Makalah Blok 12 Filariasis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

Filariasis

Krissi Stiffensa Saparang


102010125
F1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
kris.stiff@yahoo.com

Pendahuluan
Filariasis di dunia menduduki ranking 3 setelah malaria dan tubercolosis. Pada daerah
tropis dan subtropis kejadiannya terus meningkat disebabkan oleh karena perkembangan kota
yang cepat dan tidak terencana, yang mencetak berbagai sisi perkembangbiakan nyamuk
yang akan menularkan penyakit ini. Penyakit ini menjadi persisten karena kurangya alat
kontrol dan strategi yang efektif dan mudah diterapkan pada negara endemis. Tiga spesies
cacing filaria penyebab filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Wuchereria bancrofti merupakan spesies yang paling umum ditemukan pada
kasus infestasi oleh cacing ini.
Penyebaran penyakit diperantarai oleh nyamuk sebagai vektor. Cacing dewasa filaria
hidup pada pembuluh limfa sedangkan mikrofilaria hidup dalam darah. Cacing betina
melepaskan mikrofilaria dalam pembuluh darah tepi dan dihisap oleh nyamuk yang
selanjutnya agen infeksi ini disebarkan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia.
Pengendalian yang perlu adalah peningkatan pemantauan (surveilans) untuk menemukan
penderita kaki gajah akut dan kronis, serta penatalaksankan pengobatan agar penderita
mampu merawat dirinya sendiri. Pengobatan dilakukan dengan albendazole dan
diethylcarbamazine(DEC) tetapi pengobatan yang lebih ideal masih perlu diteliti lebih lanjut.

Pengertian
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau
kronik.
Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah yang penting sebelum melakukan pemeriksaan.
Anamnesis bertujuan untuk mengenal pasien labih lanjut, dan menjalin hubungan komunikasi
dan empati antara dokter dan pasien. Dengan adanya anamnesis, dokter dapat lebih mengenal
riwayat penyakit pasien serta mendapatkan informasi yang lebih untuk mendapatkan
diagnosis.
Dokter menanyakan keluhan yang dialami pasien, sudah sejak kapan terjadinya gejala
tersebut, adakah faktor pencetus. Dari hasil anamnesis, didapatkan bahwa pasien bengkak
pada tungkai kirinnya sejak 1 bulan yang lalu,bengkak awalnya muncul mulai dari telapak
kaki kemudian membesar sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai
menyebabkan pasien sulit berjalan. Keluhan yang menyebabkan pasien datang ke dokter
adalah keluhan demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tinggi, pasien juga
mengeluh pada saat BAK kencing berwarna keputihan seperti susu dan bengkak di tungkai
kiri disertai nyeri.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan.
Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari
adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya tentang :
temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran. Palpasi dilakukan dengan
menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh.

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan
suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi
jaringan.

Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop.
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Parasitologi
Pemeriksaan parasitologi dengan menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah,
cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan darah tebal dengan pewarnaan Giemsa,
tehnik Knott, membrane filtrasi dan tes provokasi DEC. Sensitivitas bergantung pada volume
darah yang diperiksa, waktu pengambilan dan keahlian teknisi yang memeriksanya.
Pemeriksaan ini tidak nyaman, karena pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari
antara pukul 22.00-02.00 mengingat periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna. Spesimen
yang diperlukan 50l darah dan untuk menegakan diagnosis diperlukan 20
mikrofilaria/ml (Mf/ml).

Pemeriksaan Imunologi
Deteksi Antibodi
Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif filarial membantu
dikembangkannya serodiagnostik berdasarkan antibodi kelas ini. Pemeriksaan ini digunakan
untuk pendatang yang tinggal didaerah endemik atau pengunjung yang pulang dari daerah
endemik. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan infeksi parasit sebelumnya dan kini,
selain itu titer antibodi tidak menunjukkan korelasi dengan jumlah cacing dalam tubuh
penderita.
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

Deteksi Antigen
Pemeriksaan ini memberikan hasil yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan
dengan pemeriksaan makroskopis. Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzyme-linked
immunosorbent) dan ICT card test (immunochromatographic). Hasil tes positif menunjukkan
adanya infeksi aktif dalam tubuh penderita, selain itu, tes ini dapat digunakan juga untuk
monitoring hasil pengobatan. Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak sensitif untuk
konfirmasi pasien yang diduga secara klinis menderita filariasis. Tehnik ini juga hanya dapat
digunakan untuk infeksi filariasis bancrofti. Diperlukan keahlian dan laboratorium khusus
untuk tes ELISA sehingga sulit untuk di aplikasikan di lapangan. ICT adalah tehnik
imunokromatografik yang menggunakan antibodi monoklonal dan poliklonal. Keuntungan
dari ICT adalah invasif minimal (100 l), mudah digunakan, tidak memerlukan teknisi
khusus, hasil dapat langsung dibaca dan murah. Sensitivitas ICT dibandingkan dengan
pemeriksaan sediaan hapus darah tebal adalah 100% dengan spesifisitas 96.3%.
Deteksi Parasit
Deteksi parasit dapat dilakukan dengan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chain
Reaction / PCR). Tehnik ini digunakan untuk mendeteksi DNA W. bancrofti dan B. Malayi.
PCR mempunyai sensitivitas yang tinggi yang dapat mendeteksi infeksi paten pada semua
individu yang terinfeksi, termasuk individu dengan infeksi tersembunyi (amikrofilaremia atau
individu dengan antigen +). Kekurangannya adalah diperlukan penanganan yang sangat hatihati untuk mencegah kontaminasi spesimen dan hasil positif palsu. Diperlukan juga tenaga
dan laboratorium khusus selain biaya yang mahal.
Radiodiagnostik
Menggunakan USG pada skrotum dan kelenjar inguinal pasien, dan akan tampak
gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dancing worm). Pemeriksaan ini berguna
terutama untuk evaluasi hasil pengobatan.
Limfosintigrafi menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat radioaktif
yang menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada pasien dengan
asimptomatik milrofilaremia.

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

Working Diagnosis
Gejala klinik yang berhubungan dengan infeksi W. Bancrofti bervariasi dari yang
tidak menunjukkan gejala-gejala sampai pasien dengan manifestasi klinik yang berat seperti
elephantiasis dan hidrokel. Manifestasi klinik dari infeksi bervariasi dan dapat tergantung dari
faktor hospes dan strain parasit. Beberapa pasien dapat mengandung cacing dewasa tanpa
mikrofilaremia perifer, atau mikrofilaremia demikian rendahnya sehingga tidak dapat
dideteksi dengan prosedur laboratorium yang biasa. Pasien lain dapat mengandung
mikrofilaremia berat tetapi secara klinik asimtomatik. Untuk berkembangnya tanda-tanda dan
gejala dibutuhkan pemaparan yang lama dengan nyamuk yang terinfeksi dan meskipun
demikian respons hospes bervariasi.
Berdasarkan skenario, Bapak A telah mengalami pembengkakan kaki yang semakin
membesar selama 1 bulan disertai dengan ditemukannya oedem non pitting. Berdasarkan
keadaan Bapak A dan lingkungan tempat Ia tinggal, dapat dikatakan bahwa Bapak A terkena
Filariasis Bancrofti atau Wuchereriasis atau elephantiasis.
Manifestasi dini dari filariasis seringkali berupa demam tinggi (demam filarial atau
elefantoid), limfangitis, dan limfadenitis. Demam filarial disertai dimulai dengan demam
tinggi dan menggigil satu samapai lima hari sebelum secara spontan berkurang. Pada banyak
kasus, pasien dengan demam filarial tidak menunjukkan mikrofilaremia. Limfangitis akan
meluas ke arah distal dari kelenjar yang terkena di mana cacing filaria tinggal. Limfadenitis
dan limfangitis berkembang labih sering di ekstremitas bawah daripada atas. Selain pada
tungkai dapat mengenai alat kelamin (merupakan gambaran khas dari infeksi bancrofti) dan
buah dada. Kelenjar limfe keras, nyeri dan cenderung tetap membesar. Pada pembuluh limfe
terjadi indurasi dan peradangan. Kulit yang di atasnya tegang, berwarna kemerahan, hangat,
dan daerah yang mengelilinginya membengkak. Kadang-kadang dapat terbentuk abses pada
kelenjar limfe atau sepanjang saluran limfe. Penyembuhan abses berlangsung 2-3 bulan.
Reaksi peradangan terjadi pada saluran limfe yang mengandung cacing. Terjadi
infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam sekitar pembuluh yang terkena.
Sebagai akibat dari serangan radang yang berulang kali, terjadi hiperplasia dari endotel, di
samping infiltrasi seluler. Terjadi peningkatan tekanan hidrostatik akibat kerisakan pembu.uh
limfe yang kemudian akan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluhnya. Kebocoran
yang menahun dari cairan yang mengandung kadar protein tinggi dalam jaringan sekitarnya
(limfedema) menimbulkan edema yang keras disertai penebalan dan perubahan verukosa
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

