Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Idiopathic Pulmonary Arterial Hypertension (IPAH) bertanggung jawab


untuk sekitar 125-150 kematian per tahun di United states dan rata-rata insiden
per tahun sekitar 2-6 kasus per 1.000.000 penduduk per tahun. Insiden dan
prevelansi dari Acquired Pulmonary Artery Hypertension (APAH) lebih tinggi
dibandingkan IPAH.1Rasio perbandingan kejadian IPAH pada wanita dibanding
pria sekitar 2-9:1. Alasan kenapa wanita lebih banyak tetap tidak diketahui.
Khususnya, pada wanita muda usia subur yang berkembang menjadi IPAH. Akan
tetapi, IPAH juga bisa mengenai individu pada decade ke lima dan enam
kehidupan atau lebih tua.2
Adanya hipertensi pulmonal membawa prognosis yang buruk, terlepas dari
penyebabnya. Pasien dengan penyakit jaringan penghubung dan hipertensi
pulmonal mempunyai hasil klinis yang lebih buruk dibandingkan yang tanpa
hipertensi pulmonal. Sama halnya dengan penyakit paru interstisial dan penyakit
jantung kiri. Ketika hipertensi pulmonal berkomplikasi menjadi gagal jantung kiri,
angka morbiditas dan mortalitasnya meningkat. Pasien gagal jantung kiri dengan
hipertensi pulmonalmeningkatkan frekuensi rawat inap, meningkatkan resiko dari
kejadian kardiovaskuler, dan mortalitas yg tinggi dibandingkan pasien tanpa
hipertensi pulmonal. Resiko kematiannya berbanding lurus dengan resistensi
pembuluh darah paru.3
Mekanisme yang paling relevan untuk kematian mendadak pada pasien
hipertensi pulmonal berhubungan dengan dilatasi berat dari arteri pulmonal,
sebagai komplikasi seperti Left Main Compression Syndrome (LMCS), diseksi
arteri pulmonal (PAD), ruptur dari arteri pulmonal dan hemoptisis masif mungkin
terjadi. Left main compression syndrome (LMCS) dilatasi arteri pulmonal
merupakan akibat yang penting dari hipertensi pulmonal dan sering terlihat pada
echocardiografi sebaik pada computed tomografi. Dilatasi arteri pulmonalnya
progresif dan tidak bergantung kepada perubahan tekanan arteri pulmonal, cardiac
output dan kejadian hemodinamik.4

Presentasi kasus ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kematian


pasien dengan hipertensi pulmonal

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita usia 29 tahun, datang ke IGD RS. Dr. M. Djamil dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak nafas
meningkat dengan aktivitas, tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan.
Riwayat PND ada, DOE ada, OP ada..Nyeri dada tidak ada, berdebar-debar tidak
ada, keringat dingin, mual dan muntah tidak ada. Pasien mengeluhkan demam
sejak 3 hari sebelum masuk RS, demam tinggi, terus menerus, tidak
menggigil.hari sebelum masuk RS. Batuk berdahak sejak 3 Buang air besar hitam
sejak 1 hari yang lalu, dan terdapat perdarahan dibawah kulit. Mata terlihat kuning
sejak 1 minggu sebelum masuk RS.Pasien sudah dikenal dengan penyakit jantung
sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan pingsan dan berobat ke
SpJP di Jakarta, dan pasien didiagnosa hipertensi pulmonal primer (PPH) dan
diberi obat beraprost selama 6 bulan, setelah itu dilanjutkan dengan sidenafil
sampai sekarang. Pasien kontrol teratur.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sesak dengan kesadaran
komposmentis kooperatif, tekanan darah 91/67, nadi 120x/menit, frekuensi nafas
28x/menit, suhu 38,5oC. Berat badan 60 kg and tinggi badan 155 cm. Pada
pemeriksaan mata tampak konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, terdapat
peningkatan JVP 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan paru ditemukan suara nafas
vesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan jantung ditemukan
S1S2 reguler, P2 mengeras dan PSM grade 3/6 di RIC II kiri, gallop tidak ada.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan perut supel, hepar teraba 4 jari BAC, lien
tidak teraba. Terdapat edema pada kedua tungkai, akral hangat.
Pada pemeriksaan EKG di IGD didapatkan kesan sinus takikardi, dengan
QRS rate 110x/menit, dan pembesaran jantung kanan. Hasil yang hampir sama
juga didapatkan pada EKG di CVCU RS. Dr.M. Djamil (gambar 1 dan 2)

Gambar 1 : EKG di IGD : ST, QRS rate 110x/, axis RAD, P pulmonal,
PR int 0,12, QRS dur 0,06, RVH (+), LVH (-)

Gambar 2 : EKG di CVCU : ST, QRS rate 108x/, axis RAD, P pulmonal, PR int
0,12, QRS dur 0,06, RVH (+), LVH (-)
Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan kesan adanya kardiomegali, dan
penonjolan segmen pulmonal, tanpa adanya tanda-tanda bendungan, dan infeksi
(gambar 3).

Gambar 3 : Ro thorak CTR 82%, Sg Ao N, Sg Po menonjol, pinggang


jantung mendatar, apex upward, kranialisasi (-), infiltrate (-)
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin 12, 9 gr/dl,
leukosit 10.100 /mm3, hematokrit 39%, trombosit 105.000/mm3, gula darah
sewaktu 80 gr/dl, kadar ureum 53 mg/dl, kreatinin 1 mg/dl, CCT : 78, kadar
natrium : 138 (ion), dan kalium 3 (ion). Total protein 7,2, Albumin 3,4, globulin
3,8, SGOT 49, SGPT 33, dengan total bilirubin 18,65, bilirubin direk 12, 96,
bilirubin indirek 5,96. Dari analisa gas darah didapatkan PH 7,44, PCO2 14, PO2
61, HCO3 9,3, BE -15, SO2 92%.
Dari pemeriksaan ekokardiografi di RS. Harapan Kita Jakarta tanggal 19
Agustus 2013 didapatkan RA, RV dilatasi, LV smallish, kontraktilitas global LV
normal, EF 82%, fungsi sistolik RV menurun, TAPSE 1,3 cm, global
normokinetik, TR severe, TVG 106 mmHg, PH severe tanpa terlihat intracardiac
shunt, mPAP 50 mmHg.
Pasien didiagnosis dengan Idiopathic Pulmonary Artery Hypertension
(IPAH), TR NYHA FC IV ec PH, Diathesis hemoragik ec trombositopenia ec
DHF, Hepatopati kongestif, Hipokalemia.
Pasien mendapat terapi O2 RM 10 liter per menit, IVFD RL 1 kolf/24 jam,
Furosemid 2x20 mg IV, sildenafil 3x25 mg, diltiazem 2x15 mg, aldacton 1x25 mg,
sistenol 3x500 mg, curcuma 3x1 tab, codipront 2x1 tab, koreksi KCL 25 meq.
Dan pasien direncanakan untuk ekokardiografi, cek hb,ht, trombosit tiap hari.

Pada rawatan hari ke 2, keluhan sesak nafas (+), demam (-), batuk
berdahak (+), perdarahan dibawah kulit (+), tekanan darah pasien cenderung
rendah 76/45 mmHg, denyut jantung 108x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu
37,1C. Dilakukan pemeriksaan laboratorium hb 12,2 gr/dl, leukosit 8.800/mm3,
ht 37, trombosit 89.000/mm3, natrium 124, kalium 4,2 dan dilakukan pemeriksaan
PT 21,9, APTT 66, INR 1,9, analisa gas darah PH 7,34, PCO2 25, PO2 61, HCO3
16,5, BE -10,6, SO2 89%, sikap NRM 15 liter per menit, drip nor epinefrin start
0,02 mcg/kgBB/, IVFD Nacl 0,9% 3 kolf/24 jam. Ekokardiografi belum bisa
dilakukan karena pasien belum bisa tidur datar.
Pada rawatan hari ke 3, keluhan sesak nafas (+) meningkat, tekanan darah
masih cenderung rendah 77/48 mmHg, denyut jantung 111x/menit, frekuensi
nafas 30x/menit, saturasi O2 94% on NRM 15 liter per menit, sikap hemodinamik
on support nor epinefrin 0,09 mcg/kgBB/, dobutamin 10 mcg/kgBB/, diuresis
sedikit, urin pekat. Pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan karena pasien
menolak untuk ambil darah.
Pada jam 14.00 pasien dan keluarga meminta pindah rawatan ke HCU
bangsal jantung, karena pasien stres berada di CVCU
Pada jam 15.00 pasien pindah ke HCU bangsal jantung, keluhan sesak
nafas (+), tekanan darah 80/53 mmHg on support nor epinefrin 0,09 mcg/kgBB/,
dobutamin 10 mcg/kgBB/, dan pasien masih tetap menolak untuk pengambilan
darah.
Pada jam 03.00 pasien tidak sadarkan diri, apnea, Tekanan darah 86/43
mmHg, SO2 83%, EKG di monitor, PEA, pulse (-), sikap bagging + RJP + bolus
epinefrin 1 mg respon (-), keluarga menolak untuk tindakan resusitasi lagi.
Pada jam 03.50 Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, pupil
midriasis maksimal, bunyi jantung tidak terdengar, EKG di monitor asistole.
Pasien dinyatakan meninggal oleh dokter dihadapan keluarga dan perawat.

DISKUSI KASUS
Diagnosis IPAH, TR NYHA FC IV ec PH, diathesis hemoragik ec
trombositopenia ec DHF, hepatopati kongestif dan hipokalemia ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto toraks dan ekokardiografi.
Diagnosis IPAH ditegakkan berdasarkan anamnesa berupa sesak nafas sejak 3
hari SMRS dan dari adanya riwayat penyakit jantung sejak 3 tahun yang lalu,
didiagnosis sebagai Primer hipertensi pulmonal (PPH), dari pemeriksaan fisik
ditemukan JVP meningkat, sclera ikterik dan pemeriksaan jantung ditemukan
bunyi jantung P2 mengeras dan ESM grade 3/6 di RIC II kiri, dari pemeriksaan
abdomenditemukan hepar teraba 4 jari BAC, dan terdapat edema pada kedua
tungkai, dari EKG ditemukan adanya tanda pembesaran jantung kanan, dari foto
toraks ditemukan adanya gambaran kardiomegali dengan penonjolan segmen
pulmonal dan diperkuat dengan hasil ekokardiografi di RS.Harapan Kita Jakarta
berupa PH severe, dengan mPAP 50 mmHg.Gejala dari PH tidak spesifik,
biasanya pasien mengeluhkan sesak nafas, rasa lelah, angina, pingsan, distensi
abdomen dan penurunan kemampuan latihan.Pada keadaan lanjut, biasanya pasien
mengalami edem anasarka, regurgitasi tricuspid berat dan kronik hepatopati
kongestif yang bisa menjadi cardiac cirrhosis.3
Tanda kelainan pada pemeriksaan fisik dari PH seperti komponen
pulmonal bunyi jantung 2 mengeras, pansistolik murmur pada tricuspid
regurgitasi, diastolic murmur pada regurgitasi pulmonal, dan adanya bunyi
jantung 3. Distensi vena jugular, hepatomegali, edema perifer, ascites dan
extremitas yang dingin, terjadi biasanya pada keadaan lanjut. Bunyi paru biasanya
normal.3Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini memenuhi tanda-tanda kelainan
hipertensi pulmonal.
Pada pemeriksaan EKG, ditemukan sinus takikardi, dengan QRS rate
110x/, axis RAD, P pulmonal, PR interval 0,12 second, QRS duration 0,06,
RVH (+),LVH (-). EKG pada pasien dengan PH menggambarkan pembesaran
ventrikel kanan, pembesaran atrium kanan, right-axis deviation, dan inkomplit
atau

komplit

right-bundle-branch-block.

mungkin terjadi.5

Perubahan

repolarisasi

sekunder

Pada pemeriksaan foto thorak, ditemukan kardiomegali dengan CTR 82%,


segmen aorta normal, segmen pulmonal menonjol, apex upward, pinggang
jantung mendatar, kranialisasi (-), infiltrat (-). Pada pasien dengan PH biasanya
menggambarkan pembesaran dari arteri pulmonal utama dan hilusnya,
pemangkasan atau pengecilan dari pembuluh darah perifer, dan pemindahan
ventrikel kanan bagian anterior ke retrosternal yang bisa terlihat pada lateral view.
Gambaran ini berhubungan dengan kondisi penyakit paru obstruksi kronis,
penyakit intertisial paru, dan penyakit jantung kiri.6
Hipertensi pulmonal adalah suatu peningkatan tekanan rata-rata arteri
pulmonal (mPAP) 25 mmHg pada waktu istirahat dan tekanan rata-rata arteri
pulmonal (mPAP) 30 mmHg pada waktu latihan yang dinilai dengan kateterisasi
jantung kanan (gambar 4).5

Gambar 4.Defenisi hemodinamik hipertensi pulmonal


Klasifikasi klinis hipertensi pulmonal (gambar 5) 5:

Gambar 5 : Klasifikasi klinis hipertensi pulmonal


Idiopathic Pulmonary Arterial Hypertension (IPAH)
IPAH merupakan diagnosis pada pasien dengan hipertensi pulmonal yang
penyebabnya tidak bisa dijelaskan. Namun, gambaran klinis dari IPAH, biasanya
dari onset, progres penyakit dan penemuan pada waktu autopsy membuat IPAH
menjadi bentuk yang berbeda yaitu bentuk familial dan sporadis. Prevelansi dari
familial PAH (FPAH) tidak bisa ditentukan, tetapi terjadi pada 6% kasus IPAH,
dan insidennya mungkin lebih tinggi. Pasien dengan FPAH mempunyai rasio lakilaki dan perempuan, onset usianya, dan natural history yang sama dengan IPAH.
Berdasarkan laporan dari National Institutes Of Health (NIH) dari tahun 19811987, pasien IPAH 63% adalah wanita, dengan rata-rata umurnya 36 tahun.7 Pada
pasien ini diagnosis IPAH ditegakkan karena penyebab hipertensi pulmonalnya
tidak dapat dijelaskan. Tidak ada riwayat penggunaan obat sebelumnya, tidak
ditemukan adanya kelainan congenital maupun penyakit jantung bawaan atau
kelainan-kelainan lain yang dapat menyebabkan hipertensi pulmonal.

Patogenesis IPAH yang paling sering disebut adalah adanya kerusakan


pada lapisan dinding pembuluh darah dari otot kecil arteri pulmonal dan arteriols.
Intima dari pembuluh darah ini berproliferasi, sebagai respon terhadap kerusakan
yang terjadi, jadi perubahan endothelium dari satu lapisan datar menjadi proyeksi
yang menumpuk yang menyempitkan lumen pembuluh darah. Begitu juga dengan
seluruh lapisan media dan adventisia yang terkena dampak mengalami hipertrofi.5
Patogenesis PH melibatkan beberapa peristiwa biologis (gambar
5).Disfungsi sel endotel, baik turunan atau dari faktor risiko lain, menyebabkan
peningkatan transkripsi intraseluler darifaktor konstriksi seperti endotelin-1 dan
tromboksan A2 dan penurunan aktivitas faktor relaksasi seperti nitric oxide dan
prostasiklin. Ketidakseimbangan dari vasokonstriksi dan aktivasi sinyal sel otot
polos dan disfungsi, hiperplasia dan hipertrofi, penghambatan apoptosis,
proliferasi fibroblast, deposisi kolagen, aktivasi sitokin proinflamasi, dan
angiogenesis. Sejumlah faktor pertumbuhan termasuk faktor pertumbuhan endotel
vaskular dan angiopoietin diregulasi, juga mencetuskan proliferasi sel dan
angiogenesis. Gangguan fungsi atau insufisiensi ambang listrik saluran ion-kalium
(KV 1,5) pada pembuluh darah sel otot polos paru menghasilkan pengeluaran
kalium dan peningkatan kalsium intraseluler, yang menginduksi vasokonstriksi
paru. Aktivasi trombosit melepaskan faktor pertumbuhan platelet dan serotonin ke
dalam sirkulasi. Peningkatan ketersediaan tromboksan A2, fibrinopeptida A, dan
plasminogen activator inhibitor-1 menciptakan lingkungan prokoagulan dalam
sirkulasi

paru

yang

merupakan

factor

predisposisi

trombosis

in

situ.

Vasokonstriksi, proliferasi sel, fibrosis, angiogenesis, dan trombosis bergabung


untuk menghasilkan remodeling vaskuler paru yang progresif dan merusak.5

10

Gambar 5. Pathogenesis hipertensi pulmonal.5


Gejala yang paling sering pada IPAH adalah dyspnea (80%), fatigue
(19%), dan syncope atau mendekati syncope (13%).7 Gejala yang muncul saat
istirahat hanya terjadi pada kasus lanjut. Pasien ini datang dengan keluhan sesak
nafas dengan adanya riwayat syncope sebelumnya.
Penemuan secara fisik dari PH bisa sulit dipahami kecuali pasien
memiliki penyakit lanjut. Intensitas komponen pulmonal dari bunyi jantung 2
mengeras dan terpisah secara luas. Murmur dari regurgitasi trikuspid dan
regurgitasi pulmonal mungkin ada. Penonjolan parasternal atau bunyi jantung
ketiga atau keempat di sepanjang perbatasan sternal kiri menunjukkan hipertrofi
ventrikel kanan atau dilatasi. Tanda-tanda lain seperti distensi vena jugularis,
edema perifer, asites, hepatomegali, dan hepatojugular refluks muncul apabila
terdapat tanda-tanda kegagalan ventrikel kanan. Suara paru biasanya normal.3,5
Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan adanya bunyi jantung P2 mengeras dan
terdapat pansistolik murmur di daerah RIC II yang merupakan murmur dari
tricuspid regurgitasi, sedangkan pemeriksaan paru dalam batas normal. Pada
pasien ini juga sudah terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan berupa, JVP
meningkat, edem pada kedua tungkai dan terdapat hepatomegali. Gagal jantung
kanan pada hipertensi pulmonal merupakan hasil dari tekanan yang berlebihan
dalam waktu yang lama dan juga berhubungan dengan volume yang berlebihan,
dengan perkembangan tricuspid regurgitasi. Tekanan yang berlebihan dalam

11

waktu yang lama menyebabkan hipertrofi dari ventrikel kanan dan menurunkan
kontraktilitas sehingga menyebabkan penurunan aliran darah koroner ke
myocardium ventrikel kanan, yang menghasilkan iskemik ventrikel kanan secara
akut dan kronik. Kadang-kadang pada pasien hipertensei pulmonal dapat terjadi
penurunan left ventricle ejection fraction (LVEF) dan abnormalitas dari
pergerakan dinding ventrikel kiri.7 Pada pasien ini blom terdapat tanda-tanda
tersebut, karena dari hasil echocardiografi terakhir (19 agustus 2013) didapatkan
EF 82% dengan global normokinetik.
Manajemen pengobatan pada hipertensi pulmonal secara umum meliputi,
perubahan gaya hidup, mencegah kehamilan dan pemberian obat-obatan. Obat
yang diberikan difokuskan pada penggunaan vasodilator untuk pengobatan gagal
jantung. Obat-obat yang diberikan, yaitu:7

Digoxin, secara klinis dapat meningkatkan cardiac output sekitar 10% jika
pada pasien dengan gagal jantung kanan akut.

Diuretik, pada pasien dengan PAH terjadi peningkatan tekanan pengisian


ventrikel yang menyebabkan gejala dyspnea dan orthopnea, diuretik juga
menurunkan stress dari dinding ventrikel kanan pada pasien dengan
tricuspid regurgitasi dan volume overload.

Oksigen

Antikoagulan, untuk mencegah tromboemboli dari vena. Antikoagulan


yang direkomendasikan adalah warfarin pada dosis yang relative rendah.
Obat-obat vasodilator, berupa :

Calcium Channel Blockers (CCB), lebih dari 20% pasien dengan IPAH
adalah vasoreactif dan akan berespon terhadap dosis tinggi dari CCB
dengan penurunan yang tekanan arteri pulmonal dan tahanan vascular
pulmonal, esensial dosis yang diberikan yaitu, amlodipin 20-30 mg/hari,
nifedipin 180-240 mg/hari, diltiazem 720-960 mg/hari.

Prostacyclins, terdapat
prostacyclin

pada

abnormal

PAH,

dari

sehingga

produksi dan

pemberian

metabolisme

prostacyclin

dapat

memperbaiki gejala dari IPAH, toleransi latihan, hemodinamik dan


kehidupan jangka pendek. Prostacyclin effective jika diberikan secara

12

kronik. Jenis-jenis prostacyclin, yaitu : Epoprosterenol intravena, dosisnya


25-40 mg/kg/menit, Treprostinil intravena, dosisnya 75-150 mg/kg/menit.
Iloprost inhalasi, dosisnya 2,5 atau 5 g. Beraprost oral, bisa memperbaiki
kapasitas latihan dan gejala jika diberikan lebih dari 12 minggu.

Phosphodiesterase Type 5 Inhibitor (PDE5), Sildenafil, merupakan PDE5


inhibitor yang selektif pulmonal vasodilator yang mempunyai efikasi yang
sama dengan NO inhalasi dalam menurunkan tekanan arteri pulmonal,
dosisnya 20 mg, 3 kali sehari, tetapi dosis tinggi 80 mg, 3 kali sehari
masih aman dan pada beberapa pasien lebih efektif. Tadalafil, merupakan
PDE5 selektif jangka panjang, dosisnya 40 mg, 1 kali sehari.

Endothelin Receptor Blockers (ET), mempunyai efek vasokonstriktor dan


mitogenic dan aktif pada PAH, Bosentan, non-selektif ET reseptor blocker,
dosisnya 125 mg, 2 kali sehari. Ambrisentan, ETA selektif endothelin
blocker, 5 mg, 1 kali sehari dapat ditingkatkan menjadi 10 mg. Sitaxsentan,
ETA selektif endothelin blocker, 100 mg, 1 kali sehari. Efek samping dari
obat ini, berupa edem perifer, dan juga mempunyai potensi untuk
menyebabkan liver toxicity.
Pasien ini mendapatkan terapi O2 RM 10 liter per menit, untuk volume
ovorloadnya diberikan Furosemid 2x20 mg IV, untuk vasodilatornya diberikan
sildenafil 3x25 mg dan diltiazem 2x15 mg.
Hipertensi Pulmonal (PH) adalah penyakit yang merusak, yang mengarah
ke gagal jantung kanan dan kematian. Dari dua dekade , rata-rata tingkat
kelangsungan hidup, meskipun terapi suportif yang tersedia, kurang dari 3 tahun.
Menurut NIH, rata-rata tekanan atrium , tekanan arteri pulmonal dan index
jantung secara signifikan berhubungan dengan mortalitas. Dengan onset
terjadinya gagal jantung kanan yang memperburuk keadaan dan congesti vena
sistemik, kelangsungan hidup pasien secara umum terbatas, sekitar 6 bulan.
Penyebab kematian yang paling sering pada pasien IPAH menurut NIH registry
adalah gagal jantung kanan yang progresif. Sudden cardiac death (SCD) terbatas
pada pasien dengan NYHA FC IV.7 Selain itu, modalitas pencitraan baru
memungkinkan untuk mengenali komplikasi utama. Sudden Cardiac Death (SCD)

