Anda di halaman 1dari 39

GANGGUAN YANG TERKAIT KOKAIN

Jerome H. Jaffe M.D.


Richard A. Rawson Ph.D.
Walter Ling M.D.
Beberapa masalah kesehatan masyarakat yang menarik perhatian media di
Amerika Serikat selama tahun 1980 dan awal 1990 adalah masalah yang
disebabkan penggunaan kokain dan crack. Meskipun penggunaan intranasal
kokain hidroklorida pada awal tahun 1980 dikaitkan dengan berpenghasilan
tinggi, pengguna jet-set, crack asap kokain telah menjadi masalah endemik di
dalam kota-kota bagian di seluruh Amerika Serikat. Bukti epidemiologis telah
mencatat bahwa puncak epidemi ini telah berlalu di Amerika Serikat, tetapi data
yang ada menunjukkan tingkat penggunaan kokain meningkat di sejumlah negara
Eropa.
Ada

banyak

informasi

baru

tentang

neurobiologi

kokain

dan

ketergantungan kokain, penelitian upaya pengobatan telah diperluas, dan


kemajuan telah dibuat dalam mengidentifikasi pengobatan psikososial-perilaku.
Namun, meskipun penelitian telah didanai, belm ada farmakoterapi yang berguna
secara klinis untuk pengobatan gangguan terkait kokain.
DEFINISI
Penggunaan zat yang terkait dengan sejumlah gangguan yang berbeda,
yang ketergantungan dan penyalahgunaannya adalah dua. Dalam kasus kokain,
edisi keempat revisi dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR)

mengambarkan

sepuluh

gangguan

terkait

zat

lainnya.

Ketergantungan kokain didefinisikan dalam DSM-IV-TR sebagai sekelompok


gejala fisiologis, perilaku dan kognitif, yang digabungkan, menunjukkan bahwa
orang tersebut terus menggunakan kokain meskipun masalah signifikan terkait
dengan penggunaannya. Dengan ketergantungan kokain, individu merasa semakin
sulit untuk menolak menggunakan kokain setiap kali ini tersedia. Ini didefinisikan
dalam revisi kesepulh dari International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems (ICD-10) sebagai sekelompok fenomena fisiologis,


perilaku, dan kognitif di mana penggunaan kokain menjadi prioritas yang lebih
tinggi untuk individu tertentu dibandingkan perilaku lainnya yang sebelumnya
mempunyai prioritas lebih tinggi. Pusat untuk definisi ini adalah penekanan yang
ditempatkan di perilaku penggunaan obat, ini sifat maladaptif dan bagaimana,
sejalannya waktu, pilihan secara sukarela untuk menjalankan pergeseran perilaku
dan membatasi sebagai hasil dari interaksi dengan obat.
Penyalahgunaan kokain merupakan istilah yang digunakan di DSM-IV-TR
untuk mengkategorikan pola penggunaan kokain maladaptif yang mengarah ke
gangguan signifikan secara klinis atau distres selama periode 12 bulan tetapi
dimana salah satu gejala tidak memenuhi kriteria dari ketergantungan kokain.
Khususnya, ketika terdapat bukti toleransi, withdrawal atau perilaku kompulsif
yang terkait dengan pemberian kokain, diagnosis ketergantungan lebih digunakan
daripada penyalahgunaan. ICD-10 tidak menggunakan istilah tersebut.
Gangguan terkait kokain lainnya termasuk keracunan kokain, withdrawal
kokain, gangguan psikotik terkait kokain dengan delusi atau dengan halusinasi,
delirium keracunan kokain, gangguan mood diinduksi kokain, disfungsi seksual
diinduksi kokain dan gangguan terkait kokian yang tidak spesifik (Tabel 11.6-1).
Skema kode DSM-IV-TR menyediakan nomor kode yang berbeda untuk
ketergantung kokain dan penyalahgunaan kokain.
Tabel 11.6-1 Gangguan Terkait Kokain DSM-IV-TR
Gangguan penggunaan kokain
Ketergantungan kokain
Penyalahgunaan kokain
Gangguan diinduksi kokain
Keracunan kokain
Spesifik bila :

Dengan gangguan persepsi


Withdrawal Kokain
Delirium keracunan kokain
Gangguan psikotik diinduksi kokain dengan delusi
Spesifik bila:
Dengan onset selama keracunan
Gangguan psikotik diinduksi kokain dengan halusinasi
Spesifik bila:
Dengan onset selama keracunan
Gangguan mood diinduksi kokain
Spesifik bila:
Dengan onset selama keracunan
Dengan onset selama withdrawal
Gangguan kecemasan diinduksi kokain
Spesifik bila:
Dengan onset selama keracunan
Dengan onset selama withdrawal
Disfungsi seksual diinduksi kokain
Spesifik bila:
Dengan onset selama keracunan
Gangguan tidur diinduksi kokain
Spesifik bila:

Dengan onset selama keracunan


Dengan onset selama withdrawal
Gangguan terkait kokain yang tidak spesifik
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric
Association; 2000, dengan ijin.
SEJARAH
Kokain murni pertama tersedia secara komersial pada tahun 1884. Laporan
penggunaan kokain kompulsif dan psikosis kokain muncul di dalam literatur
medis Eropa dalam satu dekade. Pada awal abad ke-20, penggunaan kokain dan
ketergantungan merupakan hal tidak biasa di Amerika Serikat. Kokain merupakan
bahan Coca-cola sampai 1900; pemberian nostrum yang mengandung kokain
tanpa resep secara luas dipromosikan sampai Harison Act disahkan pada tahun
1914; dan 100 mg kokain ilegl masih dapat dibeli selama seperempat tahun 1920.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat di Amerika Serikat secara fisik
tentang

resiko

penggunaan

obat

terlarang,

penggunaan

kokain,

dan

ketergantungan mulai menurun. Namun, hal ini tetap menjadi biasa di Eropa.
Hans Maiers classic Der Kokainimus, diterbitkan pada tahun 1926, termasuk
deskripsi kasus klinik yang relatif kontemporer.
Ada sedikit kemunculan penggunaan kokain dan ketergantungan dari akhir
tahun 1930 hingga awal tahun 1970. Meskipun beberapa pengguna heroin juga
menggunakan kokain, hampir tidak ada pasien ketergantungan kokain yang masuk
ke U.S Public Health Service Hospital di Lexington, Kentucky, di tahun 1980.
Dimulai tahun 1970 dan berlanjut sepanjang tahun 1980, ketersediaan kokain
meningkat nyata. Selama beberapa tahun pertama menjadi populer kembali,
terdapat beberapa laporan keracunan kokain dan beberapa orang dilaporkan
mencari pengobatan. Beberapa pengamat, tampaknya tidak menyadari epidemi
sebelumnya diaman sifat kompulsif dari penggunaan kokain dan keracunannya

yang parah telah didokumentasikan berulang kali, dinyatakan kokain merupakan


obat yang tidak berbahaya.
Pada awal tahun 1980 an, menghirup atau mengendus (pemberian
intranasal) kokain hidroklorida menjadi praktek populer di kalangan orang dewasa
muda yang kaya. Sebagai ketersediaan kokain meingkat dan penggunaannya
menjadi semakin melonjak dengan kaitannya dengan bintang film, pahlawan
olahraga, dan tokoh masyarakat lainnya, penerimaan sosial terhadap penggunaan
kokain menjadi normatif di kelompok sosial menengah ke atas. Banyak perhatian
yang diberikan oleh media terhadap uang dan status yang dikaitkan dengan
penggunaan kokain dan drama kuasiromantis yang terkait dengan perdagangan
kokain.
Namun, selama dekade berlangsung, penggunaan kokain telah cepat
menyebar ke seluruh semua tingkatan ekonomi dan usia di masyarakat, dengan
daerah perkotaan mengalami penggunaan tingkat tinggi dengan praktek
menghirup uap (merokok) bentuk bebas yang kemudian menjadi umum. Padahal
di awal dekade cara menggunakan kokain ini biasanya hanya dilakukan oleh
individu yang mampu membeli kokain hidroklorida dengan jumlah yang besar
dan memprosesnya ke dalam bentuk bebas dengan menggunakan prosedur
memprosesan

rumah,

pengedar

utama

obat

dan

geng

jalanan

yang

mendistribusikan kokain sekarang menemukan cara memproses kokain menjadi


bentuk asap (crack), mereka dapat dengan mudal menjualnya di jalan dan
mempeluas pasaran. Di kota besar dan menengah di Amerika Serikat, penjualan
crack dengan $5- dan $10- unit dosis membawa potensi tinggi, biaya rendah ke
wilayah geografis yang sudah mengalami kemiskinan dan pengangguran. Muncul
epidemi crack ini di pertengahan 1980 menandai peningkatkan yang tidak bisa
diperkirakan dari penggunaan kokain dan sekuel medis, hukum, dan sosial dari
penyalahgunaan dan ketergantungan kokain. Di banyak kota di U.S., epidemi
crack dikaitkan dengan eskalasi kejahatan dan kerusakan sosial.
Pada tahun 1985 sebagai akibat ketersediaan yang semakin meningkat dan
penurunan harga, 20 juta orang telah mencoba kokain. Toksisitasnya menjadi
cukup jelas karena jumlah kunjungan ruangan gawat darurat dari komplikasi

kardiovaskular, neurologi, dan psikiatri meningkat tajam, dan kapasitasnya untuk


menginduksi ketergantungan terlihat dari meningkatnya jumlah permintaan untuk
pengobatan. Peningkatan jumlah pengguna obat, kematian overdosis, kejahatan,
dan gambaran kerusakan bayi crack di dalam rahim oleh wanita hamil pengguna
kokain yang memberikan visibilitas nasional akan masalah obat, khususnya
penggunaan kokain. Pengeluaran federal untuk penegakan hukum meningkat
tajam. Hukuman untuk penjual obat dan kepemilikan juga meningkat, dan
kampanye pencegahan nasional dimulai. Uji obat (urin) di tempat kerja menjadi
lebih umum. Menjelang akhir tahun 1980, penggunaan kasual menurun, begitu
pula jumlah kasus darurat medis yang terkait kokain. Jumlah pengguna berat tidak
menurun tajam, namun, dan uji urin pada orang yang ditangkap menunjukkan
bahwa sejumlah besar penjahat masih menggunakan kokain. Obat terus tersedia
relatif, lebih murah daripada tahun 1970-an, dan pada awal 1990-an, kunjungan
ruang gawat darurat mulai sedikit meningkat. Namun, pada pertengahan 1990-an,
pengujian obat dari tahanan di beberapa kota besar menunjukkan bahwa lebih
sedikit dari mereka yang menggunakan kokain.
Masalah dengan perkembangan kokain belakangan ini menjadi bagian dari
dunia. Misalnya, di Inggris, Skotlandia dan Wales, muncul crack sebagai
masalah kesehatan masyarakat menerima perhatian lebih dari media dan politik
pada tahun 2002. Di Meksiko, yang merupakan negara transit untuk kokain yang
perjalanannya ke pasaran U.S., di akhir 1990-an dan di awal abad 21 muncul
periode peningkatan penggunaan kokain bubuk diantara kalangan menengah ke
atas, dimana penggunaan crack secara bersamaan meningkat diantara pemuda
jalanan yang miskin di Kota Meksiko dan kota-kota besar lainnya dan kota-kota di
selatan Meksiko.
NOSOLOGI KOMPARATIF
Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan kokain merupakan kriteria
yang pada umumnya sama dengan yang diterapkan obat psikoaktif lainnya.
Gagasan umum konsep ketergantungan dibagikan didalam DSM-III-R, edisi
keempat (DSM-IV) dan ICD-10. Meskipun terdapat beberapa perubahan katakata, sindrom dan kriteria untuk mendiagnosis ketergantung mirip dengan dua

