Kehamilan Dengan Riwayat SC
Kehamilan Dengan Riwayat SC
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. E
Usia
: 23 tahun
Alamat
: Kp. Neglasari, Pagelaran, Ciomas
Suku Bangsa : Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
II.
IDENTITAS SUAMI
Nama
Usia
Alamat
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
: Tn. S
: 31 tahun
: Kp. Neglasari, Pagelaran, Ciomas
: Jawa
: Islam
: SMP
: Supir
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan utama
: Pasien hamil datang dengan mules-mules sejak 6,5 jam SMRS
Keluhan tambahan : Keluar lendir darah sejak 1,5 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan rujukan dari bidan Sumi dengan keluhan mules-mules (+) sejak pukul
00.00 (7 Mei 2013), keluar lendir darah (+) sejak pukul 05.00 (7 Mei 2013), keluar air-air (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-). Pasien mengaku kehamilan ketiga
dengan HPHT 28 Juli 2012 dan pernah mengalami keguguran (+) 1x saat kehamilan pertama di usia
kandungan 3 bulan. Pasien mengatakan melahirkan melalui seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat
ketuban pecah dini 12 jam sebelum melahirkan. Pasien pernah melakukan USG tanggal 6 Mei 2013
dengan kesan biometri janin sesuai usia gestasi aterm.
Riwayat Penyakit Dahulu
(-) Hipertensi
(-) Diabetes
(-) Asma
(-) Alergi
(-) Operasi
1 | Page
: 12 tahun
Siklus
: 28 hari
Lama
: 6 7 hari
Banyaknya pembalut/hari
: 4x ganti / hari
Nyeri haid
: sedang
: 28 Juli 2012
Tafsiran persalinan
: 4 Mei 2013
Usia kehamilan
: 40 41 minggu
Riwayat Pernikahan
Pasien mengaku menikah saat usia 18 tahun.
Riwayat Kehamilan
Hamil I
Hamil II
Hamil III
: kehamilan sekarang
Riwayat Persalinan
Persalinan I
: (-)
Persalinan II : seksio sesarea, bayi laki-laki, 3,5 tahun dengan berat badan lahir 3400 gram.
Persalinan III
: kehamilan sekarang
Riwayat Kontrasepsi
Pasien mengaku tidak pernah menggunakan KB.
Pasien mengatakan melakukan perawatan antenatal care sejak usia kandungan 2 bulan di
bidan dan puskesmas setempat.
III.
PEMERIKSAAN
: 36,5 C
Pernafasan
: 21x / menit
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)
Telinga: membran timpani intak (+/+), hiperemis (-/-), sekret (-/-)
Hidung
: deviasi septum (-), sekret (-/-)
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Mulut
: oral hygiene baik
Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks
Payudara
Paru Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
3 | Page
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: tidak tampak pulsasi iktus kordis pada sela iga V linea midklavikula sinistra
: teraba iktus cordis pada sela iga V linea midklavikula sinistra
: redup
: bunyi jantung I II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi
10 cm di regio suprapubik
Palpasi
: TFU : 33 cm
TBJ : 3410 gram
His : 3-4 x 45 x 10
Leopold I
: teraba bagian lunak, tidak melenting (bokong)
Leopold II
: teraba bagian dengan tahanan lebih besar pada perut
Auskultasi
bagian kanan dan bagian kecil pada abdomen kiri (punggung kanan)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras, melenting (kepala)
Leopold IV : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul
(konvergen)
: DJJ : 148x / menit
Genitalia
Vulva / vagina tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-)
Pemeriksaan Dalam
3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I
Ekstremitas
Edema
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Hb
: 10,2 g/dl
Hematokrit
: 36 %
Leukosit
: 9800 / ul
Trombosit
: 386000 /ul
Urin rutin
4 | Page
Sianosis :
RESUME
Pasien Ny. E, usia 23 tahun datang dengan keluhan mules-mules sejak 6,5 jam SMRS, keluar
lendir darah sejak 1,5 jam SMRS, keluar air-air (-). Pasien mengaku kehamilan ketiga dengan HPHT
28 Juli 2012 dan pernah mengalami keguguran (+) 1x saat kehamilan pertama di usia kandungan 3
bulan. Pasien mengatakan melahirkan melalui seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat ketuban
pecah dini 12 jam sebelum melahirkan.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda-tanda Vital
: 36,5 C
Pernafasan
: 21x / menit
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi
: perut membuncit, striae gravidarum (+)
Palpasi
: TFU : 33 cm
TBJ : 3410 gram
His : 3-4 x 45 x 10
Leopold I
: bokong
Leopold II
: punggung kanan
Leopold III : kepala
Leopold IV : bagian terendah janin masuk pintu atas panggul
Auskultasi
: DJJ : 148x / menit
Pemeriksaan Dalam
3 - 4 cm, portio tebal lunak, ketuban (+), presentasi kepala, Hodge I
Pemeriksaan Penunjang
USG tanggal 6 Mei 2013 dengan kesan biometri janin sesuai usia gestasi aterm
DIAGNOSA KERJA
Ibu
: G3P1A1 gravid aterm inpartu kala I fase laten + riwayat SC 3,5 tahun yang lalu.
