Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV Dan
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV Dan
KATA PENGANTAR
Keberhasilan penyebaran teapi aittiretroviral
(ARV) memerlukan
I'un Adaptasi
iii
Infeksi I IIV pada bayi clan arak adalah masalah klinis dan epidemiologi yang
mulai meningkat di Indonesia. \Icskipun belum ada data resmi penderita yang
tergolong pada kelompok umur dan anak, sehingga besaran masalah belum ada, tetapi
laporan sporadik mengenai kasus-kasus ini sudah banyak.
Kasus infcksi HIV ini harus segera dikuasai laju kesakitan dan kcmatiannya, oleh
karena itu penyebarin pengetahuan mengenai infcksi HIV pada anak perlu dilakukan
baik di kalangal praktisi umurn maupun spesialis anak. Meskipun memedukan program
pelatihan tersendin, tetapi integrasi dengat pelatihan infeksi ILIV sepern yang sudah
herjalan scat ini masih dapat dinngkatkan dcngan menanbah topik khusus infeksi pada
anak. l ntuk menangani kasus anak, diperlukan penctapan kompetensi manajemen
infeksi I IIV anak untuk doktcr yang bekerja di strata tertentu. Sehelum ditetapkan, untuk
menjemlydtani kesenjangan antara masalah yang mulai muncul dan standar kompetensi
mengenai tatalaksana HIV ini dipcrlukui pelatihan singkat diserrai program mentoring
klinis berkesinambungan; dilengkapi miten-materi yang dapat dijadikan rujukan.
Oleh karena itu, sekarang sudah saatnya diperlukin suatu buku yang mernbahas
m;uiajemen infcksi HIV pada anak yang dapat menjadi panduan tatalaksana I III` pada anal,
Sebagaimana buku-buku lainnya yang bertujuan menjadi rujukan di tempat kerja,
buku panduan iru hams mudah digunakan, mencakup semua masalah yang paling Bering
ditemukan discrtai penyclesaman masalahnya. \teskipun merupakan adaptasi panduan dan
\XH IO SE ARC), diharapkan sudah disesuaikan dengan situasi terkini yang kira hadapi.
Buku-buku panduan ini memiliki keterhatasan dimensi waktu, oleh karena itu hagi
pembacanya, terutama anggota IDAI, diharapkan untuk sclalu berusaha melakukan
pembaruan pengetahuan (update) pada topik yang memang sering berubah.
Pada akhirnya sciaku Ketua U mum Pengurus Pusat IDAI kami mengharapkan
buku ini bcrmanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan pada saat mcnatalaksana
kasus IIIV pada anak di Indonesia.
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
iv
viii
Daftar Kontributor
1
3
2.1.1 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dengan
Status HIV Ihu Tidak Diketahui
2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan
Mendapat ASI
2.1.3 Bagan Diagnosis I IIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu
5
6
7
HIV Positif dengan I Iasil Negatif 1 iji Virologi Awal dan Terdapat
Tanda/Gejala HIV pada Kunjungan Berikutnva
2.1.4 Menegakkan Diagnosis Presumptif HIV pada Bayi dan Anak < 18
3. Penilaian dan Tata Laksana Anak yang Terpajan HIV, Usia < 18 Bulan dengan
11
12
4.1 Bagan Pemberian Kotrimoksazol pada Bayi Yang Lahir dari Ibu HIV
Positif
4.2 Inisiasi Profilaksis Kotrimoksazol Pada Anak
5. Penilaian danTata Laksana Setelah Diagnosis Infeksi 1IIV Ditegakkan
6. Stadium 1IIV pada anak
6.1
Kritcria klinis
6.2
Kriteria imunologis
6.2.1 Berdasarkan CD4+
6.2.2 Berdasarkan hitung limfosit total
(Total Lymphocyte Count, TLC)
12
13
14
16
16
16
16
17
7.
18
18
20
21
23
24
24
27
11.
29
12.
31
13.
33
33
(follow up vistl)
13.2 Bagan Evaluasi Respons Terhadap ART pada Anak Tanpa Perbaikan
34
14.
13.3 Bagan Evaluasi Respons Terhadap AKT' pada Anak 'l'anpa Perbaikan
Klinis dan Imunologis pada Kunjungan Berikutnya (follow up ittril)
35
36
36
37
14.3 T'okstsitas Berat Pada Bavi dan Anak Yang Dihubungkan Dengan ARV
39
15.
16. Diagnosis Diferensial Kcjadian Klinis Umum yang Terjadi Selama 6 Bulan
41
42
44
18.
46
19.
Rejimen Lini Kedua Yang Direkomcndasikan Untuk Bayi dan Anak Pada
47
47
2NRTI+INNRI'l=2NRT1baru+1P1
19.2 Rekomendast lini kedua hila lini pertama
3NRTI=INR'IT+INNRTI+IPI
vi
48
20. "I'uberkulosis
49
20.1 Bagan Skrining Kontak 'IB dan Tata Laksana Bila Uji Tuberkulin dan Foto
49
51
52
53
54
58
Bagian A: Stadium Klinis WHO Untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi
lily
64
66
76
I Infeksi Respiratorius
II Diare
76
79
83
IV Abnormalitas Neurologi
85
Lampiran C.
88
Lampiran D.
94
Lampiran E.
Lampiran F.
101
Lampiran G.
103
97
Lampiran H.
107
Pada Anak
Lampiran I.
Rujukan elektronik
110
vii
: statrudine
cidanosine
DNA
EFV
: deoxynbonucleic acid
efai reni
FDC
FTC
emtnatabrne
Ilb
: hemoglobin
HIV
HSV
IDV
INI f
IP'I'
indinatir
isonialid
isonia-id prerentire therapy = terapi profilaksi INI I
IRIS
LDH
LDI.
: lactate dehydrogenase
latrr-density bpoprvtein
LIP
1,11V
L.PV /r
MAC
N fl'CT
: lopinatir
N FV
: ne4tinarir
N RTI
NNRTI
viii
NVP
OHP
neiirapine
oral hairy leukoplakia
10 tnfeksi oportunistik = 01(opportumstic infection)
PCP : pneumogstis jiroted pneumonia (sebel umnya pneumo ystis carima)
PCR
poly'merase chain reaction
PI
PGL
protease inhibitor
: persistentgenera6Zed lymphadenopathy; peradangan dengan pembesaran
kelenjar getah bening (KGB) yang Was yang mchbatkan lebih dari dua
tempat
: Prevention of Mother-T o-Child Transmission of H1V = Penccgahan
penularan HIV dan Ibu ke Anak
PM'I'CT
RTV
ritonatir
SD
SQV
PMS = IMS = STI : penyakit menular seksual = infeksi menular seksual = setually
transmitted infection
TB
tuberkulosis
-I'DF
TLC
TRIP-SMY
TST
UL N
UNICEF
IMCI
BB : berat badan
C, 1-x.
kotrimoksasol
Ill
: tuberculin unit, satuan dosis untuk tes tuberkulin
ix
DAFTAR KONTRIBUTOR
Editor
Nia Kurniati (IDAI)
Kontribitor:
IDAI
Zakiudin Munasin
H. Hindra Irawan Satari
Nia Kurniati
M. Sholeh Kosim
Dewi Murniati
Sri Kusumo Amdani
Rudy Firmansyah B Rivai
DEPKES RI
Sigit Priohutomo
Nunung 8 Priyanti
Asik Surya
Dyah Erti Mustikawati
Grace Ginting Munthe
Ainor Rasyid
Hariadi Wisnuwardana
WHO Indonesia
Sabine Flessenkaemper
Sri Pandam Pulungsih
Clinton Foundation
Joseph Irvin Harwell
Shaffiq M Essajee
dengan mcmeriksa:
1
Identifikasi kebutuhan untuk
ART dan kotrimoksazol untuk
mencegah PCP (prosedur IX).
Idcntifikasi kebutuhan anak usia
> I tahun untuk meneruskan
kotrimoksazol
Catatan:
Sernua anak yang terpajan HIV sebaiknya dievaluasi oleh d( kter, bila
mungkin doktcr anak
Manifestasi klinis IIIV stadium lanjut atau lutung CD4+ yang rendah
pada ibu merupakan faktor risiko pentilaran HIV dan ibu ke bayi selama
kehanulan, persalinan dan laktasi.
Pemberian ART pada ibu dalam jangka waktu lama mengurangi risiko
transmisi IIIV.
Penggunaan obat antiretroviral yang digunakan untuk pencegahan
penularan dari ibu ke anak (prevention mother to child transmission, PivITCl)
dengan monoterapi AZT, monotcrapi AZT + dosis tunggal NVP, dosis
tunggal NVP saja, berhubungan dengan insidens transmisi berturut-turut
sekitar 5-10"'%, 3-5%, 10-20"0, pada ibu yang tidak menyusui. Insiders
transmisi sekitar 2'0 pada ibu yang menerima kombinasi ART.'
Transmisi HIV dapat terjadi melalui laktasi. Anak tetap mempunyai risiko
mendapat IIIV selama mendapat ASI.
i Antintrorirat drugs fir treating pngnant women and preventing HI!"injection in infanu i n resoum-6mrted semngs:
towards unvesat aancc. Rtrommendations for a public health approach. U10 2006.
Antibodi IIIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil
positif uji antibodi I IIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan IIIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada
usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi IIIV, namun
diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan
saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan,
dibutuhkan uji virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya.
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun
dikatakan terkena infeksi IIIV
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga
infeksi T I IV Baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI
dihentikan > 6 minggu.
i Adaptasi dart Antiretrociral therapy of HII infection in infants and children in resource -limited .settings: towards
universal aaess. WHO 2006.
6 Chanty Cf Cooper ER, Pelan SI, Zorilh, C, Hillyer G 4 ; DiaZ C. Serorerersion in human immunodeiaeng virus
-etpo.red but uninfe ted infants. Pediatr Infra Du J.1995 .%1ay;14(5L-382-7.
in
RaEusan 7A, Parrott RH, SmerJL I1'mitatioxs in the laboratory diagnosis of crrti.-ally acquired HIV infection. J
Acquir Immune Defic Syndr. 1991,-4(2).-116 -21.
2.1.1 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dengan Status HIV Ibu Tidak Diketahui
Anak usia < 18 bulan, sakit berat, pajanar HIV tidak diketahui
dengan tanda dan gejala mendukung unfeksi HIV
Tersedia
Positif f-
HIV posmf
Negatit
I
Prosedure penilaian tndak
lanjut dan testa laksana
11
HIV (prosedur V)
11
4
I..ihat pmsedur 11.1.2
Catatan:
jika pajanan HIV tidak pasti, lakukan pemeriksaan pada ibu terlebih
dahulu sebelum uji virologi pads anak. Apabila basil pemeriksaan FIIV
pada ibu negatif, can faktor risiko lain untuk transmisi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko tennfeksi I IIV, sehingga Infeksi
I IIV baru dapat disitngkirkan bila ASI sudah dihentikan > 6 mingo
Lji virologi I IIV termasuk PCR HIV-DNA atau HIV-RNA (iiralload) atau
deteksi antigen p24. Uji virologi HIV dapat digunakan untuk memastikan
diagnosis f IV pada usia berapa pun. Anak usia < 18 bulan dapat membawa
antibodi IIIV maternal, schingga sulit untuk menginterpretasikan hasil
uji antibodi I IIV. Olch karena itu, untuk memastikan diagnosis hanya uji
virologi I IIV yang dire koniendasikan.
Idealnya dilakukan pengulangan uji virologi IIIV pada spesimen yang
berbeda untuk konfirmasi hasil positif yang pertama. Pada keadaan yang
terbatas, uji antibodi IIIV dapat dilakukan setelah usia 18 bulan untuk
konfirmasi Infeksi.HIV.
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Ant iretroviral Pada Anak DI Indonesia
2.1.2 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dan Mendanat ASI
Anak usia < 18 bulan dan
mendapat ASI
I
Tndak diketahui
Positit
"' i,gatit
I
Il1V positif
sudah dihentikan
> 6 minggu h
egatif,
hentikan
ASI
Lihat
prosedur
VIL2
HIV (prosedur V)
Catatan:
Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelutnnva, masilt
mendapatkan ASI dan status ibu IIIV positif, sebaiknva segera lakukan
uji virologi pada usia berapa pun.
a Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9 - 12 bulan.
