Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma mata merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Meskipun
termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma mata tetapi menjadi salah satu
penyebab mortilitas, morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya, trauma mata
menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di seluruh dunia terutama
pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki merupakan
kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma mata. Tetapi, lebih banyak
usaha dan rujukan dilakukan secara klinis atau penanganan bedah suatu trauma
mata dibandingkan dengan usaha pencegahannya sehinggakan penyebab trauma
mata dianggap sebagai suatu kecelakaan diluar kawalan pasien dan bukan suatu
masalah masyarakat.
Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari sunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut :
1. Trauma tumpul
2. Trauma tembus bola mata
1

3. Trauma kimia
4. Trauma radiasi

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas, perumusan masalah yang dapat dibuat yaitu
Bagaimana pelaksanaan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan
diagnosa medis Trauma Mata ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi :
1. Tujuan Umum.
Mengetahui dan mendapatkan gambaran mengenai Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat dengan diagnose medis Trauma Mata yang meliputi :
a.

Pengkajian, analisa data yang ditemukan.

b.

Menyusun diagnosa keperawatan yang muncul.

c.

Menyusun rencana Asuhan Keperawatan

d.

Melaksanakan intervensi keperawatan

e.

Melakukan evaluasi dari Asuhan Keperawatan yang diberikan.

f.

Melakukan pendokumentasian.

2. Tujuan Khusus.
Memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat darurat pada program
Studi S-1 Keperawatan Semester VII Stikes Mahardika Cirebon

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan. Dengan
cara menggunakan bahan yang ada kaitanya dengan judul makalah ini
berupa bukubuku baik dari segi medis maupun dari sumber keperawatan,
diklat dan lain-lain yang dapat mendukung teori yang ada.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Trauma oftalmik / trauma mata merupakan penyebab utama kehilangan
penglihatan unilateral pada orang muda. Sering terjadi akibat kecelakaan did an
sekitar rumah, ledakan baterai, tabrakan kendaraan bermotor atau cidera oalh
raga. Trauma mata bersamaan dengan trauma multiple tidak jarang terjadi.
3

B. EPIDEMIOLOGI
Benda asing intraokular merupakan penyebab pada 20-40 % cedera
tembus mata. Komposisi benda asing yang biasanya didapatkan adalah logam,
dan menurut laporan yang ada kecenderungannya berkisar antara 86 % sampai 96
%. Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada 297 pasien yang terkena benda
asing intraokular, 98 % pasiennya adalah laki-laki, dan 80 % dari kecelakaan yang
terjadi adalah saat menggunakan palu. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi
kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan
umur rata-rata 31 tahun.
C. ANATOMI
Lapisan bola mata, Tunicae Bulbi dibungkus oleh 3 jaringan, yaitu :
1. Lapisan mata luar, Tunika fibrosa bulbi
a. Lapisan tanduk, cornea (sangat melengkung, jernih seperti kaca)
b. Jaringan kulit, sklera (sedikit melengkung, tidak tembus pandang, pada
anak-anak putih kebiruan, pada orang dewasa putih kekuningan).
Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata.
2. Lapisan mata tengah, tunica vasculosa bulbi

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler. Jaringan sklera dan uvea


dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki oleh darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan subrakkoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang
masuk ke dalam boila mata. Otot dilator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang
sfingter iris dan otot siliar dipersarafi parasimpatis. Otot siliar yang terletak di
badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera.
Lapisan pelangi iris, dengan bukaan bulat sentral, disebut pupil/ Pupilla
Badan siliar, Corpus ciliare, dengan M.ciliare, Proc.ciliaris, Zonula ciliaris
dengan Fibrae Zonulares dan Spatia Zonularia. Lapisan yang kaya akan
pembuluh darah, Choroidea
3. Lapisan mata dalam (retina), tunica interna bulbi
Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik
dan diteruskan ke otak.
a. Bintik buta, Pars caeca retina (dari Margo pupillaris iridis sampai dengan
Ora serrata)
b. Pars iridica retinae (satu lapis, pigmentasi kuat)
c. Pars ciliaris retinae (satu lapis, tidak berpigmentasi)
5

d. Bagian untuk penglihatan, Pars optica retinae (berlapis banyak)


D. ETIOLOGI
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan terjadinya trauma mata antara
lain : kecelakaan penerbangan, kekerasan dalam tindak kejahatan, ledakan, cedera
olahraga, dan juga kecelakaan kendaraan bermotor. Selain itu beberapa keadaan
yang juga bisa menyebabkan cedera mata antara lain :
1.