pada kulit, dikenal sebagai elefantiasis. Pemeriksaan histologis dari kulit menunjukkan
hiperkeratosis dan akantosis, dengan parut dan hilangnya elastisitas dermal.
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema
tungkai ini dapat dibagi dalam 4 tingkat, yaitu : 1
Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversible) bila tungkai
diangkat.
Tingkat 2. Pitting/non-pitting edema yang tidak dapat kembali normal (ireversible) bila
tungkai diangkat.
Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat, kulit
menjadi tebal.
Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit
(elephantiasis).
Hubungan antara adanya mikrofilaria di dalam darah dan elepanthiasis sangat kecil,
karena mikrofilaria menghilang setelah cacing mati bila saluran limfe kandung kencing dan
ginjal pecah akan timbul kiluria, sedangkan Episode berulang adenolimfangitis pada saluran
limfe testis yang mengakibatkan pecahnya tunika vaginalis akan terjadi hidrokel atau kolakel.
Banyak pasien yang terinfeksi dengan filariasis limfatik tidak menunjukkan
mikrofilaremia. Beberapa akan menunjukkan sindrom tropikal eosinofilia. Ciri-ciri khas
sindrom ini, yaitu infiltrasi paru-paru, eosinofilia perifer, batuk-batuk, serangan asma
terutama pada malam hari dan riwayat hidup untuk waktu lama di daerah tropis. Pada pasienpasien ini dijumpai hitung eosinofil perifer yang tinggi, kadar IgE tinggi, dan titer antobodi
filaria yang tinggi. Mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah tepi tetapi mungkin ditemukan
dalam bahan biopsi paru-paru. Apabila diobati dengan DEC akan terlihat respons yang cepat.
Differential Diagnosis
Pembesaran ekstremitas
Limfangitis bakterial akut, limfadenitis kronik, Limfogranuloma inguinale dan
limfadenitis tuberkulosis dapat menyebabkan limfedema ekstremitas bawah. Trauma pada
saluran limfe akibat operasi juga dapat menyebabkan limfedema. Pasien dengan limfedema
tanpa adanya riwayat serangat akut berulang dikenal sebagai cold lymphedema merupakan
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

kelainan bawaan. Tumor dan pembentukkan jaringan fibrotik juga dapat menyebabkan
tekanan pada saluran limfe dan menurunkan aliran limfe sehingga terjadi limfedema secara
perlahan. Mastektomi dengan limfedenektomi merupakan salah satu hal penyebab terjadinya
limfedema pada ekstremitas atas.7

Lipedema
Pembesaran kronik akibat jaringan lemak yang berlebihan, biasanya pada tungkai atas

dan pinggul. Kelainan simetris, telapak kaki normal. Kelainan ini terjadi pada saat pubertas
atau 1-2 tahun sesudahnya.

Kiluria
Keadaan ini dapat juga disebabkan oleh trauma, kehamilan, tumor atau diabetes

mellitus. Pada diabetes mellitus, kiluria terjadi akibat pus. Untuk membedakan ke dua
keadaan ini, pasien diminta menampung urin dalam wadah transparan dan membiarkan urin
selama 30-40 menit. Jika terjadi pemisahan antara sedimen dan urin, maka pasien tidak
menderita kiluria.
Etiologi
Beberapa spesies filaria yang menyerang manusia di anataranya adalah Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori dan Onchocerca volvulus. W. bancrofti dan B. timori
banhyak ditemukan di Asia Selatan, asia Tenggara, dan Afrika, sedangkan O. volvulus banyak
terdapat di Afrika.2
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe; bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 65-100 mm x 0,25 mm dan
yang jantan 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung
dengan ukuran 200-300 mikron x 7-8 mikron. Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat
di aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai peridiositas. Pada
umumnya. Mikrofilaria W. bancrofti bersifat peridiositas nokturna, artinya mikrofilaria hanya
terdapat di dalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di
kapiler alat dalam (paru, jantung, ginjal dan sebagainya).
Diperlukan manusia dan nyamuk untuk melengkapi siklus hidup W. bancrofti cacing
dewasanya kecil, seperti benang mempunyai kutikula halus dan ditemukan dalam kelenjar
dan saluran limfe. Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm.
Cacing betina panjangnya 80-100 mm dan diameternya 0,24-0,30 mm. Guna melanjutkan
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

siklus hidupnya dapat ditemukan mikrofilaria yang bersarung dalam darah dan kadangkala
dalam cairan hidrokel dan urin yang mengandung kilus. Panjang mikrofilarianya berkisar dari
244-296 m serta aktif bergerak dalam darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti
badannya tidak samapai ke ujung ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hematoksilin
Delafield telah digunakan untuk memebantu membedakan gambaran morfologik dalam
menentukan spesies mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300 m. 3
Pada banyak daerah di dunia di mana filariasis bersifat endemik, mikrofilaria W.
bancrofti termasuk dalam tipe periodik. Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam peredaran
darah, yaitu pada malam hari di antara jam 10 malam sampai jam 2-4 pagi, dan sedikit atau
tidak ada pada waktu siang hari. Bentuk filariasis subperiodik ditemukan di daerah pasifik, di
mana manusia menunjukkan mikrofilaria sepanjang waktu, tetapi jumlah terbanyak
ditemukan di antara siang hari dan jam 8 malam.
Di daerah Pasifik, mikrofilaria W. bancrofti mempunyai peridiositas subperiodik
diurna. Mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak
pada waktu siang. Di Muangthai terdapat suatu daerah yang mikrofilarianya bersifat
subperiodik nokturna. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peridiositas mikrofilaria
adalah kadar zat asam dan zat lemas di dalam darah, aktivitas hospes, irama sirkadian, jenis
hospes dan jenis parasit, tetapi secara pasti mekanisme peridiosistas mikrofilaria tersebut
belum diketahui.3
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di
pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak
ditularkan oleh nyamuk Mansonia. Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat
panjang.
Epidemiologi
Di daerah-daerah endemik, 80% penduduk bisa mengalami infeksi tetapi hanya sekitar
10-20% populasi yang menunjukkan gejala klinis. Infeksi parasit ini tersebar luas di daerah
tropis dan subtropis seperti di Afrika, Asia, Amerika Tengah dan Selatan, dan Pulau-pulau
Pasifik. Telah diketahui lebih dari 200 spesies filaria. Dari 200 spesies tersebut hanya sedikit
yang menyerang manusia. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan vektor yang menggigit
pada malam hari untuk tipe W. Bancrofti periodik nokturnal, sedangkan strain yang
subperiodik ditularkan oleh Aedes yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemik,
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

pemaparan dimulai pada masa anak-anak berusia muda, di mana angka mikrofilaria
meningkat bersama dengan meningkatnya umur meskipun infeksi tidak disertai kelainan
klinik yang nyata. Masyarakat yang berisiko terserang adalah mereka yang bekerja pada
daerah yang terkena paparan menahun oleh nyamuk yang mengandung larva. Di seluruh
dunia, angka perkiraan infeksi filaria mencapai 250 juta orang. Di Asia, filaria endemik
terjadi di Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka.2,6
Gejala Klinis
Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala
lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap
bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada
lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang
bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki
atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong
buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap.1,7
Patogenesis
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Filaria mempunyai siklus hidup bifasik dimana
perkembangan larva terjadi pada nyamuk (intermediate host) dan perkembangan larva dan
cacing dewasa pada manusia (definive host). Hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies
nyamuk dari 5 genus di Indonesia yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres
yang menjadi vektor filariasis.
Hospes perantaranya, nyamuk, mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria
dalam darah yang dihisapnya. Dalam beberapa jam mikrofilaria menembus dinding lambung,
melepaskan selubung/sarungnya dan bersarang diantara otot-otot toraks. Mula mula parasit
ini memendek menyerupai sosis dan disebut larva stadium 1 (L1). Dalam kurang dari 1
minggu berubah menjadi larva stadium 2 (L2), dan antara hari ke-11 dan 13, L2 berubah
menjadi L3 atau larva infektif (filiform). Bentuk ini sangat aktif, awalnya bermigrasi ke
rongga abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. 3,4
Infeksi diawali pada saat nyamuk infektif menggigit manusia, maka larva L3 akan
keluar dari probosisnya kemudian masuk melalui bekas luka gigitan nyamuk menembus
dermis dan bergerak menuju sistem limfe. Larva L3 akan berubah menjadi larva L4 pada hari
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

9-14 setelah infeksi dan akan mengalami perkembangan menjadi cacing dewasa betina dan
jantan dalam 6-12 bulan, setelah inseminasi, zigot berkembang menjadi mikrofilaria. Cacing
betina dewasa akan melepaskan ribuan mikrofilaria yang yang mempunyai selubung ke
dalam sirkulasi limfe lalu masuk ke sirkulasi darah perifer. Cacing betina dewasa aktif
bereproduksi selama lebih kurang 5 tahun. Cacing dewasa berdiam di pembuluh limfe dan
menyebabkan pembuluh berdilatasi, sehingga memperlambat aliran cairan limfe. Sejumlah
besar cacing dewasa ditemukan pada saluran limfe ekstremitas bawah, ekstremitas atas dan
genitalia pria. Filariasis tanpa mikrofilaremia merupakan keadaan tidak umum.5,6
Patogenesis filariasis sudah diperdebatkan sejak lama, terdapat beberapa hal yang
menyebabkan penelitian terhadap terjadinya penyakit ini terhambat. Diduga 4 faktor berperan
pada patogenesis filariasis: cacing dewasa hidup, respon inflamasi akibat matinya cacing
dewasa, infeksi sekunder akibat bakteri, dan mikrofilaria. Cacing dewasa hidup akan
menyebabkan limfangiektasia. Karena pelebaran saluran limfe yang difus dan tidak terbatas
pada tempat dimana cacing dewasa hidup ada, diduga cacing dewasa tersebut mengeluarkan
substansi yang secara langsung atau tidak menyebabkan limfangiektasia. Pelebaran tersebut
juga menyebabkan terjadinya disfungsi limfatik dan terjadinya manifestasi klinis termasuk
limfedema dan hidrokel. Pecahnya saluran limfe yang melebar menyebabkan masuknya
cairan limfe ke dalam saluran kemih sehingga terjadi kiluria dan kilokel. Matinya cacing
dewasa menyebabkan respon inflamasi akut yang akan memberikan gambaran klinis adenitis
dan limfangitis.
Penatalaksanaan
Medika Mentosa(Pengobatan)

Diethylcarbamazine citrate (DEC)


Diethylcarbamazine citrate (DEC) telah digunakan sejak 40 tahun lamanya dan

masih merupakan terapi anti-filarial yang digunakan secara luas. WHO merekomendasikan
pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut. Dosis harian obat
tersebut dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan. Umumnya dengan dosis
ini akan menghilangkan mikrofilaria tapi untuk benar-benar bebas dari parasitnya diperlukan
beberapa kali pengobatan. Cara pemberian tersebut tidak praktis digunakan untuk
community-based control programme karena mahal.

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

10

Dosis yang disarankan WHO digunakan untuk terapi selektif/perorangan, dimana


orang tersebut yang mencari pertolongan, sedangkan untuk terapi massal digunakan dosis
tunggal 6mg/kgBB yang diberikan setiap tahun selama 4-6 tahun berturut-turut. Terapi
massal adalah terapi yang diberikan kepada seluruh penduduk di daerah endemis filariasis. Di
Indonesia, dosis 6 mg/kg BB memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian
DEC di lakukan berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.8,9

Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun dan baru

baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Dosis tunggal albendazol tidak mempunyai
efek terhadap mikrofilaria. Albendazol hanya mempunyai sedikit efek untuk mikrofilaria jika
digunakan sendiri. Dosis tunggal 400 mg dianjurkan di kombinasi dengan DEC atau
ivermectin yang diberikan sekali setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk di atas usia 2
tahun efektif menghancurkan mikrofilaria.

Ivermectin
Ivermectin terbukti sangat efektif dalam menurunkan mikrofilaria pada filariasis

bancrofti di sejumlah negara. Obat ini membunuh 96% mikrofilaria dan menurunkan
produksi mikrofilaria sebesar 82%. Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan
makrolid yang berfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400g/kg
dapat menurunkan mikrofilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Dengan dosis
tunggal 200 atau 400l/kg dapat langsung membunuh mikrofilaria dan menurunkan produksi
mikrofilaria.
Non medika mentosa(Perawatan umum)

Istirahat dari tempat tidur, bila dipindahkan ke tempat dengan suhu yang lebih dingin
akan mengurangi derajat serangan akut.

Memberikan antibiotik untuk mengurangi infeksi sekunder dan abses.

Pembendungan untuk mengurangi oedem.

Memberi pengetahuan kepada pasien untuk menjaga kebersihan.

Operatif(Pembedahan)
Pembedahan dilakukan apabila sudah terjadi elephantiasis. Hasilnyapun tidak akan
menjadi seperti sediakala.
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

11

Prognosis
Pengobatan akan memberikan kesembuhan pada penderita mikrofilaremia, stadium
akut, limfadema stadium 1-2, kiluria, dan stadium dini elefantiasis. Bila sudah mencapai
hidrokel dan elefantiasis lanjut (kronik) biasanya ditanggulangi dengan cara pembedahan.
Komplikasi
Manifestasi klinis filariasis dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk usia, jenis
kelamin, lokasi anatomis cacing dewasa filaria, respon imun, riwayat pajanan sebelumnya,
dan infeksi sekunder. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan parasitologi, manifestasi klinis
filariasis dibagi dalam 4 stadium yaitu:
Asimptomatik atau subklinis filariasis

Individu asimptomatik dengan mikrofilaremia


Pada daerah endemik dapat ditemukan penduduk dengan mikrofilaria positif tetapi
tidak menunjukkan gejala klinis. Angka kejadian stadium ini meningkat sesuai umur
dan biasanya mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun, dan lebih banyak terjadi
pada pria dibandingkan wanita. Banyak bukti menunjukan bahwa walaupun secara
klinis asimptomatik tetapi semua individu yang terinfeksi W. bancrofti dan B.malayi
mempunyai gejala subklinis. Hal tersebut terlihat pada 40% individu mikrofilaremia
ini menderita hematuri dan / proteinuria yg menunjukkan kerusakan ginjal minimal.
Kelainan ginjal ini berhubungan dengan adanya mikrofilaria dibandingkan dengan
adanya

cacing

dewasa,

karena

hilangnya

mikrofilaria

dalam

darah

akan

mengembalikan fungsi ginjal menjadi normal. Keadaan ini dapat bertahan selama
bertahun-tahun yang kemudian secara perlahan berlanjut ke stadium akut atau kronik.8

Individu asimptomatik dan amikrofilaremia dengan antigen filarial (+)


Pada daerah endemik terdapat populasi yang terpajan dengan larva infektif (L3) yang
tidak menunjukkan adanya gejala klinis atau adanya infeksi, tetapi mempunyai
antibodi-antifilaria dalam tubuhnya.

Stadium akut
Manifestasi klinis akut dari filariasis ditandai dengan serangan demam berulang yang
disertai pembesaran kelenjar (adenitis) dan saluran limfe (lymphangitis) disebut
adenolimfangitis (ADL). Etiologi serangan akut masih diperdebatkan, apakah akibat
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

12

adanya infeksi sekunder, respon imun terhadap antigen filarial, dan dilepaskannya zatzat dari cacing yang mati atau hidup.
Terdapat dua mekanisme berbeda dalam terjadinya serangan akut pada daerah
endemik:

Dermatolimfangioadenitis akut (DLAA)


Dermatolimfangioadenitis akut (DLAA), proses di awali di kulit yang
kemudian menyebar ke saluran limfe dan kelenjar limfe. DLAA ditandai
dengan adanya plak kutan atau subkutan yang disertai dengan limfangitis
dengan gambaran retikular dan adenitis regional. Terdapat pula gejala
konstitusional sistemik maupun lokal yang berat berupa demam, menggigil
dan edema pada tungkai yang terkena. DLAA adalah ADL sekunder yang
disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur.

Limfangitis filarial akut (LFA)


Limfangitis filarial akut (LFA), merupakan reaksi imunologik dengan matinya
cacing dewasa akibat sistim imun penderita atau terapi. Kelainan ini ditandai
dengan adanya Nodus atau cord yang disertai limfadenitis atau limfangitis
retrograde pada ekstremitas bawah atau atas.

Filariasis bancrofti sering hanya mengenai sistem limfatik genitalia pria sehingga
mengakibatkan terjadinya funikulitis, epididimitis atau orkitis, sedangkan pada filariasis
brugia, kelenjar limfe yang terkena biasanya daerah inguinal atau aksila yang nantinya
berkembang menjadi abses yang pecah meninggalkan jaringan parut. Pada masa resolusi fase
akut, kulit pada ekstremitas yang terlibat akan mengalami eksfoliatif yang luas. Keadaan akut
dapat berulang 6-10 episode per tahun dengan lama setiap episode 3-7 hari. Serangan
berulang adenolimfangitis (ADL) merupakan faktor penting dalam perkembangan penyakit.

Stadium kronik
Manisfestasi kronis filariasis jarang terlihat sebelum usia lebih dari 15 tahun dan

hanya sebagian kecil dari populasi yang terinfeksi mengalami stadium ini. Hidrokel,
limfedema, elephantiasis tungkai bawah, lengan atau skrotum, kiluria adalah manifestasi
utama dari filariasis kronik.
Hidrokel merupakan pembesaran testis akibat terkumpulnya cairan limfe dalam tunika
vaginalis testis. Kelainan ini disebabkan oleh W. bancrofti dan merupakan manifestasi kronis
yang paling sering ditemukan pada infeksi filariasis. Pada daerah endemik, 40-60% laki-laki
dewasa memiliki hidrokel. Cairan yang terkumpul biasanya bening.
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

13

Limfedema pada ekstremitas atas jarang terjadi dibandingkan dengan limfedema pada
ekstremitas bawah. Pada filariasis bancrofti seluruh tungkai dapat terkena, berbeda dengan
filariasis brugia yang hanya mengenai kaki dibawah lutut dan kadang-kadang lengan dibawah
siku. Limfedema pada filariasis biasanya terjadi setelah serangan akut berulang kali. Kelainan
pada kulit dapat terlihat sebagai kulit yang menebal, hiperkeratosis, hipotrikosis atau
hipertrikosis, pigmentasi, ulkus kronik, nodus dermal dan subepidermal.
Limfedema pada genitalia melibatkan pembengkakan pada skrotum dan / penebalan
kulit skrotum atau kulit penis yang akan memberikan gambaran peau d orange yang
nantinya berkembang menjadi lesi verukosa.
Kiluria terjadi akibat bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang
menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih. Kelainan ini disebabkan oleh
W. bancrofti. Pasien dengan kiluria mengeluhkan adanya urine yang berwarna putih seperti
susu (milky urine). Diagnosis kiluria ditetapkan dengan ditemukannya limfosit pada urine.
Limforea sering terjadi pada dinding skrotum dimana cairan limfe meleleh keluar dari
saluran limfe yang pecah.
Pada daerah endemik, payudara dapat terkena, baik unilateral ataupun bilateral. Hal
ini harus dapat dibedakan dengan mastitis kronik dan limfedema pasca mastektom.

Occult filariasis
Occult filariasis merupakan infeksi filariasis yang tidak memperlihatkan gejala klasik

filariasis serta tidak ditemukannya mikrofilaria dalam darah, tetapi ditemukan dalam organ
dalam. Occult filariasis terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tubuh penderita terhadap antigen
mikrofilaria. Contoh yang paling jelas adalah Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE). TPE
sering ditemukan di Southeast Asia, India, dan beberapa daerah di Cina dan Afrika. TPE
adalah suatu sindrom yang terdiri dari gangguan fungsi paru, hipereosinofilia (>3000mm3),
peningkatan antibodi antifilaria, peningkatan IgE antifilaria dan respon terhadap terapi DEC.
Manifestasi klinis TPE berupa gejala yang menyerupai asma bronkhial ( batuk, sesak nafas,
dan wheezing),penurunan berat badan, demam, limfadenopati lokal, hepatosplenomegali.
Pada daerah endemis, perjalanan penyakit filariasis berbeda antara penduduk asli
dengan penduduk yang berasal dari daerah non-endemis dimana gejala dan tanda lebih cepat
terjadi berupa limfadenitis, hepatomegali dan splenomegali. Llimfedema dapat terjadi dalam
waktu 6 bulan dan dapat berlanjut menjadi elefantiasis dalam kurun waktu 1 tahun. Hal ini
diakibatkan karena pendatang tidak mempunyai toleransi imunologik terhadap antigen filaria
yang biasanya terlihat pada pajanan lama. Resiko terjadinya manifestasi akut dan kronik pada

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

14

seseorang yang berkunjung ke daerah endemis sangat kecil, hal tersebut menunjukkan
diperlukannya kontak/pajanan berulang dengan nyamuk yang terinfeksi.
Tindakan Preventif
Tahun 1997, the World Health Assembly (WHA) mengajak anggota WHO untuk
mendukung program The Global Elimination of Lymphatic Filariasis (GPELF) sebagai
masalah kesehatan masyarakat. Tahun 2000 WHO mulai menetapkan GPELF dan
merekomendasikan semua penduduk yang tinggal didaerah beresiko untuk di obati satu kali
dalam satu tahun dengan dua kombinasi obat dan diberikan dalam 4-6 tahun berturut-turut.
Tiga obat anti-parasit yang di sarankan adalah DEC, albendazol, ivermectin. Pencegahan
melawan infeksi filariasis juga dapat dilakukan secara individu dengan cara menghindari
terkenanya gigitan nyamuk. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memakai kelambu dan
menggunakan repellent, tetapi hal ini tidak bisa diterapkan disemua wilayah.5
Bagi penderita penyakit gajah diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan
kedokter dan mendapatkan penanganan obat-obatan sehingga tidak menyebarkan penularan
kepada masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan penyakit
kepada penderita dan warga sekitarnya.
Pemberantasan nyamuk diwilayah masing-masing sangatlah penting untuk memutus
mata rantai penularan penyakit ini. Menjaga kebersihan lingkungan merupakan hal terpenting
untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut.2
Kesimpulan
Filariasis adalah penyakit yang mengenai kelenjar dan saluran limfe yang disebabkan
oleh parasit golongan nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
yang ditularkan melalui nyamuk. Filariasis penting dalam dermatologi karena kulit
merupakan salah satu organ yang sering terkena. Filariasis menyebabkan limfedema
ekstremitas, vulva, skrotum, lengan dan payudara. Pada ekstremitas bawah biasanya tampak
gambaran verukosa dengan lipatan dan kulit yang pecah-pecah. Filariasis dapat diobati
dengan DEC, albendazol dan ivermectin.
Filariasis merupakan penyakit yang menyebabkan penderitaan baik fisik maupun
psikologis. Walaupun insiden penyakit ini jarang tetapi kita tetap perlu memikirkan filariasis
sebagai salah satu penyebab bila menemukan kasus limfedema. Terdapat beberapa stadium
pada filariasis, namun filariasis tidak menyebabkan kematian karena jika seseorang terkena
PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

15

filariasis stadium kronik, hal tersebut dapat diatasi dengan pembedahan walaupun hasilnya
tidak seperti semula, yaitu menyebabkan cacat fisik permanen dan mempunyai dampak sosial
ekonomi besar. Ketelitian diagnostik diperlukan untuk mencegah berkembangnya penyakit
ini ke stadium yang lebih lanjut. Oleh karena itu diperlukan kerjasama multi disiplin untuk
melakukan pendekatan diagnostik dan penanganan penyakit.

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

16

Daftar Pustaka

1. Pohan HP. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 5. Edisi ke-7. Departemen IPD,
FKUI;2006:hal. 1789.
2. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan & pemberantasan.
Penerbit Erlangga: 2008;hal.139-41.
3. Sutanto I, Sungkar S, Ismid IS, Sjarifuddin PK. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Balai
Penerbit FKUI Jakarta: 2009;hal. 32-8.
4. Brucker DA, Garcia LS; alih bahasa: Makimian R. Diagnostik parasitologi kedokteran.
Jakarta: EGC;1996:hal. 187-92.
5.

Nutmat TB, James W. Filariasis dalam: Tropical infectious disease. Edisi ke-2.
Philadelphia Elsevier: 2006;hal.152-9.

6. Epidemiologi filariasis. Departemen kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal


PP&PL: Jakarta 2006;hal.150-7.
7. Dreyer G, Addis D, Dreyer P, Nores J. Basic lymphoedema management. Holis, NH:
Holis Publishing Company: 2002;hal.230-32.
8. Addis DG, Dreyer G. Treatment of lymphatic filariassis. Dalam Thomas B. Nutman,
penyunting. Lymphatic filariasis. Imperial college press;2002:hal.151-180
9. Siraut C, Bhumiratana A, Koyadun S, Anurat K, Satitivipawee K. Short term effects of
treatment with 300 mg oral-dose diethylcarbamazine on nocturnally periodic wuchereria
bancrofti microfilaremia and antigenemia. Southeast Asian J Trop Med Public Health:
2005;hal.832-840.
10. Kusmaraswami V. The clinical manifestation of lymphatic filariasis. Dalam : Nutman TB
penyunting. Limphatic filariasis. Imperial college press;2002:103-122

PBL Blok 12-Infeksi dan Imunitas

17

Anda mungkin juga menyukai