Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan menelaah dan mempelajari secara seksama, keseluruhan kandungan materi
paparan mulai dari Modul 1 hingga Modul 5, kiranya sudah diketahui, dipahami, dan dihayati
apa, mengapa, dan bagaimana sesungguhnya makna yang terkandung dalam ungkapan Profesi
Keguruan atau secara lebih komprehensifnya Profesi Kependidikan itu.
Seandainya setiap guru dapat memahami dan menghayati tugas-tugasnya sesuai
dengan kode etiknya secara baik maka diyakini guru tersebut mampu melaksanakan tugas
jabatan profesinya secara baik pula. Apakah di dalam kenyataannya memang demikian ?
Jawabannya, mungkin sampai batas-batas tertentu dapat dikatakan ya, tetapi mungkin juga
tidak. Tepatnya jawaban itu belum tentu, bergantung konteksnya secara kondisional.
Untuk kondisi dewasa ini, kemungkinan alternative jawaban ketiga itu paling tepat,
dengan sekurang-kurangnya ada tiga alasan.
Pertama, para guru diduga kurang menghayati keterkaitan antara tugas kesehariannya
dengan Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP) yang didambakan.
Kedua, para guru terutama mereka yang tugas utamanya mengajarkan bidang studi
atau mata pelajaran khusus, cenderung lebih mementingkan dan mengutamakan penguasaan
materi pelajaran saja daripada pembinaan perkembangan pribadi peserta didiknya secara utuh.
Dengan kata lain, para guru cenderung kurang menghayati keterkaitan antara tugas
kesehariannya dengan Tujuan Utuh Pendidikan (TUP), yaitu mengebangkan manusia
seutuhnya
Ketiga, diduga sebagian dari para guru memiliki motif dasar keterlibatan dalam tugas
pekerjaannya cenderung lebih sebagai mata pencaharian (living earning) daripada sebagai
panggilan nurani (calling devotion).
Ketiga dugaan hipotesis itu secara akal sehat memang dapat diduga lebih lanjut
sebagai kemungkinan ada kaitannya dengan terjadinya kecenderungan kesadaran moralitas
atau budi pekerti peserta didik khususnya dan masyarakat umumnya yang semakin melemah.
Hal itu ditengarahi oleh kian maraknya fenomena penyimpangan-penyimpangan normatif
perilaku siswa dan remaja serta masyarakat umumnya. Sungguh bencana yang
mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan umat manusia yang berkeadilan,
beragama, dan berbudaya di muka bumi ini seandainya dugaan hipotesis itu mengandung
kebenaran.
1

Meskipun analisis di atas baru berdasarkan pertimbangan akal sehat (common sense),
namun para calon guru seyogianya berjaga-jaga untuk mengantisipasinya. Oleh karena itu,
dengan adanya makalah ini kami akan membahas dengan seksama bagaimana sebenarnya
hubungan atau keterkaitan antara tugas professional kependidikan itu, baik dengan tujuan
pendidikan jangka panjang maupun tujuan utuh pendidikan. Selain itu, bagaimana pula
seyogianya setiap guru itu menyikapi tugasnya agar mampu menjadi panutan yang
didambakan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa hubungan Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP) dengan Tugas yang
1.2.2

Dirancang (TYD) ?
Bagaimana hubungan Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) dengan Tugas yang

1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8

Dirancang (TYD) ?
Bagaimana tindakan yang mengacu pada Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) ?
Apa hakikat refleksi professional ?
Mengapa hakikat refleksi professional ?
Bagaimana hakikat refleksi professional ?
Bagaimana sikap guru atau pendidik terhadap tugas-tugasnya ?
Apa eksistensi organisasi profesi dan manfaatnya bagi pengembangan profesi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui hubungan Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP) dengan
1.3.2

Tugas yang Dirancang (TYD).


Mengetahui hubungan Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) dengan Tugas yang

1.3.3
1.3.4

Dirancang (TYD).
Mengetahui tindakan yang mengacu pada Tujuan Utuh Pendidikan (TUP).
Mengetahui hakikat refleksi professional (apa, mengapa, dan bagaimana

1.3.5
1.3.6

refleksi profesional).
Mengetahui sikap guru atau pendidik terhadap tugas-tugasnya .
Mengetahui eksistensi organisasi profesi dan manfaatnya bagi pengembangan
profesi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Reflection dalam Tugas


Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) merupakan rujukan segenap upaya pengembangan

manusia seutuhnya. Bagi bangsa Indonesia, rumusan TUP sebagaimana tertuang dalam UU
2