Benda asing yang menempel di bawah kelopak mata atas atau pada

2.

permukaan mata, terutama pada kornea.


Trauma tumpul akibat objek yang cukup kecil dan tidak menyebabkan
impaksi pada pinggir orbita (kok, bola squash, sumbat botol sampanye
merupakan beberapa penyebab trauma). Perubahan tekanan mendadak dan

3.

distorsi bola mata dapat menyebabkan kerusakan berat.


Trauma tembus dimana struktur okular mengalami kerusakan akibat benda
asing yang menembus lapisan okular dan juga tertahan dalam mata.
Penggunaan sabuk pengaman dalam kendaraan menurunkan insidensi cedera

4.

tembus akibat kecelakaan lalu lintas.


Trauma kimia/ luka bakar kimia dan radiasi dimana reaksi resultan jaringan
okular menyebabkan kerusakan.
Masuknya benda asing (logam, debu, kayu, bahan tumbuhan, kaca, dan

bahkan bulu serangga) ke dalam kornea dapat terjadi saat memukulkan logam
atau batu, tertiup ke mata oleh angin dan juga lewat cara-cara lain yang tidak
lazim. Biasanya ukuran benda asing itu kecil, terdapat sisi yang tajam, dan dengan
kecepatan yang tinggi. Hal ini dapat terjadi saat memukulkan logam ke logam,

memahat ataupun mengoperasikan bor logam. Benda kecil dengan kecepatan


tinggi yang masuk ke mata biasanya mengakibatkan kerusakan minimal dari
jaringan sekitar. Seringkali, luka di kornea atau antara kornea dan slera bisa
menutup sendiri. Tempat akhir dari benda asing didalam mata dan juga kerusakan
yang ditimbulkan olehnya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ukuran,
bentuk dan juga momentum saat terjadi benturan, serta seberapa dalam
penetrasinya di bola mata.
1.

Benda Asing .
Cedera mata yang paling sering mengenai sklera, kornea dan
konjungtiva disebabkan oleh benda asing. Meskipun kebanyakan bersifat
ringan, tetapi beberapa cedera bisa berakibat serius (misalnya luka tembus
pada kornea atau infeksi akibat sayatan maupun cakaran pada kornea)
Penyebab tersering dari cedera pada permukaan mata adalah lensa
kontak. Lensa yang tidak terpasang dengan benar, lensa yang terpasang
terlalu lama, lensa yang tidak dilepas ketika tidur, lensa yang tidak
dibersihkan dan melepaskan lensa dengan sekuat tenaga bisa menimbulkan
goresan pada permukaan mata.
Setiap cedera pada permukaan mata biasanya menyebabkan nyeri dan
menimbulkan perasaan ada sesuatu di mata. Gejala lainnya adalah kepekaan
terhadap cahaya, mata merah, perdarahan dari pembuluh darah pada
permukaan mata atau pembengkakan mata dan kelopak mata. Penglihatan
bisa menjadi kabur.
Benda asing di mata harus dikeluarkan. Agar benda asing terlihat lebih
jelas dan untuk melihat adanya goresan pada permukaan mata, bisa diberikan
obat tetes mata khusus yang mengandung zat warna fluoresensi. Kemudian
7

diberikan tetes mata yang mengandung obat bius untuk mematikan rasa di
permukaan mata. Dengan menggunakan alat penerangan khusus, benda
tersebut bisa dibuang oleh dokter. Benda asing seringkali bisa diambil
dengan menggunakan kapas steril yang lembab atau kadang dengan
mengguyur mata dengan air yang steril./ irigasi (hati-hati jangan sampai
menyentuh kornea)
Jika benda asing menyebabkan goresan kecil pada permukaan kornea,
2.

diberikan salep antibiotik selama beberapa hari.


