Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH
DENGUE
1. No. ICD 10 A90 : Demam Dengue
A91 : Demam Berdarah Dengue
C.57.9 : Syok (Dengue Shock Syndrome - DBD grade III dan IV)
2. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

3. Pengertian DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue
tipe 1-4
4. Anamnesis 1. Demam terjadi mendadak tinggi selama 2-7 hari
2. Lesu, tidak mau makan, dan muntah
3. Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok, dan nyeri perut
4. Diare kadang-kadang dapat ditemukan
5. Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan
5. Pemeriksaan 1. Demam
Fisik 2. Nyeri kepala, facial flush, faring hiperemis
3. Nyeri di bawah lengkung iga kanan, hepatomegali,
splenomegali ringan
4. Nyeri otot dan sendi
5. Tanda-tanda perdarahan: ptekiae, epistaksis, gusi berdarah,
melena, hematuria, uji tourniquet positif
6. Tanda-tanda perembesan plasma: ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura (efusi pleura) dan rongga peritoneal (asites),
hipovolemia, syok
Tanda-tanda syok:
1. Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
2. Nadi teraba cepat dan lembut, kadang-kadang tidak teraba
3. Nafas cepat
4. Tekanan nadi menyempit ≤20 mmHg
5. Tekanan darah turun
6. Akral dingin, capillary refil menurun
7. Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi akan terjadi komplikasi
berupa asidosis metabolik dan perdarahan hebat
6. Kriteria Diagnosis DBD ditegakkan apabila memenuhi kriteria klinis dan
Diagnosis laboratorium
Kriteria klinis (2 dari 4):
1. Demam mendadak 2-7 hari
2. Hepatomegaly
3. Manifestasi perdarahan
4. Manifestasi renjatan
Kriteria laboratorium:
1. Trombositopenia
2. Peningkatan hematokrit ≥20%
Penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu:
1
- Derajat I: demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
- Derajat II: seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan lain
- Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mm Hg atau kurang)
atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, dan anak tampak gelisah
- Derajat IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak terukur
Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan
plasma.
7. Diagnosis 1. Demam Tifoid
Banding 2. Campak
3. Demam Cikungunya
4. Purpura Trombositopeni Idiopatik (PTI)
8. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang 1. Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit.
2. Uji serologis

3. Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi


klinis)
1. Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi:
a. Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat
bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan
plasma 20-40%
b. Pemantauan klinis sebagai pedoman pemberian cairan
2. USG atas indikasi: efusi pleura, ascites
9. Terapi /
tindakan
(ICD 9-CM)

2
Tersangka Infeksi Virus Dengue

Demam tinggi,
mendadak terus
menerus < 7 hari
tanpa sebab jelas

Ada kegawatan Tidak ada kegawatan

Tanda syok
Muntah terus
Uji Bendung (+) Uji Bendung (-)
menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Melena

Rawat Inap Jumlah Jumlah trombosit


(lihat Protokol 7) trombosit >100.000/µl
<100.000/µl

Rawat jalan : Rawat jalan


Minum banyak 1,5 – 2 liter/hari Parasetamol
Parasetamol
Kontrol tiap hari sampai demam turun
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap kali
Demam menetap
Perhatian Orang tua : > 3hari
Pesan bila timbul tanda syok,yaitu
Gelisah,lemah,kaki/tangan dingin

Nilai tanda klinis


Uji bendung ***
*bila setelah 3 hari sakit demam Periksa
turun,namun klinis memburuk segera bawa Hb, Ht, trombosit
ke RS
**bila masih dicurigai infeksi dengue uji
bendung dapat di ulang
***bila uji bendung masih negatif Hb dan Ht Hb dan Ht naik
tidak naik, trombosit tidak menurun Trombosit turun
pertimbangkan penyakit lain

Segera bawa ke
RS

Protokol 1. Tatalaksana Kasus Tersangka Virus Dengue

3
Demam Dengue

Gejala klinis :
Demam 2 – 7 hari
Uji bendung (+) atau perdarahan
Laboratorium :
Ht tidak ada hemokonsentrasi
Dengan atau tanpa trombositopenia

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Pasien muntah-muntah terus

RAWAT JALAN
Beri minum banyak 1-2 liter/hari RAWAT INAP
atau satu sendok makan tiap 5 menit Pasang infus
Jenis minuman: teh manis,sirup,jus Jumlah dan jenis sesuai kebutuhan
buah,susu,oralit
Bila suhu > 38,5°C beri parasetamol

Pantau gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ukur dieresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 12-24 jam

Perbaikan klinis dan laboratorium Ht naik

PULANG (kriteria pulang) Infus ganti RL


Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik (tetesan disesuaikan)
Nafsu makan membaik Lihat protokol 3

Protokol 2. Tatalaksana Kasus Demam Dengue

4
DBD derajat I atau II

Cairan awal
RL/RA/NS : BB < 15 kg : 6-7 ml/kgBB/jam
BB 15 – 40 kg : 5 ml/kgBB/jam
BB> 40 kg : 3-4 ml/kgBB/jam