13

kini lebih sering ditemui pada pasien PAH. Dalam the American National Institute
of Health Registry, 106 kematian dilaporkan di cohort dari 194 pasien dengan PH
idiopatik, yang, 26% adalah meninggal mendadak. Demikian juga, 99 dari 316
pasien meninggal dalam database Leuven, di antaranya 18 mendadak.8
Mekanisme yang paling relevan untuk SCD pada pasien PH tampaknya
berhubungan dengan dilatasi berat dari arteri pulmonalis (PA), komplikasi
selanjutnya seperti Left Main Compression Syndrome (LMCS), diseksi arteri
pulmonal (PAD), rupture arteri pulmonalis (PAR ) dan hemoptisis masif mungkin
terjadi. LMCS PA dilatasi merupakan konsekuensi penting dari PH dan umumnya
terlihat pada ekokardiografi dan Computed Tomography. Dilatasi arteri pulmonal
yang progresif, tidak tergantung pada perubahan tekanan PA, cardiac output dan
bahkan hemodinamik.9
Penyebab kematian pada pasien ini mungkin akibat dari progresif gagal
jantung kanan yang memperburuk keadaannya dengan klasifikasi penyakit gagal
jantungnya NYHA FC IV dimana merupakan penyebab tersering dari SCD pada
pasien IPAH
Kematian dan Resusitasi jantung pada pasien PH
Kasus sudden cardiac death (SCD) karena tidak terdiagnosis sebelumnya
dengan PH telah dijelaskan. Diagnosis dalam kasus ini didasarkan pada otopsi dan
perubahan patofisiologi dimana pada PH dapat terjadi hipertrofi RV miokard,
konus pulmonal melebar, lesi vaskular plexiform dan lesi trombotik. Pada kasus
yang berhasil di resusitasi, penilaian ekokardiografi dan kateterisasi jantungyang
tepat diperlukan untuk menegakkan diagnosis PH. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
pada pasien PH memiliki hasil yang buruk seperti yang ditunjukkan survey
retrospektif inthe oleh Hoeper et al. Dari 3.130 pasien PH antara tahun 1997 dan
2000 di 17 pusat rujukan di Eropa dan Amerika Serikat, 513 pasien memiliki
sirkulasi arrest.10
Resusitasi tidak berhasil pada 79% pasien (104 pasien) dan hanya 6% (8
pasien) bertahan selama lebih dari tiga bulan.9Berdasarkan penelitian terbaru,RJP
tidak diindikasikan pada pasien dengan : 1) New York Heart Association (NYHA )

14

kelas IV, 2) gagal jantung kanan dengan lebih dari dua kali rawat inap selama
6bulan terakhir, 3) terapi spesifik PH sudah maksimal (termasuk PGI2 parenteral),
4) septostomy atrium jika diindikasikan, 5) kontraindikasi untuk transplantasi paru
dan 6) sesak nafas, kecemasan dan rasa sakit berat yang menetap.9,11
Hipertensi pulmonal adalah penyakit langka dan parah yang ditandai
dengan remodeling vaskular paru, yang menyebabkan gagal jantung kanan dan
kematian dini. Adanya LMCS harus dipertimbangkan pada pasien dengan angina
PH, meskipun tanpa gejala tetapi beresiko tinggi berdasarkan anatomi, seperti
pada kasus dilatasi PA yang berat. Pemeriksaan Computed tomography angiografi
koroner dapat mengeksklusikan LMCS. Angiografi koroner harus dilakukan
ketika computed tomography angiografi koroner menemukan kecurigaan.
Revaskularisasi koroner sangat penting pada pasien ini dan di era saat ini,
revaskularisasi perkutan dengan implantasi stent tampaknya aman dan effective.
Hemoptisis masif, sebagian besar karena PAR, biasanya mematikan pada pasien
PH dengan pelebaran PA yang berat, sehingga pasien PH dengan berulang
hemoptisis mempunyai tempat untuk dilakukan transplantasi paru.12,13,14
Diseksi arteri pulmonalis (PAD) yang jarang diuraikan, merupakan
kondisi yang mengancam jiwa yang harus dicurigai pada pasien PAH dengan
nyeri dada atau hemodynamiccompromise.15Saat ini, teknik pencitraan non-invasif
yang berkualitas tinggi memungkinkan kita untuk mendiagnosa dan selanjutnya
melakukan tindakan pembedahan. PH dapat muncul dengan berbagai komplikasi
yang dapat menyebabkan SCD. Pendekatan diagnostic yang tepat, pengambilan
keputusan yang cepat dan manajemen yang sukses harus dilakukan.16,17

15

KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien wanita usia 29 tahun, dengan keluhan
utama sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak nafas meningkat dengan
aktivitas, tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, pasien sudah
dikenal dengan penyakit jantung sejak 3 tahun yang lalu berupa Primer hipertensi
pulmonal. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan laboratorium,
rontgen foto thorak dan echocardiografi pasien didiagnosa IPAH, TR NYHA FC
IV ec PH, diathesis hemoragik ec trombositopenia ec DHF, hepatopati kongestif
dan hipokalemia, dan pasien mendapat terapisildenafil untuk hipertensi
pulmonalnya.
Penyebab kematian pada pasien ini mungkin akibat dari progresif gagal
jantung kanan yang memperburuk keadaan dengan klasifikasi penyakit gagal
jantungnya NYHA FC IV dimana merupakan penyebab tersering dari SCD pada
pasien IPAH.