Luka Bakar
Jika terkena panas atau bahan kimia yang kuat, kelopak mata akan
segera menutup sebagai reaksi refleks untuk melindungi mata dari luka
bakar. Karena itu hanya kelopak mata yang mungkin mengalami luka bakar,
meskipun panas yang hebat juga bisa menyebabkan luka bakar pada mata.
Beratnya cedera, hebatnya nyeri dan gambaran kelopak mata tergantung
kepada dalamnya luka bakar.
Luka bakar karena bahan kimia bisa terjadi jika suatu bahan iritatif
masuk ke dalam mata. Bahan iritatif ringanpun bisa menyebabkan nyeri dan
kerusakan pada mata. Karena nyerinya hebat maka penderita cenderung
menutup kelopak matanya
sehingga bahan kimia

berada

lebih

lama

di

dalam

mata.

Untuk mengobati luka bakar pada kelopak mata, daerah yang terkena dicuci
dengan larutan steril dan diolesi dengan salep antibiotik atau kasa yang
mengandung jeli petroleum. Setelah itu luka dibungkus dengan verban steril.
Luka bakar karena bahan kimia pada mata segera diatasi dengan
mengucurkan air pada mata yang terkena supaya bahan kimia segera
terbuang dengan bantuan aliran air.

Setelah itu diberikan obat tetes mata yang mengandung obat bius dan obat
untuk melebarkan pupil. Antibiotik diberikan dalam bentuk salep. Bisa juga
diberikan obat pereda nyeri per-oral.
Luka bakar yang hebat harus ditangani oleh spesialis mata guna
mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah komplikasi (kerusakan
iris, perforasi mata dan kelainan bentuk kelopak mata). Meskipun telah
dilakukan pengobatan terbaik, luka bakar hebat pada kornea bisa
3.

menyebabkan pembentukan jaringan paru, perforasi mata dan kebutaan.


Abrasi Kornea
Abrasi Kornea adalah keadaan dimana epitel dari kornea terlepas yang
bisa diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia dan
juga benda asing subtarsal. Abrasi kornea bisa berulang dan menyebabkan
rasa

sakit

yang

hebat,

dimana

abrasi

kornea

merupakan

suatu

kegawatdaruratan pada mata yang bisa menyebabkan ulserasi dan oedema


kornea yang akan menganggu visus.
Diagnosis bisa ditunjang dengan uji flourosensi dimana akan terlihat
warna hijau bila terjadi kerusakan pada epitel kornea. Abrasi dapat terjadi
pada berbagai lapisan,
Manifestasi klinis pasien biasanya mengeluh nyeri mendadak sangat
intensif, fotofobia, sensasi benda asing dan air mata berlebihan. Visus
mungkin menurun, bergantung pada tempat lesinya.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah pemberian antibiotik
topikal dan midriatikum untuk merelaksasi iris, dan anestesi local untuk
mengurangi rasa sakit. Pastikan juga tidak terdapat benda asing yang dapat
menganggu proses penyembuhan. Masa penyembuhan tergantung pada
luasnya kerusakan, dan juga adakah infeksi, benda asing dan mata kering

yang bisa menyebabkan kegagalan terapi. Mata kemudian di tutup dengan


penutup yang membuat pasien merasa lebih nyaman, dan tirah baring selama
24 jam diindikasikan pada abrasi yang ekstensif. Bila lapisan bagian bawah
kornea tidak terkena, dapat terjadi penyembuhan tanpa parut biasanya bila
terjadi dalam waktu 1-2 hari, sedangkan bila kerusakan sudah mencapai
4.

stroma akan terdapat jaringan parut permanen yang mengganggu visus.


Trauma Tumpul Mata
a. Hifema
Hifema adalah adanya darah di dalam kamera okuli anterior atau bilik
mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi
akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar
dan bercampur dengan humor aqueus yang jernih. Darah yang terkumpul
di bilik mata depan dalam cairan aqueus humor biasanya terlihat dengan
mata telanjang. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat mengumpul di
bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang
bilik mata depan. Adanya darah yang terdapat di bilik mata depan dapat
menurunkan penglihatan.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard
berdasarkan tampilan klinisnya:

Grade I:

darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

Grade III: darah mengisi hampir total COA (14%)

Grade IV: darah memenuhi seluruh COA (8%)

10

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat


diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya
terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan
tersebut

mengandung

banyak

pembuluh

darah,

sehingga

akan

menimbulkan perdarahan. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di


kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya
berat akan berada di bagian terendah.
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena
darah mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini
secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat
akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan
intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat
terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang
berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior.
Selain itu akibat darah yang lama berada di kamera anterior akan
mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan
jaringan kornea.
Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang
berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan
darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak.
Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik
mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra okular,
sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya

11

glaukoma. Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan
ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat.
Penatalaksanaan hifema tanpa komplikasi glaukoma dengan
merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 45 derajat
pada kepala dan mata ditutup (bukan dibebat tekan). Pada penderita yang
gelisah dapat diberikan obat penenang. Biasanya hifema akan diserap
kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari (4-7 hari) tergantung
dari banyaknya darah. Selama perawatan harus dimonitor tekanan intra
okuler untuk mencegah terjadinya glaukoma.
Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraokuler golongan
penghambat anhidrase karbonat misalnya asetasolamida dapat diberikan.
Prinsip penanganan adalah untuk mencegah perdarahan ulang dan
mencegah tekanan intra okuler yang tinggi.
Pada hifema yang telah disertai dengan glaukoma, maka
penanganannya bertujuan untuk menghentikan perdarahan serta berusaha
secepat mungkin menghilangkan darah yang berada di kamera anterior.
Untuk menghentikan perdarahan dapat diberikan koagulansia agar darah
dapat membeku dengan cepat, dapat pula dengan memperkuat dinding
pembuluh darah. Mencegah perdarahan sekunder perlu pula dilakukan.
Perdarahan sekunder sering terjadi akibat inflamasi, sehingga pemberian
obat anti inflamasi dapat membantu mencegah perdarahan sekunder.
b.

Ruptur Bola Mata


Merupakan kelainan mata yang cukup serius dimana terjadi
hilangnya integritas bola mata. Merupakan kedaruratan medis dan
memerlukan intervensi bedah segera, karena bila situasinya dapat
12

ditangani dengan segera akan dapat mengembalikan sebagian,, bila tidak


seluruh fungsi penglihatan pasien dapat hilang.
Manifestasi klnis, dapat jelas terlihat bila terdapat benda asing pada
kornea atau struktur anterior lain, atau jelas ada laserasi, tanda lain pupil
mengecil, karena iris tertarik ke tempat cidera dan sering menonjol keluar
kornea atau sclera. Tampak warna hitam pada koroid akibat robekan
sclera.
1)

Penatalaksanaan :
Jangan membuat bahaya atau cidera lain, dengan meletakkan
perisai/mangkuk pada mata dan mencegah tangan pasien untuk
menjangkau mata dan jangan melakukan pemeriksaan mata yang
dapat memanipulasi mata, jika memang diperlukan pemeriksaan
gunakan speculum. Berikan analgetik/ sedasi dan jangan mengambil

2)

benda asing yang menusuk mata.


Jangan memberi tetes mata, karena dapat berpengaruh kaustik dan

iritatif pada bagian dalam mata.


3) Tutup dan lindungi bola mata dan segera hubungi ahli oftalmologi
E. DIAGNOSIS
Diagnosis trauma mata ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma mata jarang
mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain yang
lebih mengancam nyawa.
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah
cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi
secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda
13

asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan harus
dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan pahat
dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata,
dan hanya

meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang

mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal.


Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma,
namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang
berpotensi membutakan.
Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat penyakit
mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis suatu trauma
mata. Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan, riwayat alergi,
suntikan imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu ditanyakan
sebagai kemungkinan persetujuan tindakan operasi
2. Pemeriksaan fisis
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan mata

lengkap

termasuk

pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot


ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lainlain.
Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti
tidak.
Bila ada kecurigaan adanya laserasi, cidera tembus, atau rupture bola
mata, baik akibat mekanisme cidera ataupun adanya bukti trauma eksternal,
jangan sekali-kali melakukan penekanan pada bola mata. Karena tekanan
dapat mengakibatkan ekstrusi isi intra okuler dan kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki. Robeknya kelopak mata diatasi dengan meletakkan ibu jari dan jari
14

telunjuk pada batas atas dan batas bawah orbita. Selain itu pasien diingatkan
untuk tidak menutup mata.
Tanda kemungkinan adanya cidera pada bola mata meliputi :
a. Nyeri (meskipun luka tembus yang kecil bisa tidak nyeri)
b. Perdarahan sub konjungtiva
c. Laserasi konjungtiva
d. Enoftalmia ( pemindahan mata yang abnormal ke belakang atau ke
bawah akibat hilangnya isi atau patah tulang orbita)
e. Defek iris
f. Perpindahan pupil , dapat disebabkan oleh kolapnya kamera anterior
g. Hifema ( darah dalam kamera anterior)
h. TIO rendah ( mata lunak) jangan sekali- kali melakukan palpasi mata
i. Ekstrusi isi okuler ( iris, lensa, vitreus, retina)
j. Hipopion ( bahan purulen dalam kamera anterior) tanda akhir trauma.

Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya fraktur


harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada pemeriksaan
fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami
trauma harus diperiksa dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan segera dan mengurangi trauma yang lebih lanjut.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan
berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan. Antaranya
15

foto polos 3 posisi, proyeksi Waters, posisi Caldwell dan proyeksi lateral.
Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita, atap orbita dan sinus
paranasalis.
b. Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola
mata dan menentukan lokasi ruptur.

c. CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi ruptur
yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf optic,
adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata dan orbita.
d. MRI
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola mata
dan orbita.
F. PENATALAKSANAAN
Empat tujuan utama dalam mengatasi kasus benda asing intraokular adalah :
1. Memperbaiki penglihatan.
2. Mencegah terjadinya infeksi.
3. Mempertahankan arsitektur mata.
4. Mencegah sekuele jangka panjang.
Mata ditutup untuk menghindari gesekan dengan kelopak mata. Benda asing
yang telah diidentifikasi dan telah diketahui lokasinya harus dikeluarkan.
Antibiotik sistemik dan topikal dapat diberikan sebelum dilakukan tindakan
operasi. Untuk mengeluarkan benda asing, terlebih dahulu diberikan anestesi
topikal kemudian dikeluarkan dengan menggunakan jarum yang berbentuk kait
dibawah penyinaran slit lamp. Penggunaan aplikator dengan ujung ditutupi kapas
sedapat mungkin dihindari, karena dapat merusak epitel dalam area yang cukup
luas, dan bahkan sering benda asingnya belum dikeluarkan.

16

Pengeluaran benda asing yang berada di dalam kamera anterior dilakukan


secara parasentesis (bukan tepat di depan celah luka),dengan sudut 90-180 dari
lokasi benda asing yang sebenarnya. Viskoelastik biasanya digunakan untuk
menghindari kerusakan iatrogenik dari endotel kornea dan lensa. Benda asing
yang masuk ke lensa tidak selalu menyebabkan katarak. Kecuali jika ada resiko
terjadinya siderosis atau kerusakannya luas. Pada kasus seperti ini biasanya
lensanya diangkat bersama benda asing didalamnya, atau bisa juga benda
asingnya terlebih dahulu dikeluarkan, kemudian lensanya dan setelah itu
intraocular lens (IOL) diimplantasi. Benda asing yang berada di segmen posterior
memerlukan tindakan vitrektomi kecuali bila kerusakannya minimal. Prosedur
yang biasa dilakukan untuk ekstraksi benda asing besi adalah dengan
menggunakan magnet intraokular. Sedangkan untuk benda asing yang bukan besi
biasanya digunakan forsep.
Pre operative
Penatalaksanaan yang berhubungan dengan pembedahan, diperlukan
pemilihan waktu operasi. Walaupun tidak ada data manapun yang menuliskan
kerugian dari menunda perbaikan dari bola mata lebih dari 36 jam, intervensi
idealnya secepat mungkin. Perbaikan dapat memperkecil banyaknya komplikasi :

Nyeri

Proliferasi mikroba yang diproyeksikan ke dalam bola mata

Perdarahan Subrachoroidal

Kontaminasi mikroba

Migrasi epithelium luka

Inflamasi intraocular
17

Non Bedah
Beberapa

luka

tembus

yang

sangat

minimal

secara

spontan

menutup/memperkuat sebelum melakukan pemeriksaan ophthalmic, dengan tidak


ada kerusakan intraocular, prolaps, atau menempelnya benda asing. Kasus ini
hanya memerlukan sistemik atau terapi antibiotic topikal dengan penutup
sepanjang observasi. Jika luka kornea sudah bocor, tetapi sisa kamar membentuk,
clinician dapat mencoba menghentikan kebocoran dengan supresi farmakologi
dari produk yang cair ( topical atau sistemik), penambalan, dan terapeutik contact
lens.
Bedah
Penatalaksanaan laserasi tipe corneoscleral dengan prolaps uveal biasanya
memerlukan perawatan. Tujuan pertama dari perbaikan awal yang berhubungan
dengan pembedahan suatu

laserasi corneoscleral adalah memugar kembali

integritas bola mata. Tujuan kedua, yang mungkin terpenuhi ketika perbaikan
utama atau selama prosedur yang berikut adalah untuk memugar kembali
perbaikan visus melalui keduanya melalui kerusakan eksternal dan internal pada
mata .
Jika prognosis visus dari mata yang terluka adalah sia-sia dan pasien berisiko
menderita sympathetic ophthalmic, Enukleasi harus dipertimbangkan. Enukleasi
primer hanya dapat dilakukan pada luka yang tidak dapat dilakukan perbaikan
dari segi anatomi, Maka dari itu pasien dianjurkan untuk memilih prosedur lain.
Pada kebanyakan kasus, keuntungan menunda enukleasi untuk beberapa hari jauh
lebih berat dibanding keuntungan enukleasi primer.Penundaan ini (yang mestinya
tidak lebih dari 14 hari meskipun demikian mata yang terluka menimbulkan
sympathetic ophthalmia), mempertimbangkan penilaian fungsi penglihatan post

18

operasi. Vitreoretina atau konsultasi plastic optalmik dan stabilisasi kondisi medis
pasien. Yang terpenting, menunda enukleasi yang gagal mengikuti perbaikan dan
hilangnya persepsi cahaya pada saat pasien mengetahuinya dan disertai kerusakan
rupa dan untuk mempertimbangkan enukleasi dalam menentukan non emergensi.
G. KOMPLIKASI
Setelah terjadi ruptur dari bola mata, endoftalmitis dan infeksi struktur mata
lainnya bisa terjadi dalam hitungan jam hingga minggu. Oftalmia simpatetik
adalah penyakit inflamasi yang bisa terjadi pada mata yang tidak mengalami
trauma beberapa bulan setelah trauma. Penyakit ini diduga suatu suatu respon
imun terhadap jaringan uvea yang terpapar dengan trauma. Gejala seperti nyeri,
penurunan visus dan fotofobia bisa berkurang apabila dilakukan enukleasi pada
mata yang mengalami trauma
H. PROGNOSIS
Prognosisnya mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma minor dan
jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang.
Namun trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan
berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang
dari benda asing berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan
radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia pada mata dapat menyebabkan
gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak enak pada mata.
Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat
diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga terganggu jika
koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma
sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula
19

mengalami kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik


dan okulomotor.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA MATA

A.

PENGKAJIAN
1.
2.

Data umum: nama, umur, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, status


Kaji perubahan okuler seperti oedema, penurunan ketajaman visual,

3.

ketidaknyamanan.
Kaji aspek psikososial yang mendukung yang berhubungan dengan
kondisi pasien terutama pada pasien yang mengalami penurunan

4.
5.

visual.
Kaji riwayat klien (kesehatan mata) trauma mata, DM, Hipertensi
Kaji masalah yang menyebabkan klien mencari pertolongan

6.

kesehatan
Tanyakan riwayat nyeri pada mata, foto fobia, rasa terbakar, air mata

7.

berlebihan, diplopia.
Kaji riwayat kesehatan keluarga tentang penyakit mata
20

8.

Kaji riwayat pekerjaan, hobby, rekreasional, penggunaan kaca mata

pengaman
9. Kapan terakhir periksa mata, apakah klien mengenakan kaca mata
10. Kaji pengobatan yang sudah dipakai untuk menangani
11. Pemeriksaan fisik: konjungtiva , sklera, kornea, pupil, dan fundus
okuli.tekanan intra okuler.
12. Hal hal yang perlu diperhatikan:
-

Bagaimana terjadinya trauma mata


Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini
perlu untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu
seseorang sedang melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga
ditanyakan apakah alat-alat yang digunakan waktu terjadi trauma,
apakah penderita waktu menggunakan kacamata pelindung atau
tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah kacamata itu
turut pecah sewaktu terjadinya trauma.

- Menentukan obyek penyebab trauma mata.


Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya
trauma. Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis
kayu, bambo dll. Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa
benda tajam atau tumpul, atau ada kemungkinan bercampurnya
-

dengan debu dan kotoran lain.


Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.
Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui
jarak dan arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah

penderita melihat pada waktu terjadi trauma.


Menetukan kesanggupan sebelum trauma.
Pada pengkajian ditanyakan apakah ada

penyakit

mata

sebelumnya, atau operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua


21

matanya. Perlu ditanyakan apakah perubahan visus terjadi secara


tiba-tiba atau secara berangsur-angsur sebagai akibat ablasio retina,
atau vitrium hemorrage.
B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri yang berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO
atau intervensi bedah
2. Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan dan kehilangan otonomi
3. Perubahan sensori/ persepsi (visual ) yang berhubungan dengan trauma
okuler, inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural atau degenerasi
sel foto sensitive.
4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan pra operasi dan pasca
operasi.
5. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan
6. Isolasi social yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan
untuk partisipasi dalam aktivitas pengalih dan aktivitas social sekunder
akibat kerusakan penglihatan

C.

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan :
1.

Nyeri yang berhubungan dengan cidera, inflamasi, peningkatan TIO


atau intervensi bedah

22

Intervensi :
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, faktor presipitasi dan skala
nyeri.
Rasional :
Identifikasi status dan karakteristik nyeri yang dialami memudahkan
-

intervensi selanjutnya
Observasi tanda-tanda vital
Rasional :
Peningkatan status nyeri dapat menyebabkan perubahan haemodinamik
Ajarkan teknik manajemen nyeri dengan menarik napas dalam dan
aktivitas terapetik
Rasional :
Tarik napas dalam dapat meningkatakan relaksasi dan mengurangi

ketegangan otot klien sehingga nyeri berkurang


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Berikan obat analgetik sesuai advis dokter
Rasional :
Analgetik dapat mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan
penghilangan nyeri
Instruksikan klien untuk lapor apabila nyeri bertambah hebat ( skala
nyeri > 3)
Rasional :
Partisipasi langsung penanganan dan deteksi dini untuk pengelolaan
nyeri segera setelah di laporkan

Anjurkan klien istirahat yang cukup


Rasional :
Periode istirahat memberikan kesempatan terhadap organ yang

mengalami cidera untuk pemulihan


Monitoring penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Rasional :
Identifikasi dan evaluasi tingkat keberhasilan manajemen nyeri
Evaluasi penyebab yang berkaitan dengan nyeri
23

Rasional :
Nyeri dapat disebabkan karena factor fisik yaitu luka terbuka dan psikis
karena stressor dan rasa takut
2.

Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan

penglihatan dan kehilangan otonomi


Intervensi :
-Kaji tingkat kecemasan pasien ( skala 1-4) (ringan, sedang, berat dan
panik)
Rasional :
Identifikasi status kecemasan klien, memudahkan intervensi selanjutnya
-Sediakan informasi aktual menyangkut diagnosis, perawatan, prognosis
Rasional :
Kejelasan informasi dapat membantu menurunkan kecemasan
-Instruksikan kepada klien penggunaan teknik relaksasi
Rasional :
Relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot
-Jelaskan semua prosedur dan sensasi yang dirasakan dalam penunjang
diagnostik dan tindakan
Rasional :
Kejelasan prosedur membantu meningkatkan pemahaman
-Kurangi rangsangan yang berlebihan dengan lingkungan yang tenang
Rasional :
Lingkungan yang tenang menurunkan ketegangan dan stress
-Berikan penguatan positif/ pengalihan
Rasional :

24

Memebrikan keyakinan pada klien akan fungsi organ lain yang dapat
diandalkan dan membantu pengalihan pusat perhatian.
3. Perubahan sensori/ persepsi (visual ) yang berhubungan dengan trauma
okuler, inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural atau degenerasi
sel foto sensitive.
Intervensi :
-Reorientasikan kepada pasien secara berkala terhadap realitas dan
lingkungan dan berikan jaminan penjelasan dan pemahaman
Rasional :
Memperkenalkan situasi lingkungan kepada klien secara berkala untuk
meningkatkan respon adaptasi dan ketenangan
-Orientasikan kepada setiap penunggu / pengunjung kepada klien
Rasional :
Memperkenalkan kepada klien setiap pengunjung untuk menghindarkan
rasa terkejut
4. Kurang pengetahuan mengenai perawatan pra operasi dan pasca
operasi.
Intervensi
-Jelaskan aktivitas serta dorong klien untuk mendiskusikan
kekhawatirannya.
Rasional :
Mengetahui prosedur operasi dan perawatan pasca operasi dapat
mengurangi rasa cemas klien.
5. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan
penglihatan
Intervensi :
-Kaji tingkat kemandirian klien terhadap aktivitas minimal
25