Pantau tanda-tanda vital, Ht dan trombosit serial

Tanpa tanda-tanda syok


Perbaikan Ht tetap tinggi/naik Perburukan

Gelisah
Tidak gelisah Distress pernafasan
Nadi kuat Frekuensi nadi naik
Tekanan darah stabil Hipotensi/tekanan
Diuresis cukup nadi < 20 mmHg
(>1ml/kgBB/jam) Diuresis
Ht turun (2 kali pemeriksaan) kurang/tidak ada
Pengisian kapiler >2
detik
Ht tetap tinggi/naik

Tetesan dikurangi Tetesan Masuk ke


dipertahankan Protokol syok (Protokol 9)

Rumatan
atau sesuai
Pantau lebih ketat
kebutuhan
Tanda vital setiap
3 jam
Perbaikan sesuaikan
tetesan

Rumatan

IVFD stop pada 24-48 jam


Bila tanda vital/Ht stabil dan diuresis cukup

Protokol 3. Tatalaksana Kasus DBD derajat I atau II

5
DBD derajat III atau IV

Airway
Breathing : O2 2-4 L/menit
Circulation : Cairan kristaloid * dan atau koloid ** 20 ml/kgBB secepatnya

EVALUASI

TERATASI *** TIDAK TERATASI

Kristaloid 10 ml/kgBB/jam Lanjutkan cairan


O2 2-4 l/menit Kristaloid 20 ml/kgBB/jam dan atau
Hb,Ht,trombosit,leukosit koloid 10 – 20 ml/kgBB/jam (sesuai
Pantau tanda vital dengan dosis maksimal koloid***)
Pantau dieresis (≥1 ml/kgBB/jam) O2 2 – 4 l/ menit
Stabil dalam 6 – 12 jam Hb, Ht, trombosit,leukosit
Ht ≤ 40 % atau penurunan Ht 10 – 20 Pantau tanda vital
% Pantau dieresis (≥ 1ml/kgBB/jam)
Stabil dalam 6 – 12 jam
Ht ≤ 40% atau penurunan Ht 10 – 20%

Kembali sesuai protokol 8

EVALUASI

TERATASI TIDAK TERATASI

Ht tetap tinggi/naik
Syok berulang Ht turun Tidak ada tanda – tanda
kelebihan cairan

Kembali sesuai protokol 4 Transfusi PRC Koloid


10 ml/kgBB 10-20 ml/kgBB/jam
Sesuai dosis

EVALUASI

TERATASI***
TIDAK TERATASI*****

Pertimbangkan pemakaian
inotropik dan koloid (sesuai
dosis maksimum

Protokol 4. Tatalaksana DBD Grade II dan IV pada Anak

10. Penyulit 1. Ensefalopati Dengue


2. Gagal ginjal
3. Udem paru
11. Prognosis 1. Demam dengue dan Demam berdarah dengue grade I dan II :
6
dubius ad bonam
2. Demam berdarah dengue grade III dan IV : dubius ad malam
12. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik
13. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
14. Indikator Medis Kriteria pulang:
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Hematokrit stabil
3. Jumlah trombosit > 50.000/ul
15. Edukasi 1. Minum banyak selama fase akut
2. Orang tua memahami petanda bahaya (warning sign)
16. Kepustakaan 1. Dengue Hemmorhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention
and control, edisi ke 2. Geneva,WHO, 1997.
2. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control
of Dengue and Dengue Hemmorhagic fever. Revised and
expanded edition. Geneva,WHO, 2011.
3. Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam berdarah Dengue: Naskah
lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter
penyakit dalam, dalam tata laksana DBD. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1999.
4. Departemen Kesehatan. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi
Dengue Sarana Pelayanan Kesehatan. 2005.
5. Satari HI. Petunjuk Praktis Terapi Cairan Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Gunardi H, Tehuteru E, Setyanto DB, Advani
N, Kurniati N, Wulandari HF, dkk, editors. Bunga Rampai Tips
Pediatrik. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008.
h.135-47.
6. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRH, Satari HI. Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI; 2008. h.155-82.
7. Halstead SB. Dengue and Dengue Hemorragic Fever. Dalam:
Feigin RD, Cherrys JD, Demmler-Harrison GJ, Kaplan SL,
editors. Textbook of Pediatric Infectious Diseases. Edisi ke
enam. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h. 2347-56.
8. Basuki PS. Dengue 2010: Apa Yang Baru?. Dalam: Workshop
dan Simposium Penatalaksanaan Mutakhir Kasus Demam pada
Anak. Jember: IDAI Jatim KOM Jember; 2010. h.80-110.
9. Soegijanto S. Patogenesa Infeksi Virus Dengue ”Recent
Update”. Dalam: Applied Management of Dengue Viral
Infection in Children, 6-7 Nopember 2010. Kediri:IDAI Jatim
Komisariat Jatim IV; 2010. h.11-45.