Sebanyak 74 /o aiak saat usia 9 bulatt, dan 96o anak saat usia 12 bulan, tidak tennfeksi HIV dan akin
menunjukkan hasil antibodi negatif
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi H1\, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu . Hasil up antibodi HIV pada anak yang pernbenan
ASlnya sudah dihentikan dapat menunjukkan basil negatif pada 4-26 anak, tergantung usia anak scat
diuji, olch karma it-Li uji antibodi HIV konlirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.
2.1.3 Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak < 18 Bulan,
Status Ibu HIV Positif, dengan Hasil Negatif Uji Virologi
Awal dan Terdapat Tanda / Gejala HIV pada Kunjungan
Berikutnya
Anak usia < 18 bulan dengan hasil negatif uji virologi awal dan
terdapat tanda dan gejala HIV selama tindak lanjut
HIV negatif
111V positif
IvIcI gcya
Pneumonia berat
kandidiasis esofagus
"I'oksoplasmosis
Sepsis berat
Atau
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV sehingga infeksi HIV dapat disingkirkan
bila ASI dihentikan > 6 minggu.
Pedoman Tatalaksana Infeksi I IIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
Catatan:
Menunit definisi Integrated Management of Childhood Illness (1MC1):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kckuningan di atas mukosa yang normal
atau kemerahan (pseudomcmbran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa nyeri. Tidak bereaksi dengan
pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak papas pada anak dengan gambaran
chest indranm , stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan
kesadaran, tidak dapat minum atau menyusu, muntah, dan adanya kejang
sclama episode sakit sekarang. Membaik dengan pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah d emam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang
Anak usia ? 18 bulan dengan pajanan HIV atau anak sakit berat, pajanan
HIV tidak diketahui dengan tanda dan gejala mendukung infeksi HIV
HIV negatif
Ya
Ulang uji antibodi lily setelah ASI
dihentikan > 6 minggu b
cgatif
Konfirmasi uji
m ibodi HIV
'1'idak
'Panda; gcj.ila
sesuai infeksi I IIV
Ncgatif
Inkonkiusif.
Konfirmasi uji Lanjutkan sesuai
antibodi HIV pedoman uji HIV
pada dewasa a
10
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral Pada Anak Di Indonesia
Catatan:
Hasil positif uji antibodi I HV awal (rapid atau ELISA) hams dikonfirmasi
oleh uji kcdua (ELISA) menggunakan reagen berbeda. Pada pemilihan
uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertarna harus merniliki sensitivitas
tertinggi, scdangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau Iebih
tinggi daripada uji pertama. Unnimnya, WHO menganjurkan uji yang
tnempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau Iebih tinggi.
Di negara dengan estimasi prevalensi HTV rcndah, uji konfirmasi (uji
antibodi I I1 V ketiga) diperlukan pada bayi dan anak yang asimtomatik
tanpa pajanan tcrhadap I I IV
Diagnosis definitif HIV pada anak >_ 18 bulan (nlvayat pajanan diketahui
atau tidak) dapat dilakukan dengan uji antibodi HIV, sesuai algoritme
pada dewasa.
I va
Uji virologi I IIV usia 6-8 minggu
T
HIV positit
I lentikan
kotrimoksazol, kecuali
mendapat ASI
Lanjutkan kotrimoksazol
hingga usia 12 bulan atau
diagnosis HIV dengan cara
lain sudah disingkirkan
Pasien dan keluarga harus mengerti bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan
menyembuhkan infeksi HIS' Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum
terjadi pada bayi yang terpajan I IIV dan anak imunokompromais dengan tingkat
mortalitas tinggi. Dosis regular kotrimoksazol sangat penting. Kotrimoksazol tidak
menggantikan kebutuhan terapi antiretroviral.
13
1-5 tahun
> 6 tahun
Profilaksis
Profilaksis
Stadium WHO
Stadium WHO
kotrimoksazol
kotrimoksazol
berapapun dan
secara umum
diindikasikan tanpa
persentase CD4+
diindikasikan
melihat persentase
A'I'AU
ATAU
Stadium WHO
Stadium WHO
klinis
berapapun dengan
3 atau 4 dan
berapapun nilai
dipertahankan
sampai tidak ada
CD4+
risiko transmisi
HIV dan infeksi
HIV disingkirkan
Catatan:
Bila fasilitas kesehatan terbatas, kotrunoksazol dapat mulai diberikan bila
CD4+ < 25o pada usia < 5 tahun atau < 350 sel/mm3 pada usia ? 6
tahun, dengan tujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang
dikaitkan dengan malaria , diare bakterial, pneumonia dan pencegahan
PCP serta toksoplasmosis.
Anak asimtomatik umur > 12 bulan (Stadium I \X'HO) tidak memerlukan
profilaksis kotnmoksasol. Tetapi dianjurkan untuk mengukur lutung
CD4+ karena pada anak yang asimtomatik, profil laboratorium dapat
menunjukkan sudah terjadinya ittiunodetisiensi.
15
Nilai apakah anak sudah memenuhi kriteria pemberian ART (prosedur VII).
Nilai situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau berisiko
terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya
Identifikasi orang yang mengasuh anak ini dan kesediaannya untuk
mcmatuhi pengobatan dan pemantauan pada anak tcrutarna ART.
Nilai pemahaman keluarga mengenai infeksi IIIV dan pengobatannya
serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam keluarga.
Nilai status ekonomi, termasuk kemampuan untuk fnernbiayai perjalanan
ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan makanan
untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila ada penyakit yang
lain, dan mampu menyediakan lemari pendingin untuk obat .1RV tertentu.
Catatan:
Keberhasilan pengobatan ART pada anak memerlukan kerjasama
pengasuh atau orang tua, karcna mereka harus metnahami tujuan pengobatan,
mematuhi program pengobatan dan pentingnya kontrol. Bila banyak yang
mengasuh si anak, saat akan memulai pengobatan AR"I' maka harus ada satu
yang utama, yang memastikan bahwa anak uii minum obat.
Pemantauan dan pengobatan harus diatur menurut situasi dan kemampuan
keluarga. JANGAN MULAI MFMBERIKAN ARV kecuali bila keluarga
sudah siap dan patuh. Bimbingan dan konseling terus menerus perlu diberikan
bag' anggota keluarga yang lain agar mereka memahami penyakit I II V dan
mendukung keluarga yang mengasuh anak IIIV. Umumnya orangtua dan
anak lain dalam keluarga inti tersebut juga terinfeksi I IIV, maka pcnting bagi
manajer program untuk memfasilitasi akses terhadap terapi untuk anggota
keluarga lainnya. Kcpatuhan berobat umumnya didapat dengan pendekatan
terapi keluarga.
Klinis
Asimtomatik
Ringan
Sedang
Berat
lmunodcfisicnsi
<11 bulan
(%)
12-35 bulan
(%)
36-59 bulan
(./o)
> 35
> ill
> 25
> 54)4)
Ringan
30 - 35
25- 30
20 - 2i
350 - 499
Sedang
25-30
20 - 25
15-20
200-349
< 25
< 21)
< 15
Tidak ada
Berat
I-
17
Catatan:
CD4+ adalah parameter terbaik untuk mengukur imunodefisiensi.
Digunakan bersamaan dengan penilaian klinis. CD4+ dapat menjadi
petunjuk dini progresivitas penyakit karena nilai CD4+ menurun lebih
dahulu dibandingkan kondisi klinis.
Pemantauan CD4+ dapat dgunakan untuk memulai pemberian ARV
atau penggantian obat.
Makin muda umur, makin tinggi nilai CD4+. Untuk anak < 5 tahun
digttnakan persentase CD4+. Bila > 5 tahun, persentase CD4+ clan niWi
CD4+ absolut dapat digunakan.
Ambang batas kadar CD4+ untuk imunodefisiensi berat pads anak > 1
tahun sesuai dengan risiko mortalitas dalam 12 bulan (5%). Pada anak
< I tahun atau bahkan < 6 bulan, nilai CD4+ tidak dapat memprediksi
mortalitas, karena risiko kematian dapat terjadi bahkan pada nilai CD4+
yang tinggi.
)ta I
'Kan
^e ^od
Nilai TLC Berdasarkan Umur
< 11 bulan
( sel/mm3)
12 -35 bulan
(sel / mm3)
36 - 59 bulan
(sel/mm3)
>_ 5 tahun
(sel/mm)
TLC
<4000
<3000
<2500
<2000
CD4+
<1500
<750
<350
at-au <200
Catatan:
Hitting limfosit total (I'LC) dgunakan bila pemeriksaan CD4+ tidak
tersedia untuk kriteria memulai ART (imunodefisiensi berat) pada anak
dengan stadium 2.
Hitung TLC ticlak dapat dgunakan untuk pemantauan terapi ARV
Perhitungan TLC = % limfosit x hitung total leukosit.
Tidak
Ulang
pemeriksaan
CD4+ dengan
sampel
berbeda
1'a
MuLti AR!'
19
Catatan:
Risiko kematian tertinggi tcrjadi pada anak dengan stadium Minis 3 atau
4, sehingga harus segera dimulai ART.
Anak usia < 12 bulan dan tenrtama < 6 bulan memiliki risiko paling tinggi
cintuk menjadi progresif atau coati pada nilai CD4+ normal.
Pada anak > 12 bulan dengan tuberkulosis (TB), khususnya pultnonal
dan kelenjar serta lwvnphoiti-interrtitial pneumonitrs (UP), kadar CD4+ harus
diperiksa untuk menentukan kebutuhan dan waktu pemberian ART. Bila
mungkin lakukan tes CD4+ saat anak tidak dalam kondisi sakit akut.
Nilai CD4+ dapat berfluktuasi menurut individu dan penyakit yang
didentanya. Bila mungkin hanis ada 2 nilai CD4+ di bawah ambang batas
scbelum ART dimulai.
Bila belum ada indikasi untuk ART lakukan evaluasi klinis dan nilai CD4+
setiap 3-6 bulan sekali, atau lebih sering pada anak dan bayi yang lebih
muds. Pemantauan 'II,C tidak diperlukan.
Bila terdapat > 2 gcjala yang memenuhi stadium 2 WHO clan pemeriksaan
CD4+ tidak tersedia maka dianjurkan untuk memulai pemberian ART
(prosedur IV.2).
20
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl AntlretrovIral Pada Anak Cif Indonesia
1. Anak < 18 bulan dcngan uji antihodi H IV positif dan berada dalam kondisi
klinis yang bcrat dan tes PCR tidak tersedia hares segera mendapat terapi
ARV setelah kondisi klinisnya stabil . Tes antihodi hares diulang pada usia
18 bulan.
2. A iak < 18 bulan dengan till PCR positif dan kondisi klinis yang berat
atau tanpa gejala tetapi dengan persentase CD4+ < 25 o harus mendapat
ART secepatnya. Tes antibodi hares dilakukan pada usia 18 bulan.
3. Anak > 18 hulan dengan hasil till antibodi positif dan apakah sedang
dalam kondisi klinis yang berat atau CD4 < 25 o sebaiknya juga
mcndapat ART.
a Pada anak dengan diagnosis presumptif HIV dan imunodefisiensi bcrat, penentuan stadium klinis
tidak mungkin dilakukan.
b Diagnosis presumptif lihat prosedur 2.1.4
22
Klinis
Evaluasi klinis
Berat dan tinggi
X'
badan
Status nutrisi dan
kebutuhannya
Kebuttthan CTX
dan kepatuhan
berobat
Konscling
untukrnencegah
pemakaian narkoba,
pengobatan 6
Laboratorium
Fib and leukosit
SGP"l' 3
CD4+4, atau
absolut 4
1 Termasuk ananuiesis , pemeriksaan fisik dan penilaian tutnhuh kembang. t?ntuk anak < 12 bulan,
frekuensi pemantauan harus lehih senng karena risiko progresifitas tinggi
2 Lihat prosedur I V dan lampiran I I yang merujuk pemberian profilaksis kotnmoksazol.
3 SGP"I' pada awal aclalah pcmantauan minimal untuk kcrusakan halt . Bila nilai SGPT > 5 kali nilai
normal, maka perlu (lilakukan pcmenksaan fungsi hati yang lengkap, dan juga hepatitis B serta
hepatitis C.
digunakan untuk anak < 5 tahun. tintuk anak > 5 tahun, gunakan nilai absolut CD4+. TI.C
dapat digtmakan hila penilaian CD4+ tidak tersedia untuk mcngklasifikasi imunodeftsicnsi berat dan
4 CD4+
Persiapan anak
anak)
bila diperlukan
j Penilaian pcraiapan pengobatan dan faktor lain yang dapat mempengaruhi kcpatuhan
Ndai pemahaman pengasuh/ anak mengenai alasan meminum ARV, respon pengobatan, efek
samping dan bagaimana ART diminum (dosis , waktu dan hubungannya dcngan makanan)
Nilai faktor yang dapat mcmcnuhi status III V. Membuka status HIV bukan prasyarat untuk mcmulai
ART, namun membuka status HI V dianjurkan bila pcngasuh slap dan anak dianggap matur dan
dapat menyimpan rahasia _Dukungan tenaga kesehatan diperlukan
10
ekomendasi AR -1
6euntungan
\Z_'f kurang
mcnyebabkan
lipodistrofi dun
asidosis laktat
AZT tidak
memerlukan
pcnvimpanan di
lemari pendingin
Kerugi
AZT kurang
Efek samping inisial
gastrointestinal AZT lebih
banyak
Dalam bentuk sirup A7.T
jauh lebih banyak dan
toleransi pasien rendah
Anemia dan neutropenia
berat dapat terjadi.
