BLOK TRAUMATOLOGI
SKENARIO I
SESAK NAFAS DAN PATAH TULANG SETELAH KECELAKAAN
KELOMPOK XII
Agil NoviarAlvirosa
G0012006
Alexander Adi A. U.
G0012010
ArinaSabilaHaq
G0012026
Dessy Rachmawati
G0012056
G0012060
MasyolaGusta A.
G0012128
Meda Mitasari
G0012130
Muhammad Mardhiya A.
G0012138
G0012146
Nopriyan Pujokusuma
G0012152
ReinitaVany
G0012176
Soraya Sahidha
G0012214
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
BAB I
SKENARIO
Skenario I
Sesak Nafas dan Patah Tulang Setelah Kecelakaan
Saat sedang bertugas jaga IGD, dokter jaga TRIAGE mendapat pasien korban kecelakaan
lalu-lintas seorang laki-laki berusia 35 tahun diantar oleh patroli polisi lalu lintas. Pasien
sadar, mengeluh nyeri dada, sesak nafas yang semakin bertambah, dan bahu kiri terasa nyeri.
Dokter dibantu perawat segera melakukan primary survey dan secondary survey.
Menurut keterangan pengantar, 3 jam SMRS pasien membonceng sepeda motor dengan
kecepatan tinggi, menabrak pohon ketika menghindari hewan yang melintas. Penderita
terjungkal dan jatuh dari motor, dada terbentur stang motor dan nyeri pada bahu sebelah kiri.
Dari pemeriksaan fisik, kesadaran GCS 15. Nafas cepat dan dangkal, suara tambahan tidak
didapatkan (gurgling -, snoring -). Vital sign: Nadi 120x/menit, tekanan darah 90/70 mmHg,
suhu 37oC, RR 32x/menit.
Terdapat jejas pada hemithorax kanan, pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi hipersonor,
auskultasivesiculer menurun, emfisema sub cuti (+).
Regio bahu kiri terdapat jejas (+), perdarahan aktif (-), oedem (+), deformitas (+), nyeri tekan
(+) dan krepitasi (+). Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan imobilisasi.
Dokter IGD menduga adanya pneumothoraxventil kanan dan berencana untuk melakukan
thorakosintesis segera. Keluarga pasien belum ada yang datang. Sambil menunggu keluarga,
dokter melakukan informedconsent, permintaan cek lab darah dan radiologi.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Diskusi
Jump 1
1. Primary & secondarysurvey merupakan pemeriksaan pada pasien trauma, primary
survey merupakan pemeriksaan dasar meliputi Airways, breathing dan circulation.
Sedangkan secondary survey merupakan pemeriksaan terhadap kemungkinan
kerusakan lebih lanjut akibat trauma yang dialami
2. Triage pengelompokan korban berdasar berat ringan penyakit, prioritas penanganan
dan pemindahan.
3. Gorgling seperti suara berkumur akibat adanya cairan di jalur napas
4. Snoring suara seperti mengorok/mendengkur akibat adanya sedikit obstruksi
5. Jejas trauma/luka
6. Krepitasi suara karena gesekan sendiri berbunyi kerek-krek
7. Pneumothorax keadaan terdapatnya udara bebas di cavum pleura
8. Emphisemasubkutis adanya udara di jaringan subkutis
9. Auskultasi vaskuler menurun adanya peningkatan volume sehingga menghambat
terkembangnya paru/compliance
Jump 2
1. Apakah yang dilakukan dokter saat primary survey dan secondary survey(Vany)
2. Mengapa pasien nyeri dada, sesak nafas dan indikasinya apa? (Agil)
3. Apakah tujuan dilakukannya imobilisasi? (Masyola)
4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan yang dilakukan? (Agil)
5. Mengapa terdapat jejas dan pengembangan dada kanan tertinggal? (Agil)
6. Mengapa perlu dilakukan triage? Apa tujuan dan manfaatnya?(Dessy)
7. Mengapa dilakukan cek lab untuk darah? Dan meliputi apa saja?
8. Informconsent untuk pasien apa bila keluarga belum datang?(Aghfa)
9. Sejauh mana tindakan dokter triage sebelum melakukan informedconsent? (Aghfa)
10. Apa saja yang dilakukan polisi patroli? (Vany)
11. Mengapa dilakukan thoracocentesis? Apa indikasinya? Dan kontra indikasi? (Aya)
Jump 3
1. Bagaimanakah prinsip penanganan pasien trauma thoraxemergencybagi kalangan
medismaupun orang awamdan bagaimanakah aspek medikolegalnya? (1, 3, 8, 9, 10)
2. Mengapa pasien nyeri dada, sesak nafas dan indikasinya apa?
3. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan yang dilakukan?