16

REFERENSI
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.
9.

10.

11.

12.

13.

14.

humbert M, sitbon o, chaouat a, bertocchi m, habib g, gressin v. Pulmonary


arterial hypertension in france : Results from a national registry. Am J Respir Crit
Care Med. 2006;9:1023-1030
yigla m, Kramer MR, Bendayan D, Reisner SA, Solomonov A. Unexplained severe
pulmonary hypertension in the elderly : Report on 14 patients. Isr Med Assoc J.
2004;6:78-81
Marius MH. The task force for the diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension of the european society of cardiology and the european
respiratory society ; guidelines diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension (version 2012) Eur Heart J. 2009;33:2493-2537
Delcroix M, Naeije R. Optimising the management of pulmonary arterial
hypertension and right heart failure. Am J Respir Crit Care Med. 2010;19:204211
Rodriguez L, Gillinov AM. Pulmonary hypertension. In: Topol, Eric J, eds.
Textbook of cardiovascular medicine. Lippincott Williams & Wilkins; 2007:464468.
Hoeper M, Granton J. Intensive care unit management of patients with severe
pulmonary hypertension and right heart failure. Am J Respir Crit Care Med.
2011;184:1114-1124
Kasper M, Bartsch P, Gibbs JS, Weir EK, Buckler KJ. Pulmonary arterial
hypertension. In: Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, Braunwald E, eds.
Braunwald's heart disease : A text book of cardivascular medicine. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2012:1706-1711.
Naeije R. Treatment of right heart failure on pulmonary arterial hypertension : Is
going left a step in the right direction. Eur Respir Rev. 2010;19:4-6
Boerrigter B, Mauritz GJ, Marcus JT, Heldermen F, Postmus PE, Westerhof N.
Progressive dilatation of the main pulmonary artery is a characteristic of
pulmonary arterial hypertension and is not related to changes in pressure. Eur
Respir Rev. 2010;138:1395-1401
Hoeper M, Galie N, Murali S, Olschewski H, Rubenfire M, Robbins IM. Outcome
after cardiopulmonary resuscitation in patients with pulmonary arterial
hypertension. Am J Respir Crit Care Med. 2002;165:341-344
Zylkowska J, Kuryzua M, Florczky M, Burakowska B, Gregorczky F, Burakowski J.
Pulmonary artery dilatation correlates with the risk of unexpected death in
chronic arterial or thromboembolic pulmonary hypertension. Eur Respir Rev.
2012;10:1378-1401
Guiness GM, Beacher JR, Harkin TJ, Garay SM, Rom WN, Naidich DP.
Hemoptysis : Prospective high-resolution ct/bronchoscopic correlation Am J
Respir Crit Care Med. 1994;105:1155-1162
Wuyts WA, Herijegers P, Budts W, Wever WD, Delcroix M. Extensive dissection
of the pulmonary artery treated with combined heart-lung transplantation. J
Thorac Cardiovas Surg. 2006;132:205-206
Lee MS, Oyama J, Bhatia R, Kim YH, Park SJ. Left main coronary artery
compression from pulmonary artery enlargement due to pulmonary
hypertension : A contemporary review and argument for percutaneus
revascularization. Eur Heart J. 2010;76:543-550

17

15.

16.
17.

Arena V, Giorgio FD, Abbate A, Capelli A, Mercurio DD, Carbone A. Fatal


pulmonary arterial dissection and sudden cardiac death as initial manifestation
of primary pulmonary hypertension : A case report. Cardiovasc Pathol.
2004;12:230-232
Degan B. Emergency treatments in pulmonary arterial hypertension : A place for
algorithms and for education programmes. Eur Respir Rev. 2010;19:171-172
Neimatallah MA, Whassan MD, Moursi M, Kadhi YL. Ct findings of pulmonary
artery dissection. The British Journal of Radiology. 2007;80:e61-e62

18

Anda mungkin juga menyukai