Pemantauan darah tepi
Iengkap sebelum dan
sesudah tetapi berguna
terutama pada daerah
endemik malaria
25
Rekomendasi ART
IVRT!
Stavudin(d4'I) c
Keuntungan
d4T memiliki
efek camping
gastrouitesinal dan
anemia lebih sedikit
dibandingkan AZT
Kerugian
d4T lebih sering
menimbulkan lipodistrofi,
acidosis laktat dan neuropati
perifer
Sirup d4T memerlukan
penyimpanan lemari
pendingin. Kapsul terkecil
adalah 15 mg, cukup untuk
anak dengan berat > 15 kg
ke atas
Abacavir(ABC)
ABC tidak
memerlukan lemari
pendingin
AliC mempunyai
cfik;t^i balk
a 3TC dapat digunakan pada 3 kombinasi karena mernihki catatan efikasi, keamanan dart tolerabilitas
yang baik . Namun mudah timbal resistensi bda tidak patuh minum ARV.
b Zidovudin (AZT) merupakan pilihan utama. Namun bila Hb anak < 8 gr/dl maka dapat
dipertimbangkan pemberian Abacavir(ABC) atau Stawdin (d4T). Karena FDC belum ada yang
mengandung AZT, maka bila digunakan FDC, secara langsung digunakan d4T.
c Dengan adanya risiko lipodistrofi pada penggunaan d4T jangka panjang, maka dipertimbangkan
mengubah d4T ke AZT (bila [lb anak ? 8 gr/dI). Tetapi risiko ini rendah dan dokter perlu
mempertimbangkan masak-masak antara ketersediaan dan kemudahan penggunaan FDC.
26
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
l NNRTI
Nevirapin
(NVP) a,b
setnua umur
jiwa
pendingin
N\P merupakan salah saw
tua
tahun atau BB ? 10 kg
(I-.F\) b
umumnva organ
mendapat terapi TB
3TC
a Anak yang terpajan oleh Nevirapin (NVP) dosis tunggal sewaktu dalarn program pencegahan
penularan ibu ke anak (PMTCT) mempunyai nsiko tinggi untuk resistensi NNRTI, namun saat ini
tidak ada data apakah perlu untuk mengganti regimen bcrbasis NNRTI. OIeh karma itu, 2 NRl'1 + I
NNRTI tetap merupakan pihhan utama untuk anak -anak tersebul
b NNRTI dapat menurunkan kadar obat kontrasepsi yang tnengandung estrogen. Kondom hares selalu
digtmakan untuk mencegah penularan HIV tanpa melihat scrostatus I IIV. Remaja putri dalam masa
re-produktif yang mendapat EFV harus menghindan kchamilan (lampiran C).
27
Rekomendasl ART
2 NRT1
2 NR'1'l + NVI'
Catatan:
Apabila diagnosis TB ditegakkan, tempi TB harus dimulai lebih dabulu dan
ART diberikan 2-8 minggu setelah tunbul toleransi tempi TB dan untuk
menurunkan risiko suidrom pulih imam ( immune reconstitution inflammatory
_yndrome, IRIS).
Keuntungan dan kerugian memilih ALT atau d4T + 31'C + ABC:
- Keuntungan : Tidak ada interaksi dengan nfampisin.
- Kerugian : Kombuiasi ini memihki potensi yang kurang dibandingkan 2 NR'I'I + EFV. ABC lebih mahal dan
tidak ada bentuk genenk.
a Pada anak tidak ada informasi mengenai dosis yang tepat untuk NW dan EFV bih digunakan
bersamaan dengan rifampisin . Bda terdapat perangkat pemeriksaan fungsi ham , dosis NVP dapat
dinaikkan 30'o. Sedangkan dosis standar EI V tetap dapat digunakan.
28
jika akan memulai terapi TB pada anak yang sudah mendapat ART:
I + ABC
1, ruskan
I + EFL'
Teruskan
7
2R" 'I+ NVP
Gantikc2 NRTI+ABCatau2NR1'I+
I- v (umur > 3 tahun)
Catatan:
'I'idak ada interaksi obat antara NR'I'i dan rifampisi.n.
Rifampisin menurunkan kadar NVP sebesar 20-58% dan kadar EFV
sebesar 25%. Belum ada informasi perubahan dosis NVP dan EFV
bila digunakan bersama rifampisin. Bila terdapat perangkat pemeriksaan
fiingsi hati, dosis NVP dapat dinaikkan 30%. Scdangkan dosis standar
FFV tetap dapat digunakan.
Obat 1'B lain tidak ada yang berinteraksi dengan ART
Pada pengobatan '1B, rifampisin adalah bakterisidal terbaik dan harus
digunakan dalam rejunen pengobatan TB, khususnya dalam 2 bulan
pertama pengobatan. Pergantian terapi '1'B dari rifampisin ke non
rifampisin dalam masa pemchharaan tergantung pada kebijakan dokter
yang merawat.
Efek hepatotoksisitas obat anti TB dan NNRIl dapat tumpang tindih,
karma itu diperlukan pemantauan fungsi hati.
'I'ctap waspadai kenwngkinan sindrom pulih unun (IRIS)
11
Kerja sama tim antara tenaga kesehatan, pengasuh dan anak dibutuhkan untuk
memastikan kepatuhan jangka panjang dan respons yang baik terhadap ART
dapar
terjadi:
- Rcjimcn ohat susah diminum karena ukuran pil besar atau volume sirup, rasa
tidak cnak
- Masalah penyediaan ART (finansial, resep inadekuat)
- Anak menolak (khususnva pads anak yang lebih tua yang jenuh minum obat
*tau tidak mengetahui status I II V nya)
b. Doaia tidak tepat
. 'lenaga kesehatan harus memastikan pads setiap kunjungan:
- dosis setiap ARV
- cars penyiapan ARV
cara penyimpanan ARV
c. Efck camping
Efek samping yang berat harus diperhatikan dan ditangani dengan tepat
Efek samping minor yang tidak mengancam jiwa seriug tidak dipantau atau
ditatalaksana dan mungkin menjadi alasan ketidakpatuhan
Lipodistrof dapat menycbabkan remaja berhenti minum obat
d. Lain-lain
Banyak alasan lain yang menyebabkan anak tidak patuh dalam bcrobat.
C'.ontohnya hubungan yang tidak balk antara tenaga kesehatan dengan keluarga,
penyakit lain yang menyebabkan pengobatan anak bertambah , masalah sosial,
perubahan pengasuh, pengasuh utama sakit, dan lain-lain.
-^
30
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
I
Tata laksana
Mencari yahu alasan jadwal ARV tidak ditepati, untuk:
- mencari tahu waktu minum obat yang sering terlewat
- mencari tahu alasan dosis terlewat saat waktu tersebut
- bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur jadwal yang sesuai
- dapat menggunakan alat bantu seperti boks pil atau jam alarm
Mencari tahu alasan rejimen ARV susah diminum
- bekerjasama dengan keluarga untuk mengatur rejimen/formula
yang sesuai
- melatih menclan pil untuk mengurangi jumlah sirup yang diminum
Mencan tahu alasan penyediaan ARV terganggu
Tata laksana
Alat bantu seperti boks pil. l)apat juga kartu tertulis atau bergambar
mengenai keterangan rejimen secara rinci
Periksa dosis dan mints pengasuh/anak untuk menunjukkan cara
menviapkan ART
Scsuaikan dose menurut TB/BB anak
Tata laksana
Efek samping harus ditangani dengan tepat, tanpa melihat derajat
keparahan
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan efek samping minor dan apa
yang dirasakan anak
Pertimbangkan mengubah ART pada rejimen yang kurang
menyebahkan bpodistrofi
Tata laksana
Tenaga kesehatan perlu menciptakan lingkungan yang mendukung
dan bersahabat sehingga pcngasuh/anak merasa nyaman untuk
menceritakan masalah yang menjadi penyebab ketidakpatuhan
Atasi penyakit sesuai prioritas, menghentikan atau modifikasi ART
mungkin diperlukan
Melihatkan komunitas di luar klinik sebagai kelompok pendukung
12
Klinis
Evaluasi Minis
Berat dan tinggi
badan
Perhitungan dosis
ART I
^:
Nilai kepatuhan
minum obat 3
1 Pasien anak yang diben ART dengan cepat bcrtambah herat dan tingginya sesuai dengan
pertumbuhan, karenanya penghitungan dons harus dilakukan setiap kontrol. Dosis yang terlalu rendah
akan menimbulkan resistenst.
2 Obat yang diminum bersantaan harus ditanyakan setiap kali kunjungan seperti apakah kotrimoksazol
diminum (pada anak yang tenndikasi) atau ada ohat lain yang potensial berinteraksi dengan ART
(lampiran D).
3 Kepatuhan minum ohat ditanyakan dengan cars menanyakan dosis yang tedewat dan waktu anak
minum obat. Yang ideal adalah menghinmg sisa tablet atau puyer , atau sisa sirup bila tersedia
sediaan sirup.
32
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Laboratorium
Fib dan leukosit 4
Kinua da.tah
Iengkap 5
k
x
Tes kchamilan
pada rcmaja 6
Catatan:
Apabila anak tidak dapat datang untuk tindak latijut, maka hares diupayakan
untuk menghubungi anak/orang tua (misainva dengan telcpon atau kunjungan
rumah). Pengasuh hares didorong untuk membawa anak bila sakit, khususnya
pada beberapa bulan pertama pemberian ART karena adanya efek samping
dan intolcransi.
4 Pemantauan kadar hemoglobin (Hb) dan leukosit harus dilakukan bila anak menenma AZT pada
bulan 1, 2 dan ke 3.
5 Pemcriksaau kirnia darah lengeap mcliputi enzim - enzim hati, fungsi ginjal, glukosa, lemak, amilase,
lipase dan elektrolit . Petnantauan bergantung pada gelala dan obat ART yang dipilih. Pada rcmaja puts
dengan CD4+ > 25(1 sel/mm' pcmantauan fungi hati dalatn 3 bulan pertama ART dipertimbangkan
bila memakai NVP. luga pada kasus anak dcngan koinfeksi hepatitis R dan C atau penyakit hati
laimrya.
6 Tes kchamilan harus dilakukan pada remaja putri yang akan mendapat EF-V, dan iuga dilakukan
konseling keluarga.
7 Apabda terdapat perburukan klutis. maka pcmeriksaan CD4+ lehih awal dilakukan . I litung lunfosit
total tidak dapat digunakan untuk pcanantauan terapi ART selwtgga tidak dapat menggantikan CD4+.
Bila pemenksaan CD4+ tidak tersedia, gunakan parameter kluus untuk pemantauan.
