Danida
Memprakirakan
Dampak Lingkungan
Kualitas Udara
Kualitas Udara
Desember 2007
Diterbitkan oleh
Danish International Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Sector Programme Phase 1
Pengantar
Penyelenggaraan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) di Indonesia masih membutuhkan berbagai penyempurnaan. Baik itu penyempurnaan pada aspek peraturan, aspek kelembagaan, maupun aspek sumber daya manusia pelaksana AMDAL.
Selain aspek-aspek tersebut, KLH juga masih menjumpai berbagai
kekurangan pada aspek teknik pengerjaaan AMDAL. Sorotan khusus
diberikan banyak pihak terhadap lemahnya proses prakiraan dampak
lingkungan dalam kajian ANDAL. Banyak konsultan penyusun AMDAL mengerjakannya dengan menggunakan metodologi prakiraan
dampak yang kurang tepat.
Buku Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Udara ini diterbitkan sebagai salah satu wujud upaya KLH untuk meningkatkan
kualitas proses prakiraan dampak. Sebagaimana tercermin dari judulnya, buku ini memang khusus membahas prakiraan dampak terhadap
kualitas udara. Penekanan khusus diberikan pada urutan langkah kerja dan output yang sebaiknya dihasilkan dari proses prakiraan dampak
kualitas udara.
Sebagai edisi pertama, buku ini tentunya masih ada kekurangan.
Tanggapan dan masukan dari para pembaca sangat diharapkan agar
KLH dapat terus menyempurnakan buku ini di edisi-edisi selanjutnya.
Menyusul buku ini, KLH akan segera menerbitkan buku-buku panduan penggunaan metodologi prakiraan dampak untuk komponenkomponen sosial, ekonomi, dan biofisik lainnya.
Sebagai penutup, KLH mengucapkan rasa penghargaan dan terima
kasih kepada Pemerintah Kerajaan Denmark (melalui Danish International Development Agency atau DANIDA) atas dukungannya dalam
penyusunan, pencetakan, dan penyebarluasan buku ini.
Jakarta, Desember 2007
Daftar Isi
1 MEMAHAMI PRAKIRAAN DAMPAK KUALITAS UDARA ...... 1
Perubahan Kualitas Udara ........................................... 2
Prakiraan Dampak Kualitas Udara ............................ 7
Tahapan Prakiraan Dampak Kualitas Udara .......... 13
2 MEMPELAJARI KARAKTERISTIK EMISI ..................................... 15
Identifikasi Sumber Emisi ............................................ 16
Karakterisasi Emisi ......................................................... 21
Menyeleksi Polutan Penting ....................................... 26
3 MELENGKAPI LINGKUP PRAKIRAAN DAMPAK ..................... 29
Membatasi Wilayah Studi ............................................ 30
Identifikasi Objek Penerima Dampak .................... 32
Mengarahkan Prakiraan Dampak ............................. 37
4 MENCERMATI WILAYAH STUDI .................................................. 41
Mengukur Kualitas Udara Ambien ........................... 42
Mengenali Karakteristik Fisik Wilayah Studi .......... 44
Mempelajari Kondisi Meteorologis .......................... 47
5 SIMULASI PENYEBARAN POLUTAN .......................................... 53
Memilih Teknik Simulasi ............................................... 54
Menghitung Konsentrasi Sebaran Polutan ........... 62
Membuat Peta Isopleth ................................................ 65
Menghitung Konsentrasi Ambien Polutan ............ 70
Pengarah
Hermin Roosita, Ary Sudijanto, Harni Sulistyowati, Widhi Handoyo (Kantor Asisten Deputi Kajian Dampak Lingkungan, Deputi Bidang Tata Lingkungan, KLH)
Penyusun
Qipra Galang Kualita, yang terdiri dari: Rudy Yuwono, Sri Listyarini ,
Laksmi Wardhani (konsep & tulisan), M. Taufik Sugandi, E. Sunandar,
Zarkoni (tata letak & desain grafis), Isna Marifa, Nuraman Sjach
(dukungan editorial)
Apresiasi
Untuk Pendanaan: Danish International Development Agency (DANIDA) melalui Environmental Sector Program (ESP) Phase 1.
Untuk Masukan dan Substansi: Arief Sabdo Yuwono (Institut
Pertanian Bogor), Driejana (Institut Teknologi Bandung), Kardono (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Yeremiah RT (Universitas Nasional), Yana Mariska, Taufik Affif (Institut Teknologi Bandung)
Untuk Foto: Winarko Hadi (IATPI), Bayu R. Tribuwono (Qipra), Taufik
Ismail (Qipra), Rio Marantika (Qipra), Deasy (Qipra), Yuyun Mulyani, Eka
Jatnika, Indar Atmoko, Heri Wibowo, Sulaiman (Green Planet Indonesia)
Disclaimer
Diterbitkan Oleh
Panduan ini adalah panduan lepas mengenai metodologi prakiraan dampak lingkungan terhadap kualitas udara. Isi dari panduan ini bukan merupakan satu-satunya metodologi yang boleh
diberlakukan. Panduan ini tidak memiliki kekuatan hukum yang
sama sebagaimana produk hukum Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Susunan Buku
Buku ini diawali dengan bagian Memahami Prakiraan Dampak Kualitas Udara yang memuat maksud, tujuan, batasan, tingkat kedalaman, dan
output dari suatu proses prakiraan dampak kualitas udara. Diharapkan pembaca nantinya dapat memiliki kesamaan pemahaman tentang proses
prakiraan dampak tersebut sebelum melangkah ke bagian-bagian lainnya. Bagian ini ditutup dengan uraian mengenai langkah-langkah kerja dari
proses prakiraan dampak kualitas udara.
Bagian selanjutnya, Mempelajari Karakteristik Emisi, mengulas langkah pertama dalam proses prakiraan dampak. Di sini dijelaskan cara mengidentifikasi sumber-sumber emisi dan mengenali karakteristik polutan yang diemisikan. Bagian ini diakhiri dengan uraian mengenai penentuan
jenis polutan penting yang perlu diprakirakan sebarannya.
Bagian Melengkapi Lingkup Prakiraan Dampak menjelaskan bagaimana tatacara menyusun lingkup prakiraan dampak kualitas udara. Termasuk
dalam uraiannya adalah bagaimana membatasi wilayah studi, mengidentifkasi objek-objek penerima dampak, dan menentukan waktu kajian.
Sebagai penutup, bagian ini menguraikan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai kriteria penilaian sifat penting dampak.
