Telah Anda ketahui bahwa Tujuan Utuh Pendidikan (TUP) itu merupakan rujukan segenap
upaya pengembangan manusia seutuhnya dan model rumusan TUP tentang manusia
seutuhnya itu dapat bervariasi. Bagi bangsa Indonesia, rumusan TUP sebagaimana tertuang
dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Telah Anda ketahui pula bahwa antara TUP dengan tujuan-tujuan pendidikan elaboratifnya
pada tingkat kelembagaan, program kurikuler (bidang studi/mata pelajaran) dan kegiatan
operasionalnya (TPU dan TPK) memiliki hubungan derivatif-vertikal yang jelas dan
konsisten. Begitu pula telah Anda pelajari keharusan adanya hubungan derivatif-horizontal
antara TUP dengan tujuan-tujuan kurikuler seluruh perangkat komponen (bidang studi/mata
pelajaran/kegiatan pembelajaran) yang secara jelas menunjukkan kontribusi relatifnya
terhadap pembentukan sosok jati diri manusia seutuhnya. Hubungan derivatif-horizontal itu
harus menunjukkan keseimbangan (harmonis-proporsional), keselarasan (sinergis) dan
terpadu (integrated, sistemis) antara komponen yang satu dengan lainnya sehingga
merefleksikan suatu sosok jati diri manusia seutuhnya. Karakteristik hubungan termaksud
seyogianya tampak pula dalam struktur perangkat komponen kemasan bahan program
pembelajarannya (GBPP dan SAP-nya). Hal serupa berlaku pula bagi hubungan antara unsur-
unsur sistem penilaiannya (EBTA, EBTANAS, dan sebagainya). Dengan demikian,
gambaran rnanusia seutuhnya sebagai refleksi TUP itu bukan hanya dikonseptualkan secara
ideal dan abstrak saja melainkan dapat juga dijabarkan secara operasional dan dapat diamati,
diungkapkan, bahkan sampai batas tertentu dapat diukur indikator-indikatornya secara
empiris (Bloom, Krathwohl, Maxia, 1974).
Persoalannya sekarang, tindakan-tindakan apa sajakah yang seyogianya dilakukan agar TUP
itu dapat diwujudkan rnenjadi kenyataan. Dengan kata lain, bagaimana menjabarkan dan
menerjemahkan dengan tepat TUP ke dalarn bentuk-bentuk tindakan operasionalnya. Untuk
menuju ke arah itu tampaknya kita perlu mencermati kembali karaktenistik hubungan antara
TUP dengan TYD. Sifat-sifat hubungannya, baik derivatif-vertikal maupun derivatif-
horizontal, mengimplikasikan bahwa tindakan-tindakan yang dimaksudkan seyogianya
dilakukan secara berjenjang dan bertahap. Sebut saja tahapan dan jenjangnya itu sebagai (1)
tingkat struktural (organisasi penyelenggara sistem pendidikan nasional di tingkat pusat dan
daerah); (2) tingkat institusional (satuan pelaksana penyelenggaraan sistem pendidikan, baik
pada jalur/jenjang/jenis persekolahan maupun luar sekolah); dan (3) tingkat operasional
(satuan pelaksana kegiatan proses pembelajaran pendidikan pada jalur/jenjang/jienis
persekolahan dan pendidikan luar sekolah).
Pada tingkat struktural (secara makro nasional dan regional), tindakan tindakan yang
seyogianya dilakukan antara lain:
1. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal bobot muatan isi kurikulum berikut
proporsi antarkomponennya, serta rambu-rambu prosedur pengembangannya yang menjamin
keterpaduan kontribusi relatif dan keseluruhan perangkat komponen tersebut secara
harmonis, sinergis, dan sistemik sesuai dengan ketentuan TUP, untuk setiap program studi
pada semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
2. Digariskan dan ditetapkan kritenia standar minimal penilaian keberhasilan sistem
pembelajaran/pendidikan secara menyeluruh berikut indikator bobot kontribusi-relatifnya dan
keseluruhan perangkat komponen kurikulum/sistem pembelajaran/ pendidikan yang terhitung
esensial (core componen) sehingga dipandang merefleksikan tingkat jaminan mutu (quality
assurance) atas ketercapaian TUP, untuk setiap program studi pada semua kategori
jalur/jenjang/jenis satuan pendidikan.
3. Diganiskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kelayakan
kuantitatif dan kualitatif bahan sumber pembelajaran bahan ajar yang relevan dengan tuntuan
TUP secara menyeiuruh dan untuk setiap komponen kurikulum atau sistem pembelajaran
sebagai refleksi jaminan mutu (quality assurance) kredibilitas setiap program studi pada
semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
4. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kecocokan dan kepantasan
(fit and proper) kualifikasi guru/tenaga kependidikan secara profesional sesuai dengan
tuntutan TUP sebagai refleksi jaminan mutu (quality assurance) kredibilitas setiap program
studi untuk semua kategori jalur, jenjang, jenis satuan pendidikan.
5. Digariskan dan ditetapkan kriteria standar minimal penilaian kelayakan prasarana /
sarana pendukung (support systems) lainnya sesuai dengan tuntutan TUP sebagai jaminan
mutu (quality assurance) untuk setiap program studi pada semua kategori jalur, jenjang, jenis
satuan pendidikan.
Di dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut di atas, pihak pemegang otoritas
penyelenggara sistem pendidikan nasional pada tingkat struktural (makro-nasional/regional)
seyogianya melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang tergolong
esensial yang dipandang relevan (Sallis, 1993), misalnya para pakar, organisasi asosiasi
profesi kependidikan, unsur pelanggan pelayanan jasa dan pengguna hasil pendidikan.
Pada tingkat institusional (kelembagaan satuan atau gugus satuan pendidikan sesuai dengan
jalur, jenjang dan jenisnya) tindakan-tindakan yang seyogianya dilakukan, antara lain:
1. Dikembangkan dan ditetapkan GBPP perangkat kurikulum lengkap setiap satuan
pendidikan yang isi muatan dan proporsinya mengindahkan kriteria standar secara nasional
sehingga mencerminkan keselarasan (sinergis), keseimbangan (harmonis dan proporsional)
secara terpadu dari keseluruhan perangkat komponen (mata pelajaran/ bidang studi dan
program kegiatan) sehingga merefleksikan jaminan mutu bagi perwujudan manusia
seutuhnya.
2. Dikembangkan dan ditetapkan kriteria acuan standar penilaian berikut perangkat
instrumen evaluasinya yang juga memadai sesuai dengan standar kelayakan/validitas dan
reliabilitasnya, baik untuk setiap komponen maupun totalitas (keseluruhan) sistem
pembelajarannya yang dapat mengungkapkan dan mendeskripsikan profil manusia seutuhnya
yang diharapkan oleh setiap satuan pendidikan yang bersangkutan.
3. Dipilih atau dikembangkan serta ditetapkan perangkat sumber bahan ajar serta disediakan
secara memadai sesuai dengan tuntutan TUP pada setiap satuan pendidikan dengan
mengindahkan standar kelayakan minimal yang ditetapkan secara rasional yang
mencerminkan keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan sebagai media pencapaian
manusia seutuhnya.
4. Dipilih, ditempatkan, ditugaskan, disediakan, dan dikembangkan tenaga guru secara
memadai pada setiap satuan pendidikan dengan mengindahkan kriteria standar kualifikasi
profesional dengan kecocokan dan kepantasannya, sebagai ujung tombak pelaksana upaya
mewujudkan manusia seutuhnya.
5. Dipilih, dikembangkan, dibangun, disediakan secara memadai sumber daya pendukung
sistem pembelajaran pada setiap satuan pendidikan, sehingga dapat menjamin tercapainya
prakondisi bagi tumbuh kembangnya manusia seutuhnya, misalnya sarana, prasarana, dan
fasilitas pendidikan yang memadai.
Di dalam melaksanakan tindakan-tindakan tersebut di atas, pihak pemegang otoritas
pengelolaan satuan-satuan pendidikan seyogianya bekerja sama dan memberdayakan segenap
potensi yang terdapat pada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang relevan
dengan satuan pendidikan yang bersangkutan, selain segenap tenaga kependidikan yang
terdapat dalam lingkungan internal satuan atau gugus pendidikan, juga dapat melibatkan
segenap sumber daya termasuk para pakar, asosiasi, dan lembaga lainnya yang relevan.