edisi DSM sebelumnya dan DSM-IV-TR. Kesepakatan yang tinggi juga ada antara
DSM-IV-TR dan ICD-10. Mereka menggunakan konsep yang serupa (variasi
tingkat keparahan sindrom ketergantungan), meskipun kata-kata dari kriteria
untuk menentukan keberadaan dan keparahan dari sindrom berbeda. Keduanya
mengharuskan tiga elemen sindrom dicatat dalam jangka waktu 12 bulan.
Meskipun DSM-IV-TR terlihat menempatkan stres lebih besar daripada ICD yang
menempatkan toleransi dan ketergantungan fisiologi (karena ini meminta dokter
untuk menentukan adanya kriteria ini), dalam prakteknya, ini memberi dampak
yang kecil terhadap pasien yang mencari pengobatan yang memenuhi kriteria
diagnosis ketergantungan. Kebanyakan pasien yang memenuhi kriteria DSM-IVTR tentang ketergantungan dilaporkan toleransi, withdrawal, atau keduanya.
ICD-10 dan DSM-IV-TR berbeda dalam mengklasifikasikan apa yang
disebut penyalahgunaan zat di DSM-IV-TR. ICD-10 tidak menggunakan istilah
penyalahgunaan tetapi juga memasukkan kategori penggunaan berbahaya, yang
berbeda secara dasarnya dari konsep penggunaan penyalahgunaan di DSM-IV-TR.
Konsep tentang berbahaya hanya terbatas secara kesehatan mental dan fisik (misal
hepatitis, kerusakan jantung, episode depresi, dan racun psikosis). Ini khususnya
mengecualikan gangguan sosial, sebagai berikut :
Fakta bahwa pola penggunaan atau zat tertentu ditolak oleh orang lain atau
oleh budaya, atau mungkin menyebabkan konsekuensi sosial negatif seperti
penangkapan atau argumen pernikahan yang tidak dengan sendirinya merupakan
bukti penggunaan berbahaya.
EPIDEMIOLOGI
Penggunaan kokain telah berfluktuasi secara dramatis selama empat
dekade terakhir, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di Amerika Selatan
dan Eropa Barat. Di Amerika Serikat, berbagai kegiatan bertujuan untuk
memperkirakan tingkat dan konsekuensi dari penggunaan obat psikoaktif
termasuk,namun tidak berbatas pada, studi tahunan Monitoring the Future (MTF);
National Household Survey on Drug Abuse (NHSDA); Drug and Alcohol
Services Information System (DASIS), yang menyediakan informasi tentang

sistem pengobatan penyalahgunaan zat tingkat nasional dan negara; Drug Abuse
Warning Network (DAWN), yang mendapat laporan dari kelompok tertentu di
rumah sakit bagian ruang gawat darurat (ED) dan kantor pemeriksa medik tentang
efek samping dan kematian terkait obat; dan program Arrestee Drug Abuse
Monitoring (ADAM) , yang mendapatkan datanya berasal dari uji urin dari
tahanan pada penjara tertentu. Semua dari teknik tersebut diperkirakan
mempunyai sampling yang terbatas, dan tidak dapat menerapkan kriteria
diagnosis yang standart untuk pola penggunaan zat atau efek sampingnya.
Akibatnya, meskipun mereka memberikan gambaran penggunaan setiap waktu,
metode ini tidak mengungkapkan perubahan dalam insiden dan prevalensi spesifik
gangguan terkait zat seperti ketergantungan dan penyalahgunaaan.
Dalam studi tahunan MTF, penurunan substansial di semua indikator yang
dilaporkan penggunaan kokain diantara iswa SMA (penggunaan seumur hidup,
tahun lalu, dan bulan lalu) diantara 1985 dan 1992 diikuti dengan peningkatan
bertahap antara 1992 dan 1999. Di tahun 1999, puncak kedua di prevalensi
tahunan mencapai 6.2 persen. Sejak tahun 1999, angka prevalensi tahunan
menurun sedikit menjadi 5 persen di tahun 2002. Menurut NHSDA, diantara 1993
dan 2001, penggunaan kokain berfluktuasi antara 1,5 dan 1,9 persen. Selama
periode 9 tahun ini, angka tahunan paling rendah 1,5 persen dilaporkan pada
tahun 2000. Di tahun 2001, angka ini meningkat kembali ke 1,9 persen. Jumlah
pengguna kokain menurun dari 5,7 juta di tahun 1985 menjadi 1,4 juta di tahun
1992. Sejak tahun 1992, tidak ada perubahan yang signifikan di sejumlah
pengguna kokain. Dan di tahun 2001, diperkirakan 1,7 juta orang America yang
sekarang pengguna kokain (0,7 persen dari populasi berusia 12 tahun ke atas), dan
406.000 orang America sekarang pengguna crack (0,2 persen).
Sejak tahun 2000, NHSDA sudah memasukkan sejumlah pertanyaan
tentang ketergantungan dan penyalahgunaan zat. Pertanyaan dirancang untuk
mengukur ketergantungan dan penyalahgunaan berdasarkan kriteria spesifik di
DSM-IV. Pada tahun 2000, 0.3 persen dilaporkan ketergantungan dan
penyalahgunaan kokain pada akhir tahun. Dan di tahun 2001, persen meningkat

menjadi 0,5 persen. Perbedaan antara tahun 2000 dan 2001 diperkirakan statistik
signifikan (pada tingkat 0.05)
Treatment Episode Data Set (TEDS), satu dari tiga komponen dari DASIS,
menyediakan informasi pada sejumlah dan karakteristik dari individu yang
dirawat pengobatan obat dan alkohol. Empat zat alkohol, opiat (terutama
heroin), kokain, dan mariyuana/ganja telah mendominasi pengobatan ditingkat
nasional pada beberapa tahun. Proporsi penerimaan dilaporkan terutama
penyalahgunaan kokain mengalami sedikit penurunan, dari 17.9 persen dari
seluruh penerimaan di tahun 1994 menjadi 14.4 persen di tahun 1999.
Menurut komponen ED dari DAWN,

kokain ED yang disebutkan

meningkat signifikan selama bertahun-tahun, dari 143.337 yang disebutkan di


tahun 1994 menjadi 193.034 di tahun 2001. Proporsi dari kokain yang disebutkan
di episode ED dan semua, namun, tetap relatif stabil selama periode yang sama.
ETIOLOGI
Ketergantungan zat saat ini dipandang sebagai hasil dari suatu proses
dimana faktor-faktor sosial, psikologi, budaya dan biologi mempengaruhi perilaku
penggunaan zat. Tindakan dari obat dipandang kritis, namun diakui bahwa tidak
semua orang yang mengalami efek ketergantungan obat dengan cara yang sama.
Selanjutnya, tergantung dari individu, faktor ang berbeda mungkin kurang lebih
penting pada tahap yang berbeda dalam proses, bahkan dengan kelas agen
farmakologis yang sama.
Faktor sosial dan budaya sangat mempengaruhi ketersediaan dan
penggunaan kokain dan zat lainnya. Dalam kasus kokain, faktor farmakologis
diyakini penting dalam penggunaan terus dan progesif menjadi ketergantungan.
Kokain secara potensial meningkatkan mood dan tindakan euphorigenik, terutama
ketika efeknya mempunyai onset yang cepat, seperti ketika kokain disuntikkan
atau dihirup. Meskipun beberapa berkembang menjadi ketergantungan fisik,
merasa tidak nyaman secara fisik, sindrom withdrawal aversif yang mungkin
kurang menonjol di penggunaan kokain daripada opioid dan sedatif.

KOMORBIDITAS
Tambahan diagnosis psikiatri yang cukup umum diantara pasien
ketergantungan kokain. Hal ini tidak selalu jelas bagaimana komorbiditas
dikaitkan dengan etiologi kokain, tetapi bukti epidemiologi jelas menunjukkan
bahwa kehadiran gangguan psikiatri tidak dikaitkan dengan penyalahgunakan zat
(misal gangguan mood, skizofrenia, dan gangguan kepribadian antisosial) secara
substansial meningkatkan kemungkinan dari perkembangan penyalahgunaan dan
ketergantungan zat. Bagi sebagian orang, kokain mungkin berguna untuk
meringankan berbagai gangguan psikiatri atau keadaan disfungsi. Beberapa
pengguna, sebagai contoh, mungkin menemukan kenyamanan dari gangguan
distimik. Orang lain mungkin menemukan bahwa kokain memudahkan kegiatan
seksual, yang memungkinkan bersosialisasi lebih lama, atau melawan efek sedatif
dari alkohol. Namun meskipun faktor-faktor tersebut mungkin dapat menjelaskan
penggunaan zat lebih dari satu kesempatan, mereka tidak memperhitungkan
perkembangan menjadi ketergantungan atau penyalahgunaan.
FAKTOR GENETIK
Bukti yang paling dipercaya akan pengaruh generik pada ketergantungan
kokain berasal dari studi kembar. Sebuah studi kembar laki-laki yang bertugas di
militer U.S. antara tahun 1965 dan 1975 ditemukan tingkat kesesuaian yang lebih
tinggi untuk ketergantungan stimulan (kokain, amfetamin, dan obat-obat seperti
amfetamin) diantara kembar monozigot daripada dizigot. Analisis menunjukkan
bahwa faktor genetik dan faktor lingkungan yang unik (tidak dapat disebarkan)
diperkirakan memberi kontribusi yang sama untuk berkembang ke ketergantungan
stimulan. Studi kembar laki-laki di Virgnia ditemukan faktor genetik umum
memberikan pengaruh kuat pada resiko penggunaan obat terlarang dan
penyalahgunaan/ketergantungan obat selama enam kelas yang berbeda. Faktor
lingkungan merupakan penentu utama apakah kelas obat tertentu digunakan
individu. Studi lainnya menunjukkan kontribusi genetik menjadi attention-

deficit/hyperactivity disorder (ADHD), gangguan perilaku, dan gangguan


kepribadian antisosial. Karena gangguan ini merupakan faktor resiko penting
untuk penggunaan dan ketergantungan obat, temuan ini juga mendukung
keterlibatan genetik di etiologi ketergantungn obat pada umumnya.
Pada model hewan, ini sangat menarik untuk dicatata bahwa pembatasan
hewan laboratorium sangat berbeda dalam kesediaan mereka untuk meminum
sendirinya obat psikoaktif, termasuk kokain, dan batasan tersebut yang berbeda
bahkan lebih nyata dapat dikembangkan.
FAKTOR LAINNYA
Faktor sosial, budaya, dan ekonomi merupakan penentu kuat penggunaan
awal, penggunaan terus menerus, dan relaps. Penggunaan berlebihan jauh lebih
mungkin di negara yang kokainnya sudah tersedia. Peluang ekonomi yang
berbeda dapat mempengaruhi kelompok tertentu lebih dari yang lain dalam
menjual obat terlarang, dan penjualan mungkin dilakukan dalam masyarakat dekat
daripada mereka yang menjual dengan resiko penangkapan tinggi.
Dikarenakan kedua studi alternatif manusia dan hewan positif mengatakan
obat sebagai penyuat, ketidakadanya alternatif non obat dapat dilihat sebagai
faktor penyebab untuk menggunakan, terutama ketika obat tersedia dan tekanan
sosial terhadap penggunaannya tidak kuat. Penguat alternatif positif tidak dibatasi
dengan imbalan material tetapi juga termasuk imbalan psikologis yang dikaitkan
dengan kepuasan hubungan interpersonal dan harga diri yang berasal dari prestasi
dalam peran yang diterima sosial. Dalam model hewan, stres kronis dimediasi
oleh kortisol tingkat tinggi meningkatkan sensitivitas terhadap efek penguatan
kokain dan menginduksi relapse pada pemberian obat di hewan.
PEMBELAJARAN DAN KONDISI
Pembelajaran dan kondisi merupakan penting dalam penggunaan kokain
terus menerus. Setiap inhalasi atau injeksi kokain menghasilkan pengalaman
terburu-buru dan euforia yang menguatkan perilaku pengambilan obat anteseden.
Selain itu, tanda lingkungan terkait dengan penggunaan zat menjadi berhubungan