13
Lihat
prosedur 13.2
34
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Lanjutkan ART
Ya
Lihat
prosedur 13.3
Ulangi konsultasi
Ulangi konsultasi
kepatuhan berobat
Memperk-uat
dukungan pengobatan
nutnsi Memperkuat
dukungan nutnsi
35
l'a
Timbulnya Periksa penyebab
penyakit barn
1'idak
Lanjtkan ART
Infeksi
oportunistik baru
IRIS
Terkait ARV
Toksisitas
Ikn kit
,unak lnasa
Intcraksi obat
Jika ART >
24 minggu,
pertimbangkan
kegagalan
pengobatan
Lanjtkan ART
Catatan:
Sesuai stadium klinis 3 dan 4 %U 10, kejadian kluus baru didefinisikan sebagai
infeksi oportunistik yang baru atau penvakit yang biasanya berhubungan
dcngan HIV
14
Catatan:
I)erajat ber<a tnya toksisitas dan tata laksana terdapat pada larnpiran E.
Kebanyakan reaksi toksisitas ARV tidal: herat dan dapat diatasi dengan mcmbcri
tempi suportif. F:fck samping minor dapat menyebabkan pasien tidak patch
minum obat , karenanya tenaga kesehatan hams tens mengkonseling pasien
dan mendukung terapi. Oleh karena itu setiap akan memul:ti pemberian ARV,
masalah toksisitas ini sudah bans ditcrrngkan sejak awal dan bagaimana cara
penanggulangannya, sehingga pasien tidak akan dihentikan pemberian ARVnya.
Bila diperlukan pcnghcntian ARV, NNRTl (NVP dan EFti) hares segera
dihentikan , tetapi 2 NRTI kinnya tetap diberikan hingga 2 minggu kemudian,
barn diputuskan dihcntik :rn atau diteruskan disertai substitusi/mengganti NNRTI
dcngan golongan PI
7 Dalam
beheripa
minggu
pertama
simtomatik
37
38
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
r + o
6-18 bulan
39
BC
I'
Itcakst hipersensitiaitas
AZT atau d l 1
Asidosis Iaktat
Asidosis laktat
ABC c
Neuropati penfer
Pankreatitis
Lipoatrofi/sindrom metabolik d
3I'C
Pankreatitis e
a Anemia herat adalah Hb < 7,5 g/ dl dan neutropenia berat dengan hitung neutrofil < 500/mm3.
Singkirkan kemungkinan malaria pada daerah endemis.
b Batasannva adalah intoleransi saluran cerna refrakter dan berat yang dapat menghalangi minum obat
ARV (mual dan muntah persisten).
c ABC dipilih pada kondisi ini , tetapi bila ABC tidak tersedia boleh diginakan AZT
d Substitusi d4T umumnv a tidak akan menghilangkan Lipoatrofi. Pada anak ABC atau AZT dapat
dianggap sebagai altematif
e Pankreatitis yang dikaitkan dengan 3TC/emtricitabine(FI'C) dilaporkan pada orang dewasa, namun
sangat jarang pada anak.
40
EPV
NVP
EI'V h
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
Dipertimbangkan untuk diganti
f Batasannya adalah toksisitas SSP yang berat seperti halusmasi persisten atau psikosis,
g Toksisitas hati yang dihubtmgkan dengan pemakaian NVP jarang terjadi pada anak terinfeksi HIV
yang belum mcncapai usia rcmaja.
h EFV seat ini belum direkomendasikan pada anak < 3 tahun, dan scbaiknya udak holeh dibeokan pada
remaja puts yang hamil trimester I atau aktif sccara seksual tanpa dilindungi oleh kontrasepsi yang
memadai.
i I cm kulit yang berat didefinisikan sebagai lesi luas dengan deskuamasi , angioedema, atau reaksi mirip
serum sickness, atau lesi discrtai gejala konstitusional sepc rti demam, lesi oral, melepuh, edema fasial,
konjungtivitis . Sindrom Stevens- Iohnson dapat mengancam jiwa, olch karena itu hentikan NVP
2 2 obat lainnya diteruskan hingga 2 minggu ketika ditetapkan rejimen ART berikutnya I 'niuk SS-1
penggantinya tidak holeh dangolongan NNR'I'I lagi.
j Pemberian PI dalain rejimen lint pertama mengakibatkan pilihan obat berdcutnva terbatas bila sudah
terjadi kegagalan terapi.
immune Reconstitution
Inflammatory Syndrome (IRIS)
15
Definisi
Frekuensi
Waktu
Tanda dan
gejala
Kejadian
IRIS paling
umum
Tata laksana
i Robertson ], .Meier. M, II"all J, Ying J Fichtenbaum C Immune Remnstitution Syndrome in H1I I aIdating a
Case Definition and Identifying C:knical Predictors in Persons Initiating AntireMniral Therapy IRIS. Ckn Infect Dis
200,-42:1639-46.
ii French MA, Lenin N. John Al, et al Immune restoration disease after the treatment of immunodefident HII' infected
patients with highly active antiretroeiral therapy. HII' Med 2000; 1:107-15.
iii Breen RAM, Smith CJ, Bettinson H, et al Paradasical reactions during tuberculo sis treatment inpatients with and
without III I ' co-infection. Thorax 2004; 59:701-707.
iv Ms(omsy G, Whalen C, Mawborter S. et aL Placebo- controlled trial of prednisone in advanad HI I'-1 infection.
AIDS 2001;15.321-7.
16
W-Mm
Mual
ART:
Muntah
A RT:
d4"1' atau ddl dapat mcnyebahkan
pankrcatitis
. NVP (EF'V Ichih jar tng)
Diare
ART :
NFV dan golongan PI lainnya
biasanya mcnycbabkan diare.
Hipersensitif AB(.
Sakit kepala
ART:
AZT atau E FV, biasanya ref/kmitin^
atau dapat bertah .in dalarn 4 -8 minggu
60
Demam
ARI:
beberapa organtsmc,
seperti MAC, TB, CMV
kriptokokus, herpes zoster
Batuk
Kesulitan
bernafas
ART:
NR'I'I dikaitkan dengan asidosis
metabolik
Hipersensitivitas ABC
Fatigue
ART`
Ducat
Ruam kulit
Gatal
ART':
. NVP atau ABC
Harus dinilai secara seksama
dan dapat dipertimbangkan
penghentian obat pada reaksi
berat. Ruarn EFV bersifat self
limitinrg
Profilaksis 01:
Kotrimoksazol atau INH
43
Tidak
45
[tiriteria kegagalan
imunologis
Tidak
Lanjutkan ART
1a
CD4
CD4
CD4
-----------Sevr if m odrficieney
Sevrcr unmunodeficrcncv
Catatan:
Tipe 1. Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setclah pernah
pemuhhan imun inisial.
Tipe 2. Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi
dengan minimal satu pemeriksaan CD4+.
Tipe 3. Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi
berat menurut usia.
Apakah anak
mempunyai
kepatuhan baik
terhadap ART
1'a
1'idak
mempunyai kegagalan
pengobatan secara
klinis
1"a
Tenaga kesehatan harus menilai faktor yang dapat mcmpengaruhi kepatuhan dan
bekera sama denganpangasuh / anak untuk menvclesaikannya
19
:2NRTIbaru+1PI
Langkah 1 : Pilih 2 NRTI
ddl + ABC
ABC + 3TC
ddl + AZT
Mcncruskan penggunaan 3TC pads reiunen luu kedua dapat dipertimbangkan karena 3TC
dihubungkan dengan herkurangnva ketahanan virus HIV
Langkah 2: Pilih 1 PI
P1 Terpilih
Keuntungan
Lopinavir
/ritonavirLPV
/r
pernah mendapat PI
Ambang terhadap resistensi
tinggi karena kadar obat
tinggi dengan penambahan
ntonatir
Tersedia dalam bentuk sirup,
pil dan tablet
Dosis anak sudah tersedia
Saquinavir/
Ritonavir
SQV/r
Keru;ian
Membutuhkan
penyimpanan dalain
lemari pendingin
Kapsul gel ukuruinya besar
Harganya mahal
Rasa tidak enak
Sirup mengandung 43%
alkohol, dan kapsul
mengandung 12% alkohol
Tidak bisa dibagi
Untuk anak > 25 kg dan
mampu menelan kapsul
Ukuran kapsul besar
dan memerlukan
penvimpanan di lemari
pendingin
Beban pil banyak
Sexing ditemukan efek
camping saluran cema
48
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
lipodistrofi dibandingkan
,ilona;rr-booved Pi
Catatan:
Resistenst silang dalam kelas ART yang sama terjadi pada mereka yang mengalami
kegagalan terapi (berdasarkan penilaian klinis atau CD4+). Resistensi terjadi ketika HIV
terus berproliferasi meskipun dalam pengohatan ART. lika kegagalan terapi terjadi dengan
rejimen NNRTI atau 3TC, hampir pasti terjadi resistensi terhadap seluruh NNRTI dan
3TC. Memilih mencruskan NNR11 pada kondisi tni tidak ada gunanya , tetapi mencruskan
pembetian 3TC mungkin dapat menurunkan ketahanan virus HIV.
AZT dan d4T hampir selalu bereaksi silting dan mempunyai pola resistensi yang sama,
schingga tidak dianjurkan menggantt sane dengan pang lainnya.
Prinsip pcmilihan rcjimen lint kedua:
Pilih kelas baru obat ART sebanyak mungkin.
- Bila kelas yang sama akan dipilth, pilth obat yang sama sekali belum digunakan
sebelumn y a dan poly resistensinva tidak orrrkipping.
Tujuan pemberian rejimen lint kedua adalah unnik mencapai respons klinis dan
imunologis ((:D4+), tetapi responsnya tidak sebaik pads rejimen lint pertama karena
mungkin sudah terjad) resistensi silang di antara ohat ARV.
Sehelum pindah ke rejimen lint kedua, keparuhan berobat hams benar-henar dindat.
Anak pang dengan rejimen lint kedua pun gagal, terapi penyelamatan yang efekttf masih
sulit dilakukan . Konsultasi dengan panel ahli dipedukan.
Untuk rejimen berbasis rimnazir-bo,isted PI , pcmeriksaan lipid (trighserida dan kolesterol,
jtka mungkin LDL. dan HIM .) dilakukan settap 6-12 bulan.
20
Tuberkulosis
Tidak
Tindal: lanjut reguler
Ya
'I'idak
RIinis sehat
Tidak ada tanda/gejala TB
1'a
r Penilaian penyakit'1'B
5o
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Catatan:
Banyak midi menemukan hahwa tnencart kontak 'TB penting dalam
identifikasi kasus TB baru dan dirckomendasikan olch ATHO dan
Ldernational Union _-1gaints 1 uberrnloses and Lrrit,g Disease.
Direkomendasikan bahwa senlua anak terinfeksi HIV yang memiliki
kontak TB dalatn satu rumah harus disaring terhadap gejala penyakit TB
dan ditawarkan terapi preventif isoniazid (isoniazid setiap harm selanla
minimal 6 bulan).
Anak yang nnggal bersama dengan pendenta't'B pulmonal dengan apusan
positif (atau dinyatakan mcnderita TB Paru meskipun kultur sputum tidak
dilakukan) memiliki risiko terkena infeksi TB. Risiko itlfeksi lebih besar
bila waktu kontak cukup lama, seperti antara ibu atau pengasuh di rumah
dengan bayi.
Cara terbaik tultuk deteksi infeksi TB pada anak adalah till tuberkuhli
dan foto rontgen dada, serta merupakan metode uji tapis terbaik untuk
kontak penyakit 'I'B. Apabila uji tuberkuhn dan foto rontgen dada tidak
tersedia, hal ini tidak boleh menghalangi pemeriksaan kontak dan tata
laksana terhadapnya.
Penilaian klinis saja sudah cukup untuk menemukan apakah anak sehat
atau simton atik. Penilaian rutin terhadap anak yang terpajan tidak
memerlukan uji tuberkulin dan foto rontgen dada. Pendekatan ini berlaku
pada sumber TB pulmonal dengan apusan positif, namun uji tapis juga
hartts tersedia untuk sumbcr TB pulmonal dengan apusan negatif Apabila
anak kontak dengan sumber TB apusan sputum negatif terdapat gejala,
nlaka diagnosis 'IB perlu dican, tanpa melihat usia anak tersebut. Apabila
asimtonlatik, investigasi lebih lanjut dan tindak lanjut tergantung pada
kebijakan nasional.
Tcrapi rekomendasi untuk kontak yang sehat usia < 5 tahun adalah
isoniazid 5 mg/kgBB setiap harm sclama 6 bulan.
Tindak laniut harus dilakukan minimal setiap 2 bulan sampai terapi lengkap.