7
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
PNEUMONIA

1. No. ICD 10 J18.9


2. Diagnosis Pneumonia
3. Pengertian Pneumonia adalah inflamasi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitial.
4. Anamnesis 1. Didahului oleh infeksi respiratori atas akut berupa common
cold (rinofaringitis) dengan gejala batuk pilek disertai demam
2. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen bahkan dapat berdarah bila batuknya
hebat.
3. Beberapa hari kemudian pasien mengalami sesak napas
4. Pasien tampak lemah, dan nafsu makan berkurang
5. Bila terjadi berulang kemungkinan pasien mengalami keadaan
imuno-kompromais, terdapat kelainan anatomi, atau pasien
dengan penyakit kronik seperti asma atau penyakit jantung
bawaan.
5. Pemeriksaan 1. Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
Fisik kemampuan makan & minum
2. Tanda-tanda vital: suhu di atas normal, frekuensi napas
meningkat (takipnea) dan takikardi
3. Batuk, ronkhi basah halus dan kasar
4. Dapat dijumpai penurunan suara napas
5. Gejala distres napas terutama pada fase inspirasi (inspiratory
effort), dengan retraksi subkostal
6. Pada keadaan yang berat dapat dijumpai sianosis
7. Pada balita mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia
yang klasik. Gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen.
8. Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopnea, atau ditemukan head nodding / head bobbing.
6. Kriteria Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
7. Diagnosis 1. Bronkiolitis
Banding 2. Pneumonia aspirasi
3. Asma Bronkiale
4. Tuberkulosis
5. Asidosis metabolik
6. Aspirasi benda asing
8. Pemeriksaan 1. Radiologi toraks
Penunjang a. Tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
pneumonia ringan tanpa komplikasi
b. Direkomendasikan pada pasien pneumonia yang dirawat
inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan.
c. Pemeriksaan radiologi follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, curiga pneumonia S. aureus,
gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respons
8
terhadap antibiotik.
2. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Darah lengkap
b. Pemeriksaan uji tuberkulin dilakukan apabila ada riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa.
9. Perawatan Bayi:
Rumah Sakit 1. Sianosis
2. Saturasi oksigen < 92%,
3. Frekuensi napas > 50 x/menit
4. Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
5. Penurunan kesadaran
6. Tidak mau minum / menetek
7. Keluarga tidak bisa merawat di rumah
Anak:
1. Saturasi oksigen < 92%, sianosis
2. Frekuensi napas > 40 x/menit
3. Distres pernapasan, retraksi epigastrium
4. Grunting
5. Terdapat tanda dehidrasi
6. Keluarga tidak bisa merawat di rumah
10. Terapi / Umum
tindakan 1. Oksigenasi dengan kanul nasal, masker
(ICD 9-CM) 2. Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dipantau
berkala.
3. Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan
cairan intravena dan dilakukan pemantauan balans cairan
4. Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
5. Bila pasien mengalami gangguan airway clearance, nebulisasi
dengan β2- agonis dan / atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance.
6. Fisioterapi dada hanya dilakukan bila terdapat atelektasis dan
sekret jalan napas yang berlebihan
Pemberian Antibiotik
1. Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang
tidak dapat menerima obat per oral (misal karena muntah) atau
termasuk dalam derajat pneumonia berat atau sangat berat
2. Pilihan antibiotik:
a. <2 bulan: ampisilin + gentamisin.
b. >2 bulan: ampisilin + kloramfenikol
c. Pilihan lain: ceftriaxon atau cefotaxim
d. Bila tidak membaik dalam 48 jam dapat ditambahkan
makrolid
3. Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat
oral dengan antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik
intravena sebelumnya.
Nutrisi
1. Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan
lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
11. Penyulit Gagal napas, empyema
12. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
9
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
13. Tindak Lanjut Kontrol ke poliklinik anak dalam 3 hari setelah keluar RS
14. Tingkat Evidens I/II/III/IV A/B/C
& Rekomendasi
15. Indikator Medis 1. Penjelasan tentang penyakit yang dialami
2. Penjelasan tentang rencana pemeriksaan diagnostik
3. Penjelasan tentang rencana pengobatan
4. Penjelasan tentang etika batuk dan higiene personal
16. Edukasi Kriteria pulang
1. Gejala dan tanda pneumonia menghilang
2. Asupan per oral adekuat
3. Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat diteruskan di
rumah (per oral)
4. Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan
rencana kontrol
5. Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di
rumah
17. Kepustakaan 1. Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of childhood
pneumonia in the tropics. Annal of Trop Med Par.
2000;94:197-207.
2. British Thoracic Society guidelines for the management of
community acquired pneumonia in children: update 2011.
Thorax 2011;66:ii1eii23. doi:10.1136/thoraxjnl-2011-200598.
3. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D,
Setiowati I, Ahmad TH, et al. Nasopharyngeal bacterial
carriage and antimicrobial resistance in under five children
with community acquired pneumonia. Paediatr Indones.
2001;41:292-5.
4. McIntosh K. Review article: community acquired pneumonia
in children. N Engl J Med. 2002;346:429-37.
5. Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H.
Diagnostic value of tachypnea in pneumonia defined
radiologically. Arch Dis Child. 2000:82:41-5.
6. Swingler GH and Zwarenstein M. Chest radiograph in acute
respiratory infections in children. The Cochrane Library. 2002
Issue 2.
7. Zar HJ, Jeena P, Argent A, Gie R, Madhi SA. Diagnosis and
management of community-acquired pneumonia in childhood
– South African Thoracic Society guidelines. South Afr J
Epidemiol Infect 2009;24(1):25-36

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
10
2015 – 2016
MENINGITIS BAKTERIALIS

1. No. ICD 10 G01


2. Diagnosis Meningitis Bakterialis
3. Pengertian Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)
yang disebabkan oleh berbagai bakteri pathogen.
4. Anamnesis 1. Perjalanan klinis sering didahului oleh infeksi saluran napas
atas atau saluran cerna (demam, batuk, pilek, mencret serta
muntah-muntah.
2. Gejala: demam, kejang, sakit kepala, dan kaku kuduk dengan
atau tanpa penurunan kesadaran.
5. Pemeriksaan 1. Penurunan kesadaran dapat bermanifestasi iritabel saja atau
Fisik penurunan kesadaran yang lebih dalam sampai koma.
2. Ubun-ubun besar tegang atau menonjol (kalau ubun-ubun besar
masih terbuka)
3. Tanda rangsang meningen (kaku kuduk, tanda Brudzinsky I &
II, tanda Kernig).
4. Tanda rangsang meningen sulit ditemukan pada anak < 1 tahun.
5. Kejang fokal atau umum dan defisit neurologis lainnya.
6. Kriteria Ditegakkan berdasarkan gejala klinis
Diagnosis
7. Diagnosis 1. Meningitis Aseptik
Banding 2. Meningitis TB
3. Ensefalitis
4. Ensefalopati
8. Pemeriksaan Darah lengkap, kadar gula darah, elektrolit serum
Penunjang
9. Terapi / 1. Terapi antibiotik empiris (sesuai dengan umur), lama
tindakan pengobatan 10-14 hari.
(ICD 9-CM) Pilihan antibiotik:
a) Cefotaxim 200 mg/kgbb/hr i.v, dibagi 3-4 dosis
b) Ceftriaxon 100 mg/kgbb/hr i.v, dibagi 2 dosis
c) Ampicilin 200-400 mg/kgbb/hr i.v, dibagi 4 dosis dan
kloramfenikol (apabila tidak ada kontraindikasi) 100
mg/kgbb/hr, i.v dibagi 4 dosis.
2. Pemberian deksametason (rekomendasi AAP)
Dosis 0,6 mg/kgbb/hr dibagi 4 dosis (2 hari pertama saja),
sebelum atau saat pemberian antibiotika.
3. Pemberian manitol 20%: atas indikasi
Dosis 0,5-1 gr/kg BB/x setiap 8 jam.
10. Penyulit 1. Hidrosefalus obstruktif, subdural efusi, abses otak, SIADH.
2. Kejang, dapat berkembang menjadi epilepsi.
3. Hemiparese, tetraparese, mental retardasi, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, atrofi otak, dll.
11. Prognosis 1. Angka kematian 10-30%
2. Prognosis kurang baik / dengan gejala sisa berat: bila terjadi
kejang yang sulit di atasi dalam 4 hari pertama.
3. Sekitar 6% kasus terjadi DIC dengan prognosis buruk
12. Tindak Lanjut Bila ada komplikasi atau gejala sisa
13. Tingkat Evidens II A
& Rekomendasi
11
14. Indikator Medis Kriteria pulang
1. Klinis baik
2. Bebas demam minimal 2 hari
15. Edukasi 1. Kejang / epilepsi
2. Gejala sisa: gangguan pendengaran, penglihatan
3. Fisioterapi
16. Kepustakaan Standar Pelayanan Medik Anak

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
KEJANG DEMAM

1. No. ICD 10 R56.01


2. Diagnosis Kejang Demam Sederhana (KDS)
Kejang Demam Komplek (KDK)
Kejang Lama
Status Epileptikus
Refrakter Status Epileptikus
3. Pengertian Kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak yang
terjadi pada peningkatan suhu tubuh (≥38°C rektal) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Biasanya terjadi pada
12
anak berusia 6 bulan-5 tahun dan tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam dan bayi umur <1 bulan tidak termasuk.
4. Anamnesis 1. Identifikasi adanya kejang atau bukan kejang.
2. Identifikasi durasi / lama kejang, frekuensi kejang, interval
waktu antar kejang. Suhu sebelum dan pada saat kejang
3. Identifikasi penyebab demam diluar SSP
4. Riwayat episode serangan kejang demam sebelumnya.
5. Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
6. Riwayat kelahiran, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
tumbuh kembang, riwayat keluarga dengan kejang demam
atau epilepsi.
7. Menyingkirkan penyebab kejang yang lain.
5. Pemeriksaan 1. Ditemukan kejang dan demam.
Fisik 2. Pemeriksaan status present: keadaan umum, kesadaran paska
kejang, tensi, nadi, frekuensi nafas, suhu.
3. Pemeriksaan fisik general
4. Pemeriksaan fisik neurologis (harus dilakukan).
a. Tanda rangsang meningeal.
b. Tanda-tanda peningkatan TIK
c. Lesi nervus kranialis.
d. Defisit neurologis fokal: paresis, paralisis, dll
5. Tanda infeksi diluar SSP
6. Kriteria 1. Kejang demam sederhana:
Diagnosis a. Lama kejang ≤ 15 menit
b. Kejang bersifat umum
c. Frekuensi kejang satu kali dalam 24 jam
2. Kejang demam kompleks:
a. Lama kejang > 15 menit
b. Kejang bersifat fokal / parsial
c. Frekuensi kejang > 1 kali dalam 24 jam (kejang multipel
atau kejang serial)
3. Kejang dengan demam (oleh karena proses intrakranial): bila
ditemukan tanda infeksi intrakranial maka diagnosis bukan
kejang demam.
7. Diagnosis 1. Meningitis bakterial
Banding 2. Ensefalitis
3. Ensefalopati metabolik (dehidrasi berat / hipoglikemia)
4. Ensefalopati akibat gangguan elektrolit.
8. Perawatan 1. Perawatan di rumah sakit meliputi:
Rumah Sakit a. Mengatasi kejang fase akut:
a) Pemberian obat anti kejang dimulai dari diazepam
intravena, jika belum berhenti diberikan fenitoin /
fenobarbital
b) Oksigenasi
c) Posisi anak terlentang dengan kepala miring untuk
mencegah aspirasi
d) Bersihkan muntahan / lendir di mulut
e) Ukur suhu, observasi lama kejang, tipe kejang
b. Mengatasi demam, mencari dan mengatasi penyebab
demam
a) Obat antipiretika
13
b) Mengatasi etiologi dengan antibiotik jika ada indikasi.
9. Terapi / Mengatasi kejang fase akut (berdasarkan algoritme tatalaksana
tindakan kejang akut dan status epileptikus):
(ICD 9-CM) 1. Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB intravena secara perlahan
(kecepatan 1-2 mg/menit, dosis maksimal 20 mg) dapat diulang
2 kali dengan interval 5 menit.
a. Jika kejang berhenti dapat dilanjutkan dengan pemberian
pengobatan profilaksis intermitten dengan diazepam oral
atau rektal untuk mencegah berulangnya kejang.
b. Jika ada faktor risiko (kejang lama, kejang fokal / parsial,
kejang multiplel > 2 kali, kelainan neurologis nyata,
riwayat epilepsi keluarga) maka diberikan terapi lanjutan
Phenobarbital loading dose secara intramuskuler dengan
dosis neonatus: 30 mg; bayi: 50 mg; diatas 1 tahun: 75 mg.
Selanjutnya dapat diberikan profilaksis kontinyu.
2. Jika kejang belum berhenti diberikan Phenobarbital 10-20
mg/kgBB/kali (dosis maksimal 1000 mg) diberikan secara
intravena habis dalam 20-30 menit. Jika kejang berhenti 12 jam
kemudian dilanjutkan dengan Phenobarbital dosis rumatan
secara intravena 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau per oral 8-
10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (selama 2 hari).
3. Jika kejang belum berhenti dengan phenobarbital, maka
selanjutnya dapat diberikan Phenytoin loading dose dengan
dosis 20 mg/kgBB/kali secara intravena diencerkan dengan 50
ml NS diberikan selama 20 menit.
4. Jika kejang belum berhenti dapat diberikan tambahan
Phenytoin 5-10 mg/kgBB (dosis total maksimal 1000 mg).
5. Bila kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruangan PICU (Pediatric Intensive Care Unit) sebagai refrakter
status epileptikus  dirujuk
Mengatasi demam dan mengatasi penyebab demam:
Paracetamol 10-15 mg/kg/kali diberikan 4-5 kali sehari atau
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali diberikan 3-4 kali sehari.
10. Penyulit 1. Kejang lama / Status epileptikus / Refrakter status epileptikus
2. Edema serebri akibat kejang lama
3. Hidrosefalus.
4. Todd’s paresis, hemiplegia, monoplegia, paresis atau paralisis.
11. Prognosis 1. Kejang demam sederhana: baik
2. Kejang demam komplek: bervariasi (kejang demam dengan
status konvulsi prognosisnya jelek)
12. Tindak Lanjut 1. Pemantauan terhadap berulangnya kejang
2. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang baik
profilaksis intermittent maupun kontinyu.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang:
a. Profilaksis intermiten saat demam: antipiretik dan
antikonvulsan. Obat antikonvulsan yang digunakan:
diazepam oral 0,5 mg/kg/hari dibagi 3 dosis
Profilaksis kontinyu (terus-menerus selama 1 tahun bebas
kejang):
a) Indikasi profilaksis kontinyu:
i. Kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang
14
ii. Kejang lama > 15 menit
iii. Kejang fokal
iv. Dapat dipertimbangkan apabila: Kejang berulang >
2 kali dalam 24 jam, bayi berusia < 12 bulan,
kejang demam kompleks berulang ≥ 4 kali
b) Obat yang digunakan unuk profilaksis kontinyu:
i. Asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-
3 dosis
ii. Phenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2
dosis.
4. Pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
13. Tingkat Evidens 1. Tingkat evidens: level II-1 (evidens yang didapat dari non-
& Rekomendasi randomized controlled trial).
2. Tingkat Rekomendasi: B (terdapat fakta yang cukup
berkualitas untuk mendukung rekomendasi bahwa intervensi
tersebut dapat diterapkan)
14. Indikator Medis Bebas kejang dan bebas demam 2 hari.
15. Edukasi Mengurangi kecemasan orang tua dengan memberikan informasi:
1. Memberikan cara penanganan kejang di rumah
2. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
3. Terapi rumatan tentang profilaksis intermitten atau kontinyu.
16. Kepustakaan 1. Hardiono DP, Widodo DP, Ismael S, editor. Konsensus
Penanganan Kejang Demam. UKK Neurologi Anak, IDAI.
Badan Penerbit IDAI 2006.
2. AAP. Febrile Seizures: Guideline For The Neurodiagnostic
Evaluation Of The Child With A Simple Febrile Seizure.
Pediatrics, 2011; 127; 389.
3. Hodgson ES, Glade CGB, Harbaugh NC, et al. Febrile Seizure:
Clinical Practice Guideline For Long-Term Management Of
The Child With Simple Febrile Seizure. Pediatric 2008, 121
(6):1281-6.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
DIARE AKUT

