 Juli 2007

Mengesahkan
Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang

Dekan

(Drs. M. Suharsono, MSi.)

Dewan Penguji

Tanda Tangan

1. DR. Endang Widyorini, MS.

2. Drs. Pius Heru Priyanto, MSi.

3. Drs. HM. Edy Widiyatmadi, MSi.

ii

Perpustakaan Unika

HALAMAN MOTTO

Menangislah....
Karena film sedih dan ketika berduka
Air mata adalah
Cara hati memberi pelipur lara
Belajarlah dari penderitaanmu
Untuk membantumu bijaksana
Yang terutama,
Ingatlah....
Bahwa cinta tak pernah sirna

Kita bisa memberi tanpa mencintai


Tapi, kita tidak bisa mencintai tanpa memberi
Percayalah, bahwa...

iii

Perpustakaan Unika

Hidup layak dijalani


Dan keyakinan akan membantu mewujudkannya

iv

Perpustakaan Unika

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :


Allah SWT yang selalu memberikan kemurahan dan
kebijakan hidup, Suamiku Piryanto dan buah
hatiku Steven Arycena Fatich yang selalu
mencintai dan menyayangiku, dan yang selalu
memberikan dukungan, doa, semangat, nasehat
serta kasih sayang selama ini.

Perpustakaan Unika

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas kasih


karuniaNya yang senantiasa menyertai dan memberi kekuatan dalam setiap
usaha yang akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala
hikmat dan anugerah-Nya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
terlepas dari dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :
1.

Drs. M. Suharsono, MSi., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas


Katolik Soegijapranata, yang telah berjasa dalam mengkoordinasikan
kegiatan perkuliahan di Fakultas Psikologi.

2.

DR. Endang Widyorini, MS., selaku dosen pembimbing Utama skripsi


yang telah merelakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis
selama proses penyusunan skripsi.

3.

Dra. Th. Dewi Setyorini, Spsi., selaku dosen wali yang telah memberi
semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas
Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

4.

Mg. Erna Agustina Yudiati, Spsi., selaku biro skripsi yang telah
memberikan kepercayaan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan
skripsi.

5.

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata


yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis
selama menempuh perkuliahan.

6.

Seluruh Staf dan Karyawan Tata Usaha yang telah menolong dan
membantu penulis dalam mengurus administrasi selama penulis
menempuh kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Katolik
Soegijapranata dan selama proses penyusunan skripsi.

vi

Perpustakaan Unika

7.

Seluruh pihak perpustakaan Universitas Katolik Soegijapranata, yang


telah membantu dan memberi pelayanan yang baik selama penyusunan
skripsi.

8.

Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Kristen Satya Wacana


Salatiga, Dra. Andriani Karyanto, M.A. yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9.

Seluruh mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Kristen


Satya Wacana Salatiga, khususnya mahasiswa angkatan 2003-2006,
yang telah meluangkan waktu dan kesediaannya untuk mengisi skala
penelitian.

10. Papa dan Mama yang selalu mendukung dan memberikan bantuan doa
dan materi sampai akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini.
11. Adikku Allen, Makasih ya udah boleh pinjem komputernya, dan
boleh pinjem motornya. Mbak Ni yang selalu setia dan sabar
momong Steven, Makasih ya Mbak udah bantuin jagain Steven.
12. Bapak dan Ibu Mertua di Mranggen. Terima kasih untuk bantuan, doa,
dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini.
13. Kakak dan adik-adik iparku. Terima kasih untuk doa, dan
semangatnya yang diberikan kepada penulis selama ini.
14. Suamiku Piryanto dan Buah Hatiku Steven Arycena Fatich. Terima
kasih atas doa, dukungan, semangat, serta kasih sayang dan kesabaran
yang diberikan kepada penulis selama ini.
15. Sahabatku Novi, Dephi, Dita, Ita, Dewi, Dina. Makasih ya buat
dukungan dan semangatnya dari kalian.
16. Rental Piramida, khususnya Mas Imron dan Mbak Linda. Makasih
banget udah mau bantuin olah data dan bantuin ngetik sampai skripsi
ini selesai.

vii

Perpustakaan Unika

17. Anak-anak kost Pratiwi, khususnya Emi, Lia, Hety, dan Heni. Makasih
ya buat dukungan dan semangatnya dari kalian.
Masih banyak lagi pihak-pihak yang telah memberikan dukungan
kepada penulis yang belum penulis sebutkan, untuk itu penulis mohon
maaf. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dengan penyertaan
dan berkat-Nya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat membawa
manfaat bagi para pembaca.

Salatiga, 16 Juli 2007

PENULIS

viii

Perpustakaan Unika

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................

ii

HALAMAN MOTTO ............................................................................

iii

HALAM PERSEMBAHAN ..................................................................

iv

UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................

DAFTAR ISI........................................................................................... viii


DAFTAR TABEL .................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

xii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

B. Tujuan Penelitian ...........................................................................

C. Manfaat Penelitian .........................................................................

1. Manfaat Teoritis .......................................................................

2. Manfaat Praktis .......................................................................

10

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ................................................

11

A. Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir .........................

11

1. Pengertian Sikap Terhadap Seks Bebas pada Remaja


Akhir .....................................................................................

11

2. Aspek-aspek Sikap Terhadap Seks Bebas pada


Remaja Akhir .......................................................................

16

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap


Seks Bebas ............................................................................

ix

20

Perpustakaan Unika

B. Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual .....................

23

1. Pengertian Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual

23

2. Jenis jenis Penyakit Menular Seksual ..................................

25

3. Aspek-aspek Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual 33


C. Hubungan Antara Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual
dengan Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir ............

34

D. Hipotesis ...................................................................................

36

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................

37

A. Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................

37

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................

37

1. Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir ...............

37

2. Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual ...................

38

C. Subyek Penelitian .....................................................................

38

1. Populasi ....................................................................................

38

2. Metode Pengambilan Sampel ...............................................

39

D. Metode Pengambilan Data ........................................................

39

1. Metode skala ..........................................................................

39

2. Metode Tes ..............................................................................

40

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ........................................

42

1. Validitas Alat Ukur ..................................................................

42

2. Reliabilitas Alat Ukur ..........................................................

43

F. Metode Analisis Data ...............................................................

44

BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN ..........

45

A. Orientasi Kancah Penelitian ....................................................

45

B. Persiapan Penelitian .................................................................

47

Perpustakaan Unika

1. Penyusunan Alat Ukur ........................................................

47

2. Perijinan Penelitian .............................................................

49

C. Pelaksanaan Uji Coba Penelitian .............................................

50

D. Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................

50

1. Uji Validitas ........................................................................

50

2. Reliabilitas Alat Ukur ..........................................................

52

E. Pelaksanaan Penelitian .............................................................

52

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................

54

A. Hasil Penelitian ........................................................................

54

1. Statistik Deskriptif ...............................................................

54

a. Pengukuran Sikap Terhadap Seks Bebas .........................

55

b. Pengukuran Pengetahuan Tentang Penyakit Menular


Seksual ............................................................................

56

2. Uji Asumsi ...........................................................................

58

a. Uji Normalitas ..................................................................

58

b. Uji Linearitas....................................................................

59

3. Uji Hipotesis.........................................................................

59

B. Pembahasan .............................................................................

60

BAB VI PENUTUP ...............................................................................

66

A. Kesimpulan ..............................................................................

66

B. Saran ........................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 69

xi

Perpustakaan Unika

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blueprint Skala Sikap Terhadap Seks Bebas Pada


Remaja Akhir ..........................................................................

40

Tabel 2 Blueprint Tes Pengetahuan Tentang Penyakit Menular


Seksual .....................................................................................

41

Tabel 3 Sebaran Item Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja


Akhir ........................................................................................

48

Tabel 4 Sebaran Item Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual.. 49


Tabel 5 Sebaran Item Valid dan Gugur Sikap Terhadap Seks
Bebas Pada Remaja Akhir .......................................................

51

Tabel 6 Statistik Deskriptif Variabel Pengetahuan tentang Penyakit


Menular Seksual dan Sikap Terhadap Seks Bebas.................... 54
Tabel 7 Hasil Pengukuran Sikap Terhadap Seks Bebas......................... 56
Tabel 8 Hasil Pengukuran Pengetahuan tentang Penyakit Menular
Seksual....................................................................................... 57

xii

Perpustakaan Unika

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Uji Coba ................................................................... 72


A-1 Data Sikap Terhadap Seks Bebas............................................ 73
A-2 Data Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual ......... 77
Lampiran B Uji Validitas Dan Reliabilitas ........................................... 80
Lampiran C Skala Penelitian ................................................................ 84
C-1 Skala Sikap Terhadap Seks Bebas........................................... 85
C-2 Tes Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual ........... 91
Lampiran D Data Penelitian ................................................................. 95
D-1 Data Sikap Terhadap Seks Bebas............................................ 96
D-2 Data Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual ......... 100
Lampiran E Uji Asumsi ........................................................................ 104
E-1 Uji Normalitas ....................................................................... 105
E-2 Uji Linieritas .......................................................................... 107
Lampiran F Uji Hipotesis ..................................................................... 109
Lampiran G Surat Ijin Penelitian .......................................................... 111
Lampiran H Surat Bukti Penelitian ....................................................... 113

xiii

Perpustakaan Unika

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan serta komunikasi, maka terjadilah banyak perubahan
sosial yang serba cepat pada hampir semua kebudayaan manusia.
Berlangsungnya perubahan sosial yang serba cepat dan pertumbuhan
kebudayaan yang tidak sama, menimbulkan konflik dan pelanggaran
norma-norma dalam masyarakat. Remaja sebagai generasi muda akan
menghadapi tantangan abad ke-21. Oleh karena itu perlu diciptakan suatu
pembinaan antara remaja dan lingkungan sosial (rumah, sekolah dan
masyarakat) yang mengarah kepada pengembangan remaja sehat, baik
fisik maupun mental yang memahami diri sebagai remaja, penuh
percaya diri, mampu bersaing secara sehat, mandiri, memiliki nilai-nilai
positif, bertanggung jawab dan selalu berorientasi ke masa depan
(Nashori, 1997, h.16)
Individu yang memasuki masa remaja berarti mampu berpikir
abstrak. Saat itulah remaja telah mampu memikirkan hal-hal yang
bersifat konseptual, sehingga mampu memahami konsep tentang hal
yang salah dan yang benar serta hal yang baik maupun yang buruk. Tapi
kenyataannya, banyak remaja yang memilih perilaku-perilaku yang
secara sosial-moral tidak baik. Misalnya pemakaian obat-obatan terlarang,
perkelahian antar pelajar dan perilaku seks bebas yang dilakukan oleh
remaja (Nashori, 1997, h.18). Di daerah perkotaan banyak sekali terjadi

2
Perpustakaan Unika

arus perubahan, sehingga munculnya masalah sosial remaja lebih


terbuka. Lingkungan pergaulan yang kurang baik, melemahnya fungsi
dan kontrol keluarga, keterasingan yang dialami remaja dan kurangnya
pengetahuan yang benar mengenai persoalan seksual yang sehat adalah
akumulasi faktor penyebab timbulnya perilaku seks bebas di kalangan
remaja kota (Zuhdi, 1995, h.9).
Sebagai kelompok umur terbesar di Indonesia, remaja menjadi
fokus perhatian dan intervensi yang strategis bagi pembangunan
bangsa. Diharapkan para generasi muda mampu berperan serta
membangun bangsa dan melanjutkan apa yang telah diperjuangkan
generasi sebelumnya. Tetapi, globalisasi ternyata memberikan
pengaruh yang cukup nyata dalam masyarakat. Terutama di kalangan
remaja. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat perlahan-lahan mulai
tampak kabur. Selain itu, dengan globalisasi, informasi dari segala
penjuru dunia dapat diakses dengan cepat dan mudah.
Di sisi lain, penyebaran informasi yang sedemikian cepat dan
ditambah keingintahuan remaja tentang masalah seks yang begitu besar
sering mengakibatkan remaja mengalami perubahan pola pikir.
Perubahan itu mempengaruhi cara pandang remaja terhadap seksualitas
dan membentuk perilaku seksual tersendiri (JAWA POS, 7 Februari
2007).
Istilah adolescence, dewasa ini banyak dipergunakan sebagai
istilah remaja, berasal dari kata lain adolescence, yang berarti turnbuh
atau tumbuh menjadi dewasa. Seorang anak dianggap dewasa bila
sudah mampu mengadakan reproduksi (Hurlock, 1980, h.196). Masa

3
Perpustakaan Unika

remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.