Rujukan ke rumah sakit tersier perlu bila diagnosis tidak jelas. Para kontak
dengan penyakit TB harus didaftar dan diobati.
51
Tuberkulosis
I
F Riwayat kontak TB (dewasa):
. Apapun sputum positif atau
kultur positif
Kontak erat
'1"idak
^
Penilaian penyakit'1B
Ya
Minis sehat
'1'idak ada randa/gejala 'IB
Tidak
Ya
Ya
Penilaian penyakit TB
52
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Uji Tuberkulin
Uji tuberkuhn harus distandarisasi di setiap negara, balk menggunakan
tuherkulin atau derivat protein murni (purified protein derivative, PPD) sebesar
5 TU (tuberculin unit, ataupun tuherkulin PPI) RT'23. Kcduanya memberikan
reaksi yang serupa pada anak yang terinfeksi TB. Petugas kesehatan harus
terlatih dalam melakukan clan membaca hasil uji tuberkulin.
Uji tuberkulun dikatakan positif bila:
Pada anak dengan risiko tinggi (tcrmasuk anak terinfcksi HIV dan gizi
buruk, seperti adanva tanda klinis marasmus atau kwashiorkor): diameter
indurasi > 5 min
Pada anak lainnya (balk dengran atau tanpa vaksin Bacille (.almette-Guerin,
B(,G): diameter indurisi > 10 min
Nilai Uji
Uji tuberkulin dapat digtinakan untuk menyaring anak yang terpajan
TB (misalnya dengan kontak TB pada sate rumah), nanuin anak tetap dapat
menerima kemoprofilaksis meskipun up tuberkulin tidak tersedia.
a Wi 10 Guidrna for National Tnbemdotis Programmes on the Alan, emenI of Tuberculosis in (:hi4Hen 20(M
Tuberkulosis
53
3. Uji tuberkulin
4. Konfirmasi bakteriologi apabila memungkmkan
5. Imestigasi yang berkaitan dengan suspek 'IB pulmonal dan ekstrapulmonal
6. Uji HIV (di area dengan prevalenst I lIV yang tinggi)
a IY'110 Grddana for National Tubrrrulosis Programmes on the Management of Tuhemilosis in C:hildrrn 2006
b 00110 Guidana for National Tubemdads Programmes on the Management of Tubenwlosis in Oildren 2006
54
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretrovlrat Pada Anak DI Indonesia
TB ekstrapulmonal
Anak dengan TB ekstrapulmonal saja masuk dalam kelompok ini. Anak
dengan TB pulmonal dan c k strap ulmonal harus diklasifikasikan dalam
kelompok TB pulmonal.
20.5. Pengobatan TB
Terapi anti TB
Pedoman internasional merekomendasikan bahwa 'lB pada anak yang
terinfeksi HIV harus diobati dengan rejimen selama 6 bulan seperti pada anak
yang tidak tcrinfcksi HIV. Apabila memungkinkan, anak yang terinfeksi IIIV
harus diobati dengan rejimen rifampisin selatna durasi pengobatan, karena
penggunaan etambutol pada kasus de,,,wasa dengan mnfeksi HIV tuituk masa
lanjutan pengobatan angka relaps TB-nya tinggi. Sebagian besar anak dengan
'I'B, terniasuk yang tennfeksi IIIV, mempunvai respon yang bagus terhadap
rejimen sclania 6 bulan. Kemungkinan penyebab kegagalan pengobatan
seperti ketidakpatuhan bcrobat, absorpsi obat yang buruk, resistensi obat dan
diagnosis banding, harus diselidiki lcbih lanjut pada anak yang tidak mengalatni
perbaikan dengan terapi anti TB
Dosis rekomendasi obat anti-TB lini pertama untuk dewasa dan anak b
Setiap hari
Obat
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Erambutol
Maksimum
(mg)
Dosis dan
rentang
(mg/kgBB)
300
10 (8 12)
600
10 (8-12)
600
35 (30-40)
30 (25-35)
15 (12-18)
Dosis dan
Rentang (mg/
kgBB )
Maksimum
per hari
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
Anak 20 (15-25)
per hari
(mg)
Denvasa 15 (15-20)
Strcptomicin
15 (l2 18)
a WHO G,idan a for National Taberoelo, as Programmes on the Management of T abenmlosis in Children 2006
b W'Tlo T'natment of 1 irbenulosir Giidel' nes for :'atonal Programmer 2003
Tuberkulosis
55
Catatan:
i. Dosis rekomendasi harian etambutol lebih tinggi pada anak (20 mg/kg)
daripada dewasa (15 mg/kg), karena adanya perbedaan farmakokinetik
(konsentrasi puncak dalam serum pada anak lebih rendah daripada dewasa
pada dosis mg/kg yang sama). Meskipun etarnbutol sering dihilangkan
dari rejimen pengobatan pada anak karena adanya kesulitan pemantauan
toksisitas (khususnya neuritis optikus) pada anak yang lebii muda, literatur
menyatakan bahwa etambutol aman pada anak dengan dosis 20 mg/kg/
hari (rentang 15-25 mg/kg).
ii. Streptomisin harus dihindari pada anak apabila memungkinkan karena
injeksi merupakan prosedur yang menyakitkan dan dapat menimbulkan
kerusakan saraf auditorius ireversibel. Penggunaan streptomisin pada
anak terutama untuk menuigitis 'I'B pada 2 bulan pertama.
Rekomendasi rejimen pengobatan untuk setiap kategori diagnostik TB
secara umum sarna antara anak dengan dewasa. Kasus barn masuk kategori I
(apusan Baru positif TB pulmonal, apusan baru negatif TB pulmonal dengan
keterlibatan parenkim luas, bentuk 'I'll ekstrapulmonal yang berat, penvakit
I IIV penyerta yang berat) atau kategori III (apusan baru negatif TB pulmonal,
ch luar kategori I, bentuk TB ekstrapuhnonal yang lebih rungan).
Sebagian besar kasus TB anak adalah '1'B pulmonal dengan apusan
negatif atau bentuk TB ekstrapulmonal yang tidak berat, sehingga masuk
dalam kategori III. Kasus TB pulmonal anak dengan apusan positif, kerusakan
jaringan pulmonal yang luas atau bentuk T'B ekstrapulmonal yang berat (seperti
TB abdominal atau TB tulang/sendi) masuk dalam kategori I. Kasus meningitis
TB dan TB miltar memerlukan pertimbangan yang khusus. Kelompok yang
sebelumnya pernah diobati masuk dalam diagnosis kategori II (sebelumnya
terdapat apusan positif '1'B pulmonal) atau kategori IV (kronik dan mullidrug
resistant MDR-TB). Terapi TB pada anak yang terinfeksi IIIV memerlukan
perhatian khusus.
56
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
III
211RZ
kategori 1)
Bcntuk TB
ekstrapulmonal yang
lebih ringan
1
21 IRZE
Meningitis 'IT3
2RT IZS
1ORII
11
TB pulmonal apusan
2HRZES/
1I-IRZE
5HRE
Tuberkulosis
57
Catatan:
i. Pemantauan langsung terhadap konsumsi obat direkomendasikan selama
fase inisial clan face lanjutan yang mengandung rifampisin. Pada fase yang
lain, obat dapat diberikan setiap hari atau tiga kali seminggu
ii. Selain kategon I, pada kategori lain etambutol sering dihilangkan selama
fast inisial untuk pasien dengan TB pulmonal non-kavitas dan apusan
negatif yang diketahui tidak terinfeksi HIV, pasien yang terinfeksi olch
basil yang rentan terhadap obat serta pasien anak Sang lebih muda yang
terinfeksi TB primer. Petnilihan etambutol atau bukan didasarkan oleh
kategori ppenyakit TB, bukan oleh umur pasien.
in. Rejimen 2IIRZE/611E dihubungkan dengan tingkat kegagalan
pengobatan yang tinggi dan relaps dibandingkan dengan rejimen yang
menggunakan rifampisin dalam Ease lanjutan.
iv Pada meningitis'1'B, meskipun tergolong kategori 1 digunakan streptomisin
untuk mcnggantikan etambutol.
Rejimen terdiri dari 2 fase, yaitu inisial dan lanjutan. Nomor di depan
setiap fase menunjukkan durasi fase tersebut dalarn hitungan bulan. Nomor
subskrip (XY3) setelah singkatan obat merupakan nomor dusts obat per
minggu. Apabila tidak ada nomor subskrip, maka obat tersebut diminum
setiap Bari.
Contoh 2H RZ/4 H aR a
Fase inisial terdin dari 21 IRZ, sehingga durasi fase tersebut 2 bulan. Obat
diminum setiap hari, yang terdii dari isoniazid, rifampisin dan pirazinamid.
Fase lanjutan terdiri dari 4H3R3, schingga durasi Ease tersebut 4 bulan,
dengan isoniazid clan rifainpsisin clinunum 3 kali dalam semuaglna.
21
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunlstlk Pada AnakTerlnfeksl HIV
00
c
O ^,Gc L
N r . -i
..
7
N
R
O ..
y
:a r^
u
'O
K C
L
,d
C
C
.^, ti
nt K on
^: pQ C
K
R
o
R rL
Y
ea
do
y
.L
C
cE
y
aC.
`^
w
tz
0
7
;v E Y
a
4
C'
fi
y Gc a ^tc
G C
C.
00
C R R
Y b L
_
Y C
M
0.
G
.C
o .^
O -
to
ti!
a C
'E
^^
C
' . .. I C w+ Or
^^
Lt G 00
R e
CC
-w
v
R
V
R
59
60
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
^ x
'= E
:
C v
C C n
^ Q
'o
"
C F
R
E r
o
lL'
cCTt,
w
E -a CL
r_
cd iy V
y 'C
Y
Y
r
C E 7 QC
C 'C
C C .r
C
'.
n
cCi
oc
c
L
.^
d G
.:
v r 1
h Y
'yJ
L r
.. L
K ^, e
N';
F tiy
y
Y
v 7 C
^
_
7 y
3 nt
v
R
F M; E E 3
NE
1a
.^ F .G
C 'O
:C OC
G '_' e o v
Ll 'LS R
E?
sa
C- y
s r
- C C- - ^; o .
M
E ^c
1
'b ^
v C ^
f C
c.E C Y x o .E
9 y\ o w
C= M
r-I E
cI
E.
o
'+^ v
y to
o \
`
o
:: N
-3
.V
GC
3
v
L
U
0.
p .R.
E c W v
c c
i4 C
u
E a
3
a^? r E E
c
r F
c:
61
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksi Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV
.r E
E
EfX
. o
^ :a\ h
C
x A C v n
C
^
u\^
C CC
.sC X .- $ Y\
^
y M' ; v \ X
.^q
^^
^^ E y
K v,^r. OC M
_ y
"a
-U E
o -O
C
a vJ u G\
EPQ o a rvC
a.t
j\
..
04
so
G
^- - v.N E E
a
p
E G o x
vx
sa x a x
^n -
+
/
er,
C ^=
o a
v
C
C
^
v c
a
m p
N
^On
R a
C o E y 5
y E L A r a
c
e c .^ o
C 2 O L 1
b
C
U o E E p
1 a C.
v rnc;' ^
6nY u
" a
`c z 15
? ti
^`d
kd
^] r s L
K R `
QEQ
m x
8 v
GK
ti c
cE
O
Cq a '
c v ir
' Eu uE Cu
E ^?
c^ c
N
b
E -o c E a as c v ^,a s >. E
b C
E
r
4
NO
O
0
7. .5
u '- Q
G
C _ AQ
E E
m
b
73
73
x e v
au 4
^ E
ri
Soo K v .o
A- c n . ^ C-
e
t
E
i
L ^
c.
c u
^
r
E C E 0
N ^+
aon
U
c a c c x v x 'Oe
62
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
< t _
e 7 E
c
EclE
s
^r
^
e7
o v\ y G
71
pq
G
_
G C
t4 C- t. Q
s c c G i
y c 9 c_ a
it r
v o I^ E
[^
ca
^^
a 73
ti x
^^ y ^
v. ..
c
d^
.i _ U h t"
C :e SC)J
t0 -j W
R
C-.
a
G G
C-
r
C
'D
y
r J
C
y
E:_,
...
s4^
eE
^.
v, A
a.^-
eC
^- C
R
0. dC
.' C
C. 11
C(^'
v y ccC
tko
E o v ^ >. x=
C
L
C
w G
C.
t:
:'
5 .c ac
73
F .v.
i v
y ^' 2
w ^ Z
y R
K ,YJ
C
0.C
,^
C W,
C.. R
-a -5 v
R
C cRe '^ y
L Cl.