1. No. ICD 10 A09: Diare Akut


E87.8: Gangguan air dan elektrolit (dehidrasi)
2. Diagnosis Diare akut
3. Pengertian Diare akut didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lender
berlangsung selama kurang dari 14 hari. Kandungan air di dalam
tinja melebihi normal yaitu lebih dari 10 mL/kgBB/hari.
Peningkatan kandungan air dalam tinja adalah akibat adanya
gangguan keseimbangan fungsi usus halus dan usus besar dalam
proses absorpsi substrat dan air.
15
4. Anamnesis - Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan
konsentrasi tinja, lendir, dan/darah dalam tinja
- Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran mneurun,
BAK terakhir, demam, sesak, kejang, kembung
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengkonsumsi makanan yang tidak biasa
- Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
5. Pemeriksaan - Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
Fisik - Tanda utama: keadaan umum gelisah/cengeng atau
lemah/letargi/koma, rasa haus, turgor kulit abdomen menurun
- Tanda tambahan: ubun-ubun besar, kelopak mata, air mata,
mukosa bibir, mulut, dan lidah
- Berat badan
- Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, seperti
napas cepat dan dalam (asidosis metabolic), kembung
(hypokalemia), kejang (hipo atau hypernatremia)
- Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria berikut:
a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
o Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
o Keadaan umum baik, sadar
o Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air
mata ada, mukosa mulut dan bibir basah
o Turgor abdomen baik, bising usus normal
o Akral hangat
b. Dehidrasi ringan sedang (kehilanagn cairan 5-10% berat
badan)
o Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan
o Keadaan umum gelisah atau cengeng
o Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung,
air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
o Turgor kurang, akral hangat
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)
o Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2
atau lebih tanda tambahan
o Keadaan umum lemah, letargi atau koma
o Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air
mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
o Turgor sangat kurang dan akral dingin
o Pasien harus rawat inap
a. Kriteria - Frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari)
Diagnosis - Perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah
dan/atau lender
- Berlangsung selama kurang dari 14 hari.
b. Pemeriksaan Darah lengkap
penunjang Feses lengkap
c. Perawatan - Diare dengan dehidrasi
Rumah Sakit - Diare dengan komplikasi
d. Terapi / Lintas diare : (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang
tindakan tepat, (5) Edukasi
16
(ICD 9-CM) CAIRAN
Tanpa dehidrasi
 Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT
diberikan 5-10 mL/kg BB setiap diare cair atau berdasarkan
usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 mL, umur 1-5
tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur di atas 5 tahun
semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai
kemauan anak. ASI harus terus diberikan.
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat
komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus,
diare frekuen dan profus)
Dehidrasi ringan-sedang
 Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak
75 mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan
yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/kgBB setiap diare
cair.
 Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah
setiap diberi minum. Cairan intravena yang diberikan adalah
ringer laktat atau KaEN 3B.
Dehidrasi berat
 Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau
ringer asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:
 Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam
pertama, dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
 Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
 Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan
dapat minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses
rehidrasi
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

SENG
Zink elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah
tidak mengalami diare dengan dosis:
Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari
Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari

NUTRISI
 ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat
sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat
badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang.
 Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
 Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-
sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah
buahan diberikan terutama pisang.

MEDIKAMENTOSA
 Tidak boleh diberikan obat anti diare
 Antibiotik
Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare
berdarah) atau kolera. Untuk disentri basiler, antibiotik pilihan
17
adalah kotrimoksazol, sefiksim, atau ceftriaxone
Antiparasit
Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat
pilihan untuk amuba vegetatif
e. Penyulit - Syok
- Gangguan asam basa dan elektrolit
f. Prognosis Bila tatalaksana cepat dan tepat maka prognosis baik
g. Tindak Lanjut -
h. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
i. Indikator Medis - Dehidrasi teratasi
- Konsistensi dan frekuensi BAB kembali normal
j. Edukasi Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat
Pelayanan Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam,
tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare
makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua dan
pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit secara benar.
Langkah promotif/preventif : (1) ASI tetap diberikan, (2)
kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3)
kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, (4) immunisasi
campak, (5) memberikan makanan penyapihan yang benar, (6)
penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu memasak makanan.
k. Kepustakaan Juffrie M, Kadim M, Mulyani NS, Damayanti W, Widowati T.
Diare akut. Dalam: Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris
NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, editor. Pedoman Pelayanan
Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI; 2009. P. 58-
62