Jenis data dan informasi yang dibutuhkan untuk simulasi sebaran polutan akan diuraikan pada bagian Mencermati Wilayah Studi. Termasuk di
dalamnya adalah data dan informasi mengenai kualitas udara ambien, kondisi permukaan lahan, dan kondisi meteorologis wilayah studi.
Bagian selanjutnya, Simulasi Penyebaran Polutan, mengulas berbagai pilihan teknik yang dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sebaran polutan yang diemisikan suatu sumber. Selain perhitungan secara manual, bagian ini juga akan memperkenalkan beberapa perangkat lunak
(software) dispersi polutan yang dapat digunakan.
MEMAHAMI
PRAKIRAAN DAMPAK
KUALITAS UDARA
an kualitas udara.
POLUTAN UDARA
Ilustrasi: Toppeaks
Ilustrasi: Toppeaks
PENCEMARAN UDARA
900 g/Nm3.
3
NITROGEN DIOKSIDA
SULFURDIOKSIDA
Boks
Baku Mutu
Udara Ambien
Gas tidak berwarna, berbau dalam konsentrasi pekat. Banyak dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur, misalnya solar dan batubara. Menyebabkan sesak nafas bahkan
kematian pada manusia dan juga pada
hewan. Pada tumbuhan, menghambat
fotosintesis, proses asimilasi dan respirasi.
Merusak cat pada bangunan akibat reaksinya dengan bahan dasar cat dan timbal
oksida (PbO). Gas SO2 adalah kontributor
utama hujan asam.
Gas ini berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Terutama dari proses pembakaran
bahan bakar fosil, seperti bensin,
batubara dan gas alam. NO2 bisa
berasal dari oksidasi dengan
kandungan N dalam bahan bakar dan juga oksidasi dengan N
udara karena panas. NO2 bersifat
racun terutama terhadap paru.
Paru-paru yang terkontaminasi
dengan gas NOx akan mengalami pembengkakan. Pada konsentrasi NO2 > 100 ppm kebanyakan hewan akan mati.
KARBON MONOKSIDA
mikrogram (g) per meter kubik udara dalam kondisi normal (umumnya pada suhu 250 Celsius dan
tekanan 1 atmosfer). Kualitas udara ambien dikatakan baik jika konsentrasi polutan-polutannya masih
di bawah nilai baku mutunya.
Nilai BMUA disediakan untuk beberapa waktu ukur
rata-rata (averaging time). Misalnya, untuk waktu
ukur rata-rata 1 jam, nilai baku mutu NO2 adalah
400 g/Nm3. Nilai itu nantinya harus dibandingkan
dengan nilai rata-rata pengukuran 1 jam NO2.
BMUA juga disertai informasi mengenai metode
analisis dan peralatan yang harus digunakan.
FLUORIDA
Golongan gas Halogen, berwarna
coklat, sangat reaktif, dan beracun.
Berasal dari pembakaran bahan bakar
fosil, reduksi fosfat dari tanaman, industri penghasil aluminium dan lainlain. Inhibitor yang dapat mencegah
kerja berbagai enzim manusia, merusak sel tanaman. Konsentrasi cukup
besar di atmosfir akan mencemari air
dan tanah.
HIDROKARBON
Jika berbentuk gas di udara umumnya tergolong sebagai Volatile Organic Compounds
(VOC). Bentuk cair menjadi semacam kabut
minyak. Jika padatan akan membentuk debu.
Berasal dari industri plastik, resin, pigmen, zat
warna, pestisida, karet, aktivitas geothermal,
pembuangan sampah, kebakaran hutan serta
transportasi. Di udara akan bereaksi dengan
bahan lain dan membentuk Polycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH), bila masuk dalam paruparu menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
OZON
TIMBAL
Logam lunak yang berwarna kebiru-biruan
atau abu-abu keperakan. Sangat beracun dan
menyebabkan berbagai dampak kesehatan
terutama pada anak-anak. Dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf dan pencernaan,
sedangkan berbagai bahan kimia yang mengandung timbal dapat menyebabkan kanker.
DEBU JATUH
Partikel berukuran diatas 500 mikron.
Secara alamiah dihasilkan dari debu
tanah kering yang terbawa oleh angin
atau berasal dari muntahan letusan
gunung berapi. Juga pembakaran yang
tidak sempurna dari bahan bakar yang
mengandung senyawa karbon murni
atau bercampur dengan gas-gas organik
seperti halnya penggunaan mesin disel
yang tidak terpelihara dengan baik.
KLORIDA
Gas berwarna hijau, bau sangat menyengat. Efek samping dari proses pemutihan (bleaching) dan produksi zat/
senyawa organik yang mengandung
klor. Menyebabkan iritasi mata. Jika
masuk dalam jaringan paru-paru dan
bereaksi dengan ion hidrogen akan
membentuk asam klorida yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan
iritasi dan peradangan saluran pernafasan.
DAMPAK PERUBAHAN
KUALITAS UDARA
dengan NOx.
nya beberapa dampak lanjutan, baik terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya, aspek estetika
udara, keutuhan bangunan, dan lainnya. Berikut ini akan
diuraikan secara singkat berbagai dampak lanjutan tersebut.
Hujan asam
akan menurunkan pH air sehingga kemudian meningkatkan kelarutan logam berat misalnya merkuri (Hg) dan
menjangkau lapisan stratosfer dan memecah molekulmolekul ozon di sana. Kerusakan lapisan ozon di stratosfer menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan
masuk ke permukaan bumi sehingga dapat mengakibatkan kanker kulit pada manusia yang terpapar
sinar itu.
makro.
Jangkauannya
mencapai
rupakan beberapa contoh gangguan estetika udara ambien. Bau tidak enak dapat ditimbulkan oleh emisi gasgas sulfida, amoniak, dan lainnya. Udara berasap kabut
(asbut) atau smoke and fog (smog) akan mengurangi jarak
pandang (visibility) kita. Hal ini sangat membahayakan
keselamatan pengendara mobil dan motor, selain juga
keselamatan penerbangan. Smog atau asbut umumnya
prakonstruksi, konstruksi, operasi, maupun pasca-operasi. Tanpa adanya dugaan dampak penting itu, proses prakiraan dampak dikhawatirkan akan berlangsung tanpa
sasaran yang jelas.
Proses prakiraan dampak dilakukan dalam lingkup
wilayah studi dan lingkup waktu kajian tertentu.
Selain untuk memperjelas sasaran prakiraan dampak,
pembatasan ini dilakukan guna mengefisienkan proses
ANDAL. Penentuan dampak penting hipotetik serta lingkup wilayah dan waktu kajian merupakan output dari
salah satu langkah kerja AMDAL yang disebut pelingkupan (scoping).
Prakiraan dampak kualitas udara perlu dilakukan setidaknya untuk berbagai skenario prakiraan yang ditentukan. Tiap-tiap skenario diharapkan akan menghasilkan
output prakiraan yang berbeda. Salah satu skenario yang
perlu dilakukan adalah skenario kejadian terburuk
(worst-case scenario). Skenario prakiraan lainnya yang
patut dipertimbangkan adalah skenario berdasarkan
Dokumen Kerangka Acuan ANDAL (KA-ANDAL) berisi arahan dari proses prakiraan yang akan dilakukan terhadap satu atau beberapa dugaan
dampak penting (dampak penting hipotetik). Uraian dari pelaksanaan prakiraan dampak berikut hasilnya dapat dijumpai dalam dokumen Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL). Sedangkan langkah-langkah yang
harus dilakukan permrakarsa untuk mengelola dampaknya dapat dijumpai
dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL). Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) berisi rencana pemantauan dari komponen-komponen lingkungan yang diprakirakan akan
terkena dampak.
Peta isopleth berisi garis-garis yang menghubungkan titik-titik lokasi yang akan
memiliki kesamaan konsentrasi sebaran polutan. Output prakiraan dampak
setidaknya terdiri dari peta Isopleth Semburan (gambar atas) dan Peta Isopleth
Wilayah Sebaran (gambar bawah). Peta-peta ini harus dibuat untuk tiap jenis polutan penting.
Boks
Penentuan tingkat kedalaman yang dibutuhkan dapat dipengaruhi oleh tingkat prioritas dari suatu dampak penting hipotetik
(lihat bahasan terkait). Dalam beberapa kasus, kita mungkin cukup membutuhkan prakiraan Tingkat 1 (Prakiraan Penyebaran
Polutan). Misalnya saat kita ingn memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat sementara seperti kegiatan konstruksi. Sedangkan untuk kasus lainya, kita mungkin perlu melakukan prakiraan Tingkat 2 (Prakiraan Kualitas Udara Ambien).
Misalnya saat kita ingin memprakirakan pengaruh dari sumber emisi yang bersifat kontinyu dan terus menerus. Sementara itu,
dalam dokumen-dokumen ANDAL yang ada, prakiraan Tingkat 3 (Prakiraan Dampak Lanjutan) masih jarang sekali dilakukan
secara kuantitatif. Jenis dampak lanjutan yang diprakirakan akan terjadi berikut besarannya lebih banyak dinilai secara kualitatif
di bagian Evaluasi Dampak dokumen ANDAL. Perlu tidaknya kita melakukan prakiraan Tingkat 3 sebaiknya dikonfirmasikan ke
Komisi Penilai AMDAL yang berwenang.
Jika
pentingnya.
dampak yang akan terjadi. Informasi tersebut dibutuhkan agar pihak-pihak berkepentingan mengetahui bah-
10
sumber emisi.
PENILAIAN DAMPAK
Besaran dampak tersebut dihitung dengan membandingkan hasil prakiraan kualitas udara (jika komponen
Sumber Dampak:
EMISI SO2 & HC
ilustrasi: Topppeaks
11
Suatu jalan pintas bawah-tanah (underpass) akan dibuat untuk memperlancar arus kendaraan bermotor di suatu kawasan yang kondisi lalulintasnya sudah sangat padat. Konsentrasi CO (rata-rata 24 jam) di kawasan itu saat ini sudah mencapai nilai 7.000 g/Nm3. Saat underpass
beroperasi di tahun 2010, jumlah kendaraan bermotor yang melintasi kawasan itu diprakirakan akan meningkat 50 persen dari jumlahnya saat ini.
Akibatnya, walau jalan underpass sudah beroperasi, konsentrasi CO di kawasan itu diprakirakan tetap akan meningkat menjadi 10.000 g/ Nm3.
Untuk menilai positif-negatifnya dampak penting dari pembangunan underpass tersebut, prakiraan dampak nir-kegiatan di tahun 2010 juga
dilakukan. Dengan asumsi underpass tidak jadi didirikan, maka diprakirakan kemacetan jalan akan sering terjadi. Laju kendaraan akan tersendat
sehingga emisi CO akan lebih besar untuk jumlah kendaraan di tahun 2010 yang sama. Oleh karena itu, hasilnya menunjukkan konsentrasi CO di
kawasan itu diprakirakan akan meningkat menjadi 13.000 g/Nm3. Perbandingan konsentrasi CO di tahun 2010 antara kedua kondisi itu (dengan
dan tanpa underpass) menunjukkan adanya jalan underpass justru akan membuat kualitas udara di kawasan tersebut menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keberadaan underpass akan membawa dampak positif.
12
13
MEMPELAJARI
KARAKTERISTIK EMISI
IDENTIFIKASI SUMBER EMISI ................................................................ 16
Jenis Sumber Emisi .............................................................................. 17
Lokasi Sumber Emisi ........................................................................... 17
Dimensi Sumber Emisi ....................................................................... 19
Waktu Keberadaan Sumber Emisi .................................................. 19
KARAKTERISASI EMISI ............................................................................ 21
Jenis dan Jumlah Polutan ................................................................. 21
Boks: Faktor Emisi ................................................................... 22
Pola Pemunculan Emisi ..................................................................... 24
MENSELEKSI POLUTAN PENTING ........................................................ 26
Kriteria Batas Polutan Penting ........................................................ 26
Faktor Kekhawatiran Masyarakat ................................................... 27
Proses prakiraan dampak hanya dapat dilakukan setelah kita mengenali
karakteristik emisi polutan dari rencana kegiatan kita dengan baik. Cermati dokumen perencanaan yang ada berikut denahnya. Dari situ, kita
dapat mengidentifikasi berbagai sumber emisi yang akan ada. Dapatkan
seluruh jenis polutan yang akan diemisikan, sebelum kita mengestimasi
jumlah-jumlahnya. Langkah terakhir dari tahap ini adalah pemilihan polutan-polutan penting yang nantinya akan diprakirakan sebarannya.
15
mempermudah
pengidentifikasian
komponen-kom-
Suatu rencana kegiatan dapat saja memiliki lebih dari satu sumber emisi (multiple sources). Operasi kegiatan pertambangan, misalnya, memiliki
beberapa aktivitas sumber emisi. Contohnya, komponen kegiatan peledakan guna menyingkirkan lapisan tanah permukaan, komponen kegiatan
pengangkutan batuan (ore) dengan menggunakan alat berat dan truk pengangkut, komponen kegiatan penggerusan batuan, dan komponen
kegiatan ekstraksi mineral dari batuan tersebut.