. C 0. C J
'O
X G
a
7C .
C
,^
CL
tz
"O
,..
y C C
R A
O!
J O C..
R
C
.SC
1=
C
Diagnosis Minis dan Tata Laksana Infeksl Oportunistik Pada AnakTerinfeksi HIV
b u x
Y r
Ev
0 c a
" x
W.
. ^ a E c .Y oc no
GE
my oG
0.
CC u
.0
c 7 _
3 E
C- E
00 C^
b c .E
K E y
olj^ u
_ a
fi
r'
0
:J
C 0 J
05
u E o
P-'9 c
y c^
.i0 ^ L
N
7 0
C
^ x E
y
G
63
64
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapt Antlretroviral Pada Anak DI Indonesia
Lampiran A, Bagian A:
Stadium Minis WHO Untuk Bayi dan Anak yang
Terinfeksi HIV a, b
Stadium klinis 1
Asimtomaril:
I,imfadenopati generalisata persisten
Stadium klinis 2
1 Iepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana
Erupsi pruritik papular
lnfeksi virus wart lugs
r inguLzr i hei&ks
Moluskum kontagiosum luas
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang ridak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat terhadap
terapi standara
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih) a
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dan 37.5C intcrmiten atau konstan, >
1 bulan) a
TB kelenjar
TB Paru
Pneumonia baktcrial yang berat dan berulang
Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik
Penyakit paru-berhubungan dcngan HIV yang krotuk rermasuk bronkiektasis
Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8g/dl ), neutropenia (< 500/mm') atau
rrombosiropenia (< 50 000/ mm3)
Lampiran A
Stadium klinis 4 n
Malnutrisi, toasting dan stunting berat yang tidak dapat dijclaskan dan ridak beres. pons
terhadap terapi standara
Pneumonia pneumosistis
lnfeksi bakterial berat yang berulang (misalnva empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
sendi, meningitis, kecuali pneumonia)
Infekst herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi
manapun)
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau paru)
Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa neonatus)
Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan onset
umur > lbulan
Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis
Catatan:
a. l'idak dapat dijelaskan ebrarn kondisi tersebut tidak dapat dibuktikan olch sebab yang lain
b. Beberapa kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat discrtakan pada kategori ini
65
66
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapl Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia
Lampiran A, Bagian B:
Kriteria Presumtif dan Definitif Untuk Mengenali
Gejala Minis yang Berhubungan dengan HIV/
AIDS pada Bayi dan Anak yang Sudah Dipastikan
Terinfeksi HIV a
Stadium Minis I
:lsimtomatik
Diagnosis klinis
I,imfadenopati
gencralisata
persisten
Diagnosis Minis
Stadium klinis 2
Hepatosplenomegali
persisten yang tidak
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis
dapat dijclaskan
Erupsi pruntik
papular
disingkirkan
Infeksi fungal pada
kuku
Diagnosis klinis
Diagnosis Mints
terapi antitungal
67
Lampiran A
Erirccnm:i ginggnva
Linea
Diagnosis Minis
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis
68
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
lnfcksi Saluran
^lapas Atas
herulang ,tiro kronik
lhat^^:i, !.linis
dijelaskan
standar
Diare persisten
yang tidak dapat
dijelaskan
Demam persisten
yang tidak dapat
dijelaskan
> 37,5C
intcrnuten atau
konstan, > I bulan)
standar
Dipastikan dengan
69
Lampiran A
7 kandidlasis oral
persisten
(di luar masa 6-8
minggu pert ma
kehidupan)
Kultur atau
pemcriksaan
mikroskopik
Diagnosis klinis
Dipastikan dengan
pemeriksaan
histologik pada
sediaan dari aspirat
dan diwarnai dengan
pcwarnaan atau
kultur Ziehl Neelsen
TB Paru
radiologis yang
konsisten dengan TB
aktif dan/atau kultur
M. tuberculosis positif
Ginggivitis atau
stomatitis ulseratif
nekrotikans akut
Dipastikan dengan
isolasi bakteri dan
spesimen yang
adekuat(sputum
yang diinduksi,
cairan bersihan
bronkus, aspirasi
paru)
Diagnosis klinis
70
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
1 T M
IJP simtomatik
Penyakit paru
berhubungan
dengan I ITV,
termasuk
hronkiektasis
diperlihatkan adan}a
kista kecil-kecil dan
atau area persisten
Diagnosis dengan
dapat dijelaskan
(< 8g/dl), atau
pemeriksaan
laboratorium, tidak
neutropenia
(<1000/mm3) atau
trombositopenia
kronik
(< 50 000/ mm3)
disehabkan olch
kondisi non-I III'
lain, tidak berespons
dengan terapi
standar hematinik,
antimalana atau
atitihelmintik sesuai
pedoman IAICI
71
Lampiran A
Stadium Minis 4
^Ialnutrisi, asting
dan stunting herat
Terraratnya Berta
menurut tinggi atau
berat menurut umur
kurang dari - 3 SD
+/- edema
Pemeriksaan
mikroskopik
imunofluoresens
sputum yang
bersihan bronkus
atau histologi
jaringan paru
Diagnosis dengan
kultur spesimen
klinis yang sesuai
Diagnosis dengan
kultur dan/atau
histologi
72
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
ndidiasi^^
csofagus
(atau
I' ll
trakea, bronkus , atau
paru)
nosis dengan
penarnpilan
makroskopik
saat endoskopi,
makroskopik dan
jaringan atau
makroskopik dengan
bronkoskopi atau
histologi
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Diagnosis dengan
makroskopik BTA
positif atau kultur
A1 . tuberarlotf, data
darah atau spesimen
lain, kecuali sputum
atau bilasan bronkus.
Biopsi dan histologi
Tidak diperlukan,
namun dapat
dikonfirmasi mclalui:
lesi tipikal berwarna
merah keunguan
dilihat mclalui
bronkoskopi atau
endoskopi; massa
padat di kelenjar
hmfe, visera atau paru
dengan palpasi atau
radiologi ; histologi
Infeksi
sitomegalovirus
(CMV), retinitis
atau infeksi CMV
pada organ lain,
dengan onset urnur
> I bulan
Diagnosis definitif
dibutuhkan dan
infeksi di organ
lain. Histologi, PCR
cairan serebrospinal
73
I ampiran A
Toksoplasmosis
susunan saraf pusat
terapi spesifik
CT scan
menunjukkan lesi
dengan kontras
Kriptokokosis
ekstrapulmonar
termasuk meningitis
Ensefalopati HIV
Diagnosis dengan
mikroskopik cairan
screbrospinal
(pewarnaan Gram
serum atau uji
antigen dan kultur
cairan seebrospinal
Pemeriksaan
radiologis kepala
dapat menunjukkan
74
KmidlNi Klink
\Iikosis endemik
Diagnosis Klinis
Tidak ada pemcrikst;in presumtif
I Il:r I ,.i"MVa
diseminata
(histoplasmosis,
pembentukan
granuloma
coccidiomycosis)
Isolasi: deteksi
antigen dan janngan
yang sakit, kultur
atau mikroskopik
dari specimen klinis
atau kultur darah
Infeksi mikohakteria
non-tuberkulosis
Gejala Minis
nonspesifik meliputi
penurunan berat
badan progresit,
den><am, anernia,
diseminata
Kista teridentifikasi
pada pemeriksaan
feses menggunakan
modifikasi ZN
75
Lampiran A
Isosporiasis kronik
Identifikasi Isospora
Limfoma sel B
Diagnosis dengan
pencitraan SSP,
Progreni e multifocal
lcukoencephalopath}y
(PAL)
Kelainan neurologis
progresif(disfungsi
kognitif, bicara/
berlalan, rTsualloss,
kclcmahan tungkai
dan lumpuh saraf
kranialis) dibuktikan
dengan hipodens
substansi alba otak
pada pencitraan atau
PCR poliomavirus JC
Nefropati karena
Biopsi ginjal
Kardiomegali
dan bukti
I IIV simtomatik
Kardiomiopati
karena HIV
simtomatik
buruknya fungsi
jantung kiri yang
dihuktikan melalui
ekokardiografi
76
Lampiran B:
Pendekatan Sindrom Sampai Tata Laksana Infeksi
Oportunistik l- ii
Diagnosis
presumtif:
pneumonia
Diagnosis
presumtiE LIP
atau infeksi
baktcri Diberikan
respiratorius akut
anribiotik
oleh virus
Lihat prosedur 20
Jn"ted management of adolescent and adulthood and illness. I$'1-HO 2006 in punt
Clinical management t f HI1 '/AIDS, .1Iinutry of Pubic Health Thailand 2004
77
Lampiran B
Anak dengan batuk, distres pernafasan berat dan terdapat hasil foto
rontgen dada
Dalam profilaksis
Tidak
kotrimoksazol
Pertimhangkan PCP b
Terapa dengan kotrimoksazol
15-20 TMP/kgBB/hari, setiap
6 jam, selama 14-21 hari b
Ya
Pernmbangkan pneumonia bakteri.
Terapi dengan ampisilin intravena atau
sefalosforin generasi ketiga c intravena
78
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antlretrovlral Pada Anak Di Indonesia
Anak dengan batuk kering dan terdapat hasil foto rontgen dada
Batuk keying dan pcncmuan
foto rontgen dada a
'1'idak
Pneumonia
'1'idak
virus
Investigasi lebih
lanjut
Terapi suportif c
Po.- R -k of Hospital Carr %r Children. W7 10 C;uidebes far The Management of Common Illnes s enth Limited
Rer^nnr 2005
79
Lampiran B
Koreksi dengan
curan rehidrasi
oral atau cairan
intravena,
kemudian nilai
kembali
Apabila Panda
dchidrasi berat
Obati dengan
antibiotik untuk
shigellosis:
untuk diare
siprofloksasin untuk
kronik
I nvestigasi
lebih lanjut
5 hari
menetap rujuk ke
rumah sakit
Antibiotik jangan
diberikan rutin.
Cari penyebab
Pengobatan
sclcsai
Diare Akut
Diare akut dapat terjadi pada anak dengan infeksi IIIV simtomatik. Daire
akut cair (acute watery diarrhoea) didefinisikan sebagai defekasi cair > 3x/
hari dan tanpa darah. Tatalaksana diare akut harus mengikuti pedoman
nasional untuk mengatasi penyakit diare dan pedoman untuk tatalaksana
untuk penyakit umum pada tenipat dengan sumber daya terbatas.
80
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
infeksi bakteri lain dapat disertai diare. Pemeriksaan fisik yang teliti harus
dilakukan untuk mencari uifeksi lain seperti pneumonia.
Kultur feses dapat mengidentifikasi Salmonella, Shigellu clan I ibria cholera
ataupun bakteri patogen lainnya.
Kultur darah clilakukan bila anak demam atau terdapat tanda toksik.
Bakteri seperti Sa/nionelia, ,tifycobaclerium arium carp/e\ atau lainnya sering
terdapat pada kultur darah pada anak dengan infeksi HIV.
Anak hares diperiksa lagi setclah 2 hari untuk memantau: dehidrasi yang
scbelunmya dialami, usia < 1 tahun, menctapnva darah dalam tinja atau
tidak ada perbaikan gejala. Perbaikan didefinisikan sebagai: penambahan
berat badan, hilanfmya demam dan darah dalam tinja, frckucnsi diare
berkurang dan perbaikan nafsu makan.
Disentri merupakan diare dengan tinja mengandung darah. Sebagian besar
disebabkan oleh Shigelth dan hampir semuanya tnemerlukan pengobatan
antibiotik. Apabila tersedia, lakukan kultur feses untuk mengidentifikasi
Shigella dan bakten patogen lainnya. Tanda diagnostik antara lain:
Darah pada tinja yang dapat terlihat dengan kasat mata
Nyerz abdominal
Konvulsi, Ietargi
Prolaps rektal
I^rekuensi defekasi meningkat
Demam
Dehidrasi
Dapat diberikan antibiotik oral selama 5 hari yang masih dapat mengatasi
sebagian besar jenis Shi,;el%i, contohnya darn golongan florokuinolon yaitu
siprofloksasin. Kotrimoksazol dan ampisilin tidak efektif karena adanya
resistensi yang luas.