4. Mengapa jejas dan pengembangan dada kanan tertinggal?
5. Mengapa perlu dilakukan triage? Apa tujuan dan manfaatnya
6. Mengapa dilakukan cek lab untuk darah? Dan meliputi apa saja?
7. Mengapa dilakukan thoracocentesis? Apa indikasinya? Dan kontra indikasi?
Primary survey
-
Jump 4
Laki-laki 35 th,
lakalantas
Keadaan Umum
GCS 15
RR meningkat
(32x/menit);
tekanan darah
90/70 mmHg
Penanganan
awal
imobilisasi
medikolegal?
triage
warna Merah
suspek
pneumotorax
Terapi?
pengembangan
dada kanan
tertinggal
Jump 5
Lo:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jump 7
1. Aspek mediko legal traumatologi
a. Informedconsent? Bisa tertulis bisa lisan
2. Emfisema subkutis
a. Tanda
i. Ada udara subcutan
ii. Dera intrathorax
iii. Diikuti pneumothorax dan pneumomediastinum dan Vistula
b. Kondisi penyebab
i. Trauma tumpul
ii. Komplikasi tindakan medis
c. Manifestasi klinis(wheezing dan bengkak)
d. Berbeda dengan empiema ditandai adanya nanah pada empiema karena
infeksi
e. Terdapat gelembung ricecrispy krepitasi
f. Penatalaksanaan kateter subcutan
g. Bukan suatu kegawatdaruratan
3. Jenis-jenis pneumothorax
a. Pneumothorax spontan
i. Tiba-tiba tanpa sebab - spontan
1. Primer tanpa ada suatu penyakit yang mendasari
2. Sekunder ada penyakit yang mendasari
ii. Trauma
1. Karena trauma tumpul (noniatrogenik
2. Iatrogenik
a. Accidental kesalahan tindakan medis
b. artifisial
b. Simpel pneumothorax pneumothorax tertutup
c. Pneumothorax terbuka
d. Pneumothoraxtension
Tinjauan Pustaka
1.
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
Rumusan delik penganiayaan menyebutkan antara lain bahwa luka derajat dua
akan terpenuhi bila pekerjaan atau jabatan korban menjadi terganggu.
Walaupun masih terdapat kontroversi dalam penentuan kualifikasi luka
dengan mempertimbangkan jenis pekerjaan korban, namun pada umumnya
para dokter cenderung sepakat untuk tidak mempertimbangkan hal tersebut di
masa mendatang. Mereka lebih cenderung menggunakan rumusan ada atau
tidak adanya penyakit dalam menentukan kualifikasi luka karena hal tersebut
masih dalam lingkup kompetensi seorang dokter di bidang medis.
Hal-hal yang mempengaruhi penentuan kualifikasi luka adalah regio anatomis
yang terkena trauma. Sebagai contoh, apabila regio leher terkena trauma,
walaupunpun kecil akibat yang nampak, namun terdapat kecenderungan untuk
memberikan kualifikasi luka yang lebih berat. Hal itu disebabkan karena pada
daerah leher terdapat organ-organ yang vital bagi kehidupan, seperti arteri
karotis, vena jugularis, serta saluran pernafasan. Kekerasan pada daerah wajah
dan daerah kepala lainnya juga dipertimbangkan sebagai faktor yang ikut
meningkatkan kualifikasi luka. Walaupun beberapa responden memperhatikan
nilai laboratorium termasuk peningkatan leukosit pada salah satu kasus,
namun pada umumnya faktor-faktor fisiologis yang terjadi akibat trauma
seperti reaksi inflamasi sistemik (systemic inflamatory response syndrome),
respons neurologik, fisiologik, dan metabolik belum mendapatkan perhatian
khusus dalam menentukan kualifikasi luka.
Penganiayaan ringan tidak mengakibatkan luka atau hanya mengakibatkan
luka ringan yang tidak termasuk kategori penyakit dan halangan
sebagaimana disyaratkan dalam pasal 352 KUHP. Contoh luka ringan atatu
luka derajat satu adalah luka lecet yang superfisial dan berukuran kecil atau
memar yang berukuran kecil. Lokasi lecet atau memar tersebut perlu
diperhatikan oleh karena lecet atau memar pada beberapa lokasi tertentu
mungkin menunjukkan cedera bagian dalam tubuh yang lebih hebat dari yang
terlihat pada kulit. Luka lecet atau memar yang luas dan derajatnya cukup
parah dapat saja diartikan sebagai bukan sekedar luka ringan. Luka atau
keadaan cedera yang terletak di antara luka ringan dan luka berat dapat
dianggap sebagai luka sedang.