Rasional :
Identifikasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas minimal
-Dorong klien untuk mengekspresikan dan mendiskusikan masalah yang
berhubungan dengan cidera dan perawatan diri
Rasional :
Meningkatkan harga diri, identifikasi kemampuan klien dalam perawatan
diri berkenaan dengan cidera
-Berikan bantuan sesuai kebutuhan klien
Rasional :
Meningkatkan kemandirian klien

6. Isolasi sosial yang berhubungan dengan keterbatasan kemampuan untuk


partisipasi dalam aktivitas pengalih dan aktivitas sosial sekunder akibat
kerusakan penglihatan.
Intervensi :
-Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional :
Dengan member kesempatan pada klien untuk mengekspresikan
perasaan ini, perawat kemudian dapat mengambil langkah untuk
membantu klien belajar melakukan koping dan menyesuaikan diri
-

terhadap situasi.
Dorong klien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi serta
anjurkan klien untuk aktivitas pengalih seperti mendengarkan music
bila diperbolehkan.
Rasional :
Menjaga fikiran klien untuk tetap sibuk.

D.

EVALUASI
Hasil yang diharapkan
26

1. Mengalami Peredaan nyeri


a. Menggunakan obat yang diresepkan untuk mengatasi iritasi, untuk
mengistirahatkan mata, dan menangani atau mencegah infeksi.
b. Melakukan kompres dingin atau hangat sesuai anjuran.
c. Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan mata yang
memadai dan mengistirahatkan mata.
d. Melindungi mata dari cedera lebih lanjut dengan menggunakan
pelindung.
2. Tampak tenang dan bebas dari ansietas.
3. Menghadapi keterbatasan dalam persepsi sensori.
a. Nampak berorientasi terhadap waktu, tempat, dan lingkungan
sekitar.
b. Berespon terhadap orang lain sewajarnya.
4. Menerima program penanganan dan menjalankan anjuran secara aman
dan tepat.
a. Mencuci tangan sebelum meneteskan tetes mata dan menggunakan
obat.
b. Melaporkan setiap tanda yang tak diharapkan, seperti keluar air
mata yang berlebihan dan nyeri.
c. Mengurangi aktivitas mata dengan mengenakan balutan mata bila
dianjurkan.
d. Mengajukan pertanyaan yang perlu dan berhubungan selama
kunjungan pada dokter.
5. Mempraktikkan aktivitas perawatan diri secara efektif.
a. Memperlihatkan bagaimana melakukan penanganan oftalmik
seperti pemberian tetes mata/obat, hygiene mata.
b. Membersihkan lensa secara efektif sesuai yang diajarkan.
c. Menyusun upaya keamanan untuk mencegah jatuh, seperti
perbaikan atau pergantian karpet yang sudah kotor dan
membereskan barang yang berserakan.
d. Menerangkan pencahayaan yang memadai untuk membaca dan
mengerjakan kerajinan tangan.
6. Berpartisipasi dalam aktivitas diversional dan sosial.
27

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas SH, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia:2006.p.259-270
Nn, Anatomi Mata [online] [cited 2008 Agust 6th] Available from URL
http://www.medicine.ukm.my/wiki/index.php/Anatomi_mata
Nn, Birmingham Eye Trauma Terminology. In: American Society of Ocular
Trauma

[online]

[cited

2008

May

20th]

Available

from

URL

http://www.useironline.org/pdf/bett.pdf
Aronson AA, Corneal Laceration [online] 2008 [cited 2008 May 20th] Available
from URL http://www.emedicine.com/emerg/topic114.htm
Robson J, Globe Rupture [online]2007 [cited 20 May 2008] Available from URL
http://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm
Champion available from URL
http://www.lasmangka.blogspot.com/2009/06/trauma-mata-perforans.html
Smeltzer. Suzanne. C, Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 3 hal. 2015. EGC. Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai