RANCANGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR...TAHUN...
TENTANG
HUKUM ACARA PIDANA
2012
PENGANTAR
Sebelum suatu RUU apalagi yang sangat penting menemukan masa depan
kehidupan hukum suatu bangsa berupa kodifikasi seperti KUHAP, perlu diadakan
suatu diskusi yang menyeluruh baik nasional maupun internasional mengenai
Rancangan. Tim Rancangan melakukan studi banding ke berbagai negara seperti
Belanda, Perancis, Italia, dan Amerika Serikat. Beberapa pakar hukum pidana asing
pun memberikan komentarnya mengenai Rancangan seperti Prof. Nico Kijzer dan
Prof. Dr. Scahffmeister dari Belanda, Prof. Dr. Iur. Stephen C. Thaman dan Mr.
Robert Strang dari Amerika Serikat, beberapa jaksa, hakim, polisi dan pejabat
perundang-undangan Kementerian Kehakiman dari Perancis.
Pendapat-pendapat mereka diharapkan lebih objektif karena mereka melihat
Rancangan dari luar. Satu hal yang tidak dapat dihindari ialah adanya globalisasi
bukan saja di bidang ekonomi, politik, budaya, tetapi juga di bidang hukum. Semakin
hari semakin menggema secara internasional perlindungan terhadap hak asasi
manusia.
Peristiwa
seperti
terjadi
di
Tibet,
Birma,
Zimbabwe
sekarang
memperlihatkan kepada kita bahwa suatu bangsa yang kurang memperhatikan hak
asasi manusia akan menjadi bulan-bulanan kritikan sampai pada ancaman boikot
internasional.
Kesediaan OPDAT (Office of Overseas Prosecutorial Development,
Assistance and Training) dari Department of Justice Amerika Serikat untuk
memfasilitasi beberapa pertemuan dan studi banding sepatutnya dihargai, dan
menunjukkan juga betapa perhatian dunia luar kepada Indonesia, terutama dalam
pembangunan hukum sangat besar. Studi banding ke Amerika Serikat diikuti oleh
seluruh anggota Tim kecuali ketua Tim, Andi Hamzah, anggota Adnan Buyung
Nasution dan Luhut Pangaribuan. Anggota Tim yang mengikuti studi banding adalah
Abdul Wahid Masru (Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan), Suhariyono
(Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan), Indriyanto Senoadji (Dosen
UI/Advokat), Mohammad Amari (Kejaksaan Agung), R.M. Panggabean (Mabes
POLRI), Sri Hariningsih (Tenaga Ahli DPR), Teuku Nasrullah (Dosen UI/Advokat),
dan Pocut Eliza (Sekretaris Tim).
Korporasi sudah menjadi subjek hukum pidana (materiel dan formil) sehingga
membawa dampak yang luas dalam penegakan hukum. Berapa ratus korporasi asing
yang menanam modalnya di Indonesia yang dengan sendirinya akan tunduk pada
hukum (pidana/acara pidana) yang berlaku di Indonesia. Para Direktur yang
memimpin korporasi akan bertanggung jawab pidana jika terjadi pelanggaran pidana
yang dilakukan atas nama korporasi.
Dalam menyusun rancangan, yang sangat penting diperhatikan ialah KUHAP
menyangkut beberapa instansi, satu hal yang selalu harus diingat ialah jangan terbawa
pada egoisme sektoral, tetapi apa yang terbaik bagi nusa dan bangsa kita.
Harapan akan adanya penegakan hukum yang mulus di Indonesia seperti
halnya antara tahun 1950 sampai 1959 sangat diharapkan.
Tim Rancangan telah bekerja keras selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun dan
setiap tahun telah dilakukan sosialisasi kepada akademisi, hakim, polisi, jaksa dan
pengacara.
Tim telah melakukan studi banding di Amerika Serikat (Washington DC dan
Saint Louis), bertemu dengan polisi, jaksa, hakim dan akademisi. Di Paris, bertemu
dengan juge dinstruction (hakim penyidik), juge des liberte et de la detention (hakim
pembebasan dan penahanan), police judiciaire (polisi judisial), polisi, jaksa, dan
hakim. Ketua Tim (Prof. Dr. A. Hamzah, SH) bersama dengan anggota Ombudsman
M. Surachman, SH, Peneliti Utama, telah melakukan studi banding di Den Haag,
Amsterdam, Groningen, Leeuwaarden (Belanda), bertemu dengan jaksa, jaksa tinggi,
hakim, dan melakukan patroli bersama dengan polisi lingkungan hidup. Melanjutkan
studi banding di Hannover, Munchen, Bonn dan Berlin (Jerman), bertemu dengan
hakim, jaksa, Jaksa Agung Jerman, dan mengunjungi penjara Tegel di Berlin, penjara
narkoba di Parsberg, dari Berlin melanjutkan studi banding di Edinburg, Glasgow,
Manschester, London (UK), bertemu Jaksa Tinggi Skotlandia, Jaksa Tinggi CPS,
jaksa, hakim dan pejabat polisi Scotland Yard, pejabat Victim Support, menghadiri
sidang pengadilan di London, dari London menyeberang ke Brussels, Arlon, Liege,
(Belgia), bertemu Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman, kepala kejaksaan, dan
police judiciaire. Ketua Tim bersama dengan Jaksa Suhandjono, menghadiri sidang
pengadilan distrik di San Francisco, mengunjungi penjara San Quintin, bertemu
dengan Deputy Attorney General (Wakil Jaksa Agung) Amerika Serikat Mr Brouwn
di Washington, mengunjungi kantor pemberantasan narkoba, mengikuti kursus hukum
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Sudah 31 (tiga puluh satu) tahun perjalanan Kitab Undang-Undang Hukum
Dalam covenant mengenai hak-hak sipil dan politik itu terkandung ketentuan
yang berkaitan dengan hukum acara misalnya tentang hak-hak tersangka dan
ketentuan mengenai penahanan yang diperketat. Berhubung dengan hal tersebut ada
negara yang membuat KUHAP baru sama sekali seperti Italia, Rusia, Lithuania,
Georgia, dan lain-lain. Ada pula yang mengubah KUHAP nya selaras dengan
perubahan yang mendunia tersebut seperti Austria.
Pada tahun 2000, Perancis menyisipkan ketentuan baru mengenai hak asasi
manusia,
seperti
hukum
acara
pidana
harus
fair
dan
adversarial
dan
menyeimbangkan hak-hak para pihak. Orang dalam situasi yang sama dan dituntut
atas delik yang sama haruslah diadili berdasarkan aturan yang sama. Tersangka
harus diberitahu tentang dakwaan kepadanya dan mendapat pembelaan. Seseorang
yang didakwa harus dibawa ke pengadilan dan mendapat putusan dalam waktu yang
wajar, dan seterusnya. Perancis pun menciptakan hakim khusus untuk melakukan
penahanan yang disebut juge des liberte at de la detention (hakim pembebasan dan
penahanan).
Italia membuat KUHAP baru sama sekali pada tahun 1989 yang
mengeluarkan jaksa dari kekuasaan kehakiman sehingga dianut sistem adversarial
murni. Penuntut umum dan terdakwa diberi kedudukan seimbang sehingga tidak ada
lagi berita acara yang dibuat oleh penyidik yang diserahkan kepada hakim. Hakim
hanya menerima dakwaan dan daftar terdakwa dan saksi. Jadi benar-benar hakim
berada di tengah-tengah antara pertarungan penuntut umum dan terdakwa beserta
penasihat hukumnya. Para pihak dapat mengajukan saksi-saksi dan bukti lain di
sidang pengadilan.
Jepang telah memperkenalkan sistem baru, yaitu hakim karier dicampur
dengan orang awam (laymen) yang disebut sistem campuran (hakim dan juri).
Dari sanalah kita dapat menyimpulkan bahwa KUHAP harus diperbaharui
sesuai dengan tuntutan zaman. Ada konsekuensi akibat diratifikasikannya beberapa
konvensi internasional, misalnya tentang penahanan yang dilakukan oleh penyidik
harus sesingkat mungkin dan segera dibawa kepada hakim. Amerika Serikat
menafsirkan segera mungkin (promptly) adalah dua kali dua puluh empat jam. Di
Eropa umumnya diartikan paling lama dua kali dua puluh empat jam kecuali untuk
terorisme yang lamanya 6 (enam) hari atau 1 (satu) hari penangkapan ditambah 5
(lima) hari penahanan. Ketika Tim Penyusun KUHAP mencantumkan waktu
penahanan 15 (lima belas) hari oleh penyidik ditambah 1 (satu) hari penangkapan
menjadi 16 (enam belas) hari maka amnesti internasional dan pakar hukum pidana
dan acara pidana Amerika Serikat (Prof. Dr. iur. Stephen C. Thaman) yang sudah
dua kali datang ke Indonesia (Desember 2006 dan Januari 2007) mengingatkan dan
kritikan atas Rancangan KUHAP, agar hal tersebut disesuaikan dengan ICCPR yang
telah diratifikasi oleh Indonesia, sehingga toleransinya hanya sampai dua kali dua
puluh empat jam penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Selebihnya ditambahkan
pada Hakim Pemeriksa Pendahuluan, sehingga penahanan oleh Hakim Pemeriksa
Pendahuluan yang kemudian dapat diperpanjang oleh hakim Pengadilan Negeri.
Hakim Pengadilan Negeri dapat memperpanjang menjadi 3 kali 30 hari. Jaksa tidak
melakukan penahanan, akan tetapi dia memegang formulir penahanan, baik yang
dilakukan oleh Hakim Pemeriksa Pendahuluan maupun oleh hakim Pengadilan
Negeri, karena pada prinsipnya menurut ICCPR, hakimlah yang berwenang
melakukan penahanan. Akan tetapi bagaimana pun juga penuntut umumlah yang
mengajukan permohonan kepada hakim.
Masalah asas legalitas perlu dijelaskan dalam KUHAP karena ada perbedaan
antara asas legalitas dalam hukum pidana materiel dan hukum acara pidana.
Perubahan penting dalam Rancangan KUHAP menyangkut lembaga baru, yaitu
Hakim Pemeriksa Pendahuluan menggantikan praperadilan. Praperadilan adalah
lembaga yang khas KUHAP, yang ternyata kurang efektif karena bersifat pasif
menunggu gugatan para pihak. Lagi pula bukan lembaga yang berdiri sendiri tetapi
melekat pada pengadilan negeri. Ketua pengadilan negerilah yang menunjuk seorang
hakim menjadi hakim praperadilan jika masuk suatu permohonan. Jadi ide Hakim
Pemeriksa Pendahuluan berbeda dari praperadilan akan tetapi tidak sama dengan
rechtercommissaris di
menjadi cepat, tidak mengganggu hakim pengadilan negeri yang sibuk menyidangkan
perkara pidana, perdata, dan lain lain. Ada pula wewenang jaksa berpindah ke Hakim
Pemeriksa Pendahuluan, seperti perpanjangan penahanan yang 40 (empat puluh) hari
berpindah ke Hakim Pemeriksa Pendahuluan menjadi 25 (dua puluh lima) hari.
Semestinya ada lembaga antara penuntut umum dan hakim, yaitu Hakim
Pemeriksa Pendahuluan. Pada bagian pembahasan akan ditunjukkan perbedaan antara
Rechtercommisaris di Belanda dan Juge d instruction di Perancis di satu pihak
dibanding Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang diperkenalkan dalam Rancangan
KUHAP.
Beberapa masalah antara lain hubungan penyidik dan penuntut umum diatur
sesuai dengan sistem peradilan terpadu bukan bersambung seperti sambungan
domino. Masalah inilah yang paling sulit dirumuskan. Sekarang ini akibat bolakbaliknya berkas perkara antara penyidik dan penuntut umum, maka ribuan perkara
tidak diketahui keberadaannya.
Begitu pula tentang upaya hukum, yang pada prinsipnya adalah semua
perkara yang masuk ke Mahkamah Agung terlebih dahulu melalui Pengadilan Tinggi.
Pada Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung pun jaksa (Jaksa Tinggi dan Jaksa
Agung) membacakan konklusinya. Aturan mengenai Peninjauan Kembali juga
disederhanakan. Ketika Tim RUU-KUHAP berkunjung ke Perancis kami tanyakan
berapa permohonan Peninjauan Kembali pertahun di Perancis, dijawab sepuluh
tahun sekali. Di Indonesia setiap hari ada orang memohon PK. Putusan bebas dan
bebas tidak murni yang dikembangkan oleh doktrin dan yurisprudensi Belanda
mestinya dijelaskan agar tidak timbul salah mengerti dalam praktek.
Kecenderungan ke sistem berimbang (adversary system) diperkenalkan,
antara lain kedua pihak, baik penuntut umum maupun terdakwa dan penasihat
hukumnya dapat menambah alat bukti baru di sidang pengadilan (seperti saksi a
charge dan a de charge). Dengan sendirinya tidak diperlukan P 21 (pernyataan
Penuntut Umum bahwa berkas telah lengkap) karena penuntut umum walaupun
sidang sudah dimulai, masih dapat meminta bantuan penyidik untuk menambah
pemeriksaan seperti pengajuan saksi baru untuk melawan saksi yang diajukan
penasihat hukum. Jadi, benar-benar sistem ini mengharuskan penuntut umum dan
penyidik bekerjasama erat untuk suksesnya penuntutan.
2.
Permasalahan
Bagaimana
menjalin
ketentuan
KUHAP
dengan
konvensi-konvensi
3.
melindungi hak-hak dan kemerdekaan orang dan warganegara, menyeimbangkan hakhak para pihak, orang yang dalam keadaan yang sama dan dituntut untuk delik yang
sama harus diadili sesuai dengan ketentuan yang sama, mempertahankan sistem
konstitusional Republik Indonesia terhadap pelanggaran kriminal, mempertahankan
perdamaian dan keamanan kemanusiaan dan mencegah kejahatan.
(The aim of the future Criminal Procedure Code is the pursue of objective
truth, the protection of the rights and freedom of man and citizen, preserves
a balance between the rights of the parties, persons in similar situation and
prosecuted for the same offences should be judged according to the same
rules, the maintenance of constituional system of the Republic of Indonesia
against criminal encroachment, the maintanance of peace and security of mankind
and the prevention of crimes).
Kegunaannya adalah para pejabat negara dan warganegara dalam rangka
melakukan kewajibannya dalam penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pembelaan di
pengadilan menjalankan kewajibannya dengan mulus, beserta bagaimana masyarakat
luas dapat memahami dan menghayati hukum acara pidana yang berlaku di
Indonesia.
Robert Strang, More adversarial, but not completely adversarial: Reformation of the Indonesian
Criminal Procedure Code, paper, hlm. 5
1
4.
Metode Pendekatan
Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang ini menggunakan
BAB II
DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
HUKUM ACARA PIDANA BARU
1.
Dasar Filosofis
Pancasila sebagai Ursprungsnorm, sumber dari segala perundang-undangan
di Indonesia, terutama sila kedua yang langsung berkaitan dengan KUHAP, yaitu
Kemanusiaan yang adil dan beradab yang menunjukkan manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang Maha Esa, hidup bersama di planet ini untuk rukun dan damai.
Batas-batas negara hanyalah ciptaan manusia yang tidak menjadi halangan segala
bangsa untuk saling berinteraksi dalam kedamaian di bawah naungan tertib hukum.
Sila ketiga Persatuan Indonesia menjadi dasar pula asas legalitas hukum acara
pidana yang bersifat nasional bukan kedaerahan (lokal). Sila kelima Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, menunjukkan bahwa keadilan ekonomi-sosial menjadi
dasar pula menuju keadilan hukum.
Seluruh perangkat Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan filosofis
KUHAP, terutama tentang asas legalitas, perundangan-undangan tidak berlaku surut,
persamaan di depan hukum, jaminan kepastian hukum dan seperangkat ketentuan
tentang hak asasi manusia.
2.
3.
Dasar Yuridis
4.
Dasar Ekonomis
Seluruh pasal di dalam KUHAP mengacu pada sistem peradilan cepat
(speedy trial; contante justitie), sederhana dan biaya ringan. Perkenalan sistem
peradilan cepat dituangkan antara lain dalam pengajuan perkara melalui jalur khusus,
penyelesaian di luar acara (afdoening buiten proces), dalam upaya hukum, semua
perkara kasus lewat Pengadilan Tinggi baru dapat diajukan permohonan kasasi ke
Mahkamah Agung untuk mengurangi beban Mahkamah Agung.