16
(stockpile) terbuka, lokasi penurunan dan pemuatan barang (loading area), pelapisan aspal, instalasi pengolahan
yang diinginkan.
Dalam rencana pengembangan jalan raya, sumber emisi penting di tahap operasi adalah kendaraan-kendaraan bermotor yang melintasi
jalan tersebut. Sumber emisi ini dapat digolongkan sebagai sumber emisi bergerak, sekaligus juga sumber garis.
17
18
19
Foto: Sulaiman
Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan salah satu contoh dari
sumber ruang (volume source), khususnya jika TPA tersebut memiliki timbunan yang tinggi. Hasil dari identifikasi sumber emisi harus menyebutkan bentuk,
luas, tinggi, atau volume dari TPA tersebut. Emisi TPA merupakan salah satu
contoh emisi fugitive atau emisi polutan yang tidak terkendali melalui cerobong atau sistem ventilasi udara.
Jika waktu keberadaannya bersamaan, ada kemungkinan emisi dari sumber-sumber itu nantinya perlu diakumulasikan. Informasi waktu keberadaan sumber emisi
dan informasi waktu pemunculan emisi (lihat bahasan
mengenai Pola Pemunculan Emisi) diperlukan untuk
memastikan apakah sumber-sumber emisi yang ada di
suatu rencana kegiatan dapat dianggap sebagai sumber
majemuk (multiple sources).
20
KARAKTERISASI EMISI
Karakteristik emisi ditunjukkan oleh jenis dan jumlah po-
tion).
adalah AP 42 Compilation of Air Pollutant Emission Factors (Fifth Edition) yang diterbitkan USEPA
Jumlah polutan umumnya dinyatakan sebagai laju emisi (emission rate) yang menunjukkan berat polutan yang diemisikan dalam satu unit
waktu. Misalnya, laju emisi SO2 dari suatu pembangkit listrik tenaga uap besarnya adalah 40 ton/tahun.
21
Boks
Faktor Emisi
Faktor Emisi (emission factor) menunjukkan perkiraan jumlah polutan yang akan diemisikan oleh tiap unit komponen
kegiatan dari suatu sumber emisi. Nilai Faktor Emisi ditampilkan dalam satuan berat polutan per unit berat, volume, jarak,
atau durasi dari komponen kegiatan yang mengemisikan polutan tersebut. Beberapa contoh nilai Faktor Emisi berikut
satuannya dapat dilihat pada tabel berikut.
Nilai Faktor Emisi banyak digunakan sebagai dasar perhitungan laju emisi dengan menggunakan rumus berikut:
Q = EF x A x (1 ER/100)
Dimana, Q (emission rate atau laju emisi) adalah jumlah polutan yang diemisikan per satuan waktu; EF (emission factor) atau faktor emisi; A
(rate of activity) adalah intensitas kegiatan per satuan waktu; dan ER (emission reduction efficiency, dalam %) adalah efisiensi pengurangan
polutan dari sistem pengendali emisi yang digunakan.
Ilustrasi berikut menunjukkan penggunaan Faktor Emisi untuk menghitung besaran emisi.
Kegiatan konstruksi apartemen menggunakan genset 35 kW yang digunakan
10 jam per hari. Genset ini menggunakan bensin tanpa timbal. Dengan angka rata-rata konsumsi bensin 315 g/kWH, maka genset itu diperkirakan akan
membutuhkan 13,5 liter/jam. Jika genset dioperasikan selama 40 hari, maka
emisi genset itu diprakirakan akan memiliki karakteristik sebagai berikut.
- Intensitas kegiatan (A) = (35 kW) x (10 jam/hari) x (40 hari) = 14.000 kW-jam
atau 14.000 kWH
- Efisiensi pengurangan polutan (ER) = 0 %
- Untuk PM10, dengan faktor emisi (EF) = 4,38 x 10-4 kg PM10/kWH, maka
Q = (4,38 x 10-4 kg PM10/kWH) x 14.000 kWH = 6,132 kg PM10
Tabel di samping menunjukkan hasil lengkap prakiraan laju emisi Genset termasuk polutan-polutan lain.
22
Q = CBME x qvol
23
24
terhenti.
cerobong.
vin (0K).
Emisi dari suatu TPA akan terus ada walau operasinya sudah dihentikan. Durasi pemunculan emisi gas metana dan karbondioksida
bisa mencapai waktu 30 tahun setelah TPA itu berhenti beroperasi.
25
lutan tersebut.
ini. Dasar-dasar pertimbangan dalam penyeleksian poTidak semua polutan yang akan diemisikan perlu diprakirakan
dampaknya, khususnya, polutan yang laju emisinya sangat sedikit.
Dalam panduan prosedur prakiraan dampak kualitas udara di beberapa negara lain, tahap ini disebut sebagai screening. Dalam
tatalaksana pengerjaan AMDAL, tahapan seleksi polutan penting
ini dapat diberlakukan sebagai bagian dari penentuan dampak
penting hipotetik dalam proses pelingkupan.
26
Kekhawatiran masyarakat terhadap emisi dioksin dari suatu insinerator selalu saja ada. Walau jumlahnya kecil, kita tetap perlu melakukan
prakiraan penyebaran polutan itu. Hasilnya diharapkan dapat lebih meyakinkan masyarakat tentang besar-kecilnya dampak emisi dioksin
di tempat mereka bermukim.
27
MELENGKAPI LINGKUP
PRAKIRAAN DAMPAK
MEMBATASI WILAYAH STUDI ................................................................ 30
Tinjauan Kondisi Geografis ............................................................... 30
Acuan Nilai Tambahan Polutan Maksimal ................................... 30
IDENTIFIKASI OBJEK PENERIMA DAMPAK ........................................32
Sumber Informasi .................................................................................32
Lokasi Objek Penerima Dampak .....................................................33
Informasi Pelengkap ............................................................................36
MENGARAHKAN PRAKIRAAN DAMPAK ............................................ 37
Waktu Kajian ...........................................................................................37
Skenario Prakiraan Dampak ..............................................................37
Kriteria Penilaian Sifat Penting .........................................................38
Dari tahap sebelumnya, kita sudah mendapatkan informasi mengenai
karakteristik emisi yang ada dalam suatu rencana kegiatan. Di tahap ini,
proses pelingkupan prakiraan dampak kualitas udara akan dilengkapi.