dengan keadaan euforik yang panjang setelah periode penghentian, tanda tersebut
seperti (misal bubuk putih dan paraphernalia) yang dapat menimbulkan kenangan
keadaan euforik dan membangunkan keinginan kembali kokain.
Dalam penyalahgunaan kokain (tetapi tidak di kontrol normal),
rangsangan terkait kokain mengaktifkan memori episodik dan memori kerja dan
menghasilkan rangsangan (desynchronization) elektroencephalografi (EEG) di
daerah otak. Peningkatan kegiatan metabolik di regio limbik, seperti amigdala,
gyrus parahippocampal, dan dorsolateral prefrontal cortex, berkorelasi dengan
laporan akan keinginan untuk kokain, tetapi tidak ada rangsangan EEG.
FAKTOR FARMAKOLOGIS
Sebagai akibat dari tindakan dalam sistem saraf pusat (CNS), kokain dapat
menghasilkan rasa kewaspadaan, euforia, dan kesejahteraan. Mungkin ada
penurunan rasa lapar dan kurangnya rasa tidur. Gangguan kinerja oleh kelelahan
biasanya miningkat. Seperti amfetamin dan methylphenidate, kokain muncul
untuk meningkatkan fokus dan mengabaikan gangguan, tindakan yang mungkin
bernilai untuk individu yang mempunyai gangguan penurunan perhatian.
Beberapa pengguna percaya bahwa kokain meningkatkan kinerja seksual.
MEKANISME AKSI
Kokain menghambat pemasukan kembali dari monoamina dari celak
sinaptik dengan mengikat protein transporter. Memperkuat efeknya terutama
dikarenakan aksinya di transporter dopamin, menghasilkan dopamin tingkat tinggi
di sinaps. Bukti menunjukkan bahwa stimulasi kedua tipe domamin tipe 1 (D1)
dan reseptor D2 mempunyai peranan penting dalam penguatan dopamin dan aksi
meningkatkan salience. Kokain juga menghambat pemasukan kembali dari
norepinefrin dan serotonin. Meningkatkan konsentrasi norepinefrin juga penting
untuk beberapa efek racun dari kokain. Pada dosis biasa yang digunakan
pengguna kokain, obat meningkatkan hrmon adrenokortikotropik (ACTH) dan
kortisol dengan menstimulasi pelepasan hormon hipotalamik korticotropinreleasing (CRH) . Kadar puncak ACTH bertepatan dengan kadar plasma puncak
dari kokain. Dopamin dan seronin merupakan mediator penting dari efek ini

karena antagonis dari transmiter ini dapat menumpulkan efek dari kokain. Efek
pada CRH dan pelepasan kortisol mirip dengan yang diamati pada stress dan
mungkin berhubungan dengan peningkatan sensitivitas terhadap stress yang
diamati dalam keadaan kecanduan. Akut, kokain dapat menstimulasi pelepasan
hormon luteinizing dan hormon follicle-stimulating (FSH) dan menekan
pelepasan prolaktin.
Pada model hewan, kokain dianggap penguat farmakologis paling kuat.
Mengingat akses yang gratis, hewan memilih sendiri kokain daripada makanan,
minuman , atau akses terhadap hewan lain. Kematian dari kelaparan dan
keracunan obat merupakan konsekuensi khas dengan akses kokain tak terbatas.
Dengan akses yang terbatas (2 sampai 6 jam per hari), kokain tidak mendapatkan
kontrol atas perilaku tersebut, dan hewan mungkin memilih makanan daripada
kokain, tergantung dari dosis, dan jumlah pekerjaan yang harus dilakukan untuk
mendapatkan dosis tersebut, dan tipe dan jumlah makanan yang disediakan
sebagai penguat alternatif.
RUTE UMUM ADMINISTRASI
Kokain dapat diminum, diinjeksi, diserap melalui hidung dan membran
bukal, atau diinhalasi dan diserang melalui alveoli paru. Kokain hidroklorida,
bentuk yang larut dalam air biasanya digunakan untuk mengendus atau injeksi,
sebagian besar dihancurkan oleh panasnya pembakaran dan tidak cocok untu
pengasapan. Kokain sebagai bentuk bebas sebelum dihancurkan oleh panas.
Garam hidroklorida dapat dikonversi ke bentuk bebas dengan pengobatan dengan
alkali dan ekstrasi pelarut organik. Inhalasi secara kokain secara bebas
menghasilkan penyerapan segera dan efek onset dengan cepat. Pada tahun 1980an, pengguna belajar untuk menghindari bahaya kebakaran dari ekstraksi pelarut
organik dan masih menghasilkan bentuk kasar dari kokain dengan memanaskan
kokain dengan natrium bikarbonat untuk menghasilkan crack, keras, masa putih
ditambah sisa-sisa. Ketika diasapkan, bahan ini mengeluarkan suara retak. Di
negara produksi kokain, beberapa pengguna mungkin merokok produk setengah
mentah, kokain sulfat (pasta koka, pasta basika, basuca), yang biasanya
terkontaminasi dengan pelarut.

Seperti opioid, onset cepat dari efek kokain setelah injeksi intravena (IV)
atau inhalasi bentuk bebas menghasilkan sensasi sangat menyenangkan, atau
terburu-buru. Rasa buru-buru kokain hanya berlangsung beberapa menit,
sedangkan efek psikologis dan fisiologis cenderung menurun lebih lambat secara
paralel dengan penurunan konsentrasi dalam plasma.
TOLERANSI DAN SENSITISASI
Pasien yang mencari pengobatan sering dilaporkan membutuhkan kokain
lebih banyak untuk mendapatkan efek yang sama. Dalam studi laboratorium,
pengguna sesekali kokain telah ditandai kardiovaskular, subjektif dan respon
endokrin dalam tantangan kokain dosis IV daripada subjek yang memiliki
ketergantungan kokain. Meskipun bukti beberapa toleransi terhadap efek kenaikan
tekanan darah, bahkan pengalaman pengguna mungkin mempertahankan
toksisitas kardiovaskular yang signifikan.
Penggunaan kokain yang kronis juga menghasilkan bentuk sensitisasi yang
merespon kenaikan dosis yang diberikan. Pada hewan, pemberian berulang dosis
stimulan SSP, seperti kokain atau amfetamin, akhirnya menimbulkan kejang atau
perilaku stereotip yang tidak terlihat pada dosis awal. Sensitisasi yang dihasilkan
lebih oleh dosis intermitten lebih handal daripada dosis terus-menerus. Sensitisasi
dapat bertahan lama. Keadaan paranoid dan keracunan psikosis yang biasanya
berkembang di kronik pengguna kokain diyakini menjadi salah satu fenomena
dimana sensitisasi berkembang. Kokain psikosis muncul lebih cepat daripada
mereka yang telah merupakan pengguna kronik atau yang sebelumnya telah
psikosis.
Di laboratorium, hewan yang mengembangkan sensitisasi meminum lebih
amfetamin dan kokain. Menurut beberapa kelompok peneliti, fenomena sensititasi
ini berperan penting dalam pengembangan perilaku adiktif.
Mekanisme yang mendasari perkembangan sensititasi terhadap stimulan,
seperti kokain dan amfetamine, telah dipelajari lebih lanjut. Glutamat dan reseptor
glutamat memainkan peranan penting di fenomena ini. Sensitisasi dapat dicegh
dengan pengobatan dengan D1 tetapi bukan dengan reseptor antagonis D2, dan

aktivasi dari D1 bukan reseptor D2 di daerah tegmental ventral yang


meningkatkan kadar glumatat ekstraseluler. Beberapa jenis reseptor glumatat yang
terlibat : N-methyl-D-aspartate (NMDA), AMPA/kainate, dan metabotropik
(mGlu). Sensitisasi diblokir dengan pemberian reseptor antagonis NMDA.
Beberapa data menunjukkan bahwa sensititasi yang dikaitkan dengan obat
melibatkan perubahan dalam subunit dari reseptor glumata (AMPA) yang pada
gilirannya disebabkan oleh akumulasi protein yang lama protein terkait Fos, yang
kemudian dimediasi oleh CREB.
KEADAAN WITHDRAWAL
Sindrom withdrawal kokain yang memiliki kualitas aversif (misalnya
disphoria dan anhedonia). Meskipun withdrawal anhedonia dan kelelahan
umumnya tidak dilaporkan menjadi alasan yang paling penting untuk relapse
setelah withdrawal singkat, untuk beberapa pengguna yang telah mengalami
ketergantungan kokain yang tinggi atau untuk memproyeksikan kepribadian yang
percaya diri yang mungkin tidak berfungsi sementara tanpanya. Bagi yang lain,
withdrawal disphoria mungkin melebih-lebihkan intensitas dari gangguan
kepribadian anteseden. Bila sindrom withdrawal kokain berkepanjangan, ini lebih
halus daripada sindrom yang terkait dengan withdrawal opioid. Hal ini dalam
beberapa hal yang membingungkan bahwa pasien tersebut biasanya tidak
berkeinginan akan kokain dan relapse untuk withdrawal karena terdapat sejumlah
bukti bahwa penggunaan kokain kronik menghasilkan perubahan signifikan
jangka panjgn di banyak bagian otak.
PERUBAHAN OTAK DIINDUKSI KOKAIN
Ini telah ditemukan berulang kali bahwa ada defisit perfusi di otak subjek
ketergantungan kokain yang baru-baru berhenti dari kokain. Defisit ini mungkin
tidak berhubungan dengan toleransi atau withdrawal, tetapi temuan parah lainnya
mungkin ada. Banyak studi (tetapi tidak semua) menggunakan positron emission
tomography (PET) dan single photon emission computed tomography (SPECT)
untuk memeriksa otak dari subjek yang ketergantungan kokain dan ditemukan
penurunan jumlah transporter dopamin di striatum, penemuan konsisten dalam

studi postmortem. Dalam beberapa hari saat withdrawal, pecandu kokain


memperlihatkan tingkat metabolisme otak yang lebih tinggi dari normal di korteks
orbitofrontal dan ganglia basal yang berhubungan dengan keinginan. Pada 1
sampai 4 minggu dan pada 3 sampai 4 bulan setelah withdrawal, pecandu kokain
memiliki tingkat metabolik lebih rendah di korteks frontal yang berhubungan
dengan gejala depresi dan penurunan ketersediaan reseptor D2 yang berhubungan
dengan penurunan tingkat metabolisme otak dan pengguna kokain bertahun
(Gambar 11.6-1). Peningkatan ikatan reseptor -opioid setelah 4 minggu dari
absennya kokain yang berkorelasi dengan keparahan keinginan kokain.