Pada masa transisi tersebut terjadi perubahan dalam sikap dan perilaku
selama masa remaja yang sejajar dengan tingkat perubahan fisik, selain
itu ada 6 perubahan yang sama yang hampir universal seperti
meningginya emosi, perubahan fisik, minat, pesan, pola perilaku,
nilai-nilai yang dianut, dan bersifat ambivalen terhadap setiap
perubahan (Hurlock, 1993, h.207). Mappiare (1982) membagi masa
remaja menjadi dua fase, yaitu : masa remaja awal, yang berada pada
rentang usia 12-17 tahun; dan masa remaja akhir, yang berada dalam
rentang usia 18-21 tahun. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
subyek yang berada pada masa remaja akhir dengan rentang usia 18-21
tahun.
Harus dipahami bahwa pada masa itu, remaja akan mengalami
pertumbuhan fisik yang berlangsung sangat cepat dan mulai tampak
matang, termasuk kemampuan untuk bereproduksi. Biasanya disebut
dengan fase pubertas. Fase pubertas merupakan bagian yang sangat
penting dalam perkembangan seksualitas seseorang. Sebab, pada fase
itulah, secara seksual, ia mulai berfungsi secara sepenuhnya (JAWA
POS, 7 Februari 2007).
Dorongan seksual menjadi semakin kuat bila ada rangsangan
seksual dari luar, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Pada masa kini
rangsangan seksual dari luar sangat mudah dapat diterima, khususnya
oleh remaja (Pangkahila, 2004, h.34). Dorongan seksual pada remaja
yang berkembang cepat dan drastis secara alami karena berfungsinya
hormon seksual dan rangsangan lingkungan yang semakin gencar dan

4
Perpustakaan Unika

terbuka terhadap masalah seksual. Para remaja umumnya bingung


mencari

informasi yang berkaitan dengan masalah seks. Tak

mengherankan jika mereka menganggap seks hanyalah hubungan


seksual semata. Tidak heran ketika kemudian mereka mencari
tambahan ilmu melalui film-film porno, atau gambar-gambar vulgar di
internet. Media-media tersebut memberikan banyak peluang yang
besar dalam akses informasi tanpa sensor sehingga menambah daya
dorong seksual yang sangat mungkin mengakibatkan remaja terjerumus
dalam perilaku seks bebas. Itu berbahaya, apalagi di tengah-tengah
ancaman bahaya HIV/AIDS yang salah satu model penularannya
melalui seks bebas. Tanpa pemahaman yang benar tentang seks,
mereka bebas melakukan hubungan seks bebas di luar nikah tanpa
tahu resikonya (JAWA POS, 7 Februari 2007).
Sedangkan sikap sendiri merupakan organisasi dari unsur-unsur
kognitif, emosional, dan momen-momen kemauan yang khusus
dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu, sehingga sifatnya
sangat dinamis dan memberikan pengaruh pada setiap tingkah laku
remaja akhir. Sikap dipengaruhi oleh sukses dan pengalaman di masa
lalu. Kegagalan dan kesuksesan itu sedikit atau banyak akan merubah
sikap menjadi tingkah laku habitual terhadap suatu situasi (Kartono,
1994, h. 297).
Menurut Thurstone (dikutip Walgito, 1994, h. 107-108) sikap
adalah suatu peningkatan efek yang bersifat positif maupun negatif
dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Efek positif yaitu
senang, adanya sikap menerima, dan efek negatif yaitu efek tidak

5
Perpustakaan Unika

senang atau menunjukkan sikap menolak.


Free sex menurut Sarwono (1989, h.137) mendefinisikan sebagai
perilaku hubungan intim suami istri tanpa ikatan apa-apa, selain suka
sama suka, bebas dalam seks. Hal ini berarti seks bukan barang tabu,
bebas untuk bertukar pasangan dalam hubungan seks, hidup bersama
diluar nikah, suatu hubungan yang bebas tanpa ikatan pria dan
wanita, dalam hubungan seks maupun pergaulan. Akhir-akhir ini banyak
berita-berita di surat-surat kabar yang memuat berita tentang sikap dan
perilaku seksual remaja yang semakin berani melakukan hubungan seks
bebas dan ada juga anggapan dari remaja, bahwa sebagai bukti uji
keperkasaan seksual dapat dilakukan dengan pergi ketempat-tempat
pelacuran atau prostitusi (www.digit ib.litbang.depkes.go.id/).
Salah satu penyebab seks bebas di kalangan remaja adalah
kurangnya pengetahuan mengenai penyakit menular seksual. Jika
membahas tentang seks, pada akhirnya juga akan membicarakan
mengenai penyakit yang akan ditimbulkan oleh hubungan seks itu
sendiri. Kalangan remaja saat ini khususnya pelajar SMU merupakan
anggota masyarakat yang melakukan kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan secara sistematis di sekolah. Tetapi pada kenyataannya ada
beberapa orang remaja yang bersikap mendukung terhadap seks bebas.
Walaupun banyak remaja yang pernah melakukan hubungan seks bebas,
tetapi bisa saja pandangan remaja terhadap akibat penyakit menular yang
ditimbulkan dari hubungan seks bebas itu berbeda-beda.
Macam-macam penyakit menular seksual sudah cukup lama
dikenal di Indonesia, yaitu sipilis atau raja singa, gonore atau kencing

6
Perpustakaan Unika

nanah, kondilomata akuminata, akan tetapi yang hanya diketahui oleh


para remaja dan sering didapati penyakit yang mudah pengobatannya
seperti sipilis dan gonorhea (Depkes, 1997, h.198).
Peningkatan insidensi Penyakit Menular Seksual (PMS) dan
penyebarannya di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di
beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan
yang intensif akan menurunkan insidensi penyakit menular seksual atau
paling tidak insidensinya tetap. Terbatasnya pengetahuan tentang
masalah seksual, akhirnya membangkitkan rasa ingin tahu dan coba-coba
pada remaja dalam bentuk perilaku untuk memanifestasikan
dorongan seksual yang dirasakan tanpa memperhatikan resikoresikonya terutama pada penyakit kelamin atau penyakit menular
seksual. Berdasarkan fenomena yang ada, remaja seringkali menduga
bahwa penyakit menular seksual dapat disembuhkan secara medis
dengan cara membeli obat antibiotika yang tersedia di apotek.
Akibat dari penyakit menular seksual jika tidak segera diobati akan
berbahaya karena akan menimbulkan resiko seperti kerusakan alat
reproduksi akibat infeksi menahun yang timbul secara berulangulang
yang dapat menyebabkan kemandulan, kerusakan syaraf akibat infeksi
yang dapat menyerang susunan syaraf (misalnya: sifilis) yang
selanjutnya dapat menimbulkan kepikunan dini bahkan kebutaan,
menularkan pada pasangan seksualnya, menularkan pada bayi dalam
kandungan yang akan mengakibatkan gangguan system panca indera
seperti kebutaan ataupun ketulian bahkan keterbelakangan mental
(Ririn dan Nunuk, 1996, h.71).

7
Perpustakaan Unika

Ririn dan Nunuk (1996, h.80) menyebutkan bahwa penyakit


menular seksual akan menyerang daerah genital terlebih dahulu yang
pada akhirnya akan membuat kerusakan fungsi alat genital secara
fatal seperti berkembangnya jamur pada daerah genital baik pria
ataupun wanita.
Penelitian Synovate Research beberapa waktu lalu tentang
perilaku seksual remaja ternyata hasilnya cukup mencengangkan. Survei
dilakukan di empat kota: Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan. Survei
ini mengambil 450 responden dari empat kota itu dengan kisaran usia
antara 15-24 tahun. Dari penelitian yang dilakukan sejak September
2004 itu, Synovate mengungkapkan bahwa sekitar 65% informasi
tentang seks yang mereka dapatkan dari teman dan juga 35% sisanya
dari film porno. Ironisnya, hanya 5% dari responden remaja ini
mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya. Parahnya lagi,
44% responden mengaku sudah memiliki pengalaman seks di usia 16-18
tahun, sementara itu 16% lainnya mengaku, pengalaman seks sudah
mereka dapatkan antara usia 13-15 tahun. Menurut Conrad (dikutip
Fawzia, 2003, h.2) ada 42% remaja yang menyatakan pernah
berhubungan seks bebas, 52% diantaranya masih aktif menjalaninya.
Survei ini dilakukan dirumah Gaul blok M Jakarta, melibatkan 117
remaja berusia sekitar 13-20 tahun.
Salah satu komponen yang mempengaruhi sikap terhadap seks
bebas adalah komponen kognitif, yaitu pengetahuan. Pengetahuan sangat
berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang, demikian juga
pengetahuan tentang penyakit menular seksual akan mempengaruhi

8
Perpustakaan Unika

sikap terhadap hubungan seks para remaja. Diasumsikan jika remaja


memiliki pengetahuan yang benar mengenai penyakit menular seksual,
maka remaja dapat mengontrol perilaku seksnya. Sebaliknya, jika remaja
kurang mengetahui mengenai penyakit menular seksual, maka remaja
akan mudah melakukan seks bebas. ( http://www.kompas.co.id).
World Healt Organization (WHO) pernah mengungkapkan bahwa
pada 1000 wanita di seluruh dunia yang berusia 15-19 tahun terjadi 112
kehamilan, 61 diantaranya dilahirkan, 36 aborsi, dan 15 tidak diketahui
nasibnya. Selain itu, terdapat peningkatan perilaku aborsi tidak aman,
yaitu diperkirakan 4,4 juta aborsi dilakukan remaja setiap tahun dan
sebagian besar adalah aborsi yang tidak aman, misalnya minum jamu
jamuan, dan aborsi yang dilakukan tanpa konsultasi kepada dokter
terlebih dahulu (JAWA POS, 7 Februari 2007).
Seks bebas selalu mengundang perdebatan, bahkan di negaranegara yang dikenal liberal sekalipun. Selalu ada kelompok yang
menentang dan yang mendukung terhadap perbuatan seks bebas. Alasan
kelompok yang menentang perilaku seks bebas adalah : 1) akan
menimbulkan resiko terjadi kehamilan, 2) terpaksa melakukan aborsi
bila terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, 3) bila terjadi kehamilan,
kemungkinan akan berakibat kelahiran anak yang tidak diinginkan, 4)
timbulnya perasaan malu dan takut terhadap orang banyak, 5) bahaya
tertular penyakit menular seksual. Sedangkan alasan oleh kelompok yang
mendukung adanya seks bebas adalah : 1) dorongan seksual dapat
dipuaskan, 2) merupakan latihan sebelum menikah, 3) memimpin
pasangan itu ke pernikahan.

9
Perpustakaan Unika

Seks yang semula dianggap sebagai sesuatu yang sakral serta


penuh dengan pandangan tabu, kemudian dipandang sebagai jalan keluar
untuk memperoleh kebahagiaan hidup. Kemajuan dalam ilmu kedokteran
setidaknya juga membuat remaja tidak takut melakukan seks bebas.
Kemajuan yang mendukung pelaksanaan seks bebas dapat dilihat dari
ditemukannya obat yang efektif untuk mengobati penyakit menular
seksual, ditemukannya berbagai cara pencegahan kehamilan yang
mudah dilaksanakan serta adanya tenaga medis yang mampu melakukan
aborsi dengan aman (Yanuar, 1996, h.16).
Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Salatiga,
yang tergolong remaja akhir yang berusia 18-21 tahun. Seks bebas pada
remaja menjadi sorotan yang hangat untuk ditelaah dan digali lebih
lanjut. Hal ini dikarenakan banyak sekali faktor yang menjadi penyebab
mengapa seks bebas begitu banyak digemari khususnya kalangan
remaja.
Dari fenomena itu, maka peneliti tertarik untuk menyusun
penelitian yang berjudul Hubungan antara Pengetahuan tentang Penyakit
Menular Seksual dan Sikap terhadap Seks Bebas pada Remaja Akhir.

B. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang penyakit
menular seksual dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir.

C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

10
Perpustakaan Unika

Memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan psikologi


khususnya

dalam bidang

psikologi

sosial dan

psikologi

kesehatan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memprediksi sikap positif atau
negatif remaja terhadap seks bebas dalam hubungannya dengan
pengetahuan tentang penyakit menular seksual.

Perpustakaan Unika

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir


1. Pengertian Sikap Terhadap Seks Bebas pada Remaja
Akhir.
Menurut Berkowitz yang dikutip Azwar (1998, h.4) sikap
merupakan suatu respon evaluatif. Newcomb (dalam Kusala, 2000,
h.8) menjelaskan bahwa sikap merupakan tingkat afek atau
perasaan, baik positif atau negatif dalam obyek-obyek psikologis.
Afek positif atau perasaan senang atau sikap menerima atau setuju,
sedangkan afek negatif yaitu perasaan tidak senang atau menolak.
Allport (dalam Moemsasianti, 2000, h. 10) menyatakan bahwa
sikap adalah keadaan mental dan syarat dari kesiapan yang diatur
melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamika atau
terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi
yang berkaitan dengannya. Allport (Azwar, 1998, h.3) juga
mengatakan bahwa sikap mempunyai konsep tentang sikap yang
lebih kompleks yaitu : bahwa sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu
agaknya tidak keliru bila kita menafsirkan kesiapan dalam definisi
ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon. Walgito (dalam Susanto, 2003, h.9) mengatakan bahwa
sikap merupakan masalah penting dalam lapangan psikologi, sikap

11

12
Perpustakaan Unika

yang ada pada seseorang akan memberikan corak pada tingkah laku
orang tersebut. Ada yang bersikap menerima atau menolak dalam
menanggapi masalah atau diluar dirinya dengan mengetahui sikap
seseorang kita akan dapat menduga bagaimana reaksinya atau
tindakannya yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap
suatu masalah atau keadaan yang dihadapinya.
Menurut Thurstone (Azwar, 1998, h.3) sikap adalah derajat
afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek
psikologis, hal ini berarti sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap obyek adalah perasaan
mendukung atau memihak ataupun perasaan yang tidak mendukung
obyek tersebut. Sikap merupakan suatu produk dari proses sosialisasi
dimana seseorang bereaksi sesuai dengan yang diterimanya jika
sikap mengarah pada obyek tertentu berarti bahwa penyesuaian diri
terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek.
Dari beberapa teori atau pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk respon yang
dinyatakan dan disadari oleh proses evaluasi dalam diri individu
terhadap suatu obyek atau kesiapan untuk memerikan respon baik
positif maupun negatif terhadap stimulus sikap yang ada pada
individu memberikan corak pada tingkah laku seksualnya, yaitu ada
yang bersifat mendukung atau menerima dan ada yang menolak atau
tidak mendukung.

13
Perpustakaan Unika

Menurut Kartono (1988, h.6) seks bebas adalah hubungan


seks secara bebas dengan banyak orang dan merupakan tindakan
hubungan seksual yang tidak bermoral, terang-terangan dan tanpa
malu-malu sebab didorong oleh nafsu seks yang tidak terintegrasi,
tidak matang dan tidak wajar. Sementara Loekmono (1988, h.56)
menjelaskan bahwa seks bebas merupakan kepuasan dorongan
seksual yang diperoleh tanpa keharusan suatu tanggung jawab dan
dimana kebosanan dapat diatasi dengan cara terus menerus berganti
pasangan.
Sedangkan menurut Alam (1992, h.59) hubungan seks bebas
adalah perbuatan zinah karena dilakukan antara kaum pria dan
kaum wanita yang tidak terikat oleh perkawinan yang sah. Biasanya
perzinahan ini dilakukan oleh mereka yang mendambakan kebebasan
seks atau istilah asingnya free sex.
Sarwono (1988, h.137) mengatakan bahwa seks bebas adalah
hubungan yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis. Lebih lanjut dikatakan bahwa
seks bebas adalah cara bersenggama yang dilakukan pada
pasangannya tanpa ikatan perkawinan. Seks bebas juga diartikan
bagaimana cara berpacaran, pengetahuan tentang alat kelamin dan
cara memikat hati pria dan wanita, sedangkan menurut Simkins
(dalam Sarwono, 1989, h.138) seks bebas merupakan hubungan
seksual secara bebas yang dilakukan atas dasar "suka sama suka".
Menurut Hurlock (1997, h.207) masa remaja merupakan
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini

14
Perpustakaan Unika

individu mengalami perkembangan yang sangat cepat di dalam segi


fisik, psikis, dan sosial. Sarwono (1989, h.6) menyatakan bahwa
remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alatalat kelamin manusia mencapai kematangannya.
Definisi Remaja yang diberikan WHO (dalam Sarwono,
2000, h.9) remaja mencakup tiga kriteria yaitu biologik, psikologik,
dan sosial ekonomi yang secara rinci diuraikan sebagai berikut :
a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan
seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik pada pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial
ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri.
Perkembangan seksual pada remaja ditandai dengan mulai
berfungsinya

organ-organ

seks

sekunder,

sehingga

remaja

mengalami perubahan dari makhluk aseksual menjadi makhluk


seksual. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991, h.91) perkembangan
seksual tersebut ditandai oleh haid pertama (menarche) pada wanita
(sekitar umur 11 tahun) dan noctural emission (wet dream, mimpi
basah) yakni pengeluaran sperma (cairan yang antara lain berisikan
sel kelamin laki-laki) pada pria (sekitar umur 13-14 tahun).
Masa remaja terbagi menjadi dua masa, yaitu : remaja awal
pada usia 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja akhir

15
Perpustakaan Unika

pada usia 18 tahun sampai 21 tahun (Hurlock, 1997, h.206). Subyek


yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang
berusia antara 18 sampai 21 tahun menurut Hurlock (1997, h.206).
Karena pada masa ini remaja mulai memandang dirinya sebagai
orang dewasa dalam menjalin hubungan dengan orang tuanya
karena orang tuanya memberi kepercayaan pada mereka. Remaja
akhir ini sudah menerima keadaan tubuhnya, mempunyai emosi
yang stabil dan sudah melepaskan diri dari ketergantungan orang tua
serta mulai berperan dalam masyarakat.
Ciri-ciri masa remaja akhir antara lain (Nurkanca, 2001,
h.8385) : masa remaja sebagai peride yang penting, masa remaja
sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan,
masa remaja sebagai usia bermasalah, masa remaja sebagai masa
mencari identitas, masa remaja sebagai usia yang menimbulkan
ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan masa
remaja sebagai ambang masa dewasa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa seks bebas pada remaja akhir adalah tindakan hubungan
seksual yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan
seseorang yang berusia antara 18-21 tahun yang biasa disebut
dengan remaja akhir, yang dilakukan dengan banyak orang secara
bebas, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis, tanpa
ikatan perkawinan, dan dilakukan atas dasar suka sama suka.
Maka sikap terhadap seks bebas merupakan kesiapan bereaksi
(dalam hal afeksi, kognisi dan konasi) dengan cara-cara tertentu

16
Perpustakaan Unika

yang meliputi perasaan suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju
untuk melakukan hubungan seks bebas, yaitu berhubungan intim
yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan seseorang yang
berusia antara 18-21 tahun yang biasa disebut dengan remaja akhir,
baik dengan lawan jenis, maupun sesama jenis, dengan cara
bersenggama

yang

dilakukan

pada

pasangan

tanpa

ikatan

perkawinan atau hubungan seksual secara bebas dengan banyak


orang yang dilakukan atas dasar suka sama suka.

2. Aspek-aspek Sikap Terhadap Seks Bebas pada


Remaja Akhir.
Dipandang dari sudut komponennya, sikap memiliki tiga
komponen yang saling menunjang, yaitu : kognisi, afeksi, dan
konasi. Pendapat ini dikemukakan oleh Azwar dan Geneberg
(dalam Kusala, 2000, h.13), Ahmadi (dalam Moemsasiati, 2001,
h.18) dan Sears, dkk (dalam Widowati, 2001, h.21).
a. Komponen Kognisi
Komponen kognisi berupa apa saja yang dipercayai pemilik sikap
atau bersikap kepercayaan, dan stereotipe, juga persepsi seseorang
mengenai suatu obyek komponen kognitif tersebut berisikan
persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu
mengenai suatu obyek. Acapkali komponen kognitif ini dapat
disamakan dengan pandangan atau opini terlebih bila hubungan
dengan masalah yang berlawanan. Komponen kognitif merupakan
pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada

17
Perpustakaan Unika

informasi yang berhubungan dengan obyek.


b. Komponen Afeksi
Komponen afeksi merupakan perasaan terhadap suatu obyek dan
perasaan yang mengandung masalah emosional, akan tetapi
pengertian

perasaan-perasaan

pribadi

seseorang

seringkali

berbeda wujudnya bila dikaitkan dengan sikap dengan kata lain,


tiap orang memiliki alasan yang berbeda dalam bersikap terhadap
suatu obyek. Aspek emosional ini biasanya paling dalam pada
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh - pengaruh yang mungkin dapat mengubah sikap
seseorang. Komponen afektif menunjuk pada dimensi emosional
dari sikap atau emosi yang berhubungan dengan obyek atas
perasaan tertentu terhadap obyek tertentu, obyek ini dirasakan
menyenangkan atau tidak.
c. Komponen Konasi
Komponen konasi atau perilaku dalam sikap menunjukkan
bagaimana kecenderungan seseorang dalam berperilaku berkaitan
dengan obyek tertentu kepercayaan dan perasaan dalam situasi
tertentu ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya
terhadap stimulus suatu obyek. Komponen konatif ini berupa
kecenderungan. untuk bertindak atau bereaksi terhadap obyek.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen sikap
terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen
konatif.
Sedangkan Aspek-aspek dalam Seks Bebas menurut Jersild,

18
Perpustakaan Unika

dkk (1978, h.13-15) antara lain :


a. Aspek Biologis
Seks merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang secara
biologis membutuhkan pemenuhan serta adanya perkembangan
organ genital pada individu. Aspek ini meliputi respon
fisiologis terhadap stimulus seks, reproduksi, pubertas, perubahan
fisik

karena

adanya

kehamilan

serta

pertumbuhan

dan

perkembangan pada umumnya.


b. Aspek Psikologis
Seks merupakan proses belajar yang terjadi pada diri individu
untuk mengekspresikan dorongan seksual melalui perasaan,
sikap dan pemikiran tentang seksualitas.
c. Aspek Sosial
Seks berfungsi sebagai manifestasi seksualitas individu dalam
hubungannya dengan individu lain. Aspek ini meliputi pengaruh
budaya berpacaran, hubungan interpersonal dan semua hal tentang
seks yang berhubungan dengan kebiasaan yang dipelajari individu
di dalam lingkungannya. Pengaruh budaya disini adalah iklan,
film, radio, televisi, buku-buku, majalah, yang kesemuanya itu
dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku seseorang dalam
menghadapi masalah seksnya.
d. Aspek Moral
Seks berfungsi sebagai manifestasi dorongan seksual yang sesuai
dengan norma aseksual masyarakat dan norma agama yang
berlaku, sehingga sikap moral mewarnai konsep seksualitas

19
Perpustakaan Unika

seseorang. Aspek ini biasanya didasarkan pada filosofi agama atau


pada hal yang bersifat etis. Yang termasuk disini adalah
menjawab pertanyaan tentang benar atau salah, harus atau tidak
harus, serta boleh atau tidaknya suatu perilaku seseorang.
Thornburg (1982, h.59) menyatakan bahwa aspek-aspek seks
bebas terdiri dari :
a. Aspek Biologis
Yaitu respon individu terhadap dorongan seksual, perubahan,
perkembangan dan pertumbuhan organ-organ seksual.
b. Aspek Psikologis
Yaitu proses belajar individu untuk mengungkapkan dorongan
seksual dalam perasaan, pikiran dan tingkah laku individu.
c. Aspek Sosial
Yaitu dorongan seksual yang diungkapkan melalui atau dengan
cara menjalin hubungan dengan orang lain yang bersifat
mendalam.
d. Aspek Moral
Yaitu dorongan seksual yang diekspresikan berdasarkan normanorma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
seks bebas adalah biologis, psikologis, sosial, dan moral.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek
sikap terhadap seks bebas adalah aspek kognitif, afektif, konatif,
biologis, psikologis, sosial, dan moral.

20
Perpustakaan Unika

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap

Seks

Bebas
Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk
pada sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang
dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap menurut Azwar (1998, h.30-38) antara lain :
a. Pengalaman pribadi
Agar dapat menjadi pembentukan sikap, pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Sikap individu lebih
mudah terbentuk apabila terdapat pengalaman pribadi tentang
situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang
melibatkan emosi penghayatan pengalaman akan lebih mendalam
dan lebih lama berbekas.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah

dengan

sikap

orang

yang

dianggapnya

penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk


menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting
tersebut.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana individu hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh terhadap pembentukan sikap individu. Tanpa disadari
kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap individu.

21
Perpustakaan Unika

d. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan
orang. Pesan-pesan sugesti yang dibawa oleh informasi tersebut,
apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai
sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu.` Pemahaman akan baik dan buruk, antara
sesuatu yang boleh clan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari
pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.
Dari sinilah religiusitas individu mulai terbentuk.
f. Pengaruh faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran emosi atau pengalihan
bentuk mekanisme pertahanan ego.
Menurut

Walgito

(1990,

h.115-119)

sikap

terbentuk

sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Beberapa


faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah :
a. Faktor Internal
Faktor internal merupakan suatu cara individu untuk menanggapi
dunia diluar dirinya yang bersifat selektif. Individu akan
menyeleksi hal-hal yang mau diterima atau yang akan ditolak.

22
Perpustakaan Unika

Penyeleksian individu ini berhubungan dengan pemahaman yang


ada dalam diri individu dengan cara-cara yang dipergunakan
individu dalam menanggapi suatu objek. Oleh karena itu faktor
individu merupakan faktor penentu bagi diterima atau ditolaknya
objek dari luar. Faktor internal terdiri dari faktor psikologis dan
fisiologis individu. Faktor fisiologis individu terdiri dari usia,
kesehatan dan jenis kelamin.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu berupa hal-hal atau keadaan yang berada
diluar diri individu yang merupakan rangsang atau stimulus
untuk membentuk sikap. Keadaan ini dapat terjadi secara
langsung antara individu dengan individu yang lain, antara
individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok. Disamping itu dapat terjadi secara tidak langsung
antara individu dengan media komunikasi lainnya. Faktor
eksternal

terdiri dari pengalaman,

situasi,

norma-norma,

hambatan dan pendorong dalam masyarakat. Faktor eksternal ini


dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, normanorma yang ada dalam masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap terdiri dari faktor internal yang
terdiri dari pengalaman pribadi, pengaruh faktor emosional, usia,
jenis kelamin, agama dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari faktor kebudayan, orang yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan

23
Perpustakaan Unika

lembaga keagamaan.

B. Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual


1. Pengertian Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual
Manusia lahir di dunia sudah dibekali akal pikiran yang
nantinya dapat digunakan untuk mempertahankan dan melanjutkan
hidup. Dengan akal pikirannya, manusia memadukan sejumlah
pengalaman atau kesan yang pernah dialaminya secara harmonik
dalam suatu bangunan yang teratur yang disebut pengetahuan (Hadi,
1987, h.2).
Dengan adanya pengetahuan yang dimiliki, diharapkan kita
manusia mampu mengatasi semua masalah dalam hidupnya.
Pengetahuan digunakan untuk bertahan hidup dan untuk mengatasi
masalah seperti melindungi diri dari bahaya dan meningkatkan
kesehatan.
Menurut Notoatmojo (Widjanarko, 2004, h.21) pengetahuan
merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah individu melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera dan sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga.
Mahmud (1989, h.12) memiliki definisi pengetahuan yang
mampu menjembatani pandangan pengetahuan sebagai hasil usaha
maupun pengetahuan sebagai kumpulan pengalaman. Menurutnya
pengetahuan merupakan kesatuan dari usaha-usaha seseorang untuk
mengerti sesuatu melalui pengalaman. Jadi pengetahuan dapat

24
Perpustakaan Unika

diartikan sebagai penimbun dari pengalaman pribadi.


Pada masa kini sangat penting untuk mengetahui secara benar
tentang penyakit menular seksual yang merupakan salah satu resiko
akibat hubungan seksual yang tidak aman. Menur-ut Haf ds
(Widjanarko, 2004, h.21) bahwa meluasnya penyebaran penyakit
menular seksual disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan yang
akurat yang dimiliki masyarakat tentang pola penularan penyakit,
pencegahan dan cara pengobatan.
Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang umumnya
ditularkan

melalui

hubungan

seksual.

Menurut Mundiharno

(Widjanarko, 2004, h.21) penyakit menular seksual adalah penyakit


yang penularannya melalui hubungan

seksual

baik

secara

heteroseksual maupun homoseksual.


Bahaya dari penyakit menular seksual adalah jika tidak segera
diobati maka akan dapat menular pada pasangannya, yang akibatnya
pada diri sendiri yaitu terjadi sterilisasi aau kematian. Sedangkan
yang paling membahayakan adalah jika menular pada anaknya yang
dapat mengakibatkan infeksi selaput otak maupun cacat lahir.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksudkan dengan
pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual adalah hasil tahu
setelah seseorang melakukan penginderaan berkenaan dengan
penyakit menular seksual yaitu penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti cara penularannya, pencegahan, gejalagejala yang timbul dan akibat yang ditimbulkan setelah seseorang
terkena infeksi penyakit menular seksual.

25
Perpustakaan Unika

2. Jenis jenis Penyakit Menular Seksual


Beberapa jenis penyakit menular seksual menurut Saraswati
(2000, h.8) yaitu :
a. Infeksi Genital Non Spesifik
Merupakan penyakit kelamin yang disebabkan oleh penyebab
yang non spesifik dan yang tersering karena bakteri chlamydia
trachomatis. Pada wanita gejala sering tidak khas (asimtomatik)
atau sangat ringan. Bila ada, gejala itu berupa keluarnya cairan
dari vagina berwama kekuningan. Pada laki-laki gejala yang
muncul adalah keluarnya cairan berupa lendir yang jernih
sampai keruh dan muncul pada pagi hari. Gejala lain berupa nyeri
kencing, gatal di saluran kencing pada ujung kemaluan. Infeksi
Genital Non Spesifik dapat terjadi melalui hubungan seksual
aktif. Masa inkubasi biasanya terjadi 1-5 minggu.
b. Sifilis
Disebut juga raja singa yaitu infeksi yang disebabkan oleh
Treponema Pallidum. Sifilis dapat menular melalui kontak
seksual dan melalui jarum suntik atau transfusi darah. Sifilis
dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk selaput lendir,
anus, kemaluan dan mulut. Gejala yang ditimbulkan adalah
luka yang tidak nyeri pada sekitar alat kelamin, anus dan mulut
yang muncul 2-3 minggu setelah terkena infeksi. Setelah 6-8
minggu kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening
disusul rasa badan tidak enak dan bercak kemerahan pada kulit.
Semua gejala tersebut bisa hilang sendiri, tetapi infeksi

26
Perpustakaan Unika

berlangsung

terus

sehingga

lama

kelamaan

akan

mempengaruhi tulang, hati, jantung, syaraf dan paru-paru.


Sifilis yang tidak diobati akan mengalami kekambuhan yang
berulang-ulang.
c. Gonore
Disebut juga kencing nanah yaitu penyakit kelamin yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Pada laki-laki,
masa tunas umumnya berkisar antara antara 2-5 hari, kadang
lebih lama. Gejala yang timbul berupa rasa gatal dan panas pada
saat buang air kecil, keluarnya cairan dari ujung kemaluan yang
kadang disertai darah dan nyeri saat ereksi. Gejala yang timbul
akan mengakibatkan peradangan kelenjar dan dan infertilitas
jarang terjadi. Pada wanita masa tunas berkisar 7-21 hari. Gejala
yang timbul sangat ringan sehingga menjadi sumber penularan
yang tersembunyi (carier) berupa nyeri di daerah perut bagian
bawah, kadang-kadang disertai keputihan dengan bau tidak
sedap. Pada keadaan menahun bila tidak diobati, infeksi dapat
menjalar ke rahim, saluran telur dan indung telur sehingga
mengakibatkan penyakit radang panggul yang dapat berlanjut
menjadi infertilitas (mandul).
d. Kondilomata Akuminata
Disebut juga kutil kelamin atau penyakit jengger ayam yaitu
penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus papilloma
humanus. Masa inkubasi berlangsung antara 1-8 bulan.

27
Perpustakaan Unika

Penyebarannya melalui hubungan kelamin yang mempunyai


dua bentuk yaitu genital warts (kutil) di daerah alat kelamin yang
banyak terjadi pada heteroseksuul dan anorectal warts yang
banyak terjadi pada homoseksual. Penyakit ini banyak
menyerang alat kelamin atau tempat lembab, juga dapat
menyerang daerah mulut sebagai akibat kontak orogenital.
e. Kandidosis Vulvovaginal
Adalah infeksi vagina dan vulva (bagian luar alat kelamin
wanita) yang diebabkan oleh virus Candida Albicans. Gejala pada
wanita adalah rasa gatal atau iritasi (perangsangan) dengan
mengeluarkan cairan berwarna putih seperti susu yang masam.
Sedangkan pada laki-laki ditandai rasa gatal pada kelamin dan
sekitar lipatan paha. Sumber penularannya adalah melalui
hubungan seksual dengan penderita dan seorang ibu hamil yang
menderita penyakit ini akan menularkan pada bayinya.
f. Ulkus Mole
Sering disebut

chancriod yaitu penyakit infeksi alat

kelamin akut yang disebabkan oleh bakteri Haemophilus


Durecyl. Masa inkubasi pada pria berkisar antara 2-35 hari.
Pada wanita, masa inkubasi sukar ditentukan karena gejalanya
sering tidak tampak (asimtomatik). Gejala khas berupa luka
kotor yang mudah berdarah dan sangat nyeri dengan tepi
tidak rata pada alat kelamin yang muncul kira-kira 1 minggu
setelah infeksi. Penyakit ini sering ditemukan pada pria

28
Perpustakaan Unika

heteroseksual dan pada wanita bersifat carier. Akibat yang


ditimbulkan yaitu pembesaran kelenjar limfe.
g. Herpes Genitalis
Adalah infeksi pada alat kelamin yang disebabkan oleh virus
herpes simplex. Masa inkubasi umumnya berkisar antara 1-7
hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat
berat yaitu terjadi pembesaran kelenjar limfe, tetapi bisa juga
tanpa ada gejala. Selain ditularkan melalui hubungan seksual,
penyakit ini dapat ditularkan pada janin dalam kandungan ibu
yang terinfeksi. Akibat yang timbul adalah terjadinya abortus,
keluarnya janin prematur, bayi mengalami kelainan pada organ
tubuhnya dan bayi tidak dapat tumbuh secara normal.
h. Trikomoniasis
Adalah penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis. Masa inkubasi pada wanita sulit untuk
dipastikan, tetapi berkisar antara 3-28 hari. Gejala yang timbul
berupa keluarnya cairan vagina yang banyak, bau dan sering
menimbulkan rasa gatal dan perih pada organ kelamin keluar.
Masa inkubasi pada pria biasanya tidak melebihi 10 hari. Gejala
yang timbul adalah rasa sakit dan panas pada saat buang air
kecil.

29
Perpustakaan Unika

i. Limfogranuloma venereum
Disebut juga dengan Clamydia adalah penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Masa
inkubasi antara 3-20, kadang-kadang dapat lebih lama. Gejala
yang timbul bisa berupa demam, menggigil, mual, hilangnya
nafsu makan, sakit kepala, nyeri pinggang bawah, nyeri bagian
perut, nyeri saat buang besar dan diare. Selain melalui
hubungan seksual, limfogranuloma venereum dapat ditularkan
melalui handuk dan pakaian yang terkontaminasi.
j. Vaginosis
Merupakan sindroma klinik akibat pergantian bakteri flora
normal vagina yaitu Lactobacillus spp. Dengan bakteri anaerob
dalam konsentrasi tinggi, seperti Gardnerella vaginalis,
Mycoplasma hominis dan kuman anaerob. Gejala yang khas
yaitu bau vagina seperti bau ikan, terutama saat berhubungan
seksual. Cairan yang keluar dari vagina berwarna putih keabuabuan. Akibat yang ditimbulkannya adalah infeksi cairan
ketuban (amnion), penyakit radang panggul, bayi prematur dan
infeksi setelah melahirkan. Masa inkubasi penyakit Vaginosis
sulit ditentukan karena merupakan perubahan dari bakteri yang
memang ada dalam vagina, tetapi karena perubahan hormonal
dan suasana tubuh atau penyebab lainnya sehingga bakteri
yang tadinya tidak berbahaya itu menjadi berbahaya.
Sedangkan menurut Surtiretno (2001, h.132) jenis jenis

30
Perpustakaan Unika

penyakit menular seksual adalah :


a. Gonore
Gonore disebut juga dengan penyakit kencing nanah, merupakan
penyakit infeksi yang menjangkiti selaput lendir pada beberapa
organ tubuh. Penyebabnya adalah kuman Neisseria gonore.
Selain menjangkiti organ seks dan organ kemih, gonore juga akan
menjangkiti selaput lendir pada mulut, anus, rektum mata dan
beberapa organ lainnya. Pada laki-laki gejalanya mudah dilihat,
pada 3-7 hari setelah tertular, akan merasakan sakit sewaktu
kencing dan mungkin mengeluarkan nanah dari lubang kencing.
Ujung kemaluannya tampak merah meradang. Sedang pada
wanita, gonore tidak menunjukkan gejala apapun sehingga
kemungkinan besar ia tidak akan mengetahui sama sekali
bahwa dirinya terjangkit penyakit ini. Mungkin ia akan mengeluh
sakit perut bagian bawah disertai panas dingin kemudian pada alat
kelamin akan mengeluarkan nanah. Walaupun sudah dinyatakan
sembuh tetapi jika la hamil maka gonore ini tetap menyerang
selaput lendir mata bayi itu sehingga kemungkinan besar bayi
tersebut akan menjadi buta.
b. Sifilis
Sifilis disebabkan oleh kuman Treponema pallidum. Penyakit ini
diakibatkan melalui hubungan kelamin, melalui suntikan atau
transfusi darah yang mengandung kuman tersebut. Gejala dari
sifilis adalah sekitar 3 minggu sampai 2 bulan setelah tertular
adalah

adanya

suatu

tonjolan

yang keras yang tidak

31
Perpustakaan Unika

menimbulkan rasa sakit sedikitpun. 3-6 minggu (stadium 2)


gejala lain mulai menyusul seperti panas badan, mungkin juga
disertai dengan sakit tenggorokan, sakit kepala, dan bintikbintik kemerahan yang kadang-kadang terjadi pada seluruh
permukaan kulit tubuh, juga luka-luka diseputar genital. Ketika
sudah sampai pada stadium akhir (3-4) baru terlihat akibat yang
mengerikan

seperti

gila,

kelumpuhan,

kebutaan

sehingga

kematian. Untuk pencegahannya maka setiap orang yang pernah


berhubungan kelamin dengan pasangan yang berbeda harus
mau memeriksakan diri ke dokter untuk dites darahnya secara
teratur.
c. Herpes kelamin
Herpes adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes
simplek. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya gelembung
pada kulit yang berkelompok dengan dasar kemerahan yang
bersifat hilang timbul. Biasanya disertai rasa nyeri dan gatal,
pusing kepala, demam dan letih. Penyakit ini bisa diobati tetapi
tidak bisa disembuhkan. Kambuhnya penyakit ini diawali
dengan munculnya benjolan yang sangat kecil dan makin
membesar pada atau dekat zakar atau vagina. Benjolan seperti
kulit ini berisi cairan bening, kemudian pecah dan meninggalkan
luka yang terbuka yang terasa pedih. Herpes sangat mudah
menular melalui kontak antara bagian tubuh seseorang yang
terkena infeksi dan selaput lendir atau kulit yang terluka pada
tubuh orang lain, melalui hubungan kelamin dan dapat juga

32
Perpustakaan Unika

ditularkan selama kehamilan dan kelahiran. Oleh karena itu,


dokter akan menganjurkan agar penderita herpes melahirkan
bayinya melalui pembedahan besar. Orang yang terkena herpas
diharuskan banyak istirahat, merelaksasikan seluruh otot-otot
tubuh, melakukan meditasi, olahraga, zikir, dan membina
pergaulan yang baik merupakan sarana pencegahan dan
pengobatan herpes yang penting.
d. Clamydia
Clamydia merupakan penyakit yang sering dijumpai akhir-akhir
ini. Penyebabnya adalah Chlamydia trachomatis. Gejalanya yang
khas, biasanya ditandai dengan keputihan berwarna kuning
disertai rasa sakit seperti terbakar saat buang air kecil. Jika
tertular dengan penyakit ini, maka sebaiknya berobat ke dokter
ahli dan jangan melakukan hubungan seksual dengan siapapun
juga.
e. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
AIDS adalah penyakit yang lebih sering menular lewat hubungan
seksual. Penyebabnya adalah virus Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Gejalanya adalah terjadi penurunan daya tahan tubuh
yang ditandai dengan seringnya sakit berat atau penyakit yang
biasanya ringan tapi lama pulihnya, menurunnya berat badan
setiap bulan secara terus menerus, terdapat bercak-bercak merah
coklat yang merata diseluruh tubuh yang sulit menghilang,
terdapat gejala pembesaran kelenjar getah bening diseluruh tubuh

33
Perpustakaan Unika

yang menetap ketika diperiksa oleh petugas medis.


Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jenisjenis penyakit menular seksual adalah Infeksi Genital Non Spesifik,
Sifilis, Gonore, Kondilomata Akuminata, Kandidosis Vulvovaginae,
Ulkus Molle, Herpes Genetalis, Trikomoniasis, Limfogranuloma
Venereum (Clamydia), Vaginosis dan AIDS.
3. Aspek-aspek Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual
Aspek-aspek pengetahuan tentang penyakit menular seksual
menurut Lawrence (Dikutip Kumara, 2003, h.21) adalah :
a. Aspek Penularan
Adalah pengetahuan tentang cara-cara penularan penyakit
menular seksual.
b. Aspek Perilaku Pencegahan
Adalah perilaku agar tidak tertular penyakit menular seksual
c. Aspek Gejala
Aspek ini meliputi tanda-tanda

timbulnya infeksi penyakit

menular seksual.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Jadi
pengetahuan tentang penyakit menular seksual mempunyai aspek
yaitu pengetahuan tentang aspek penularan, aspek pencegahan dan
aspek gejala.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa aspek-aspek yang akan dipakai dalam penelitian adalah aspek

34
Perpustakaan Unika

penularan, aspek pencegahan dan aspek gejala.

C. Hubungan Antara Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual


dengan Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir
Menurut Berkowitz yang dikutip Azwar (1998, h.4) sikap
merupakan suatu respon evaluatif. Newcomb (dalam Kusala, 2000, h.8)
menjelaskan bahwa sikap merupakan tingkat afek atau perasaan, baik
positif atau negatif dalam obyek-obyek psikologis. Afek positif atau
perasaan senang atau sikap menerima atau setuju, sedangkan afek
negatif yaitu perasaan tidak senang atau menolak, sehingga dapat
disimpulkan bahwa sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir
adalah sikap remaja menyetujui atau menolak adanya seks bebas.
Pada masa remaja dikenal dengan masa ingin tahu, sehingga remaja
berani mencoba-coba bila ada kesempatan karena masa ini dorongan
seksual remaja sangat kuat.
Fishbein dan Ajzen (dalam Saraswati, 2000, h.3-h.4) mengatakan
bahwa sikap dapat terbentuk melalui adanya pengetahuan. Pengetahuan
memiliki

dampak

positif

dan

dampak

negatif.

Adanya

pengetahuan akan menyebabkan individu (remaja) memiliki sikap


positif atau sikap negatif. Secara teoritis, bila dampak positif lebih
banyak dari dampak negatif, maka sikap positif yang akan muncul,
begitu juga sebaliknya. Sikap yang terbentuk tersebut akan menimbulkan
niat, baik positif maupun negatif untuk merealisasikan perilakunya.
Penyakit Menular Seksual adalah penyakit yang umumnya
ditularkan

melalui

hubungan

seksual.

Menurut

Mundiharno

35
Perpustakaan Unika

(Widjanarko, 2004, h.21) penyakit menular seksual adalah penyakit yang


penularannya melalui hubungan seksual baik secara heteroseksual
maupun homoseksual.
Bahaya dari Penyakit Menular Seksual adalah jika tidak segera
diobati maka akan dapat menular pada pasangannya, yang akibatnya
pada diri sendiri yaitu terjadi sterilisasi atau kematian. Sedangkan yang
paling membahayakan adalah jika menular pada anaknya yang dapat
mengakibatkan infeksi selaput otak maupun cacat lahir.
Skinner (1953) mengatakan bahwa sikap manusia selalu
dikendalikan oleh faktor luar (faktor lingkungan, rangsang atau
stimulus). Dengan memberikan ganjaran positif, suatu sikap akan
ditumbuhkan dan dikembangkan, sedangkan jika diberikan ganjaran
negatif, suatu sikap akan dihambat. Remaja yang mempunyai
pengetahuan penyakit menular seksual akan menolak dan tidak akan
melakukan seks bebas, tetapi jika remaja tidak mempunyai pengetahuan
penyakit menular seksual maka sikap remaja terhadap seks bebas akan
mendukung dan akan melakukan seks bebas sehingga kemungkinan
yang terjadi akan mengulang perilaku tersebut.
Dengan demikian bahwa pengetahuan remaja terhadap penyakit
menular seksual akan mempengaruhi sikap remaja tersebut terhadap seks
bebas. Hal ini dapat dilihat apakah remaja tersebut bersikap positif
atau negatif terhadap seks bebas.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa
pengetahuan memiliki arti yang penting bagi remaja. Apabila dalam
kehidupannya sehari-hari pengetahuan remaja tersebut kurang baik,

36
Perpustakaan Unika

maka akan memperbesar munculnya sikap mendukung seks bebas,


dan sebaliknya apabila pengetahuan remaja tersebut baik, maka akan
menolak seks bebas.

D. Hipotesis
Dari uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai
berikut : ada hubungan negatif antara pengetahuan tentang penyakit
menular seksual dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja. Artinya
semakin remaja tahu tentang penyakit menular seksual maka semakin
negatif sikap remaja terhadap seks bebas. Dan sebaliknya semakin tidak
tahu remaja tentang penyakit menular seksual maka semakin positif
sikap remaja terhadap seks bebas.

Perpustakaan Unika

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian


1. Variabel Tergantung
Sikap terhadap Seks Bebas pada Remaja Akhir.
2. Variabel Bebas
Pengetahuan tentang Penyakit Menular Seksual
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir
Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir adalah
suatu bentuk respon yang dinyatakan dan disadari oleh proses
evaluasi dalam diri remaja terhadap tindakan hubungan seksual yang
didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan seseorang yang berusia
antara 18-21 tahun yang biasa disebut dengan remaja akhir, yang
dilakukan dengan banyak orang secara bebas, baik dengan lawan
jenis maupun dengan sesama jenis, tanpa ikatan perkawinan, dan
dilakukan atas dasar "suka sama suka". Variabel ini diungkap dengan
skala Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir yang meliputi
komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
Semakin tinggi skor yang diperoleh akan menunjukkan semakin
positif sikap remaja terhadap seks bebas. Sebaliknya jika semakin
rendah skor yang diperoleh akan menunjukkan semakin negatif
sikap remaja terhadap seks bebas.

37

38
Perpustakaan Unika

2. Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual


Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual adalah hasil
tahu setelah seseorang melakukan penginderaan berkenaan dengan
Penyakit Menular Seksual yaitu penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual seperti cara penularannya, cara pencegahannya,
gejala-gejala yang timbul dan akibat yang ditimbulkan setelah
seseorang terkena infeksi penyakit menular seksual. Pengetahuan
tentang Penyakit Menular Seksual diungkap dengan menggunakan tes
yang dibuat sendiri oleh peneliti yang berdasarkan tiga aspek
pengetahuan tentang penyakit menular seksual, yang meliputi
aspek penularan, aspek pencegahan, dan aspek infeksi. Baik
buruknya

pengetahuan

tentang

penyakit

menular

seksual

ditunjukkan oleh skor pengetahuan tentang penyakit menular


seksual. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka semakin baik
pengetahuan tentang penyakit menular seksual, dan sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin buruk
pengetahuan tentang penyakit menular seksual.

C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sejumlah individu yang paling sedikit
mempunyai satu ciri-ciri atau sifat yang sama. Adapun untuk
menentukan sampel terlebih dahulu harus menentukan sifat-sifat
populasi serta memberi batas-batas yang jelas. Populasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra, yang

39
Perpustakaan Unika

tergolong remaja akhir yang berusia antara 18-21 tahun, dan belum
menikah. Pemilihan Fakultas Bahasa dan Sastra semata-mata dari
hasil undian yang dilakukan oleh peneliti, karena banyaknya fakultas
yang ada di UKSW Salatiga.

2. Metode Pengambilan Sampel


Dalam penelitian ini, sampel penelitian diambil dari populasi
dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu suatu
teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara random terhadap
kelompok-kelompok, bukan terhadap subyek secara individual
(Azwar, 1998, h.87).
D. Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Metode skala
Dalam penelitian ini ada satu skala yang akan digunakan,
adalah skala yang bersifat langsung yaitu pernyataan-pernyataan
tertulis yang diajukan dapat dijawab langsung oleh subyek peneliti
yang dimintai pendapat (Hadi, 2000, h.158).
Untuk mengungkap sikap terhadap seks bebas digunakan
item-item dalam skala ini dibuat berdasarkan pada aspek seks bebas
yaitu aspek biologis, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek
moral dan komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan konatif.
Skala sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir ini dibuat
dengan kategori pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju

40
Perpustakaan Unika

(S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk
jawaban terhadap butir yang tergolong positif atau favourable,
subyek memperoleh skor 4 jika menjawab pilihan Sangat Setuju,
skor 3 untuk jawaban pilihan Setuju, skor 2 untuk jawaban pilihan
Tidak Setuju, skor 1 untuk jawaban pilihan Sangat Tidak
Setuju. Sebaliknya untuk jawaban butir yang tergolong
negatif atau unfavourable, subyek memperoleh skor I untuk
jawaban pilihan Sangat Setuju, skor 2 untuk jawaban pilihan
Setuju, skor 3 untuk jawaban pilihan Tidak Setuju, skor 4 untuk
jawaban pilihan Sangat Tidak Setuju. Desain skala sikap terhadap
seks bebas pada remaja akhir terdapat pada tabel 1.

Tabel 1
Blueprint Skala Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir
Komponen

Aspek Seks Bebas


Sosial

Jumlah

Biologis

Psikologis

Kognitif

16

Afektif

16

Konatif

16

Jumlah

48

Sikap

Moral

2. Metode Tes
Tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengetahuan remaja akhir tentang penyakit

41
Perpustakaan Unika

menular seksual. Tes ini menggunakan item tipe pilihan dengan


bentuk forced choice dengan 2 alternatif jawaban yaitu "Benar"
dan "Salah". Jika jawaban yang Benar memperoleh skor 1 dan jika
jawaban yang Salah memperoleh skor 0. Penggunaan forced
choice berdasar pada asumsi bahwa pengetahuan merupakan
sesuatu hal yang pasti, sehingga alternatif jawaban yang sesuai
adalah "Benar" dan "Salah" (Hadi, 2000, h.160).
Seseorang dikatakan mempunyai pengetahuan yang baik
tentang penyakit menular seksual, jika skor yang diperoleh dari
skala ini tinggi, sebaliknya seseorang dikatakan mempunyai
pengetahuan yang buruk tentang penyakit menular seksual, jika
skor yang dihasilkan dari skala ini rendah. Item yang digunakan
pada skala ini berjumlah 30 item yang disusun berdasrkan aspek
pengetahuan tentang penyakit menular seksual yaitu aspek
penularan, aspek perilaku pencegahan dan aspek gejala.
Rancangan tes pengetahuan tentang penyakit menular
seksual dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Blueprint Tes Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual
Aspek Pengetahuan Tentang Penyakit
Menular Seksual
Aspek Penularan

Item

Jumlah

10

10

Aspek Pencegahan

10

10

Aspek Gejala

10

10

Jumlah

30

30

42
Perpustakaan Unika

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur


1. Validitas Alat Ukur
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
ukur benar-benar mengukur apa yang perlu diukur (Ancok, 1986, h.
13).

Validitas

pengukur

senatiasa

berhubungan

dengan

kesesuaian dan kecermatan dari alat ukur yang digunakan.


Dalam uji validitas digunakan teknik korelasi Product
Moment dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor
total. Rumus teknik korelasi Product Moment adalah sebagai berikut:

rxy =

N (XY) - (X) (Y)


{NX 2 - (X) 2 } {NY 2 - (Y) 2 }

Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi product moment
XY : Jumlah perkalian skor item dan skor total
X : Jumlah skor masing-masing item
Y : Jumlah skor seluruh item total
N
: Jumlah subjek
2
: Jumlah kuadrat skor item
X
2
: Jumlah kuadrat skor total
Y
Untuk menghindari terjadinya Over estimate (kelebihan
bobot) hasil korelasi perlu dikoreksi dengan menggunakan rumus
Part whole, over estimate ini terjadi karena skor butir item yang
dikorelasikan dengan skor total ikut sebagai komponen skor total
dan hal ini menyebabkan angka korelasi menjadi lebih besar
(Ancok, 1986, h.17). Rumus korelasi Part whole adalah sebagai

43
Perpustakaan Unika

berikut :

rpq =

rxy (SDy ) (SDx )


(SD2y + SD2x ) 2(rxy )(SDy )(SDx )

Keterangan :
rpq : Koefisien Korelasi item dan Total setelah dikorelasi
SDy : Standard deviasi total
SDx : Standard deviasi item
rxy : Koefisien Korelasi item dan total.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Ancok (1987, h.19) menyatakan bahwa reliabilitas adalah
indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat
dipercaya atau diandalkan dan hasil pengukuran tetap efisien apabila
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama terhadap alat ukur
yang sama. Untuk mengukur reliabilitas, kedua alat ukur peneliti
akan menggunakan formula Alpha Cronbach (Azwar, 1992, h.49)
dengan rumus sebagai berikut :

S2x
K
1
=
2
K 1 Stot
keterangan :
a
= koefisien reliabilitas Alpha
k
= jumlah butir soal
2
= varians butir soal
x
2
= varians total
S tot
1
= bilangan konstan

44
Perpustakaan Unika

F. Metode Analisis Data


Data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan
langsung, namun perlu diolah lebih agar data tersebut dapat memberikan
keterangan yang dapat dipahami, jelas dan teliti.
Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini sesuai
dengan variabel dan tujuan penelitian adalah korelasi Product Moment
dimana keduanya berdata interval yang dapat dihitung dengan rumus :

rxy =

N (XY) - (X) (Y)


{NX 2 - (X) 2 } {NY 2 - (Y) 2 }

Keterangan:
rxy : koefisien korelasi antara pengetahuan tentang penyakit
menular seksual dengan sikap terhadap seks bebas
XY : jumlah perkalian skor pengetahuan tentang penyakit
menular seksual dan sikap terhadap seks bebas
X : jumlah skor pengetahuan tentang penyakit menular seksual
Y : jumlah skor sikap terhadap seks bebas
N
: Jumlah subjek
Alasan penggunaan teknik Product Moment yaitu karena dalam
penelitian ini akan mencari hubungan antara kedua variabel yang
masing-masing bergejala interval dan ingin dicari korelasi antara kedua
variabel tersebut.

Perpustakaan Unika

BAB IV
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Orientasi Kancah Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara pengetahuan tentang penyakit menular seksual dengan
sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir. Salah satu tahap yang
harus dilalui sebelum penelitian dilaksanakan adalah perlunya peneliti
memahami

tempat

dimana

penelitian

akan

diadakan

dan

mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran


jalannya suatu penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga, Jalan Diponegoro no. 52 - 60 Salatiga dengan berdasar
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Peneliti

sudah

mengenal

dan

mengetahui

lokasi

sehingga

memudahkan dalam mengadakan penelitian.


b. Peneliti tinggal di Salatiga, sehingga wilayah penelitian masih dalam
jangkauan

peneliti,

dan

peneliti

dapat

leluasa

melakukan

pengamatan dan pengumpulan data.


c. Jumlah subyek memenuhi dengan karakteristik populasi, sehingga
memenuhi syarat sebagai subyek penelitian.
d. Kesediaan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga menjadi lokasi
penelitian karena belum ada yang mengadakan penelitian tentang
pengetahuan tentang penyakit menular seksual dan sikap terhadap
seks bebas pada remaja akhir.

45

46
Perpustakaan Unika

Mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga


kebanyakan tinggal di kos-kosan dan jauh dari orang tua. Selain itu juga
kos-kosan tempat mereka tinggal terpisah dari induk semang. Hal ini
menyebabkan para mahasiswa rentan terhadap seks bebas yang tentunya
dilakukan tanpa ada ikatan perkawinan yang sah. Adapun yang menjadi
subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Bahasa dan
Sastra baik laki-laki maupun perempuan yang tergolong remaja akhir,
yang berusia 18-21 tahun dan belum menikah. Secara keseluruhan
jumlah mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra sebanyak 902,
sedangkan jumlah mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra angkatan
2003-2006 sebanyak 627 mahasiswa.
Universitas Kristen Satya Wacana pada mulanya lahir dengan
nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI),
diresmikan tanggal 30 Nopember 1956 dengan lima jurusan, yaitu
Pendidikan, Sejarah, Bahasa Inggris, Hukum dan Ekonomi. PTPG-KI
Satya Wacana berubah menjadi FKIP-KI pada tanggal 17 Juli 1959.
Kemudian pada tanggal 5 Desember 1959 diresmikan menjadi
Universitas Kristen Satya Wacana dengan kehadiran Fakultas Ekonomi,
dan Fakultas Hukum. Setelah itu segera diikuti pembukaan beberapa
Fakultas dan Program Studi Baru. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta
yang kini memasuki usia emas yang ke 50 tahun, SATYA WACANA
yang berarti Setia Kepada Firman Tuhan, terus berkembang dan
mendapat kepercayaan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Pada
saat ini UKSW memiliki 7 Program Studi dari Program Profesional
(Program Diploma III), 25 Program Studi dari Program Sarjana / S1, 6

47
Perpustakaan Unika

Program Studi dari Program Magister / S2, dan 2 Program Studi dari
Program Doktor / S3.

B. Persiapan Penelitian
Dalam mempersiapkan penelitian ini, ada beberapa tahap yang
telah dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut :
1. Penyusunan Alat Ukur
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang digunakan
yaitu sikap terhadap seks bebas dan pengetahuan tentang penyakit
menular seksual. Untuk variabel sikap terhadap seks bebas diukur
melalui suatu skala, sedangkan untuk mengukur pengetahuan
tentang seks bebas, maka dilakukan tes. Dengan demikian dalam
alat ukur penelitian ini berupa satu skala dan satu tes.
a. Skala Sikap Terhadap Seks Bebas Pada Remaja Akhir
dikembangkan berdasar komponen-komponen sikap yang
dikemukakan oleh Azwar (1998) yang meliputi komponen
kognitif yang menekankan pada pengetahuan dan kepercayaan
subjek, komponen afektif yang menekankan pada emosi dan
perasaan subjek, dan komponen konatif yang menekankan pada
perilaku subjek. Skala sikap terhadap seks bebas pada remaja
akhir terdiri atas 48 butir pernyataan dan disediakan empat
pilihan jawaban dalam setiap pernyataan dan subyek diminta
untuk memilih salah satu dari empat pilihan jawaban. Penilaian
skala berdasarkan dua kelompok itemn-item yang berbentuk
favorable dan unfavorable dengan empat pilihan jawaban yaitu

48
Perpustakaan Unika

Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan


Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun skor untuk setiap jawaban
akan bergerak dari empat sampai satu untuk item yang
berbentuk pernyataan favorable dan bergerak dari satu sampai
empat untuk item yang berbentuk pernyataan unfavorable.
Sebaran butir pernyataan sikap terhadap seks bebas pada remaja
akhir dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel 3
Sebaran Item Sikap Terhadap Seks Bebas
Pada Remaja Akhir
Aspek Seks Bebas

Komponen
Sikap

Jumlah

Biologis

Psikologis

Kognitif

1,25

2,26

3,27

4,28

5,29

6,30

7,31

8,32

Afektif

9,33

10,34 11,35 12,36 13,37 14,38 15,39 16,40

16

Konatif

17,41 18,42 19,43 20,44 21,45 22,46 23,47 24,48

16

Jumlah

Sosial

Moral

b. Tes Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual


Tes pengetahuan digunakan untuk mengetahui apakah subjek
memiliki pengetahuan yang baik tentang penyakit menular
seksual atau tidak. Semakin tinggi skor yang diperoleh
menunjukkan bahwa subjek memiliki pengetahuan yang
semakin baik. Tes pengetahuan tentang penyakit menular
seksual diadopsi dari Dwi Setyowati (2006) berdasar tiga aspek

16

48

49
Perpustakaan Unika

pengetahuan, yaitu aspek penularan, aspek pencegahan, dan


aspek gejala. Sebelum diadopsi, tes pengetahuan tentang
penyakit menular seksual tersebut telah diuji validitas dan
reliabilitasnya.

Pada

pengujian

validitas

diperoleh

nilai

korefisien corrected item total correlation bergerak dari 0,2070,639 dengan p < 0,05. Sedangkan pada uji reliabilitas diperoleh
koefisien alpha cronbach sebesar 0,842, yang menunjukkan
bahwa tes tersebut tergolong reliabel (Dwi Setyowati, 2006).
Tes pengetahuan disusun terdiri atas 30 item pertanyaan dengan
pilihan jawaban benar atau salah. Sebaran item tes tentang
penyakit menular seksual dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4
Sebaran Item Pengetahuan Tentang
Penyakit Menular Seksual
Aspek
Penularan
Pencegahan
Gejala

Nomor Item
2, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 16, 24, 25
1, 13, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 29
4, 5, 9, 12, 14, 21, 26, 27, 28, 30
Jumlah

Jumlah
10
10
10
30

2. Perijinan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian yang harus dipenuhi untuk
dapat melakukan penelitian adalah mendapatkan ijin dari pihak
yang bersangkutan. Pada penelitian ini, langkah awal yaitu peneliti
meminta surat pengantar dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Katolik

Soegijapranata

Semarang,

dengan

nomor

surat

50
Perpustakaan Unika

No.564/B.7.2/FP/IV/2007.

Surat pengantar tersebut sekaligus

digunakan sebagai permohonan ijin untuk mengadakan penelitian.


Setelah ijin tertulis diperoleh kemudian peneliti mengajukan surat
pengantar ke Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga.

C. Pelaksanaan Uji Coba Penelitian


Sebelum melakukan penelitian yang sesungguhnya, peneliti
melakukan uji coba (try out). Hal ini guna memenuhi persyaratan alat
ukur yang mempunyai validitas dan reliabilitas yang baik, skala yang
telah disusun tersebut diuji cobakan pada subyek yang telah ditentukan
sehingga diperoleh hasil yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pengambilan uji coba (try out) penelitian dilakukan pada
tanggal 09 April 2007 dengan subyek mahasiswa kelas A Fakultas
Bahasa dan Sastra Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pada try
out dibagikan skala sejumlah 30 eksemplar dan hanya kembali 29
eksemplar. Kemudian data try out tersebut diuji reliabilitas dan
validitasnya.

D. Uji Validitas dan Reliabilitas


1. Uji Validitas
Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan pada variabel sikap
terhadap seks bebas pada remaja akhir, sedangkan untuk variabel
pengetahuan tentang penyakit menular seksual tidak dilakukan. Hal
ini dikarenakan variabel pengetahuan tentang penyakit menular

51
Perpustakaan Unika

diungkap melalui tes, sehingga hasil akhir (nilai total yang diperoleh
subjek) langsung digunakan sebagai indikator pengetahuan subjek
tentang penyakit menular seksual.
Item dinyatakan valid jika memiliki koefisien validitas (r) >
0,25.

Berdasar uji validitas diperoleh hasil dari 48 item yang

digunakan terdapat 6 item gugur yaitu item nomor 16, 25, 30, 36, 42,
dan nomor 44. sedangkan 42 item dinyatakan valid dengan koefisien
validitas (corrected item total correlation) bergerak dari 0,2598
sampai dengan 0,9357. Hasil uji validitas selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran, sedangkan sebaran item sikap terhadap seks bebas
pada remaja akhir yang valid dan yang gugur dapat dilihat pada
lampiran B dan tabel 5.
Tabel 5
Sebaran Item Valid dan Gugur Sikap Terhadap
Seks Bebas Pada Remaja Akhir
Aspek Seks Bebas
Biologis
Psikologis
Sosial
F
U
F
U
F
U
Kognitif
1,
2, 26 3, 27 4, 28 5, 29 6,
25*
30*
Afektif
9, 33 10, 34 11, 35 12,
13,
14,
36*
37
38
Konatif
17,
18,
19, 43 20,
21,
22,
41
42*
44*
45
46
Jumlah
5
5
6
4
6
5
Keterangan :
Komponen
Sikap

Moral
F
U
7, 31 8, 32
15,
39
23,
47
6

Jumlah
Item
Valid
14

16*,
40
24, 48

14

42

Tanda...* = Nomor item gugur


Selanjutnya item-item yang gugur dalam skala sikap terhadap
seks bebas tersebut dibuang, sedangkan item-item yang valid disebar
kembali untuk digunakan dalam penelitian.

14

52
Perpustakaan Unika

2. Reliabilitas Alat Ukur


Berdasarkan uji reliabilitas

diperoleh koefisien alpha cronbach

sebesar 0,9725. Menurut Nunnaly (dalam Ghozali, 2005), batas


minimal untuk bisa dikatakan reliabel adalah harus memiliki
koefisien alpha minimal 0,6. Dengan demikian, skala sikap terhadap
seks bebas pada remaja akhir tergolong sangat reliabel. Hasil
perhitungan dapat dilihat pada lampiran B.

E. Pelaksanaan Penelitian
Setelah

dilakukan

penghilangan

item

yang

gugur

dan

penyusunan item yang baru, maka dilakukan penelitian pada tanggal 12


April 2007. Pelaksanaan penelitian dilakukan terhadap 60 mahasiswa
kelas B dan C Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga, yang tergolong remaja akhir yang berusia 18-21 tahun
dan belum menikah, dengan tempat di ruang kelas Fakultas Bahasa dan
Sastra Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Ternyata pada
tanggal tersebut telah terkumpul 60 sampel dan dianggap telah cukup
maka pembagian skala dan tes dihentikan.
Pada saat pengisian skala dan tes, peneliti mendampingi subjek
untuk memberikan

penjelasan jika terdapat hal-hal yang kurang

dimengerti oleh subjek. Setelah selesai pengisian, skala dan tes


langsung dikembalikan kepada peneliti, dan secara ringkas peneliti
melakukan pengecekan kelengkapan pengisian skala dan tes. Hal ini
dilakukan agar kejadian pada saat try out tidak terulang kembali, yaitu

53
Perpustakaan Unika

adanya subjek yang tidak lengkap mengisi skala dan tes. Jika diketahui
ada kekuranglengkapan pengisian skala dan tes, maka peneliti langsung
meminta kepada subjek untuk melengkapinya. Dengan cara demikian,
60 skala dan tes yang disebarkan dapat terisi lengkap dan dapat
digunakan sebagai bahan penelitian.

Perpustakaan Unika

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Setelah data terkumpul dan siap diolah dan dianalisis, maka
dilanjutkan dengan melakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji
linearitas. Jika asumsi telah terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji
hipotesis dengan menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson.
Seluruh pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program
komputer SPSS Versi 11.0. Namun sebelumnya akan dipaparkan
statistik deskriptif dari masing-masing variabel yang menggambarkan
keadaan subjek berkaitan dengan variabel yang digunakan.
1. Statistik Deskriptif
Untuk mengetahui keadaan subyek berdasar variabel yang
diteliti, maka berikut dipaparkan deskripsi data hasil pengukuran
masing-masing variabel. Nilai maksimum, minimum, rata-rata dan
standar deviasi masing-masing variabel disajikan pada Tabel
berikut:
Tabel 6
Statistik Deskriptif Variabel Pengetahuan Tentang Penyakit
Menular Seksual dan Sikap Terhadap Seks Bebas
Descriptive Statistics
N
Sikap Terhadap Seks
Bebas
Pengetahuan Tentang
Penyakit Menular Seksual
Valid N (listwise)

Minimum

Maximum

60

42,00

131,00

70,3667

21,86163

60

12,00

26,00

19,2667

3,06907

60

54

Mean

Std. Deviation

55
Perpustakaan Unika

Dari Tabel 6 diatas diketahui bahwa jumlah sampel sebanyak


60 subyek dengan skor minimal untuk variabel sikap terhadap seks
bebas sebesar 42, skor maksimal 131, nilai rata-rata sebesar 70,367
dengan standar deviasi sebesar 21,861. Sedangkan untuk variabel
Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual skor yang diperoleh
bervariasi dari skor terendah sebesar 12 hingga skor tertinggi sebesar
26 skor rata-rata sebesar 12,26 dengan standar deviasi sebesar 3,06.
Untuk mengukur tinggi rendahnya Sikap terhadap seks bebas dan
pengetahuan tentang penyakit menular seksual dari subyek yang
diteliti maka digunakan interval sebagai berikut:

i=

Skor tertinggi Skor Terendah


Banyaknya kategori

a. Pengukuran Sikap Terhadap Seks Bebas


Skala

sikap

terhadap

seks

bebas

yang

digunakan

mempunyai item sahih sebanyak 42 item dengan penilaian setiap


item dilakukan dengan memberikan angka berjenjang dari nilai 1
hingga 4 menurut jenis itemnya favorable dan unfavorable.
Sehingga skor tertinggi dan terendah dapat dihitung sebagai
berikut:
Skor tertinggi

: 4 x 42 = 168

Skor terendah

: 1 x 42 = 42

Berdasarkan rumus interval di atas dapat diperoleh nilai


interval sebesar 25,2 sehingga dapat dibuat kategori sebagai
berikut :
142,8 x 168

: sangat tinggi

117,6 x < 142,8

: tinggi

56
Perpustakaan Unika

92,4 x < 117,6

: sedang

67,2 x < 92,4

: rendah

42 x < 67,2

: sangat rendah

Frekuensi dan prosentase hasil pengukuran variabel sikap


terhadap seks bebas berdasarkan kategori tersebut disajikan pada
Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7
Hasil Pengukuran Variabel Sikap Terhadap Seks Bebas
Skor
Kategori
Frekuensi
142,8 x 168 Sangat tinggi
0
117,6 x <142,8 Tinggi
3
92,4 x < 117,6 Sedang
6
67,2 x < 92,4 Rendah
18
42 x < 67,2
Sangat rendah
33
Jumlah
60
Mean = 70,36
SD = 21,86
Min = 42
x = skor variabel Sikap Terhadap Seks Bebas

Prosentase
0%
5%
10%
30%
55%
100%
Max = 131

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa 5% subyek dalam


penelitian ini memiliki skor Sikap Terhadap Seks Bebas yang
berada pada kategori tinggi, 10% tergolong sedang, 30%
tergolong rendah, 55% tergolong sangat rendah dan tidak ada
satu pun subyek yang berada pada kategori sangat tinggi. Secara
umum, Sikap Terhadap Seks Bebas subyek berada pada kategori
rendah yang terlihat dari rata-rata empirik skor Sikap Terhadap
Seks Bebas sebesar 70,36 yang tergolong dalam kategori rendah
dengan standar deviasi (SD) sebesar 21,86.
b. Pengukuran Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual
Tes pengetahuan tentang penyakit menular seksual yang
digunakan mempunyai item sebanyak 30 item dengan penilaian 0

57
Perpustakaan Unika

(nol) dan 1, jika jawaban subyek benar maka diberi nilai 1, dan
jika salah diberi nilai 0, sehingga skor tertinggi yang
dapatdiperoleh subyek adalah 30 (dari 1 x 30) dan skor terendah
adalah 0.
Berdasarkan rumus interval diatas dapat diperoleh nilai
interval sebesar 6 sehingga dapat dibuat kategori sebagai berikut :
24 x 30

: sangat tinggi

18 x < 24

: tinggi

12 x < 18

: sedang

6 x < 12

: rendah

0x<6

: sangat rendah

Frekuensi dan prosentase hasil pengukuran variabel


Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual berdasarkan
kategori tersebut disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8
Hasil Pengukuran Variabel Pengetahuan Tentang Penyakit Menular
Seksual
Skor
24 x 36

Kategori Frekuensi
Prosentase
Sangat
5
8%
tinggi
18 x < 24
Tinggi
38
63 %
12 x < 18
Sedang
17
28 %
6 x < 12
Rendah
0
0%
0x<6
Sangat
0
0%
rendah
Jumlah
60
100%
Mean = 19,26
SD = 3,069
Min = 12
Max = 26
x = skor variabel Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa 8% subyek dalam
penelitian ini memiliki skor Pengetahuan Tentang Penyakit

58
Perpustakaan Unika

Menular Seksual yang sangat tinggi, 63% subyek memiliki skor


Pengetahuan Tentang Penyakit Menular Seksual yang tinggi,
28% tergolong sedang, dan tidak satu pun yang berada pada
kategori rendah dan sangat rendah. Secara umum, Pengetahuan
Tentang Penyakit Menular Seksual berada pada kategori tinggi
yang terlihat dari rata-rata empirik skor Pengetahuan Tentang
Penyakit Menular Seksual adalah sebesar 19,26 yang tergolong
dalam kategori tinggi.

2. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov Test (K-Z). Berdasar
hasil uji normalitas yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai
berikut :
1) Variabel Sikap terhadap Seks Bebas Pada remaja akhir,
diperoleh K-Z sebesar 0,861 dengan p sebesar 0,448.
Oleh karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
variabel sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir
berdistribusi normal.
2)

Variabel

Pengetahuan

Tentang

Penyakit

Menular

Seksual, diperoleh K-Z sebesar 0,990 dengan p sebesar


0,281. Oleh karena p > 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa data variabel pengetahuan tentang penyakit
menular seksual berdistribusi normal.

59
Perpustakaan Unika

Berdasar uji normalitas diketahui kedua variabel


memiliki distribusi data yang normal, maka penggunaan alat
statitsik parametrik (korelasi product moment) sebagai alat uji
hipotesis dapat dibenarkan. Hasil uji normalitas secara
lengkap dapat dilihat pada lampiran E.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dalam penelitian ini menggunakan uji F
beda (Fliner). Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F beda
sebesar 15,9 dengan p sebesar 0,000. Oleh karena p < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linear
antara sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir dengan
pengetahuan tentang penyakit menular seksual. Adanya
hubungan yang linear ini menunjukkan bahwa penggunaan uji
korelasi sebagai alat uji hipotesis dapat dibenarkan. Hasil uji
linearitas secara lengkap dapat dilihat pada lampiran E.

3. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini, hipotesis yang hendak diuji adalah ada
hubungan yang negatif antara sikap terhadap seks bebas pada remaja
akhir dengan pengetahuan tentang penyakit menular seksual. Untuk
menguji hipotesis tersebut, maka digunakan alat uji berupa korelasi
product moment. Berdasar uji korelasi product moment maka
diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar -0,457 dengan p sebesar
0,000. Oleh
signifikan.

karena p < 0,05 maka koefisien korelasi tersebut


Adanya

tanda

negatif

pada

koefisien

korelasi

60
Perpustakaan Unika

menunjukkan bahwa hubungan antara sikap terhadap seks bebas


pada remaja akhir dengan pengetahuan tentang penyakit menular
seksual adalah negatif. Artinya semakin baiknya pengetahuan remaja
tentang penyakit menular seksual, maka akan semakin negatif sikap
terhadap seks bebas. Dengan demikian hipotesis yang diajukan
diterima. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.

B. Pembahasan
Berdasar uji korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi
sebesar -0,457 dengan p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara sikap terhadap seks bebas pada remaja
akhir dengan pengetahuan tentang penyakit menular seksual adalah
negatif. Semakin baik pengetahuan remaja tentang penyakit menular
seksual, maka akan semakin negatif sikap remaja akhir terhadap seks
bebas. Dan sebaliknya semakin rendah pengetahuan remaja tentang
penyakit menular seksual, maka akan semakin positif dukungan remaja
terhadap seks bebas. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa sikap
remaja akhir terhadap seks bebas adalah rendah, artinya sikap remaja
akhir tidak mendukung adanya seks bebas. Sedangkan hasil dari
pengetahuan remaja akhir terhadap penyakit menular seksual adalah
tinggi. Didapatkannya hasil yang seperti ini artinya remaja mempunyai
aspek-aspek sikap yang tinggi, dan remaja telah mengerti resiko yang
ditimbulkan dari melakukan hubungan seks bebas. Dengan demikian
bahwa pengetahuan remaja akhir terhadap penyakit menular seksual
akan mempengaruhi sikap remaja akhir tersebut terhadap seks bebas.

61
Perpustakaan Unika

Hal ini dapat dilihat apakah remaja akhir tersebut bersikap positif atau
negatif terhadap seks bebas.
Adanya hubungan yang negatif antara sikap terhadap seks bebas
pada remaja akhir dengan pengetahuan tentang penyakit menular seksual
mungkin disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki remaja mampu
membentuk perilaku remaja. Dengan adanya pengetahuan yang baik,
remaja menjadi tahu tentang bahaya yang ditimbulkan oleh seks bebas
sehingga dengan adanya kesadaran terhadap bahaya ini akan
memunculkan sikap negatif (menolak) terhadap seks bebas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Fishbein dan Ajzen (dalam Saraswati, 2000,
h.3), yang mengatakan bahwa perilaku terbentuk melalui adanya
pengetahuan. Pengetahuan akan memiliki dampak positif dan negatif.
Secara teoritis bila dampak negatif lebih banyak dari dampak positif
maka sikap negatif akan muncul. Dampak negatif yang dimaksud disini
adalah resiko tertularnya penyakit seksual akibat seks bebas.
Sikap dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan timbul
apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki
timbulnya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk
respon yang dinyatakan sebagai sikap itu disadari pada proses evaluasi
dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai terhadap stimulus
dalam bentuk baik atau buruk, positif atau negatif, suka atau tidak suka,
menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal
sebagai potensi relasi terhadap objek sikap (Azwar, 1998, h. 5).
Remaja yang mempunyai pengetahuan tentang penyakit menular
seksual akan menolak dan tidak akan melakukan seks bebas, tetapi jika

62
Perpustakaan Unika

remaja tidak mempunyai pengetahuan penyakit menular seksual maka


sikap remaja terhadap seks bebas akan mendukung dan akan melakukan
seks bebas sehingga kemungkinan yang terjadi adalah akan mengulangi
perilaku tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Skinner (1953) yang mengatakan bahwa dengan memberikan suatu
ganjaran positif, suatu perilaku akan ditumbuhkembangkan, sedangkan
jika diberikan ganjaran negatif, suatu perilaku akan dihambat.
Berdasar uji korelasi diketahui pula besarnya sumbangan efektif
(SE) pengetahuan tentang penyakit menular seksual dengan sikap
terhadap seks bebas pada remaja akhir sebesar 20,8% yang diperoleh
dengan cara mengkuadratkan

koefisien korelasi yang diperoleh.