Peraturan
Menteri
290/MENKES/PER/III/2008
Kesehatan
tentang
Republik
Persetujuan
Indonesia
Tindakan
No.
Medik,
Permenkes
mengggugurkan
Permenkes
No.
290/MENKES/PER/III/2008
sebelumnya
yaitu
pada
sekaligus
Permenkes
No
Kedokteran
dan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Penilaian
a)
b)
Pengelolaan airway
a)
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal inline immobilisasi
Fiksasi leher
2)
Evaluasi
Penilaian
a)
Pengelolaan
a)
e)
3)
Evaluasi
Penilaian
a)
Pengelolaan
a)
f)
Cegah hipotermia
Evaluasi
4) Disability
a.
b.
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda
tanda lateralisasi
c.
5) Exposure/Environment
a. Buka pakaian penderita
b. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
Secondary survey
1.
Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
S : Symptoms atau gejala
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada secondary survey meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, pupil, kepala, maksilofasial, leher, toraks, abdomen/pinggang, pelvis,
medula spinalis, kolumna vertebralis, ekstremitas. Masing-masing aspek
dilakukan identifikasi trauma terlebih dahulu, kemudian penilaian dengan
pemeriksaan fisik, kemudian temuan klinis dari pemeriksaan fisik dikonfirmasi
dengan pemeriksaan lanjutan sesuai dengan aspek.
Untuk pemeriksaan dibawah ini harus dilakukan tidak boleh lebih dari 3 menit
setelah terjadi trauma, yaitu :
1. Kepala : cek adanya deformitas, perdarahan, dan tanda perlukaan lain.
Pemeriksaan pada kepala meliputi mata, telinga, hidung dan mulut,
2. Leher : cek adanya deformitas pada servikal
3. Dada : cek adanya fraktur dan perlukaan benda tajam maupun tumpul.
4. Abdomen : cek adanya perlukaan benda tajam maupun tumpul, bengkak, dan
nyeri.
5. Pelvis : cek adanya fraktur dan deformitas.
6. Genital : cek adanya cairan yang mengalir dari saluran urogenital apakah ada
perdarahan atau inkontinensia.
7. Ekstremitas bawah : cek adanya perdarahan, fraktur, bengkak, nyeri, dan
denyut.
8. Ekstremitas atas : cek adanya perdarahan, fraktur, bengkak, nyeri, dan
denyut.
3.
Triage
Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan
tingkat kegawatan dan prioritas penanganan pasien (DepKes RI, 2005). Sistem
triage merupakan salah satu penerapan sistem manajemen risiko di unit gawat
darurat sehingga pasien yang datang mendapatkan penanganan dengan cepat dan
tepat sesuai kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia.
Triage juga membantu mengatur pelayanan sesuai dengan alur pasien di unit
gawat darurat. Tujuan dilakukan Triage adalah menangani korban/pasien dengan
cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
Triage dibagi menjadi dua, yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah Sakit
(RS). Untuk triage dalam Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau
dokter instalasi gawat darurat dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang
first responder (yang pertama kali menangani bencana) menguasai triage.
Tingkat Prioritas Dalam Triage :
a) Prioritas I : warna merah untuk kondisi gawat darurat dan biru untuk
kondisi
gawat
darurat
dan
membutuhkan
resusitasi
(sangat
Secondary survey (Head to Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, III,0 dan
selanjutnya
Metode yang biasa dipakai yaitu START (Simple Triage and Rapid
Treatment). Sistem ini dilakukan oleh penolong dalam 60 detik atau kurang
untuk tiap korban, dan mencakup pemeriksaan Respirasi, Sirkulasi, dan Status
Mental.
4.
Cedera langsung
Misalnya pada hepar atau limpa yang menerima benturan langsung sehingga
terjadi ruptur atau laserasi, tergantung besarnya gaya yang diterima organ ini.
Cedera akselerasi-deselerasi
Timbul saat bagian yang menstabilkan organ seperti pedikel ginjal,
ligamentum teres, aorta desenden, sudah berhenti bergerak semnetara organ
yang mobile masih bergerak ke depan, contohnya ginjal, limpa, jantung, dan
arkus aorta.
Cedera kompresi
Terjadi jika tubuh bagian depan sudah berhenti bergerak namun bagian
dalamnya masih bergerak. Organ-organ (umumnya paru dan organ abdomen)
akan terjepit oleh bagian belakang dinding thorakoabdominal dan kolumna
vertebralis. Contohnya pada benturan frontal pengemudi dan pengemudi tanpa
seatbelt.
Trauma dada atau trauma thorax adalah kondisi terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada thorax yang menyebabkan abnormalitas bentuk pada rangka
thorax, sehingga menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam
thorax seperti jantung dan paru-paru, menyebabkan beberapa kondisi patologis
seperti hematothorax, pneumothorax, tamponade jantung, dan sebagainya.
Etiologi trauma thorax adalah sebagai berikut:
Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
menyebabkan Flail Chest, yaitu segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada karena fraktur pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen iga yang mengambang
menyebabkan gangguan pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius.
Trauma thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lebih buruk daripada
yang diakibatkan oleh trauma tumpul. Benda tajam dapat langsung menusuk dan
menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan menembus
organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada
rongga dada atau hemothorax, dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan tekanan di dalam rongga thorax maupun rongga pleura jika tertembus.
Akibatnya akan muncul dalam waktu relatif singkat seperti Pneumothorax, penurunan
ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan gagal jantung.
Manifestasi klinik dari trauma thorax yaitu:
Dyspnea, takipnea
Takikardi
Kemungkinan sianosis
Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
5.
Syok
a.
Definisi
Syok merupakan gangguan sistem sirkulasi yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara volume darah dengan lumen pembuluh darah
sehingga perfusi dan oksigenasi ke jaringan tidak adekuat.
b. Macam-macam Syok
Berdasarkan sumber penyebabnya terdapat 5 macam syok, yaitu
1) Syok hipovolemik
Syok hipovolumik meruakan syok yang disebabkan oleh hilangnya
cairan/plasma (luka bakar, gagal ginjal, diare, muntah), kehilangan darah
(cedera parah, pasca operasi).
2) Syok anafikaltik
Syok anafilaktik merupakan syok yang disebabkan oleh pajanan zat
allergen sehingga memicu reaksi elergi yang akhirnya diikuti oleh
vasodilatasi pembuluh darah massif.
3) Syok neurogenik
Merupakan syok yang disebabkan kegagalan pusat vasomotor yang
ditandai dengan hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di
seluruh tubuh sehingga terjadi penurunan tekanan darah secara massif.
4) Syok sepsis
Merupakan sindroma klinik ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat
terjadinya sepsis.
5) Syok kardiogenik
Merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung yang ditandai
dengan
menurunnya
kardiak
out
put
sehingga
mengakibatkan
Etiologi Syok
Setiap jenis syok memiliki penyebab utama yang berbeda-beda, seperti yang
terlihat dalam tabel 1.Berikut ini.
NO JENIS SYOK
ETIOLOGI
1. Perdarahan
Syok hipovolumik
Syok Anafilaktik
1. Antibiotic
Penisilin,
sofalosporin,
kloramfenikol,
polimixin,
ampoterisin B
2. Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma
globulin
3. Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
4. Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local.
2
Syok Neurogenik
parasimpatis
pada
jantung
yang
Syok Sepsis
streptokokus.
4
Syok Kardiogenik
1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:
Out flow : stenosis atrium
Inflow
stenosis
mitral,
miksoma
atrium
kiri/thrombus.
d. Patofisiologi
1)
Syok hipovolumik
Syok jenis ini dikenal pula sebagai syok preload yang ditandai denga
menurunnya volume inravaskular karena perdarahan, dehidrasi, dan
lain-lain. Menurunnya volume intravascular menyebabkan penurunan
intraventrikel kiri pada akhir diastole yang akan diikuti oleh
menurunnya curah jantung.
Kondisi
ini
secara
fisiologis
akan
menimbulkan
mekanisme
Syok anafilaktik
Ketika terjadi kontak dengan antigen makan akan terjadi reaksi enzim
pada sel mast dan sel basophil sehingga menyebabkan lepasnya
berbagai mediator seperti histamine, slo reacting substance of
anaphylaxis, serotonin, dan kinin.
Pelepasan mediator-mediator tersebut menyebabkan dilatasi pembuluh
darah, peningkatan permebilitas, perangsanga sekresi mucus, dan
Syok neurogenik
Cedera pada tulang belakang atau medulla spinalis menyebabkan
kegagalan pada pusat
4)
Syok sepsis
Syok ini disebabkan karena adanya sumber infeksi dalam tubuh
terutama bakteri gram negatif. Endotoksin basil gram negative dapat
menyebabkan beberapa hal yaitu:
a. vasodilatasi kapilerdan terbukanya hubungan pintas arteriovena
perifer
b. peningkatan permeabilitas kapiler.
Vasodilatasi perifer akan meningkatkan kapasitas vaskuler sehingga
menyebabkan
hipovolumia
relative,
sedangkan
peningkatan
Syok kardiogenik
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada semua jenis shock hampir sama, yaitu timbulnya
tanda dan gejala sebagai berikut:
1.
sistem kardiovaskular
2.
sistem respirasi
3.
CVP rendah.
4.
sistem gastrointestinal
5.
sistem perkemihn
f.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Anamnesa
Beberapa hal penting yang perlu diketahui pada pasien baik dari
keluarga maupun teman dekatnya, antara lain:
2)
Riwayat trauma
Riwayat infeksi
Pemeriksaan Fisik
Kulit:
3)
Tekanan darah:
Hipotensi dengan sistol < 80 mmHg
4)
Jantung
Takikardi, denyut lemah, dan sulit diraba
5)
Respirasi
Respirasi meningkat dan dangkal dan kemudian melambat
6)
Status mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan, kesadaran menurun, spoor,
dan koma.
7)
Ginjal
Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam
8)
9)
Fungsi metabolic
Sirkulasi
Tekanan darah vena sentral menurun pada syok hipovolumik tetapi
meninggi pada syok kardiogenik
10)
6.
Pemeriksaan penunjang
EKG
Penilaian GCS
1 Eye :
-
2 Verbal :
-
benar
(pasien
menyadari
bahwa
ia
ada
di
rumah
3 Motoric :
-
7.
Analisis skenario
Pada skenario dilaporkan bahwa dari pasien didapatkan dua jejas, yaitu region
bahu kiri dan pada hemithorax kanan. Kedua jejas ini menghasilkan manifestasi
yang berbeda. Pada regio bahu kiri, akan didapatkan nyeri, deformitas, dan
krepitasi. Hal ini dikarenakan regio bahu disusun oleh acromion oss scapula dan
oss humerus dan beberapa ligamentum yang rawan mengalami dislokasi atau
deformitas akibat jatuh. Krepitasi terjadi karena terdapat gangguan sendi,
sedangkan nyeri bahu terjadi karena syaraf yang menginnervasi gelang bahu
terstimulasi akibat perubahan anatomis gelang bahu yang terjadi karena benturan
akibat trauma.
Sedangkan jejas pada hemithorax kanan akan memunculkan manifestasi klinis
berupa pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi hipersonor, dan auskultasi
vesikuler menurun, serta emfisema subkutis. Jejas yang ada pada hemithorax
kanan di skenario mengindikasikan adanya riwayat trauma tumpul. Trauma
tumpul bisa membuat rongga thorax terganggu, salah satunya akan terjadi
pneumothorax. Pneumothorax merupakan suatu keadaan terdapatnya udara dalam
cavum pleura. Hal ini terjadi karena trauma tersebut membuat udara masuk ke
cavum pleura. Pneumothorax ada dua, pneumothorax terbuka dan tension
pneumonia. Pneumothorax terjadi saat ada hubungan langsung rongga plerura
dengan lingkungan sehingga cepat mencapai titik seimbang. Namun tension
pneumothorax (pneumothorax ventil) terjadi di mana udara yang ada pada cavum
pleura tidak bisa keluar. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intrapleura yang progresif sehingga mengakibatkan paru-paru sulit mengembang.
Paru-paru sulit mengembang karena udara pada cavitas pleura inilah yang akan
menimbulkan manifestasi klinis berupa sesak dan terjadi ketertinggalan
pergerakan dinding dada kanan saat inspirasi. Selain itu, dengan adanya udara
pada cavitas plerura, hal ini juga bisa didapatkan dari pemeriksaan fisik perkusi
dan auskultasi. Selain itu pada pasien di skenario didapatkan emfisema subkutan.
Hal ini dapat terjadi karena udara akan mengisi subkutan karena udara dari luar
yang masuk karena trauma, atau dari paru-paru menembus pleura visceralis dan
parietalis masuk ke subkutis. (Tanto, 2014)
Pada prinsipnya, perkusi akan terdengar sonor apabila kita mengetuk dinding
dada karena adanya udara dalam paru-paru, namun akan terdengar hipersonor
apabila terdapat udara berlebih, yaitu adanya udara pada cavum pleura.