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
DEMAM TIFOID

17. No. ICD 10 A01.0


18. Diagnosis Demam Tifoid
19. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang
disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi
20. Anamnesis  Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi
pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus
menerus tinggi
 Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia,
nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut
kembung
 Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran,
kejang, dan ikterus
21. Pemeriksaan Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
18
Fisik komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak
mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan bagian
pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering
dijumpai daripada splenomegali.
22. Kriteria Diagnsosis ditegakkan berdasar pemeriksaan fisik, didukung
Diagnosis pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang:
- Darah tepi perifer:
- Anemia, pada umumnya terjadi karena karena supresi
sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
- Limfositosis relative
- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
- Pemeriksaan serologi:
Serologi Widal: kenaikan titer S. typhi titer O 1:200 atau
kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens
- Pemeriksaan radiologic bila ada indikasi:
- Foto toraks bila diduga ada komplikasi pneumonia
- Foto abdomen bila diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
23. Diagnosis Demam Berdarah Dengue
Banding Infeksi Saluran Kemih
24. Perawatan Demam Tifoid Berat atau dengan penyulit
Rumah Sakit
25. Terapi / Pilihan antibiotik:
tindakan - Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari, oral
(ICD 9-CM) atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari, oral atau intravena, selama 10
hari
- Kotrimoksasol 6 mg/kgbb/hari, oral, selama 10 hari
- Seftriakson 80 mg/kgbb/hari, intravena atau intramuskular,
sekali sehari, selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kgbb/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama
10 hari
Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran
- Deksametason1-3mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis
hingga kesadaran membaik
Bedah: Tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus
Suportif:
- Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah
- Tirah baring
- Isolasi memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
- Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang
lebih padat dengan kalori cukup
- Antipiretik
26. Penyulit Intraintestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna: suhu
menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada palpasi, bising
usus menurun sampai menghilang, defance musculaire
positif, dan pekak hati menghilang.
19
Ekstraintestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, endokarditis, osteomielitis,
dll
27. Prognosis Sesuai derajat klinis
28. Tindak Lanjut Monitoring klinis
29. Tingkat Evidens
& Rekomendasi
30. Indikator Medis Evaluasi demam dengan memonitor suhu.
Apabila pada hari ke-4-5 setelah pengobatan demam tidak reda,
maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber
infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik, atau
kemungkinan salah menegakkan diagnosis.
Pasien dapat dipulangkan apabila terdapat perbaikan klinis dan
tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di
rumah.
31. Edukasi - Monitoring kondisi klinis
- Mencegah penularan
32. Kepustakaan Soedarmo SSP, Rampengan TH, Hadinegoro SRS, Ismoedijanto,
Darmowandoyo W, Pasaribu S. Demam Tifoid. Dalam: Pudjiadi
AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED, editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: IDAI; 2009. P. 47-50.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


TATA LAKSANA KASUS
RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
2015 – 2016
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

1. No. ICD 10 E44.1 : MEP ringan


E44.0 : MEP sedang
E43 : MEP berat unspecified
E40 : kwasiorkhor
E41 : marasmus
E42 : marasmic - kwasiorkhor
17. Diagnosis Malnutrisi Energi Protein

18. Pengertian Malnutrisi Energi Protein (MEP) adalah gangguan nutrisi yang
disebabkan oleh karena kekurangan protein dan/atau energi.
Berdasarkan derajatnya MEP dibagi menjadi: MEP ringan, sedang,
berat (gizi buruk).
19. Anamnesis - Asupan nutrisi
- Penyakit penyerta
20. Pemeriksaan MEP ringan dan sedang umumnya belum menunjukkan gejala
Fisik yang khas, sedangkan gizi buruk memiliki 3 bentuk klinis yaitu
kwasiorkhor, marasmus, dan marasmic-kwasiorkhor
20
Gejala Klinis
- Kwashiorkor: Terutama gejala kekurangan protein: wajah
bulat dan sembab (moon face), sembab seluruh tubuh
terutama di dorsum pedis, asites, rambut kusam dan mudah
dicabut, pembesaran hati, otot atrofi, perubahan status mental
(cengeng, rewel, kadang apatis), anoreksia, sering disertai
penyakit (infeksi, anemia dan diare), gangguan kulit berupa
bercak kemerahan-meluas-berubah menjadi hitam dan
mengelupas (crazy pavement dermatosis), pandangan mata
anak sayu.
- Marasmus: Gejala kekurangan energi berat; anak tampak
sangat kurus, tinggi, tulang belulang dibungkus kulit, wajah
seperti orang tua (old man face), atrofi otot, perubahan mental
(cengeng & rewel), perut cekung, kulit keriput/berlipatlipat
dan kering, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada, disertai penyakit (penyakit kronik, diare kronik dan
konstipasi), tekanan darah, detak jantung dan pernapasan
berkurang.
- Marasmik-kwashiorkor: Gejala campuran
21. Kriteria Klinis dan status antropometri
Diagnosis  MEP Ringan : BB/TB 80-90% baku median WHO-2005 atau
antara -2 sampai -2,5 SD
 MEP Sedang : BB/TB 70-80% baku median WHO-2005 atau
antara -2,5 sampai -3 SD
 MEP Berat : BB/TB < 70% baku median WHO-2005 atau
berada <-3 SD
22. Diagnosis - Sindrom nefrotik
Banding - Sirosis hepatis
23. Pemeriksaan Pada MEP ringan atau sedang tidak diperlukan pemeriksaan
Penunjang penunjang.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada MEP berat:

 Darah lengkap, glukosa darah, tes faal hati, protein total,


rasio albumin-globulin, elektrolit serum
 urin lengkap dan analisis feses
 Foto rontgen paru, uji tuberkulin bila ada indikasi
24. Terapi / Tatalaksana MEP ringan dan sedang:
tindakan - Pemenuhan kebutuhan energi dan protein sesuai dengan
(ICD 9-CM) recommended daily allowance (berdasarkan berat badan ideal)
- Pemantauan akseptabilitas (asupan), toleransi (muntah, diare,
residu), adekuasi (berat badan)

Tatalaksana MEP berat (gizi buruk)


Pengelolaan MEP berat di rumah sakit dengan menerapkan 10
langkah tindakan melalui 3 fase stabilisasi, transisi dan
rehabilitasi, dan dilanjutkan dengan fase ‘follow up’ (WHO)
sebagai berikut:

21
Fase Stabilisasi:
 Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa.
 Energi : 100 kkal/kgBB/hari.
 Protein : 1 -1,5 g/kgBB/hari.
 Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100
ml/kgBB/hari).
 Teruskan ASI pada anak menetek.
 Bila selera makan baik dan tidak sembab pemberian makan bisa
dipercepat dalam waktu 2-3 hari.
 Makanan yang tidak habis, sisanya diberikan per sonde.
 Jenis makanan Formula WHO (awal fase stabilisasi dengan F75
- fase transisi dengan F100) atau modifikasinya.
 Pantau dan catat: Jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa;
jumlah cairan yang keluar seperti muntah, frekuensi buang air;
timbang BB (harian).

Fase Transisi.
 Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari
 Pantau frekuensi napas dan denyut nadi
 Bila napas meningkat >5 kali/menit dan nadi >25 kali/menit
dalam pemantauan tiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula
 Setelah normal bisa naik kembali.
Fase Rehabilitasi
 Beri makanan/formula WHO (F135), jumlah tidak terbatas dan
sering.
 Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari.
 Protein : 4-6 g/kgBB/hari.
 ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan
diperkenalkan makanan keluarga.
 Pemantauan: kecepatan pertambahan BB setiap minggu
(timbang BB setiap hari sebelum makan). Kenaikan BB Kurang
(<5 g/kgBB/hari)  evaluasi ulang secara menyeluruh; bila
kenaikan BB Sedang (5-10 g/kgBB/hari)  cek asupan
makanan / infeksi sudah teratasi.
Tindakan khusus:
 Hipoglikemia : berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa
secara oral/sonde nasogastrik.
 Hipotermia : pakaikan anak selimut/letakkan anak dekat lampu.

22
 Dehidrasi : cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB setiap 30
menit selama 2 jam oral/sonde, lanjutkan 5-10 ml/kgBB/jam
selama 4-6 jam berikutnya. Lanjutkan dengan formula WHO.
Transfusi darah PRC atau plasma dapat dilakukan bila
dibutuhkan.
25. Penyulit  Dehidrasi sedang-berat
 Defisiensi vit.A
 Anemia berat
 Hipogikemia
 Diare kronik/berulang
 Luka/lesi kulit dan mukosa
 Anoreksia
 Hipotermia
26. Prognosis MEP ringan dan sedang: bonam
MEP berat: dubia
27. Tindak Lanjut Kontrol poliklinik
28. Tingkat Evidens -
& Rekomendasi
29. Indikator Medis Perbaikan klinis dan status antropometri
30. Edukasi - Pemberian nutrisi
- Pemantauan: perbaikan klinis, komplikasi
31. Kepustakaan 1. Waterlow JC. Protein energy malnutrition. London: Edward
Arnold, 1993.
2. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk
Buku I. Jakarta, 2006.
3. Depkes RI, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Petunjuk teknis tata laksana anak gizi buruk
Buku II. Jakarta, 2006.
4. Hardiono DP, Sri Rezeki SH, Firmanda D, Tridjaja BAAP,
Pudjiadi AH, Kosim MS, dkk., penyunting. Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI, 2004.
5. WHO. Management of severe malnutrition: a manual for
physicians and senior health workers. Geneva: WHO, 1999.
6. Sidiartha IGL. Insidens malnutrisi rawat inap pada anak Balita
di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Sari Pediatri,
2008;9(6):381-385.

23

Anda mungkin juga menyukai