GAMBAR 11.6-1 Perbandingan antara subjek kontrol normal, ikatan reseptor


dopamin tipe 2 (D2) di striatum lebih rendah di pengguna obat saat withdrawal
dari kokain, metamfetamin, dan alkohol. (lihat warna plat). (dari Goldstein RZ,
Volkow ND: Drug addiction and its underlying neurobiological basis:
Neuroimaging evidence for the involvement of the frontal cortex. Am J
Psychiatry. 2002; 159:1642, dengan ijin).
Penggunaan kokain kronis menginduksi berbagai perubahan di otak model
hewan; banyak perubahan ini muncul karena respon adaptif, sedangkan yang lain
mungkin berhubungan dengn sensitisasi. Setelah periode kronis, administrasi
kokain, peningkatan penguat diatas ambang batas, dan transimi dopaminergik dan
serotonergik di nuklues accumben menurun. Selain itu, kepadatan reseptor D1
meningkat. Pembawa asam ribonukleat (mRNA) untuk faktor pelepasan
kortikotropin (CRF) meningkat, reseptor dan -opioid yang diregulasi, dan
konsentrasi mRNA untuk prodnorphin di striatum dan nuklues accumben
meningkat. Dynorphin, bertindak di reseptor di daerah neuron tegmental ventral,
mungkin berfungsi sebagai mekanisme umpan balik yang negatif, meredam
aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Peningkatan cocaine and amphetamine
regulated transcript (CART) peptida mungkin merupakan mekanisme lainnya
yang berperan penting untuk meredam aktivitas dopaminergik. Peptida
neurotransimiter ini ditemukan di daerah tegmental ventral dan nukls accumben
yang dekat dengan neuron asam -aminobutyric (GABA)ergik. Ini muncul untuk

membalikkan atau membatasi efek dari tingginya dopamin. Ketika penggunaan


kokain dihentikan, peningkatan aktivitas dynorphin dapat memberikan kontribusi
untuk menurunkan aktivitas dopamin yang menjadi dysphoria dan anhedonia.
Neuron membawa reseptor dopamin ini daerah otak memperlihatkan peningkatan
regulasi siklik adenosin monofosfat (cAMP) kinase tergantung dan penurunan
konsentrasi protein Gi. Kedua perubahan ini berkontribusi terhadap peningkatkan
regulasi jalur cAMP dan aktivasi dari berbagai faktor transkipsi, seperti CREB
(protein mengikat-elemen respon cAMP), yang menghasilkan produksi protein
seperti Fos jangka panjang yang berbeda dari yang terlihat setelah pemberian
kokain akut. Perubahan persisten pada jalur cAMP mungkin mewakili satu
mekanisme toleransi. Seperti yang disebutkan diatas, akumulasi protein seperti
Fos, dengan mengubah subunit dari reseptor glutamat AMPA, muncul untuk
dihitungkan perkembangan dari sensitisasi.
Dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari fenomena
kecanduan dan relapse postabsen, beberapa upaya, masing-masing baik
berdasarkan data perilaku dan biologi, telah dibuat untuk mengintegrasikan apa
yang telah diketahui tentang perubahan yang diinduksi oleh penggunaan obat dan
respon terhadap stimuli yang dikaitkan dengan obat di lingkungan. Salah satu
upaya penekanan tersebut diantara menurunkan kelanjutan dari kapasitas
fungsional dari sistem saraf subserving hedonik tone dan meningkatkan
sensitivitas dan ketidakstabilan yang berkepanjangan dari axis stress hipotalamipituitari-adrenokortikal (HPA). Pandangan ini terlihat kecanduan sebagai siklus
spiral disregulasi dari sistem otak dimana ada pergeseran dari keadaan normal
homoestatik ke keadaan abnormal allostatik. Peningkatan sensitivitas terhadap
tekanan lingkungan digabungkan dengan pelepasan CRF untuk menghasilkan
respon dalam sistem dopaminergik yang secara fungsional setara dengan dosis
dasar obat. Pandangan lainnya menekankan pada pentingnya sensititasi saraf yang
diinduksi obat, mengesampingkan bahwa terdapat sensititasi paralel di sistem
saraf yang membantu penilaian salience terhadap stimuli lingkungan, dan salience
tersebut dianggap

sebagai ingin atau keingingan obat. Masih pandangan

lainnya yang menganggap data dari studi gambaran otak yang menunjukkan
adanya penurunan volume dari korteks frontal di banyak subjek kecanduan.

Karena korteks preforntal umumnya menghambat kegiatan di amygdala yang


merupakan daerah kunci yang terlibat dalam ingatan emosional, termasuk ingatan
dikarenakan efek dari obat yang dapat ditimbulkan karena stimuli terkait obat,
hipotesis perspektif ini tidak hanya mengkaitkan stimuli obat yang merangsang
keinginan tetapi juga kapasitas korteks frontal untuk menghambat respon perilaku
untuk keinginan obat berkurang.
DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS
Tabel 11.6-1 Daftar dari Gangguan terkait kokain DSM-IV-TR
POLA PENGGUNAAN DAN PENYALAHGUNAAN
Terdapat beberapa pola dari penggunaan dan penyalahgunaan kokain.
Misalnya, masyarakat adat Andes mengunyah daun cola tiap harinya, tetapi
kelihatannya sedikit mengarah ke pengguna berlebihan atau keracunan. Meskipun
beberapa

orang

dapat

menggunakan

kokain

intermiten

tanpa

menjadi

ketergantungan, ini tidak jelas berapa lama selang tersebut, dan penguna tidak
ketergantungan dapat melanjutkan dan untuk berapa proporsi pengguna.
Penggunaan kokain yang tidak menimbulkan masalah bagi pengguna tidak
memenuhi kriteria DSM-IV-TR baik untuk ketergantungan atau penyalahgunaan.
Diantara orang-orang yang mencari pengobatan untuk ketergantungan
kokain (tidak seperti ketergantungan opioid), penggunaan harian dari obat yang
tidak merupakan pola pada umumnya. Sebaliknya, penggunaan mungkin
intermiten. Penggunaan interminten terdiri dari episode atau penggunaan binge,
sering dimulai saat akhir pekan dan hari gajian dan berlangsung sampai pasokan
obat habis atau berkembang toksisitas. Berjalan, atau binge, selama obat yang
mungkin digunakan setiap 15 sampai 30 menit, dapat bertahan 7 hari atau
berturut-turut tetapi biasanya lebih singkat. Meskipun tampaknya ada sedikit
toleransi antara binge, perubahan dalam respon terhadap obat terjadi selama
binge. Efek euforia tampaknya kurang menonjol, dan kecemasan, kelelahan,
mudah marah, dan peningkatan depresi. Setiap jeda dalam penggunaan obat
menyebabkan konsentrasi darah menurun; biasanya, terdapat dysphoria daripada
kembali ke mood yang normal. Jika kokain masih tersedia, ini digunakan untuk

menghilangkan dysphoria. Ketika binge ini terganggu atau persediaan telah habis,
segera diikuti crash kokain. Pasien melaporkan rasa membutuhkan lebih banyak
kokain untuk mendapatkan efek yang sama (toleransi) lebih sering daripada
pengalaman withdrawal. Sebagian besar pengguna kokain mencari pengobatan
melaporkan menggunakan harian atau hampir tiap harinya, yang sering dikaitkan
dengan penggunaan heroin harian. Sebagian kecil dari pasien melaporkan
penggunaan dosis tinggi selama beberapa hari dalam sebulan dalam jangka
panjang; orang-orang tersebut mungkin masih memenuhi kriteria untuk
ketergantungan.
Pada tahap awal, penggunaan kokain mungkin dapat menyebabkan sedikit
gangguan terhadap aktivitas normal. Beberapa orang mungkin menemukan bahwa
rasa energi dan rasa kepercayaan diri yang memudahkan kegiatan produktif.
Orang lain mungkin menemukan kokain tersebut memudahkan interaksi sosial,
khususnya meningkatkan gairah seksual dan kenikmatan, paling tidak pada
awalnya. Perkembangan disfungsi seksual kemudian berlanjut di penggunaan
sebaiknya di dokumentasikan daripada untuk meningkatkan.
Sebagai tambahan perasaan euforia, penggunaan kokain mungkin dapat
menyebabkan perasaan kecemasaan, mudah marah, dan kecurigaan. Pengguna
mungkin dapat melakukan kejahatan untuk mendapatkan uang untuk membeli
kokain, dan kejahatan tersebut melibatkan kekerasan. Selain itu, kokain dapat
menginduksi ide paranoid, dan terdapat beberapa laporan bunuh diri, dan
percobaan bunuh diri selama keadaan keracunan diinduksi kokain.
Kokain umumnya merupakan penguat yang sangat kuat ketika digunakan
dengan cara untuk menghasilkan efek onset cepat. Tidak hanya dengan jalan
pemberian IV dan intrapulmonari menghasilkan peningkatan cepat di darah dan
konsentrasi obat di otak dan rasa terburu yang kuat, tetapi terutama dengan
merokok kokain bebas, penurunan yang hampir sama cepat dalam darah dan
konsentrasi obat di otak terjadi ketika kokain diretribusikan dan dimetabolisme.
Dibandingkan dengan mereka yang menggunakan intranasal, pengguna yang
menginhalasi kokain bebas atau menginjeksi garam intravena lebih mengarah dari
eksperimen menjadi reguler, penggunaan kompulsif, dibatasi dengan ketersedian

obat aau uang untuk membelinya. Bahkan di laboratorium, ini dapat dilihatkan
bahwa keinginan untuk kokain secara signifikan hanya beberapa menit setelah
penggunaan IV ketika otak dan konsentrasi darah menurun. Namun, meskipun
penggunaan kokain secara IV dan pulmonari jauh lebih mungkin menghasilkan
penggunaan kompulsif dan ketergantungan, jalur intranasal juga dapat mengarah
ke ketergantungan dan berbagai toksisitas kokain (termasuk kematian).
Pecandu kokain sering menggunakan sedatif atau opioid untuk
memodulasi stimulan dan efek racun dari kokain, sebuah praktek yang dapat
menyebabkan ketergantungan bersamaan sedatif atau opioid. Kadang-kadang
opium, seperti heroin, dan kokain yang diinjeksi secara intravena berkelanjutan;
campuran (speedball) dilaporkan terutama euporigenik. Efek sinergik serupa
terlihat dengan kokain dan buprenorpine (buprenex, subutex) diminum secara
bersamaan. Alkohol mungkin merupakan zat yang paling sering digunakan untuk
bersamaan dengan kokain, dan penggunaannya mungkin terkait dengan
penggunaan kokain dan mungkin dapat memicu keinginan kokain bagi mantan
pengguna yang mencoba untuk menjauhkan diri dari kokain.
KETERGANTUNGAN KOKAIN
Sebagai pengguna obat tetap, prioritas yang lebih besar seringkali
diberikan untuk mendapatkan dan menggunakan kokain daripada memenuhi
kewajiban sosial lain atau menghindari keracunan atau penangkapan. Pengguna
mungkin sering kali terlibat dalam kegiatan ilegal untuk meningkatkan uang untuk
kokain atau perdagangan sex untuk itu. Pada tahap ini, penggunaan kokain
dianggap maladaptif dan mungkin memenuhi kriteria DSM-IV-TR tentang
penyalahgunaan atau ketergantungan kokain. Kriteria DSM-IV-TR tentang
ketergantungan kokain biasanya memiliki kriteria yang sama dengan zat lainnya
(Tabel 11.1-3). Diagnosis ketergantungan memerlukan pola penggunaan obat
maladaptif yang mengarah ke gangguan atau distres signifikan klini, sebagai
penanda bahwa paling tidak tiga dari tujuh kriteria yang disajikan dalam tabel.
DSM-IV-TR menginstruksikan dokter untuk menentukan apakah ketergantungan
fisiologis yang spesifik ada (yaitu bukti terhadap toleransi atau withdrawal yang
didefinisikan dalam kriteria diagnosis).

Penggunaan obat untuk menghambat withdrawal yang tidak begitu


dominan dengan ketergantungan kokain seperti ketergantungan opioid. Namun,
kriteria lain untuk ketergantungan merupakan hal yang umum bagi pengguna
berat kokain. Toleransi terhadap beberapa aksi obat (misal efek euphorigenik)
dapat berdampingan dengan peningkatan sensititasi tindakan lain (misal
anxiogenik dan efek psikotogenik).
PENYALAHGUNAAN KOKAIN
Beberapa pengguna kokain berkembang menjadi masalah atau efek
samping yang terkait dengan penggunaan obat mereka (yaitu, penggunaannya
maladaptif) meskipun penggunaan tersebut tidak memenuhi persyaratan tiga
kriteria untuk diagnosis ketergantungan. Contoh pola maladaptif berulang
termasuk dalam penggunaan yang mengarah ke dalam berbagai masalah hukuml
ketidakmampuan dalam memenuhi kegiatan sosial, sekolah atau kewajiban
berhubungan pekerjaan; dan penggunaan diteruskan meskipun kesulitan sosial
atau keterampilan yang disebebakan, atau diperburuk oleh penggunaan kokain.
Ketika satu atau leih dari masalah terkait zat ini terjadi di dalam periode 12 bulan,
tetapi

pola

tidak

terpenuhi

untuk

kriteria

ketergantungan,

diagnosis

penyalahgunaan kokain harusnya dibuat (Tabel 11.1-8)


KERACUNAN KOKAIN
Diantara mereka yang memenuhi kriteria untuk penyalahgunaan atau
ketergantungan kokain, keracunan psikiatrik tertentu yang umum. Hanya orang
ketergantungn lakohol yang sering kali keracunan, pengguna kokain umumnya
mengembangkan gejala keracunan kokain pada saat binge tunggal. Eugoria bisa
disertai dengan meningkatnya kecurigaan, kewaspadaan yang berlebihan,
kecemasan, hiperaktif, banyak bicara, dan muluk. Pengguna dapat terlibat dalam
perilaku stereotip dan berulang-ulang (misal pembongkaran dan pemasangan
kembali objek yang sama). Biasanya tanda dan gejala lainnya dari stimulasi
sentral terjadi, seperti takikardia, aritmia kardia, perubahan tekanan darah, dilatasi
pupul, keringat, atau kedingingan. Halusinasi mungkin terjadi, tetapi halusinasi

taktil. Gangguan penilaian, dan kebingungan mungkin terjadi, tetapi informasi


tentang sifat dari halusinasi diinduksi obat tetap dipertahankan.
Gejala-gejala

tersebut

setelah

menggunakan

kokain

seharusnya

dipertimbangkan tentang keracunan kokain, sebaiknya mereka tidak dihitung


sebagai gangguan mental atau medis lainnya, dan terdapat paling tidak dua atau
lebih tanda fisiologis yang terlihat umumnya dengan penggunaan kokain (misal
takikardia, dan peningkatan tekanan darah). Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR
untuk keracunan kokain (Tabel 11.6-2) yang identik dengan kriteria keracunan
amfetamin kecuali untuk substitusi kata kokain untuk kata amfetamin atau
terkait zat. Setiap gangguan persepsi seharusnya dispesifikasikan. Di dalam satu
studi tentang pecandu kokain dalam masyarakat, lebih dari satu setengah
dilaporkan mengalami paranoia atau halusinasi pada beberapa waktu; diantaranya
membutuhkan pengobatan, 63 persen yang dilaporkan mempunyai gejala.
Keracunan kokain mungkin terjadi di pengguna sesekali yang tidak memenuhi
kriteria untuk penyalahgunaan atau ketergantungan.
Perkembangan paranoia tampakya tidak terkait erat dengan dosis kokain.
Dari pengguna kokain berkembang ke sindrom pada dosis jauh dibawah daripada
pengguna lainnya yang tidak mengalaminya. Lebih lanjut, seseorang yang
mengalami paranoia diinduksi kokain lebih mungkin untuk kambuh dengan
penggunaan kokain berikutnya. Hal ini membantah bahwa perubahan ambang
batas

mewakili

bentuk

sensitisasi.

Penggunaan

kokain

juga

dikaitkan

berkembangnya ke gangguan panik yang masih dipakai setelah penggunaan


kokain; disini juga sensitisasi dibantahkan.
DELIRIUM INTOKSIKASI KOKAIN DAN GANGGUAN PSIKOTIK
DIINDUKSI KOKAIN
Dimana beberapa paranoia atau kewaspadaan lebih merupakan khas untuk
keracunan kokain, dan taktil dan halusinasi lainnya mungkin terjadi, penggunaan
kokain juga dapat menginduksi racun delirium dan gangguan psikotik beracun
persisten yang dikarakterikasi dengan kecurigaan, paranoia, halusinasi taktil dan
visual, dan kehilangan wawasan. Halusinasi serangga (serangga kokain) atau

hama yang merangkak di bawah kulit (formikasi) kadang dilaporkan dan


seringkali dikaitkan dengan eksoriasi kulit. Sebuah sindrom paranoid dapat
berkembang dalam 24 jams setelah dimulainya kokain binge. Ketika sindrom
berkembang

dengan

adanya

suatu

sensorium

yang

jelas,

dan

orang

mempertahankan wawasan dari gejala sifat induksi obat, ini disebut dengan
keracunan kokain, bahkan ketika ada halusinasi. Ketika wawasan tersebut hilang,
namun sensorium jelas, sindrom yang disebut gangguan psikotik diinduksi kokain
dengan delusi atau halusinasi. Bila kesadaran terganggu (misal kemampuan untuk
fokus, mempertahankan, atau perhatian berkurang) dan defisit dalam memori dan
orientasi ada, diagnosisnya adalah delirium keracunan kokain.
WITHDRAWAL KOKAIN
Fenomena withdrawal kokain belum dipelajari secara menyeluruh antara
hubungannya dengan opioid atau alkohol. Tidak ada studi eksperimental yang
telah dilakukan dimana pasien yang diketahui dengan karakteristik awal yang
sepenuhnya stabil pada dosis kokain yang besar dan kemudian tiba-tiba berhenti.
Akibatnya, sebagian besar data dari wawancara dan ingatan pasien atau dari
pengamatan pasien rawat inap yang tingkat konsumsi obat dan karakteristik
dasarnya hanya dapat diperkirakan. Selama epidemik kokain dari tahun 1980-an,
diperkirakan 50 persen pengguna kokain dilaporkan mengalami beberapa jenis
withdrawal ketika penggunaan obat terputus.
Sebuah deskripsi awal berdasarkan wawancara pasien menggambarkan
sindrom tiga tahap dimana tahap pertama, crash yang ditandai dengan agitasi,
depresi, anoreksia, dan keinginan kokain yang tinggi. Kelompok gejala ini diikuti
dengan penurunan keinginan kokain, kelelahan, depresi, dan keinginan untuk
tidur, diikuti secara bertahap dengan kelelahan dan hipersomnia, dengan
kebangkitan intermiten, dan hiperfagia. Tahap kedua dilaporkan digembar
gemborkan sebagai tidur normal, meningkatkan mood, dan keinginan tingkat
rendah, tetapi biasanya relatif fase jinak yang kemudian digantikan anergia,
anhedonia, kecemasan, dan meningkatkan keinginan kokain, terutama dalam
menanggapi stimuli sebelumnya ketika menggunakan kokain. Fase ketiga, hilang

(yang tampaknya mewakili periode yang berkepanjangan untuk kambuh daripada


fase perpanjangan sindrom withdrawal) yang juga dijelaskan.
Peneliti lainnya yang megobservasi pasien ketergantungan kokain yang
dimasukkan ke unit klinik dan penelitian tidak dilaporkan melihat fase kompleks
withdrawal. Melainkan, gejala dari depresi dan keinginan kokain menurun secara
bertahap selama beberapa minggu. Setelah 3 minggu, tidur, berat dan rasa makan
hampir sama dengan mereka yang di kontrol normal pada unit yang sama.
Hipersomnia, gangguan tidur, hiperfagia, dan kelebihan berat badan tidak terlihat,
maupun crash yang parah diobservasi. Fase dan fluktuasi dalam keinginan ini
sebelumnya dilaporkan mungkin terkait dengan stimulasi lingkungan.
Beberapa temuan dan gejala yang tidak konsisten terkait dengan
penghentian kokain mungkin faktor perbedaan jumlah penggunaan dosis dan lama
penggunaan dan serta faktor ketahanan. Dalam wawancara pada hampir 400
pengguna kokain termasuk diperkirakan 100 yang tidak membutuhkan pengobata,
beberapa 83 persen dilaporkan toleransi terhadap efek kokain (dibutuhkan lebih
untuk mendapatkan efek yang sama) dan 52 persen dilaporkan sedang dalam masa
tipe withdrawal. Mereka yang membutuhkan pengobatan lebih dilaporkan
mengalami withdrawal. Data yang tersedia menunjukkan tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa sindrom withdrawal kokain berkelanjutan diikuti dengan
tanda dan gejala yang terkait dengan penghentian tiba-tiba. Namun, fungsi
abnormal otak muncul paling tidak sekitar 12 minggu, dan mungkin, fenomena
withdrawal yang halus menambah kemungkinan untuk berulang.
Meskipun selama penelitian klinis tidak observasi secara menyeluruh,
depresi parah, yang kadang dikaitkan dengan ide bunuh diri, dilaporkan di
literatur lama mengenai withdrawal kokain dan kadang muncul di laporan klinis.
Emil Erlenmeyer melaporkan pada tahun 1886 bahwa depresi dapat dilihat ketika
kokain dihentikan. Maier (Der Kokainismus, 1926) mencatat bahwa depresi dan
apatis muncul pada penghentian kokain. Pada tingkt tertentu gejala depresi berat
yang merupakan bagian dari withdrawal atau sebagai gangguan mood primer yang
emergenci masih belum jelas.

