3. Pengertian DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
tipe 1-4
4. Anamnesis 1. Demam terjadi mendadak tinggi selama 2-7 hari
2. Lesu, tidak mau makan, dan muntah
3. Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok, dan nyeri perut
4. Diare kadang-kadang dapat ditemukan
5. Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan
5. Pemeriksaan 1. Demam
Fisik 2. Nyeri kepala, facial flush, faring hiperemis
3. Nyeri di bawah lengkung iga kanan, hepatomegali,
splenomegali ringan
4. Nyeri otot dan sendi
5. Tanda-tanda perdarahan: ptekiae, epistaksis, gusi berdarah,
melena, hematuria, uji tourniquet positif
6. Tanda-tanda perembesan plasma: ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura (efusi pleura) dan rongga peritoneal (asites),
hipovolemia, syok
Tanda-tanda syok:
1. Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
2. Nadi teraba cepat dan lembut, kadang-kadang tidak teraba
3. Nafas cepat
4. Tekanan nadi menyempit ≤20 mmHg
5. Tekanan darah turun
6. Akral dingin, capillary refil menurun
7. Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi akan terjadi komplikasi
berupa asidosis metabolik dan perdarahan hebat
6. Kriteria Diagnosis DBD ditegakkan apabila memenuhi kriteria klinis dan
Diagnosis laboratorium
Kriteria klinis (2 dari 4):
1. Demam mendadak 2-7 hari
2. Hepatomegaly
3. Manifestasi perdarahan
4. Manifestasi renjatan
Kriteria laboratorium:
1. Trombositopenia
2. Peningkatan hematokrit ≥20%
Penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu:
1
- Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
- Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
- Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mm Hg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, dan anak tampak gelisah
- Derajat IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur
Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma.
7. Diagnosis 1. Demam Tifoid
Banding 2. Campak
3. Demam Cikungunya
4. Purpura Trombositopeni Idiopatik (PTI)
8. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit.
2. Uji serologis
2
Tersangka Infeksi Virus Dengue
Demam tinggi,
mendadak terus
menerus < 7 hari
tanpa sebab jelas
Tanda syok
Muntah terus
Uji Bendung (+) Uji Bendung (-)
menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Melena
Segera bawa ke
RS
3
Demam Dengue
Gejala klinis :
Demam 2 – 7 hari
Uji bendung (+) atau perdarahan
Laboratorium :
Ht tidak ada hemokonsentrasi
Dengan atau tanpa trombositopenia
RAWAT JALAN
Beri minum banyak 1-2 liter/hari RAWAT INAP
atau satu sendok makan tiap 5 menit Pasang infus
Jenis minuman: teh manis,sirup,jus Jumlah dan jenis sesuai kebutuhan
buah,susu,oralit
Bila suhu > 38,5°C beri parasetamol
4
DBD derajat I atau II
Cairan awal
RL/RA/NS : BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15 – 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB> 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam
Gelisah
Tidak gelisah Distress pernafasan
Nadi kuat Frekuensi nadi naik
Tekanan darah stabil Hipotensi/tekanan
Diuresis cukup nadi < 20 mmHg
(>1ml/kgBB/jam) Diuresis
Ht turun (2 kali pemeriksaan) kurang/tidak ada
Pengisian kapiler >2
detik
Ht tetap tinggi/naik
Rumatan
atau sesuai
Pantau lebih ketat
kebutuhan
Tanda vital setiap
3 jam
Perbaikan sesuaikan
tetesan
Rumatan
5
DBD derajat III atau IV
Airway
Breathing : O2 2-4 L/menit
Circulation : Cairan kristaloid * dan atau koloid ** 20 ml/kgBB secepatnya
EVALUASI
EVALUASI
Ht tetap tinggi/naik
Syok berulang Ht turun Tidak ada tanda – tanda
kelebihan cairan
EVALUASI
TERATASI***
TIDAK TERATASI*****
Pertimbangkan pemakaian
inotropik dan koloid (sesuai
dosis maksimum
7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
PNEUMONIA
SENG
Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah
tidak mengalami diare dengan dosis:
Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari
Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari
NUTRISI
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat
sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat
badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang.
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-
sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah
buahan diberikan terutama pisang.
MEDIKAMENTOSA
Tidak boleh diberikan obat anti diare
Antibiotik
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare
berdarah) atau kolera. Untuk disentri basiler, antibiotik pilihan
17
adalah kotrimoksazol, sefiksim, atau ceftriaxone
Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat
pilihan untuk amuba vegetatif
e. Penyulit - Syok
- Gangguan asam basa dan elektrolit
f. Prognosis Bila tatalaksana cepat dan tepat maka prognosis baik
g. Tindak Lanjut -
h. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
i. Indikator Medis - Dehidrasi teratasi
- Konsistensi dan frekuensi BAB kembali normal
j. Edukasi Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat
Pelayanan Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam,
tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua dan
pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
Langkah promotif/preventif : (1) ASI tetap diberikan, (2)
kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3)
kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, (4) immunisasi
campak, (5) memberikan makanan penyapihan yang benar, (6)
penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan.
k. Kepustakaan Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T.
Diare akut. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris
NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editor. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI; 2009. P. 58-
62
18. Pengertian Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang
disebabkan oleh karena kekurangan protein dan/atau energi.