Sumbangan efektif ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang


penyakit menular seksual mampu menjelaskan variasi sikap terhadap
seks bebas remaja akhir sebesar 20,8% dan selebihnya 79,2% dijelaskan
oleh faktor lain. Krech dan Crutchfield (dalam Sears, 1985, h.120)
mendefinisikan sikap sebagaiorganisasi yang bersifat menetap dari
proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai
beberapa aspek dunia individu. Menurut Secord dan Backman (1988)
sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (efeksi), pemikiran
(kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu
aspek di lingkungan sekitarnya. Katz dan Scoetland dan Smith (Azwar,
1988, h.46) menganggap bahwa konsepsi respon-respon sikap yang
bersikap kognitif, afektif dan konatif bukan sekedar cara klasifikasi
definisi sikap melainkan suatu telaah yang lebih mendalam. Bagi para
ahli ini masing-masing aspek tersebut memang merupakan komponen

63
Perpustakaan Unika

yang konstrak teoritiknya berbeda satu sama lain. Sikap merupakan


suatu konstrak yang terdiri atas kognisi, afeksi dan konasi. Sarwono
(1988, h.137) mengatakan bahwa seks bebas adalah hubungan yang
didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan
sesama jenis. Lebih lanjut dikatakan bahwa seks bebas adalah cara
bersenggama yang dilakukan pada pasangannya

tanpa

ikatan

perkawinan. Seks bebas juga diartikan bagaimana cara berpacaran,


pengetahuan tentang alat kelamin dan cara memikat hati pria dan
wanita. Sedangkan menurut Alam (1992, h.59) hubungan seks bebas
adalah perbuatan zinah karena dilakukan antara kaum pria dan kaum
wanita yang tidak terikat oleh perkawinan yang sah. Biasanya perzinahan
ini dilakukan oleh mereka yang mendambakan kebebasan seks atau
istilah asingnya free sex. Maka sikap terhadap seks bebas merupakan
kesiapan bereaksi (dalam hal afeksi, kognisi dan konasi) dengan caracara tertentu yang meliputi perasaan suka atau tidak suka, setuju atau
tidak setuju untuk melakukan hubungan seks bebas, yaitu berhubungan
intim yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis,
maupun sesama jenis, dengan cara bersenggama yang dilakukan pada
pasangan tanpa ikatan perkawinan atau hubungan seksual secara bebas
dengan banyak orang yang dilakukan atas dasar suka sama suka.
Menurut Azwar (1998, h.30-38), faktor yang turut mempengaruhi
sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap
penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan
lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional. Sedangkan Latif
(2006) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi seks bebas

64
Perpustakaan Unika

diantaranya adalah akibat atau pengaruh mengkonsumsi berbagai


tontonan. Hal-hal yang remaja tonton akan mempengaruhi pembentukan
perilaku mereka, terutama tayangan film dan sinetron, baik film yang
ditonton di layar kaca maupun film yang ditonton di layar lebar. Filmfilm yang laris di pasaran bukan karena mutu pembuatan filmnya akan
tetapi lebih karena film tersebut menjual kehidupan remaja, bahkan
sangat mengeksploitasi kehidupan remaja. Film tersebut diminati oleh
banyak remaja, karena banyak mempertontonkan adegan-adegan syur
dengan membawa pesan-pesan gaya pacaran yang sangat berani, dan
secara terang-terangan melanggar norma sosial kemasyarakatan, apalagi
norma agama. Akibatnya, remaja mencontoh gaya pacaran yang mereka
tonton di film dan akhirnya pacaran yang dibumbui dengan seks
bebaspun menjadi kebiasaan yang populer di kalangan remaja.
Hal kedua yang menjadi penyebab seks bebas di kalangan remaja
adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
pergaulan. Lingkungan keluarga yang dimaksud adalah cukup tidaknya
pendidikan agama yang diberikan orangtua terhadap anaknya. Cukup
tidaknya kasih sayang dan perhatian yang diperoleh sang anak dari
keluarganya. Cukup tidaknya keteladanan yang diterima sang anak dari
orangtuanya, dan lain sebagainya yang menjadi hak anak dari
orangtuanya. Jika tidak, maka anak akan mencari tempat pelarian di
jalan-jalan serta di tempat-tempat yang tidak mendidik mereka. Anak
akan dibesarkan di lingkungan yang tidak sehat bagi pertumbuhan
jiwanya. Anak akan tumbuh di lingkungan pergaulan bebas.

65
Perpustakaan Unika

Dalam lingkungan pergaulan remaja, ada istilah yang kesannya


lebih mengarah kepada hal negatif ketimbang hal yang positif, yaitu
istilah Anak Gaul. Istilah ini menjadi sebuah ikon bagi dunia remaja
masa kini yang ditandai dengan nongkrong di kafe, mondar-mandir di
mal, memahami istilah bokul, gaya fun, berpakaian serba sempit dan
ketat kemudian memamerkan lekuk tubuh, dan mempertontonkan bagian
tubuhnya yang seksi. Sebaliknya mereka yang tidak mengetahui dan
tidak tertarik dengan hal yang disebutkan tadi, akan dinilai sebagai
remaja yang tidak gaul dan kampungan. Akibatnya, remaja anak gaul
inilah yang biasanya menjadi korban dari pergaulan bebas, di antaranya
terjebak dalam seks bebas.

Perpustakaan Unika

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat hubungan yang negatif dan signifikan sikap terhadap seks

bebas pada remaja akhir dengan pengetahun tentang penyakit


menular seksual yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar 0,475 dengan p < 0,05. Hal ini berarti semakin baiknya pengetahuan
remaja tentang penyakit menular seksual, maka akan semakin negatif
sikap terhadap seks bebas dan sebaliknya semakin rendahnya
pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual maka akan
semakin positif sikap remaja terhadap seks bebas. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan di terima.
2. Sumbangan efektif pengetahuan tentang penyakit menular seksual

dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja akhir sebesar 20,8%
dan selebihnya sebesar 79,2% di pengaruhi oleh faktor yang tidak
diteliti. Faktor tersebut antara lain pengaruh mengkonsumsi berbagai
tontonan film porno, ligkungan, pengalaman pribadi, kebudayaan,
lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor
emosional.

66

67
Perpustakaan Unika

B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang negatif dan signifikan sikap terhadap seks
bebas pada remaja akhir dengan pengetahuan tentang penyakit menular
seksual, maka peneliti mencoba memberikan saran kepada beberapa
pihak. Hal ini karena masalah seks bebas adalah tanggung jawab
bersama seluruh lapisan masyarakat.
1. Bagi Remaja
Hendaknya remaja meningkatkan pengetahuan

tentang

berbagai penyakit menukar seksual, mulai dari gejala, penularan,


pencegahan, dan semua yang terkait dengan penyakit menular
seksual, agar dapat terhindar dengan tertularnya penyakit menular
seksual. Hendaknya remaja segera menjauhkan diri dari faktorfaktor yang dapat meningkatkan syahwatnya, seperti tontonantontonan porno, berpacaran yang tidak sehat, lingkungan pergaulan
bebas. Sebaliknya remaja segera mempersiapkan diri menyongsong
masa depan yang penuh dengan tantangan dengan cara belajar yang
tekun, mencari teman dan lingkungan yang baik, mengisi waktu
luang dengan aktifitas positif, dan memperbanyak belajar dan
mengamalkan ilmu-ilmu agama. Jangan sampai masa depan hancur
dengan berbagai penyakit menular seksual melekat ditubuhnya
hanya gara-gara kesenangan sesaat.
2. Bagi Orang Tua
Orang tua sebagai penanggung jawab utama terhadap
kemuliaan perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga

68
Perpustakaan Unika

yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga harus


dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Keteladanan orang tua juga merupakan faktor penting dalam
menyelamatkan moral anak. Orang tua yang gagal memberikan
teladan yang baik kepada anaknya, umumnya akan menjumpai
anaknya dalam kemerosotan moral dalam berperilaku.

Perpustakaan Unika

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D. 1986. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta :


Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Alam, G.M.S. 1992. Pendidikan Seks. Semarang : Aneka Ilmu.
Azwar, S. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :
Liberty.
______. 1992. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Offset.
Bernadib, I. 1984. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta :
Yayasan Penerbit FIP IKIP.
Fawzia, 2003. Kalau Kecelakaan itu Terjadi. Tabloid Cita Cinta 8 Februari.
Gunarsa, S.D dan Gunarsa, Y.S.D. 1991. Psikologi Praktis : Anak, Remaja,
dan Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia.
Hadi. S. 2000. Metodologi Research 1. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan
Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Edisi 5. Alih Bahasa Istiwidayanti dan
Soejarwo. Jakarta : Erlangga.
______. 1997. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Jersild, A.T, Brooks, J.S, Brooks, D.W. 1978. The Psychology of
Adolescence. Third Edition. New York. Maemillan Publishing Co,
Inc.
Jufri, Muhammad. 2007. Intensitas Mengakses Situs Seks Dan Permisivitas
Perilaku Seksual Remaja. http://www.litbangda-sulsel.go.id.
Latif,

Dasad.
2006.
http://www.fajar.co.id.

Mengatasi

Perilaku

Kartono, K. 1988. Psikologi Remaja. Jakarta : CV. Rajawali.

69

Seks

Bebas.

70
Perpustakaan Unika

______. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormal Seksual. Bandung :


Mandar Maju.
Kumara, R. 2003. Sikap Remaja terhadap Pelacuran ditinjau dari
Pengetahuan tentang Resiko Penyakit Menular Seksual. Skripsi
(tidak diterbitkan). Semarang : Universitas Katolik Soegijapranata.
Kusala, E. 2000. Sikap Remaja Terhadap Hubungan Pranikah ditinjau dari
Tipe Kepribadian. Skripsi : Semarang : Universitas Katolik
Soegijapranata.
Loekmono, J.T.L. 1988. Seksualitas, Pornografi, Pernikahan. Semarang :
Satya Wacana.
Mahmud, D.L. 1989. Teori-teori Kepribadian. Edisi II. Bandung : PT.
Eresco.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Moemsasiati, I. 2001. Sikap Karyawan terhadap Seks Bebas ditinjau dari
Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin. Skripsi : Semarang :
Universitas Katolik Soegijapranata.
Nashori. 7 Maret 1997. Meningkatkan Penalaran Sosial-Moral Remaja.
Suara Pembaharuan.
Nunuk dan Ririn. 1996. PMS dan HIV / AIDS. Jakarta : BKKBN.
Nurkanca, W. 2001. Perkembangan Jasmani dan Kejiwaan. Surabaya :
Usaha Nasional.
Pangkahila, W. Seks Bebas, Aborsi, dan HIV / AIDS. Dalam Makalah
Diskusi di Balairung Utama, UKSW. 8 November 2004. Salatiga.
Saraswati. 2000. Hubungan Antara Pengetahuan Penyakit Menular Seksual
dengan Kecenderungan Perilaku Seks Bebas pada Remaja. Jurnal
Psikologi. Volume V. 4-13.
Sarwono, S.W. 1988. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : Penerbit NV.
Bulan.
_______. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

71
Perpustakaan Unika

Surtiretno, N. 2001. Bimbingan Seks Bagi Remaja. Jakarta : PT. Remaja


Rosda Karya.
Susanto, O. 2003. Hubungan Antara Sikap Terhadap Mitos Seksual dengan
Perilaku Pada Suami. Skripsi. Semarang : Universitas Katolik
Soegijapranata.
Thornburg, H.D. 1982. Development in Adolescene. California :
Wadsworth.
Walgito, B. 1980. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada.
Widowati, T.A. 2001. Sikap terhadap Hubungan Seksual Pranikah ditinjau
dari Pendidikan Seksual yang Diterima. Skripsi. Semarang :
Universitas Katolik Soegijapranata.
Yanuar. 2 Desember 1996. AIDS dan Akhir Seks Bebas. Suara Karya. No.
7033 hal. 5.
Zuhdi, H. Masjfuk. 29 Desember 1995. Remaja dan Problematika dalam
Kehidupan Modern. Surya.

Anda mungkin juga menyukai