Janin : Janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala
PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
5 | Page
V.
LAPORAN PERSALINAN
VI.
FOLLOW UP
Follow up I, dilakukan pada 9 Mei 2013, pukul 08.00
S : Pasien sudah merasa membaik, pusing (-), mual (-), muntah (-), buang air kecil (+) spontan,
buang air besar (-), flatus (+), mobilisasi (+) duduk, ASI (-), pendarahan dari jalan lahir (+)
sedikit.
O :
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 20 x /menit
Suhu
: 36,7 C
Mata
: konjungtiva anemis (-/-)
Thoraks
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: TFU : setinggi pusat
Genitalia
: v/v tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-)
Ekstremitas
: edema (-/-)
A : P2A1 post partum spontan nifas hari I
Follow up II, dilakukan pada 10 Mei 2013, pukul 08.00
6 | Page
: Pasien sudah merasa membaik, pusing (-), mual (-), muntah (-), buang air kecil (+) spontan,
buang air besar (+), flatus (+), mobilisasi (+) jalan, ASI (+), pendarahan dari jalan lahir (+)
sedikit.
O :
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 76 x / menit
Pernafasan
: 20 x / menit
Suhu
: 36,5C
Mata
: konjungtiva anemis (-/-)
Thoraks
: c/p dalam batas normal
Abdomen
: TFU : 1 jari di bawah pusat
Genitalia
: v/v tidak ada kelainan, pendarahan aktif (-)
Ekstremitas
: edema (-/-)
: P2A1 post partum spontan nifas hari II
7 | Page
Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana
janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro,2005).
Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesarea
1. Seksio sesarea transperitoneal profunda (ismika)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
Pendarahan luka insisi tidak begitu banyak
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil karena
parut pada uterus pada umumya kuat sehingga membolehkan persalinan pervaginam pada
kehamilan berikutnya.
Kekurangan :
Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uterine
8 | Page
Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang
baik
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.
Indikasi :
Adanya halangan untuk melakukan SC TPP (misalnya, melekat eratnya uterus pada
dinding perut karena seksio sesarea sebelumnya, insisi di segmen bawah rahim
mengandung banyak pendarahan berhubungan dengan letaknya plasenta pada plasenta
previa).
Apabila bertujuan melakukan histerektomi setelah janin dilahirkan.
9 | Page
Yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga bayi tidak dapat
melewati jalan lahir.
2. Ruptur uteri
10 | P a g e
Yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan spontan.
3. Plasenta previa
11 | P a g e
Yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau
seluruhnya sehingga ketika serviks membuka selama persalinan.
4. Partus dengan penyulit
12 | P a g e
0
Primigravida
39 minggu
3650
< -3
2cm
1
Multigravida
38 minggu
3629-3176
1x
-2
3cm
2
37minggu
3176
2x
-1
4cm
Keterangan :
Skor 3
Skor 4
: persalinan prabdominan
: evaluasi kembali secara cermat, terutama berat badan janin, bila nilai
Skor 5
: persalinan pervaginam
Di mana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun kepala terlalu besar sehingga
tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.
Kontraindikasi dilakukannya Seksio Sesarea
Menurut Mochtar (1998) :
1. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk di uterus sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam
keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
2. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi.
14 | P a g e
Infeksi nifas
o Ringan : dengan kenaikan suhu eberapa hari saja.
o Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut terasa
sedikit kembung.
o Berat : dengan peritonitis, sepsis, dan ileus paralitik. Hal ini sering ditemukan pada partus
terlantar, seperti telah terjadinya infeksi intrapartal karena ketuban pecah dini.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit, dan antibiotika ang adekuat
dan tepat.
1. Rasa sakit yang sangat pada bagian perut dan rahim akibat robekan saat operasi. Hal ini tidak
dirasakan oleh ibu melahirkan secara normal.
2. Kemungkinan terjadi infeksi rahim dan perdarahan yang lebih banyak daripada persalinan
normal.
3. Kemungkinan trauma pada organ tubuh yang lain.
4. Membutuhkan masa pemulihan yang lebih lama daripada persalinan normal, bahkan efeknya
masih dirasakan hingga bertahun-tahun.
5. Biaya yang dikeluarkan untuk melahirkan dengan cara caesar jauh lebih besar.
6. Ada bekas operasi pada perut bagian bawah.
7. Biaya pembedahan relatif tinggi
Nasihat Pasca Operasi
Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakain kontrasepsi.
Kehamilan berikutnya sebaiknya diawasi dengan antenatal yang baik.
Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit besar.
Apakah persalinan berikutnya harus dengan seksio sesarea bergantung dari indikasi seksio
sesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya. (Once a cesarean not always a cesarean)
Ada banyak faktor yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilan persalinan pervaginam
pada bekas seksio
17 | P a g e
Penyembuhan luka seksio sesarea adalah suatu generasi dari fibromuskuler dan bukan
pembentukan jaringan sikatrik. Dasar dari keyakinan ini adalah dari hasil pemeriksaan histologi dari
jaringan di daerah bekas sayatan seksio sesarea dan dari 2 tahap observasi yang pada prinsipnya :
1.
Tidak tampaknya atau hampir tidak tampak adanya jaringan sikatrik pada uterus pada
Pada uterus yang diangkat, sering tidak kelihatan garis sikatrik atau hanya ditemukan
suatu garis tipis pada permukaan luar dan dalam uterus tanpa ditemukannya sikatrik
diantaranya.
Kekuatan sikatrik pada uterus pada penyembuhan luka yang baik adalah lebih kuat dari
miometrium itu sendiri. Hal ini telah dibuktikannya dengan memberikan regangan yang ditingkatkan
dengan penambahan beban pada uterus bekas seksio sesarea (hewan percobaan). Ternyata pada
regangan maksimal terjadi ruptur bukan pada jaringan sikatriknya tetapi pada jaringan miometrium
di kedua sisi sikatrik.
Dua hal yang utama penyebab dari gangguan pembentukan jaringan sehingga menyebabkan
lemahnya jaringan parut tersebut adalah :
1.
2.
Kesalahan teknik operasi (technical errors) seperti tidak tepatnya pertemuan kedua sisi luka,
jahitan luka yang terlalu kencang, spasing jahitan yang tidak beraturan, penyimpulan yang tidak
tepat, dan lain-lain.
Jahitan luka yang terlalu kencang dapat menyebabkan nekrosis jaringan sehingga merupakan
penyebab timbulnya gangguan kekuatan sikatrik, hal ini lebih dominan dari pada infeksi ataupun
technical error sebagai penyebab lemahnya sikatrik.
Alasan melakukan seksio sesarea ulangan secara rutin sebagai tindakan profilaksis terhadap
kemungkinan terjadinya ruptur uteri tidak benar lagi. Pengetahuan tentang penyembuhan luka
operasi, kekuatan jaringan sikatrik pada penyembuhan luka operasi yang baik dan pengetahuan
tentang penyebab-penyebab yang dapat mengurangi kekuatan jaringan sikatrik pada bekas seksio
sesarea, menjadi panduan apakah persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea dapat
dilaksanakan atau tidak.
Pada sikatrik uterus yang intak tidak mempengaruhi aktivitas selama kontraksi uterus.
Aktivitas uterus pada multipara dengan bekas seksio sesarea sama dengan multipara tanpa seksio
sesarea yang menjalani persalinan pervaginam
18 | P a g e
persalinan pervaginam, makin berkurang kemungkinan ruptur uteri pada kehamilan dan persalinan
yang akan datang. Walaupun demikian ancaman ruptur uteri tetap ada pada masa kehamilan maupun
persalinan, oleh sebab itu pada setiap kasus bekas seksio sesarea harus juga diperhitungkan ruptur
uteri pada kehamilan trimester ketiga terutama saat menjalani persalinan pervaginam.
Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim.
20 | P a g e
sesarea emergensi.
Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Kontra Indikasi
Kontra indikasi mutlak melakukan persalinan pervaginam pada bekas seksio sesarea :
Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginam yang berhasil
21 | P a g e
Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginam adalah 2.8 kali dari seksio
sesarea elektif.
Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginam sangat rendah
Kelompok persalinan pervaginam mempunyai rawat inap yang lebih singkat, penurunan
insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden demam paska persalinan
dibanding dengan seksio sesarea elektif.
Denyut jantung janin tak normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi
deselerasi lambat, bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi
Perdarahan pervaginam
Nyeri akut abdomen
pervaginam karena risiko ruptur 2-10 kali dan kematian maternal dan perinatal 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim.
Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan persalinan
pervaginam. Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih tinggi. Pada seksio
sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang banyak, peningkatan kejadian transfusi dan
infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di Rumah Sakit. Juga akan memperlama
perawatan di rumah dibandingkan persalinan pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit
akan dua kali lebih mahal.
Walaupun angka kejadian ruptur uteri pada persalinan pervaginam setelah seksio sesarea
adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk antisipasi perlu
dilakukan monitoring pada persalinan ini.
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu antenatal
maupun pada waktu persalinan.
kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin dapat membantu untuk
mengidentifikasi ruptur uteri lebih dini sehingga respon tenaga medis bisa cepat maka ibu dan bayi
bisa diselamatkan apabila terjadi ruptur uteri.
Sistem Skoring
23 | P a g e
Skor
tidak ada
75 %
25 75 %
< 25 %
Dilatasi serviks 4 cm
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group diperoleh hasil
seperti table dibawah ini
INDUKSI
OKSITOSIN
24 | P a g e
Skor
02
(%)
42-49
59-60
64-67
77-79
88-89
93
8 10
Total
95-99
74-75
DENGAN
Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data bahwa pada pasien dengan
riwayat persalinan sesarea tidak didapatkan gangguan parut uterus yang lebih besar pada pasien yang
menggunakan oksitosin dalam persalinan dibandingkan dengan persalinan spontan. Hasil ini
memberikan pengertian yang serius karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random,
kualitas kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan rangkaian dilaporkan
tentang peningkatan risiko ruptur uteri dengan induksi tetapi dengan interval kepercayaan yang luas
sehingga arti statistik tidak bisa ditunjukkan. Penting juga dicatat bahwa maksimal dosis oksitosin
yang digunakan jarang dilaporkan dengan begitu ambang batas dosis yang dapat menyebabkan
ruptur uteri tidak dapat dipastikan dari data yang ada.
Suatu penelitian prospektif terbesar mengevaluasi risiko ruptur pada wanita dengan satu atau
lebih persalinan sesarea (n=17.898 trials of labor dan 15.801 seksio sesarea ulangan) tidak tercakup
dari analisis tersebut di atas. Dalam rangkaian ini wanita yang di induksi dengan oksitosin secara
signifikan mempunyai risiko tertinggi terjadi ruptur uteri dibanding dengan persalinan spontan.
Angka kategori kejadian ruptur uteri adalah:
Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada penggunaan oksitosin untuk
induksi persalinan pada wanita yang mencoba vaginal birth after caesarean (VBAC) yang
berhubungan peningkatan risiko ruptur uteri. Yang pasti pengambilan keputusan klinis seperti pada
penggunaan oksitosin pada pasien dengan riwayat sesarea dipengaruhi oleh berbagai faktor,
termasuk ada tidaknya aktivitas uterus sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat
induksi, riwayat persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi. Tidak adanya data yang pasti
menunjukkan risiko tinggi ruptur, Wing et all menggunakan oksitosin untuk induksi persalinan pada
VBAC jika ada indikasi standar obstetrik.
INDUKSI DENGAN PROSTAGLANDIN
Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin belum ada data dari
percobaan random yang besar dan kurangnya data dari kontrol penelitian yang berkualitas sebagai
dasar rekomendasi penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk induksi pada VBAC.
Kejadian ruptur pada persalinan spontan dan persalinan induksi bukan dengan prostaglandin
secara signifikan tidak berbeda, tetapi keduanya lebih tinggi dibanding dengan seksio sesarea
25 | P a g e
ulangan belum dalam persalinan.. Risiko ruptur tertinggi terjadi pada induksi persalinan dengan
prostaglandin. Dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan belum dalam persalinan risiko rupture
pada persalinan spontan adalah RR 3,3(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI
8,1-30,0).
INDUKSI DENGAN MEKANIK
Data metode mekanik untuk cervical ripening sangat terbatas. Kejadian ruptur pada induksi
dengan transervikal foley kateter/oksitosin sama dengan persalinan spontan pada VBAC yaitu 5 dari
384 (1,3%) atau 22 dari 2081 (1,1%).
PENDEKATAN MANAJEMEN PADA VBAC
Kehamilan tanpa komplikasi
Pada umur kehamilan 38 minggu, dilakukan stripping of membrane untuk mempercepat
persalinan spontan, dengan demikian menurunkan kejadian postterm pregnancy dan intervensi yang
berhubungan dengan manajemen.
Kehamilan dengan komplikasi
Jika ada indikasi maternal dan fetal untuk mempercepat proses persalinan, sebaiknya ada
konseling terhadap resiko dan keuntungan induksi persalinan dengan seksio sesarea ulangan. Pasien
yang ingin meminimalkan risiko ruptur sebaiknya memilih seksio sesarea ulangan dibanding
induksi.
Jika serviks sudah matang dan pasien menginginkan di induksi, sebaiknya dilakukan amniotomi dan
dilanjutkan infus oksitosin. Walaupun tidak ada literatur yang mendukung secara klinis tekanan
kateter intra uteri efektif untuk memprediksi ruptur uteri tapi itu berguna untuk lebih berhati-hati
selama induksi infus oksitosin. Jika serviks belum matang kepada pasien diberikan pilihan,
mengulang sesarea atau induksi persalinan. Sebaiknya menggunakan cervikal ripening secara
mekanik yang diikuti dengan amniotomi dan infus oksitosin. Karena kemungkinan peningkatan
risiko ruptur yang berhubungan dengan penggunaan misoprostol, sebaiknya tidak digunakan pada
induksi VBAC.
KESIMPULAN
26 | P a g e
Pasien Ny. E, 23 tahun datang pada tanggal 7 Mei 2013 pada pukul 06.20 dengan G3P1A1
gravid aterm inpartu kala I fase laten dengan riwayat seksio sesarea 3,5 tahun yang lalu akibat dari
ketuban pecah dini dan janin tunggal hidup, intrauterine, presentasi kepala. Pasien dapat melahirkan
secara pervaginam (VBAC) pada tanggal 8 Mei 2013 pada pukul 07.15. Dapat terjadinya VBAC
pada Ny. E karena beberapa hal termasuk sesuainya keadaan Ny. E dengan beberapa kriteria seperti :
Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi Segmen Bawah Rahim.
Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
Tak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring, persalinan dan seksio
sesarea emergensi.
Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea darurat
Adapun menurut skoring Flamm dan Geiger Ny.E dapat melakukan VBAC karena skor
Sko
r
2
tidak ada
25 75 %
Dilatasi serviks 4 cm
DAFTAR PUSTAKA
27 | P a g e
1
1
28 | P a g e