Kriteria diagnostik DSM-IV-TR tentang ketergantungan kokain (Tabel


11.6-3) secara spesifik bahwa sindrom ditemukan setelah penghentian (atau
pengurangan) dari penggunaan kokain yang berat dan lama. Selanjutnya, mood
disporik dan gejala lainnya (misal kelelahan dan gangguan tidur) seharusnya
cukup kuat untuk menyebabkan distres atau gangguan yang signifikan. Oleh
karena itu, kriteria distruktur sehingga disphoria singkat dan kelelahan (crash)
yang mengikuti binge singkat dan rendah oleh pengguna sesekali tidak mengarah
ke diagnosis withdrawal. Keinginan obat, sering kali menjadi bagian dari
withdrawal kokain, yang tidak dimasukkan diantara kriteria diagnosis DSM-IVTR.
WITHDRAWAL PADA MODEL HEWAN
Meskipun tidak mudah untuk mengobservasi model hewan yang
withdrawal kokain dibandingkan dengan sindrom yang terlihat pada withdrawal
alkohol dan opioid, analog hewan dari postuse disporia dan anhedonia sering
terlihat pada manusia juga. Pada tikus, kokain biasaya lebih rendah di stimulasi
intrakranial. Setelah pemberian kokain 24 jam, stimulasi tersebut meningkat
diatas batas dasar untuk beberapa hari, yang menunjukkan kekurangan
dopaminergik atau insensititasi. Pemberian kokain pada tikus dengan pola binge
meningkatkan konsentrasi dopamin di nukleus accumben selama pemberian
kokain dan konsentrasi normal-dibawah selama withdrawal, setelah 14 hari dari
pemberian obat, pemulihan pada tigkat pre pengobatan diperpanjang.
TABEL 11.6-3 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Withdrawal Kokain
A. Penghentian (atau pengurangan) dari penggunaan kokain yang digunakan lama
dan dosis berat.
B. Mood Disporik dan dua (atau lebih) yang diikuti perubahan fisiologi, yang
berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah Criterion A:
1. Kelelahan
2. Vivid, mimpi tidak menyenangkan
3. Insomnia atau hipersomnia
4. Peningkatan nafsu makan
5. Penurunan psikotor atau agitasi
C. Gejala di Criterion B yang menyebabkan distres signifikan klinis atau gangguan
di bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Gejala yang tidak dikarenakan kondisi medis umumnya dan sebaiknya tidak
dihitung sebagai gangguan mental lainnya.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatri
Association; 2000, dengan ijin.
GANGGUAN DIINDUKSI KOKAIN LAINNYA
Sindrom psikiatri lainnya yang mungkin berkembang di dalam
penggunaan kokain termasuk gangguan mood diinduksi kokain, gangguan
kecemasan diinduksi kokain, gangguan tidur diinduksi kokain. Dengan setiap
gangguan tersebut, dokter seharusnya lebih spesifik menentukan apakah onset
yang terjadi selama keracunan atau selama withdrawal. DSM-IV-TR juga
menjelaskan disfungsi seksual diinduksi kokain dan kategori gangguan terkait
kokain yang tidak spesifik (Tabel 11.6-4)
TABEL 11.6-4 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR untuk Gangguan Terkait Kokain
yang tidak spesifik.
Kategori gangguan terkait kokain yag tidak spesifik adalah gangguan yang
dikaitkan dengan penggunaan kokain yang tidak diklasifikasikan sebagai
ketergantungan kokain, penyalahgunaan kokain, keracunan kokain, withdrawal
kokain, delirium keracunan kokain, gangguan psikotik diinduksi kokain,
gangguan mood diinduksi kokain, gangguan kecemasan diinduksi kokain,
disfungsi seksual diinduksi kokain, atau gangguan tidur diinduksi kokain.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric
Association; 2000, dengan ijin.
Gangguan mood yang terinduksi-kokain dapat terjadi selama penggunaan,
intoksikasi, atau withdrawal. Selama penggunaan dan intoksikasi, gangguan lebih
cenderung menyerupai manik, hipomanik, atau campuran; selama withdrawal,
gangguan leibh cenderung melibatkan depresi mood. Diagnosis-diagnosis tersebut
cukup sulit untuk dibuat selama periode penggunaan obat aktif atau selama

minggu pertama atau kedua withdrawal. Karena disfungsi seksual, anxietas, dan
gangguan tidur sering ditemukan selama penggunaan kokain dan withdrawal,
diagnosis harus dibuat hanya saat gangguan-gangguan atau disfungsi tersebut
dinilai berlebihan dari yang biasanya terkait dengan intoksikasi dan withdrawal
dan hanya ketika kondisi tersebut cukup parah sehingga memerlukan pengobatan
atau perhatian khusus. Episode panik yang terjadi selama penggunaan kokain
dapat menetap selama berbulan-bulan setelah penghentian penggunaan.
Kerentanan yang menetap terhadap serangan panik dapat dikaitkan dengan
fenomena sensitisasi.
KOMORBIDITAS
Gangguan psikiatrik lainnya yang timbul secara bersamaan dan
ketergantungan kokain ditemukan selama epidemik kokain pada awal abad ke-20.
Adanya gangguan psikiatrik lainnya sangat meningkatkan kemungkinan
ketergantungan substansi, dan orang-orang dengan ketergantungan substansi lebih
cenderung memenuhi kriteria diagnostik terhadap gangguan psikiatrik tambahan
dibandingkan populasi umum.
Diantara pengguna kokain yang mencari pengobatan, tingkat diagnosis
tambahan saat ini dan seumur hidup secara teratur ditemukan mengalami
peningkatan. Pada satu studi, sekitar 300 pasien (69% pria, usia rata-rata 28 tahun,
dan sebagian besar berada dalam kelas sosioekonomi yang lebih rendah)
diwawancarai dengan menggunakan the Schedule for Affective Disorders and
Schizophrenia (SADS). Gejala-gejala yang terjadi dalam waktu 10 hari setelah
penggunaan obat terakhir kali tidak digunakan dalam membuat diagnosis apapun.
Diagnosis psikiatrik tambahan ditunjukkan dalam Tabel 11.6-5. Diagnosis
tambahan seumur hidup yang paling sering ditemukan yaitu alkoholisme (62%),
kepribadian antisosial (33%), dan depresi berat (30%). Pada sampel ini, depresi
mendahului onset penyalahgunaan obat pada sekitar 1/3 pasien, sedangkan
alkoholisme mendahului onset penyalahgunaan obat pada 21% pasien.
TABEL 11.6-5 Diagnosis Psikiatri Tambahan Diantara Pengguna Kokain yang
mencari Pengobatan (Hasil Studi Diagnosis Kokain New Haven)
Diagnosis Psikiatri Gangguan Sekarang (%)
Gangguan Seumur hidup (%)
Depresi utama
4.7
30.5
Cyclothymia/hiperthimia
19.9
19.9
Mania
0.0
3.7
Hipomania
2.0
7.4

Gangguan panik
0.3
Gangguan kecemasan
Menyeluruh
3.7
Fobia
11.7
Skizofrenia
0.0
Gangguan skizoafektik
0.3
Alkoholisme
28.9
Gangguan kepribadian
Antisosial RDC
7.7
Gangguan kepribadian
Antisosial DSM-III
32.9
Gangguan Defisit
Perhatian

RDC, Kriteria Diagnosis Peneliti


Diadaptasi dari Rounsville BJ, Anton SI, Caroll K, Budde

1.7
7.0
13.4
0.3
1.0
61.7
7.7
32.9
34.9
D, Prusoff BA, Gawin

F: Psychiatric diagnoses of treatment-seeking cocaine abusers. Arch Gen


Psychiatry. 1993;48;43.
Beberapa studi telah menemukan bahwa pengguna kokain yang mencari
pengobatan memiliki tingkat depresi dan komplikasi penggunaan obat yang lebih
tinggi dibandingkan mereka yang tidak mencari pengobatan. Studi lainnya
menemukan bahwa mereka yang tidak mencari pengobatan memiliki tingkat
penggunaan kokain berat yang setara dengan gangguan psikiatrik seumur hidup
dan saat ini dan tingkat penggunaan polisubstansi yang lebih tinggi dan
keterlibatan dalam bidang hukum, namun mereka juga cenderung meminimalkan
komplikasi akibat penggunaan substansi dan kekurangan tekanan untuk mencari
pengobatan.
Prevalensi skizofrenia umumnya telah dilaporkan rendah pada pasienpasien yang dirawat di rumah sakit untuk program-program pengobatan kokain,
yang mungkin sebagian besar karena orang-orang dengan skizofrenia tidak
dimasukkan dalam program-program tersebut. Bahkan, orang-orang dengan
skizofrenia umumnya menggunakan kokain atau amfetamin dan menderita
ketergantungan dan sindroma toksisitas, walaupun diagnosisnya tidak dibuat
secara rutin. Tergantung pada daerah geografisnya, perkiraan sebesar 12 sampai
30% orang-orang dengan skizofrenia juga menggunakan kokain. Telah ditemukan
bahwa mereka menggunakan kokain dan stimulan lainnya untuk menyingkirkan
gejala-gejala negatif, gangguan depresif postpsikosis akibat skizofrenia, dan efekefek samping antipsikosis. Salah satu studi non-blind menemukan tanda-tanda
negatif yang lebih sedikit dan lebih banyak gejala anxietas dan depresi diantara

pengguna kokain dengan skizofrenia akut yang menggunakan kokain sebelum


dirawat di rumah sakit. Sejumlah besar pasien skizofrenia mengakui telah
menggunakan kokain selama berbulan-bulan sebelum dirawat di rumah sakit,
namun banyak yang kurang terbuka dalam hal penggunaan obat terakhir kali, dan
tes urine seringkali menunjukkan penggunaan kokain sebelumnya yang tidak
dicurigai oleh para dokter. Pasien-pasien dengan skizofrenia yang menggunakan
kokain cenderung lebih muda dan hampir dapat dipastikan tidak memiliki tempat
tinggal dan tanpa pekerjaan dibandingkan pasien-pasien psikosis yang tidak
menyalahgunakan obat. Program-program khusus yang melibatkan kelompok
dukungan

berbasis-teman-teman

sepergaulan

tampaknya

efektif

untuk

mengkaitkan pasien skizofrenia yang menggunakan substansi dengan program


pengobatan pasien rawat jalan.
Penggunaan kokain dapat menginduksi gejala-gejala psikiatrik (misalnya
gangguan panik) yang dapat menetap bahkan setelah penggunaan obat dihentikan.
Orang-orang dengan gangguan psikiatrik tipe tertentu mungkin rentan terhadap
penggunaan kokain atau substansi lainnya, dan faktor-faktor yang menjadi
predisposisi terhadap gangguan psikiatrik juga dapat menjadi predisposisi para
pengguna kokain untuk menjadi ketergantungan kokain.
Penelitian terhadap gambaran temporal dari gejala-gejala mengindikasikan
bahwa pada beberapa kasus dan untuk beberapa gejala, penggunaan substansi
mendahului

gangguan

psikiatrik.

Dalam

satu

komponen

dari

studi

Epidemiological Catchment Area (ECA), subjek-subjek penelitian diwawancarai


kembali 1 tahun kemudian. Mereka yang melaporkan penggunaan kokain atau
stimulan pada interval waktu tersebut hampir 8 kali lebih dapat dipastikan untuk
mengalami depresi dibandingkan non-pengguna dan 14 kali lipat lebih dapat
dipastikan untuk mengalami serangan panik. Pengguna kokain hampir 12 kali
lipat dapat dipastikan untuk mengalami episode manik.
Data ECA juga menunjukkan adanya hubungan antara tingkat penggunaan
kokain dan gangguan psikiatrik lainnya. Diantara pria berusia 18 sampai 44 tahun,
mereka yang tidak pernah menggunakan kokain atau pernah menggunakannya
kurang dari 5 kali memiliki prevalensi seumur hidup terhadap depresi berat sekitar
7.6%; prevalensi ini sebesar 11% untuk para pengguna yang tidak pernah
menggunakan kokain secara harian dan hampir 26% pada mereka yang memenuhi

kriteria DSM-III untuk penyalahgunaan kokain. Sama halnya, prevalensi seumur


hidup dari gangguan panik terkait dengan tingkat penggunaan kokain.
TOKSISITAS DAN KOMPLIKASI
Kokain dosis tinggi dapat mengakibatkan sejumlah efek-efek toksik,
meliputi aritmia jantung, spasme arteri koronaria, infark miokard, dan miokarditis.
Toksisitas kardiovaskular lainnya yang dilaporkan meliputi sakit kepala, iskemia
serebral atau infark spinal, dan perdarahan subarachnoid atau kranial. Efek-efek
toksik pada CNS dapat meliputi kejang, hiperpireksia, depresi pernafasan, dan
kematian. Kejang terkait-kokain dan hilangnya kesadaran sering dilaporkan pada
kuesioner yang diberikan pada pengguna kokain berat (sampai 27%); sebagian
besar serangan tidak mengakibatkan perawatan gawat darurat di rumah sakit.
Rhabdomiolisis, yang sering terjadi setelah penggunaan kokain dosis tinggi, dapat
mengakibatkan komplikasi renal, walaupun vasokonstriksi sendiri juga dapat
berperan terhadap kerusakan renal. Menghirup kokain juga dapat menyebabkan
ulkus mukosa hidung dan perforasi septum nasal akibat vasokonstriksi yang
persisten. Menghisap bentuk-bebas kokain diyakini dapat menginduksi kerusakan
paru-paru. Nekrosis gastrointestinal (GI), yang diakibatkan oleh vasokonstriksi,
telah dikaitkan dengan ruptur dari kondom-kondom yang ditelan, yang berisi
sejumlah besar kokain. Dengan memproduksi vasokonstriksi plasenta, kokain
dapat berperan terhadap anoksia janin. Sejumlah daftar komplikasi-komplikasi
medis terkait dengan intoksikasi kokain dan penyalahgunaannya ditunjukkan pada
Tabel 11.6-6.
TABEL 11.6-6 Komplikas Medis dari Penyalahgunaan dan Intoksikasi Kokain
Kardiovaskular
Hipertensi
Perdarahan Intrakranial
Aortic dissection, perdarahan
Aritmia
Takikardia Sinus
Takikardia Supraventrikel
Takiaritmia Ventrikel
Iskemik Organ
Infark dan Iskemik Miokard
Infark Renal
Infark Intesinal
Iskemik tungkai
Miokarditis