Diare kronik
Definisi diare kronik: feces cair (> 3x/hari) selanna ? 14 hari pada anak
dengan gejala infeksi I IIV.
Diare kronik umum tenjadi pada anak yang teninfcksi HIV Apabila anak
tidak sakit berat (tidak ada darah pada tinja, afebris, tidak dehidrasi, tidak
malnutrisi), pantau anak dan pcrtahankan hidrasi dan nutrisi. Penyebab
lain diare termasuk kerusakan mukosa, bakteri tumbuh lampau, diare
asam empedu atau infeksi CMV. Tcrapi empinik dengan neomisin oral
atau kolistin ditambah kolestiramin dapat meringankan gejala. Infeksi
HIV sendiri dapat mettvebabkan diare, yang dapat diatasi dengan ART.
81
Lampiran B
fir'
IMD1;Y9Y
BAKTERI
.Salmonella ( non-typhoidal)
Shigella
Escherichia coli
Tanpa antibiotik
Canrpylobacterjquni
Mycobacterium tuberculosis
Yen-inia enterocolztiaa
VIRUS
Sitomegalovirus
82
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
PROTOZOA
Crptospos dirim
Ifopora helk
Giardia lambka
Entamoeba hysto/ykca
Mu7vjpondla
PARASIT
Stroq,yloide.c
JAMUR
Candida alhicans
* Tidak dapat digunakan pada bap dan anak < 5 tahun. Kuurolon dikonsumsi secara oral dapat
menyehahkan masalah tulang pada hewan dan hams hart-hati bila diherikan pada anak.
# Rifahutin tidak tersedia di kawasan Asia "lenggara.
Semua dosis unnrk satu kali pembenan.
83
Lampiran B
Diagnosis
malaria dan
pengobatan
sesuai dengan
pedoman
nasional malaria b
11
I noes tigasi
lebih lanjut dan
terapi suportif
sesuai pedoman
nasional dengue b
Punksi
lumbal (bila
mungkin)
Irhat
lampiran A
Obati
meningitis
dengan
antibiotik
intravena c
a. Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh > 37,5C (aksila); 38C (oral);
38,5C (rcktal)
Demam persisten : dcmani lebih dari. 5 hari
Demam rekuren : demam lebih dari 1 episode dakun periods 5 hari
Anak mungkin deniam sebagai akibat penyakit anak uruumnya , penyakit
edemik , infeksi oportunistik atau bakteri yang serius , neoplasma dan/atau
I IIV itu scndin . Dengan adanya kemungkutan tersebut , demam dikaitkan
dengan tanda dan gejala spesifik.
Anamnesis teliti:
Berapa lama demam ?
Apakah ada gejala lain ?
Pengobatan apa yang telah diberikan pada anak ?
b. Ikuti pedoman tats laksana spesifik.
c. Infeksi SSP dapat menyebabkan demam persisten atau rekuren tanpa
tanda abnormalitas neurologi . Ultrasonogram kranial dan / atau abdominal
mungkui berguna . Kultur sumsum tulang dapat memberikan hasil yang
lebih baik dibandingkan kultur darah. Mikobaktenimia mudah dideteksi
melalui aulomaled culture system.
84
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
l
Pcriksa:
TB
Tanda/gejala
penyakit terkait
HIV'
Infeksi
Infeksi fungal
sistemik
1h,cobacterium atrium
complex
Bacterial foci
Penyakit virus
a. Pcrtirnbangkan:
Panda/ gejala penyakit terkait HIV
Periksa oral thrush
Periksa lesi kulit
Periksa tanda lokal spesifik
85
Lampiran B
1
Anamnesis teliti:
Apakah terdapat kclcmahan di bagian tubuh
Apakah baru mengalami kecelakaan dan trauma
Apakah baru mengalami kejang
Obat apa yang sudah diminum anak
Apakah anak mempunvai kesulitan konsentrasi / mcmusatkan perhatian
Apakah perilaku anak berubah
Apakah anak tampak bingung
Apakah gejala terjadi tiba-tiba
Apakah gejala berkembang progresif
Pemeriksaan klinis
Apakah ada tanda neurologi fokal
Pcriksa paralisis Hasid
Periksa kekuatan
Masalah berjalan
Masalah berbicara
Masalah pergerakan bola mata
Penksa kaku kuduk
Apakah anak tampak bingung
Jika satu patogen telah dndentifikast, tempi 10 sf suai rekonnendasi (prosedur 21).
jika ada defisit neurologi fokal, pencitraan neurologi (misal Cl'
'Scan dengan
kontras) diperlukan untuk menvingkirkan infark serebral, perdarahan, limfoma
dan lain-lain, sebelum diagnosis ensefalopati HIV ditegakkan.
Pada infeksi toksoplasma yang didapat, CI' scan akan menunjukkan inassa
hipodens multipel dengan penyangatan tepi (nng enbuncemenl). Path lunfoma
SSP akan tampak lesi tunggal isodens atau hipodens yang menyangat dengan
kontras. Atrofi otak lebih tnenunjukkan adanya ensefalopati HIV. Penyebab
lain abnortnalitas neurologi pads arutk terinfeksi HIV yaitu ensefalitis CMV,
tuberkuloma SSP atau leukoensefalopati multifokal progresif.
Hitung CI)4 dapat membantu menentukan kemungkinan infeksi
oportunistik mana yang ditemukan.
86
abnormalitas neurologi
J-Disfungsi kognitif
atau motorik
progresif atau sty
Ya
Tidak
Episode
akut b
Ya
)hat Want;
jeiual
Tidak
Kenaikan tekanan
cairan scrcbrospinal
Curiga
Ya perdarahan
SSP arau Iesi
desak massy
Tidak
HIV ensefalopati dan mulai
ART d
87
Lamptran B
b. Episode akut dapat terjadi pada anak terinfeksi HIV yang sebelumnya sehat
atau dapat terjadi pada anak yang stuiah didiagnosis ensefalopati HIV.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan:
Meningitis akut: hitting leukosit > 100/mm3. Pewarnaan Gram
clan kultur cairan serebrospinal, apabila memungkinkan, dapat
menunjukkan adanya bakteri.
Meningitis kriptokokus: pewarnaan tinta India dapat menunjukkan
scl rag'. Antigen kriptokokus dapat dideteksi dalam serum atau
cairan serebrospinal.
Meningitis fungal: kultur cairan screbrospinal dapat mendeteksi
infeksi jamur.
d. Rejimen ART harus termasuk AZT atau d4'T karena penetrasi SSP
yang tinggi.
88
Pedoman TTatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
-tom/ 'l
I )irai
E
E
Anak
89
Lamplran C
rl
"
.0 0 A
t
-^
EA
CG R
^
bpd
JC
E u
ll ri
aC
^p^
k
C] ^i R
'
5 ,c
v M E EGni E d
Cl '^
Al
7 C1
.=
a ='
v EO n M
A
A
E
^3S
Ea
cx` v
'^
q^ o E
F
J k iF'
E E
^
k_
.9 'C A j F C
Ep
'^ ^C U^ k Obi
v
a
"
-b c ro
E
.Q 0
W
L y
a
7
S L
A
O
CO
S
\
,^
3CE
^ E
`A
v`7
r,
m L 'L
"
c E
E
^tl
90 Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
60
S x
N1
^
e
6b
v -
a^
x x
c ^
_s
El
'G
o9
r:
... ? n F E
m E E S
yC
1
Y
F N E
a Lea
en
d
L'
`^'
77
C
7 N
j
E
O
c!
b
r
C1
E
C1
\
', 'C h Cv S
a 0 nk E
00
c x
aE
q
^
T
E cry
^4
2
.Ni
91
Lamph'an C
po n
qq
C C
L/
7
q
a>
a .'n
'II
.
D '^
^
S
"C T
fl
`^
_
'C S E R
.^
6.
u e^^,
y
a
A 00 D
L '^ I
t
^F
'^ OCQ a f1 fl
^
a P
^ a
Ei^E
v lilA
V^^ Gig E
^m
CA
,^
II II II II
EEEE
O O O
E ?
eo ac
ec
o E o
'C E 'o
r-^ 'k
cz
cdf^,
^-
ci
,n
Cl
a
S
E E
^
-^
Al
h
OC
E3
n E 60
E
60
E
C ^e ^T k3
' 7
0. ^ M -y
_ a7
92
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapl Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
E'
J L E
EL
E so
so c
C^i
'
L L C{ ^L
Sis
73
L 'J^.'(' ' J p,
' tea" ..^. :S
1'1 ..^R
.,N
N
n
\
UM
o"
r.1
E
., /
O
pr
C, I
.Y
c
^9 R
LE
Al
c
o
E 6p^ "q
.^ .n'
o " -^
^
r
_
E n
to
`
o-
OC
E
y e 0
a V ci
6k
R
E
' F? +
M,
4C - ..
E
o 0 c a
?
c
EY
^^ A a E
8E
.n
+
o,
.0 7 C N . 5 Rc
a c
E ' a eo c F o. eo a a o
E F n. ' q
E 7 t
C- r
to
3 R a a
c{
a
b n
n
.. C+
"'
7^ ' 9
c R c v
i+ ,S A' C
X^
.9
W L L ^O
N
7
-be.
w'^ E'A c
x
ti
q
.L S .C.^
- R
,I
gg
k -^'
x^ !o
t R
L 5 E
-^
\ \ R E -
E
r _
v 0
g ^
a . S' c
R
^C
cf
,^4 C
O
$o kc"
R
c
R R co
L Fi G E
93
Lampiran C
Table 20:
Dosis Tablet Fixed Dose Combination (FDC) pads anak
Stavudine
(D4T )/tablet
(mg)
Lamivudine
(3TC)/tablet
(mg)
(NVP)/tablet
(mg)
30
30
50
12
60
12
60
100
Singkatan Menurut
WHO
pemeliharaan
Hari 1 sampai 14
Nevirapine
D41' 3TC
EFV
setelah inisiasi
't'ablet
Tablet
Tablet
Tablet
'T'ablet
Triple
Dual
Triple
Triple
Dual
Dual
pagi
malarn
pagi
malam
pagi
malam
4-4.9kg
5- 5.9 kg
6 - 6.9 kg
1.5
1.5
1.5
1.5
7-7.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
Badan
8-8.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
< 10 kg
9-9.9kg
1.5
1.5
1.5
1.5
10-10.9kg
200mg
11-11.9 kg
100 Mg
12-13.9 kg
200 mg
1.5
200 mg plu,
1.5
3- 3.9 kg
FDC. 6
Tablet
ha
EFV
mal
males
EFV6dak
butch
diberikan
pa d a B erat
14 - 16.9 kg
17-19.9 kg
20 - 24.9 kg
IS - 29.9 kg
FDC 12
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
1.5
50 mg
200 mgp1tv,
50 mg
1.5
200 mg plus
2x50mg
2(X) mg plus
1 i0 nug
94
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV clan Terapi Anuretroviral Pada Anak Di Indonesia
Lampiran D:
R ^ n n R a
~.
JY , y x
LY
.^
=
C
c
R a 3
C
'^
2L n t c
n ^' S
C.
:C
7c
^
p
-=
'n
m
x X
n^ b fi
x a ^'
^,a
V o i
VO
` R w L
^2 cL
L'
d ^
c
`
a^
C
'C
r x a.. c
.C ..C C
U x
^^?
xGti s 5
^,y C
'G w c.
.C C O
E
N
^
,
fi
95
Lamplran D
a^
_
Z
.7i
a r
20 0
3 O ^ J-^
f-= c n E
Y c
! cc` `r a
7 i ^,
p
.'
" S rt
A
C^
Ez
cc ^ a
^^
se
R'^
N c a$ 5
y
u
^ 'O M
tl
OC
'^
R^
5W "'cam
R,a
CM
R ri
0.F-
U Z m .c ^. E 3
R R
Y^ E 6
E--
it
96
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antlretroviral Pada Anak Di Indonesia
^ i
f a ?
L
S ^ .i
c7i +'e
R C
75
1F ty
:2 :7
9ai
a G
tl
4[ D
iv
ti
C ^
'a Q
C G
^ .C -- F: 00
.^ m '^ c
-+: R y
C
G.