BAB III
RUANG LINGKUP PERUBAHAN KUHAP
A. Asas legalitas
Yang pertama-tama dikemukakan di sini ialah ditegaskannya asas legalitas
dalam Rancangan, sebagai padanan asas legalitas dalam KUHP atau hukum pidana
materiel. Jadi, bukan asas legalitas sebagai lawan asas oportunitas yang akan
diutarakan pula di belakang.
Berlainan dengan asas legalitas dalam hukum pidana materiel yang
tercantum di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang berbunyi: Tiada suatu perbuatan
(feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang ada sebelumnya. KUHP Indonesia (termasuk Rancangan) sama dengan
KUHP Belanda memakai istilah wettelijk strafbepaling (perundang-undangan
pidana) bukan strafwet (undang-undang pidana). Ini berarti suatu peraturan yang lebih
rendah dari undang-undang dalam arti formel, seperti Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Daerah dapat memuat rumusan delik dan sanksi pidana, sama dengan
Belanda yang meliputi undang-undang dekrit raja dan peraturan gemeente.
10
(Acara pidana dijalankan hanya menurut cara yang diatur oleh undang-
undang). Jadi, tidak boleh suatu peraturan yang lebih rendah dari undang-undang
dalam arti formel mengatur acara pidana.
Cortens seorang pakar hukum acara pidana Belanda mengatakan, bahwa
hukum pidana materiel bisa bersifat lokal, akan tetapi hukum acara bersifat nasional.2
Sengaja disalin Pasal 1 KUHAP Belanda karena rumusan asas legalitas
dalam KUHAP 1981yang tercantum di dalam Pasal 3 kurang tepat rumusannya. Pasal
itu berbunyi: Peradilan dijalankan menurut cara dalam undang-undang ini. Keliru
karena dipakai istilah peradilan yang meliputi peradilan perdata, pidana, administrasi,
agama, militer, dst. Mestinya yang dipakai ialah peradilan pidana atau lebih tepat
acara pidana. Menurut Joan Miller, criminal justice system, luas artinya, mulai
dari perencanaan undang-undang pidana sampai keluarnya narapidana dari penjara
atau pemasyarakatan3. Sedangkan acara pidana mulai dari penyidikan sampai
eksekusi. Sistem penjara atau pemasyarakatan tidak termasuk acara pidana sehingga
tidak masuk dalam KUHAP.
Kata ini harus dihapuskan pula karena ada ketentuan acara pidana diatur
di luar KUHAP, seperti Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-Undang Pengadilan HAM, dll.
Jika dicantumkan kata ini artinya KUHAP, sehingga perlu ditambahkan
lagi kata-kata dan undang-undang lain yang relevan, seperti KUHAP RRC. Pasal 3
alinea kedua KUHAP RRC berbunyi : In conducting criminal procedure, the
Peoples Court, the People Procurator and the public security organs must
strictly observe this Law and any relevant stipulations of the laws. (Dalam
melaksanakan acara pidana, Pengadilan Rakyat, Jaksa Rakyat, dan organisasi
keamanan publik harus secara ketat memperhatikan undang-undang ini dan ketentuan
lain yang relevan dari undang-undang lain) ketentuan alenia ketiga Pasal 3 KUHAP
RRC itu mirip dengan Pasal 1 pendahuluan KUHAP Belgia yang mengatakan kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang, hanya pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang yang boleh menerapkan pidana (De Strafvordering tot toepassing
2
3
11
van de straffen kan niet worden uitgevoerd dan door ambtenaren die de wet
daarmee belast).
KUHAP Federasi Rusia tahun 2003 pada Pasal 8 ayat (2) juga merumuskan
asas legalitas walaupun dengan susunan yang lain sebagai berikut: No one may be
adjudge guilty of a crime or subjected to criminal punishment except pursuant
to a court judgement and in accordance with the procedures established by
this code. (Tidak ada seorang pun yang boleh dinyatakan bersalah melakukan suatu
kejahatan atau tunduk pada pidana kriminal kecuali berdasarkan putusan pengadilan
dan sesuai dengan acara yang diatur dalam kitab ini.).
Yang tidak diatur di dalam hukum acara pidana ialah hukum transitoir,
seperti Pasal 1 ayat (2) KUHP apabila ada perubahan perundang-undangan, maka
yang diterapkan ialah ketentuan yang paling menguntungkan terdakwa. Jadi, menurut
Schaffmeister dan Keijzer dalam ceramahnya di Universitas Indonesia April 2006,
apabila ada perubahan perundang-undangan dalam hukum acara pidana misalnya
diperkenalkannya DNA sebagai alat bukti, maka dapat diterapkan kepada perkara
yang sedang diperiksa walaupun ketika perbuatan dilakukan DNA belum merupakan
alat bukti. Yang penulis tidak mengerti karena menurut mereka hal itu tidak berkaitan
dengan undang-undang berlaku surut.
Dasar fundamental hukum acara pidana ditambahkan juga seperti ketentuan
Pasal 1 KUHAP Perancis yang baru ditambahkan pada tahun 2000.
1.
Hukum acara pidana haruslah fair, dan adversarial dan menjaga keseimbangan
para pihak.
2.
3.
Orang dalam keadaan yang sama dan dituntut atas delik yang sama harus diadili
berdasarkan aturan yang sama.
4.
5.
Setiap orang yang disangka atau dituntut dianggap tidak bersalah sepanjang
kesalahannya belum ditentukan.
Semua ini menyangkut hak-hak asasi manusia yang sudah terkandung di dalam
konvensi-konvensi internasional dan juga UUDNRI Tahun 1945.
