Anda di halaman 1dari 121

DEPKES RI Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia 2008

Pedoman Tatalaksana Infeksi


HIV dan Terapi Antiretroviral
Pada Anak Di Indonesia

KATA PENGANTAR
Keberhasilan penyebaran teapi aittiretroviral

(ARV) memerlukan

penggunaan obat yang rasional . Berhagai pedonian pengobatan yang beredar


sebelumnya selalu ittcnyatukail prosedur pembenan ARV pada dewasa dan
anak. Karenanya dipandang penting untuk inembuat panduan Manajemen
Infeksi HIV dan Terapi ARV untuk Bayi dan Anak . WHO meltincurkan
Pedoman khusus untuk Anak pada tahun 2006 iii. Tempi khusus tmtuk
Regional Asia , diterjentalikan lag" mcnjadi panduan dengan betuk panduan
algoritmik , yang menunnit penggtinanya untuk sampai pada tahap manajemen
klinik tertentu.
Buku iii merupakan adaptasi dart Panduan \'(H() Regional, dengan
maksud untuk membcri panduan pada tenaga kesehatan dan manajer program
I-11V/AIDS di Tndonesia dalam hal tatalaksana I II V pada anak yang tennfeksi
HIV. Panduan ini dibedakan antara tata laksana pada bayi atau anak yang
tennfeksi dan yang terpajan (e\posed, prefix Ii pada klasifikasi klinis CDC yang
belum tenth teruifeksi).
Panduan ini menggunakan gambar dan tabel algonitmik scperti langkahlangkah setiap kali mendapatkan kasus. Setiap kali menggunakannya diusahakan
untuk menyelesaikan tahapan pada halaman tersebut sebelum berpindah ke
halaman berikutnya.

Panduan ini direncanakan untuk aplikatif tetapi tetap tcrbuka pada


masukan dan kritisi, dengan harapan untuk dilakukan revisi bcrkala scsuai
perkembaiigan teknologi kedokteran dan panduan global.
Bagi pemegang program , rekomendasi VI 10 "Anliretronrral therapy of T III'
infection in infants and children in resource -lmuted settings, towards universal access..
Recommendations for a public health approach 2006 revision" sebaiknya tetap dibaca
bila diperlukan keterangan mendetail.

I'un Adaptasi

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


(DEPKES)
HIV/ADDS di Indonesia semakin menjadi salah satu masalah kesehatan
masvarakat di Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari epidemi rendah menjadi
epidemi terkonsentrasi. Dan 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang melaporkan
kasus AIDS terdapat 32 provinsi, dan kabupaten/ kota yang me-laporkan kasus AIDS
178 kabupaten/kota
Berdasarkan hasil estimasi oleh Depkes pada tahun 2006 diperkirakan terdapat
169.000 - 216.000 ODHA di Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional
sampai dengan 30 Juni 2007 adalah 4,27 per 100.000 penduduk (retisi berdasarkan data
BPS 2005, jumlabpenduduk Indonesia 227.132.350 jiua).
Dengan semakin meningkatnya pengidap IIIV dan Kasus AIDS yang
memerlukan terapi ARV maka strategi penanggulangan HIV/AIDS di-laksanakan
dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya peravvatan, dukungan serta
pengobatan.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di
Indonesia diterbitkan sehag.u salah satu upaya diatas yang dapat menjadi acuan hagi
semua pihak terkait dalam penanggulangan dan pengendalian HIV /AIDS khususnya
terapi Antiretroviral pada anak. Buku iii juga akan melengkapi buku Pedoman
Nasional Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ()DI IA, serta buku Pcdoman
Nasiona] Terapi Antiretroviral.
Akhirnya kepada semua tim penyusun dan semua pihak yang telah ber-peran
serta dalam penvusunan dan penvempurnaan buku iii disampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginva.
Semoga Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV pada Anak dan terapi Anti-rctroviral
iii dapat bermanfaat bagi penanggulangan I-IIV/AIDS khususnya program terapi
antiretoviral bagi anak di Indonesia.

Jakarta, Maret 2008


Direktur Jenderal PP & PI. Dep. Ices.

Dr. I Nyoman Kandun, MPH


NIP. 140 066 762

iii

IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA

Infeksi I IIV pada bayi clan arak adalah masalah klinis dan epidemiologi yang
mulai meningkat di Indonesia. \Icskipun belum ada data resmi penderita yang
tergolong pada kelompok umur dan anak, sehingga besaran masalah belum ada, tetapi
laporan sporadik mengenai kasus-kasus ini sudah banyak.
Kasus infcksi HIV ini harus segera dikuasai laju kesakitan dan kcmatiannya, oleh
karena itu penyebarin pengetahuan mengenai infcksi HIV pada anak perlu dilakukan
baik di kalangal praktisi umurn maupun spesialis anak. Meskipun memedukan program
pelatihan tersendin, tetapi integrasi dengat pelatihan infeksi ILIV sepern yang sudah
herjalan scat ini masih dapat dinngkatkan dcngan menanbah topik khusus infeksi pada
anak. l ntuk menangani kasus anak, diperlukan penctapan kompetensi manajemen
infeksi I IIV anak untuk doktcr yang bekerja di strata tertentu. Sehelum ditetapkan, untuk
menjemlydtani kesenjangan antara masalah yang mulai muncul dan standar kompetensi
mengenai tatalaksana HIV ini dipcrlukui pelatihan singkat diserrai program mentoring
klinis berkesinambungan; dilengkapi miten-materi yang dapat dijadikan rujukan.
Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya diperlukin suatu buku yang mernbahas
m;uiajemen infcksi HIV pada anak yang dapat menjadi panduan tatalaksana I III` pada anal,
Sebagaimana buku-buku lainnya yang bertujuan menjadi rujukan di tempat kerja,
buku panduan iru hams mudah digunakan, mencakup semua masalah yang paling Bering
ditemukan discrtai penyclesaman masalahnya. \teskipun merupakan adaptasi panduan dan
\XH IO SE ARC), diharapkan sudah disesuaikan dengan situasi terkini yang kira hadapi.
Buku-buku panduan ini memiliki keterhatasan dimensi waktu, oleh karena itu hagi
pembacanya, terutama anggota IDAI, diharapkan untuk sclalu berusaha melakukan
pembaruan pengetahuan (update) pada topik yang memang sering berubah.
Pada akhirnya sciaku Ketua U mum Pengurus Pusat IDAI kami mengharapkan
buku ini bcrmanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan pada saat mcnatalaksana
kasus IIIV pada anak di Indonesia.

Jakarta, Mci 2008


Ketua 'mum Pengurus Pusat ID AI

Dr. Sukman Tulus Putra, Sp .A(K).,FACC.,FESC

iv

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Kata Sambutan DEPKES


Kata Sambutan IDAI
Daftar Isi

iv

Daftar Istdah dan Singkatan

viii

Daftar Kontributor

1. Bagan Peni1aian dan 'I'ata I,aksana Awal


2. Diagnosis Infeksi HIV pada Anak

1
3

2.1 Menvingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pads Bavi dan Anak

2.1.1 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan
Status HIV Ihu Tidak Diketahui
2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan
Mendapat ASI
2.1.3 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu

5
6
7

HIV Positif dengan I Iasil Negatif 1 iji Virologi Awal dan Terdapat
Tanda/Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnva
2.1.4 Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV pada Bayi dan Anak < 18

Bulan dan Terdapat Tanda/Gejala I IIV Yang Berat


2.2 Bagan diagnosis HIV pada bavi dan anak ? 18 bulan

3. Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan HIV, Usia < 18 Bulan dengan

11

Penetapan Diagnosis 1-IIV Belum Dapat Dipastikan atau Tidak Memungkinkan


4. Profilaksis Kotrimoksazol ((-TX) Untuk Pneumonia Pnemocysti; Jirotra

12

4.1 Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV

Positif
4.2 Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak
5. Penilaian danTata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi 1IIV Ditegakkan
6. Stadium 1IIV pada anak
6.1
Kritcria klinis
6.2
Kriteria imunologis
6.2.1 Berdasarkan CD4+
6.2.2 Berdasarkan hitung limfosit total
(Total Lymphocyte Count, TLC)

12

13
14
16
16
16
16
17

7.

Kriteria Pemberian ART'\4enggunakan Kriteria Klinis dan Imunologis

18

7.1 Bagan Pemberian ART %lctiggunakan Kriteria Klinis


7.2 Bagan pembcrian ART pada anak < 18 bulan tanpa konfirmasi infeksi
HIV dengan tanda dan gejala penvakit HIV vang berat

18
20

(Ianjutan Prosedur 2.1.4)

Pemantauan Anak Terinfeksi HIV yang Tidak M4endapat ART


8.
9. Persiapan pemberian ART'
10. Rekomendasi r\RT

21
23
24

10.1 Regimen Lini Pertama yang Direkomendasikan adalah 2 Nucleoside Reverse

24

Traus,iiptue Inhibitor (NR'IT) + 1 Non-nucleo-fide ReverseTrzmsniptase Inhibitor


(NN R1'I)
10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak A.4endapat Terapi TB dengan Rifampisin

27

11.

M4emastikan Keparuhan langka Panjang dan Respons yang Baik'Ierhadap ART

29

12.

Pemantauan Setelah \4ulai 4lendapat AKI'

31

13.

Evaluast Respons T'erhadap ART


13.1 Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada Kunjungan Bcrikutnva

33
33

(follow up vistl)
13.2 Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan

34

Klinis pada Kunjungan Bcriklitnya (follow up tisil)

14.

13.3 Bagan Evaluasi Respons Terhadap AKT' pada Anak 'l'anpa Perbaikan
Klinis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up ittril)

35

Tata Laksana Toksisitas ART

36

14.1 Prinsip 'Para Laksana Toksisitas ARV

36

14.2 Kapan Efek Samping dan'loksisitas ARV Terjadi?

37

14.3 T'okstsitas Berat Pada Bavi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV

39

I,ini Pertama dan Obat Potensial Penggantinya

15.

Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome (IRIS)

16. Diagnosis Diferensial Kcjadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 6 Bulan

41

42

Pertama Pemberian ART


17.

T'ata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV

44

18.

Rencana %Iengubah Ke Rejimen Luu Kedua

46

19.

Rejimen Lini Kedua Yang Direkomcndasikan Untuk Bayi dan Anak Pada

47

Kegagalan'1'erapi Dengan Lini Pertama


19.1 Rekomendasi bila litti pertama adalah

47

2NRTI+INNRI'l=2NRT1baru+1P1
19.2 Rekomendast lini kedua hila lini pertama

3NRTI=INR'IT+INNRTI+IPI

vi

48

20. "I'uberkulosis

49

20.1 Bagan Skrining Kontak 'IB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto

49

Rontgen Dada Tidak Tersedia


20.2 Bagan ["it Tapis Kontak TB danTata I.aksana dengan Dasar ('It

51

Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada


20.3 Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmona]

20.4 Definisi kasus TB


20.5 Pengobatan TB
21. Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada
Anak Terinfeksi H1V
Lampiran
Lampiran A.
Lampiran A.

52

53
54
58

Bagian A: Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi
lily

64

Bagian B: Kriteria Presumtif dan Definitif Unruk Mengenali Gejala

66

Minis yang Berhubungan dengan HIV/AIDS pada Bayi dan Anak


yang Sudah Dipastikan Terinfeksi HIV
Lampiran B.

Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi Oportunistik

76

I Infeksi Respiratorius
II Diare

76
79

III Demam Persisten atau Rekuren

83

IV Abnormalitas Neurologi

85

Lampiran C.

Formulasi dan Dosis Anti Retroviral Untuk Anak

88

Lampiran D.

Obat Yang %Iempunyai Interaksi Dengan Anti Retroviral

94

Lampiran E.

Toksisitas Akut dan Kronik ARV Yang Memerlukan Modifikasi Terapi

Lampiran F.

Penvimpanan obat ARV

101

Lampiran G.

Derajat Beratnva Toksisitas Minis dan Iaboratorium Yang Sering

103

97

Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada Dosis Yang


Direkomendasikan

Lampiran H.

Panduan Unruk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan Sekunder

107

Pada Anak

Lampiran I.

Rujukan elektronik

110

vii

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN


: lamitwdine
3TC
ABC abacatir
BTA = AFB : bakteri rahan asam = acid fast bacillus
AIDS
AI'1'

: acquired immuno deficient' syndrome


ulanine transanrinase = pemeriksaan untuk mengetahui keadaan fungsi
hati, dikenal juga dengan SGI'C (serimgh4tamicpynutic transaminase)

ARV ohat anti retroviral


AR'I antiretrot-zral therapy = terapi antiretroviral
AST

: acparrate aminotransferase pemenksaan untuk mengetahui keadaan fungsi


hati dikenal juga SCOT (serumghrtamu awlacrdc truraaminate)

ALT a^idothymidine (juga dikenal -idorrudine) = ZDV


bronchoal solar latuge = bilasan brokboaleolar
BA 1,
CD4 + T Lymphocyte
CD4
Cytomegalotirus
C\4V
SSP : susunan syaraf pusat = central nenaus system = C- NS
CSP : cairan serebrospiral = cerrbrospina/Jlmd = CSF
CSF : cerebrospiral fluid = cairan serebrospiral = CSP
d4T
dd I

: statrudine
cidanosine

DNA
EFV

: deoxynbonucleic acid
efai reni

FDC

: fixed dose combination = kombinasi dosis tetap

FTC

emtnatabrne

Ilb

: hemoglobin

HIV

: human immunodeficiency t rrus

HSV

: herpes simplev virus

IDV
INI f
IP'I'

indinatir
isonialid
isonia-id prerentire therapy = terapi profilaksi INI I

IRIS

: immune reconstitution inflammatory syndrome

LDH
LDI.

: lactate dehydrogenase
latrr-density bpoprvtein

LIP
1,11V

: lympho ytic interstitial pneumonia

L.PV /r
MAC

N fl'CT

: lopinatir

lopinar ir/ ntonatir


: mycobactenum attum complex

rratlxr-to^ivld mmsmiozon of HIT%= pcnularan HIV dan ibu ke anak

N FV

: ne4tinarir

N RTI

: nucleoside retene transniptase inhibitor

NNRTI

viii

non-nucleoside rerun transniptase inhibitor

NVP
OHP

neiirapine
oral hairy leukoplakia
10 tnfeksi oportunistik = 01(opportumstic infection)
PCP : pneumogstis jiroted pneumonia (sebel umnya pneumo ystis carima)
PCR
poly'merase chain reaction

PI
PGL

protease inhibitor
: persistentgenera6Zed lymphadenopathy; peradangan dengan pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) yang Was yang mchbatkan lebih dari dua
tempat
: Prevention of Mother-T o-Child Transmission of H1V = Penccgahan
penularan HIV dan Ibu ke Anak

PM'I'CT
RTV

ritonatir

SD

standard detiation = deviasi standar


sagmnatir

SQV

PMS = IMS = STI : penyakit menular seksual = infeksi menular seksual = setually
transmitted infection
TB

tuberkulosis

-I'DF

TLC
TRIP-SMY

: tenofotir disopraail fumarate

totallymphoyte count = jumlah limfosit total

TST

: lrimethoprim-su /imethowtok arau kotrimoksasol (lihat CIA)


: tuberculin skin test = tes kulit TBC

UL N

: upper limit of normal = nilai ambang atas normal

UNICEF

: United N,oons Clildreni Fund = Organisasi Diva untuk Dana Anak


WHO : IVorld I lealth Organitiation = Organisasi Keschatan l)unia
ZDV jidotudine (lihat juga AZI)
ASI air susu ibu

IMCI

Integrated Mfanagemnet of Childhood Illnesses yang diterjemahkan sebagai


Manajemen Terpadu Balita sakit
MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit
ELISA

: enrim kinked immunoabsorbentAtsay, jenis pemeriksaan serologi dengan


menggunakan enzim

BB : berat badan
C, 1-x.
kotrimoksasol
Ill
: tuberculin unit, satuan dosis untuk tes tuberkulin

ix

DAFTAR KONTRIBUTOR

Editor
Nia Kurniati (IDAI)
Kontribitor:
IDAI
Zakiudin Munasin
H. Hindra Irawan Satari
Nia Kurniati
M. Sholeh Kosim
Dewi Murniati
Sri Kusumo Amdani
Rudy Firmansyah B Rivai
DEPKES RI
Sigit Priohutomo
Nunung 8 Priyanti
Asik Surya
Dyah Erti Mustikawati
Grace Ginting Munthe
Ainor Rasyid
Hariadi Wisnuwardana
WHO Indonesia
Sabine Flessenkaemper
Sri Pandam Pulungsih
Clinton Foundation
Joseph Irvin Harwell
Shaffiq M Essajee

Bagan Penilaian dan Tata Laksana


Awal

Anak dengan pajanan FIIV

Anak sakit berat, pajanan 1-1 IV tidal


diketahui , dicurigai terinfcksi HIV

Penilaian kemungkinan infeksi HIV

Identifikasi faktor risiko HIV-

dengan mcmeriksa:

Status penyakit HIV pada ibu


Transfusi darah
Penularan seksual

Status penyakit HIV pada ibu


Pajanan ibu dan IYavI tcrhadalr ARN7
Cara kclahiran dan Iaktasi

Pemakaian narkoba suntik


Cara kelahiran dan laktasi

Lakukan anamnesis dan

I.akukan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta evaluasi


bila anak mempunyai Ganda dan
gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik
Lakukan pemeriksaan dan
pengobaran yang sesuai

pemeriksaan fisik serta evaluasi


hila anak mempunyai tanda dan
gejala infeksi HIV atau infeksi
oportunistik
Lakukan pemeriksaan dan

1
Identifikasi kebutuhan untuk
ART dan kotrimoksazol untuk
mencegah PCP (prosedur IX).
Idcntifikasi kebutuhan anak usia
> I tahun untuk meneruskan
kotrimoksazol

Lakukan uji diagnostik HIV


:titetode yang digunakan
tergantung usia anak (prosedur II)

pengobatan yang sesuai


I
Identifikasi faktor risiko dan
atau tanda/gejala yang sesuai
dengan infeksi HIV atau infeksi
oportunistik yang mungkin
disebabkan I IIV
Pertimbangkan uji diagnostik
HIV dan konseling
Metode yang digunakan
tergantung usia anak (prosedur II)
Pada kasus status HIV ibu
tidak dapat ditentukan dan uji
virologik tidak dapat dikcrjakan
untuk diagnosis infeksi I IIV
pada anak usia < 18 bulan, uji
antibodi HIV harus dikerjakan.

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antlretrovirat Pada Anak Di Indonesia

PCP = Pneu,mi ystis jirored7 pneumonia

Catatan:
Sernua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh d( kter, bila
mungkin doktcr anak
Manifestasi klinis IIIV stadium lanjut atau lutung CD4+ yang rendah
pada ibu merupakan faktor risiko pentilaran HIV dan ibu ke bayi selama
kehanulan, persalinan dan laktasi.
Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko
transmisi IIIV.
Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan
penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PivITCl)
dengan monoterapi AZT, monotcrapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis
tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut
sekitar 5-10"'%, 3-5%, 10-20"0, pada ibu yang tidak menyusui. Insiders
transmisi sekitar 2'0 pada ibu yang menerima kombinasi ART.'
Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko
mendapat IIIV selama mendapat ASI.

i Antintrorirat drugs fir treating pngnant women and preventing HI!"injection in infanu i n resoum-6mrted semngs:
towards unvesat aancc. Rtrommendations for a public health approach. U10 2006.

lagnosis Infeksi HIV pada Anak

2.1. Menyingkirkan Diagnosis Infeksi HIV pada Bayi


dan Anak i
Diagnosis definitif infeksi I IIV pads bayi dan anak mcmbutuhkan uji
diagnostik yang memastikan adanya virus I I1V.
Cji antibodi HI V mendeteksi adanya antibodi Ill V yangdiproduksi sebagai
bagian respons imun terhadap uifeksi HTV. Pada anak usia >_ 18 bulan, uji
antibodi I TIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.

