Anda di halaman 1dari 2

Wajah Demokrasi Negeri Ini

Demokrasi, suatu bentuk pemerintahan suatu negara sebagai upaya


mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Suatu hal yang umum di masyarakat
tentang demokrasi adalah kekuasaan oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat. Tapi
bukan suatu hal baru bila kita mengatakan bahwa demokrasi di negeri ini hanya
omong kosong belaka. Sebut saja masalah yang erat kaitannya dengan demokrasi
adalah politik. Bagaimana kondisi politik negeri kita saat ini? carut marut?
Berantakan? ketidakpercayaan, kecurigaan, keraguan dan kesangsian, menghiasi
ruang politik negeri kita akhir-akhir ini. berbagai macam protes, demonstrasi dan
petisi oleh aneka kelompok masyarakat terhadap pemerintah menghiasi panggung
politik harian. Berbagai tuduhan tentang kebohongan, manipulasi, kepalsuan dan
ketakjujuran menjadi perdebatan dalam wacana politik di berbagai media.

Ada kecurigaan publik bahwa selama ini bangsa ini hidup di alam demokrasi
tak bertuan, di mana prinsip kekuasaan di tangan rakyat justru dimanipulasi oleh para
elite politik yang, dengan memainkan aneka permainan kotor, serta menyembunyikan
kebenaran dari rakyat. Sebut saja politik negeri ini, dimana-mana banyak korupsi.
Mulai dari pejabat kelas teri hingga pejabat kelas kakap, pejabat tingkat daerah
hingga tingkat nasional saling berlomba untuk meraup harta rakyat. Sebelumnya,
fakta membuktikan bahwa pada tahun 2012, Indonesian Corruption Watch (ICW)
menemukan 285 kasus korupsi yang merugikan negara hingga 1,22 triliun. ICW
mencatat jumlah tersangka korupsi mencapai 597 orang. (Metrotvnews.com,
25/11/2012). Jumlah ini tentunya akan semakin fantastis di tahun-tahun berikutnya.
Masyarakat pun akhirnya dapat menilai bahwa korupsi tidak akan pernah tuntas
selama solusi yang digunakan adalah demokrasi. Walaupun sistem politik ini
mempunyai aturan, namun hukum ini tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Kita lihat
saja bagaimana para politisi dihukumi setelah menjadi tersangka kasus korupsi. Sebut
saja sebagian kecil contohnya maling ayam diancam vonis 5 Tahun, namun Hartati,
seorang koruptor yang merugikan rakyat sebesar 3 Milyar dihukum 2 Tahun 8 Bulan.
Belum lagi Angelina Sondakh yang terbukti melakukan korupsi dan menerima uang
Rp 12,58 milyar dan 2,350 juta dolar Amerika Serikat dari Grup Permai, dalam kasus
korupsi proyek di Kemendiknas dan Kemenpora hanya dihukum 4,5 tahun saja,

bahkan lebih rendah di bandingkan seorang maling ayam. Dimanakah hukum akan
berpihak dalam demokrasi? Demokrasi yang sejatinya bertujuan untuk
mensejahterakan bangsa ini, yang sejatinya rakyat sebagai tuan dari sistem
demokrasi, kini tak lain hanya menjadi obyek dari demokrasi itu sendiri, yang
suaranya tak pernah didengar, aspirasinya tak pernah disampaikan, dan keinginannya
tak pernah diwujudkan.

Jika kita mau membuka mata lebar-lebar, selama ini rakyat memang selalu
disebut, diatasnamakan, dan dihitung, tetapi tak pernah diperhitungkan karena tak
pernah diberi hak bicara. Kedaulatan rakyat selama ini tak lain hanyalah seperti
kekuatan tanpa eksistensi, yaitu eksistensi suplemen dari mereka yang dihitung tetapi
tak masuk hitungan, yang dibagi tetapi tak punya bagian, yang punya hak suara tetapi
tak dapat bersuara.
Lalu bagaimana nasib negeri tercinta dengan demokrasi yang seperti ini?
apakah kita hanya tinggal diam melihat kondisi negeri ini yang semakin hari semakin
miris? Kita perlu bergerak, bertindak, aktif dan peduli. Jika tidak, politik tak lebih
dari sebuah administrasi kekuasaan dalam lorong sempit dan gelap demokrasi,
dimana demos akan selamanya menjadi yang dihitung tetapi tak pernah masuk
hitungan, yang dibicarakan tetapi tak pernah mendapat kesempatan bicara, yang
punya hak suara tetapi dibuat tak pernah bersuara.

Nama : Livia Lovin Nikita


NIM

: 021311133077

Anda mungkin juga menyukai