Anda di halaman 1dari 3

Diagnosis Filiariasis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang identifikasi mikrofilaria.

1. Anamnesis

 Manifestasi akut, berupa:


a. Demam berulang ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat dan
timbul lagi setelah bekerja berat.
b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,
ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.
c. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,
dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
d. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas.
e. Pada wanita dapat terjadi mastitis, sedangkan pada laki-laki gejala yang timbul
dapat berupa orkitis, epididimoorkitis, dan funikulitis. Gejala ini biasanya
timbul dalam 6 bulan hingga 1 tahun pertama terinfeksi.

 Manifestasi kronik
Manifestasi kronik disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi
beberapa bulan sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala dan tanda klinis
filariasis kronis meliputi limfedema atau pembesaran yang menetap pada tungkai,
lengan, buah dada, dan hidrokel. Filariasis W. bacrofti biasanya menyebabkan
limfedema pada ekstremitas, genital, dan buah dada. Sedangkan filariasis oleh B.
malayi hanya menyebabkan limfedema pada tungkai bawah dan/atau atas tanpa
disertai pembengkakan genital atau buah dada.
Manifestasi lain dari filariasis kronis adalah adenitis dermatolimfangio akut
(ADLA). Adenitis dermatolimfangio akut adalah serangan akut berulang pada
inflamasi kronis akibat limfedema. Limfedema menyebabkan terganggunya aliran
sistem limfatik dan membuat sistem imun tubuh menjadi lemah. Hal ini
menyebabkan penderita gampang terkena infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik filariasis meliputi pemeriksaan kelenjar getah bening umum, serta
pemeriksaan testis dan tes transiluminasi untuk menilai adanya hidrokel. Penting
untuk memeriksa entry lesions infeksi pada lipatan kulit limfedema untuk mencegah
ADLA (Adenitis Dermatolimfangio Akut).

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Sediaan Apusan Darah Tepi
Pemeriksaan apusan darah tepi (ADT) diambil dari darah ujung
jari pasien pada malam hari pukul 22.00-02.00. Apusan darah
tebal kemudian diberi pewarna Giemsa atau hematoxylin dan
eosin, lalu dilihat di bawah mikroskop. Metode ini merupakan
metode pilihan karena tidak mahal dan mudah dilakukan.
Jika ditemukan mikrofilaria nyamuk sesuai dengan morfologinya,
maka diagnosis filariasis dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini juga
digunakan sebagai evaluasi program eliminasi filariasis.
Mikrofilaria W. bancrofti dan Brugia malayi memiliki sarung yang
menyerap pewarna, mikrofilaria Brugia timori tidak menyerap
pewarna. W. bancrofti tidak memiliki nuklei pada ekornya,
sedangkan spesies Brugia memiliki nuklei pada ujung ekornya.
Pemeriksaan ADT memiliki sensitivitas 91.42% dan spesifisitas
88.57%.

b. Deteksi Antigen Filaria


Deteksi antigen filaria dapat dilakukan lewat sediaan darah perifer
dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai respons terapi. Terdapat 2 jenis pemeriksaan antigen
filaria, yaitu secara kuantitatif (Og4C3 monoclonal antibody-based
ELISA) dan secara kualitatif (immunochromatographic / ICT).
Kedua pemeriksaan ini lebih sensitif dibandingkan dengan ADT.

c. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi dapat digunakan untuk mendiagnosis
filariasis dengan menemukan cacing dewasa pada saluran
limfatik. Pada pasien risiko tinggi (misalnya hidup di daerah
endemis filaria), tanda ‘filaria dance’ yang ditemukan pada USG
bisa mengarah pada gerakan cacing filaria. Namun, pada pasien
tanpa faktor risiko, ‘filaria dance’ merupakan tanda obstruksi
epididymis.

d. Lymphoscintigraphy
Pemeriksaan lymphoscintigraphy memiliki sensitifitas (96%) dan
spesifisitas (100%) untuk diagnosis limfedema.

e. Laboratorium
Penemuan dalam pemeriksaan laboratorium adalah
meningkatnya hitung jenis eosinophil. Namun, apabila sudah
terdapat limfedema dan berlangsung kronis, hasil laboratorium
bisa saja normal.

f. Diethylcarbamazine provocative test


Bila sangat diperlukan dapat dilakukan Diethylcarbamazine provocative test.
Diethylcarbamazine (DEC) merupakan terapi obat pilihan untuk filariasis. Namun,
tidak semua kasus filariasis perlu obat ini, terutama jika tidak ditemukan adanya
parasit yang aktif pada pemeriksaan darah.

Anda mungkin juga menyukai