ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita usia 29 tahun, datang ke IGD RS. Dr. M. Djamil dengan
keluhan utama sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak nafas
meningkat dengan aktivitas, tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan.
Riwayat PND ada, DOE ada, OP ada..Nyeri dada tidak ada, berdebar-debar tidak
ada, keringat dingin, mual dan muntah tidak ada. Pasien mengeluhkan demam
sejak 3 hari sebelum masuk RS, demam tinggi, terus menerus, tidak
menggigil.hari sebelum masuk RS. Batuk berdahak sejak 3 Buang air besar hitam
sejak 1 hari yang lalu, dan terdapat perdarahan dibawah kulit. Mata terlihat kuning
sejak 1 minggu sebelum masuk RS.Pasien sudah dikenal dengan penyakit jantung
sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan pingsan dan berobat ke
SpJP di Jakarta, dan pasien didiagnosa hipertensi pulmonal primer (PPH) dan
diberi obat beraprost selama 6 bulan, setelah itu dilanjutkan dengan sidenafil
sampai sekarang. Pasien kontrol teratur.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sesak dengan kesadaran
komposmentis kooperatif, tekanan darah 91/67, nadi 120x/menit, frekuensi nafas
28x/menit, suhu 38,5oC. Berat badan 60 kg and tinggi badan 155 cm. Pada
pemeriksaan mata tampak konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik, terdapat
peningkatan JVP 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan paru ditemukan suara nafas
vesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada. Pada pemeriksaan jantung ditemukan
S1S2 reguler, P2 mengeras dan PSM grade 3/6 di RIC II kiri, gallop tidak ada.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan perut supel, hepar teraba 4 jari BAC, lien
tidak teraba. Terdapat edema pada kedua tungkai, akral hangat.
Pada pemeriksaan EKG di IGD didapatkan kesan sinus takikardi, dengan
QRS rate 110x/menit, dan pembesaran jantung kanan. Hasil yang hampir sama
juga didapatkan pada EKG di CVCU RS. Dr.M. Djamil (gambar 1 dan 2)
Gambar 1 : EKG di IGD : ST, QRS rate 110x/, axis RAD, P pulmonal,
PR int 0,12, QRS dur 0,06, RVH (+), LVH (-)
Gambar 2 : EKG di CVCU : ST, QRS rate 108x/, axis RAD, P pulmonal, PR int
0,12, QRS dur 0,06, RVH (+), LVH (-)
Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan kesan adanya kardiomegali, dan
penonjolan segmen pulmonal, tanpa adanya tanda-tanda bendungan, dan infeksi
(gambar 3).
Pada rawatan hari ke 2, keluhan sesak nafas (+), demam (-), batuk
berdahak (+), perdarahan dibawah kulit (+), tekanan darah pasien cenderung
rendah 76/45 mmHg, denyut jantung 108x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu
37,1C. Dilakukan pemeriksaan laboratorium hb 12,2 gr/dl, leukosit 8.800/mm3,
ht 37, trombosit 89.000/mm3, natrium 124, kalium 4,2 dan dilakukan pemeriksaan
PT 21,9, APTT 66, INR 1,9, analisa gas darah PH 7,34, PCO2 25, PO2 61, HCO3
16,5, BE -10,6, SO2 89%, sikap NRM 15 liter per menit, drip nor epinefrin start
0,02 mcg/kgBB/, IVFD Nacl 0,9% 3 kolf/24 jam. Ekokardiografi belum bisa
dilakukan karena pasien belum bisa tidur datar.
Pada rawatan hari ke 3, keluhan sesak nafas (+) meningkat, tekanan darah
masih cenderung rendah 77/48 mmHg, denyut jantung 111x/menit, frekuensi
nafas 30x/menit, saturasi O2 94% on NRM 15 liter per menit, sikap hemodinamik
on support nor epinefrin 0,09 mcg/kgBB/, dobutamin 10 mcg/kgBB/, diuresis
sedikit, urin pekat. Pemeriksaan laboratorium tidak bisa dilakukan karena pasien
menolak untuk ambil darah.
Pada jam 14.00 pasien dan keluarga meminta pindah rawatan ke HCU
bangsal jantung, karena pasien stres berada di CVCU
Pada jam 15.00 pasien pindah ke HCU bangsal jantung, keluhan sesak
nafas (+), tekanan darah 80/53 mmHg on support nor epinefrin 0,09 mcg/kgBB/,
dobutamin 10 mcg/kgBB/, dan pasien masih tetap menolak untuk pengambilan
darah.
Pada jam 03.00 pasien tidak sadarkan diri, apnea, Tekanan darah 86/43
mmHg, SO2 83%, EKG di monitor, PEA, pulse (-), sikap bagging + RJP + bolus
epinefrin 1 mg respon (-), keluarga menolak untuk tindakan resusitasi lagi.
Pada jam 03.50 Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba, pupil
midriasis maksimal, bunyi jantung tidak terdengar, EKG di monitor asistole.
Pasien dinyatakan meninggal oleh dokter dihadapan keluarga dan perawat.
DISKUSI KASUS
Diagnosis IPAH, TR NYHA FC IV ec PH, diathesis hemoragik ec
trombositopenia ec DHF, hepatopati kongestif dan hipokalemia ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, foto toraks dan ekokardiografi.
Diagnosis IPAH ditegakkan berdasarkan anamnesa berupa sesak nafas sejak 3
hari SMRS dan dari adanya riwayat penyakit jantung sejak 3 tahun yang lalu,
didiagnosis sebagai Primer hipertensi pulmonal (PPH), dari pemeriksaan fisik
ditemukan JVP meningkat, sclera ikterik dan pemeriksaan jantung ditemukan
bunyi jantung P2 mengeras dan ESM grade 3/6 di RIC II kiri, dari pemeriksaan
abdomenditemukan hepar teraba 4 jari BAC, dan terdapat edema pada kedua
tungkai, dari EKG ditemukan adanya tanda pembesaran jantung kanan, dari foto
toraks ditemukan adanya gambaran kardiomegali dengan penonjolan segmen
pulmonal dan diperkuat dengan hasil ekokardiografi di RS.Harapan Kita Jakarta
berupa PH severe, dengan mPAP 50 mmHg.Gejala dari PH tidak spesifik,
biasanya pasien mengeluhkan sesak nafas, rasa lelah, angina, pingsan, distensi
abdomen dan penurunan kemampuan latihan.Pada keadaan lanjut, biasanya pasien
mengalami edem anasarka, regurgitasi tricuspid berat dan kronik hepatopati
kongestif yang bisa menjadi cardiac cirrhosis.3
Tanda kelainan pada pemeriksaan fisik dari PH seperti komponen
pulmonal bunyi jantung 2 mengeras, pansistolik murmur pada tricuspid
regurgitasi, diastolic murmur pada regurgitasi pulmonal, dan adanya bunyi
jantung 3. Distensi vena jugular, hepatomegali, edema perifer, ascites dan
extremitas yang dingin, terjadi biasanya pada keadaan lanjut. Bunyi paru biasanya
normal.3Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini memenuhi tanda-tanda kelainan
hipertensi pulmonal.
Pada pemeriksaan EKG, ditemukan sinus takikardi, dengan QRS rate
110x/, axis RAD, P pulmonal, PR interval 0,12 second, QRS duration 0,06,
RVH (+),LVH (-). EKG pada pasien dengan PH menggambarkan pembesaran
ventrikel kanan, pembesaran atrium kanan, right-axis deviation, dan inkomplit
atau
komplit
right-bundle-branch-block.
mungkin terjadi.5
Perubahan
repolarisasi
sekunder
paru
yang
merupakan
factor
predisposisi
trombosis
in
situ.
10
11
waktu yang lama menyebabkan hipertrofi dari ventrikel kanan dan menurunkan
kontraktilitas sehingga menyebabkan penurunan aliran darah koroner ke
myocardium ventrikel kanan, yang menghasilkan iskemik ventrikel kanan secara
akut dan kronik. Kadang-kadang pada pasien hipertensei pulmonal dapat terjadi
penurunan left ventricle ejection fraction (LVEF) dan abnormalitas dari
pergerakan dinding ventrikel kiri.7 Pada pasien ini blom terdapat tanda-tanda
tersebut, karena dari hasil echocardiografi terakhir (19 agustus 2013) didapatkan
EF 82% dengan global normokinetik.
Manajemen pengobatan pada hipertensi pulmonal secara umum meliputi,
perubahan gaya hidup, mencegah kehamilan dan pemberian obat-obatan. Obat
yang diberikan difokuskan pada penggunaan vasodilator untuk pengobatan gagal
jantung. Obat-obat yang diberikan, yaitu:7
Digoxin, secara klinis dapat meningkatkan cardiac output sekitar 10% jika
pada pasien dengan gagal jantung kanan akut.
Oksigen
Calcium Channel Blockers (CCB), lebih dari 20% pasien dengan IPAH
adalah vasoreactif dan akan berespon terhadap dosis tinggi dari CCB
dengan penurunan yang tekanan arteri pulmonal dan tahanan vascular
pulmonal, esensial dosis yang diberikan yaitu, amlodipin 20-30 mg/hari,
nifedipin 180-240 mg/hari, diltiazem 720-960 mg/hari.
Prostacyclins, terdapat
prostacyclin
pada
abnormal
PAH,
dari
sehingga
produksi dan
pemberian
metabolisme
prostacyclin
dapat
12
13
kini lebih sering ditemui pada pasien PAH. Dalam the American National Institute
of Health Registry, 106 kematian dilaporkan di cohort dari 194 pasien dengan PH
idiopatik, yang, 26% adalah meninggal mendadak. Demikian juga, 99 dari 316
pasien meninggal dalam database Leuven, di antaranya 18 mendadak.8
Mekanisme yang paling relevan untuk SCD pada pasien PH tampaknya
berhubungan dengan dilatasi berat dari arteri pulmonalis (PA), komplikasi
selanjutnya seperti Left Main Compression Syndrome (LMCS), diseksi arteri
pulmonal (PAD), rupture arteri pulmonalis (PAR ) dan hemoptisis masif mungkin
terjadi. LMCS PA dilatasi merupakan konsekuensi penting dari PH dan umumnya
terlihat pada ekokardiografi dan Computed Tomography. Dilatasi arteri pulmonal
yang progresif, tidak tergantung pada perubahan tekanan PA, cardiac output dan
bahkan hemodinamik.9
Penyebab kematian pada pasien ini mungkin akibat dari progresif gagal
jantung kanan yang memperburuk keadaannya dengan klasifikasi penyakit gagal
jantungnya NYHA FC IV dimana merupakan penyebab tersering dari SCD pada
pasien IPAH
Kematian dan Resusitasi jantung pada pasien PH
Kasus sudden cardiac death (SCD) karena tidak terdiagnosis sebelumnya
dengan PH telah dijelaskan. Diagnosis dalam kasus ini didasarkan pada otopsi dan
perubahan patofisiologi dimana pada PH dapat terjadi hipertrofi RV miokard,
konus pulmonal melebar, lesi vaskular plexiform dan lesi trombotik. Pada kasus
yang berhasil di resusitasi, penilaian ekokardiografi dan kateterisasi jantungyang
tepat diperlukan untuk menegakkan diagnosis PH. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
pada pasien PH memiliki hasil yang buruk seperti yang ditunjukkan survey
retrospektif inthe oleh Hoeper et al. Dari 3.130 pasien PH antara tahun 1997 dan
2000 di 17 pusat rujukan di Eropa dan Amerika Serikat, 513 pasien memiliki
sirkulasi arrest.10
Resusitasi tidak berhasil pada 79% pasien (104 pasien) dan hanya 6% (8
pasien) bertahan selama lebih dari tiga bulan.9Berdasarkan penelitian terbaru,RJP
tidak diindikasikan pada pasien dengan : 1) New York Heart Association (NYHA )
14
kelas IV, 2) gagal jantung kanan dengan lebih dari dua kali rawat inap selama
6bulan terakhir, 3) terapi spesifik PH sudah maksimal (termasuk PGI2 parenteral),
4) septostomy atrium jika diindikasikan, 5) kontraindikasi untuk transplantasi paru
dan 6) sesak nafas, kecemasan dan rasa sakit berat yang menetap.9,11
Hipertensi pulmonal adalah penyakit langka dan parah yang ditandai
dengan remodeling vaskular paru, yang menyebabkan gagal jantung kanan dan
kematian dini. Adanya LMCS harus dipertimbangkan pada pasien dengan angina
PH, meskipun tanpa gejala tetapi beresiko tinggi berdasarkan anatomi, seperti
pada kasus dilatasi PA yang berat. Pemeriksaan Computed tomography angiografi
koroner dapat mengeksklusikan LMCS. Angiografi koroner harus dilakukan
ketika computed tomography angiografi koroner menemukan kecurigaan.
Revaskularisasi koroner sangat penting pada pasien ini dan di era saat ini,
revaskularisasi perkutan dengan implantasi stent tampaknya aman dan effective.
Hemoptisis masif, sebagian besar karena PAR, biasanya mematikan pada pasien
PH dengan pelebaran PA yang berat, sehingga pasien PH dengan berulang
hemoptisis mempunyai tempat untuk dilakukan transplantasi paru.12,13,14
Diseksi arteri pulmonalis (PAD) yang jarang diuraikan, merupakan
kondisi yang mengancam jiwa yang harus dicurigai pada pasien PAH dengan
nyeri dada atau hemodynamiccompromise.15Saat ini, teknik pencitraan non-invasif
yang berkualitas tinggi memungkinkan kita untuk mendiagnosa dan selanjutnya
melakukan tindakan pembedahan. PH dapat muncul dengan berbagai komplikasi
yang dapat menyebabkan SCD. Pendekatan diagnostic yang tepat, pengambilan
keputusan yang cepat dan manajemen yang sukses harus dilakukan.16,17
15
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien wanita usia 29 tahun, dengan keluhan
utama sesak nafas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sesak nafas meningkat dengan
aktivitas, tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan, pasien sudah
dikenal dengan penyakit jantung sejak 3 tahun yang lalu berupa Primer hipertensi
pulmonal. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan laboratorium,
rontgen foto thorak dan echocardiografi pasien didiagnosa IPAH, TR NYHA FC
IV ec PH, diathesis hemoragik ec trombositopenia ec DHF, hepatopati kongestif
dan hipokalemia, dan pasien mendapat terapisildenafil untuk hipertensi
pulmonalnya.
Penyebab kematian pada pasien ini mungkin akibat dari progresif gagal
jantung kanan yang memperburuk keadaan dengan klasifikasi penyakit gagal
jantungnya NYHA FC IV dimana merupakan penyebab tersering dari SCD pada
pasien IPAH.
16
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
17
15.
16.
17.
18