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban Bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Karakteristik hubungan antara TUP dengan TYD baik secara derivative-vertikal
maupun derivative-horisontal, mengimplikasikan bahwa tindakan-tindakan yang dimaksudkan
seyogianya dilakukan secara berkembang dan bertahap. Tahapan dan jenjangnya, antara lain :
1) Tingkat Struktural merupakan organisasi penyelenggara sistem pendidikan nasional di
tingkat pusat dan daerah. Secara makro nasional dan regional, tindakan-tindakan yang
seyogianya dilakukan antara lain :
a. Digariskan dan ditetapkan criteria standar minimal bobot muatan isi kurikulum berikut
proporsi antar komponennya, serta rambu-rambu prosedur pengembangannya yang
menjamin keterpaduan kontribusi relative dari keseluruhan perangkat komponen
tersebut secara harmonis, sinergis, dan sistemik sesuai dengan ketentuan TUP, untuk
setiap program studi pada semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
b. Digariskan dan ditetapkan criteria standar minimal penilaian keberhasilan sistem
pembelajaran/ pendidikan secara menyeluruh berikut indicator bobot kontribusirelatifnya dari keseluruhan perangkat komponen kurikulum/ sistem pembelajaran/
pendidikan yang terhitung esensial (core componen) sehingga dipandang merefleksikan
tingkat jaminan mutu (quality assurance) atas ketercapaian TUP, untuk setiap program
studi pada semua kategori jalur/ jenjang/ jenis satuan pendidikan.
c. Digariskan dan ditetapkan criteria standar minimal penilaian kelayakan kuantitatif dan
kualitatif bahan sumber pembelajaran, buku ajar yang relevan dengan tuntutan TUP
secara menyeluruh dan untuk setiap komponen kurikulum atau sistem pembelajaran
sebagai refleksi jaminan mutu (quality assurance) kredibilitas setiap program studi pada
semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
d. Digariskan dan ditetapkan criteria standar minimal penilaian kecocokan dan kepantasan
(fit and proper) kualifikasi guru/ tenaga kependidikan secara professional sesuai dengan
tuntutan TUP sebagai refleksi jaminan mutu (quality assurance) kredibilitas setiap
program studi untuk semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
e. Digariskan dan ditetapkan criteria standar minimal penilaian kelayakan prasarana/
sarana pendukung (support systems) lainnya sesuai dengan tuntutan TUP sebagai
3

jaminan mutu (quality assurance) untuk setiap program studi pada semua kategori jalur,
jenjang, jenis satuan pendidikan.
2) Pada tingkat institusional merupakan satuan pelaksana penyelenggaraan sistem pendidikan,
baik pada jalur/ jenjang/ jenis persekolahan maupun luar sekolah. Tindakan-tindakan yang
seyogianya dilakukan, antara lain :
a. Dikembangkan dan ditetapkan GBPP perangkat kurikulum lengkap setiap satuan
pendidikan yang isi muatan dan proporsinya mengindahkan criteria standar secara
nasional sehingga mencerminkan keselarasan (sinergis), keseimbangan (harmonis dan
proporsional) secara terpadu dari keseluruhan perangkat komponen (mata pelajaran/
bidang studi dan program kegiatan) sehingga merefleksikan jaminan mutu bagi
perwujudan manusia seutuhnya.
b. Dikembangkan dan ditetapkan criteria acuan standar penilaian berikut perangkat
instrument evaluasinya yang juga memadai sesuai dengan standar kelayakan/ validitas
dan reliabilitasnya, baik untuk setiap komponen maupun totalitas (keseluruhan) sistem
pembelajarannya yang dapat mengungkapkan dan mendeskripsikan profil manusia
seutuhnya yang diharapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan.
c. Dipilih atau dikembangkan serta ditetapkan perangkat sumber bahan ajar serta
disediakan secara memadai sesuai dengan tuntutan TUP pada setiap satuan pendidikan
dengan mengindahkan standar kelayakan minimal yang ditetapkan secara rasional yang
mencerminkan keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan sebagai media pencapaian
manusia seutuhnya.
d. Dipilih, ditempatkan, ditugaskan, disediakan, dan dikembangkan tenaga guru secara
memadai pada setiap satuan pendidikan dengan mengindahkan criteria standar
kualifikasi professional dengan kecocokan dan kepantasannya, sebagai ujung tombak
pelaksana upaya mewujudkan manusia seutuhnya.
e. Dipilih, dikembangkan, dibangun, disediakan secara mewadai sumber daya pendukung
sistem pembelajaran pada setiap satuan pendidikan. Sehingga dapat menjamin
tercapainya prakondisi bagi tumbuh kembangnya manusia seutuhnya, misalnya sarana,
prasarana, dan fasilitas pendidikan yang mewadai.
3) Tingkat operasional merupakan satuan pelaksana kegiatan proses pembelajaran pendidikan
pada jalur/ jenjang/ jenis persekolahan dan pendidikan luar sekolah.

2.2

Berbagai Bentuk Refleksi Profesional


Kemampuan seseorang untuk sanggup dan mau merenungkan, memahami, dan

menyadari pengalaman-pengalaman masa lalu dalam hidupnya itulah merupakan hakikat


4

refleksi diri. Kemampuan itu sangat penting bagi mereka yang mengemban tugas-tugas
professional terutama yang termasuk kategori helping profession atau profesi pelayanan
bantuan, seperti dokter, psikiater, guru, dan lain-lainnya (Blocher, 1987).
Kemampuan melakukan refleksi professional itu dipandang amat penting dalam kajian
keprofesionalan pelayanan bantuan karena dapat dikatakan bahwa tugas pekerjaan helping
profession itu sangat erat dengan masalah kelangsungan hidup dan nasib masa depan klien
atau customer. Contohnya : jika konselor keliru mendiagnosis masalah yang dialami kliennya
atau siswa, ia akan memberikan penanganan yang salah, yang pada awalnya bertujuan
membantu, akhirnya justru malah sebaliknya, merusak perkembangan peserta didik yang
bersangkutan. Bagi profesi keguruan bahkan dampak itu mungkin lebih jauh lagi, ialah
terhadap kinerja pembangunan kesejahteraan hidup umat manusia. Mochtar Buchori (1994)
menekankan betapa pentingnya kemampuan refleksi professional itu dimiliki oleh pengemban
tugas kependidikan, khususnya para guru.
Urgensi refleksi professional itu bagi bidang profesi keguruan lebih mendasar lagi
dengan memperhatikan pertimbangan berikut ini.
a. Meskipun secara umum dan universal telah diakui bahwa bidang pekerjaan kependidikan
itu sebagai suatu profesi, namun posisinya masih belum sepenuhnya setara dengan profesi
yang telah mapan, seperti profesi dokter, jaksa, dan sebagainya, yang bersifat mandiri.
Profesi kependidikan cenderung masih baru merupakan profesi yang digaji/ dibayar oleh
instansi yang memperkerjakannya, terutama pemerintah, dan bukan oleh klien langsung
yang menerima pelayanannya. Tidak mengherankan jika diangkat menjadi PN itu selalu
menjadi dambaan para guru. Padahal di Negara yang telah maju tidak demikian halnya.
Menuju globalisasi yang akan bersifat kompetitif (dengan sistem kontrak kerja), sudah
jelas para pengemban profesi kependidikan dan keguruan harus selalu berupaya
meningkatkan dan mempertahankan standar kualitas keprofesionalannya agar mampu
bersaing (Blocher, 1987). Perkembangan IPTEK sangat mempengaruhi bidang profesi
kependidikan dan keguruan, terutama dalam hal antara lain :
- Muatan dan kemasan kurikulum dan bahan ajarnya (curriculum content and learning
-

resources and materials)


Strategi dan metodologi atau teknologi pembelajarannya (teaching strategies and
instructional technology)
Manajemen sistem pendidikan umumnya dan sistem pembelajaran pada khususnya
Dengan semakin berkembangnya arena dan cakrawala bidang pekerjaan dan

pendidikan, tuntutan kemampuan manajerialnya semakin meningkat baik pada tataran


5

mikroskopik (PBM), mesoskopik (kelembagaan), maupun makroskopik (strukturalnya).


b. Seirama dengan kemajuan dan sebagai dampak pesatnya laju perkembangan iptek itu maka
masyarakat pun telah berubah dan berkembang lebih cepat dan dinamis dari saat ke saat
(everchanging). Implikasinya terhadap tuntutan persyaratan kerja, standar kehidupan,
norma, dan etika sosial ekonomi, politik dan cultural juga selalu menuntut perubahan yang
selaras. Tuntutan keprofesian, termasuk kependidikan atau keguruan, juga akan
berhubungan secara dinamis dengan hal itu.
Dari paparan yang disarikan atas karya Norman Goble (1972) itu nampak benar betapa
pentingnya para pengemban profesi kependidikan atau keguruan untuk selalu
mengembangkan kemampuan refleksi professional. Persoalannya sekarang, bagaimana upaya
yang seyogianya ditempuh agar para pengembanan profesi kependidikan atau keguruan itu
lebih mampu melakukan refleksi profesionalnya. Mengingat refleksi professional itu pada
dasarnya merupakan salah satu langkah kegiatan awal yang amat fundamental dari
keseluruhan rangkaian pengembangan sumber daya pada diri manusia (SDM) umumnya dan
pengembangan keprofesian khususnya. Jawaban atas persoalan diatas itu tidak terlepas dari
kiat-kiat yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan sumber daya manusia tersebut. Dari
konsep pengembangan sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Harbison dan Myers
(1964:2-3) dapat dijabarkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
1) Apakah saya telah menyelesaikan pendidikan prajabatan professional yang disyaratkan
untuk mengemban tugas jabatan kependidikan (guru dan atau tenaga kependidikan lainnya)
yang telah dijalankan selama ini ?
Umpamanya, untuk menjadi guru SD pendidikan minimal sederajat D-2, untuk SLTP
pendidikan minimal sederajat D-3, untuk SLTA pendidikan minimal sederajat S-1, dan
untuk perguruan tinggi pendidikan minimal S-2. Jika menggunakan patokan akta mengajar
maka SLTP minimal Akta-3, SLTA minimal Akta-4, untuk perguruan tinggi minimal Akta5.
2) Apakah saya telah melakukan kegiatan pendidikan dan latihan dalam jabatan (inservice)
selama mengemban tugas jabatan professional di bidang pendidikan ini ?, Kalau pernah
ikut, pertanyaannya, berapa kali dan berapa lama mengikutinya ? Dalam hal/ bidang apa ?
Secara terprogram atau tidak ? Di luar atau di dalam institusi sendiri ? Diselenggarakannya
oleh siapa (Dinas Pendidikan, asosiasi, atau profesi sebagai penyelenggaranya) ?
3) Apakah saya pernah terlibat atau berperan serta dalam berbagi kegiatan yang erat bertalian
dengan pengembangan kemampuan keprofesian yang diemban selama ini, misalnya
seminar, penelitian, lokakarya, penulisan buku atau karya ilmiah lainnya ? Apakah kegiatan
tersebut diselenggarakan oleh Dinas Depdiknas, asosiasi profesi, atau lembaga lain, atau
6

praktik sendiri/ mandiri ?


4) Apakah selama ini saya telah pernah terlibat menjadi anggota dari organisasi profesi
kependidikan dan atau organisasi lain (sosial, politik, keagamaan, kebudayaan, dan
sebagainya) yang secara langsung atau tidak lengsung bertalian dengan pengembangan
keprofesian serta tugas jabatan yang saya emban selama ini (sebagai ketua/ pengurus
anggota, penyerta/ simpatisan, dan sebagainya) ?
5) Apakah secara sadar atau tidak sadar saya selalu mematuhi aturan kode etik yang melekat
dengan jabatan professional yang saya emban selama ini ? apakah pernah saya melakukan
penyimpangan tertentu karena alasan tertentu pula ? apakah pernah mendapatkan hukuman
karenanya (penangguhan kenaikan pangkat/ jabatan, pemindahan/ mutasi, penurunan
pangkat/ jabatan, penurunan gaji, penundaan fasilitas atau kesempatan, dan sebagainya) ?
apakah ada pembelaan atau perlindungan (dari organisasi asosiasi, dinas, dan sebagainya) ?
6) Apakah selama mengemban tugas jabatan professional kependidikan atau keguruan ini
saya selalu sadar akan hak-hak dan kewajiban saya, baik sebagai pribadi (individu)
maupun sebagai anggota organisasi profesi kependidikan atau sebagai anggota organisasi
kedinasan/ institusi yang secara langsung atau tidak langsung bertalian dengan keprofesian
yang saya emban ? apakah pernah atau tidak pernah ada hambatan dalam penunaian hakhak atau kewajiban itu ? jika tidak terjadi hambatan ataupun terjadi dan apakah telah
dengan tepat diatasi atau dibiarkan berlalu saja (hak-hak imbalan jasa, kesejahteraan,
kesehatan, dan sebagainya).
7) Apakah selama ini saya telah merasa dan puas dengan keterlibatan dalam tugas jabatan
professional kependidikan selama ini ?
Seandainya Anda dengan jujur mampu dan mau member jawaban-jawaban refleksif
keprofesian atas pertanyaan di atas, diyakini Anda akan dapat tumbuh dan berkembang
menjadi pendidik yang professional.
Dengan melalui refleksi professional, setiap guru dapat mengenali dan memahami
profil jati diri keprofesiannya. Dengan profil seperti itu, guru akan menyadari dimana letak
titik-titik kekuatan, kelemahan, peluang, dan juga hambatan-hambatannya. Atas dasar itu,
guru tinggal menentukan bagaimana seharusnya menyikapi hal itu secara tepat demi
kepentingan kelangsungan masa depannya.
Sebagaimana telah dijelaskan, dengan refleksi professional, setiap pendidik atau guru
akan mengenal dan memahami jati diri profesionalnya. Langkah berikutnya ialah bagaimana
seyogianya yang bersangkutan menyikapi secara tepat. Yang seterusnya sudah barang tentu
kemungkinan tindak lanjutnya akan sangat ditentukan oleh kecenderungan-kecenderungan
sikap yang bersangkutan.
7

Secara umum, Fishbein dan Ajzen (1975), menjelaskan bahwa orang akan
menunjukkan tiga dimensi kemungkinan kecenderungan arah sikap terhadap suatu hal yang
dihadapinya., termasuk profesi kependidikan atau keguruan di dalamnya.
Kecenderungan pertama, orang akan menerima kenyataan apa adanya. Dengan
kemungkinan ia menerima sepenuhnya (strongly agree, sangat setuju), atau menerima
sepenuhnya (agree, setuju), atas objek yang disikapinya. Dengan kata lain, yang bersangkutan
menyikapi secara positif atau sangat positif suatu hal yang dihadapinya. Dalam konteks bahan
telaahan ini berarti seorang guru atau pendidik itu menyikapi tugas-tugas profesionalnya
secara positif.
Kecenderungan kedua, orang sebaliknya akan menolak (disagree, tidak setuju) bahkan
mungkin secara sadar atau tidak sadar sangat menolak (stongly disagree, sangat tidak setuju)
terhadap suatu hal yang dihadapinya. Hal itu berarti, seorang guru atau pendidik juga, sangat
boleh jadi sesungguhnya menolak atas tugas jabatan profesionalnya, walaupun secara realitas
ia terlibat dengan kegiatan yang bersangkutan. Dengan kata lain, seorang guru sangat
mungkin menyikapi tugas-tugas profesionalnya secara negative.
Kecenderungan ketiga, seseorang kemungkinan menyikapi suatu hal yang dihadapinya
dengan diliputi keragu-raguan (embivalencies). Dalam hal tertentu sangat boleh jadi yang
bersangkutan dapat menerima dan dalam hal lain ia menolaknya. Hal itu sangat mungkin
terjadi pada para guru dalam menyikapi tugas profesionalnya.
Secara teoritis dapat dinyatakan bahwa sikap itu pada hakikatnya merupakan
kecenderungan untuk bertindak (menerima/melakukan, tidak menerima/tidak melakukan,
meragukan/setengah hati) atas sesuatu hal yang dihadapinya. Dengan sendirinya, hal itu akan
sangat berpengaruh pada kinerja yang bersangkutan dalam mengemban tugasnya, termasuk
para guru. Atas dasar itu, Johnson dan kawan-kawan (1972) menempatkan unsur sikap dan
kepribadian guru atau pendidik itu dalam posisi structural perangkat komponen kompetensi
atau kemampuan professional tenaga kependidikan. Dengan kata lain, komponen sikap
kepribadian guru itu merupakan fondasi bagi terbentuknya komponen prasyarat kemampuan
lainnya, seperti penguasaan bahan, penguasaan teknis professional/metodologis, penguasaan
pola berpikir dan bertindak, penggunaan kemampuan penyesuaian diri secara luwes.
Kesemuanya itu membangun perangkat komponen kompetensi prasyarat (enabling
competencies) bagi terbentuknya kemahiran penampilan professional dan dirasakan langsung
oleh klien atau siswa yang menerima pelayanan atau perlakuan dari guru yang bersangkutan.
Yang masih menjadi permasalahan besar bagi nasib pendidikan di Indonesia hingga
saat ini adalah FKIP-FKIP yang diasuh oleh perguruan tinggi yang bukan berasal dari LPTK
sama sekali sudah tidak mengembangkan jurusan/program studi Ilmu Pendidikan lagi.
Jika keadaan tersebut dilewatkan saja maka dapat dibayangkan seperti apa kualitas
kinerja para guru di negeri ini, mereka mahir dalam teknik mekanisme pembelajaran, tetapi
8

sikap profesionalnya diragukan. Dapat dimaklumi juga jika pelaksanaan tugasnya dikerjakan
dengan setengah hati. Mereka akan dengan mudah pindah atau meninggalkan tugasnya kalau
ada kesempatan pekerjaan yang lain yang lebih menjanjikan. Dengan kata lain, jabatan guru
hanya sekedar batu loncatan semata-mata. Implikasinya, kualitas pendidikan (SDM) dewasa
ini sulit diharapkan untuk dapat meningkat. Namun demikian, analisis jati diri sikap
professional itu penting bagi siapapun yang ingin sukses dalam menunaikan tugas jabatannya.

2.3

Berbagai Organisasi Profesi Guru/Kependidikan


Organisasi profesi guru paling tua di indonesia adalah Persatuan Guru Republik

Indonesia (PGRI). Namun yang akan kita bahas kali ini adalah salah satu ciri profesi yaitu
adanya asosiasi profesi yang dibentuk berdasarkan tujuan profesional dan bertujuan untuk
mengembangkan profesi itu sehingga memperoleh pengakuan dari masyarakat.
Di dalam perkembangannya, organisasi guru/kependidikan telah banyak mengalami
diferensiasi dan diservisikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan diservisikasi
prfesi kependidikan.sebagaimana dinyatakan dalam UU No.20 tahun 2003 Pasal 1 ayat (6)
bahwa Pendidik adalah tenaga kependidikan yag berkualifikasi sebagai guru ,dosen,
konselor, pamong belajar, widyariswara, tutor, instruktur, fasilisator dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Beberapa organisasi profesi di indonesia, disamping PGRI
1. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), beranggotakan para sarjana, di dalamnya
mempunyai sejumlah himpunan sejenis, seperti Himpunan Sarjana pendidikan Biologi
2. Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah organisasi profesi
konselor disekolah (guru pembimbing/ guru BP). ABKIN memiliki empat divisi, yaitu:
(1) Divisi Ikatan Pendidikan Konselor Indonesia, (2) Divisi Ikatan Sarjana Konseling
Indonesia, (3) Divisi Ikatan Konselor indonesia, (4) Divisi Ikatan Instrumentasi
Bimbingan Konseling Indonesia.
Selain itu ada organisasi yang mengarah pada Internasionalisasi profesi, Indonesian
Society for Special Needs Education (ISSE) dan Indonesian Society for Adapted Phisical
Education.
Organisasi apapun yang dibentuk oleh sebuah profesi, akhirnya harus memberi
manfaat untuk para anggota organisasi itu, terutama dalam meningkatkan kemampuan
profesional.
2.4

Manfaat Organisasi Profesi Bagi Guru


Suatu profesi muncul berawal dari adanya public trust kepercayaan masyarakat (Bigs

dan Blocher, 1986: 7) yang menopang suatu profesi. Kepercayaan masyarakat tersebut
9

didasari oleh tiga perangkat keyakinan:


Pertama, kepercayaan yang terjadi dengan adanya presepsi tentang kompetensi.
Kedua, adanya presepsi masyarakat bahwa kelompok kelompok profesional mengatur
dirinya dan lebih lanjut diatur oleh masyarakat berdasarkan minat dan kepentingan

masyarakat.
Ketiga, presepsi yang melahirkan kepercayaan itu ialah anggota anggota suatu profesi
memiliki motivasi untuk memberikan layanan kepada orang orang dengan siapa
mereka bekerja.
Suatu profesi mengandung unsur pengabdian (Oemar Hamalik, 1984: 3). Menurutnya,

suatu profesi bukanlah dimaksudkan untuk mencari keuntungan materi belaka. Melainkan
untuk pengabdian kepada masyarakat. Dalm pengabdiannya itu, profesi harus berusaha
menimbulkan kebaikan, keberuntungan dan kesempurnaan, serta kesejahteraan bagi
masyarakat.
1. Ciri ciri profesi
Erick Hoyle (1968: 80-85) mengemukakan enam ciri profesi, yaitu:
a. A profession perform an essential social service (suatu profesi menunjukkan suatu
pelayanan sosial);
b. A profession is founded up on sysmatic body of knowledge (suatu profesi didasari oleh
tubuh keilmuan yang sistematis);
c. A profession requires a lengthy period of academic and practicel training (suatu profesi
memerlukan suatu pendidikan dan latihan dalam periode waktu yang cukup lama);
d. A profession has a light degree of autonomy (suatu profesi memiliki anatomi yang
tinggi);
e. A profession has a code of ethics (suatu profesi memiliki kode etik);
f. A profession generate in service growth (suatu profesi berkembang dalam proses
pemberian layanan);
Menurut sutan zanti dan syahmiar syahrun (1992: 133), suatu jabatan profesional
harus mempunyai beberapa ciri pokok, yaitu:
a. Pekerjaan itu disiapkan melalui proses pendidikan dan latihan secara formal;
b. Pekerjaan itu mendapat pengakuan dari masyarakat;
c. Adanya pengawasan dari suatu organisasi profesi, seperti IDI, PGRI dan IPBI;
d. Mempunyai kode etik sebagai landasan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
dalam melaksanakan profesi tersebut;
Dedi supriadi (1998: 96) mengemukakan lima ciri suatu profesi. Pertama, pekerjaan
itu mempunyai fungsi dan signifikasisosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat.
Kedua, profesi menuntut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan
yang lama dan intensif melalui lembaga tertentu yang secara sosial dapat
dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a sysmatic body
of knowledge), bukan hanya common sense. Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman
perilakuanggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kelima,
10

sebagai kosekuensi profesi secara perorangan ataupun kelompokmemperoleh imbalan


finansial atau materiil.
Menurut Abin Syamsuddin kompetensi guru merupakan kecakapan atau kemampuan
mengerjakan pekerjaan pendidikan. guru yang memiliki kecakapan tersebut disebut sebagai
guru yang kompeten (kompetence theacher)
Menurut Jonhson (Abin Syamsuddin, 1999: 72) kompetensi pendidikan dibangun oleh
enam perangkat kompetensi berikut ini.
a. Performance component, yaitu unsur kemampuan penampilan kinerja yang tampak
sesuai dengan bidang profesi kependidikan.
b. Subject component, yaitu unsur kemampuan penguasaan bahan/ substansi pengetahuan
yang relavan dangan bidang profesi kependidikan sebagai prasyarat (enabling
kompetencies) bagi penampilan komponen kinerjanya.
c. Profesional component, yaitu unsur kemampuan penguasaan substansi pengetahuan
dan ketrampilan teknis profesi kependidikan sebagai prasyarat bagi penampilan
kinerjanya.
d. Proscess component, yaitu unsur kemampuan penguasan proses proses mental
mencangkup berpikir (logis, kritis, rasional, kreatif) dalam pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, dan sebagainya.
e. Adjustment component, yaitu unsur kemampuan penyerasian dan penyesuaian diri
berdasarkan karakteristik pribadi guru
f. Attitudes component, yaitu unsur komponen sikap, nilai, kepribadian pendidik/guru
sebagai prasyarat yang fundamental bagi keseluruhan perangkat komponen
kompetensi lainnya.
Peningkatan kemampuan profesional kependidikan berkaitan dengan Kurikulum 1994
dapat dilakukan melalui dua program, yaitu: (1) Program terstruktur adalah program yang
dibuat dan dilaksanakan sedemikian rupa, mempunyai bahan dan produk kegiatan belajar
yang dapat diakreditasikan secara akademik dalam jumlah SKS tertentu. (2) Program tidak
terstruktur adalah program pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan yang dibuka
berdasarkan kebutuhan tertentu sesuai dengan tuntutan waktu dan linkungan yang ada.
Tercangkup dalam program tidak terstruktur ini adalah:
a. Penataran tingkat nasional dan wilayah;
b. Supervisi yang dilakukan oleh pengawas atau pejabat yang terkait, seperti Kepala
Sekolah, Kepala Bidang, Kakandep;
c. Pembinaan dan pengembangan sejawat, yaitu dengan sesama tenaga kependidikan
sejenis melalui forum komunikasi, seperti MGP (Musyawarah Guru Pembmbing),
MGBI (Musyawarah Guru Bahasa Indonesia), dan sebagainya.
d. Pembinaan dan pengembangan individual, yaitu upaya yang dilakukan atas inisiatif
sendiri dengan berpartisipasi dalam seminar, lokakarya, atau forum ilmiah lainnya.
2.5

Tujuan Organisasi Profesi Kependidikan


11

Sebagaimana dijelaskan dalam PP No.38 1992, Pasal 61, ada lima misi dan tujuan
organisasi kependidikan, yaitu: meningkatkan dan atau mengembangkan (1) karier, (2)
kemampuan, (3)kewenangan profesional, (4) martabat, (5) kesejahteraan seluruh tenaga
kependidikan. Sedangkan visinya secara umum ialah terwujudnya tenaga kependidikan yang
profesional.
1. Meningkatkan dan/ataumengembangkan karier anggota, merupakan upaya organisasi
profesi kependidikan dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang
pekerjaan yang diembannya.
2. Meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya
terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan atau
guru, yang mencangkup (1) performance component, (2) subject component, (3)
profesional component, (4) proscess component, (5) adjustment component, (6)
attitudes component.
3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesional anggota, merupakan
upaya para profesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan
kemampuannya.
4. Meningkatkan dan/atau mengembangkan martabat anggota, merupakan upaya
organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak
manusiawi dari pihak lain dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai nilai
kemanusiaan.
5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan, merupakan upaya organisasi
profesikependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya.
2.6

