Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE DALAM


KEHAMILAN

Oleh
Derry Herdhimas
NIM 102011101025

Pembimbing:
dr. Arief Suseno, Sp.PD

SMF/ LAB ILMU PENYAKIT DALAM


RSD DR. SOEBANDI/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

REFERAT

DEMAM BERDARAH DENGUE DALAM


KEHAMILAN

Oleh
Derry Herdhimas
NIM 102011101025
Pembimbing:
dr. Arief Suseno, Sp.PD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dokter Muda


di SMF/LAB Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember

SMF/ LAB ILMU PENYAKIT DALAM


RSD DR. SOEBANDI/FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014

HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT

3
DEMAM BERDARAH DENGUE DALAM KEHAMILAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Dokter Muda
di SMF/LAB Ilmu Penyakit Dalam RSD dr. Soebandi Jember
Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Disusun Oleh :
Derry Herdhimas
Nim. 102011101025
Telah dipresentasikan
Pada Tanggal :

Juni 2014

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Arief Suseno, Sp.PD

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesahan
..................................................................................................................................ii

4
Daftar Isi...............................................................................................................iii
Daftar Gambar......................................................................................................iv
Daftar Bagan..........................................................................................................v
Daftar Tabel...........................................................................................................vi
Pendahuluan...........................................................................................................1
Definisi.....................................................................................................................2
Etiologi....................................................................................................................2
Patogenesis..............................................................................................................3
Penegakan Diagnosis..............................................................................................9
Perubahan Fisiologis Perempuan Hamil............................................................19
Infeksi Dengue pada Kehamilan
Dampak Infeksi Dengue pada Kehamilan.........................................................22
Tantangan dalam Mengenali Penyakit Dengue dan Kebocoran Plasma pada Kehamilan 24
Tantangan dalam Monitoring dan Tatalaksana..................................................24
Kelahiran yang tidak bisa ditunda selama Fase Kritis.......................................25
Pasca Melahirkan...............................................................................................26
Tatalaksana...........................................................................................................27
Komplikasi............................................................................................................31
Pencegahan...........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

5
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1.

Patogenesis terjadinya Syok pada DBD.........................................................5

2.

Patogenesis Perdarahan pada DBD................................................................6

3.

Teori Enhacing Antibodi.................................................................................8

4.

Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue.........................................................10

5.

Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue...................................................16

6
DAFTAR BAGAN

Halaman
Protokol 1. Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa Syok..............................28
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa diruang Rawat.......28
Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%..........29
Protokol 4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD Dewasa...................29
Protokol 5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa...............................30

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Gejala Klinis yang Terjadi selama Fase Febris, Kritis, dan Penyembuhan infeksi Dengue 18
2. Penambahan Berat Badan Selama Kehamilan...........................................19
3. Persamaan dan Perbedaan antara Dengue, Kehamilan, dan Sindrom HELLP

22

DEMAM BERDARAH DENGUE DALAM KEHAMILAN

Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD merupakan penyakit
endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir musim penghujan dan disertai adanya
ledakan kasus setiap 5 tahunnya (Nainggolan dan Widodo, 2004).
Wabah demam dengue di Eropa meletus pertama kali pada tahun 1784, sedangkan di Amerika
Selatan antara 1871-1873. Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953, yaitu pada waktu terdapatnya epidemi demam berdarah yang menyerang
anak disertai manifestasi perdarahan dan renjatan (syok). Di Indonesia, Demam Berdarah Dengue
pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada
tahun 1970 (Hassan, 1985).
Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, disamping ditemukan pula
Aedes albopictus. Vektor ini bersarang di bejana bejana yang berisi air jernih dan tawar seperti bak
mandi, drum penampungan air, kaleng bekas dan lain lain. Adanya vektor tersebut berhubungan erat
dengan beberapa faktor, antara lain : kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan
sehari hari, sanitasi lingkungan yang kurang baik dan

penyediaan air bersih yang langka

(Hendarwanto, 1991).
Dengan makin lancarnya hubungan lalulintas, kota kota kecil atau daerah semiurban dekat kota
besar pun saat ini menjadi mudah terserang akibat penjalaran penyakit dari suatu sumber di kota besar.
Kasus DBD cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan disebabkan perubahan musim
mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk dan manusia lebih banyak berdiam dirumah selama musim
hujan. (Hendarwanto, 1991)

Definisi
Demam dengue / dengue fever (DF) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh infeksi salah
satu dari empat serotipe virus dengue (DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4) dan ditandai dengan : nyeri
seluruh badan, nyeri kepala, demam, rash, limphadenopati, dan lekopeni (Antara, 2006)

10
Demam berdarah / Dengue hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS)
adalah manifestasi yang lebih serius dari penyakit ini dan biasanya dikaitkan dengan infeksi serotipe
virus yang berbeda dari infeksi yang pernah diderita sebelumnya. DHF ini ditandai oleh adanya
abnormalitas hemostatik dan meningkatnya permiabilitas vaskuler yang mana bisa menimbulkan syok
hipovolemik dan kematian (Antara, 2006)

Etiologi
Virus dengue tergolong arbovirus, termasuk famili Togaviridae dan dikenal ada 4 serotipe.
Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia kedua, sedangkan dengue 3
dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat
termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada suhu 70 C
(Hendarwanto, 1991).
Vektor
Menurut Hendarwanto (1991) sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor
dengue, antara lain :
1.

Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit DBD dan di Indonesia diperkirakan
sebagai vektor penting di daerah perkotaan.

2.

Ae. Scuttelaris dan Ae. Polynesiensis terdapat di Kepulauan Pasifik Selatan.

3.

Ae. Roturnae satu-satunya vektor yang terdapat di Kepulauan Roturna di daerah Fiji

4.

Ae. Hakansoni terdapat di pulau Ponape kepulauan Caroline sebelah timur.

5.

Ae. Cooki terdapat di Niue.

6.

Ae. Albopictus terdapat di Indonesia terutama di daerah pedesaan.


Ada tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia,

virus itu sendiri dan vektor perantara. Bila manusia yang dalam keadaan viremia digigit oleh nyamuk
Aedes aegypti maupun Aedes albopictus, maka didalam tubuh nyamuk tersebut akan terdapat virus
dengue. Virus yang berada didalam kelenjar liur nyamuk akan berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia lain pada gigitan
berikutnya. Sekali virus masuk ke dalam tubuh nyamuk dan berkembang biak, maka nyamuk tersebut

11
akan dapat menularkan virus itu selama hidupnya (infektif). Ditubuh manusia virus memerlukan waktu
4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakidt. Penularan
dari manusia ke nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu dua hari sebelum demam sampai lima hari setelah demam timbul (Suharti et al., 2001;
Sutaryo, 2004; Nasiruddin et al., 2006).

Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama
dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya
tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang
telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel lekosit
terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody
dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus
dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Soegijanto, 2004; Sutaryo, 2004; Soedarmo, 2005;
Chuansumrit et al., 2006).
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat
dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh
tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi
dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan

12
titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat
penting guna mencegah kematian.Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data
epidemiologis dan laboratoris (Scoot et al., 1974; WHO, 1997; Kresno, 2001; Sutaryo, 2004; Aryati,
2006; Green dan Rothman, 2006).

13

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD


Sumber : Suvatte, 1977.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigenantibodi selain mengaktivasi
sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigenantibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin Diphosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES
(Reticulo Endothelial System) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

14

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD (Sumber: Suvatte, 1977)


Agregasi trombosit juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah
trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan
aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi (Gubler, 1998; Suroso et al (ed), 2003; Aryati, 2006; Green dan Rothman. (16,17,14,15)

15
Teori Secondary Heterologous Infection
Teori ini mengatakan bahwa bila seseorang terinfeksi pertama sekali oleh virus dengue maka
akan menghasilkan antibodi terhadap virus dengue serotipe tersebut, bila orang tersebut terinfeksi lagi
oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka virus tersebut akan di eliminasi oleh respon
memori (antibodi), akan tetapi bila orang tersebut terinfeksi oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda maka oleh antibodi non netralisasi virus tersebut tidak dapat dinetralisir, bahkan akan
bereplikasi didalam monosit yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pelepasan mediator-mediator
inflamasi dan pada saat itu akan tampak manifestasi kllinis DBD yang lebih berat. (5,18,19,20)
Teori Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan peranan sel fagosis mononuklear yang merangsang terbentuknya antibodi
non netralisasi yaitu antibodi yang tidak dapat menetralisir virus dengue bahkan dapat memacu
replikasi virus dengue tersebut. (6,13)
Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti akan
melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan masuk kedalam monosit (mekanisme aferen= A).
Kemudian monosit yang mengandung virus tersebut menyebar ke hati, limpa, usus dan sumsum tulang
dan terjadilah viremia (mekanisme eferen = B). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi tersebut akan berinteraksi dengan sistim humoral, seperti sistim komplemen yang akan
mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran sitokin dan tromboplastin yang akan mempengarauhi
permeabilitas kapiler dan mengktivasi sistim koagulasi (mekanisme efektor = C). (8,21,22)

16

Gambar 3. Teori Enhancing Antibody

Teori Antigen Antibodi


Virus dengue yang masuk kedalam dtubuh manusia dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi
dengan antibodi membentuk kompleks virus-antibodi yang akan mengaktifkan sistim komplemen
dan menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a, bahan-bahan ini mempunyai kemampuan menstimulasi
sel mast untuk melepaskan histamin yang merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan
permeabilitas kapiler dengan akibat terjadinya kebocoran plasma ke ruang ekstravaskuler yang akan
mengakibatkan turunnya volume darah yang akan berakibat terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
efusi pleura, efusi perikard, asites dan syok. (5,9,23,20)pdd
Teori Mediator