Langkahnya, pertama, wilayah studi perlu ditentukan. Kedua, objek-objek penerima dampak di dalamnya diidentifikasi. Dengan ditentukannya
waktu kajian, skenario prakiraan, dan juga kriteria penilaian sifat penting
dampak, proses pelingkupan dapat dianggap selesai.
29
Besar-kecilnya nilai TPM di suatu wilayah seharusnya ditentukan oleh pemerintah daerah setelah mempertimbangkan kualitas udara ambien di wilayah itu. Jika kon-
30
Titik TPM terjauh didapat setelah kita melakukan simulasi sebaran dari polutan penting yang memiliki laju
emisi terbesar. Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi
kondisi terburuk (worst case). Artinya, simulasi dilakukan untuk kondisi atmosfer stabil (kelas stabilitas F)
dengan menggunakan kecepatan angin tertinggi yang
dijumpai. Wilayah studi kemudian dibuat dengan membuat lingkaran dimana lokasi sumber emisi merupakan
titik pusatnya dan jarak titik TPM terjauh merupakan
radiusnya.
31
Contoh, pe-
SUMBER INFORMASI
Objek-objek penerima dampak dapat
teridentifikasi
Candi dan bangunan kuno lainnya merupakan salah satu jenis objek
penerima dampak yang perlu dicermati. Contoh objek-objek penerima dampak lainnya kawasan pemukiman, lahan budidaya (pertanian, perkebunan, peternakan), industri, hotel atau tempat penginapan lainnya, obyek wisata, sarana pendidikan, perpustakaan,
perkantoran, pertokoan, sarana olahraga, sarana budaya, rumah
sakit, bandar udara, sarana ibadah, tumbuhan dan hewan langka.
32
man, perkebunan, persawahan, kawasan industri, bandara, pelabuhan laut, tempat wisata, dan lain-lainnya.
Biasanya peta berskala 1:10.000 sudah cukup dapat diandalkan.
Proses konsultasi masyarakat di tahap pelingkupan, sebagaimana diatur dalam aturan Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi
dalam Proses AMDAL, dapat kita manfaatkan untuk mendapatkan informasi dari masyarakat setempat tentang keberadaan objek-objek di
wilayah mereka.
33
Koordinat Relatif
Dalam perhitungan konsentrasi sebaran polutan, terutama untuk sumber tunggal, kita seringkali perlu meng-
Koordinat Polar
gunakan sistem koordinat relatif. Dalam sistem koordinat relatif, garis sumbu absis-nya (sumbu x) harus selalu
paralel dengan garis arah mata angin. Cara mengkonversi
34
Selain pola koordinat Cartesian, kita juga dapat menggunakan sistem koordinat polar. Sistem koordinat ini
Elevasi
INFORMASI PELENGKAP
Informasi lain mengenai objek penerima dampak yang
juga dibutuhkan adalah:
Besaran objek; Misalnya luas lahan untuk objek
wilayah, jumlah penduduk di suatu permukiman, atau
jumlah bangunan di suatu perkampungan. Informasi
besaran objek ini seringkali dibutuhkan sebagai salah
satu bahan pertimbangan saat kita melakukan penilaian sifat penting dampak.
Waktu keberadaan objek; Biasanya dinyatakan dalam
tahun di mana suatu objek ada. Hal ini sangat penting
khususnya jika objek kita merupakan objek masa datang. Dengan kata lain, objek itu belum ada saat kajian
AMDAL dilakukan.
Informasi pelengkap lainnya adalah nama atau identitas
36
Objek yang sedang dalam tahap konstruksi perlu diwaspadai kemungkinannya nanti menjadi salah satu obyek terkena dampak.
Foto: Taufik
hal tersebut.
2),
munculnya objek baru yang dapat terpengaruh oleh se-
WAKTU KAJIAN
di bagian ini),
ruang.
Prakiraan dampak dari perubahan kualitas udara perlu dilakukan di tahun dimana akan ada suatu kegiatan lain yang diduga akan terpengaruh
oleh emisi polutan. Sebagai contoh, keberadaan bangunan apartemen yang mungkin baru ada beberapa tahun setelah kegiatan kita beroperasi.
Foto: Bayu Rizky
37
Ilustrasi: Toppeaks
Dengan adanya informasi mengenai waktu kajian, kita sudah memiliki lingkup prakiraan dampak yang lengkap. Contohnya adalah sumber dampak:
emisi partikulat dan SO2 dari pabrik kertas, komponen lingkungan terkena dampak: kualitas udara, khususnya menyangkut konsentrasi TSP dan SO2,
di wilayah 1) candi Tunggadewo, 2) perumahan Bunga Swarga; waktu kajian: 1) tahun 2015 saat pabrik mulai beroperasi, dan 2) tahun 2020 saat
kapasitas pabrik akan ditingkatkan.
38
Tingkat 2,
ditetapkan dalam
Luas dari suatu wilayah, atau jumlah rumah dan penduduk di dalamnya, merupakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria sifat penting.
Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997).
udara ambien dari negara-negara lain; khususnya untuk jenis-jenis polutan yang tidak tercantum dalam
BMUA Indonesia, dan 3) kajian-kajian ANDAL yang sudah dilakukan untuk daerah tersebut.
Luas wilayah yang kualitas udaranya akan berubah secara signifikan, jumlah manusia yang tinggal di wilayah
39
MENCERMATI
WILAYAH STUDI
MENGUKUR KUALITAS UDARA AMBIEN ........................................... 42
Polutan Sasaran .................................................................................... 42
Pengambilan Sampel ......................................................................... 43
MENGENALI KARAKTERISTIK FISIK WILAYAH STUDI .................... 44
Kondisi Geografis ................................................................................. 44
Tataguna Lahan .................................................................................... 45
MEMPELAJARI KONDISI METEOROLOGIS ........................................ 47
Arah dan Kecepatan Angin .............................................................. 47
Boks: Membaca Windrose .................................................... 48
Suhu dan Tekanan Udara .................................................................. 48
Stabilitas Atmosfer .............................................................................. 49
Tinggi Campuran ................................................................................. 51
Mengatasi Keterbatasan Data ......................................................... 51
Wilayah studi dan seluruh objek penerima dampak di dalamnya sudah kita
ketahui. Artinya, sekarang data wilayah studi sudah dapat dikumpulkan
dengan lebih efisien. Selain untuk informasi rona lingkungan awal, data
wilayah studi nantinya dibutuhkan sebagai masukan dalam simulasi penyebaran polutan. Jenis data wilayah studi yang perlu dikumpulkan juga
ditentukan oleh jenis polutan, kedalaman prakiraan dampak, dan kriteria
sifat penting yang dipilih sebelumnya.
41
bien.
POLUTAN SASARAN
Pengukuran kualitas udara hanya perlu dilakukan untuk
jenis-jenis polutan penting saja. Itulah keuntungan dari
penyusunan dampak penting hipotetik yang rinci sehingga jenis-jenis polutan pentingnya sudah disebutkan
secara spesifik sejak awal. Polutan-polutan lain, walaupun
termasuk sebagai polutan yang ditentukan BMUA, tidak
selalu perlu diukur jika memang tidak termasuk sebagai
polutan penting yang dihasilkan sumber emisinya. Penentuan jenis polutan yang akan diukur tentunya perlu
Dalam persamaan di atas, CO,To adalah konsentrasi ambien polutan di tahun awal (To). Perlu diperhatikan cara
ini memerlukan data historik pemantauan kualitas
udara lebih dari 5 tahun.
Penentuan batas maksimal konsentrasi sebaran polutan; Konsentrasi dasar
(background condition) polutan di suatu
tahun prakiraan, kita dapat menghitung
jumlah maksimal sebaran polutan yang
masih diterima oleh suatu wilayah agar
nilai BMUA-nya tidak terlampaui. Jumlah
maksimal ini dapat dijadikan nilai TPM
bagi suatu wilayah (lihat bahasan mengenai Acuan Nilai Tambahan Polutan Maksimal di Bagian 3).
Kalkulasi prakiraan konsentrasi ambien
polutan. Dibutuhkan khususnya untuk
prakiraan dampak tingkat 2. Nilai konsentrasi ambien polutan di suatu tahun pra-
42
tinggi.
PENGAMBILAN SAMPEL
Perencanaan sampling harus dilakukan sebaik-baiknya agar kita dapat terhindar dari pengeluaran biaya yang tidak perlu.
43
KONDISI GEOGRAFIS
Keberadaan laut atau badan air luas lainnya, dan tanah
dengan kontur berbeda akan menimbulkan variasi kondisi meteorologis di dalam wilayah studi.
Permukaan air yang luas, seperti laut dan danau, akan
menyebabkan suhu udara di atasnya berbeda dengan suhu
udara di permukaan tanah. Di siang hari, suhu udara di atas
permukaan air akan terlambat memanas dibandingkan
angin darat
(malam hari)
44
Ilustrasi: Toppeaks
angin laut
(siang hari)
Ilustrasi: Toppeaks
angin lembah
(siang hari)
angin Gunung
(malam hari)
Perubahan arah angin ini tentu akan diikuti dengan perubahan arah sebaran polutan. Di siang hari, keberadaan
laut dan lereng gunung akan menghambat pergerakan
polutan ke arahnya. Sebaliknya di malam hari, pergerakan polutan ke arah laut dan lereng gunung akan semakin cepat.
terpengaruh. Hal demikian tentu juga diikuti dengan
Tanah dengan kontur tinggi biasa disebut sebagai wilayah
dengan elevated terrain. Jika konturnya melebihi titik
lepasan emisi, tanah tersebut dapat digolongkan sebagai
wilayah dengan complex terrain. Sebaliknya, wilayah
yang kontur tanahnya rata dapat disebut sebagai wilayah
dengan flat terrain.
TATAGUNA LAHAN
ral.
45
Foto: Sulaiman
Wilayah urban (foto kiri) memiliki jumlah bangunan yang lebih rapat, sedangkan wilayah rural (foto kanan) memiliki kerapatan vegetasi
yang lebih tinggi
Efek tarikan-gedung (building downwash) akan timbul jika aliran polutan bertemu dengan gedung tinggi.
ilustrasi: Toppeaks
46
Ada saatnya nanti angin akan bertiup dari selatan. Hal ini
47
Boks
Membaca Windrose
Windrose merupakan diagram yang mengilustrasikan fluktuasi arah dan kecepatan angin di suatu daerah. Masing-masing
cabang pada windrose melambangkan arah datangnya angin. Angin dari arah utara (angin utara) digambarkan sebagai
batang utara di bagian atas diagram. Suatu windrose dapat memiliki 8 cabang, 16 cabang, maupun 32 cabang arah angin.
Kebanyakan windrose di Indonesia dibuat untuk 16 cabang arah angin dimana tiap cabang arah angin memiliki perbedaan sudut 22,50. Kecepatan angin dalam suatu windrose dapat dinyatakan dalam m/detik, km/jam, atau knot.
Panjang tiap cabang menunjukkan persentase dari
frekuensi angin yang bertiup ke suatu arah. Cabang
terpanjang dianggap sebagai angin dominan di wilayah
tersebut. Tiap cabang dibagi menjadi beberapa segmen
dengan ketebalan atau warna berbeda. Panjang masingmasing segmen menunjukkan frekuensi pemunculan
suatu rentang kecepatan angin di arah tersebut.
Suatu diagram windrose memiliki lingkaran tengah yang
menggambarkan frekuensi pemunculan angin tenang
(kecepatan angin < 1 m/detik). Semakin besar ukuran
lingkaran tengahnya, semakin sering angin bertiup perlahan di wilayah tersebut. Diagram windrose juga ada
yang dilengkapi dengan diagram frekuensi kecepatan
angin keseluruhan di wilayah tersebut.
Pola arah angin sering ditentukan oleh musim karena itu
dianjurkan membagi data angin menjadi angin musim
kemarau dan angin musim hujan. Bila tersedia data resolusi jam, dapat juga dibuat windrose siang dan malam
hari.
Data lengkap mengenai arah dan kecepatan angin dibutuhkan untuk membuat Peta Isopleth Wilayah Sebaran.
Semua arah angin harus diperhitungkan dalam pembuatan peta tersebut, demikian juga dengan kecepatan
rata-rata di tiap arah angin. Sementara itu, Peta Isopleth
Semburan hanya membutuhkan data arah dan kecepatan angin dominan saja (lihat bahasan terkait di Bagian
5).
48
STABILITAS ATMOSFER
lutan.
bahasan selanjutnya).
Ilustrasi: Toppeaks
Kondisi udara yang stabil (kelas F) cenderung membuat polutan bergerak lebih jauh. Sebaliknya, kondisi udara yang sangat tidak stabil (kelas A)
cenderung membuat polutan akan teraduk dan tercampur sejak keluar dari titik lepasannya.
49
50
awan (cloudiness).
Dalam formula dispersi Gaussian, kelas stabilitas atmosfer
nantinya akan digunakan dalam menghitung nilai standar dispersi (y dan z) dari kepulan emisi (plume). Untuk
jelasnya, lihat Boks: Memahami Persamaan Gaussian di
Bagian 5.
TINGGI CAMPURAN
Tinggi campuran (mixing height) menunjukkan ketinggian ruang pencampuran dari permukaan bumi dimana
dispersi polutan masih mungkin terjadi. Seperti disebutkan sebelumnya, ruang pencampuran terbentuk akibat
adanya lapisan inversi suhu di udara. Polutan akan lebih
terdispersi ke arah vertikal di suatu wilayah yang ruang
pencampurannya lebih tinggi.
Tinggi campuran suatu wilayah dipengaruhi antara lain
oleh suhu udara ambien, kecepatan angin, karakterstik
fisik wilayah studi (khususnya tataguna lahan). Sama
dengan suhu udara, tinggi campuran di suatu wilayah
juga bervariasi dari waktu ke waktu. Tinggi campuran
bukan sesuatu yang mudah kita ukur sendiri. Nilai tinggi
campuran untuk suatu wilayah bisa diperoleh dari kantor
BMG terdekat.
Udara Dingin
Ilustrasi: Toppeaks
Lapisan Inversi
Udara Dingin
51
SIMULASI
PENYEBARAN POLUTAN
MEMILIH TEKNIK SIMULASI ................................................................... 54
Boks: Memahami Persamaan Gaussian .......................... 54
Perhitungan Manual ........................................................................... 54
Boks: Perhitungan CAVE secara Manual ......................... 56
Pilihan Software Dispersi Polutan ...................................................57
MENGHITUNG KONSENTRASI SEBARAN POLUTAN ......................62
Perhitungan Konsentrasi Maksimal ...............................................62
Perhitungan Konsentrasi Rata-Rata .............................................. 63
Boks: Perhitungan CMAX dengan SCREEN3 .................. 64
MEMBUAT PETA ISOPLETH ................................................................... 65
Peta Isopleth Semburan ..................................................................... 65
Peta Isopleth Wilayah Sebaran ......................................................... 65
Boks: Pembuatan Isopleth Semburan .............................. 66
Boks: Pembuatan Isopleth Wilayah Sebaran ................. 68
MENGHITUNG KONSENTRASI AMBIEN POLUTAN ........................ 70
Boks: Kalkulasi Konsentrasi Ambien ................................ 71
Apapun tingkat kedalaman prakiraan dampak yang dipilih, kita tetap
memulainya dengan melakukan simulasi penyebaran polutan. Tentunya
sesuai dengan lingkup dan arah prakiraan yang ditentukan dalam proses
pelingkupan. Metoda simulasi kita pilih sesuai kebutuhannya. Tidak selalu harus menggunakan perangkat lunak pemodelan yang canggih. Perhitungan manual terkadang sudah mampu memberikan informasi yang kita
butuhkan. Setelah mendapatkan konsentrasi sebaran polutan, kita dapat
melanjutkannya ke prakiraan dampak tingkat-tingkat selanjutnya.
53
Boks
Memahami
Persamaan Gaussian
prakiraan yang sudah ditentukan sebelumnya. Seperti diuraikan sebelumnya (lihat Boks: Kedalaman Prakiraan
Dampak di Bagian 1), hasil simulasi ini nantinya akan
menjadi dasar bagi kita dalam mengkalkulasi konsen-
Ada beberapa teknik yang dapat dipakai untuk mensimulasi sebaran polutan. Simulasi dapat dilakukan secara
manual maupun dengan menggunakan perangkat lunak
komputer yang khusus dibuat untuk pemodelan dispersi
polutan. Prinsip perhitungannya sama yaitu menggunakan formula yang dikembangkan berdasarkan model
Gaussian (lihat boks di samping). Selain model itu, ada
juga simulasi yang dilakukan berdasarkan model kotak
(box model), untuk perhitungan sebaran polutan dengan
jenis sumber pencemar campuran seperti TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) dan daerah galian tambang.
PERHITUNGAN MANUAL
Walau formula dispersi Gaussian terkesan rumit, perhitungan secara manual sebenarnya masih dimungkinkan.
Artinya, nilai C masih bisa dihitung tanpa bantuan komputer dan perangkat lunak (software) pemodelan dispersi
polutan. Boks di halaman selanjutnya menunjukkan langkah kerja perhitungan manual saat kita ingin mendapatkan satu nilai konsentrasi polutan yang akan digunakan
54
bu
sum
ind
ssw
ro
y (c
55
Boks
Berdasarkan perhitungan manual, di titik koordinat lokal (500, 1000) diperoleh konsentrasi sebaran
polutan rata-rata sebesar 0,06 g/m3.
56
cara manual.
dampak.
lain adalah:
57
58
scram001/dispersion_screening.htm.
Penggunaan
oleh USEPA.
59
dari www.epa.gov/scram001/dispersion_alt.htm.
dispersion_prefrec.htm.
Meteorology Society).
gunaan SCREEN3.
60
khususnya SCREEN3.
emisi.
satkan.
61
polutan.
kombinasi kecepatan angin dan kelas stabilitas yang harus digunakan untuk mendapatkan nilai CMAX.
Penggunaan SCREEN3 dengan opsi Full Meteorology
dapat mempermudah kita dalam menghitung nilai CMAX
tersebut. Boks berikut diharapkan dapat memperjelas
penggunaan SCREEN3 untuk memperoleh CMAX.
Untuk sumber emisi lalu-lintas ranmor, penggunaan
CAL3QHC sangat dianjurkan dalam perolehan CMAX.
Dalam prakiraan dampak Tingkat 1, nilai CMAX dapat
langsung dibandingkan dengan nilai Tambahan Polutan Maksimal (lihat bahasan terkait di Bagian 3) yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Jika nilai CMAX melebihi
nilai TPM, emisi polutan itu dapat dianggap berpotensi
menimbulkan dampak penting. Seperti dibahas sebelumnya, nilai TPM ditentukan setelah mempertimbangkan konsentrasi ambien polutan penting di sekitar lokasi
rencana kegiatan. Untuk mempermudah, nilai TPM dapat
ditentukan secara proporsional terhadap nilai BMUA untuk suatu polutan. Misalnya, nilai TPM untuk suatu polu-
62
angin rata-rata dari arah angin yang kita pilih. Kelas sta-
CAVE tersebut.
Ada banyak rumus perhitungan yang dapat kita gunakan untuk menghitung
tinggi kepulan dari emisi cerobong. Salah satunya adalah formula Holland.