Syok
Kematian Mendadak
Sistem Saraf Pusat
Sakit Kepala
Kejang
Defisit neurologi fokal transient
Gangguan serebrovaskular
Pendarahan Subarachnoid
Pendarahan Intracranial
Infark Serebral
Emboli (endokarditis)
Ensephalopathy Toxic, koma
Komplikasi neurologi
Respirasi
Pneumomediastinum
Pneumothoraks
Edema paru
Gagal napas
Metabolisme dan lainya
Hipertermia
Rhabdomiolisis (otot rusak)
Reproduksi
Obstetri
Aborsi Spontan
Abrupsi Plasenta
Plasenta Previa
Perdarahan membran premature
Janin
Retardasi Pertumbuhan Intrauterin
Malformasi kongenital
Neonati
Sindrom bayi crack
Infark Serebral
Perkembangan perilaku neuro terlambat
a
Infeksi
Sindrom Defisit Imun Didapat
Infeksi Endokarditis
Hepatitis B
Botulisme Luka
Tetanus
a
Ditularkan melalui jarum atau suntikan terkontaminasi
Diadaptasi dari Benowitz NL. How toxic is cocaine? Di : Bock GR, Whelan J,
eds. Cocaine : Scientific and Social Dimensions. Ciba Foundation Symposium
166. New York : Wiley; 1992
Kejang dan depresi pernafasan mungkin terkait dengan kerja kokain
sebagai anestestik lokal, dan walaupun komplikasi kardiovaskular terutama

disebabkan oleh efek-efeknya pada penyerapan katekolamin pada sistem saraf


perifer, efek-efek anestetik lokal dapat berperan terhadap depresi miokardial.
Studi-studi hewan coba menunjukkan kerentanan genetik yang cukup besar
terhadap berbagai jenis toksisitas kokain, yang menunjukkan bahwa beberapa
toksisitas yang ditemukan pada manusia mungkin tidak bersifat tergantung dosis
dan dapat diperkirakan. Jenis kelamin dapat mempengaruhi toksisitas. Estrogen
tampaknya

memperkuat

efek-efek

vasokonstriksi

serebral

kokain.

Pada

sukarelawan yang diberikan dosis kokain tertentu, penurunan pada aliran darah
serebral didapatkan paling besar selama fase lutheal dari siklus menstruasi saat
kadar progesteron berada dalam tingkat tertinggi. Mungkin sebagai akibat dari
perubahan sensitivitas sistem dopaminergik pada otak, pengguna kokain kronis
dapat menunjukkan kelainan pergerakan seperti tics, gerakan koreoathetoid, dan
reaksi distonik. Mereka mungkin secara khusus sensitif terhadap distonia yang
terinduksi oleh obat-obat neuroleptik.
PENGOBATAN TOKSISITAS
Pengobatan kegawatan jantung akut bertujuan untuk menghambat efekefek simpatomimetik dari obat-obat dan mengkoreksi aritmia. Beberapa dokter
telah merekomendasikan untuk menggunakan kombinasi antagonis reseptor dan
-adrenergik; namun, para klinisi lainnya menyarankan untuk tidak menggunakan
penghambat adrenergik atau dopaminergik. Juga disarankan untuk iskemia
miokard yaitu penghambat saluran kalsium dan nitrogliserin. Kejang tipe grand
mal dapat merespon terhadap diazepam (Valium). Beberapa peneliti menyarankan
untuk menggunakan pendingin ambient. Pada model hewan coba, -agonis opioid
telah terbukti menurunkan lethalitas kokain.
PEMERIKSAAN PATOLOGI DAN LABORATORIUM
Metabolit-metabolit kokain dapat terdeteksi dalam jangka waktu tertentu
pada urine, tergantung pada dosis kokain dan sensitivitas pemeriksaan. Metabolitmetabolit ini juga dapat terdeteksi dalam darah, saliva, keringat, dan rambut.
Darah dan saliva memberikan indeks konsentrasi yang lebih baik, sedangkan urine
memberikan jendela kesempatan yang lebih lama untuk mendeteksi penggunaan
selama lebih dari beberapa hari yang lalu. Analisis rambut dapat menunjukkan

penggunaan obat selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan lamanya


namun memiliki jarang digunakan pada situasi-situasi klinis.
Studi-studi postmortem membandingkan jaringan-jaringan dari pengguna
kokain dengan kelompok kontrol menemukan kadar protein monoamin vesikular
striatal yang lebih rendah, yang menunjukkan adanya kerusakan pada serat-serat
striatal dopaminergik.
Beberapa cedera pada CNS (misalnya, infark serebral) dapat terdeteksi
dengan menggunakan pemeriksaan computed tomography (CT) atau magnetic
resonance imaging (MRI), namun pengguna kokain yang paling kronis yang tidak
mengkonsumsi alkohol menunjukkan tidak adanya bukti kerusakan struktural
CNS saat diperiksa dengan menggunakan metode-metode tersebut. Namun, studistudi yang menggunakan PET atau SPECT telah menunjukkan serangkaian
abnormalitas fungsional pada otak dari pengguna kokain yang baru saja abstinen.
Dibandingkan dengan kelompok kontrol, pengguna kokain berat menunjukkan
defek perfusi pada korteks. Perbaikan yang cukup besar pada perfusi kortikal
terjadi setelah beberapa minggu abstinensia, walaupun aliran darah pada berbagai
kesempatan masih tidak sama dengan kelompok kontrol yang normal. Studi-studi
yang sangat terkontrol telah menemukan bahwa volume otak pada pengguna
kokain sedikit lebih kecil (menunjukkan terjadinya atrofi) dibandingkan kelompok
kontrol yang tidak menggunakan obat namun tidak berbeda dari pengguna obatobatan lainnya. Selama awal abstinensia kokain (sekitar 1 bulan sejak penggunaan
terakhir), ketersediaan reseptor D2 sangat berkurang, dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Hal ini juga berlaku pada pecandu heroin, alkoholik, dan
amfetamin (Gambar 11.6-1).
Dibandingkan dengan kelompok kontrol yang normal dan pasien yang
berhenti mengkonsumsi alkohol, pasien-pasien yang berhenti menggunakan
kokain menunjukkan resting tremor yang menetap (4-6 Hz, sama seperti penyakit
Parkinson) selama setidaknya 12 minggu. Tremor yang terjadi sifatnya tersamar
dan biasanya tidak terdeteksi oleh pemeriksaan klinis, tidak ditemukan gejalagejala serebellum. Pasien-pasien tersebut juga menunjukkan waktu reaksi yang
lebih lambat dalam aktivitas dengan perhatian yang terbagi yang juga menetap.
Dibandingkan dengan kelompok kontrol menurut usia dan menurut tingkat
pendidikan, pengguna kokain kronis lebih cenderung mendapatkan skor dalam

kisaran gangguan pada skrining neuropsikologis. Gangguan yang terjadi tampak


paling jelas dalam bidang konsentrasi dan memori, dengan gangguan yang lebih
sedikit pada pengguna yang telah abstinen dalam waktu yang lebih lama. Sampai
sejauh mana abnormalitas dalam fungsi otak secara kausal berhubungan dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala yang terkait dengan penghentian kokain masih
belum jelas.
Beberapa studi awal pada pecandu kokain melaporkan bahwa hampir
semua pasien menunjukkan hiperprolaktinemia yang bertahan selama beberapa
minggu, yang tampaknya konsisten dengan defisiensi dopaminergik. Namun,
beberapa studi selanjutnya menemukan tidak adanya bukti hiperprolaktinemia
atau insidensi yang lebih rendah dari efek tersebut dan tidak ditemukan adanya
korelasi antara kadar prolaktin yang tinggi dan kebutuhan kokain atau tingkat
penggunaan kokain. Sebagian besar data menunjukkan bahwa penggunaan kokain
secara

rutin

dapat,

dalam

beberapa

kasus

tertentu,

mengakibatkan

hiperprolaktinemia dalam jangka waktu yang lama. Kenapa hal ini terjadi pada
beberapa pengguna dan tidak terjadi pada pengguna lainnya masih harus
dipastikan.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Gangguan-gangguan yang terkait dengan penggunaan kokain perlu untuk
dibedakan dari gangguan mental primer dan gangguan yang terinduksi oleh kelaskelas substansi lainnya. Riwayat penggunaan substansi penting untuk membuat
perbedaan tersebut. Namun, karena laporan mengenai penggunaan substansi tidak
dapat diandalkan dan adanya kecenderungan bahwa banyak pengguna
menyangkal penggunaan substansi apapun, pemeriksaan laboratorium terhadap
obat-obat dalam cairan tubuh dan riwayat dari penjamin atau wali mereka penting
untuk didapatkan. Gangguan-gangguan terkait dengan penggunaan kokain tidak
dapat dibedakan dari gangguan yang terkait dengan amfetamin dan substansisubstansi terkait kecuali oleh riwayat atau pemeriksaan laboratorium yang dapat
diandalkan. Para pengguna kokain (dan amfetamin dan substansi-substansi
terkait) dapat menunjukkan perasaan optimisme, euforia, perasaan yang meluapluap, banyak bicara, dan penurunan kebutuhan tidur terkadang terkait dengan
iritabilitas dalam konteks daya sensoris yang jernih, suatu pola yang juga
didapatkan pada manik dan hipomanik dari gangguan bipolar. Namun, gejala-