Antibodi IIIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil
positif uji antibodi I IIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan IIIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada
usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi IIIV, namun
diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan
saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan,
dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya.
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun
dikatakan terkena infeksi IIIV
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga
infeksi T I IV Baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI
dihentikan > 6 minggu.

i Adaptasi dart Antiretrociral therapy of HII infection in infants and children in resource -limited .settings: towards
universal aaess. WHO 2006.
6 Chanty Cf Cooper ER, Pelan SI, Zorilh, C, Hillyer G 4 ; DiaZ C. Serorerersion in human immunodeiaeng virus
-etpo.red but uninfe ted infants. Pediatr Infra Du J.1995 .%1ay;14(5L-382-7.
in

RaEusan 7A, Parrott RH, SmerJL I1'mitatioxs in the laboratory diagnosis of crrti.-ally acquired HIV infection. J
Acquir Immune Defic Syndr. 1991,-4(2).-116 -21.

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Anti retroviral Pada AnakDi Indonesia

Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada


bayi dan anak:
1. Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat i1SI,
pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu
HIV-DNA atau IIIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal
usia 1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV
selama persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI
> 6 minggu.
2. Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan
> 6 minggu
Bila uji antibodi IIIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan
selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV.
Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininva usia 9-12 bulan karena
74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi I LIV akan menunjukkan basil
antibodi negatif pada usia tersebut.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

2.1.1 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui

Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui
dengan tanda dan gejala mendukung unfeksi HIV

Uji Viimlogi HIV

Tersedia

Positif f-

HIV posmf
Negatit

I
Prosedure penilaian tndak
lanjut dan testa laksana

11

setelah konfirmasi diagnosis

Apakah mendapat ASI

HIV (prosedur V)

selatna 6-12 minggu terakhir

11

4
I..ihat pmsedur 11.1.2

Catatan:
jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih

dahulu sebelum uji virologi pads anak. Apabila basil pemeriksaan FIIV
pada ibu negatif, can faktor risiko lain untuk transmisi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko tennfeksi I IIV, sehingga Infeksi
I IIV baru dapat disitngkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 mingo
Lji virologi I IIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (iiralload) atau
deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan
diagnosis f IV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa
antibodi IIIV maternal, schingga sulit untuk menginterpretasikan hasil
uji antibodi I IIV. Olch karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji
virologi I IIV yang dire koniendasikan.
Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi IIIV pada spesimen yang
berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang
terbatas, uji antibodi IIIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk
konfirmasi Infeksi.HIV.

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Ant iretroviral Pada Anak DI Indonesia

2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dan Mendanat ASI
Anak usia < 18 bulan dan
mendapat ASI

(bu terinfeksi HIV

I
Tndak diketahui

Uji antibodi HIV a

Positit

"' i,gatit

I
Il1V positif

Ulang uji virologi


atau antibodi
HIV setelah ASI

Prosedur penilaian tindak


lanjut dan tita laksana
setelah konfirmasi diagnosis

sudah dihentikan
> 6 minggu h

egatif,
hentikan
ASI
Lihat
prosedur
VIL2

HIV (prosedur V)

Catatan:
Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelutnnva, masilt
mendapatkan ASI dan status ibu IIIV positif, sebaiknva segera lakukan
uji virologi pada usia berapa pun.

a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9 - 12 bulan.
Sebanyak 74 /o aiak saat usia 9 bulatt, dan 96o anak saat usia 12 bulan, tidak tennfeksi HIV dan akin
menunjukkan hasil antibodi negatif
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi H1\, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu . Hasil up antibodi HIV pada anak yang pernbenan
ASlnya sudah dihentikan dapat menunjukkan basil negatif pada 4-26 anak, tergantung usia anak scat
diuji, olch karma it-Li uji antibodi HIV konlirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

2.1.3 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan,
Status Ibu HIV Positif, dengan Hasil Negatif Uji Virologi
Awal dan Terdapat Tanda / Gejala HIV pada Kunjungan
Berikutnya

Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan
terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut

HIV negatif

111V positif

IAang uji virologi atau antibodi IV


setelah ASI dihentikan > 6 minggub

IvIcI gcya

Anak < 18 Bulan dan Terdapat TandalGejala HIV


Yang Berat

Bila ada I kriteria berikut

Minimal 2 gejala herikut:


Otal thnush

PCP, meingitis kriptokokus,

Pneumonia berat

kandidiasis esofagus
"I'oksoplasmosis

Sepsis berat
Atau

Kematian ibu yang berkaitan

Malnutrisi berat yang


dengan HIV atau penyakit
tidak membaik dengan
pengobatan standar

HIV yang Ian jut pada ibu


CD4+ < 20%

b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan
bila ASI dihentikan > 6 minggu.

Pedoman Tatalaksana Infeksi I IIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

Catatan:
Menunit definisi Integrated Management of Childhood Illness (1MC1):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kckuningan di atas mukosa yang normal
atau kemerahan (pseudomcmbran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan
pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak papas pada anak dengan gambaran
chest indranm , stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan
kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang
sclama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.

c. Sepsis adalah d emam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang

herat seperti bernapas cepat, chest indravinn, ubun-ubun besar membonjol,


letargi, g erakan berkurang, tidak mau minum atau menyusu, kejang, dan
lain-lain.

Diagnosis Infeksi HIV Pada Anak

11.2. Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak


>_ 18 Bulan

Anak usia ? 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan
HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV

HIV negatif

Ya
Ulang uji antibodi lily setelah ASI
dihentikan > 6 minggu b

cgatif
Konfirmasi uji

Inkonklusif. Lanjutkan sesuai


pedoman uji HIV pada dewasa

m ibodi HIV

'1'idak
'Panda; gcj.ila
sesuai infeksi I IIV

Ncgatif

Inkonkiusif.
Konfirmasi uji Lanjutkan sesuai
antibodi HIV pedoman uji HIV
pada dewasa a

HIV positif HIV positif

a Prosedur uji fly hares mengikuti pedoman dan algoritma Hl V nasional.


b Anak yang mendapst ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dipat disutgkirkan
bila ASI dihentikan > 6 minggu.

10

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral Pada Anak Di Indonesia

Catatan:
Hasil positif uji antibodi I HV awal (rapid atau ELISA) hams dikonfirmasi
oleh uji kcdua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan
uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertarna harus merniliki sensitivitas
tertinggi, scdangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau Iebih
tinggi daripada uji pertama. Unnimnya, WHO menganjurkan uji yang
tnempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi.
Di negara dengan estimasi prevalensi HTV rcndah, uji konfirmasi (uji
antibodi I I1 V ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik
tanpa pajanan tcrhadap I I IV
Diagnosis definitif HIV pada anak >_ 18 bulan (nlvayat pajanan diketahui
atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme
pada dewasa.

0 Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.

Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan


' V, Usia < 18 Bulan dengan Penetapan
`Y^agnosis HIV Belum Dapat Dipastikan atau
idak Memungkinkan
Sudahkah anda melalui prosedur II?

Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya.


Berikan kotrimoksazol untuk mencegah pneumonia Pneumocystisjirot d
(prosedur IV), juga malari, diare bakterial dan pneumonia
Nilai tanda dan gejala infeksi I IIV. Bila ada dan konsisten dengan infeksi HIV
yang berat, pertimbangkan untuk memberi ART
(proscdur VI dan lampiran A, bagian A).
Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik, lakukan prosedur diagnosis dan
berikan terapi bila ada kecurigaan (lihat lampiran A, bagian B).
Nilai situasi keluarga dan hen bimbingan, dukungan dan terapi untuk keluarga
dengan infeksi I IRI atau yang berisiko.
Iakukan uji antibodi HIV mulai usia 9-12 bulan. Infeksi HIV dapat
disingkirkan hila antibodi negatif dan bayi sudah tidal: mendapat ASI > 6
minggu (prosedur 11.2).
Diagnosis I lIV pada anak usia < 18 bulan di tempat dengan fasilitas kesehatan
terbatas tidak mungkin dilakukan karena belum tersedia pemeriksaan PCR
DNA-I IIV atau RNA-HIV atau antigen p24.

Simpulan Prosedur Uji HIV


Pada usia 12 bulan, seorang anak yang diuji antibodi HIV inenggttnakan
ELISA atau rapid, dan hasilnya negatif, maka anak tersebut tidak mengidap
infeksi HIV apabila dalam 6 minggu terakhir tidak mendapat ASI.
Bila pada umur < 18 bulan hasil pemeriksaan antibodi IIIV positif, uji
antibodi perlu diulangi pada usia 18 bulan untuk menvingkirkan kemungkinan
menetapnya antibodi maternal.
Bila pada usia 18 bulan hasilnya negatif, maka bayi tidak mengidap HIV
asal tidak mndapat ASI selama 6 minggu terakhir sebelum tes. Untuk anak >
18 bulan, cukup gunakan ELISA atau rapid test.

rofilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk


neumonia Pnemocystis Jiroveci

4.1. Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi


Yang Lahir dari Ibu HIV Positif
Bays tcrpajan I iIV

Mulai kotrimoksazol scat usia 4-6 minggu


dan dilanjutkan hingga infeksi HIV dapat
disingkirkan ( lihat prosedur II)

I va
Uji virologi I IIV usia 6-8 minggu
T

HIV positit

I lentikan
kotrimoksazol, kecuali
mendapat ASI

Lanjutkan kotrimoksazol
hingga usia 12 bulan atau
diagnosis HIV dengan cara
lain sudah disingkirkan

Prosedur penilaian tindak lanjut


dan tata laksana setelah konfirmasi
diagnosis HIV (prosedur `)
Catatan:
I)osis kotrimoksazol lihat lampiran 11.
I ,ihat pula panduan PM I CT

Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan
menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum
terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat
mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak
menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.

13

Profilaksis Kotrimoksazol (CTX) Untuk Pneumonia Pnemocystlsliroveci

4.2. Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak


< 1 tahun

1-5 tahun

> 6 tahun

Profilaksis

Profilaksis

Stadium WHO

Stadium WHO

kotrimoksazol

kotrimoksazol

2-4 tanpa melihat

berapapun dan

secara umum

diindikasikan tanpa

persentase CD4+

CD4+ < 350

diindikasikan

melihat persentase

A'I'AU

ATAU

mulai 4-6 minggu

CD4+ atiu status

Stadium WHO

Stadium WHO

setelah lahir dan

klinis

berapapun dengan

3 atau 4 dan

CD4+ < 250,'o

berapapun nilai

dipertahankan
sampai tidak ada

CD4+

risiko transmisi
HIV dan infeksi
HIV disingkirkan

Catatan:
Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrunoksazol dapat mulai diberikan bila
CD4+ < 25o pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia ? 6
tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
dikaitkan dengan malaria , diare bakterial, pneumonia dan pencegahan
PCP serta toksoplasmosis.
Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I \X'HO) tidak memerlukan
profilaksis kotnmoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur lutung
CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profil laboratorium dapat
menunjukkan sudah terjadinya ittiunodetisiensi.

2nilaian dan Tata Laksana Setelah


agnosis Infeksi HIV Ditegakkan

Sudahkah anda mengeryakan prosedur II, III dan IV?

Nilai status nutrisi dan pertumbuhan, dan kebutuhan intervensinya.


Nilai status imunisasi dan berikan imunisasi yang sesuai.
Nilai tanda dan gejala infeksi oportunistik (lihat lampiran A) dan pajanan
'1B. Bila dicurigai terdapat infeksi oportunistik (10), lakukan diagnosis dan
pengobatan 10 sebelum pemberian ART.

Lakukan penilaian stadium penyakit I IIV menggunakan kriteria klinis


(Stadium klinis WHO 1 sampai 4) (prosedur VI, lampir n A bagian A).
Pastikan anak mendapat kotrimoksazol (prosedur TV).
Identifikasi pemberian obat lain yang diberikan bersamaan termasuk obat
tradisional, yang mungkin mempunyai interaksi obat dengan ARV

Lakukan penilaian status imunologis (stadium WHO) (prosedur VI)


Periksa persentase CD4+ (pada anak < 5 tahun) dan hitung CD4+ (pada
anak >_ 5 tahun).
Hitung CD4+ dan persentasenya memerlukan pemeriksaan darah tepi
lengkap.
Hitung limfosit total merupakan pilihan yang dapat digunakan untuk memulai
pemberian ART bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia (prosedur VI).

Penilalan dan Tata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi HIV Ditegakkan

15

Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII).
Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko
terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya
Identifikasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk
mcmatuhi pengobatan dan pemantauan pada anak tcrutarna ART.
Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi IIIV dan pengobatannya
serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk fnernbiayai perjalanan
ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan
untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang
lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat .1RV tertentu.

Catatan:
Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama
pengasuh atau orang tua, karcna mereka harus metnahami tujuan pengobatan,
mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang
mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan AR"I' maka harus ada satu
yang utama, yang memastikan bahwa anak uii minum obat.
Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan
keluarga. JANGAN MULAI MFMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga
sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan
bag' anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit I II V dan
mendukung keluarga yang mengasuh anak IIIV. Umumnya orangtua dan
anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi I IIV, maka pcnting bagi
manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota
keluarga lainnya. Kcpatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan
terapi keluarga.

tadium HIV pada Anak

6.1. Kriteria Klinis

Stadium Klinis VMH7 -jll

Klinis
Asimtomatik

Ringan

Sedang

Berat

(lihat lampiran A, bagian A.)


Catatan:
Stadium klinis anak yang tidak diterapi ART dapat menjadi prediksi
mortalitasnva.
Stadium kinis dapat digunakan untuk memulai pembenan kotrimoksazol
dan memulai ART khususnra bila pemeriksaan CD4+ tidak tersedia.

6.2. Kriteria Imunologis


6.2.1

Nilai CD4+ Menurut tlmur

lmunodcfisicnsi

<11 bulan

(%)

12-35 bulan

(%)

36-59 bulan

(./o)

> 5 tahun (sel /mm')

> 35

> ill

> 25

> 54)4)

Ringan

30 - 35

25- 30

20 - 2i

350 - 499

Sedang

25-30

20 - 25

15-20

200-349

< 25

< 21)

< 15

< 200 atau < 150

Tidak ada

Berat

I-

17

Stadium HIV pada Anak

Catatan:
CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi.
Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi
petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih
dahulu dibandingkan kondisi klinis.
Pemantauan CD4+ dapat dgunakan untuk memulai pemberian ARV
atau penggantian obat.
Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun
digttnakan persentase CD4+. Bila > 5 tahun, persentase CD4+ clan niWi
CD4+ absolut dapat digunakan.
Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pads anak > 1
tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak
< I tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi
mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+
yang tinggi.

)ta I

'Kan

^e ^od
Nilai TLC Berdasarkan Umur
< 11 bulan
( sel/mm3)

12 -35 bulan
(sel / mm3)

36 - 59 bulan
(sel/mm3)

>_ 5 tahun
(sel/mm)

TLC

<4000

<3000

<2500

<2000

CD4+

<1500

<750

<350

at-au <200

Catatan:
Hitting limfosit total (I'LC) dgunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak
tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak
dengan stadium 2.
Hitung TLC ticlak dapat dgunakan untuk pemantauan terapi ARV
Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit.

Kriteria Pemberian ART Menggunakan


Kriteria Klinis dan Imunologis
Sudahkah anda mengedakan prosedur V dan VI?

7.1 Bagan Pemberian ART Menggunakan Kriteria Minis


Anak deng-aan
11"- positif
CD4+
menunjukkan
imonodefisiensi
berat yang
dikaitkan
dengan I IIV

Tidak

Ulang
pemeriksaan
CD4+ dengan
sampel
berbeda

1'a

MuLti AR!'

Jika CD4+ tidak


mcnunjukkan
imunodefisiensi berat
yang dikaitkan dengan
HIV, tunda ART

173 = tuberarlosis. LIP = lymphoid-interstitial pneumonilis. 0! IL = oral hairy leukoplakia

Krlteria Pemberian ART Menqgunakan Krlterla Kllnls dan Imunologls

19

Catatan:
Risiko kematian tertinggi tcrjadi pada anak dengan stadium Minis 3 atau
4, sehingga harus segera dimulai ART.
Anak usia < 12 bulan dan tenrtama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi
cintuk menjadi progresif atau coati pada nilai CD4+ normal.
Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pultnonal
dan kelenjar serta lwvnphoiti-interrtitial pneumonitrs (UP), kadar CD4+ harus
diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila
mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut.
Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang
didentanya. Bila mungkin hanis ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas
scbelum ART dimulai.
Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+
setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih
muds. Pemantauan 'II,C tidak diperlukan.
Bila terdapat > 2 gcjala yang memenuhi stadium 2 WHO clan pemeriksaan
CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART
(prosedur IV.2).

20

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl AntlretrovIral Pada Anak Cif Indonesia

7.2 Bagan Pemberian ART pada Anak < 18 Bulan


Tanpa Konfirmasi Infeksi HIV dengan Tanda
dan Gejala Penyakit HIV yang Berat (Lanjutan
Prosedur 2.1.4)
Aiiak usia < 18 bulan dengan
status infekst belum pasti

Mlulm AKI' (prosedur IX)

1. Anak < 18 bulan dcngan uji antihodi H IV positif dan berada dalam kondisi
klinis yang bcrat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi
ARV setelah kondisi klinisnya stabil . Tes antihodi hares diulang pada usia
18 bulan.
2. A iak < 18 bulan dengan till PCR positif dan kondisi klinis yang berat
atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25 o harus mendapat
ART secepatnya. Tes antibodi hares dilakukan pada usia 18 bulan.
3. Anak > 18 hulan dengan hasil till antibodi positif dan apakah sedang
dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25 o sebaiknya juga
mcndapat ART.

a Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefisiensi bcrat, penentuan stadium klinis
tidak mungkin dilakukan.
b Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4

emantauan Anak Terinfeksi HIV yang


idak Mendapat ART

. Pemantauan teratur dire kornendasikan tmtuk:


Memantau tumbuh kembang dan memberi layanan rutin lainnya
Mendeteksi dini kasus yang memerlukan ART.
Menangani penyakit terkait HIV atau sakit lain yang bersamaan, yang
bila secara dim ditangani dapat memperlambat perjalanan penyakit.
Memastikan kepatuhan berobat pasien, khususnya profilaksis
kotrimoksazol.
Memantau basil pengobatan dan efek camping.
Konseling.
Selain hal-hal di atas, orangtua anak juga dianjurkan untuk membawwa anak
bila sakit. Apabila anak tidak dapat datang, maka usaha seperti kunjungan
rumah dapat dilakukan.

22

PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Klinis
Evaluasi klinis
Berat dan tinggi

X'

badan
Status nutrisi dan

kebutuhannya
Kebuttthan CTX
dan kepatuhan

berobat

Konscling
untukrnencegah
pemakaian narkoba,

penularan PMMS dan


kehatnilan 5
Pencegahan 10 dan

pengobatan 6
Laboratorium
Fib and leukosit

SGP"l' 3
CD4+4, atau

absolut 4

1 Termasuk ananuiesis , pemeriksaan fisik dan penilaian tutnhuh kembang. t?ntuk anak < 12 bulan,
frekuensi pemantauan harus lehih senng karena risiko progresifitas tinggi
2 Lihat prosedur I V dan lampiran I I yang merujuk pemberian profilaksis kotnmoksazol.
3 SGP"I' pada awal aclalah pcmantauan minimal untuk kcrusakan halt . Bila nilai SGPT > 5 kali nilai
normal, maka perlu (lilakukan pcmenksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta
hepatitis C.
digunakan untuk anak < 5 tahun. tintuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TI.C
dapat digtmakan hila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mcngklasifikasi imunodeftsicnsi berat dan

4 CD4+

memulai pembenan ART.


5 Pada retnaja putri berikan konseling mengcnai pencegahan kchatnilan dan penyakit menular seksual
(l'MS). Konseling juga mcliputi pencegahan transmisi I I1,' kepada orang lain, dan risiko transmisi
I I I V kcpada bayi.
6 l.akukan penilaian pajanan TB (lampiran B dan G).

,ersiapan Pemberian ART

Pastikan Anda mengeij akan prosedur II hingga VII dahulu


Memulai pemberian ART bukan suatu keadaan gawat darurat. Namur
setelah ART dimulai , obat ARV harus diberikan tepat waktu setiap han.
Keticlakpattihan berobat merupakan alasan utama kegagalan pengobatan.
Memulai pemberian ART pads saat anak atau orangtua belum siap dapat
mengakibatkan kepatuhan yang buruk dan resistesi ART.
Persiapan pengasuh anak
Pengasuh harus mampu untuk Mengern pegalanan penyakit infeksi HIV pads

Persiapan anak

Anak yang rnengetahui status IiIV mereka


(penjelasan diberikan olch tcnaga kesehatan sesuai

anak, keuntungan dan efek samping ART

tingkat kcdewasaan anak) harus marnpu untuk:

Mengerti pentingnya meminum ARV tepat

Mengerti perjalanan pemakit infeksi HIS,

waktu setiap hari dan marnpu memastikan


kepatuhan berohat
Bertanggung jawab langsung untuk
mengamati anak meininum ARV setiap han
bertanggung jawab untuk mernastikan

keuntungan dan efek samping ART


Mengerti pentingnya meminum ARV tepat
waktu setiap hari dan mampu patuh berobat
Anak yang tidak mengetahui status I IHV mereka
harus diberikan penjelasan mengcnai alasati

kepatuhan berohat pada remaja. Pemantauan

meminum ARV dengan menggunakan penjelasan

Iangsung konsumsi obat pads remaja

sesuai umur tanpa harus menggunakan kata IIi V


atau AIDS Mereka harus mampu until

mungkin tidak diperlukan. Pcngasuh dapat


memberikan tanggung jawab kepada remaja

Siap dan setuju untdt mendapat ART

tersehut untuk meminum ARV


Menyimpan ARV secara tepat

(tergantung maturitas , namun biasanya pada


anak > 6 tahun . Penjelasan diberikan oleh

Memv*idcat care mega zripur slat mengulntc ART

tenaga kesehatan sesuai tingkat maturitas

Mampu menyediakan ART, pemantauan

anak)

lahoratorium dan transportasi ke rumah sakit

Mengerti pentingnya mcminum ARV tcpat

bila diperlukan

waktu setiap han dan mampu patuh berobat

Setuju dcngan rcncana pengobatan


Pengasuh /anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen ART dan perjanjian
tindak lanjut (foLow tp) yang dapat dipatuhi oleh pengasuh/anak

j Penilaian pcraiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kcpatuhan
Ndai pemahaman pengasuh/ anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek
samping dan bagaimana ART diminum (dosis , waktu dan hubungannya dcngan makanan)
Nilai faktor yang dapat mcmcnuhi status III V. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk mcmulai
ART, namun membuka status HI V dianjurkan bila pcngasuh slap dan anak dianggap matur dan
dapat menyimpan rahasia _Dukungan tenaga kesehatan diperlukan

10

ekomendasi AR -1

10.1 Rejimen Lini Pertama yang Direkomendasikan


adalah 2 Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor (NRTI) + I Non-nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitor ( NNRTI)
Berdasarkan ketersediaan dan pedoman AR1', terdapat 3 kombinasi NR'fl
yang dapat diberikan. Sebagian besar ARV yang tersedia untuk dewasa juga
bisa digunakan utuuk anak anak, tetapi bentuk sediaan obat yang khusus anak
belum tentu tcrscdia, oleh karena itu diperltdcan modifikasi pemberian, dalam
bentiik pembagian tablet dan pembuatan puycr. Sekarang sudah ada tablet ARV
kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = I'DC) yang direkomendasikan
olch WHO, yang mengandung stavudin (d4T), lanuv-udin (3TC) dan nevirapin
(NVP). Meskipun zidovudin (AZT) lebih dianjurkan sebagai pihlian pertama
untuk ARV, tetapi dengan mudahnya pemberian FDC, maka saat IM mulai
banyak digunakan di negara lain.
Langkah 1 : Pilih I NRTI untuk dikombinasi dengan 3TC a:
NRTI
Zidovudin (AZT)b
dipilih bila
Hb > 7,5 g/dl)

6euntungan
\Z_'f kurang
mcnyebabkan
lipodistrofi dun
asidosis laktat
AZT tidak
memerlukan
pcnvimpanan di
lemari pendingin

Kerugi
AZT kurang
Efek samping inisial
gastrointestinal AZT lebih
banyak
Dalam bentuk sirup A7.T
jauh lebih banyak dan
toleransi pasien rendah
Anemia dan neutropenia
berat dapat terjadi.
Pemantauan darah tepi
Iengkap sebelum dan
sesudah tetapi berguna
terutama pada daerah
endemik malaria

25

Rekomendasi ART

IVRT!
Stavudin(d4'I) c

Keuntungan
d4T memiliki
efek camping
gastrouitesinal dan
anemia lebih sedikit
dibandingkan AZT

Kerugian
d4T lebih sering
menimbulkan lipodistrofi,
acidosis laktat dan neuropati
perifer
Sirup d4T memerlukan
penyimpanan lemari
pendingin. Kapsul terkecil
adalah 15 mg, cukup untuk
anak dengan berat > 15 kg
ke atas

Abacavir(ABC)

ABC paling sedikit


menimbulkan
lipodistrofi dan
acidosis laktat
Toksisitas hematologik
ABC sedikit dan
toleransi baik

ABC dihuhungkan dengan


potensi hipersensitivitas fatal
sebesar 3% pada anak-anak
di negara maju
ABC lebih mahal dari AZT
and d4T dan tidak ada
bentuk gencrik

ABC tidak
memerlukan lemari
pendingin
AliC mempunyai
cfik;t^i balk

a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena mernihki catatan efikasi, keamanan dart tolerabilitas
yang baik . Namun mudah timbal resistensi bda tidak patuh minum ARV.
b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat
dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stawdin (d4T). Karena FDC belum ada yang
mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4T.
c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan
mengubah d4T ke AZT (bila [lb anak ? 8 gr/dI). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu
mempertimbangkan masak-masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.

26

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Langkah 2: Pilih 1 NNRTI


Keuniungatt

l NNRTI
Nevirapin

NVP dapat diberikan pada

(NVP) a,b

setnua umur

Insidens ruam lebih tinggi clan EFV.. Ruam


NVP mungkin herat dan mengancam jiwa

Tidak memiliki efek teratogenik

Dihubungkan dengan potensi


hepatotoksisitas yang mampu mengancam

Tersedia dalam bentuk pil dan

jiwa

sirup.Tidak memerlukan Leman

Keduanya lebih senng terjadi pads perempuan

pendingin
N\P merupakan salah saw

dengan CD4+ > 250 cells/ mm, karenanva

kombinasi obat yang dapat

jika digunakan Pala rema)a putri, pemantauan

digtmakan pacla anak yang lebih

ketat pada 12 minggu pertama kehanulan


diperlukan (nsiko toksik tingg)

tua

Rifampisin menurunkan kadar NVP lebih


berat dan EPV
Efavircnz

EFV han ya dapat ditnmakan pada anak ? 3

EFV mcnyebabkan roam dan

tahun atau BB ? 10 kg

hepatotoksisitas lebiln sedikit

(I-.F\) b

dan NVP. Roam yang muncul

Gangguan SSP sementara dapat terjadi pada


2(-366 anak, jangan diberikan Pala anak

umumnva organ

dengan gangguan psikiatnk berat

Kadarnya lebih tidak

El-%' mennliki efth teratogvuk, hares dihunclari

terpengaruh oleh nfampisin

pada remaja putri yang potensial untuk hanxil

dan dianggap scbagat NNR'11

tcrpihh pada anak yang

Tndak terseclia dalam bentuk sirup

mendapat terapi TB

EFL chili mahal danpada N V P

Pala anak yang belum dapat


menelan kapsul, kapsul EFV dapat
diind a cLun ditanbahkan pads
mm uin.u, ,tau makes 'an

Ringkasan pemilihan ART lini pertama


Pilih 3 ()bat dcngan vvarna yang berbeda, kecuali bila tersedia FDC, otomatis
1nenggunakan d4T, 31 C, dan NVP

3TC

a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalarn program pencegahan
penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai nsiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini
tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen bcrbasis NNRTI. OIeh karma itu, 2 NRl'1 + I
NNRTI tetap merupakan pihhan utama untuk anak -anak tersebul
b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang tnengandung estrogen. Kondom hares selalu
digtmakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat scrostatus I IIV. Remaja putri dalam masa
re-produktif yang mendapat EFV harus menghindan kchamilan (lampiran C).

27

Rekomendasl ART

10.2 Rejimen Lini Pertama Bila Anak Mendapat


Terapi TB dengan Rifampisin
)ika terapi 1'B telah berjalan, maka ART yang digunakan:

2 NRT1

F.FV (anak ? 3 tahun)

A/ I' atu d4'1' + 3'I'C + :\BC


2NR'l'l NVP a

Sesudah terapi ' IB selesai alihkan ke


rejimen lini pertama 2NRTI + NV''P atau
EFV untuk efikasi lebih baik

Lanjutkan rejimen sesudah tempi TB


selesai

2 NR'1'l + NVI'

Ganti ke 2NRTI + ABC atau 2 NRTI +


EFL' (umur > 3 tahun)

Catatan:
Apabila diagnosis TB ditegakkan, tempi TB harus dimulai lebih dabulu dan
ART diberikan 2-8 minggu setelah tunbul toleransi tempi TB dan untuk
menurunkan risiko suidrom pulih imam ( immune reconstitution inflammatory
_yndrome, IRIS).
Keuntungan dan kerugian memilih ALT atau d4T + 31'C + ABC:
- Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan nfampisin.
- Kerugian : Kombuiasi ini memihki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV. ABC lebih mahal dan
tidak ada bentuk genenk.

a Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NW dan EFV bih digunakan
bersamaan dengan rifampisin . Bda terdapat perangkat pemeriksaan fungsi ham , dosis NVP dapat
dinaikkan 30'o. Sedangkan dosis standar EI V tetap dapat digunakan.

28

PedomanTatalaksana Infeksl HIV danTerapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART:

I + ABC

1, ruskan

I + EFL'

Teruskan

7
2R" 'I+ NVP

Gantikc2 NRTI+ABCatau2NR1'I+
I- v (umur > 3 tahun)

Catatan:
'I'idak ada interaksi obat antara NR'I'i dan rifampisi.n.
Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV
sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV
bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan
fiingsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Scdangkan dosis standar
FFV tetap dapat digunakan.
Obat 1'B lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART
Pada pengobatan '1B, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus
digunakan dalam rejunen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan
pertama pengobatan. Pergantian terapi '1'B dari rifampisin ke non
rifampisin dalam masa pemchharaan tergantung pada kebijakan dokter
yang merawat.
Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRIl dapat tumpang tindih,
karma itu diperlukan pemantauan fungsi hati.
'I'ctap waspadai kenwngkinan sindrom pulih unun (IRIS)

11

Memastikan Kepatuhan Jangka


Panjang dan Respons yang Balk
Terhadap ART

Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk
memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART

'1'cnaga kesehatan perlu memahami masalah orangtua/anak dan dapat


memberikan dukungan yang positif
Nleminum ARV tepat waktu setiap hari bukanlah tugas yang mudah.
'1'enaga kesehatan tidak boleh mencerca atau menegur apabila pengasuh/
anak tidak patuh, namun bekerja sama dengan mereka untuk menyelesaikan
masalah yang mempengaruhi kepatuhan.
Alaaan tidak patuh

a. Doeia terlewat (nriues doses)


Tanyakan apakah anak tclah mclewatkan dosis dalam 3 hari terakhir dan scjak
kunjungan terakhir
Tanyakan waktu anak meminum ARV
'ran vakan alasan ketidakpatuhan
Dosis terlcwat
-

dapar

terjadi:

waktu minum obat tidak scsuai dengan kebiasaan hidup pengasuh/anak

- Rcjimcn ohat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa
tidak cnak
- Masalah penyediaan ART (finansial, resep inadekuat)
- Anak menolak (khususnva pads anak yang lebih tua yang jenuh minum obat
*tau tidak mengetahui status I II V nya)
b. Doaia tidak tepat
. 'lenaga kesehatan harus memastikan pads setiap kunjungan:
- dosis setiap ARV
- cars penyiapan ARV
cara penyimpanan ARV

c. Efck camping
Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat
Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa seriug tidak dipantau atau
ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan
Lipodistrof dapat menycbabkan remaja berhenti minum obat

d. Lain-lain
Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam bcrobat.
C'.ontohnya hubungan yang tidak balk antara tenaga kesehatan dengan keluarga,
penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah , masalah sosial,
perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.

-^

30

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Solusi yang disarankan

I
Tata laksana
Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk:
- mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat
- mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut
- bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai
- dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm
Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum
- bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula
yang sesuai
- melatih menclan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum
Mencan tahu alasan penyediaan ARV terganggu

- bantu pengasuh untuk menyelesaikan masalah ini


Mencari tahu alasan anak menolak ART
- konselntg, khususnya peergmup cminseling
- apabila anak tidak mengetahui status HIV, tenaga kesehatan bekerja
sama dengan pcngasuh untuk membuka status 1{IV

Tata laksana
Alat bantu seperti boks pil. l)apat juga kartu tertulis atau bergambar
mengenai keterangan rejimen secara rinci
Periksa dosis dan mints pengasuh/anak untuk menunjukkan cara
menviapkan ART
Scsuaikan dose menurut TB/BB anak

Tata laksana
Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat
keparahan
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa
yang dirasakan anak
Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang
menyebahkan bpodistrofi

Tata laksana
Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung
dan bersahabat sehingga pcngasuh/anak merasa nyaman untuk
menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan
Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifikasi ART
mungkin diperlukan
Melihatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung

12

Pemantauan Setelah Mulai


Mendapat ART

Klinis
Evaluasi Minis
Berat dan tinggi

badan
Perhitungan dosis

ART I

Obat lain yang


bersamaan 2

^:

Nilai kepatuhan

minum obat 3

1 Pasien anak yang diben ART dengan cepat bcrtambah herat dan tingginya sesuai dengan
pertumbuhan, karenanya penghitungan dons harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah
akan menimbulkan resistenst.
2 Obat yang diminum bersantaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol
diminum (pada anak yang tenndikasi) atau ada ohat lain yang potensial berinteraksi dengan ART
(lampiran D).
3 Kepatuhan minum ohat ditanyakan dengan cars menanyakan dosis yang tedewat dan waktu anak
minum obat. Yang ideal adalah menghinmg sisa tablet atau puyer , atau sisa sirup bila tersedia
sediaan sirup.

32

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Laboratorium
Fib dan leukosit 4

Kinua da.tah
Iengkap 5

k
x

Tes kchamilan
pada rcmaja 6

Catatan:
Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak latijut, maka hares diupayakan
untuk menghubungi anak/orang tua (misainva dengan telcpon atau kunjungan
rumah). Pengasuh hares didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya
pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping
dan intolcransi.

4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menenma AZT pada
bulan 1, 2 dan ke 3.
5 Pemcriksaau kirnia darah lengeap mcliputi enzim - enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase,
lipase dan elektrolit . Petnantauan bergantung pada gelala dan obat ART yang dipilih. Pada rcmaja puts
dengan CD4+ > 25(1 sel/mm' pcmantauan fungi hati dalatn 3 bulan pertama ART dipertimbangkan
bila memakai NVP. luga pada kasus anak dcngan koinfeksi hepatitis R dan C atau penyakit hati
laimrya.
6 Tes kchamilan harus dilakukan pada remaja putri yang akan mendapat EF-V, dan iuga dilakukan
konseling keluarga.
7 Apabda terdapat perburukan klutis. maka pcmeriksaan CD4+ lehih awal dilakukan . I litung lunfosit
total tidak dapat digunakan untuk pcanantauan terapi ART selwtgga tidak dapat menggantikan CD4+.
Bila pemenksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter kluus untuk pemantauan.

13

IL:-;valuasi Respons Terhadap ART

13.1. Bagan Evaluasi Anak dengan ART Pada


Kunjungan Berikutnya (follow up visit)

Anak dengan AKI' pada


kunjungan berikutnva

Lihat
prosedur 13.2

Ulangi konsultasi Ulangi konsultasi


kepatuhan berobat nutrisi Memperkuat
Memperkuat dukungan nutrisi
dukungan pengobatan

34

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

13.2. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada


Anak Tanpa Perbaikan Minis pada Kunjungan
Berikutnya ( follow up visit)

Lanjutkan ART

Ya
Lihat
prosedur 13.3

Ulangi konsultasi

Ulangi konsultasi

kepatuhan berobat
Memperk-uat
dukungan pengobatan

nutnsi Memperkuat
dukungan nutnsi

a Perbaikan laboratorium (hiasanva terjadi dalam 24 minggu)


Kenaikan hitung atau persentase CD4+.
Kenaikan kadar hemoglobin, leukosit dan tromhosit.

35

Evaluasi ResponsTerhadap ART

13.3. Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada


Anak Tanpa Perbaikan Minis dan Imunologis
pada Kunjungan Berikutnya (follow up visit)
Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis
dan imunologis pada kunjungan berikutnya

l'a
Timbulnya Periksa penyebab
penyakit barn
1'idak

Lanjtkan ART

Infeksi
oportunistik baru

IRIS

Terkait ARV
Toksisitas

Ikn kit
,unak lnasa

Intcraksi obat
Jika ART >
24 minggu,
pertimbangkan
kegagalan
pengobatan

Lanjtkan ART

Catatan:
Sesuai stadium klinis 3 dan 4 %U 10, kejadian kluus baru didefinisikan sebagai
infeksi oportunistik yang baru atau penvakit yang biasanya berhubungan
dcngan HIV

14

i ata Laksana Toksisitas A RI

14.1. Prinsip Tata Laksana Toksisitas ARV


1. Tentukan beratnya toksisitas
2. Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena
(satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya
3. Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus pads anak yang timbul
iktcrus pads AR'I)
4. Tata laksana efek simpang bergantung pads beratnya reaksi. Secara umum adalah:
Derajat 4: Reakriyan mengancamjiwa (lanpiran E): segera hentikan semua obat ARV,
beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan rejimen yang sudah
dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas)
setelah pasien stabil
Derajat 3: Reakri berat. ganti obat yang dimaksud tanpa menghentikan pemberian
ARV secara keselunrhan
Derajat 2: Reaki sedang: beherapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer)
memedukan penggantian obat. Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap
mclanjutkan rejimen yang sekarang sedapatnya; jika tidak ada perubahan dengan
terapi simtomatik, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV
Derajra 1: Reakci nngrt: memang mengganggu tetapi tidak memedukan penggantian
terapi.
5. Tekankan pentingnya tetap meminum ohat meskipun ada toksisitas pads reaksi ringan
dan sedang. Pasien dan orangtua diyakinkan bahwa beherapa reaksi ringan akan
menghilang sendiri selarna ohat ARV tetap diminum
6. jika diperlukan untuk menghentikan pemberian ART karena reaksi yang mengancam
jiwa, semua ART harus dihentikan sampai pasien stabil

Catatan:

I)erajat ber<a tnya toksisitas dan tata laksana terdapat pada larnpiran E.
Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidal: herat dan dapat diatasi dengan mcmbcri
tempi suportif. F:fck samping minor dapat menyebabkan pasien tidak patch
minum obat , karenanya tenaga kesehatan hams tens mengkonseling pasien
dan mendukung terapi. Oleh karena itu setiap akan memul:ti pemberian ARV,
masalah toksisitas ini sudah bans ditcrrngkan sejak awal dan bagaimana cara
penanggulangannya, sehingga pasien tidak akan dihentikan pemberian ARVnya.
Bila diperlukan pcnghcntian ARV, NNRTl (NVP dan EFti) hares segera
dihentikan , tetapi 2 NRTI kinnya tetap diberikan hingga 2 minggu kemudian,
barn diputuskan dihcntik :rn atau diteruskan disertai substitusi/mengganti NNRTI
dcngan golongan PI

Tata l aksana Toksisitas ART

14.2. Kapan Efek Samping dan


Toksisitas ARV Terjadi?

7 Dalam
beheripa
minggu

I'l-I 1;!7 ,:,;!cstinal adalah mual, muntah dan diare. Efek


samping mni bersifat ie4-bmitin^ dan hanya membutuhkan terapi

pertama

Ruam dan toksisitas hati umumnva terjadi akibat obat NNRTI,


narnun dapat juga oleh obat NR'TI seperti ABC dan PI

simtomatik

Menaikkan secara bertahap dosis NVP dapat menurunkan risiko


toksisitas
Ruam ringan sampai sedang dan toksisitas hati dapat diatasi
dengan pemantauan, terapi simtomatik dan perawatan suportif
Ruam yang berat dan tokszisitas hati dengan SGPT > 10 kali
nilai normal dapat mengancam jiwa dan NVP harus diganti
(lampiran L)
Toksisitas SSP olch EFV bersifat self-limiting. Karena EIS'
menvebabkan pusing, dianjurkan untuk dirmnum scat malam han
Iiipersensitivitas terhadap AI3C biasanya terjadi dalam 6 minggu
pertama dan dapat mengancam jiwa. Segera hentikan obat dan
tidak usah digunakan lagi
Dari 4
minggu dan
sesudahrtya

Supresi sumsum tulang yang diinduksi obat, seperti anemia dan


neutropenia dapat terjadi pada penggunaan AZT
Penvebab anemia lainnya harus dievaluasi dan diobati
. Anemia nngan asimtomatik dapat terjadi
. Jika terjadi anemia berat dengan HI) < 7,5 gr/dl dan
neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3, maka
A%T harus diganti ke ABC atau d4T (lampiran E)

37

38

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

r + o

6-18 bulan

Disfungsi mito ko ndria rerutarna terjadi O;cL :"ir Nh 11,


tcrmasuk asidosis laktat, toksisitas hati , pankreatitis , ncuropan

periter, lipoatrofi dan miopati


. Lipodistrofi sering dikaitkan dengan penggunaan d4T dan dapat
menyebabkan kcrusakan bentuk tubuh permanen
Asidosis laktat jarang terjadi dan dapat terjadi kapan saja,
terutama dikaitkan dengan penggunaan d4T. Acidosis laktat
yang berat dapat mengancam jiwa
I:elainan metabolik umum terjadi oleh P1, termasuk
hipcrlipidemia , akumulasi lcmak, resistensi insulin, diabetes dan
osteopenla
. Bergantung pada jenis reaksi, hentikan NRTI dan ganti dengan
obat lain yang mempunyai profil toksisitas berbeda (prosedur 14.2)
Setclah
I tahun

Nefrolitiasis urnurn terjadi oleh IDS'


Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF

. flentikan obat penyebab dan ganti dengan ohat lain yang


mempunyai profil toksisitas berbeda

39

Tata I aksana Toksisltas ART

14.3. Toksisitas Berat Pada Bayi dan Anak Yang


Dihubungkan Dengan ARV Lini Pertama dan
Obat Potensial Penggantinya

BC
I'

Itcakst hipersensitiaitas

AZT atau d l 1

Anemia atau neutropenia berat a

d4T atau ABC,

Asidosis Iaktat

ABC Ganti NRTI dengan PI +

Intolertnsi saluran cerna berat b

d4T atau ABC

Asidosis laktat

ABC c

NNRfI jika ABC tidak tersedia


d4T

Neuropati penfer
Pankreatitis

AZT atau ABC

Lipoatrofi/sindrom metabolik d
3I'C

Pankreatitis e

ABC atau AZT

a Anemia herat adalah Hb < 7,5 g/ dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3.
Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis.
b Batasannva adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat
ARV (mual dan muntah persisten).
c ABC dipilih pada kondisi ini , tetapi bila ABC tidak tersedia boleh diginakan AZT
d Substitusi d4T umumnv a tidak akan menghilangkan Lipoatrofi. Pada anak ABC atau AZT dapat
dianggap sebagai altematif
e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FI'C) dilaporkan pada orang dewasa, namun
sangat jarang pada anak.

40

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

EPV

'1'oksisitas sistem saraf pusat berat


dan pcrmanen f
Potensial tcratogenik (Iraqi rcmaja
putri hamil pada trimester I
atau yang mungkin hamil dan

NVP

tidal: memakai kontrtsepsi yang


memadai)
NVP

Hepatitis simtomatik akut g

EI'V h

Reaksi hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas
Dipertimbangkan untuk diganti

Lest kulit yang mengancam jiwa


(Stevens-Johnson Syndrome) '

dengan NRTI yaitu:


NRTI ketiga ( kerugian:
mungkin kurang poten)
atau
PT (kcrugian: terlalu ccpat
dipilih obat lint kedua) I

f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusmasi persisten atau psikosis,
g Toksisitas hati yang dihubtmgkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV
yang belum mcncapai usia rcmaja.
h EFV seat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan scbaiknya udak holeh dibeokan pada
remaja puts yang hamil trimester I atau aktif sccara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang
memadai.
i I cm kulit yang berat didefinisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi , angioedema, atau reaksi mirip
serum sickness, atau lesi discrtai gejala konstitusional sepc rti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial,
konjungtivitis . Sindrom Stevens- Iohnson dapat mengancam jiwa, olch karena itu hentikan NVP
2 2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya I 'niuk SS-1
penggantinya tidak holeh dangolongan NNR'I'I lagi.
j Pemberian PI dalain rejimen lint pertama mengakibatkan pilihan obat berdcutnva terbatas bila sudah
terjadi kegagalan terapi.

immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)

15
Definisi

Kumpulan tanda dan gejala akibat meningkamya kemampuan


respon imun terhadap antigen atau organisme yang dikaitkan
dengan pemulihan imun dengan pemherian ART'

Frekuensi

. 10'o dan semua pasien dalam inisiasi ART


. 25,'0 pada pasien dalam inisiasi ART dengan hitung CD4+ < 50
sel mm' atau pent' akit klinis berat (stadium WI 10 3 atau 4)

Waktu

Tanda dan
gejala

Biasanya dalam 2-12 ntinggu pada inisiasi ART, namun dapat


juga muncul setelahnya
. Deteriorasi tiba-tiba status klinis segera setelah memulai ART
Infeksi subklinis yang tidak tampak seperti TB, yang muncul
sehagai penyakit aktif Baru dan munculnya abses pada
tempat vaksinasi BCG
. Memburuknva inteksi yang sudah ada, seperti hepatitis B
atau C

Kejadian

Al. tuberculosis, Al. aiium cvrnplex (MAC), infeksi virus


sitomegalo dan penyakit kriptokokus

IRIS paling
umum
Tata laksana

. Lanjutkan ART jika pasien dapat mentoleransinya


Obati inteksi oportunistik yang muncul
Pada sebagian besar kasus, gejala IRIS menghilang setelah
beberapa minggu, namun beberapa reaksi dapat menjadi berat
dan mengancam jiwa dan memerlukan kortikosteroid jangka
pendek untuk menekan respon inflamasi yang berlebihan
Prednison 0,5-1 mg/kg1313/han selama 5-10 han disarankan
untuk kasus yang sedang sampai berat "

i Robertson ], .Meier. M, II"all J, Ying J Fichtenbaum C Immune Remnstitution Syndrome in H1I I aIdating a
Case Definition and Identifying C:knical Predictors in Persons Initiating AntireMniral Therapy IRIS. Ckn Infect Dis
200,-42:1639-46.
ii French MA, Lenin N. John Al, et al Immune restoration disease after the treatment of immunodefident HII' infected
patients with highly active antiretroeiral therapy. HII' Med 2000; 1:107-15.
iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al Paradasical reactions during tuberculo sis treatment inpatients with and
without III I ' co-infection. Thorax 2004; 59:701-707.
iv Ms(omsy G, Whalen C, Mawborter S. et aL Placebo- controlled trial of prednisone in advanad HI I'-1 infection.
AIDS 2001;15.321-7.

16

Diagnosis Diferensial Kejadian


Klinis Umum yang Terjadi Selama
3 Bulan Pertama Pemberian ART
1

W-Mm

Mual

ART:

Hepatitis 13 clan C yang

Muntah

AZT, self-limiting dalam 2 tninggu


Profilaksis 01:

timbul karena IRIS


Dicurigai bila muacl,
muntah disertai iktcrus

Kotritnoksazol atau INH


Nyen
abdominal
atau
pinggang
dan/atau
ikterus

A RT:
d4"1' atau ddl dapat mcnyebahkan
pankrcatitis
. NVP (EF'V Ichih jar tng)

Hepatitis B dan C yang


timbul karena IRIS
Dicurigai bila mual,
rnuntah disertai iktents

menyebahkan disfungsi hati yang


membutuhkan penghentian obat
Profilaksis 01:
Kotrimoksuol atau IN II

Diare

ART :
NFV dan golongan PI lainnya
biasanya mcnycbabkan diare.

IRIS yang berasal dari


M AC atau C \R' dapat
menyehahkan diare

Hipersensitif AB(.
Sakit kepala

ART:
AZT atau E FV, biasanya ref/kmitin^
atau dapat bertah .in dalarn 4 -8 minggu

Nilai untuk meningitis


kriptokokus dan tmosis

Diagnosis Diferensial Kejadlan KlinisTerjadi Selama 6 Bulan Pertama Pemberian ART

60

Demam

ARI:

IRIS yang disel ,i i '

Reaksi hipersensitivitas ABC atau


reaksi simpang NVP

beberapa organtsmc,
seperti MAC, TB, CMV
kriptokokus, herpes zoster

Batuk
Kesulitan
bernafas

ART:
NR'I'I dikaitkan dengan asidosis
metabolik
Hipersensitivitas ABC

Fatigue

ART`

Ducat

ALT, biasanya berkembang dalam 4-6


minggu setelah inisiasi

Ruam kulit
Gatal

ART':
. NVP atau ABC
Harus dinilai secara seksama
dan dapat dipertimbangkan
penghentian obat pada reaksi
berat. Ruarn EFV bersifat self
limitinrg
Profilaksis 01:
Kotrimoksazol atau INH

IRIS yang dikaitkan


dcngan PCP, TB,
pneumonia baktcri atau
fungal
Dicurigai IRIS MAC
bila fatigue, demam dan
anemia
Kondisi kulit yang dapat
mengalami flare up karena
IRIS dalam 3 bulan
pertarna pemberian ART
. I-herpes simpleks dan
zostcr
Virus papiloma (warts)
. Infeksi jamur
Dermatitis atopik

43

Tata Laksana Kegagalan


17!Pengobatan ARV
Langkah 1 : Nilai kritcria klinis untuk kegagalan pengobatan

Anak dengan ART tanpa perbaikan klinis dan


imunologis pada kunjungan herikutrnya

^' Perlu perubahan ke ART


Periksa kegagalan
klinis a lini kedua

Tidak

Periksa kriteria kegagalan


imunologis

Apakah anak memenuhi salah sane kriteria:


Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya
berespons terhadap pengobatan.
I Iilangnya neurodevelopmcntal milestones atau muncuhtya ensefalopati.
Adanya infeksi oportunistik bare atau keganasan atau rekurensi uifeksi
seperti kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau
kandidiasis esofagus.
Gcjala bukan IRIS atau penyebab launnya yang tidak relevan

a Kriteria kegagalan khnis

45

Tata Laksana Kegagalan Pengobatan ARV

Langkah 2: Nilai kriteria imunologis untuk kegagalan pengobatan

Anak dengan ART tanpa pcrbaikan klinis pada


kunjungan berikutnya

[tiriteria kegagalan
imunologis

Tidak
Lanjutkan ART

1a

CD4

CD4

CD4

-----------Sevr if m odrficieney

Sevrcr unmunodeficrcncv

Pcrlu perufr,tlran kc ART


lint kedu,i

Catatan:
Tipe 1. Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setclah pernah
pemuhhan imun inisial.
Tipe 2. Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi
dengan minimal satu pemeriksaan CD4+.
Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi
berat menurut usia.

Rencana Mengubah Ke Rejimen


Jni Kedua

Masan utama kegagalan pengobatan adalah kepatuhan yang kurang.


Kepatuhan harus diperbaiki dan perlu pemantapan mekanisme suportif
kembali sebelum pindah rejimen
Merubah ke rejimen lint kedua BUKAN keadaan gawat darurat

Penting untuk memastikan bahwa anak mendapat profilaksis infeksi


oportunistik yang tepat
Rcjimcn yang gagal biasanya tetap menyimpan aktivitas anti HIV, oleh karena
itu secara umum anak tetap melanjutkan rejimen tersehut sampai anak siap
untuk rejimen lini kedua

Bekerja sama dengan keluarga untuk menyelesaikan


masalah penyebab ketidakpatuhan
Melanjutkan rejimen lini pertama yang sama, ben
profilaksis infcksi oportunistik dan dipantau secara ketak
Mulai terapi lini kedua setAth dipastikan kepatuhan balk

Apakah anak
mempunyai
kepatuhan baik
terhadap ART

1'a

1'idak
mempunyai kegagalan
pengobatan secara
klinis

1"a

Apabila anak mempunyai kegagalan CD$+ tanpa


disertai kegagalan klinis, maka perubahan terapi lini
kedua tidak perlu terburu-buru
Anak dapat mclanjutkan rejimen lint pertama yang
sama sementara kepatuhan diperkuat, dan dilakukan
profilaksis infeksi oportunistik, pemantauan ketat dan
pemertiksaan (:D$+
Pcruhahan ke terapi lini kedua hanya jika anak/
keluarga slap dan CD4+ masih dalam rentang
imunode fisiensi berat

Apakah pengasuh / anak telah 1 id.d Kerjakan poin tersebut pada


memenuhi poin di persiapan pengasuh/anak untuk persiapan
pemberian ART ( prosedur 10) mulai terapi lint kedua
l'a
Persetujuan dalam rencana pengohatan dan penyelesaian faktor penyebab ketidakpatuhan
Penga suh/anak dan tenaga kesehatan setuju dalam rejimen lini kedua dan perjanjian
pertemuan tindak lanjut yang dapat dihadiri oleh pengasuh/anak

Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mcmpengaruhi kepatuhan dan
bekera sama denganpangasuh / anak untuk menvclesaikannya

19

Rejimen Lini Kedua Yang


Direkomendasikan Untuk Bayi dan
Anak Pada Kegagalan Terapi Dengan
Lini Pertama

Konsultasi ahli dianjurkan jika dicurigai ada kegagalan ART

19.1. Rekomendasi bila lini pertama adalah

:2NRTIbaru+1PI
Langkah 1 : Pilih 2 NRTI

\/'I' atLiu d-I'l

ddl + ABC

ABC + 3TC

ddl + AZT

Mcncruskan penggunaan 3TC pads reiunen luu kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC
dihubungkan dengan herkurangnva ketahanan virus HIV

Langkah 2: Pilih 1 PI
P1 Terpilih

Keuntungan

Lopinavir
/ritonavirLPV

Efikasi sangat baik,


khususnya anak yang belum

/r

pernah mendapat PI
Ambang terhadap resistensi
tinggi karena kadar obat
tinggi dengan penambahan
ntonatir
Tersedia dalam bentuk sirup,
pil dan tablet
Dosis anak sudah tersedia

Saquinavir/
Ritonavir
SQV/r

Dapat digunakan bersama


iilunru r hoorting
1`16.ik,t balk

Keru;ian
Membutuhkan
penyimpanan dalain
lemari pendingin
Kapsul gel ukuruinya besar
Harganya mahal
Rasa tidak enak
Sirup mengandung 43%
alkohol, dan kapsul
mengandung 12% alkohol
Tidak bisa dibagi
Untuk anak > 25 kg dan
mampu menelan kapsul
Ukuran kapsul besar
dan memerlukan
penvimpanan di lemari
pendingin
Beban pil banyak
Sexing ditemukan efek
camping saluran cema

48

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

metwnjukk n efikasi dan


keamanan yang haik
Sedikit sekali menimbulkan
hipcrlipidemia dan

cfikasi lebih rendah dart


boosted I'll clan EFN'
. Behan pjl banyak
String ditemukan efek

lipodistrofi dibandingkan
,ilona;rr-booved Pi

sarnping saluran cerna


Terdapat kekhawatiran
adanya komponen
karsinogenik

19.2. Rekomendasi lini kedua bila lini pertama


3 NRTI = 1 NRTI + 1 NNRTI + 1 PI
Rejitnen 'L;uu Per, en lint kcdua
Al'
"/.'atau d4'I' + 3TC + ABC

ddl + EFL' atau N'AT + I PI (paling haik


LPV/r atau SQ\' /r. Alternatif lain NFL')

Catatan:
Resistenst silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami
kegagalan terapi (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV
terus berproliferasi meskipun dalam pengohatan ART. lika kegagalan terapi terjadi dengan
rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan
3TC. Memilih mencruskan NNR11 pada kondisi tni tidak ada gunanya , tetapi mencruskan
pembetian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV.
AZT dan d4T hampir selalu bereaksi silting dan mempunyai pola resistensi yang sama,
schingga tidak dianjurkan menggantt sane dengan pang lainnya.
Prinsip pcmilihan rcjimen lint kedua:
Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin.

- Bila kelas yang sama akan dipilth, pilth obat yang sama sekali belum digunakan
sebelumn y a dan poly resistensinva tidak orrrkipping.
Tujuan pemberian rejimen lint kedua adalah unnik mencapai respons klinis dan
imunologis ((:D4+), tetapi responsnya tidak sebaik pads rejimen lint pertama karena
mungkin sudah terjad) resistensi silang di antara ohat ARV.

Sehelum pindah ke rejimen lint kedua, keparuhan berobat hams benar-henar dindat.

Anak pang dengan rejimen lint kedua pun gagal, terapi penyelamatan yang efekttf masih
sulit dilakukan . Konsultasi dengan panel ahli dipedukan.
Untuk rejimen berbasis rimnazir-bo,isted PI , pcmeriksaan lipid (trighserida dan kolesterol,
jtka mungkin LDL. dan HIM .) dilakukan settap 6-12 bulan.

20

Tuberkulosis

20.1. Bagan Skrining Kontak TB dan Tata Laksana


Bila Uji Tuberkulin dan Foto Rontgen Dada
Tidak Tersedia

-1nak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak


T13, tanpa tanda/gejala yang mendukung'IB

Riwayat kontak TB (dewasa):


.Apapun sputum posinf atau
kultur positif
Kontak eras

Tidak
Tindal: lanjut reguler

Ya
'I'idak

RIinis sehat
Tidak ada tanda/gejala TB

1'a

IPT Irarus diberikan selama


6 bulan untuk mencegah
perkembangan penyaklit aktif TB

IP'I' = Isontatiid Prevention Therapy

r Penilaian penyakit'1'B

5o

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Catatan:
Banyak midi menemukan hahwa tnencart kontak 'TB penting dalam
identifikasi kasus TB baru dan dirckomendasikan olch ATHO dan
Ldernational Union _-1gaints 1 uberrnloses and Lrrit,g Disease.
Direkomendasikan bahwa senlua anak terinfeksi HIV yang memiliki
kontak TB dalatn satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB
dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap harm selanla
minimal 6 bulan).
Anak yang nnggal bersama dengan pendenta't'B pulmonal dengan apusan
positif (atau dinyatakan mcnderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak
dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko itlfeksi lebih besar
bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah
dengan bayi.
Cara terbaik tultuk deteksi infeksi TB pada anak adalah till tuberkuhli
dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk
kontak penyakit 'I'B. Apabila uji tuberkuhn dan foto rontgen dada tidak
tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata
laksana terhadapnya.
Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menemukan apakah anak sehat
atau simton atik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak
memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku
pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga
hartts tersedia untuk sumbcr TB pulmonal dengan apusan negatif Apabila
anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala,
nlaka diagnosis 'IB perlu dican, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila
asimtonlatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada
kebijakan nasional.
Tcrapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah
isoniazid 5 mg/kgBB setiap harm sclama 6 bulan.
Tindak laniut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap.
Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak
dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.

51

Tuberkulosis

20.2. Bagan Uji Tapis Kontak TB dan Tata Laksana


dengan Dasar Uji Tuberkulin dan Foto
Rontgen Dada

Anak tanpa melihat usia, mempunyai riwayat kontak


TB, tanpa tanda/gejala yang mendukung TB

I
F Riwayat kontak TB (dewasa):
. Apapun sputum positif atau
kultur positif
Kontak erat

'1"idak
^

Tindak lanjut reguler

Penilaian penyakit'1B

Ya

Minis sehat
'1'idak ada randa/gejala 'IB

Tidak

Ya

C Uii tuberkulin positif Tidak


dan/atau foto rontgen
dada positif

Ya

Penilaian penyakit TB

IPT harus diberikan


selama 6 hulan untuk
mencegah perkembangan
penyaklit aktif TB

52

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Uji Tuberkulin
Uji tuberkuhn harus distandarisasi di setiap negara, balk menggunakan
tuherkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar
5 TU (tuberculin unit, ataupun tuherkulin PPI) RT'23. Kcduanya memberikan
reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus
terlatih dalam melakukan clan membaca hasil uji tuberkulin.
Uji tuberkulun dikatakan positif bila:
Pada anak dengan risiko tinggi (tcrmasuk anak terinfcksi HIV dan gizi
buruk, seperti adanva tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter
indurasi > 5 min
Pada anak lainnya (balk dengran atau tanpa vaksin Bacille (.almette-Guerin,
B(,G): diameter indurisi > 10 min

Nilai Uji
Uji tuberkulin dapat digtinakan untuk menyaring anak yang terpajan
TB (misalnya dengan kontak TB pada sate rumah), nanuin anak tetap dapat
menerima kemoprofilaksis meskipun up tuberkulin tidak tersedia.

20.3. Diagnosis TB Pulmonal dan Ekstrapulmonal


Diagnosis TB pada anak membutuhkan penilaian yang menycluruh,
meliputi anamnesis teliti, pemeriksaan Minis dan pemeriksaan yang terkait,
seperti uji tuberkulin, futo rontgen dada dan mikroskop apusan sputum.
Sebagian besar anak yang tennfeksi TB terkena '1B pulmonal. Meskipun
konfirmasi bakteriologi tidak sckalu tersedia namun harus dilakukan jika
nningkin, seperti pemenksaan nukroskopik sputum anak yang dicurigai
TB pulmonal bila anak sudah mampu mengeluarkan sputum.
Bergantung umur anak, sainpai 250o TB pada anak adalah TB
ekstrapulmonal, tempat paling sering adalah kelenjar getah bening, pleura,
pcnkardiuin, meninges (Lan TB miliar. Anak dengan penyakit I IIV lanjut
bcrisiko tinggi unttik'lB ekstrapulinonal.

Terapi percobaan dengan obat anti TB tidak dianjurkan sebagai metode


diagnosis presumptif TB pada anak. Setelah diagnosis TB ditegakkan,
maka terapi Icngkap harus diberikan.

a Wi 10 Guidrna for National Tnbemdotis Programmes on the Alan, emenI of Tuberculosis in (:hi4Hen 20(M

Tuberkulosis

53

Pendekatan rekomendasi untuk diagnosis TB a


1. Anannesis teiti (termatiuk Mayat kontak TB dan gejala konsisten dengan'IB)
2. Pemeriksaan klinis (termasaik penilaian pertumbuhan)

3. Uji tuberkulin
4. Konfirmasi bakteriologi apabila memungkmkan
5. Imestigasi yang berkaitan dengan suspek 'IB pulmonal dan ekstrapulmonal
6. Uji HIV (di area dengan prevalenst I lIV yang tinggi)

20.4. Definisi Kasus TB b


Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum positif
1. Dua atau lebili pemeriksaan apusan sputum uusial menunjukkan BTA
positif, atau

BTA positif dan ada


abnormalitas radiografi sesuai dengan'1B pulmonal aktif , yang ditentukan

2. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan

oleh klinisi, atau


3. Satu pemeriksaan apusan sputum menunjukkan BTA positif dan kultur
positif untuk M. tuberculosis.
Anak dengan apusan sputum positif umumnva sudah berusia remaja atau anak
pada usia berapapun dengan penyakit intratorak berat.
Tuberkulosis pulmonal, apusan sputum negatif
Kasus TB pulmonal yang tidak memenuhi definisi di atas untuk apusan
positif. Kelompok ini termasuk kasus TB yang tidak ada hasil pemeriksaan
sputum, dan lebih sexing pada kasus anak dibandingkan dewasa.
Catatan:
Sesuai dengan standar pelayanan kesehatan masyarakat, kriteria diagnosis
untuk 'IB pulmonal harus meliputi:
Minimal 3 sputum mentmjukkan BTA ncgatif, dan
Abnormahtas radiografi sesuai dengan TB pulmonal aktif, clan
Tidak berespons dengan pemakaian antibiotik spektrum luas, dan
Keputusan untuk memben kemoterapi tuberkulosis terletak pada k inisi

a IY'110 Grddana for National Tubrrrulosis Programmes on the Management of Tuhemilosis in C:hildrrn 2006
b 00110 Guidana for National Tubemdads Programmes on the Management of Tubenwlosis in Oildren 2006

54

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretrovlrat Pada Anak DI Indonesia

TB ekstrapulmonal
Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak
dengan TB pulmonal dan c k strap ulmonal harus diklasifikasikan dalam
kelompok TB pulmonal.

20.5. Pengobatan TB

Terapi anti TB
Pedoman internasional merekomendasikan bahwa 'lB pada anak yang
terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak
yang tidak tcrinfcksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi IIIV
harus diobati dengan rejimen rifampisin selatna durasi pengobatan, karena
penggunaan etambutol pada kasus de,,,wasa dengan mnfeksi HIV tuituk masa
lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan
'I'B, terniasuk yang tennfeksi IIIV, mempunvai respon yang bagus terhadap
rejimen sclania 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan
seperti ketidakpatuhan bcrobat, absorpsi obat yang buruk, resistensi obat dan
diagnosis banding, harus diselidiki lcbih lanjut pada anak yang tidak mengalatni
perbaikan dengan terapi anti TB
Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama untuk dewasa dan anak b

'1'iga kali seminggu

Setiap hari
Obat

Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Erambutol

Maksimum

(mg)

Dosis dan
rentang
(mg/kgBB)

300

10 (8 12)

600

10 (8-12)

600

35 (30-40)

30 (25-35)

15 (12-18)

Dosis dan
Rentang (mg/
kgBB )

Maksimum
per hari

5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
Anak 20 (15-25)

per hari
(mg)

Denvasa 15 (15-20)
Strcptomicin

15 (l2 18)

a WHO G,idan a for National Taberoelo, as Programmes on the Management of T abenmlosis in Children 2006
b W'Tlo T'natment of 1 irbenulosir Giidel' nes for :'atonal Programmer 2003

Tuberkulosis

55

Catatan:
i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg)
daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik
(konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa
pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etarnbutol sering dihilangkan
dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan
toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebii muda, literatur
menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/
hari (rentang 15-25 mg/kg).
ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena
injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan
kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada
anak terutama untuk menuigitis 'I'B pada 2 bulan pertama.
Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB
secara umum sarna antara anak dengan dewasa. Kasus barn masuk kategori I
(apusan Baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan
keterlibatan parenkim luas, bentuk 'I'll ekstrapulmonal yang berat, penvakit
I IIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal,
ch luar kategori I, bentuk TB ekstrapuhnonal yang lebih rungan).
Sebagian besar kasus TB anak adalah '1'B pulmonal dengan apusan
negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk
dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan
jaringan pulmonal yang luas atau bentuk T'B ekstrapulmonal yang berat (seperti
TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis
TB dan TB miltar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang
sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya
terdapat apusan positif '1'B pulmonal) atau kategori IV (kronik dan mullidrug
resistant MDR-TB). Terapi TB pada anak yang terinfeksi IIIV memerlukan
perhatian khusus.

56

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Rekomendasi rejimen pengobatan untuk anak pada setiap diagnosis


kategori TB

III

11i pulmu_mal apusan


ncgatif Baru (di luar

211RZ

-11 IK .trio 611F

kategori 1)
Bcntuk TB
ekstrapulmonal yang
lebih ringan
1

. Apusan Baru positif


"IB pulmonal
Apusan Baru negatif
TB pulmonal

21 IRZE

41-IR atau 61-IE

'1B dengan keterlibatan


parcnkim paru luas
Bentuk T13
ekstrapulmonal
yang berat (scI un
meningitis TB)
Penyakit penyerta I IIV
yang berat
I

Meningitis 'IT3

2RT IZS

1ORII

11

TB pulmonal apusan

2HRZES/
1I-IRZE

5HRE

positif yang sebelumnva


telah diobati
relaps
pcngobatan setalah
putus obat
kegagalan pengohatan
IV

Kronik dan MMDR- I'B

Rejimen dirancang per individu

F = etambutol; I I = isoniazid; R = rifampisin; S = streptomisua;


Z = pirazinamid, MDR = multtdrug-resistant

Tuberkulosis

57

Catatan:
i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama
fase inisial clan face lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang
lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu
ii. Selain kategon I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama
fast inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan
negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi olch
basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak Sang lebih muda yang
terinfeksi TB primer. Petnilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh
kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien.
in. Rejimen 2IIRZE/611E dihubungkan dengan tingkat kegagalan
pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang
menggunakan rifampisin dalam Ease lanjutan.
iv Pada meningitis'1'B, meskipun tergolong kategori 1 digunakan streptomisin
untuk mcnggantikan etambutol.

Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan
setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalarn hitungan bulan. Nomor
subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dusts obat per
minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum
setiap Bari.

Contoh 2H RZ/4 H aR a
Fase inisial terdin dari 21 IRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat
diminum setiap hari, yang terdii dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid.
Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, schingga durasi Ease tersebut 4 bulan,
dengan isoniazid clan rifainpsisin clinunum 3 kali dalam semuaglna.

21

Diagnosis Minis dan Tata Laksana


'nfeksi Oportunistik pada Anak
Terinfeksi HIV 11

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunlstlk Pada AnakTerlnfeksl HIV

00
c

O ^,Gc L
N r . -i
..
7

N
R

O ..

y
:a r^

u
'O

K C
L
,d
C

C
.^, ti
nt K on

^: pQ C
K
R
o

R rL
Y

ea

do

y
.L
C

cE

y
aC.

`^
w

tz

0
7
;v E Y

a
4

C'

fi

y Gc a ^tc

G C
C.

00
C R R

Y b L
_

Y C
M

0.

G
.C

o .^

O -

to

ti!

a C

'E

^^
C

' . .. I C w+ Or
^^

Lt G 00

R e

CC

-w

v
R

V
R

59

60

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

^ x

'= E
:
C v

C C n

^ Q

'o

"

C F
R

E r

o
lL'

cCTt,
w

E -a CL

r_

cd iy V
y 'C
Y
Y
r
C E 7 QC

C 'C
C C .r
C
'.
n
cCi

oc

c
L

.^

d G

.:

v r 1
h Y

'yJ

L r
.. L

K ^, e

N';
F tiy
y
Y

v 7 C
^
_
7 y
3 nt

v
R

F M; E E 3

NE

1a
.^ F .G

C 'O

:C OC

G '_' e o v

Ll 'LS R

E?

sa

C- y

s r
- C C- - ^; o .

M
E ^c

1
'b ^
v C ^

f C

c.E C Y x o .E
9 y\ o w
C= M
r-I E

cI

E.
o

'+^ v

y to

o \

`
o

:: N

-3

.V

GC

3
v

L
U

0.

p .R.

E c W v

c c

i4 C
u

E a
3

a^? r E E
c

r F

c:

61

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV

.r E

E
EfX
. o
^ :a\ h
C

x A C v n
C
^
u\^
C CC

.sC X .- $ Y\
^
y M' ; v \ X

.^q

^^

^^ E y

K v,^r. OC M

_ y

v.,, SOYA IE.

"a

-U E
o -O
C
a vJ u G\

EPQ o a rvC

a.t

j\

..

04

so
G
^- - v.N E E
a
p

E G o x
vx
sa x a x
^n -

+
/

er,

C ^=

o a

v
C

C
^

v c

a
m p

N
^On

R a

C o E y 5
y E L A r a
c
e c .^ o
C 2 O L 1

b
C

U o E E p
1 a C.
v rnc;' ^

6nY u

" a

`c z 15
? ti

^`d

kd

^] r s L
K R `
QEQ

m x

8 v

GK

ti c

cE

O
Cq a '
c v ir
' Eu uE Cu
E ^?
c^ c
N
b
E -o c E a as c v ^,a s >. E

b C

E
r

4
NO

O
0

7. .5
u '- Q

G
C _ AQ

E E

m
b

73
73

x e v
au 4
^ E

ri

Soo K v .o

A- c n . ^ C-

e
t

E
i

L ^
c.
c u
^
r

E C E 0
N ^+
aon
U
c a c c x v x 'Oe

62

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

< t _

e 7 E
c

EclE
s

^r
^

e7

o v\ y G
71

pq

G
_

G C

t4 C- t. Q

s c c G i
y c 9 c_ a

it r

v o I^ E

[^

ca

^^

a 73
ti x
^^ y ^
v. ..
c

d^

.i _ U h t"

C :e SC)J

t0 -j W
R
C-.
a

G G

C-

r
C

'D
y

r J

C
y

E:_,

...

s4^

eE

^.
v, A

a.^-

eC

^- C
R

0. dC

.' C

C. 11

C(^'
v y ccC

tko

E o v ^ >. x=
C

L
C

w G

C.

t:

:'

5 .c ac

73

F .v.

i v

y ^' 2

w ^ Z

y R

K ,YJ

C
0.C

,^

C W,

C.. R

-a -5 v
R

C cRe '^ y
L Cl.

. C 0. C J

'O

X G

a
7C .
C

,^

CL

tz

"O
,..

y C C

R A

O!

J O C..
R
C

.SC

1=
C

Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV

b u x

Y r

Ev

0 c a

" x

W.

. ^ a E c .Y oc no
GE
my oG
0.

CC u

.0

c 7 _

3 E
C- E

00 C^

b c .E
K E y
olj^ u

_ a
fi
r'

0
:J

C 0 J

05

u E o
P-'9 c

y c^

.i0 ^ L
N

7 0
C

^ x E

y
G

63

64

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antlretroviral Pada Anak DI Indonesia

Lampiran A, Bagian A:
Stadium Minis WHO Untuk Bayi dan Anak yang
Terinfeksi HIV a, b
Stadium klinis 1
Asimtomaril:
I,imfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2
1 Iepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana
Erupsi pruritik papular
lnfeksi virus wart lugs
r inguLzr i hei&ks
Moluskum kontagiosum luas

IJIserasi oral berulang


Pembesaran kelenjar parotis persisten yang ridak dapat dijelaskan
f.ritema ginggival lineal
Ilerpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau benilang (otitis media, otorrhoca, sinusitis, tonsillitis
Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang ridak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap
terapi standara

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih) a
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dan 37.5C intcrmiten atau konstan, >
1 bulan) a

Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu pcrtama kchidupan)


Oral b dn- leukoplaks'a
Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

TB kelenjar
TB Paru
Pneumonia baktcrial yang berat dan berulang
Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
Penyakit paru-berhubungan dcngan HIV yang krotuk rermasuk bronkiektasis

Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl ), neutropenia (< 500/mm') atau
rrombosiropenia (< 50 000/ mm3)

Lampiran A

Stadium klinis 4 n
Malnutrisi, toasting dan stunting berat yang tidak dapat dijclaskan dan ridak beres. pons
terhadap terapi standara
Pneumonia pneumosistis
lnfeksi bakterial berat yang berulang (misalnva empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
Infekst herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi
manapun)
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset
umur > lbulan
Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis, coccidiomvcosis)


Kriprospoddiosis kronik (dengan diarea)
Isosporiasis kronik
Infeksi mikobakteria non-tuherkulosis diseminata

Kardiomiopati atau nefropari yang dihubungkan dengan HIV yang simtomatik


Limfoma sel 13 non-Hodgkin atau limfoma serebral
Progressive multifocal leukoencephalopathy

Catatan:
a. l'idak dapat dijelaskan ebrarn kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan olch sebab yang lain
b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat discrtakan pada kategori ini

65

66

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapl Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia

Lampiran A, Bagian B:
Kriteria Presumtif dan Definitif Untuk Mengenali
Gejala Minis yang Berhubungan dengan HIV/
AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan
Terinfeksi HIV a

Stadium Minis I
:lsimtomatik

'I idak ada kcluhan rn;tupun tanda

Diagnosis klinis

I,imfadenopati
gencralisata
persisten

Kclenjar Iimfc mcmbesar atau

Diagnosis Minis

membengkak > 1 cm pada 2 atau


Icbih lokasi yang tidak berdekatan,
sebab tidak diketahui

Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali
persisten yang tidak

Pcmbesarut han dan limpa tanpa


sebab pang jelas

Diagnosis klinis

Iasi vesikular pruntik papular.


Senng juga ditemukan pada anak
yang tidak terinfeksi, kemungkinan
skabies atau gigitan scrangga harus

Diagnosis klinis

dapat dijclaskan
Erupsi pruntik
papular

disingkirkan
Infeksi fungal pada
kuku

Paronikia fungal (dasar kuku


mcmhengkak, mcrah dan nyen)
atau onikolisis ',Iepasnya kuku tanpa

Diagnosis klinis

discrtai rasa sakit)


Onikomikosis proksimal benvarna
putih jarang timbul tanpa disertii
imunodcfisiensi
Keilitis angulans

Sariawan atau robekan pada sudut


mulct bukan karena defisiensi
vitamin atau Fe membaik dengan

Diagnosis Mints

terapi antitungal

67

Lampiran A

Erirccnm:i ginggnva
Linea

<;ans / pita eritem yang mengikuti

Diagnosis Minis

kontur garis ginggiva yang bebas,


sering dihubungkan dengan
perdarahan spontan

Infeksi virus wart


luas

Lesi wart khas, tonjolan kulit berisi


seperti huliran bergs ukurin kecil,
teraba kasar, atau rata pada telapak
kaki (lantar warts wajah, meliputi >

Diagnosis klinis

5'o permukaan kulit dan merusak


penampilan
Moluskum
kontagiosum luas

Lesi: benjolan kecil scwarna kulit,


atau keperakan atau merah muda,
berbentuk kubah, dapat disertai
bentuk pusat, dapat diikuti reaksi

Diagnosis klinis

inflamasi, meliputi 5% perrnukaan


tubuh dan ganggu penarnpilan
Moluskum raksasa menunjukkan
imunodefiensi lanjut
Sariawan berulang
(2 atau lebih dalam
6 bulan)

Kondisi sekarang ditambah paling


tidak I episode dalam 6 bulan
terakhir. Ulserasi afta bentuk

Diagnosis klinis

khasnya adalah inflamasi berbentuk


halo dan pseudomembran berwarna
kuning keabuan
Pembesaran kelenjar
parotis yang tidak
dapat dijelaskan
I lerpes zoster

Pembengkakan kelenjar parotis


bilateral asimtomatik yang dapat
hilang timbul, tidak nyeri, dengan
sebab yang tidak diketahui

Diagnosis klinis

Vesikel yang nycri dengan distribusi


dermatomal , dengan dasar eritem

Diagnosis klinis

atau hemoragik, lesi dapat menyatu,


tidak menyeberangi garis tengah

68

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

lnfcksi Saluran

Episode st:at ini den , iii j .

^lapas Atas
herulang ,tiro kronik

tidak 1 episode lain dalam 6 bulan


terakhir. Gejala: dcmarn deng,ur
nyeri wajah unilateral dan sekresi
hidung (sinusitis) atau nyeri telinga

lhat^^:i, !.linis

dengan pembengkakan membran


(otitis media), nyeri tenggorokan
disertai batuk produktif (bronkitis),
riven tenggorokan (faringitis) dan
hatuk mengkungkung seperti croup.
Keluar cairan telinga persisten atau
rekuren
Stadium klinis 3
M:rlnutrisi scdang
yang tidal: dapat

Penurunan herat badan: Berat di


bawah - 2 standar deviasi mcnurut

Pcmctaan pada graft


pertumbuhan, BB

dijelaskan

umur, hukan karena pembenan


asupan makan yang kurang dan

terletak di bawah 2SD, berat tidak naik

atau adanya inteksi lain, dan tidak


berespons secara baik pada terapi

dengan tata Iaksana

standar

Diare persisten
yang tidak dapat
dijelaskan

Demam persisten
yang tidak dapat
dijelaskan
> 37,5C
intcrnuten atau
konstan, > I bulan)

Diare berlangsung 14 han atau lebih


(feses enter, ? 3 kali schari), tidak
ada respons dengan pengohatan

standar dan scbab


lain tidak dapat
diketahui selama
proses diagnosis
Pemenksaan
analisis feses tidak
ditemukan penyebab.

standar

Kultur feses dan


pemenksaan sediaan
langsung steal

Dilaporkan sebagai dema-n


atau berkenngat malam yang

Dipastikan dengan

berlangsung > I bulan, haik


intcrrniten atau konstan, tanpa
respons dengan pengobatan
antibiotik atau antimalaria.
Sebab lain tidak ditemukan pada
prosedur diagnostik. Malaria harus
disingkirkan pad, daerah endemis

riwavat suhu > 37.5C,


dengan kultur darah
negatif, uji malaria
negatif, Ro toraks
normal atau tidak
berubah, tidak ada
sumber dcmam yang
n ata

69

Lampiran A

7 kandidlasis oral
persisten
(di luar masa 6-8

Phil; kckuningan atau putih yang


persisten atau bcrulang, dapat

minggu pert ma
kehidupan)

diangkat (pscudomembran) atau


bercak kemerahan di lidah, palatum
atau garis mulut, umumnya nyeri
atau tegang (bentuk eritem)

Oral hairy leukoplakia

Bercak linear berupa garis pada tepi

Kultur atau
pemcriksaan
mikroskopik

Diagnosis klinis

lateral lidah, umumnya bilateral,


tidak mullah diangkat
TB kelenjar

Limfadenopati tanpa rasa nyeri,


tidak akut, lokasi terbatas sate regio.
Membaik dengan terapi TB standar
dalam 1 bulan

Dipastikan dengan
pemeriksaan
histologik pada
sediaan dari aspirat
dan diwarnai dengan
pcwarnaan atau
kultur Ziehl Neelsen

TB Paru

Gejala non spesifik seperti batuk


kronik, dcmam, keringat malam,
anoreksia, dan penurunan berat

Sat atau lebih apusan


sputum positif
dan/atau kelainan

badan. Pada anak lebih besar


mungkin ditemukan batuk berdahak

radiologis yang
konsisten dengan TB
aktif dan/atau kultur
M. tuberculosis positif

dan hemoptisis. Terdapat riwayat


kontak dengan penderita TB dewasa
dengan apusan positif
Pneumonia bakterial
yang berat dan
berulang

Ginggivitis atau
stomatitis ulseratif
nekrotikans akut

Demam dengan napas cepat, client


indraa-ink, napas cuping hidung,
mengi dan merintih. Rongki atau
konsolidasi pada auskultasi. Dapat
membaik dengan antibiotik.

Dipastikan dengan
isolasi bakteri dan
spesimen yang
adekuat(sputum

Episode scat ini ditambah 1 episode


lain dalam 6 bulan terakhir

yang diinduksi,
cairan bersihan
bronkus, aspirasi
paru)

Papila ulseratif gusi, sangat nyeri,

Diagnosis klinis

gigi rontok, perdarahan spontan,


berbau tidak sedap, gigi rontok dan
hilang cepatnva massy tulang tissue

70

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

1 T M

IJP simtomatik

Tidak ada pcmcrik;.i.ii Iui

1)1 "71 1,.IK,ul


Ito dada: infiltrit,
uaterstisial,
retikulonodular
bilateral, berlangsung
> 2 hulan, tanpa ada
respons pada terapi
antibiotik, dan tidak
ada patogen lain
ditcmukan. Saturasi
oksigen tetap di
< 90- o. Mungkin
terlthat hersama kor
pulmonale dan fatigue
karma peningkatan
aktivitas fisik.
Histologi memastikan
diagnosis

Penyakit paru
berhubungan
dengan I ITV,
termasuk
hronkiektasis

Riwayat batuk produktif, lendir


purulen (pada bronkiektasis) dengan

Pada Ro paru dapat

atau tanpa disertai bentuk jan tabuh,


halitosis dan krepitasi dan atau

diperlihatkan adan}a
kista kecil-kecil dan
atau area persisten

mengi pada saat auskultasi

opasifikasi dan /atau


destruksi lugs paru
dengan fibrosis, dan
kehilangan volume
paru

Anemia yang tidak

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Diagnosis dengan

dapat dijelaskan
(< 8g/dl), atau

pemeriksaan
laboratorium, tidak

neutropenia
(<1000/mm3) atau
trombositopenia
kronik
(< 50 000/ mm3)

disehabkan olch
kondisi non-I III'
lain, tidak berespons
dengan terapi
standar hematinik,
antimalana atau
atitihelmintik sesuai
pedoman IAICI

71

Lampiran A

Stadium Minis 4
^Ialnutrisi, asting
dan stunting herat

Pcnunman beat badan persisten,


tidak disclrabkan oleh pola makan

yang tidak dapat


dijelaskan dan tidak
berespons terhadap
terapi standar

yang buruk atau inadekuat, infeksi


lain dan tidak berespon adekuat
dengan terapi standar selama 2
minggu. Ditandai dengan : wasting
otot yang berat, dengan atau tanpa
edema di kedua kaki, dan/arau

Terraratnya Berta
menurut tinggi atau
berat menurut umur
kurang dari - 3 SD
+/- edema

nilai BB/TB terletak - 3SD, sesuai


dengan pedoman MCI WHO
Pneumonia
pneumsistis (PCP)

13atuk kering, kesulitan nafas yang


progresif, sianosis, takipnu dan
demam, cheytindrauing, atau stnd(,r

Pemeriksaan
mikroskopik
imunofluoresens

(pneumonia begat atau sangat bcrat

sputum yang

menurut BIC]). Biasanya onset


ccpat khususnya pada bayi < 6

diinduksi atau cairan

bulan. Berespons dengan terapi


kotrimoksazol dosis tinggi (baik
dengan atau tanpa prednisolon)
Moto Ro menunjukkan infiltrat

bersihan bronkus
atau histologi
jaringan paru

perihilar difus bilateral.


Infeksi hakterial
begat yang berulang
(misalnya empiema,
piominsitis, infeksi
tulang dan sendi,
meningitis, kecuali
pneumonia)
Infeksi herpes
simplex kronik
(orolahial atau
kutaneus > I bulan
atau viscralis di
lokasi manapun)

Demam disertai gejala atau tanda


spesifik infeksi lokal. Berespons
terhadap antibiotik. Episode saat ini
ditambah 1 atau lebih episode lain
dalam 6 bulan terakhir

Lesi orolabial, genital atau anorektal


yang nyeri, berat dan progresif,
disebabkan oleh infeksi HST' saat ini
atau lebih dari I hulan

Diagnosis dengan
kultur spesimen
klinis yang sesuai

Diagnosis dengan
kultur dan/atau
histologi

72

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

ndidiasi^^
csofagus
(atau
I' ll
trakea, bronkus , atau
paru)

menelan (makanan padat atau


c,uran). Pada bayi, dicurigai bila
terdapat kandidiasis oral dan anak
menolak malk an dan/atau kesulitan
atau menangis saat makan

nosis dengan
penarnpilan
makroskopik
saat endoskopi,
makroskopik dan
jaringan atau
makroskopik dengan
bronkoskopi atau
histologi

TB ekstrapulmonar

Penyakit sistemik biasan}Ia berupa


den-Lim berkepanjangan, keringat
malam, pcnurunan berat badan.
Manifestasi klinis terguttung organ
yang terlibat seperti piuna stenl.
penkarditis , asites, efusi pleura,
meningitis, a-tntis, orkitis. Berespons
terhadap tcrapi standar anti ' 1'I3

Sarkoma Kaposi

Penampakan khas di kulit atau


orofanng berupa bercak datar ,
persrsten, berwarna merah muda
atau merah lebam, lesi kulit biasanya
berkembang menjadi nodul

Diagnosis dengan
makroskopik BTA
positif atau kultur
A1 . tuberarlotf, data
darah atau spesimen
lain, kecuali sputum
atau bilasan bronkus.
Biopsi dan histologi
Tidak diperlukan,
namun dapat
dikonfirmasi mclalui:
lesi tipikal berwarna
merah keunguan
dilihat mclalui
bronkoskopi atau
endoskopi; massa
padat di kelenjar
hmfe, visera atau paru
dengan palpasi atau
radiologi ; histologi

Infeksi
sitomegalovirus
(CMV), retinitis
atau infeksi CMV
pada organ lain,
dengan onset urnur
> I bulan

Ilanya retinitis. Retinitis CMV


dapat didiagnosis olch klinisi
berpengalanan: lesi mata tipikal
pada pemenksaan funduskopi serial;
bercak diskret keputihan pada
retina dengan batas tcgas, menyebar
sentrifugal , mengikuti pembuluh
darah, dikaitkan dengan vaskulitis
retina, perdarahan dan nekrosis

Diagnosis definitif
dibutuhkan dan
infeksi di organ
lain. Histologi, PCR
cairan serebrospinal

73

I ampiran A

Toksoplasmosis
susunan saraf pusat

Demam, sakit kepala, tanda


neurologi fokal, kejang. Biasany a

(umur r > I bulan)

berespons dalam 10 hari dengan

multipel atau tunggal

terapi spesifik

dengan efek desak


ruang/penyangatan

CT scan
menunjukkan lesi

dengan kontras
Kriptokokosis
ekstrapulmonar
termasuk meningitis

Ensefalopati HIV

Meningitis: hiasanya suhakut,

Diagnosis dengan

demam dengan sakit kepala berat


yang bertarnbah, meningismus,

mikroskopik cairan
screbrospinal

bingung, perubahan perilaku,


dan bercspons dengan terapi
kriptokokus

atau tinta India),

(pewarnaan Gram
serum atau uji
antigen dan kultur
cairan seebrospinal

Minimal sane dari berikut,

Pemeriksaan

berlangsung minimal 2 bulan, tanpa


ada penyakit lain:

radiologis kepala
dapat menunjukkan

gagal untuk mencapai, atau


kehilangan, developmental
milestones, kehilangan
kemampuan intelektual,
atau
kerusakan pertumbuhan otak
progresif, ditandai dengan
stagnasi lingkar kepala,
atau
defisit motor simetrik didapat
dengan 2 atau lebih dari paresis,
reflek patologi, ataksia dan
gangguan jalan (gait disturbances)

atrofi dan kalsifikasi


ganglia basal
dan meniadakan
penyebah lain

74

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

KmidlNi Klink
\Iikosis endemik

Diagnosis Klinis
Tidak ada pemcrikst;in presumtif

I Il:r I ,.i"MVa

diseminata
(histoplasmosis,

pembentukan
granuloma

coccidiomycosis)

Isolasi: deteksi
antigen dan janngan
yang sakit, kultur
atau mikroskopik
dari specimen klinis
atau kultur darah

Infeksi mikohakteria
non-tuberkulosis

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Gejala Minis
nonspesifik meliputi
penurunan berat
badan progresit,
den><am, anernia,

diseminata

keringat malam, fatig


atau diarc , ditambah
dengan kultur spesies
mikobaktena atipikal
dari feses, darah,
c<uran tubuh atau
jaringan tubuh lain,
kecuali paru
Kriptosporidiosis
kronik

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Kista teridentifikasi
pada pemeriksaan
feses menggunakan
modifikasi ZN

75

Lampiran A

Isosporiasis kronik

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Identifikasi Isospora

Limfoma sel B

Tidak ada pemeriksaan presumtif

Diagnosis dengan
pencitraan SSP,

non-I lodgkin atau


limfoma screbral

Progreni e multifocal
lcukoencephalopath}y
(PAL)

dan histologi dari


spesimen yang
terkait
Tidak ada pemeriksaan presumtif

Kelainan neurologis
progresif(disfungsi
kognitif, bicara/
berlalan, rTsualloss,
kclcmahan tungkai
dan lumpuh saraf
kranialis) dibuktikan
dengan hipodens
substansi alba otak
pada pencitraan atau
PCR poliomavirus JC

Nefropati karena

Tidak ada pcmeriksaan presumtif

Biopsi ginjal

Tidak ada pemcnksaan presumtif

Kardiomegali
dan bukti

I IIV simtomatik
Kardiomiopati
karena HIV
simtomatik

buruknya fungsi
jantung kiri yang
dihuktikan melalui
ekokardiografi

76

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapi Antiretroviral Pada AnakD1 Indonesia

Lampiran B:
Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi
Oportunistik l- ii

Apakah anak datang dengan batuk?

_lnak dengan batuk (tanpa mclihat usia)

Oksigen dan foto


rontgen dada a

Diagnosis
presumtif:
pneumonia

Diagnosis
presumtiE LIP
atau infeksi

baktcri Diberikan

respiratorius akut

anribiotik

oleh virus

Lihat prosedur 20

a. Foto rontgen dada liarus dilakukan, jika tersedia


Pneumonia bakteri : intiltrasi lobar atau bercak-bercak
PCP: infiltrat interstisial bilateral
'IT3 primer: pembesaran hilus atau nodus limfe paratrake l dengan
infiltrasi pulmoiial
l imphoid Interstitial Prtermronitis

(LIP): infiltrat retikulonodular

interstisial bilateral persisten


Diagnosis presumptif (berdasarkan foto rontgen dada) harus didasan pada
tanda klinis dan pemeriksaan tambahan bila terscdia, seperti mikroskopi
sputum dan efusi pleura.

Jn"ted management of adolescent and adulthood and illness. I$'1-HO 2006 in punt
Clinical management t f HI1 '/AIDS, .1Iinutry of Pubic Health Thailand 2004

77

Lampiran B

Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto
rontgen dada

Distres pernafasan berat


dan hail foto rontgen dada a

Dalam profilaksis

Tidak

kotrimoksazol

Pertimhangkan PCP b
Terapa dengan kotrimoksazol
15-20 TMP/kgBB/hari, setiap
6 jam, selama 14-21 hari b

Ya
Pernmbangkan pneumonia bakteri.
Terapi dengan ampisilin intravena atau
sefalosforin generasi ketiga c intravena

a. 1 Soto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia


Pneumonia bakteri: mfiltrasi lobar atau bercak-bercak
PCP: infiltrat interstisial bilateral
b. PCP merupakan penyakit serius pads anak yang terinfeksi HIV. PCP
sangat dicurigai pada anak dengan distres pernafasan akut dan tidak ada
riwayat konsumsi profilaksis primer. Terapi TMl'-SMX dosis tinggi harus
segera diberikan. Steroid mengurangi mortalitas pada kasus PCP berat.
Pada keadaan intoleransi TMP-SMX, obat alternatif yaitu dapson +
trimetoprim atau primakuin + klindamisin.
c. Ampisilin 25 mg/kgBB intravena atau intramuskular, setiap 6 jam. Pada
area terdapat resistensi obat terhadap Streptococcus pneumonia, diberikan
sefalosporin generasi ketiga, yaitu sefotaksim 50 mg/kgBB intravena, setiap
6 jam, atau seftriakson 80 mg/kgBB /hari intravena atau intramuskular,
diberikan dalam 30 menit, selama minimal 1 i i hari.

78

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia

Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada
Batuk keying dan pcncmuan
foto rontgen dada a

'1'idak

Pneumonia

'1'idak

virus

Prednisolon 1-2 mg/kgBB/

Investigasi lebih
lanjut

Terapi suportif c

hari, I x /hari, selama 14-21


han , taper off

a. Moto rontgen dada harus dilakukan, jika tersedia.


b. limphoid Interstitial Pnetmnorrittic (1.IPP infiltrat retikulonodular interstisial
bilateral persisten. UP hanya memerlukan pengobatan apabila timbul
gejala hipoksemia.
c. Icrapi suportif:
Apabila anak demam (> 39C), yang menyebabkan distres, berikan
parasctamol
Apabila terdapat mengi, benkan bronkodilator kerja cepat
Sekret kental (11 tenggorokan dihisap dengan perlahan apabila anak
tidak dapat mengeluarkannva
Pastikan anak mendapat cairan pemcltharaan setiap hari yang sesuai
dengan usia, namun huidari overhidrasi
Dorong anak untuk makan apabila sudah dapat makan

Po.- R -k of Hospital Carr %r Children. W7 10 C;uidebes far The Management of Common Illnes s enth Limited
Rer^nnr 2005

79

Lampiran B

Apakah anak sedang dare?

Anak dengan diare

Diare selama 4 hari


atau Iebih tanpa
darah pada feses

Koreksi dengan
curan rehidrasi
oral atau cairan
intravena,
kemudian nilai
kembali
Apabila Panda
dchidrasi berat

Obati dengan
antibiotik untuk
shigellosis:

untuk diare

siprofloksasin untuk

kronik

I nvestigasi
lebih lanjut

5 hari

menetap rujuk ke
rumah sakit
Antibiotik jangan
diberikan rutin.
Cari penyebab

Pengobatan
sclcsai

Gantt antihiotik untuk


diare oleh protozoa atau
parasit

Diare Akut
Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi IIIV simtomatik. Daire
akut cair (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai defekasi cair > 3x/
hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman
nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana
untuk penyakit umum pada tenipat dengan sumber daya terbatas.

80

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fisik yang teliti harus
dilakukan untuk mencari uifeksi lain seperti pneumonia.
Kultur feses dapat mengidentifikasi Salmonella, Shigellu clan I ibria cholera
ataupun bakteri patogen lainnya.
Kultur darah clilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik.
Bakteri seperti Sa/nionelia, ,tifycobaclerium arium carp/e\ atau lainnya sering
terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV.
Anak hares diperiksa lagi setclah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang
scbelunmya dialami, usia < 1 tahun, menctapnva darah dalam tinja atau
tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefinisikan sebagai: penambahan
berat badan, hilanfmya demam dan darah dalam tinja, frckucnsi diare
berkurang dan perbaikan nafsu makan.
Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar
disebabkan oleh Shigelth dan hampir semuanya tnemerlukan pengobatan
antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifikasi
Shigella dan bakten patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain:
Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata
Nyerz abdominal
Konvulsi, Ietargi
Prolaps rektal
I^rekuensi defekasi meningkat
Demam
Dehidrasi
Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi
sebagian besar jenis Shi,;el%i, contohnya darn golongan florokuinolon yaitu
siprofloksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya
resistensi yang luas.
Diare kronik
Definisi diare kronik: feces cair (> 3x/hari) selanna ? 14 hari pada anak
dengan gejala infeksi I IIV.
Diare kronik umum tenjadi pada anak yang teninfcksi HIV Apabila anak
tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak
malnutrisi), pantau anak dan pcrtahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab
lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare
asam empedu atau infeksi CMV. Tcrapi empinik dengan neomisin oral
atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi
HIV sendiri dapat mettvebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.

81

Lampiran B

Pemeriksaan nukroskopis untuk mengidentifikasi Candida, Cryptosporrdium,


:Llicrosporidia dan parasit yang dapat menyebabkan diare persisten. Dapat
dilakukan apusan feses dengan pewarnaan tahan asam yang dunodifikasi
dan pewarnaan trikrom yang dimodifikasi. Pada apusan feses dican
adanya darah dan neutrofil. Penemuan 'nil dapat mendukung diagnosis
infekst bakten (seperti Shigella, Sabitonella, Campylobacter). Kultur feses
dapat mengidentifikasi mfeksi bakten.
Tabel di bawah menunjukkan terapi antibiotik untuk diare

Bakteri patogen pada diare kronik

fir'

IMD1;Y9Y

BAKTERI
.Salmonella ( non-typhoidal)
Shigella

Siprofloksasin * 10-15 mg /kgBB, 2x/hari,


selama 5 hari

Escherichia coli

Tanpa antibiotik

Canrpylobacterjquni

Eritomisin 12,5 mg/ kgBB, 4x/hari, selama


5 hari at-au Stprofloksasin* 10-15 mg/kgBB,
2x/hari, sciama 5 hari

Mycobacterium atium complex

Klaritromisin 15 mg/kgBB/hari, 2x/hari,


ditambah F.tunbutol 15-25 mg/kgBB,
4x/hari, ditambah Ritabutin# Gmg/kgBB,
Ix/hari

Mycobacterium tuberculosis

Terapi standar untuk tubcrkulosis

Yen-inia enterocolztiaa

1:MP -SM1X (TMP 4 mg/kgBB,


S%fX 20 mg /kgBl3), 2x/hari, selama 5 hari

VIRUS
Sitomegalovirus

Terapi suportif (terapi dengan gansiklovir


mahal)

Rotavirus Terapi suportif

82

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

PROTOZOA
Crptospos dirim

Tidak ada terapi yang terbukti cfektif,


penvembuhan spontan dapat terjadi setelah
pemberian ARV

Ifopora helk

TAMP-S\^fX PAW 4 mg/kgBB, SAXX 20


mg/kgBB), 4x/hart selama 10 han , kcmudian
2x/hari selarna 10 hart. Terapi pemeltharaan
dapat dipertimbangkan

Giardia lambka

Metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari,


selama 5 hari

Entamoeba hysto/ykca

tiletronidazol 10 mg/kgBB, oral, 3x/hart,


sclama 10 hari

Mu7vjpondla

Albendazol 10 mg/kgBB, 2x/hari, selama 4


minggu (maksimum 400 rng/dosis)

PARASIT
Stroq,yloide.c

Albendazol 10 mg/kgBB, 1x/Iran, selama 3


han (rnaksimum 400 mg/dosis)

JAMUR
Candida alhicans

Nistatin 100.000 IU, oral, 3x/hari, selama 5-7


hart untuk kasus ringan
Altematif : Ketokonazol 5 mg/kgBB/dosis
lx/hart atau 2x/hari atau Flukonazol 3-6 mg/
kgBB lx/hari Ouga dapat untuk kasus sedang
sampai hcrat)

* Tidak dapat digunakan pada bap dan anak < 5 tahun. Kuurolon dikonsumsi secara oral dapat
menyehahkan masalah tulang pada hewan dan hams hart-hati bila diherikan pada anak.
# Rifahutin tidak tersedia di kawasan Asia "lenggara.
Semua dosis unnrk satu kali pembenan.

83

Lampiran B

Apakah anak sedang demam?

Diagnosis
malaria dan
pengobatan
sesuai dengan
pedoman
nasional malaria b

Anak dengan demam

11

I noes tigasi
lebih lanjut dan
terapi suportif
sesuai pedoman
nasional dengue b

Punksi
lumbal (bila
mungkin)

Irhat
lampiran A

Obati
meningitis
dengan
antibiotik
intravena c

a. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh > 37,5C (aksila); 38C (oral);
38,5C (rcktal)
Demam persisten : dcmani lebih dari. 5 hari
Demam rekuren : demam lebih dari 1 episode dakun periods 5 hari
Anak mungkin deniam sebagai akibat penyakit anak uruumnya , penyakit
edemik , infeksi oportunistik atau bakteri yang serius , neoplasma dan/atau
I IIV itu scndin . Dengan adanya kemungkutan tersebut , demam dikaitkan
dengan tanda dan gejala spesifik.
Anamnesis teliti:
Berapa lama demam ?
Apakah ada gejala lain ?
Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak ?
b. Ikuti pedoman tats laksana spesifik.
c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa
tanda abnormalitas neurologi . Ultrasonogram kranial dan / atau abdominal
mungkui berguna . Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobaktenimia mudah dideteksi
melalui aulomaled culture system.

84

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Anak dengan demam persisten atau rekuren

Anak dengan demam pcrsisten atau rekuran

l
Pcriksa:
TB

Tanda/gejala
penyakit terkait
HIV'

Infeksi
Infeksi fungal
sistemik
1h,cobacterium atrium
complex
Bacterial foci
Penyakit virus

Investigasi Iebih lanjut


Investigasi lebih lanjut
dan terapi suportif dan terapi suportif
sesuai indikasi
sesuai indikasi

a. Pcrtirnbangkan:
Panda/ gejala penyakit terkait HIV
Periksa oral thrush
Periksa lesi kulit
Periksa tanda lokal spesifik

Apabila dalam ART, periksa kejadian simpang akibat ARV


Apabila dalam ART, periksa IRIS
b. Apabila dernam tinggi persisten dan curiga infeksi bakteri, periksa infeksi
fokal. Terapi empirik dengan sefotaksim 50 mg/kgBB intravena atau
intratnuskular setiap 6 jam atau scftriakson 80 mg/kgBB/hari sebagai
dosis tunggal dibcrikan dalam 30 menit. lika demam menghilang, namun
sumber masih belum diketahui, terapi dapat dihentikan setelah 7-10 hari.

85

Lampiran B

Apakah anak mempunyai abnormalitas neurologi dan/atau sakit kepala?

Anak dengan abnormalitas


neurologi/sakit kepala

1
Anamnesis teliti:
Apakah terdapat kclcmahan di bagian tubuh
Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma
Apakah baru mengalami kejang
Obat apa yang sudah diminum anak
Apakah anak mempunvai kesulitan konsentrasi / mcmusatkan perhatian
Apakah perilaku anak berubah
Apakah anak tampak bingung
Apakah gejala terjadi tiba-tiba
Apakah gejala berkembang progresif

Pemeriksaan klinis
Apakah ada tanda neurologi fokal
Pcriksa paralisis Hasid
Periksa kekuatan
Masalah berjalan

Masalah berbicara
Masalah pergerakan bola mata
Penksa kaku kuduk
Apakah anak tampak bingung

Jika satu patogen telah dndentifikast, tempi 10 sf suai rekonnendasi (prosedur 21).
jika ada defisit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal Cl'
'Scan dengan
kontras) diperlukan untuk menvingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma
dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan.
Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CI' scan akan menunjukkan inassa
hipodens multipel dengan penyangatan tepi (nng enbuncemenl). Path lunfoma
SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan
kontras. Atrofi otak lebih tnenunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab
lain abnortnalitas neurologi pads arutk terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV,
tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif.
Hitung CI)4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi
oportunistik mana yang ditemukan.

86

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Anak dengan episode abnormalitas neurologi


Anak dengan episode progresif
I

abnormalitas neurologi

J-Disfungsi kognitif
atau motorik
progresif atau sty

Ya

Tidak

Obati sebagai HIV ensefalopati


Terapi suportif
Pertimbangkan ART
Punksi lumbal jika mungkin
Periksa meningitis bakterial

Episode
akut b

Periksa meningitis kriptokokus


Periksa meningitis TB

Cairan serebrospinal menunjukkan


kemungkinan infeksi spesifik c

Ya

)hat Want;
jeiual

Tidak
Kenaikan tekanan
cairan scrcbrospinal

Curiga
Ya perdarahan
SSP arau Iesi
desak massy

Tidak
HIV ensefalopati dan mulai
ART d

a. Definisi: Ensefalopati progresif Penurunan progresif fungsi motorik,


kognitif atau bahasa, bukti hilangnya atau keterlambatan tumbuh kembang,
onset dapat awal sejak tahun pertama kehidupan atau dapat terjadi kapan
saja. Ensefalopati statik: disfungsi motorik dan defisit perkembangan
lainnya yang derajat keparahannya bervariasi, namun tidak progresif,
ditemukan pada pcmenksaan neurologi dan tumbuh kembang secara
serial. Episode akut: onset akut kejang, kelainan neurologi fokal (seperti
toksoplasmosis) atau meningisnn ^ s (seperti meningitis kriptokokus,
meningitis bakterial, meningitis'I'B atau ensefalitis CMV).
Ananuiesis teliti dan pemeriksaan fisik termasuk pcmcriksaan neurologi
dan pemeriksaan tumbuh kembang sangat penting karena penatalaksanaan
episode akut berbeda antara enscfalopati progresif atau stank.

87

Lamptran B

b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat
atau dapat terjadi pada anak yang stuiah didiagnosis ensefalopati HIV.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan:
Meningitis akut: hitting leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram
clan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat
menunjukkan adanya bakteri.
Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan
scl rag'. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau
cairan serebrospinal.
Meningitis fungal: kultur cairan screbrospinal dapat mendeteksi
infeksi jamur.
d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4'T karena penetrasi SSP
yang tinggi.

88

Pedoman TTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
-tom/ 'l

I )irai

oimulasi cian Dosis Anti Retroviral Un

E
E

Anak

89

Lamplran C

rl

"

.0 0 A

t
-^

EA

CG R
^

bpd

JC

E u

ll ri

aC

^p^

k
C] ^i R

'

5 ,c

v M E EGni E d

Cl '^

Al
7 C1

.=

a ='

v EO n M

A
A

E
^3S

Ea
cx` v

'^

q^ o E
F

J k iF'

E E

^
k_

.9 'C A j F C

Ep

'^ ^C U^ k Obi

v
a

"

-b c ro

E
.Q 0
W

L y

a
7

S L

A
O
CO

S
\

,^

3CE
^ E

`A

v`7

r,

m L 'L

"

c E
E

^tl

90 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

60

S x

N1

^
e

6b

v -

a^

x x

c ^

_s

El

'G

o9

r:

... ? n F E
m E E S

yC

1
Y
F N E

a Lea

en

d
L'

`^'

77

C
7 N
j

E
O

c!

b
r
C1

E
C1

\
', 'C h Cv S

a 0 nk E

00

c x

aE

q
^
T

E cry

^4
2

.Ni

91

Lamph'an C

po n
qq
C C
L/

7
q

a>
a .'n
'II
.
D '^
^
S
"C T

fl

`^
_

'C S E R

.^

6.

u e^^,
y
a

A 00 D

L '^ I

t
^F

'^ OCQ a f1 fl

^
a P

^ a

Ei^E

v lilA
V^^ Gig E

^m

CA

,^

II II II II

EEEE
O O O

E ?
eo ac
ec
o E o
'C E 'o
r-^ 'k
cz
cdf^,
^-

ci

,n

Cl

a
S

E E
^

-^

Al

h
OC

E3

n E 60
E

60
E

C ^e ^T k3

' 7
0. ^ M -y

_ a7

92

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

E'

J L E
EL

E so
so c

C^i

'

L L C{ ^L

Sis

73
L 'J^.'(' ' J p,
' tea" ..^. :S

1'1 ..^R

.,N
N
n
\
UM

o"

r.1
E

., /

O
pr

C, I

.Y
c
^9 R

LE

Al

c
o

E 6p^ "q

.^ .n'
o " -^
^
r
_

E n

to
`
o-

OC
E

y e 0
a V ci
6k
R
E
' F? +

M,
4C - ..
E
o 0 c a

?
c

EY

^^ A a E

8E
.n

+
o,
.0 7 C N . 5 Rc
a c
E ' a eo c F o. eo a a o
E F n. ' q
E 7 t

C- r

to
3 R a a
c{
a
b n
n

.. C+

"'

7^ ' 9

c R c v

i+ ,S A' C
X^

.9

W L L ^O

N
7

-be.

w'^ E'A c
x

ti
q
.L S .C.^
- R

,I

gg
k -^'

x^ !o

t R

L 5 E
-^
\ \ R E -

E
r _
v 0

g ^

a . S' c
R

^C

cf

,^4 C
O
$o kc"
R
c
R R co
L Fi G E

93

Lampiran C

Table 20:
Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDC) pads anak

Stavudine
(D4T )/tablet
(mg)

Lamivudine
(3TC)/tablet
(mg)

(NVP)/tablet
(mg)

Paediatric FDC 6 dual

30

Paediatric FDC 6 triple

30

50

Paediatric FDC 12 dual

12

60

Paediatric FDC 12 triple

12

60

100

Singkatan Menurut
WHO

Rejimcn D4T 3TC NVP


Rcntang
Badan

Rcjimcn D4T 3TC EFV


Uste

Inittiasi Pemherian ARV

pemeliharaan

Hari 1 sampai 14

Nevirapine

D41' 3TC

EFV

setelah inisiasi

't'ablet

Tablet

Tablet

Tablet

'T'ablet

Triple

Dual

Triple

Triple

Dual

Dual

pagi

malarn

pagi

malam

pagi

malam

4-4.9kg

5- 5.9 kg

6 - 6.9 kg

1.5

1.5

1.5

1.5

7-7.9kg

1.5

1.5

1.5

1.5

Badan

8-8.9kg

1.5

1.5

1.5

1.5

< 10 kg

9-9.9kg

1.5

1.5

1.5

1.5

10-10.9kg

200mg

11-11.9 kg

100 Mg

12-13.9 kg

200 mg

1.5

200 mg plu,

1.5

3- 3.9 kg

FDC. 6

Tablet

ha
EFV
mal
males

EFV6dak
butch
diberikan
pa d a B erat

14 - 16.9 kg

17-19.9 kg

20 - 24.9 kg

IS - 29.9 kg

FDC 12

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

1.5

50 mg
200 mgp1tv,
50 mg
1.5

200 mg plus
2x50mg
2(X) mg plus
1 i0 nug

94

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV clan Terapi Anuretroviral Pada Anak Di Indonesia

Lampiran D:

R ^ n n R a

~.

JY , y x

LY

.^

=
C

c
R a 3
C

'^

2L n t c
n ^' S

C.
:C

7c

^
p

-=

'n

m
x X
n^ b fi

x a ^'

^,a

V o i
VO
` R w L

^2 cL

L'

d ^
c
`
a^

C
'C

r x a.. c

.C ..C C
U x
^^?
xGti s 5

^,y C

'G w c.

.C C O

E
N

^
,
fi

95

Lamplran D

a^

_
Z

.7i

a r

20 0
3 O ^ J-^

f-= c n E

Y c

! cc` `r a

7 i ^,
p

.'

" S rt
A

C^

Ez
cc ^ a

^^

se

R'^

N c a$ 5

y
u
^ 'O M

tl

OC

'^

R^

5W "'cam
R,a

CM

R ri
0.F-

U Z m .c ^. E 3

R R

Y^ E 6

E--

it

96

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretroviral Pada Anak Di Indonesia

^ i

f a ?
L

S ^ .i
c7i +'e

R C

75
1F ty

:2 :7

9ai

a G

tl
4[ D
iv

ti

C ^

'a Q
C G

^ .C -- F: 00

.^ m '^ c
-+: R y

C
G.
-Y -L C re-^7

e
o

a0
x v

1 .- ^ 5 ^ ^ ^e
$

c
8
H
C

y
L a .`^

`7

C y w
R F

G c^,

lo'a
'

e
rC

O. C
? 3
B

1 a v L^7

2c

-2

13 v
'.r

^
^ x
u ..

R
S
Y
t
ya
7 I n i
.

$ c o

c ^ a ^ C a

Y
t

go

N
h

J
C

c y^
R

^ ^Q ^

JC

'r

F=

F C] a F.