12
C. Penahanan
Selama Tim menyusun RUU-KUHAP dari tahun 2000 sampai 2006 sistem
penahanan hampir tidak berubah dari yang tercantum di dalam KUHAP 1981.
Bahkan dicantumkan penyidik lebih lama dapat melakukan penahanan dari 20 (dua
puluh) hari menurut KUHAP 1981 menjadi 30 (tiga puluh) hari. Akan tetapi sejak
diratifikasikannya
promptly harus membawa tersangka (secara fisik) ke hakim yang akan melakukan
penahanan. Kami diingatkan oleh pakar Amerika Serikat Prof. Dr. iur. Stephen C.
Thaman yang datang ke Indonesia bahwa promptly itu artinya maksimum 2 X 24
13
(dua kali dua puluh empat) jam atau a couple of days, kecuali untuk terorisme. Kami
pun telah lama diberitahu hal yang sama oleh Prof. D. Schaffmeister dan N. Keijzer
dari Belanda dan juga pakar Perancis yang berkunjung ke Indonesia November 2007.
Kami (tim RUU-KUHAP)
fisik oleh polisi ke kantor kejaksaan (di Perancis penahanan oleh penyidik hanya
berlangsung 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam yang diperpanjang oleh jaksa 1 X
24 (satu kali dua puluh empat) jam.
Selanjutnya penahanan oleh hakim khusus yang disebut juge des liberte et
de la detention (hakim pembebasan dan penahanan). Jika diperhatikan kata liberte
(pembebasan) disebut lebih dulu dari detention (penahanan), yang artinya penahanan
itu ultimum remedium (upaya terakhir). Hakim pembebasan dan penahanan ini dapat
mengeluarkan perpanjangan penahanan sampai 400 (empat ratus) hari. Tersangka
dibawa secara fisik oleh polisi disertai penuntut umum yang memohon perpanjangan
penahanan.
penahanan dengan alasan tertentu. Saat itu juga hakim itu menentukan tersangka
ditahan ataukah tidak yang hampir tidak ada permohonan penahanan yang ditolak.
Dengan alasan komunikasi di Indonesia sangat sulit, ribuan pulau-pulau,
sehingga ketentuan 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam itu sangat sulit dipenuhi
sehingga diterobos oleh Tim dengan mematok 5 (lima) hari penahanan oleh penyidik.
Pakar Amerika Serikat berpendapat, bahwa pengecualian 5 (lima) hari itu mestinya
hanya untuk pulau-pulau atau daerah terpencil tidak untuk kota besar seperti Jakarta.
Sangat sulit untuk menentukan daerah mana yang boleh dilakukan penahanan sampai
5 (lima) hari dan daerah mana hanya boleh dilakukan penahanan hanya 2 X 24 (dua
kali dua puluh empat) jam sesuai dengan Covenant. Oleh karena itu disamakan saja
untuk seluruh Indonesia lamanya penahanan paling lama 5 (lima) hari oleh penyidik.
Untuk menghindari tuduhan pelanggaran terhadap covenant, waktu yang 3 (tiga) hari
sesudah dilewati 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam hendaknya diberitahu
penuntut umum.
Memang ada yang berpendapat, bahwa tidak harus konvensi internasional itu
ditaati sepenuhnya, namun jika sudah menyangkut hak-hak asasi manusia, maka sulit
dilakukan penyimpangan terlalu jauh. Dari 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam
menjadi lima kali dua puluh empat jam sebenarnya sudah menyimpang dibanding
negara lain. Federasi Rusia harus diakui lebih kuat dari Indonesia secara politis,
ekonomi apalagi militer, tetapi KUHAP Federasi Rusia pada Pasal 1 butir 3 kalimat
14
D. Penyadapan
Penyadapan diperkenalkan dalam Rancangan, akan tetapi diberi persyaratan
yang ketat.
melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan
terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras
akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak
dilakukan penyadapan.
Jadi, pada prinsipnya penyadapan dilarang. Penyadapan dengan demikian
bersifat pengecualian. Tindak pidana serius dijelaskan dalam Pasal 83 ayat (2)
Rancangan. Adalah tindak pidana :
a. terhadap keamanan Negara (Bab I Buku II KUHP);
b. perampasan kemerdekaan/penculikan (Pasal 333 KUHP);
c. pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP);
d. pemerasan (Pasal 368 KUHP);
e. pengancaman (Pasal 368 KUHP);
f. perdagangan orang;
g. penyelundupan;
h. korupsi;
i. pencucian uang;
15
j. pemalsuan uang;
k. keimigrasian;
l. mengenai bahan peledak dan senjata api;
m. terorisme;
n. pelanggaran berat HAM;
o. psikotropika dan narkotika; dan
p. pemerkosaan.
Penyadapan pun dilakukan dengan perintah tertulis atasan penyidik setempat
setelah mendapat izin Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Dengan demikian, tidak ada
kecuali, KPK
16
Penyelesaian di luar pengadilan tercantum di dalam Pasal 42 ayat (2) dan (3)
Rancangan. Pasal 42 ayat (2) RUU KUHAP berbunyi: Penuntut umum juga
berwenang demi
17
Criminal Code of the Russian Federation and the person has reached
a settlement with the victim and has compensated the victim for his loss.
(Pengadilan atau jaksa atau penyidik atau perwira pemeriksa dengan persetujuan
jaksa, boleh dengan permohonan korban atau penasihat hukumnya menyampingkan
perkara pidana terhadap seseorang yang disangka atau didakwa telah melakukan
kejahatan ringan atau kurang serius yang tersebut di dalam Pasal 76 KUHP Federasi
Rusia, dan orang itu telah mencapai penyelesaian dengan korban dan telah mengganti
kerugian yang diderita korban.).
Pasal 76 KUHP Federasi Rusia itu menyebut maksimum pidana penjara
sepuluh tahun. Jadi, lebih berat daripada di Belanda yang dibatasi untuk delik yang
diancam dengan pidana penjara maksimum enam tahun berdasarkan Undang-Undang
yang mulai berlaku di Belanda sejak 1 Mei 1983. Perancis menentukan pidana penjara
maksimum lima tahun yang dapat diselesaikan di luar pengadilan.
Penyelesaian di luar pengadilan ini termasuk konsep peradilan restoratif
(restorative justice). Hukum Islam mengenal restorative justice bahkan sampai delik
berat seperti pembunuhan yang disebut diyat. Akan tetapi ada perbedaan karena
penyelesaian di luar pengadilan (afdoening buiten proces) hanya untuk delik ringan
dan motifnya pun harus ringan.
Asas oportunitas yang disebut di dalam undang-undang Kejaksaan, benarbenar untuk kepentingan umum termasuk delik berat, akan tetapi hanya Jaksa Agung
yang boleh menerapkannya.
Dalam Pasal 42 Rancangan, hanya delik ringan yang ancaman pidananya 4
(empat) tahun penjara ke bawah kecuali pelaku yang berumur 70 tahun ke atas
ancaman pidananya maksimum 5 (lima) tahun penjara.
Bahkan Rusia mengenal sistem pengakuan terdakwa atas semua dakwaan
dan terdakwa mohon langsung dijatuhi pidana tanpa ada sidang pengadilan. Hal itu
diatur di dalam Pasal 314 KUHAP Rusia yang pada ayat (1) berbunyi: Terdakwa
berhak, dengan tunduk pada persetujuan penuntut umum atau private prosecution
(penuntut perorangan) dan korban, untuk menyetujui dakwaan yang diajukan
terhadapnya dan mengajukan mosi (permohonan) untuk memutuskan tanpa
pengadilan dalam perkara pidana yang keputusannya ditetapkan dalam KUHP
Federasi Rusia tidak melebihi sepuluh tahun penjara. Ayat (7) mengatakan pidana
yang dijatuhkan tidak boleh melebihi 2/3 dari yang ditentukan untuk kejahatan itu.
18
Peter P.J.Tak (ed) Task and powers of the prosecutioin services in the EU member states,
hlm. 429.
5
David Fogel, On doing less harm, hlm. 237..
19
demikian,
lembaga
versi
20
ialah menjaring perkara-perkara besar dan menarik perhatian masyarakat yang akan
diajukan jaksa ke pengadilan.
Seperti dikemukakan di Pendahuluan, adanya lembaga penyaring, di samping
hakim sidang (trial judge) maka dapat dihindari penuntutan yang sewenang-wenang
karena alasan pribadi atau balas dendam.
Oleh karena itu, salah satu wewenang Hakim Pemeriksa Pendahuluan versi
Rancangan ialah menentukan layak tidak layaknya suatu perkara diajukan ke
pengadilan atas permohonan jaksa (pretrial). Dengan demikian, jika jaksa tidak
menuntut dan terjadi desakan masyarakat awam, jaksa dapat menunjuk putusan
Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Namun demikian, jika kemudian ditemukan bukti
baru, dapat diajukan lagi ke Hakim Pemeriksa Pendahuluan agar penuntutan dapat
dilakukan. Dalam pemeriksaan itu, tersangka dan saksi dapat didengar keterangannya
begitu pula konklusi penuntut umum.
Dengan adanya Hakim Pemeriksa Pendahuluan maka diharapkan dapat dicapai
tujuan hukum acara pidana yakni due process of law atau behoorlijk procesrecht.
Tujuan hukum acara pidana ialah mencari kebenaran materiel (objective truth) dan
melindungi hak asasi terdakwa jangan sampai terjadi orang tidak bersalah dijatuhi
pidana di samping perhatian kepada korban kejahatan.
Alat bukti tidak boleh diperoleh secara melawan hukum. Pemancingan tidak
dibolehkan (kasus seperti Mulyana Kusumah dilarang di Perancis dan Italia). Hasil
penyidikan adalah rahasia (secret dinstruction). Dilarang keras penyidik
membeberkan hasil penyidikan. Pasal 434-7-2 Code Penal mengancam pidana bagi
orang yang membocorkan hasil penyidikan.Terbalik di Indonesia, masyarakat
menghendaki penyidikan transparan. Tujuan penyidikan adalah rahasia, ialah
menjaga praduga tak bersalah (Inggris: presumption of innocence, Belanda:
presumptie van onschuldig, Perancis: presumption dinnocence). Di samping itu,
juga untuk kepentingan penyidikan sendiri jangan sampai tersangka menghilangkan
alat-alat bukti atau mempengaruhi saksi.
Wewenang Hakim Pemeriksa Pendahuluan diatur di dalam Pasal 111 ayat (1)
Rancangan berupa menetapkan atau memutuskan:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan atau
penyadapan;
21
perpanjangan
dilakukan oleh penuntut umum selama 40 (empat puluh) hari, berpindah ke Hakim
Pemeriksa Pendahuluan selama 25 (dua puluh lima) hari, selanjutnya diperpanjang
oleh hakim
22
memudahkan dia berhubungan dengan tahanan, lagi pula setelah dia menetapkan atau
menandatangani perpanjangan penahanan, para tahanan dimasukkan ke ruang tahanan
di dekat kantornya.
Selama belum diangkat Hakim Pemeriksa Pendahuluan (paling lambat dalam
dua tahun), wakil ketua pengadilan negeri setempat menjalankan tugas dan wewenang
Hakim Pemeriksa Pendahuluan.
G.
berkurang oleh karena kedua pihak penuntut umum dan terdakwa/penasihat hukum
dapat menambah alat bukti (saksi) baru di sidang pengadilan yang dapat ditolak oleh
hakim, jika segalanya sudah jelas dan terang. Dengan demikian, ada kaitannya dengan
tiadanya P 21, sehingga hubungan antara penyidik dan penuntut umum berlangsung
terus sampai sidang pengadilan.
Adanya keberatan jika penuntut umum menambah sendiri pemeriksaan juga
menjadi tidak beralasan, karena pada saat sidang sedang berlangsung pun penuntut
umum dapat menambah alat bukti baru, terutama untuk menyanggah alat bukti baru
a de charge yang diajukan terdakwa/penasihat hukum.
Pasal 152 (1) Rancangan berbunyi: Penuntut umum dan terdakwa atau
penasihat hukum terdakwa diberi kesempatan menyampaikan penjelasan singkat
untuk menguraikan bukti dan saksi yang hendak diajukan oleh mereka pada
persidangan.
Pasal 152 (2): Sesudah pernyataan pembuka, saksi dan ahli memberikan
keterangan. Pasal 152 (3): Urutan saksi dan ahli ditentukan oleh pihak yang
memanggil. Pasal 152 (4): Penuntut umum mengajukan saksi, ahli, dan buktinya
23
terlebih dahulu. Pasal 152 (5): Apabila hakim menyetujui saksi dan ahli yang
diminta oleh Penasihat hukum untuk dihadirkan, maka hakim memerintahkan kepada
Penuntut Umum untuk memanggil saksi dan ahli yang diajukan oleh Penasihat
Hukum tersebut. Pasal 152 (10): Setelah pemeriksaan terdakwa, Penuntut Umum
dapat memanggil saksi atau ahli tambahan untuk menyanggah pembuktian dari
penasihat hukum selama persidangan.
Dalam ketentuan tersebut nyata kecenderungan ke arah adversarial, yang
menyebabkan penuntut umum benar-benar menguasai hukum acara dan hukum
pidana materiel di samping sikap, wibawa, suara dan taktik yang mantap.
H.
Alat-Alat Bukti
Alat bukti berubah, sehingga berdasarkan Pasal 177 Rancangan alat bukti yang
sah mencakup:
a. barang bukti;
b. surat-surat;
c. bukti eletronik;
d. keterangan seorang ahli;
e. keterangan seorang saksi;
f. keterangan terdakwa;
g. pengamatan hakim.
Yang baru ialah barang bukti yang lazim disebut di Negara lain real evidence
atau material evidence, yaitu bukti yang sungguh-sungguh. Disebut surat-surat
(jamak) maksudnya ialah jika ada seratus surat, dihitung sama dengan satu alat bukti
Sebaliknya, disebut seorang ahli atau seorang saksi maksudnya jika ada dua saksi
maka memenuhi bukti minimum dua alat bukti. Ini sama dengan KUHAP Belanda
yang menyebut geschriftelijke bescheiden (surat-surat) dan verklaringen van een
getuige (keterangan seorang saksi). Bukti elektronik misalnya e-mail, SMS, foto, film,
fotokopi, faximail, dst.
Sengaja keterangan saksi ditempatkan bukan pada urutan satu (sama dengan
KUHAP Belanda) agar jangan dikira jika tidak ada saksi tidak ada alat bukti.
Keterangan terdakwa berbeda dengan pengakuan terdakwa. Alat bukti petunjuk
yang berasal dari KUHAP Belanda tahun 1838 yang sudah lama diganti dengan eigen
waarneming va de rechter (pengamatan hakim sendiri) berupa kesimpulan yang
24
ditarik dari alat bukti lain berdasarkan hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. Di
Amerika Serikat disebut judicial notice. Tidak ada KUHAP di dunia yang menyebut
petunjuk (Belanda: aanwijzing; Inggris: indication) sebagai alat bukti kecuali
KUHAP Belanda dahulu (1838); HIR dan KUHAP 1981).
Dalam requisitoirnya penuntut umum dapat menguraikan dan menjelaskan halhal yang terjadi di sidang pengadilan dan memberi kesimpulan dari semua alat bukti
yang telah dikemukakan, untuk memancing opini hakim yang menjurus kepada
adanya bukti berupa pengamatan hakim sendiri.
H.
Upaya Hukum
Secara prinsip semua perkara harus melalui Pengadilan Tinggi (banding)
terlebih dahulu untuk selanjutnya dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Jadi,
berbeda dengan KUHAP 1981, Rancangan membolehkan permohonan banding
terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum untuk kemudian dapat diajukan
kasasi. Harus dicegah Mahkamah Agung berfungsi sebagai Pengadilan Negeri
seluruh Indonesia. Putusan Mahkamah Agung tidak menyangkut fakta atau
pembuktian, melainkan menyangkut penerapan hukum. Oleh karena itu, sama dengan
beberapa KUHAP negara lain, putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat
daripada putusan Pengadilan Tinggi kecuali jika pengadilan yang lebih rendah itu
memutus lebih ringan daripada minimum khusus. Misalnya, pelanggaran berat HAM
yang minimum khususnya 10 (sepuluh) tahun penjara kemudian pengadilan yang
lebih rendah dari Mahkamah Agung memutus 3 (tiga) tahun penjara, berarti salah
menerapkan hukum, sehingga Mahkamah Agung memutus 10 (sepuluh) tahun penjara
atau membebaskan terdakwa karena delik yang terbukti bukan pelanggaran berat
HAM.
Upaya hukum Peninjauan Kembali juga diubah sehingga menjadi hanya
berdasarkan 2 (dua) alasan, yaitu ada novum atau putusan yang saling bertentangan.
Salah atau keliru penerapan hukum bukanlah merupakan alasan PK. Jika benar-benar
terjadi keliru penerapan hukum kemudian terdakwa dijatuhi pidana atau salah
kualifikasi sehingga dijatuhi pidana lebih berat daripada seharusnya, maka upayanya
adalah permohonan grasi kepada Presiden yang dapat diajukan oleh Jaksa Agung
yang mewakli masyarakat. Di Thailand tidak ada aturan PK dalam KUHAP, jika ada
novum, putusan saling bertentangan, salah penerapan hukum sehingga orang dijatuhi
pidana, maka diajukan permohonan grasi kepada Raja.
25
J.
Hal ini tercantum di dalam 197 Rancangan yang berjudul jalur khusus. Pada
saat Penuntut Umum membacakan surat dakwaan, terdakwa mengakui semua
perbuatan yang didakwakan dan mengaku bersalah melakukan tindak pidana yang
ancaman pidana yang didakwakan tidak lebih dari tujuh tahun penjara, Penuntut
Umum dapat melimpahkan perkara ke sidang acara pemeriksaan singkat. Pidana yang
dijatuhkan tidak boleh lebih dari 2/3 dari maksimum. Di sinilah letak pengakuan yang
memberi keuntungan (semacam plea bargaining). Hakim dapat menolak pengakuan
ini dan meminta Penuntut Umum mengajukan ke sidang pemeriksaan biasa.
Salah satu hal yang paling sering disalahmengerti ialah saksi mahkota. Ada
yang mengartikan saksi mahkota ialah jika para terdakwa bergantian menjadi saksi
atas kawan berbuatnya. Justru hal itu dilarang karena berarti selfincrimination.
Sebagai saksi dia disumpah, jadi jika dia berbohong dia bersumpah palsu, padahal dia
juga terdakwa dalam kasus itu yang jika dia berbohong tidak diancam dengan pidana.
Saksi mahkota hanya ada dalam buku teks dan yurisprudensi, tidak tercantum di
dalam undang-undang. Saksi mahkota ialah salah seorang tersangka/terdakwa yang
paling ringan perannya dalam delik terorganisasikan yang bersedia mengungkap delik
itu, dan untuk jasanya itu dia dikeluarkan dari daftar tersangka/terdakwa dan
dijadikan saksi. Jika tidak ada peserta (tersangka/terdakwa) yang ringan perannya dan
tidak dapat dimaafkan begitu saja, tetap diambil yang paling ringan perannya dan
26
dijadikan saksi kemudian menjadi terdakwa dengan janji oleh penuntut umum akan
menuntut pidana yang lebih ringan dari kawan berbuatnya yang lain. Demikian
ketentuan undang-undang Italia tentang saksi mahkota. Jadi, ketentuan tentang saksi
mahkota yang dituangkan di dalam Pasal 198 Rancangan sesuai dengan asas
oportunitas juga yang dianut di Indonesia. Tentu hal ini harus disampaikan oleh
penuntut umum kepada hakim.
BAB IV
KESIMPULAN
Dengan tidak meniru-niru negara maju karena memang mereka dua puluh
tahun lebih maju baik perundang-undangan maupun SDMnya, namun dalam
penyusunan RUU-KUHAP tidak dapat kita melepaskan diri dari pengaruh
globalisasi, terutama dengan telah ditandatanganinya beberapa konvensi internasional
yang berkaitan langsung dengan hukum acara pidana.
Rusia yang termasuk negara maju bahkan pernah menjadi superpower yang
lebih kuat dari Indonesia dalam segi politis (dia anggota tetap dewan keamanan PBB),
ekonomi apalagi militer, menyusun KUHAP baru yang sangat progresif, bahkan
ditekankan bahwa jika ketentuan perjanjian internasional yang Rusia menjadi pihak
bertentangan dengan ketentuan KUHAP, maka ketentuan internasional itu yang harus
diterapkan.
Kita pun harus menyadari, bahwa KUHAP Indonesia berlaku bagi semua
orang yang ada di Indonesia, termasuk orang dan korporasi asing. Dengan demikian,
mereka secara serius mengikuti pula perkembangan penyusunan Rancangan.
Tiada gading yang tiada retak, Rancangan ini merupakan karya manusia
yang tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan, yang selanjutnya akan dibahas
oleh PANSUS DPR-Pemerintah untuk kesempurnaannya.
27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Criminal Justice.
Hamzah, Andi, 2005, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
Minkenhof,nA. 1970, De Nederlandse Strafvordering, Haarlem:
H.D.
Tjeenk
Willink.
Orlin, Theodore S, Allen Rosas and Martin Scheinin, 2000, The Jurisprudence of
Human Rights Law, Turku/Abo Institute of Human Rights, Abo Akademi University.
Strang, Robert R, 2008, More Adversarial but not Completely Adversarial
Reformation of the Indonesian Criminal Procedure Code, Paper, 2008.
Thaman, Stephen C, 2000, Comparative Criminal Procedure, Durham, Carolina
Kademie Press.
Tak, Peter J.P., 2004, Tasks and Powers of the Prosecution Service in the
EU Member States, Nijmegen: Wolf Legel Publishers.
Verrest,
P.A.M.,
2001,
Ter
Vergelijking:
Een
Studie
naar
Franse
28
Tim RUU-KUHAP
Ketua,
29