Sedangkan auskultasi vesikuler akan menurun. Suara napas vesikuler merupakan
suara normal peru yang bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase
inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung. Suara napas vesikuler
pada skenario menurun akibat udara yang ada di cavum pleura meredam suara
vesikuler. (Bickley dan Szilagyi, 2007). Dari pemeriksaan fisik, kesadaran GCS
15. Hal ini berarti pasien sadar penuh, tidak ada gangguan pada pusat
kesadarannya di batnang otak. Vital sign pasien juga tidak normal. Nafas cepat
(RR=32x/per menit) dan dangkal, nadi 120x/menit (tinggi), tekanan darah 90/70
mmHg
(rendah).
Hal
ini
terjadi
karena
kolapsnya
paru-paru
akibat
terakumulasinya udara pada cavum pleura akan membuat oksigen yang masuk ke
sirkulasi darah sedikit. Selain itu, penekanan pleura pada paru-paru yang
mengalami pneumothorax juga akan menekan mediastinum dan paru-paru ke
kontra lateralnya. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan aliran balik vena menuju
atrium. Hipoksia dan gangguan aliran balik vena ini yang mengakibatkan
penurunan curah jantung yang akat berakibat terjadinya hipotensi, peningkatan
tekanan nadi, peningkatan frekuensi napas, dan bisa sampai mengakibatkan
kematian apabila tidak ditangani dengan baik dan segera. (Tanto, 2014)
8.
terdiri atas primary survey dan secondary survey. Berdasarkan pemeriksaan yang
dilakukan dokter IGD, diduga adanya pneumothorax ventil kanan serta terdapat
fraktur pada regio bahu kiri (klavikula).
1) Penanganan Pneumothorax Ventil
Pneumothorax ventil atau Tension Pneumothorax adalah suatu
kegawatdaruratan pada trauma dada. Pemberian oksigen teapi sangat
diperlukan pada kondisi ini, karena pemberian oksigen 100% dapat
meningkatkan absorpsi udara pada pleura. Selanjutnya penanganan dengan
jarum dekompresi yang dilakukan pada intercostal 2 pada garis midklavikula
(tindakan thorakosintesis). Penggunaan pipa torakostomi digunakan pada
pneumothorax dengan gejala klinis sulit bernapas, nyeri dada, hipoksia, dan
gagalnya pemasangan jarum aspirasi dekompresi. Pipa thorakostomi
disambungkan dengan alat yang disebut WSD (water seal drainage). WSD
mempunyai 2 komponen dasar yaitu, ruang water seal yang berfungsi sebagai
katup satu arah berisi pipa yang ditenggelamkan di bawah air, untuk
mencegah air masuk ke dalam pipa pada tekanan negatif rongga pleura, dan
ruang pegendali suction.
2) Penanganan Syok
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami takikardi dan
hipotensi (perbedaan tekanan darah sistol-diastol <= 20 mmHg), sehingga
kemungkinan pasien telah jatuh dalam kondisi syok. Pemberian terapi cairan
secara IV dilakukan untuk resusitasi awal pada penderita pneumothorax
dengan keadaan syok, dengan pemasangan kateter IV ukuran besar dengan
pemberian larutan elektroit isotonik untuk menstabilkan volume vaskuler
dengan mengganti cairan pada ruang interstitial dan interseluler.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
Aspek medikolegal terutama dalam hal ini adalah informed consent sangat
penting dalam tindakan medis, namun dalam kondisi kondisi tertentu seperti
kegawat daruratan yang mengancam nyawa, informed consent dapat dilakukan
setelah kondisi pasien stabil.
B.
Saran
Sangat perlu untuk membedakan antara traumatologi dan kedaruratan medik, meskipun
antara keduanya beririsan, namun pada beberapa aspek terdapat perbedaan yang
memang akan lebih baik jika pembahasanya dipisahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi, Dedi. 2010. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan
Derajat Luka. Majalah Kedokteran Indonesia Volume 60, Nomor 4, April.
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/722/717 - diakses
3 Mei 2015
American College Of Surgeons Committee On Trauma,Student Course Manual 7thEdition
:advanced Trauma Life Support for Doctors: Bab 5 Trauma Thoraks: 111-127
Bickley LS, dan Szilagyi PG. 2007. Chapter 7, The Thorax and Lungs. Dalam: Bickley L.S.
dan Szilagyi PG. Bates'