-Y -L C re-^7
e
o
a0
x v
1 .- ^ 5 ^ ^ ^e
$
c
8
H
C
y
L a .`^
`7
C y w
R F
G c^,
lo'a
'
e
rC
O. C
? 3
B
1 a v L^7
2c
-2
13 v
'.r
^
^ x
u ..
R
S
Y
t
ya
7 I n i
.
$ c o
c ^ a ^ C a
Y
t
go
N
h
J
C
c y^
R
^ ^Q ^
JC
'r
F=
F C] a F.
'
a =
Ci
97
Lampiran E
Transamunase
Pembesaran hepar
Gejala gastrointestinal
nieningkat
Bilirubin meningkat
Fatigue, anoreksia
biliruhin
hipersensitivitas (kulit
minggu
Mungkin ada gejala asidosis
laktat yang terjadi sekunder
lain A1'A1
- ART yang lalu
dimulai lagi dengan
pemantauan ketat;
bila gejala herulang
gunakan ARV lain
Amilase pankreas
mcningkat
Lipase meningkat
98
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretrovlral Pada Anak DI Indonesia
Kelainan Laboratoriurn
yang Mungkin'
Imph'kasi padaTata
Lakgama Obat Antiretroriral
Peningkatan
transaminase
menghilang
Hitting cosinofil
meningkat
hidup
NVP `
Gejala gastrointestinal
(mual, muntah, diare,
km inotrans fcrase
sampai membaik
laktat mungkin akan
meningkat
CPK meningkat
LDH meningkat
memburuk meskipun
ARV sudah dihentikan
Gejala neurologis
(termasuk kelemahan
motorik)
99
Lampiran E
Kelainan kult hehat/Stevens Johnson Syndrome (NNR II, terutarna NVI1 L+ \ lebih
r
jarang)
Lesi kuht umumnya muncul
l'eningkatan
aminotransfcrases
konstirusionalseperti
Haemoglobin rendah
Fatigue
(misalnya transfusi),
hentikan AZ'h saja dan
ganti dengan NRTI lain
100
Hipertriglisendenua
Penggantian d4 Tdcngan
I liperkolestrolemia
Kadar HDL rendah
Hiperglikemia
hump, hipertrofi
mammac
Tidak ada
berjalan
Kehilangan sensoris distal
Kelemahan otot ringan clan
areHeksia
Singkatan:
ARV - obat antirctroviral; ART - tcrapi antirctroviral; CPK - creatinine phosphate
kinase; LDH - lactate dchydrogenasc; IIDL - high-density lipoprotein; NRTI
- nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor; NNRTI - non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor; P1 - protease inhibitor
Catatan:
a. Gejala toksisitas yang diakibatkan sebab yang lain harus juga dicari sebelum
akhirnya disimpulkan karma ARV. 11kinajcmen pada tabel ini hanva membahas
pcnggantian ART, tidak manajernen klinis secara keseluruhan.
b. Kelainan laboratorium mungkin ndak seluruhnya ada.
c. Penggantian ARV lihat prosedur XIII.
101
Lampiran F
Nucleoside R77s
Ahacavir (NBC)
Suhu ruant;an
Zidovudine (AZ])
Suhu niangan
Didanosine (dal)
Emtricitahine (FTC)
Suhu ruangan
Lunivudine (3TC)
Suhu ruangan
Stavudine (d4T)
Suhu ruangan
Suhu ruangan
Suhu ruangan
Non-nucleoside RTIs
Efavircnz (F.FV)
Suhu ruangan
Ncvirapin (NVP)
Suhu ruangan
102
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak Di Indonesia
Protease inhibitory
Atazanavir (ATV)
Suhu ruangan
Indinavir (IDV)
Suhu ruangan
Fos-amprenavir (Fos-APB)
Suhu ruangan
L.opinavir/Ritonavir
kapsul
Lopinavir/ Ritonavir
heat-
Suhu ruangan
stable tablets
Nelfinavir (NFV)
Suhu ruangan
Ritonavir (RTV)
Suhu rutngan
103
Lampiran G
D o
u
:+
oo
N
^o _OC
O
^
c7 C
V S
x ^ A r
a ^
Sz ^
a x ^J
1 fl
vv
v v
^ ^j
loi^
^^
r V
I o
Vv
&D E
-
'-
'0
N O_
(J
-.
0 v
00 N
0.
- O
v X
r -
n x
i C
5 -K
E vi .5
nC
>
F
v c
v
Y.a
fl
a
_ .
u
:
:jJ11
(^
a
1 a C 'O
E ^i=
c. 'E
x .a
- ^n
o
i^ o
I
V x
fly
N M
od-
EE o
gEx
9
r
r
E
0
3
ro E
QC
^.e
104
Pedoman Tatalaksana Infeksl HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
- ..
ro
:R 43
Y
e 2
n
S "
E
1.
? s
'C n
uv
uL
C ^ .=
a
3 .r
L ^O
^'
Oc,
x
c
^ri
Cl
F a
c'^ ^
c r- .g o
C
x
o
x
c
vi
.r.
4,
7 v
r
a
'C
G.
eri
Cl
tC
^o
^ ^, La ^
'b
v ^u
cc ' '^
ya
0. .0 Y
i ,t L
r R AE
i k
C k
=i571 = b m
C
j^
a 3
nw
^
n ro .,
v; E^ 8 . / E C r
oC
qG
CJ
O
V1
O
u
^
CI
O
T
C
Cl
I
rl
oc ro
o R
7 ro
'^
P
tia
Y
iro.
f^ 3 '7 ro
V C
ro
y 'Y w
0.
0.
...
,
>
^ u
ro
a 3
F'
'4
C
C :0.
`^
r ,^7
0
ro
Iu^IQ
:
L
7
7
x
^
uuI
CJ
Cl
.71
6 CC
ro
I
b
ro
7_
Y G- .^ E
i
p
a c
EaY
ro 6
C
-^ ro
af;
v
C, y
E `
r. %^ x
'^
Y C, ,r ro
ca E
.^.
.
C C
N L
5E
z .S E
3;
N
7
.^
?
r=
_
I
C
105
Lampiran G
E 5
.j5
`S R
^1
-
5u
R
.^+ R
y a O
R R C F C
jl
2^
;f n
>
S R b>
Qa
C
o a
C
GC
u R
s i c
'd a
C
R Y E
c
a
E v A R
p A _ 'h
EE a L
o '^ a
5c
'
E
.5
gnu cR A^
Z Sc E w
G" E E -
^o
q
'C '9
,S o
G
O
E
7 ro
E 9
;7
^' ^
SS
c
^^
c ;,^
a
3 .M
OU
OC .
4 R
o .^
q
^
^
R
4C is
UVR
E E a
u R
o X ^^ R
p 5C b
0-0
a. R
a E o :3
.`S 5o h E 2 'L
'a
y
ed
L i O .C.
a F u ^e ai
R .. C R L
^^ o ri ^ :j
y u
t: r
Leff
'
J-.
a v
n eo
'^ p
pp
C F
C C i i'
a
a
C 7. .a
C A
o
p^
'
'7
'c
o
^
C S ^
L ti
uC E oc
c v bn
C y
v '."_ 7
Y
^^"y
Gq
ra ^
E2
sC
E c
^^ 9 R
- v
< Zi E o E -P
CC
r
s
C
7
Y
7 C
R
E-^
$ a
C 0
2^
? kc
^v
106
Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
eC
a
G
'V ^0 is .'a
R
Y
Ero
O
C
y a E
_\
o
^E
E^
En
is
5"
72
nn
E'5 E
=
^M
\
b
r ._
c V E
0; 'o
K
v c
a c
nn
nn
z
Y
eo F
a
.:
F A
E
Y J E
E r
EE
a E 'ye d
pp l
.r.
I '
l
n
I
r .a
e^ N
?u-
AA
n ^, ,C N
er f^1
C 1 --
r] -+
it
c 5 3
-.
I
_c
Y
aC
O
7
x en
^_
G
cAG
Y,Ck
a
Y C
^+ ' d
C
R K
n. C
R E 'D
tf
C
`V
ti
- t`
1`
X. r
^ I
'^ V
Ex
en
o f
x]
E` A c
c O
E .0
Y
00
Cl
in
f`I
.]
J
f^
V
I I
V V
I I
k
^-.
V V
I
- OC
OC
Cl
At
,1^r,
73
14
u v
EE
En
V V
er.
V
C ^-
Fib
ab
,^"
'Sa
'EC
= a
v R
'
p
G ^
y^
b
^ E c
tL
R
7
a
E%
v
'^
1 c_; A a u
107
Lampiran H
Profilaksis primer
Organisms
PCP
Rejimen Obai
Kotrimoksazol : suspensi (200
mg SMX, 40 mg TMP), tablet
pediatrik (100 mg SMX, 20 mg
Rekomendasi (target
minimal 3 hari dalam
108
TB
Rekomendasi
INH (5 mg/ kg) (max 300 mg)
per h an selama 6-9 bulan
Rekomendasi
1. Klaritromisin 7,5 mg/kg/
dosis (max 500 mg), 2x/hari
atau
2. Azitromisin 20 mg/kg (max
1200 mg) sekali seminggu
Alternatif
Profilaksis sekunder
Rejimen Obat
PCP
rckurensi . Keamanan
menghentikan profilaksis
sekunder pada pasien ini
helum drtcliri,ecara luas
TB
Tidak dirckomendasi
109
Lampiran H
Denis Infeksi
Oportunistik
MAC
Rejimen
Rekomendasi
Alternatif
luas
Azitromisin 5 mg/kg/dosis
(max 250 mg)
ditambah etambutol 15 mg/
kg/dosis (max 800 mg) per han
Cryptoeoecrrs
neoformans
orzdiodes
in1iii/r!
Histop/auma
capsu/atum
Penicillum
marneei
Rekomendasi
Flukonazol 3 - 6 mg/kg/sekali
sehari
Alternatif
Itrakunazol 2 - 5 mg /kg sekali
^ch:1n
Itrakonazol 2 - 5 mg/kg sekali
sehari
Rekomendasi
Sulfadiazinc 85 - 120 mg/kg/
han dihagi 2 - 4x/hari
ditambah pirimetamin I mg/
kg (max 25 mg) sekali sehari
ditambah leukovorin 5 mg
setiap 3 han
Alternatif
Klindamisin 20 - 30 mg/kg/
hari dibagi 4 dosis per hari
ditambah pirimetarnin dan
leukovorin seperti di atas
110
Pedoman Tatalakcana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak DI Indonesia
Lampiran I:
Rujukan Elektronik
http://w v.who.int/hiv/en/
littp://www.who.int/3by5/about/en/
http://wwwwho.int/3by5/puhlications/document-,/:uv^ui(ielines/en/
http://wwwwho.int/hiv/pub/prcv_care/put) 18/cn/
http://vvw,wwho.itit/hiv/pub/mtct/guidelines/en/
http://mednet3.who.int/prequad/
http://www:who.int/medicincs/organisation /par/ipc/(Irugl)ric (in(-).shtml,#I III-/:AIDS
http://w3.wlxse-A.org/ en/SeciionlO/Section 18.htm
h ttp: / /www.unaids.org
http: / /www.who.int/medicines.
littp://%%Avw.rncdscape.com//i lomc/'Iupics/AIDS/.1IDS.htm1,
littp://\k-\v\%-.ai-nfar.org
http://w-%Nvv hivandhep:tntis.cc,m
http:/ /www.womcnchildrenhiv.org
It ttp://vvvvw.bhiva.org/
http://-\\,%v-,v.[)nf.org/
http://\v\v-vv.aidsinfo.rtih.gov/guidelines/
Ii ttp: / /www.cdc.gov /hiv/ trcatment.h trn
Iittp://ww\v.1-da.gov/ua,:,Iii/aids/iii%,.litii-J,
http://-,v\v-\v.aldsinfo.nih.gov
http:/ /www.clinicaloptions.com /hiv.aspx
litq)://w\v\v.liopkiiis-aids.edu/
http: //hivinsite.ucsf.edu /InSite
http:/ /wtv^v:<tidsmap.com
http:/ /www.thehody.com/
http://-,,,%N,\v.-,iidsmeds.com/
http://aids.org
littp://,,\,-\k-\v.1iiNiiat.org/
http://vvw-\upaho.nrg/English/HCP/HC X/antiretrovirals_HP.htm