Berdasarkan derajatnya MEP dibagi menjadi: MEP ringan, sedang,
berat (gizi buruk).
19. Anamnesis - Asupan nutrisi
- Penyakit penyerta
20. Pemeriksaan MEP ringan dan sedang umumnya belum menunjukkan gejala
Fisik yang khas, sedangkan gizi buruk memiliki 3 bentuk klinis yaitu
kwasiorkhor, marasmus, dan marasmic-kwasiorkhor
20
Gejala Klinis
- Kwashiorkor: Terutama gejala kekurangan protein: wajah
bulat dan sembab (moon face), sembab seluruh tubuh
terutama di dorsum pedis, asites, rambut kusam dan mudah
dicabut, pembesaran hati, otot atrofi, perubahan status mental
(cengeng, rewel, kadang apatis), anoreksia, sering disertai
penyakit (infeksi, anemia dan diare), gangguan kulit berupa
bercak kemerahan-meluas-berubah menjadi hitam dan
mengelupas (crazy pavement dermatosis), pandangan mata
anak sayu.
- Marasmus: Gejala kekurangan energi berat; anak tampak
sangat kurus, tinggi, tulang belulang dibungkus kulit, wajah
seperti orang tua (old man face), atrofi otot, perubahan mental
(cengeng & rewel), perut cekung, kulit keriput/berlipatlipat
dan kering, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada, disertai penyakit (penyakit kronik, diare kronik dan
konstipasi), tekanan darah, detak jantung dan pernapasan
berkurang.
- Marasmik-kwashiorkor: Gejala campuran
21. Kriteria Klinis dan status antropometri
Diagnosis MEP Ringan : BB/TB 80-90% baku median WHO-2005 atau
antara -2 sampai -2,5 SD
MEP Sedang : BB/TB 70-80% baku median WHO-2005 atau
antara -2,5 sampai -3 SD
MEP Berat : BB/TB < 70% baku median WHO-2005 atau
berada <-3 SD
22. Diagnosis - Sindrom nefrotik
Banding - Sirosis hepatis
23. Pemeriksaan Pada MEP ringan atau sedang tidak diperlukan pemeriksaan
Penunjang penunjang.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada MEP berat:
21
Fase Stabilisasi:
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
Energi : 100 kkal/kgBB/hari.
Protein : 1 -1,5 g/kgBB/hari.
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100
ml/kgBB/hari).
Teruskan ASI pada anak menetek.
Bila selera makan baik dan tidak sembab pemberian makan bisa
dipercepat dalam waktu 2-3 hari.
Makanan yang tidak habis, sisanya diberikan per sonde.
Jenis makanan Formula WHO (awal fase stabilisasi dengan F75
- fase transisi dengan F100) atau modifikasinya.
Pantau dan catat: Jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa;
jumlah cairan yang keluar seperti muntah, frekuensi buang air;
timbang BB (harian).
Fase Transisi.
Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari
Pantau frekuensi napas dan denyut nadi
Bila napas meningkat >5 kali/menit dan nadi >25 kali/menit
dalam pemantauan tiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula
Setelah normal bisa naik kembali.
Fase Rehabilitasi
Beri makanan/formula WHO (F135), jumlah tidak terbatas dan
sering.
Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari.
Protein : 4-6 g/kgBB/hari.
ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan
diperkenalkan makanan keluarga.
Pemantauan: kecepatan pertambahan BB setiap minggu
(timbang BB setiap hari sebelum makan). Kenaikan BB Kurang
(<5 g/kgBB/hari) evaluasi ulang secara menyeluruh; bila
kenaikan BB Sedang (5-10 g/kgBB/hari) cek asupan
makanan / infeksi sudah teratasi.
Tindakan khusus:
Hipoglikemia : berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa
secara oral/sonde nasogastrik.
Hipotermia : pakaikan anak selimut/letakkan anak dekat lampu.
22
Dehidrasi : cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB setiap 30
menit selama 2 jam oral/sonde, lanjutkan 5-10 ml/kgBB/jam
selama 4-6 jam berikutnya. Lanjutkan dengan formula WHO.
Transfusi darah PRC atau plasma dapat dilakukan bila
dibutuhkan.
25. Penyulit Dehidrasi sedang-berat
Defisiensi vit.A
Anemia berat
Hipogikemia
Diare kronik/berulang
Luka/lesi kulit dan mukosa
Anoreksia
Hipotermia
26. Prognosis MEP ringan dan sedang: bonam
MEP berat: dubia
27. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik
28. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
29. Indikator Medis Perbaikan klinis dan status antropometri
30. Edukasi - Pemberian nutrisi
- Pemantauan: perbaikan klinis, komplikasi
31. Kepustakaan 1. Waterlow JC. Protein energy malnutrition. London: Edward
Arnold, 1993.
2. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk
Buku I. Jakarta, 2006.
3. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk
Buku II. Jakarta, 2006.
4. Hardiono DP, Sri Rezeki SH, Firmanda D, Tridjaja BAAP,
Pudjiadi AH, Kosim MS, dkk., penyunting. Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI, 2004.
5. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for
physicians and senior health workers. Geneva: WHO, 1999.
6. Sidiartha IGL. Insidens malnutrisi rawat inap pada anak Balita
di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Sari Pediatri,
2008;9(6):381-385.
23