Rumus perhitungan lain yang banyak digunakan adalah rumus Briggs.
Info Grafis: Koleksi Qipra
63
Boks
(TPM) adalah 3000 g/Nm3. Sesuai kebutuhan Output Prakiraan Dampak (Tingkat 1), kita diminta untuk
membuat perhitungan konsentrasi sebaran polutan
maksimal (CMAX).Menggunakan SCREEN 3 dengan
pilihan full meteorology, kita dapat menghitung nilai
CMAX untuk lokasi-lokasi yang disebutkan dalam
uraian dampak penting hipotetik di atas.
64
Contoh peta isopleth wilayah sebaran dari hasil prakiraan dampak kualitas
udara di negara lain.
cara sekaligus.
Peta ini menunjukkan pola distribusi peningkatan konsentrasi polutan yang rata-rata terjadi di dalam wilayah
65
Boks
66
Hubungkan titik-titik hasil interpolasi dengan garis lurus. Lalu, kurangi kekakuan garis lurus
67
Boks
68
Haluskan garis
isopleth.
Lalu, kurangi kekakuan garis lurus
tersebut sehingga membentuk beberapa elips konsentris yang memiliki titik pusatnya adalah lokasi sumber emisi.
69
C= CO + CMAX
Ilustrasi: Toppeaks
70
Boks
Nilai-nilai dalam tabel di atas juga dapat dianggap sebagai nilai prakiraan nir-kegiatan. Dengan menggunakan hasil
simulasi penyebaran polutan sebelumnya (lihat Boks: Perhitungan CMAX dengan SCREEN3), kita dapat memperoleh tabel Output Prakiraan Dampak yang lebih lengkap sebagai berikut.
71
LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
Amdal = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
AMS = American Meteorology Society
Andal = Analisis Dampak Lingkungan Hidup
ASR = Air Sensitive Receptor
B3 = Bahan Beracun dan Berbahaya
BME = Baku Mutu Emisi
BMUA = Baku Mutu Udara Ambien
CAL3QHC = Caline 3 with Queing and Hotspot Calculations
CAL3QHCR = Caline 3 with Queing and Hotspot Calculations Refined
CFC = Chlorofluorocarbon
CO = Karbon Monoksida
EF = Emission Factor
ER = Emission Reduction
HC = Hidrokarbon
ISC3 = Industrial Source Complex 3
ISC3-LT = Industrial Source Complex 3 - Long Term
ISC3-PRIME = Industrial Source Complex 3 - Plume Rise Model Enhancements
ISC3-ST = Industrial Source Complex 3 - Short Term
ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Atas
ISPU = Indeks Standar Pencemaran Udara
KA = Kerangka Acuan
KBPP = Kriteria Batas Polutan Penting
DAFTAR PUSTAKA
Air Quality Forecasting: A Review of Federal Programs and Research Needs. NOAA Aeronomy
Laboratory. Colorado: USA. June 2001.
Air Quality Impact Analysis for the Proposed Second Street Crossing Project, City of Davis. Raney
Planning & Management. California: USA. January 2005.
Air Quality Impact Assessment: Vic Park Tunnel Project, Auckland. Beca Infrastructure Ltd. New
Zealand. 7 June 2006.
Aplication of Numerical Models to the Environtmental Impact Assessment (EIA) for Thermal Power
Plants. Japan: Central Research Institute of Electric Power Industry. Criepi News 362. July
2002.
Atlas Kualitas Udara Nasional. 22 November 2006. Proyek Kerjasama Teknis Pemerintah Indonesia
Asian Development Bank.
Budirahardjo, E. 2000. Prediksi Dampak Penurunan Kualitas Udara dengan Modeling Matematika.
Jakarta: t.p.
Cabral, Brenda. Review of Air Quality Impact Analysis Prevention of Significant Deterioration (PSD)
for ConocoPhillips Rodeo Refinery Clean Fuels Expansion and Hydrogen Plant Projects. Bay Area
Quality Management District. California: USA. March 2007.
Citizens Guide to Air Dispersion Modelling. Minnesota: Minnesota Pollution Control Agency. Air
Quality/#1.06/August 2002.
Cooper and F.C. Alley, David. 1994. Air Pollution Control: A Design Approach. USA: Waveland Press,
Inc.
Country Synthesis Report On Urban Air Quality of Management: Indonesia (Discussion Draft,
December 2006). Asian Development Bank the Clean Air Initiative for Asian Cities (CAI-Asia)
Center.
Curtis, Dean. Assessment of Air Quality M6 Toll Road - Nitrogen Dioxide and Particulate Matter
(PM10). Pollution Control Walsall Metropolitan Borough Council. Walsall: UK. May 2007.
De Nevers, Noel. 1995. Air Pollutan Control Engineering. Singapore: Mc Graw Hill, Inc.
Draft Environmental Impact Report for the Bay Area Air Quality Management Districts Air Toxics NSR
Rule. Bay Area Air Quality Management District 939 Ellis Street San Francisco, CA. California:
USA. April 20, 2005.
http://www.epa.qld.gov.au/environmental_management/air/air_quality_monitoring/air_
pollutants/airborne_particulates/#Environmental_effects_particulate#Environmental_
effects_particulate.
http://www.tva.com/environment/air/ontheair/index.htm.
Kiely, G. 1998. Environmental Engineering. McGraw-Hill International Editions. Singapore.
LaGrega, M., Buckingham, P., and Evans, J.C. 2001. Hazardous Waste Management. McGraw-Hill
International Edition. McGraw-Hill Co, Inc. Singapore.
Misra and S.D. Tiwari, S.G. 1992. Air and Atmosperic Pollutants. New Delhi: Venus Publishing
House.
Muhayatun (et al). Penentuan Sumber Cemaran Partikulat Udara Daerah Bandung dan Lembang
2004. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknik Nuklir Tema : Peran Sains dan Teknologi
dalam P3TkN BATAN Bandung, 14 15 Juni 2005.
National Pollutan Inventory. Chemical Transport Modelling for Air Quality Forecasting and Policy
Development: Linking to Access. Environtment Australia. December 1999.
Peavy, H.S., Rowe, D.R., dan Tchobanoglous, G. 1985. Environmental Engineering. McGraw - Hill
International Editions. Mc Graw Hill, Inc. Singapore.
Technical Manual 1002: Guidance On Preparing An Air Quality Modeling Protocol. Bureau of Air Quality
Evaluation Air Quality Permitting Program New Jersey Departement of Environtmental
Protection. August 1997.
Tjasyono HK, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung: Penerbit ITB.