'

a =

Ci

97

Lampiran E

roksisitas Akut dan Kronfl

Reakri SimpvnB . lk u Semis


Hepatitis stmtomatik akut (NNR'I'I, tenuama NVI H\
- lchih iarang; NRTIs atau P1)
lktenis

Transamunase

Hentikan scmua ARV

Pembesaran hepar
Gejala gastrointestinal

nieningkat
Bilirubin meningkat

sampal gejala membaik


Pantau kadar transaminase,

Fatigue, anoreksia

biliruhin

Mungkin ada gejala

Bila sebelumnya memakai


NVP, tidak boleh
digunakan lagi seumur
hidup
Setelah balk
- ART dimulai lagi ganti

hipersensitivitas (kulit

kemerahan , demam, gejala


sistemik), timbul dalam 6-8

minggu
Mungkin ada gejala asidosis
laktat yang terjadi sekunder

NVP dengan alternatif

pada golongan NRTI

lain A1'A1
- ART yang lalu
dimulai lagi dengan

pemantauan ketat;
bila gejala herulang
gunakan ARV lain

Pankreatitis akut ( NRT1, terutama d4T, ddI ; 3TC Iebih jarang)


Mual dan muntah hebat

Amilase pankreas

Hentikan scmua ARV

Nyeri perut hebat


Mungkin disertai gejala
asidosis laktat

mcningkat
Lipase meningkat

sampai gejala hilang


1'antau kadar amilase,
lipase
Sctelah gejala hilang mulai
lagi pemberian ART

dengan penggantian obat


NRTI, terutama yang tidak
menyebabkan foksisitas
pankreas `

98

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia

Manifestasi Minis yang


Munitkin (Obat ARV)

Kelainan Laboratoriurn
yang Mungkin'

Imph'kasi padaTata
Lakgama Obat Antiretroriral

Reaksi hipersensitivitas (ABC atau NVP)


ABC: Kombinasi onset
akut gejala respirasi dan
gastrointestinal setelah
mulai minum ABC;

Peningkatan

Segera hentikan semua


ARV sampai gejala

transaminase

menghilang

Hitting cosinofil
meningkat

NVP atau ABC jangan


diberikan lagi scumur

termasuk demam, mual,

hidup

muntah, fatigue , mialgia,

diare nyeri pcrut , faringitis,

Sesudah geiala membaik,


mulai ART lagi dengan

batuk, sesak ; lesi kulit


(umumnya ringan) dapat

me anh ABC atau

NVP `

timbul; gelala memburuk


dengan cepat terjadi dalam
waktu 6 - 8 minggu
,V l''P: Gejala sistemik
demartt, mial g ia, artralgia,
hepatitis, dapat disertai lest
kulit

Asidosis laktat (NRTI, terutama d4T)


Kelmahan dan fatigue
umum

Gejala gastrointestinal
(mual, muntah, diare,

Anion gap meningkat


Asidosis laktat

Hentikan semua ARV

km inotrans fcrase

Gejala karena acidosis

sampai membaik
laktat mungkin akan

meningkat

raven pent, hepatomegali,

CPK meningkat

tents herlangsung atau

anoreksia, penurunan berat

LDH meningkat

memburuk meskipun
ARV sudah dihentikan

badan atau berat tidak naik)

Mungkin disertai hepatitis


atau pankreatitis
Gejala respirarorik (takipne
dan dispneu)

Gejala neurologis
(termasuk kelemahan
motorik)

Sctelah gejala menghilang,


ART mulai diherikan lagi
dengan pemberian NRTI
alternatif dengan risiko
toksisitas mitokondria
rendah (ABC atau AZT)

99

Lampiran E

Kelainan kult hehat/Stevens Johnson Syndrome (NNR II, terutarna NVI1 L+ \ lebih
r

jarang)
Lesi kuht umumnya muncul

pada pembenan 6-8


minggu pertama
L e.4 ringan sampai sedantr
bcntuk makulopapular,
entematus , konfluens ,
ditemukan terutama pada
tuhuh dan lengan, tanpa
gejala sistemik
I rri knk7 yang berar lesi luas

l'eningkatan

aminotransfcrases

lika lesi ringan sampai

sedang, ART dapat


diteruskan tanpa harus
dihentikan tetapi dengan
pemantauan lebih ketat
Untuk lest yang
mengancam jiwa, hentikan
semua ARVsampai gejala
reda
NVP tidak boleh diberikan

dengan deskuamasi basah

lagi seumur hidup

angioedema, atau serum


sickness - like reaction ; atau
lesi kuht dengan gejala

Setelah gejala membaik,


ART dimulai lagi dengan
mengganti NVP (banyak

konstirusionalseperti

ahli tidak menganjurkan

demam , sanawan , melepuh,

pemilihan NNR11 lagi bila

edema fasial, konjungtivitis

sehelumnya ada Sindrom

Sindrom Stevens Johnson


yang mengancam jiwa atau
toxic epidermal necrolysis

Steven Johnson karena


NVP)

Anemia berat (AZT)


Pucat, takikardia

Haemoglobin rendah

Bila tidak ada reaksi

Fatigue

dengan terapi simtomatik

Gagal jantung kongestif

(misalnya transfusi),
hentikan AZ'h saja dan
ganti dengan NRTI lain

Netropenia berat (AZT)


Sepsis/ infeksi

l litung jenis nerrofil


rendah

Bila tidak ada reaksi


dengan terapi simtomatik
(misainva transfusi),
hentikan AZT saja dan
tnn ci(:uall A k I

100

PedomanTatalaksana Infeksi HIV danTerapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Reakci rinrpan, kronik (lumbar) yimg senus


Lipodistrofi/sindrom metaholik (d41; I'I)
Kehilangan lemak arau

Hipertriglisendenua

Penggantian d4 Tdcngan

penumpukan lemak di regio


tubuh tertentu:
- Penumpukan lemak di
sekitar perut, buffalo

I liperkolestrolemia
Kadar HDL rendah
Hiperglikemia

ABC atau AZT dapat


mencegah atrofi lebih
lanjut
. Pertggantian PI dengan

hump, hipertrofi

\NRT1 akan menurwikan

mammac

ahnormalitas kadar lipid


serum

- Hilangnya lapisan lemak


dari tungkai, bokong

dan wajah, bervariasi


Resistensi insulin, termasuk
diabetes mclhtus
Risiko potensial unruk

penyakit arten koroner


Neuropati perifer yang herat (d4T, ddl; 3TC lebih jarang)
Nyeri, kesemutan, kebas

Tidak ada

tangan dan kaki, menolak

berjalan
Kehilangan sensoris distal
Kelemahan otot ringan clan
areHeksia

Hentikan NRTI yang


dicungai saja dan ganti

dengan NRTI lain yang


tidak mempunyai efek
neurotoksisitasc
Redanya gejala mungkin
memakan waktu lama

Singkatan:
ARV - obat antirctroviral; ART - tcrapi antirctroviral; CPK - creatinine phosphate
kinase; LDH - lactate dchydrogenasc; IIDL - high-density lipoprotein; NRTI
- nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI - non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor; P1 - protease inhibitor
Catatan:
a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum
akhirnya disimpulkan karma ARV. 11kinajcmen pada tabel ini hanva membahas
pcnggantian ART, tidak manajernen klinis secara keseluruhan.
b. Kelainan laboratorium mungkin ndak seluruhnya ada.
c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII.

101

Lampiran F

Nucleoside R77s
Ahacavir (NBC)

Suhu ruant;an

Zidovudine (AZ])

Suhu niangan

Didanosine (dal)

Suhu ruangan untuk tablet dan kapsul.


Reconstituted buffered powder harus disimpan
dalam pendingin. Cairan oral untuk anak
stabil setelah rckonstitusi sel,una 30 hari
iika didinginkan

Emtricitahine (FTC)

Suhu ruangan

Lunivudine (3TC)

Suhu ruangan

Stavudine (d4T)

Suhu ruangan. Setelah rekonstitusi, cairan


oral harus disimpan dalam pendingin,
sehingga stabil selama 30 hari

Stavudine (d4T) + L.amivudine (3T()


+ Nevirapin (NAB')

Suhu ruangan

Zidovudine (A7. t) + L,univudine


(3TC) + Abacavir (ABC)

Suhu ruangan

Zidovudine (AZ'I) + Lacnivudine


(3TC) + Nevirapin (NV P)

Suhu ruangan

Non-nucleoside RTIs
Efavircnz (F.FV)

Suhu ruangan

Ncvirapin (NVP)

Suhu ruangan

102

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia

Protease inhibitory
Atazanavir (ATV)

Suhu ruangan

Indinavir (IDV)

Suhu ruangan

Fos-amprenavir (Fos-APB)

Suhu ruangan

L.opinavir/Ritonavir

kapsul

Dalam pendingin untuk jangka lama.

Lopinavir/ Ritonavir

heat-

Suhu ruangan

Pada suhu ruangan stabil selama 30 han

stable tablets
Nelfinavir (NFV)

Suhu ruangan

Ritonavir (RTV)

Kapsul disimpan dalam pendingin.


Pada suhu ruangan stabil selama 30 han.
Suhu ruangan untuk cairan oral (jangan
disimpan dalam pendingin

Sayuinavir - bad gel cups. (SQVi,K)

Suhu rutngan

Suhu ruangan : 15-30C. Pendingin : 2-8C.

103

Lampiran G

^Derajat Beratnya Toksisitas Minis dan Laboratorium Yang


Sering Ditemukan Pada Penggunaan ARV Pada Anak Pada
Dosis Yang Direkomendasikan

D o

u
:+

oo
N

^o _OC

O
^
c7 C

V S

x ^ A r
a ^

Sz ^

a x ^J

1 fl

vv

v v

^ ^j

loi^

^^

r V

I o

Vv

&D E
-

'-

'0

N O_

(J

-.

0 v

00 N

0.

- O

v X

r -

n x

i C
5 -K

E vi .5

nC

>

F
v c
v
Y.a

fl

a
_ .
u
:

:jJ11

(^

a
1 a C 'O

E ^i=

c. 'E

x .a
- ^n
o
i^ o

I
V x

fly

N M

od-

EE o
gEx

9
r
r

E
0
3

ro E

QC

^.e

104

Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

- ..

ro

:R 43

Y
e 2
n

S "
E

1.

? s

'C n

uv

uL

C ^ .=

a
3 .r

L ^O

^'

Oc,

x
c
^ri
Cl

F a
c'^ ^

c r- .g o
C

x
o

x
c

vi

.r.

4,

7 v

r
a

'C

G.

eri

Cl

tC

^o

^ ^, La ^

'b

v ^u
cc ' '^
ya

0. .0 Y

i ,t L

r R AE

i k

C k

=i571 = b m
C
j^

a 3
nw
^

n ro .,

v; E^ 8 . / E C r

oC

qG
CJ

O
V1

O
u

^
CI

O
T

C
Cl

I
rl

oc ro

o R
7 ro

'^

P
tia
Y
iro.
f^ 3 '7 ro

V C
ro
y 'Y w

0.
0.

...
,

>

^ u

ro

a 3

F'

'4

C
C :0.

`^
r ,^7
0

ro

Iu^IQ
:
L
7
7
x

^
uuI
CJ

Cl

.71

6 CC

ro

I
b

ro

7_

Y G- .^ E
i
p

a c

EaY

ro 6
C

-^ ro

af;

v
C, y

E `
r. %^ x
'^
Y C, ,r ro
ca E

.^.
.

C C
N L

5E

z .S E

3;

N
7

.^
?

r=
_

I
C

105

Lampiran G

E 5
.j5

`S R

^1
-

5u
R

.^+ R

y a O

R R C F C

jl

2^
;f n

>

S R b>

Qa
C

o a

C
GC

u R

s i c

'd a
C

R Y E

c
a
E v A R

p A _ 'h

EE a L

o '^ a

5c

'

E
.5

gnu cR A^

Z Sc E w

G" E E -

^o

q
'C '9

,S o

G
O

E
7 ro

E 9
;7

^' ^

SS
c

^^

c ;,^

a
3 .M

OU

OC .

4 R

o .^
q
^

^
R
4C is

UVR
E E a

u R

o X ^^ R

p 5C b

0-0

a. R
a E o :3

.`S 5o h E 2 'L

'a

y
ed

L i O .C.
a F u ^e ai

R .. C R L

^^ o ri ^ :j

y u

t: r

Leff

'

J-.

a v
n eo
'^ p
pp
C F
C C i i'
a

a
C 7. .a
C A
o
p^

'

'7

'c
o
^
C S ^
L ti

uC E oc

c v bn
C y
v '."_ 7
Y
^^"y

Gq

ra ^

E2

sC

E c

^^ 9 R

- v

< Zi E o E -P

CC
r

s
C

7
Y

7 C
R

E-^
$ a

C 0

2^

? kc

^v

106

Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

eC

a
G

'V ^0 is .'a

R
Y

Ero

O
C

y a E

_\
o

^E
E^

En
is
5"

72

nn

E'5 E
=

^M

\
b

r ._
c V E

0; 'o
K

v c
a c

nn

nn

z
Y

eo F
a

.:

F A

E
Y J E

E r

EE

a E 'ye d

pp l

.r.
I '

l
n
I

r .a

e^ N
?u-

AA

n ^, ,C N

er f^1

C 1 --

r] -+

it

c 5 3

-.
I
_c

Y
aC

O
7

x en

^_
G

cAG

Y,Ck
a

Y C
^+ ' d
C
R K
n. C
R E 'D

tf
C
`V
ti

- t`
1`
X. r
^ I
'^ V

Ex
en

o f

x]

E` A c

c O

E .0

Y
00

Cl

in
f`I

.]
J

f^

V
I I

V V
I I

k
^-.

V V
I

- OC
OC

Cl

At

,1^r,

73

14

u v

EE

En

V V

er.

V
C ^-

Fib

ab

,^"

'Sa

'EC

= a

v R
'
p
G ^
y^

b
^ E c

tL

R
7

a
E%

v
'^

1 c_; A a u

107

Lampiran H

Panduan Untuk Profilaksis Infeksi Oportunistik Primer dan


Sekunder Pada Anak

Profilaksis primer
Organisms
PCP

Kapan Mulai 141 emberi


Anak terpajan HIV
Profilaksis kotrimoksazol
dibenkan mulai umur 4-6

Rejimen Obai
Kotrimoksazol : suspensi (200
mg SMX, 40 mg TMP), tablet
pediatrik (100 mg SMX, 20 mg

minggu dan dihentikan setelah


risiko transmisi HIV tidak ada
dan infeksi HIV disingkirkan

TMP), tablet dewasa (400 mg


SMX, 80 mg '1VIP)

Anak terinfeksi HIV


Usiu < 1 tahum profilaksis

Rekomendasi (target
minimal 3 hari dalam

kotnmoksazol dibenkan tanpa

seminggu atau tiap hari)


Usia < 6 bulan: suspensi 2,5 ml

melihat CD4" 'o atau status


klinis
Usia 1-5 tahun: stadium I IO
2 - 4 tanpa melihat CD4%
atau
Stadium UIIO berapapun dan
CD4+% < 25%
Usia ? 6lahun stadium V1-10
berapapun dan CD4+ < 350
sel/mm'
atau
Stadium WI 10 3 atau 4 dan
hitung CD4+ berapapun

an 1 tablet pediatrik atau


tablet dewuasa setara dengan
100 mg SMX/20 mg TMP
Urfa 6 bulan-5 tabu,: suspensi 5
ml atau 2 tablet pediatrik atau
' tablet dewasa setara dengan
200 mg SMX/40 mg TMP
C;sia 6 - 14 tahun- suspensi 10
ml atau 4 tablet pediatrik
atau
1 tablet dewasa Usia > 14 tahun:
1 tablet dewasa (atau !/1 tablet
dewasa forte) setara dengan
400 mg SMX/80 mg TMP
Alternatif
1. Dapsonc 2 mg/kg, 1x/han
atau
2. Dapsone 4 mg/kg lx/
minggu

108

PedomanTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

TB

Scmua anak yang kontak


dengan penderiti '1B aktif,
tcrutama yang tinggal

Rekomendasi
INH (5 mg/ kg) (max 300 mg)
per h an selama 6-9 bulan

serumah, tanpa mclihat nilau


CD4+ (Untuk menyingkirkan
penyakit diperlukan
pemeriksaan fisis, tuherkulin
dan rontgen dada)
M AC

CD4+ <50 sel /mm' pada >


6 tahun
CD4+ < 75 scl/mm3 pada
umur 2- 6 tahun
CD4+ < 500 sel /mm' pada
umur 1 - 2 tahun

Rekomendasi
1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/
dosis (max 500 mg), 2x/hari
atau
2. Azitromisin 20 mg/kg (max
1200 mg) sekali seminggu

CD4+ < 750 sel/ mm3 pada


bay < 1 tahun
I lentikan bila CD4+ di atas

Alternatif

ambang selama > 3 hulan

mg' sekali sehari

Azitrornisin 5 mg/kg (max 250

Profilaksis sekunder

Rejimen Obat
PCP

Anak dengan riwayat PCP


hares mcndapat profilaksis
seumur hidup untuk mencegah

Sama seperti profilaksis primer

rckurensi . Keamanan
menghentikan profilaksis
sekunder pada pasien ini
helum drtcliri,ecara luas
TB

Tidak dirckomendasi

109

Lampiran H

Denis Infeksi
Oportunistik
MAC

Saat Memberi Pengobatan

Rejimen

Anak dengan nwayat MAC


diseminata harus mendapat
profilaksis scumur hidup

Rekomendasi

unnik mencegah rekurensi.


Keamanan menghentikan

ditambah etambutol 15 mg/


kg/dosis (max 800 mg) per hari

profilaksis sckunder pada


pasien ini helum diteliti secara

Alternatif

luas

Klaritromisin 7,5 mg /kg/dosis


(max 500 mg) 2x/han

Azitromisin 5 mg/kg/dosis
(max 250 mg)
ditambah etambutol 15 mg/
kg/dosis (max 800 mg) per han

Cryptoeoecrrs
neoformans
orzdiodes
in1iii/r!

Histop/auma
capsu/atum
Penicillum
marneei

Anak dengan nwayat


meningitis knpto harus
mendapat profilaksis seumur
hidup untuk mencegah
rckurensi. Belum ada data
kcainanan penghentian obat
secara Iuas
Anak dengan riw-ayat
histoplasmosis /peniciliosis
harus mendapat profilaksis
seumur hidup untuk mencegah
rckurensi. Belum ada data

Rekomendasi
Flukonazol 3 - 6 mg/kg/sekali
sehari
Alternatif
Itrakunazol 2 - 5 mg /kg sekali
^ch:1n
Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali
sehari

keamanan menghentikan obat


profilaksis
T atop/armagondii

Anak dengan nwayat


toksoplasmosis serebral harus
mendapat profilaksis scumur
hidup untuk mencegah
rekurensi . Keamanan
penghcntian obat profilaksis
helum ditcliti secara luas.

Rekomendasi
Sulfadiazinc 85 - 120 mg/kg/
han dihagi 2 - 4x/hari
ditambah pirimetamin I mg/
kg (max 25 mg) sekali sehari
ditambah leukovorin 5 mg
setiap 3 han
Alternatif
Klindamisin 20 - 30 mg/kg/
hari dibagi 4 dosis per hari
ditambah pirimetarnin dan
leukovorin seperti di atas

110

Pedoman Tatalakcana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia

Lampiran I:
Rujukan Elektronik
http://w v.who.int/hiv/en/
littp://www.who.int/3by5/about/en/
http://wwwwho.int/3by5/puhlications/document-,/:uv^ui(ielines/en/
http://wwwwho.int/hiv/pub/prcv_care/put) 18/cn/
http://vvw,wwho.itit/hiv/pub/mtct/guidelines/en/
http://mednet3.who.int/prequad/
http://www:who.int/medicincs/organisation /par/ipc/(Irugl)ric (in(-).shtml,#I III-/:AIDS
http://w3.wlxse-A.org/ en/SeciionlO/Section 18.htm
h ttp: / /www.unaids.org
http: / /www.who.int/medicines.
littp://%%Avw.rncdscape.com//i lomc/'Iupics/AIDS/.1IDS.htm1,
littp://\k-\v\%-.ai-nfar.org
http://w-%Nvv hivandhep:tntis.cc,m
http:/ /www.womcnchildrenhiv.org
It ttp://vvvvw.bhiva.org/
http://-\\,%v-,v.[)nf.org/
http://\v\v-vv.aidsinfo.rtih.gov/guidelines/
Ii ttp: / /www.cdc.gov /hiv/ trcatment.h trn
Iittp://ww\v.1-da.gov/ua,:,Iii/aids/iii%,.litii-J,
http://-,v\v-\v.aldsinfo.nih.gov
http:/ /www.clinicaloptions.com /hiv.aspx
litq)://w\v\v.liopkiiis-aids.edu/
http: //hivinsite.ucsf.edu /InSite
http:/ /wtv^v:<tidsmap.com
http:/ /www.thehody.com/
http://-,,,%N,\v.-,iidsmeds.com/
http://aids.org
littp://,,\,-\k-\v.1iiNiiat.org/
http://vvw-\upaho.nrg/English/HCP/HC X/antiretrovirals_HP.htm

Anda mungkin juga menyukai