Ragam Bentuk Partisipasi Guru


Sebuah organisasi profesi merupakan wadah dari para anggotanyauntuk melakukan

komunikasi profesional. Eksistensi dan identitas sebuah profesi dapat diperkokoh melalui
berbagai bentuk kegiatan profesional yang dilakukan melalui berbagai bentuk kegiatan
profesional yang dilakukan melalui organisasi profesi. Oleh karena itu, partisipasi aktif
dariseluruh anggota profesi akan sangat membantu memperkokoh eksistensi dan identitas
sebuah profesi di masyarakat, sehinngga apa yang disebut dengan public trust dapat tercapai
dengan baik.
Beberapa bentuk partisipasi (guru) dalam organisasi profesi guru/kependidikan bisa
berupa.
1. Aktif mengomunikasikan berbagai pikiran dan pengalaman yang mengarah pada
pembaharuana dan perbaikan mutu pendidikan. komunikasi ini bisa dalam bentuk
seminar, simposium dan sejenisnya. Atau tertulis dalam bentuk jurnal profesi atau
media lainnya.
2. Secara aktif melakukan evaluasi diri, baik secara perorangan maupun kelompok dalam
12

hal praktek praktek profesional (pendidikan) dengan mengacu kepada standar


profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
3. Bentuk partisipasi lain yang lebih menyangkut kepada segi internal pribadi guru itu
sendiri. Partisipasi ini ialah dalam bentuk mewujudkan prilaku dan sikap profesional
dalam kehidupan dan linkungan kerja guru. Misalnya, disiplin, tanggung jawab dan
sikap profesional guru dalam melaksanakan tugasnya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Agar ada kesesuaian antara Tujuan Pendidikan Jangka Panjang (TPJP), Tujuan Utuh
Pendidikan (TUP) dengan Tugas Yang Dirancang (TYD) diperlukan tindakan-tindakan
yang sistematik berdasarkan :
Tingkat structural
Tingkat institusional
Tingkat operasional
Untuk lebih meningkatkan dan mengangkat citra profesi kependidikan, seorang guru,
selain harus mampu mengejawantahkan TPJP, dan TUP, pada TYD, ia juga dipandang
perlu untuk melakukan refleksi professional dan memilih serta memutuskan tindakan

tindakan positif demi kemajuan profesi kependidikan ini.


Profesi kependidikan memiliki organisasi tersendiri sebagai wadah berkiprah dan
mengembangkan diri. Organisasi tersebut berfungsi mempersatukan berbagai npotensi
di bidang pendidikan yang pada gilirannya profesi ini memiliki kekuatan (power) dan
kekuasaan (authority). Selain itu, organisasi profesi kependidikan berfungsi
meningkatkan dan/atau mengembangkan profesional anggotanya yang mencangkup:
13

(1) performance component, (2) subject component, (3) profesional component, (4)

proscess component, (5) adjustment component, (6) attitudes component.


Organisasi kependidikan bertujuan meningkatkan dan mengembangkan (1) karier, (2)
kemampuan, (3)kewenangan profesional, (4) martabat, (5) kesejahteraan anggotanya.

DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin. (1999). Pengembangan Profesi dan Kinerja Tenaga Kependidikan.
Bandung : PPS Universitas Pendidikan Indonesia.
Blocher, D.H. (1987). The Professional Counselor. New York : Mac Millan.
Buchori, M. (1994). Ilmu Pendidikan dan Praktik Pendidikan dalam Renungan. Jakarta : IKIP
Muhammadiyah Jakarta Press.
Fishbien, M. & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Attention, And Behavior. Sydney : Addison
Wesley Publishing Co.
Harbison, F. & Myers, CH. A. (1964). Education Men Power and Economic Growth
Strategies of Human Resource Development. New York : Me Grow Hill.
Jervis, P. (1983). Professional Education. London : Croon Helm.
Morries, V.C. (1963). Becoming an Educators. New York : Houghton Mifflin.
Landsbury, R.D. (1978). Professional and Management A Study of Behavior in Organization.
Queensland : University of Queensland Press.
LP IKIP Bandung. (1990). Laporan Studi Telusuran Kompleksitas dan Sikap Profesional
Lulusan Program Diploma LPTK dan Non-LPTK.

14

15

Anda mungkin juga menyukai