17
Virus dengue yang menginfeksi sel-sel fagosit akan menyebabkan sel yang terinfeksi tersebut
mengeluarkan sitokin-sitokin seperti interferon (IFN), interleukin I (IL-I), interleukin 6 (IL-6) dan
Tumor Necrosing Factor (TNF). Sitokin-sitokin tersebut akan mengakibatkan peninggian permeabilitas
kapiler, juga akan merangsang hipotalamus anterior dan korteks serebellum yang akan mengakibatkan
terjadinya demam. (21,13,20)

Penegakan Diagnosis
Spektrum Klinis
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktorfaktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan
keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). 18

Gambar 4. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue


Demam Dengue

18
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual,
muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (12 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6
atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia.
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan leukopeni kadang-kadang dijumpai trombositopeni. Masa
penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama pada dewasa. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis,
perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD). yang
disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada penderita
Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran
plasma yang dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites. 18
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering
ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada
pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di
epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada
bayi. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah
memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan
kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang
ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya
membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun
pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering
ditemukan pada penderita dengan syok.18
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu
yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.
Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok. 18

19

Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering
terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan
oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan -nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal
tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa
menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan
pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.
Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin,
faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah
kasus DBD. Fungsi trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan
pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.
Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien yang
mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. 18
Sindrom Syok Dengue (SSD)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari sakit ke7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan
kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini
dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui
atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti
asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis. Pada masa
penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau
aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan
kembalinya nafsu makan18.

20
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu
banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan
gagal hati. 18

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
terpenuhi12 :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan di


tempat lain

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/uL)


4. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya

Tanda kebocoran plama seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia atau


hiponatremia

Sindroma Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria diatas untuk DBD

Disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun
( 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.
Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue

21
Derajat I : Adanya demam tanpa perdarahan, manifestasi perdarahan hanya berupa torniket tes
positif
Derajat II : Gejala demam diikuti dengan perdarahan spontan, biasanya berupa perdarahan di
bawah kulit dan atau berupa perdarahan lainnya
Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, penyempitan
tekanan nadi (< 20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai akral dingin dan gelisah
Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak
terukur
Definisi kasus DD/DBD18
A. Secara Laboratoris
1. Presumtif Positif
(Kemungkinan Demam Dengue)
Apabila ditemukan demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri
kepala, nyeri belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI
>_ 1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat yang
sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.
2. Corfirmed DBD
(Pasti DBD)
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue, peningkatan
titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens, dan atau isolasi virus.
B. Secara Klinis
1. Kasus DBD
a. Demam akut 2-7 hari, bersifat bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa
uji tourniquet positif
petekia, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa, saluran cerna, dan tempat bekas suntikan
Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia < 100.00/pl
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan

22

Peningkatan nilai hematrokrit >_ 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis

kelamin.
Penurunan nilai hematokrit >_ 20 % setelah pemberian cairan yang adekuat Nilai

Ht normal diasumsikan sesuai nilai setelah pemberian cairan.


Efusi pleura, asites, hipoproteinemi

2. SSD
Definisi kasus DBD ditambah gangguan sirkulasi yang ditandai dengan :
Nadi cepat, lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, perfusi perifer menurun
Hipotensi, kulit dingin-lembab, dan anak tampak gelisah.
Perjalanan Penyakit
Setelah periode inkubasi, perjalanan penyakit mulai secara tiba-tiba mulai dari derajat sedang
hingga berat yang terbagi dalam tiga fase fase febris, fase kritis dan fase penyembuhan (Gambar 5).
Karena sifat dinamisnya,keparahan dari penyakit ini biasanya akan menjadi jelas pada saat penurunan
suhu tubuh yaitu selama transisi dari fase febris menuju fase tanpa febris, yang seringkali bertepatan
dengan onset dari fase kritis.12

Gambar 5. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue


IgM = immunoglobulin M; IgG = immunoglobulin G. Suhu dalam derajat Celsius (C)

1. Fase Febris

23
Pasien umumnya akan mengalami demam tinggi mendadak. Fase demam akut ini
biasanya berlangsung selama 2-7 hari dan seringkali disertai dengan wajah kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, nyeri sendi, anoreksia, mual dan muntah. 12
Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan mukosa (hidung/gusi)
mungkin dapat muncul. Pembesaran hepar dapat terjadi dalam beberapa hari demam.
Abnormalitas awal pada pemeriksaan darah dapat terjadi penurunan hitung leukosit. Selain itu
pasien dapat mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara
akut dan progresif. 12
2. Fase Kritis
Selama masa transisi dari fase demam menuju fase tanpa demam, pasien yang tidak
mengalami peningkatan permeabilitas vaskular tidak akan mengalami fase kritis ini. Alih-alih
mengalami perbaikan dengan penurunan suhu tubuh,pasien dengan penigkatan permeabilitas
vaskular dapat bermanifestasi dengan warning sign akibat kebocoran plasma. 12
Warning Sign menandai dimulainya fase kritis. Pasien akan mengalami pernurukan
klinis pada saat terjadi penurunan suhu tubuh, ketika suhu turun menjadi 37,5-38.0C atau lebih
rendah lagi dan akan tetap pada kisaran dibawahnya. Umumnya penurunan suhu tubuh ini
terjadi pada hari 3-8 dari perjalanan penyakit. Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan
jumlah trombosit biasanya mendahului terjadinya perembasan plasma. Peningkatan hematokrit
diatas batas normal bisa menjadi salah satu tanda tambahan awal. Periode perembesan plasma
ini secara klinis dapat berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan pada tekanan darah dan volume intravaskular. 12
Derajat hemokonsentrasi diatas nilai normal menunjukkan keparahan dari kebocoran
plasma. Namun,hal ini dapat diatasi dengan pemberian terapi cairan intravena. Oleh sebab
itu,pemeriksaan hematokrit serial sangat penting karena sebagai pertanda perlunya terapi
penggantian cairan intravena. 12
Dekubitus lateral dada kanan pada fototorak, hasil USG yang menunjukkan terdapatnya
cairan bebas pada rongga abdomen atau rongga dada, atau edema dinding kantung empedu
untuk menunjang deteksi klinis. Selain kebocoran plasma, manifestasi perdarahan seperti
mudah memar dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena dapat terjadi.
Jika syok muncul saat terjadinya kebocoran plasma yang hebat,sering didahului oleh
tanda-tanda Warning Sign. Suhu tubuh mungkin dibawah normal saat syok terjadi. Dengan
syok yang berat dan/atau berkepanjangan, hipoperfusi dapat mengakibatkan terjadinya asidosis

24
metabolik, gangguan organ progresif, dan DIC. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang
parah menyebabkan penurunan hematokrit pada syok hebat. Leukopenia biasanya akan tampak
pada fase ini, total hitung leukosit dapat meningkat sebagai respon stres pada pasien dengan
perdarahan hebat. Selain itu,dapat terjadi hepatitis, ensefalitis,miokarditis dan/atau perdarahan
hebat tanpa adanya kebocoran plasma yang jelas. 12
Beberpa pasien dapat mengalami fase kritis lebih cepat,yaitu dapat terjadi pada saat fase
demam. Pada pasien ini terjadi peningkatan hematokrit dan onset dini dari trombositopenia atau
warning Sign, mengindikasikan kebocoran plasma. Kasus demam berdarah dengan warning
sign umumnya akan membaik dengan rehidrasi intravena. 12
Tanda Bahaya pada Demam Berdarah
Tanda-tanda Peringatan (Warning Sign) umumnya muncul mendahului manifestasi
shock dan muncul menjelang akhir fase demam, biasanya antara hari ke3-7 sakit. Muntah terus
menerus dan nyeri abdomen yang parah merupakan indikasi awal dari kebocoran plasma dan
akan semakin buruk dan akan berkembang ke keadaan shock. Pasien menjadi semakin lemah.
Gejala-gejala ini dapat bertahan selama syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural terjadi
selama keadaan shock. Perdarahan Mukosa spontan atau perdarahan pada lokasi pengambilan
darah vena sebelumnya merupakan manifestasi perdarahan yang penting.12
Meningkatkan ukuran hati sering ditemukan. Namun, akumulasi cairan klinis hanya
dapat dideteksi jika kebocoaran plasma yang terjadi sangat signifikan atau setelah pengobatan
dengan cairan intravena. Penurunan yang cepat dan progresif dalam jumlah trombosit menjadi
sekitar 100 000 sel/mm3 dan hematokrit naik di atas nilai normal mungkin merupakan tanda
awal dari kebocoran plasma. Hal ini biasanya didahului dengan leukopenia ( 5000 sel/mm3). 12
3. Fase penyembuhan
Sebagai pasien yang bertahan 24-48 jam selama fase kritis, reabsorpsi bertahap cairan
kompartemen ekstravaskuler akan terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Gejala klinis akan
membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan
diuresis terjadi kemudian.12
Hematokrit akan stabil atau mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang
diabsorpsi. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan
sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lambat dibandingkan dengan
jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif dan ascites, edema paru

25
atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan/atau saat fase penyembuhan jika
cairan intravena yang diberikan terlalu banyak/berlebihan.12
Masalah klinis selama fase yang berbeda dari dengue dirangkum dalam Tabel 1
Tabel 1. Gejala klinis yang terjadi selama fase febris, kritis dan penyembuhan infeksi dengue

Perubahan Fisiologi Perempuan Hamil


Perubahan Metabolik
Sebagian besar penambahan penambahan berat badan selama kehamilan berasal dari uterus dan
isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular. Diperkirankan selama kehamilan
berat badan akan bertambah 12,5 kg.
Pada trimester ke-2 dan ke-3 pada perempuan dengan gizi baik dianjurkan menambah berat
badan perminggu sebesar 0,4 kg,sementara pada perempuan dengan gizi kurang atau berlebih
dianjurkan menambah berat badan perminggu masing-masing 0,5 kg dan 0,3 kg.
Tabel 2. Penambahan berat badan selama kehamilan
Jaringan dan cairan
10 minggu
Janin
5
Plasenta
20
Cairan amnion
30
Uterus
140
Mamae
45
Darah
100
Cairan ekstraselular
0
Lemak
310
Total
650
Dikutip dari Cunningham

20 minggu
300
170
350
320
180
600
30
2050
4000

30 minggu
1500
430
750
600
360
1300
80
3480
8500

40 minggu
3400
650
800
970
405
1450
1480
3345
12500

Peningkatan jumlah cairan selama kehamilan adalah suatu hal yang fisiologis. Hal ini disebabkan
oleh turunnya osmolaritas dari 10 mOsm/kg yang diinduksi oleh makin rendahnya ambang rasa haus
dan sekresi vasopresin. Fenomena inin mulai terjadi pada awal kehamilan. Pada saat aterm sekitar 3,5 L
cairan berasal dari janin, plasenta, dan cairan amnion, sedangkan 3 l lainnya berasal dari akumulasi
peningkatan volume darah ibu, uterus, dan payudara sehingga minimal tambahan cairan selama

26
kehamilan adalah 6,5 l. Penambahan tekanan vena dibagian bawah uterus dan mengakibatkan oklusi
parsial vena kava yang bermanifestasi pada adanya pitting oedem dikaki dan tungkai terutama pada
akhir kehamilan. Penurunan tekanan osmotik koloid di interstisial juga akan menyebabkan edema pada
akhir kehamilan.
Hasil konsepsi,uterus dan darah ibu secara relatif mempunyai kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan lemak dan karbohidrat. WHO menganjurkan asupan protein per hari pada ibu hamil 51g.
Perubahan Kardiovaskular
Pada minggu ke-5 kardiak output akan meningkat dan perubahan ini terjadi untuk mengurangi
resistensi vaskular sistemik. Selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu 10 dan
20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga terjadi peningkatan preload. Peforma ventrikel
selama kehamilan dipengaruhi oleh penurunan resistensi vaskular sistemik dan perubahan pada aliran
pulsasi arterial. Kapasitas vaskular akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan esterogen
dan progesteron juga akan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular perifer.
Volume darah akan meningkat secara progresif mulai minggu ke 6-8 kehamilan dan mencapai
puncaknya pada minggu ke 32-34 dengan perubahan kecil setelah minggu tersebut. Volume plasma
akan meningkat kira-kira 40-45%. Hal ini dipengaruhi oleh aksi progesteron dan esterogen pada ginjal
yang diinisiasi oleh jalur renin-angiotensin dan aldosteron. Penambahan volume darah ini sebagian
besar berupa plasma dan eritrosit.
Eritropoietin ginjal akan meningkatkan jumlah sel darah merah sebanyak 20-30%, tetapi tidak
sebanding dengan peningkatan volume plasma sehingga akan mengakibatkan hemodilusi. Selama
kehamilan jumlah leukosit akan meningkat berkisar 5000-12000/l san mencapai puncaknya pada saat
persalinan dan masa nifas berkisar 14.000-16.000/ l. Penyebab peningkatan ini belum diketahui.
Kehamilan juga akan mempengaruhi keseimbangan koagulasi intravaskular dan fibrinolisis
sehingga menginduksi suatu keadaan hiperkoagulasi. Dengan pengecualian pada faktor XI dan XII,
semua konsentrasi plasma dari faktor-faktor pembekuan darah fibrinogen akan meningkat. Produksi
platelet juga meningkat, tetapi karena adanya dilusi dan konsumsi, kadarnya akan menurun.

Infeksi Dengue pada Kehamilan

27
Pada dekade terakhir kasus infeksi dengue pada kehamilan lebih banyak dilaporkan.
Manifestasi klinis, tatalaksana, dan outcome infeksi dengue pada kehamilan maupun pada wanita tidak
hamil hampir sama dengan beberapa perbedaan.24
Kesalahan dan keterlambatan diagnosis tidak jarang terjadi akibat beberapa gejala klinis dan
gambaran laboraturium yang tumpang tindih dengan kondisi pada kehamilan. Termasuk eklamsia atau
pre-eklamsia, hemolisis, peningkatan enzim hepar dan jumlah trombosit yang rendah (HELLP
syndrome), pneumonia, emboli pulmonal, berbagai macam penyebab perdarahan pervaginam dan
penyakit infeksi yang lain. (Tabel 3) 24
Untuk mengenali dan mendiagnosa penyakit demam berdarah di awal kehamilan, dokter harus
memiliki kecurigaan yang tinggi ketika berhadapan dengan wanita hamil yang datang dengan penyakit
demam setelah bepergian ke atau tinggal di daerah endemis DBD.24

Tabel 3. Persamaan dan perbedaan antara dengue, kehamilan dan sindrom HELLP24

28

Dampak infeksi dengue pada kehamilan24

Outcome kehamilan yang buruk


Hal ini masih belum pasti apakah demam berdarah merupakan faktor yang signifikan
untuk menyebabkan outcome kehamilan yang merugikan seperti seperti kelahiran prematur,
berat badan lahir rendah dan kelahiran caesar, karena kebanyakan dari data yang diterbitkan
didasarkan pada pasien rawat inap.

Risiko penularan vertikal


Virus Dengue dapat ditransmisikan secara vertikal ke janin dalam kandungan atau bayi
selama proses partus. Sebuah penelitian komparatif terhadap 64 sampel serum dari tali pusat
untuk tes IgM dengue dari 63 wanita yang didapatkan IgM dengue positif saat melahirkan,
menunjukkan tingkat penularan secara vertikal sebanyak 1,6%. Dalam kasus-kasus penularan
secara vertikal, beberapa bayi yang baru lahir mungkin tidak menunjukkan suatu
gejala/asimtomatik. Manifestasi klinis dari neonatus yang terinfeksi virus dengue secara vertikal
bervariasi mulai dari ringan seperti demam dengan ruam petekie, trombositopenia dan
hepatomegali, sampai berat dengan sepsis, efusi pleura, perdarahan lambung, kegagalan
sirkulasi, perdarahan intraserebral besar dan kematian. Presentasi klinis pada bayi baru lahir
tampaknya tidak berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang diderita ibu atau status

29
kekebalan dengue, atau cara persalinan. Namun, waktu terjadinya infeksi maternal mungkin
penting; Infeksi maternal peripartum (bulan terakhir kehamilan dan minggu pertama setelah
partus) dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya gejala infeksi dengue pada bayi baru lahir.
Sebuah tinjauan dari 17 pasangan ibu-bayi dengan infeksi dengue, ditemukan bahwa interval
waktu antara onset demam pada ibu dan kelahiran bayi mereka, adalah 5-13 hari (rerata, 7 hari);
demam pada neonatus terjadi pada 1-11 hari kehidupan (rerata, 4 hari), dan durasi demam pada
neonatus adalah 1-5 hari (rerata, 3 hari).
Transfer pasif antibodi dengue ibu ke janin mempengaruhi terjadinya keparahan dari
penyakit dengue. Antibodi terhadap virus dengue pada ibu yang terinfeksi dengue dapat

melewati plasenta dan dapat menyebabkan demam berdarah yang parah pada bayi baru lahir
Dampak yang signifikan dari demam berdarah pada saat partus
Pendarahan parah dapat mempersulit proses melahirkan dan/atau prosedur bedah yang
dilakukan pada pasien hamil dengan dengue selama fase kritis, yaitu periode ditandai dengan
trombositopenia dengan atau tanpa koagulopati dan vaskulopati.

Tantangan dalam mengenali penyakit dengue dan kebocoran plasma pada kehamilan 24

Gejala dari hiperemesis selama trimester pertama kehamilan menunjukkan warning sign dari

infeksi dengue yang parah dan ini dapat menunda dalam mengenali infeksi dengue yang parah.
Setelah memasuki trimester kedua, merupakan hal wajar apabila terjadi peningkatan volume
sirkulasi darah disertai vasodilatasi menyeluruh, mengakibatkan peningkatan dari frekuensi
denyut jantung basal dan tekanan darah basal yang rendah, serta tingkat hematokrit yang
rendah. Hal ini dapat mengaburkan diagnosis infeksi dengue dan oleh karena itu setiap dokter
harus waspada akan hal-hal berikut:
Tekanan darah yang rendah dan takikardi pada kehamilan normal dapat disalahartikan
sebagai syok hipotensif
Nilai hematokrit awal yang rendah setelah trimester kedua pada kehamilan harus
diperhatikan. Menentukan nilai hematokrit selama 2-3 hari pertama demam sangat
penting untuk mengenali secara dini sebuah kebocoran plasma.
Tanda klinis dari kebocoran plasma seperti efusi pleura dan asites akan sulit di dievaluasi
akibat kehamilan.

Tantangan dalam monitoring dan tatalaksana24

30

Observasi dan monitoring ketat, terapi penggantian cairan yang cepat dan tepat sebelum, saat

dan setelah periode melahirkan sangat penting.


Kegagalan dalam mengenali kebocoran plasma dan/atau awal syok akan menyebabkan syok

yang berkepanjangan dan pada akhirnya terjadi perdarahan masif serta kegagalan multi organ.
Tidak terdapat perbedaan dalam terapi cairan jika dibandingkan dengan kondisi tidak hamil.
Namun penting untuk diperhatikan bahwa kehamilan yang semakin membesar dapat
mempersempit toleransi terhadap akumulasi cairan di rongga peritoneal dan rongga pleura akibat

kebocoran plasma. Sehingga penggantian cairan yang berlebihan harus dihindari.


Peningkatan frekuensi denyut jantung dan penurunan tekanan darah merupakan suatu perubahan
fisiologis yang terjadi pada fase akhir kehamilan. Menargetkan frekuensi denyut jantung yang
tidak sesuai dan tekanan darah yang normal dapat menyebabkan overload cairan dan

gangguan pernapasan.
Adanya luka atau trauma selama fase kritis dari DBD dengan trombositopenia, koagulopati dan

vaskulopati merupakan suatu faktor resiko untuk terjadinya perdarahan hebat.


Jika perdarahan hebar terjadi, penggantian dengan transfusi fresh whole blood (FWB)/packed

red cells (PRC) harus segara dilakukan


Profilaksis transfusi trombosit tidak direkomendasikan kecuali diindikasikan secara obstetrik.
Pasien obstetrik dengan perdarahan mikrovaskular yang akan menjalani prosedur operasi atau
persalinan biasanya membutuhkan transfusi trombosit bila hitung trombosit <50.000/uL dan
jarang memerlukan bila hitung trombosit >100.000/uL. Pada pasien dengan hitung trombosit
50.000-100.000/uL, pemberian transfusi trombosit berdasarkan risiko perdarahan. Transfusi
trombosit juga diindikasikan pada pasien dengan hitung trombosit normal tetapi terdapat

gangguan fungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskular. 26


Proses kelahiran harus dilakukan di rumah sakit dimana darah/komponen darah dan tim ahli

obstetrik dan ahli neonatologi tersedia.


Penggunaan tokolitik dan langkah-langkah untuk menunda kelahiran untuk menyesuaikan waktu
yang tepat selama fase kritis dari penyakit dengue. Namun belum banyak bukti yang cukup kuat
pada praktek ini.

Kelahiran yang tidak dapat ditunda selama fase kritis24

Jika saat kelahiran tidak dapat ditunda/dihindari, terjadinya perdarahan harus diantisipasi dan

diawasi dengan ketat.


Darah dan produk darah harus sudah dicocokkan dan disimpan selama persiapan kelahiran.
Trauma atau cedera harus diminimalkan jika memungkinkan.
Penting untuk memastikan bahwa plasenta terlepas secara keseluruhan setelah partus.

31

Transfusi trombosit harus mulai diberikan selama atau saat proses partus tetapi tidak terlalu jauh
sebelum partus. Karena transfusi trombosit hanya mampu menopang trombosit darah beberapa

jam selama fase kritis.


Transfusi Fresh whole blood(FWB)/packed red cells (PRC) harus diberikan sesegera mungkin
bila muncul perdarahan. Jika kehilangan darah dapat diukur, harus segera diganti. Penggantian
darah Jangan menunggu sampai kehilangan darah sebanyak 500cc seperti pada perdarahan

postpartum. Dan jangan menunggu hematokrit menurun ke tingkat yang rendah.


Ergotamin dan/atau oxytocin infus seperti pada praktek standar obstetrik harus diberikan untuk
memicu kontraksi uterus pasca melahirkan sehingga mencegah perdarahan pospartum.

Pasca Melahirkan24

Bayi baru lahir dengan ibu yang menderita infeksi dengue sebelum atau saat melahirkan, harus
diawasi secara ketat di rumah sakit, melihat resiko terjadinya transmisi vertikal.
o Saat atau mendekati aterm/melahirkan, penyakit dengue berat pada janin atau neonatus
dan kematian dapat terjadi ketika tidak terdapat cukup waktu untuk produksi
perlindungan antibodi maternal.
o Dokter harus menyadari bahwa presentasi penyakit pada ibu maupun bayi dapat atipikal

dan mengaburkan diagnosis.


Infeksi kongenital dapat dicurigai berdasarkan gejala klinis dan dapat dikonfirmasi dengan hasil
laboraturium.

Tatalaksana
Penanganan DBD pada kehamilan adalah sama dengan penanganan DBD pada orang dewasa.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit
Tropis dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medis Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia telah membuat protokol penatalaksanaan DBD pada penderita dewasa berdasarkan kriteria 25:
1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
2. Praktis dalam pelaksanaannya.
3. Mempertimbangkan cost effectiveness

32
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
- Protokol 1
Penanganan Tersangka DBD dewasa tanpa syok
- Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat
- Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%
- Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
- Protokol 5
Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada dewasa

33

34

35

36

Komplikasi
Berkenaan dengan pengaruh demam dengue dan DBD dalam kehamilan, dari beberapa
penelitian didapatkan tidak menyebabkan bayi abnormal, namun dapat menyebabkan prematuritas dan
kematian janin dalam rahim. Meskipun jarang, ada yang melaporkan tentang vertikal transmisi dari
virus dengue. Kasus itu muncul pada atau waktu yang dekat dengan persalinan. Infan mempunyai
gejala umum klinis seperti trombositopenia, demam, hepatomegali dan beberapa variasi derajat
insufisiensi sirkulatori. Kemungkinan lain pengaruh demam dengue dan DBD pada kehamilan adalah
perdarahan dalam beberapa trombositopenia terutama dalam kasus risiko tinggi seperti plasenta previa.

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan :
1.

Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara : menguras , menutup, mengubur barang


bekas yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.

2.

Fogging atau pengasapan.

3.

Abatisasi

Bila masyarakat menjumpai anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala DBD
segera dibawa ke Puskesmas untuk pemeriksaan trombosit. Laporan penderita penyakit dari rumah
sakit dikirim ke Puskesmas di wilayah penderita untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi. Bila PE
positif maka hal yang dilakukan adalah:

Foging dilaksanakan pada kasus-kasus dengan PE positif, 2 penderita positif atau lebih,
ditemukan 3 penderita demam dalam radius 100 m dari tempat tinggal penderita DBD
Positif atau ada 1 penderita DBD meninggal

Daerah KLB/ wabah DBD

DAFTAR PUSTAKA

37
1. Widodo D, & Nainggolan L. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Kehamilan.
Dalam : MKI 2004; vol 54: no 4: 136-142.
2. Dengue. Dalam : Hassan R, Alatas H editors. Buku kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985. p. 607-21
3. Hendarwanto. Dengue. Dalam : Soeparman, Sukaton U, Daldiyono, Nelwan R, Ranakusuma A,
Djoerban Z editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit FKUI, 1991.
p.16-24.
4. Antara M. Kematian Ibu oleh karena Sindroma Syok Dengue. Dalam : Laporan Kematian
Maternal, Januari 2006.
5. Sutaryo, Dengue, Penerbit Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah mada 2004, hal; 6592
6. Suharti C et al; Cytokine Pattern During Dengue Shock Syndrome in Dengue hemorrhagic
fever in Indonesia Publisher Nijemegen University Press 2001, page 50-57
7. Nasiruddin, Soegijanto S, Trombositopenia dan Perdarahan Pada DBD dalam Soegeng S,
Demam Berdarah Dengue Edisi 2 Penerbit Airlangga University Press 2006, hal : 81-83.
8. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K, Pathophysiology and Managament of Dengue
Hemorrhagic Fever. Journal Compilation 2006 LMS Group, Transfusion Alternatives in
Transfusion Medicine 8 (Suppl. 1), 3-11.
9. Soedarmo SSP ; Demam Berdarah Dengue Pada Anak, Penerbit Universitas Indonesia Jakarta
2005. hal; 29-32.
10. Soegijanto S ; Demam Berdarah Dengue, Edisi 1 Penerbit Airlangga University Press 2004.
hal ; 13-24.
11. Kresno S B; Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium, Balai Penerbit FKUI Jakarta
2001, hal;60-62. Kresno S B; Imunologi: Diagnosa dan Prosedur Laboratorium, Balai Penerbit
FKUI Jakarta 2001, hal;60-62.
12. WHO. Dengue Haemorrhagic fever, Diagnosis, Treatment, Prevention and control. Second
Geneva: WHO, 1997; 1-33.
13. Scott R M et al; The Pathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever: The Role of Biological
Mediators : Histamine and Serotonin. Childrens Hospital Bangkok, Thailand 1974.p;24-25.
14. Aryati, Aspek Laboratorium DBD; dalam Soegeng S, Demam Berdarah Dengue Edisi 2
Penerbit Airlangga University Press 2006 hal:117-126.

38
15. Green S, Rothman A. Immunopathological Mechanisms in Dengue and Dengue Hemorrhagic
Fever. Univesity of Massachusetts Medical School, Center for Infection Disease and Vaccine
Research, Worcester, Massachusetts USA, Current Opinion in Infectious Disease, Lippincott
Williams and Wilkins. 2006. 19: 429-436.
16. Gubler DJ. Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Review, July
1998; 488-96.
17. Suroso Th, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD dkk (editors).
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.
Departemen Kesehatan RI; 2003. h.1-161.
18. Hadinegoro S R, Soegijanto S, wuryadi S, Soroso T; Tatalaksana Demam berdarah Dengue Di
Indonesia Departemen Kesehatan Dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorak Jenderal
Pemeberantasan Penyakit Menular Dan penyehatan Lingkungan 2001; hal;11-24
19. Sutaryo, Pudjo H W, Sri M; Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada DBD, Penerbit Medika FK
UGM Yogyakarta 2004, Hal:168-176.
20. Huang YH et al, Dengue Virus Infects Human Endothelial Cell and Induces IL-6 and IL-8
Production. Am.J.Trop.Med Hyg. 63(1,2), 2000, pp. 71-75.
21. 11. Edelman R, Suchitra N, Robert W. C, Richard C. T, Franklin H. T; Evaluation of the Plasma
Kinin System in Dengue Hemorrhagic Fever, 1972, p; 11-18.
22. Abednego HM. Perkembangan 5 tahun Demam Berdarah dengue di Indonesia. Acta Med.
Indonesia 1997; 21(1): 5-19.
23. Zein U. Penatalaksanaan Demam Berdarah dengue dan Dengue Syok Sindrom pada dewasa.
MK Nusantara 2004; 37 (SI): 29-31.
24. World Health Organization. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO,
2012.
25. Suhendro, Herdiman T, Nelwan R, Zulkarnain I, Widodo D. Deteksi dini dan tatalaksana
sindrom renjatan dengue. Dalam : Setiati S, Alwi I, Simadibrata M, Sari N, editors. Naskah
lengkap Penyakit Dalam. PIT 2005. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, 2005. p. 213-9
26. American Society of Anesthesiologists. Practice guidelines for blood component therapy.
Anesthesiology 1996;84:732-47.

39

Anda mungkin juga menyukai