gejala ini mungkin tidak begitu jelas untuk menunjukkan keterkaitan mereka
dengan penggunaan substansi, dan indikasi awal dari ketergantungan substansi
termanifestasi dalam kesulitan finansial, ditangkap atas penjualan obat atau
kepemilikan obat terlarang, atau toksisitas yang terinduksi substansi.
Intoksikasi Intoksikasi kokain terdiagnosis ketika efek-efek kokain melebihi
efek-efek agen peningkat-mood yang biasanya dicari para penggunanya.
Diagnosis intoksikasi lebih tepat digunakan saat efek-efek yang terjadi menjadi
masalah yang memerlukan diferensiasi dari perilaku hipomanik atau manik.
Intoksikasi kokain juga dapat disalahartikan dengan intoksikasi amfetamin dan
intoksikasi phensiklidine (PCP), walaupun intoksikasi PCP biasanya dikaitkan
dengan nistagmus, inkoordinasi motorik, dan gangguan kognitif tertentu.
Gangguan-gangguan endokrin (seperti penyakit Cushing) dan penggunaan steroid
yang berlebihan juga harus dipertimbangkan.
PSIKOSIS TOKSIK
Psikosis toksik yang terinduksi kokain dapat menjadi sangat sulit untuk
dibedakan dari skizofrenia atau gangguan psikosis lainnya yang ditandai oleh
halusinasi atau delusi. Adanya halusinasi visual atau taktil seharusnya
meningkatkan kecurigaan gangguan yang terinduksi oleh substansi. Pada daerahdaerah dan populasi dimana kokain secara umum digunakan, perlu untuk
memberikan diagnosis provisional sampai pasien dapat diperiksa dan hasil tes
substansi telah didapatkan. Bahkan mungkin masih terdapat kesulitan-kesulitan
karena, pada beberapa daerah perkotaan, sejumlah besar orang-orang dengan
diagnosis skizofrenia juga menggunakan kokain.
GANGGUAN KECEMASAN TERINDUKSI KOKAIN
Gangguan kecemasan yang terinduksi kokain juga harus dibedakan dari
gangguan anxietas umum dan gangguan panik. Gangguan panik yang memiliki
onset yang terkait dengan penggunaan kokain dapat menetap lebih lama dari masa
penggunaan kokain.
GEJALA-GEJALA LAINNYA
Gejala-gejala yang mungkin timbul selama withdrawal, seperti depresi,
disforia, anhedonia, dan gangguan tidur, perlu dibedakan dari gejala-gejala
gangguan mood primer dan gangguan tidur primer. Kecuali gejala-gejala ini lebih

hebat atau lebih lama dibandingkan withdrawal kokain pada umumnya dan
memerlukam penanganan tertentu, diagnosis harus dibatasi menjadi sindroma
withdrawal dibandingkan gangguan mood yang terinduksi kokain. Jika diagnosis
gangguan mood terinduksi kokain telah dibuat, penting untuk menspesifikasi
apakah onset terjadi selama intoksikasi atau withdrawal. Kita juga dapat
menspesifikasi subtipe gangguan mood (misalnya, disertai depresi, manik, atau
gambaran campuran). Dalam membedakan gangguan mood terinduksi kokain dari
gangguan mood primer, faktor yang sangat penting yaitu penilaian dokter bahwa
gangguan mood disebabkan oleh kokain. Umumnya, gangguan mood yang
terinduksi kokain, dengan onset selama intoksikasi atau withdrawal, mengalami
remisi dalam waktu 1 atau 2 minggu. Sehingga, lebih tepat untuk menunda
penilaian terhadap diagnosis selama fase awal withdrawal. Jika depresi mood dan
gejala-gejala terkait menetap selama lebih dari beberapa minggu, penyebabpenyebab alternatif harus ditemukan. Dalam meninjau kemungkinan diagnostik,
dokter harus mempertimbangkan usia dimana gejala mulai muncul dan riwayat
episode-episode gangguan modd yang berkembang sebelum onset penggunaan
kokain atau selama interval panjang apapun tanpa penyalahgunaan obat.
ALUR DAN PROGNOSIS
Tidak semua pengguna kokain mengalami gangguan terkait-kokain. Namun,
bahkan pengguna yang tidak rutin dapat mengalami toksisitas kokain. Diantara
mereka yang mengalami ketergantungan, waktu dari pertama kali penggunaan
sampai penggunaan yang tidak dapat dihentikan berkisar dari beberapa bulan
sampai 6 tahun atau lebih. Sebuah analisis data dari the National Comorbidity
Study menemukan bahwa, dibandingkan dengan alkohol dan marijuana,
ketergantungan kokain muncul lebih cepat setelah digunakan pertama kali, dengan
5 sampai 6% penggunanya menjadi ketergantungan dalam 1 tahun pertama, dan
sebagian besar pengguna yang ketergantungan telah memenuhi kriteria
ketergantungan dalam waktu 3 tahun. Secara keseluruhan, sekitar 15 sampai 16%
dari mereka yang menggunakan kokain menjadi ketergantungan dalam waktu 10
tahun setelah penggunaan pertama kali.
Alur penggunaan kokain seringkali ditandai oleh pergeseran dari
penggunaan secara intranasal sampai intravena dan inhalasi dari bentuk-bentuk
bebas. Di Amerika Serikat, karena sebagian besar orang yang mencoba kokain

tidak mengalami ketergantungan, penurunan dalam penggunaan kokain pada


populasi umum pada awal era 1990-an, yang mengikuti puncak tingkat pelaporan
penggunaan pada era 1980-an, tidak menginformasikan sifat-sifat alami
ketergantungan kokain.
Pada saat ini, hanya sedikit informasi

yang tersedia mengenai

ketergantungan kokain yang tidak diobati, namun terdapat temuan-temuan pada


alur penggunaan kokain diantara mereka yang mencari pengobatan. Sejumlah
studi-studi tindak lanjut jangka-pendek (6 bulan sampai 2 tahun) tampaknya
mengindikasikan bahwa alur ketergantungan lebih menguntungkan bagi para
pengguna kokain yang mencari pengobatan dibandingkan pada pecandu heroin
yang mencari pengobatan.
Pada studi kohort dari 229 pengguna kokain yang diobati dan
ditindaklanjuti selama 18 bulan setelah pengobatan, ditemukan 3 profil: mereka
yang terus menggunakan kokain selama periode pengobatan, mereka yang
menggunakan siklus antara penggunaan dan abstinensia, dan mereka yang abstain
dari penggunaan selama pengobatan. Mereka yang abstain dari penggunaan
melaporkan perbaikan yang paling besar di bidang-bidang fungsi lainnya
(pekerjaan, hukum, keluarga dan psikiatrik), dan abstinensia yang stabil dikaitkan
dengan partisipasi yang lebih lama pada aktifitas setelah pengobatan dan
keterlibatan program 12-langkah.
Sebuah studi terhadap para veteran yang tinggal pada sisi pantai timur
Amerika Serikat yang secara acak dimasukkan dalam program pasien rawat inap
atau program 1 hari di rumah sakit yang selama 28 hari menemukan bahwa 60%
melaporkan abstinensia pada 4 bulank, dengan sekitar 56% spesimen urine yang
negatif untuk setiap kelompok pada 7 bulan.
Pada tindak lanjut 1 tahun dari hampir 300 pengguna kokain, setengahnya
diobati sebagai pasien rawat jalan dan setengahnya lagi awalnya diobati sebagai
pasien rawat inap, kedua kelompok ini menunjukkan penurunan pada penggunaan
kokain yang dilaporkan selama 30 hari sebelum dilakukan wawancara tindak
lanjut: dari rata-rata 10 hari per bulan setelah intake kokain sampai 5 hari untuk
pasien rawat jalan dan 17 hari per bulan setelah dirawat pada rumah sakit sampai
1.1 hari untuk kelompok pasien rawat inap. Walaupun data-data yang tersedia
tidak memberikan persentase dari mereka yang abstinen sepenuhnya, tingkat
kemajuan yang didapatkan cukup besar dan berbeda dari yang umumnya

ditemukan

diantara

pasien-pasien

ketergantungan

heroin

yang

mencari

pengobatan. Prognosis tampaknya jauh lebih baik untuk orang-orang dengan


dukungan sosial.
Drug Abuse Treatment Outcome Study (DATOS)
DATOS merupakan studi terbesar yang dilakukan akhir-akhir ini terhadap para
pengguna obat yang mencari pengobatan. Sekitar 3,000 pasien dari 81 program
diwawancarai pada saat memulai studi dan 1 tahun setelah menyelesaikan indeks
pengobatan. Ketergantungan kokain merupakan masalah obat utama yang paling
sering ditemukan, namun beberapa pasien dengan masalah obat utama yang
melibatkan heroin atau alkohol juga menggunakan kokain. Diantara seluruh
sampel klien, 39% memenuhi kriteria gangguan kepribadian antisosial, dan 14%
memenuhi kriteria dari beberapa gangguan Axis I DSM-III-R lainnya. Pada tindak
lanjut, 35% klien yang tetap berada pada pengobatan residensial jangka-panjang
untuk kurang dari 3 bulan dan 14% dari mereka yang tinggal dalam jangka waktu
yang lebih lama melaporkan penggunaan kokain per minggu atau lebih sering.
Untuk program-program bebas-obat pasien rawat jalan, didapatkan 25% dari
mereka yang tinggal kurang dari 3 bulan dan 13.6% dari mereka yang tinggal
dalam waktu yang lebih lama. Penggunaan kokain per minggu atau lebih sering
menurun sampai sekitar 20% untuk pengobatan pasien rawat inap jangka-pendek,
namun penurunan ini sama seperti yang didapatkan pada mereka yang tinggal
lebih dari 2 minggu dan pada mereka yang tinggal dalam waktu yang lebih
singkat lagi.
Karena tingkat baseline penggunaan kokain berbeda, hasil dari berbagai
jenis program lebih mudah dibandingkan saat terekspresikan dalam penurunan
persentase tingkat pre-pengobatan. Penurunan penggunaan kokain per minggu
atau lebih sering untuk klien-klien residensial jangka-panjang yaitu 54% bagi
mereka yang tinggal kurang dari 3 bulan dan 82% bagi mereka yang tinggal
selama lebih dari 3 bulan; bagi klien bebas-obat pasien rawat jalan, persentasenya
menjadi 57% (kurang dari 3 bulan) dan 87% (lebih dari 3 bulan); untuk klien
rawat inap jangka-pendek, 79% (kurang dari 2 minggu) dan 74% (lebih dari 2
minggu). Sejumlah besar pasien dirujuk untuk dukungan sosial dan pengobatan
tambahan setelah keluar rumah sakit, dan banyak klien berpartisipasi dalam
program-program mandiri. Para peneliti menyimpulkan bahwa terdapat sedikit

perbedaan diantara berbagai jenis program, namun pasien-pasien dengan tipe yang
sangat berbeda secara mandiri memilih tipe pengobatan yang berbeda-beda.
Pada tindak lanjut 5-tahun dari studi kohort terhadap 708 subjek,
penggunaan kokain per minggu dilaporkan oleh 25% sampel (sedikit meningkat
dari 21% pada tindak lanjut 1-tahun), dan 18% pernah ditangkap selama masa 5
tahun tersebut. Status tindak lanjut 5-tahun yang lebih buruk dikaitkan dengan
masalah-masalah yang lebih berat, meliputi frekuensi penggunaan kokain, pada
saat masuk rumah sakit dan tingkat paparan pengobatan yang lebih rendah selama
proses indeks pengobatan mereka dan selama periode 5 tahun berikutnya.
Manfaat-manfaat pengobatan yang teridentifikasi pada tindak lanjut 1-tahun,
untuk sebagian besar kasus, tetap bertahan pada masa tindak lanjut 5-tahun.
Pasien-pasien yang diikutsertakan kembali ke dalam program pengobatan
dikaitkan dengan penggunaan kokain yang lebih sering dan kebutuhan yang lebih
besar terhadap layanan pengobatan saat masuk rumah sakit. Pasien-pasien dengan
hasil pengobatan yang sangat diharapkan dipengaruhi oleh perbaikan motivasi
untuk berubah, pengaruh yang positif dari keluarga, dan dukungan dari kelompok
agama dan spiritualis.
VARIETAS REMISI
Pengobatan ketergantungan kokain mungkin memiliki hasil-hasil yang
berbeda, meliputi, pada tingkat ekstrim, relaps total terhadap ketergantungan
kokain atau abstinensia total dari kokain dan obat-obatan terkait untuk masa yang
lama, lebih dari 12 bulan (mendapatkan remisi total). Namun, remisi parsial
terjadi, setelah setidaknya 1 bulan jika tidak ada kriteria ketergantungan yang
ditemukan, 1 atau lebih kriteria penyalahgunaan obat atau ketergantungan
ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai