Ekarini Saraswati
Pendahuluan
Psikologi gestal memiliki pandangan yang
sama dengan psikologi humanistik yang
menganggap manusia secara utuh bukan
elemen-elemen. Namun, keduanya memiliki
perbedaan yang mendasar di samping tokohtokoh pencetusnya pun berbeda. Maslow
sebagai tokoh humanistik mendasarkan diri
pada ketidakpuasan terhadap pendapat kaum
behaviorisme sedangkan para tokoh gestalt
mendasarkan pendapatnya pada
ketidakpuasan terhadap kaum strukturialisme
Pengertian
Istilah Gestalt sendiri merupakan istilah bahasa
Jerman yang sukar dicari terjemahannya dalam
bahasa-bahasa lain.Arti Gestalt bisa bermacammacam, yaitu form shape. (dalam bahasa Inggris)
atau bentuk, hal, peristiwa, hakikat, esensi, totalitas.
Terjemahannya ke dalam bahasa inggris pun
bermacam-macam antara lain shape psychology,
configurationism whole psychology dan sebagainya.
Karena adanya kesimpangsiuran dalam
penerjemahan. Akhirnya para sarjana diseluruh dunia
sepakat untuk menggunakan istilah Gestalt tanpa
menerjemahkannya ke dalam bahasa lain.
Tokoh-tokoh
Max Wertheimer merupakan tokoh pendiri
psikologi Gestalt di Jerman. Psikologi Gestalt
lebih menekankan kritiknya pada penguraian
kesadaran ke dalam elemen-elemen yang
dilakukan oleh strukturalismenya Wundt, tetapi
masih mengakui adanya unsur kesadaran itu
sendiri dalam bentuk yang utuh (totalitas tidak
terbagi-bagi dalam elemen-elemen)
Ilusi Kontur
Max Wertheimer
Dalam kertas kerjanya ini ia mengemukakan hasil eksperimennya
dengan menggunakan alat yang disebut Stroboskop (stroboscop)
yaitu alat yang berbentuk kotak yang diberi alat untuk melihat ke
dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat gambar dua buah garis
yang satu melintang dan yang lain tegak. Kedua gambar itu tidak
terlihat sekaligus, melainkan berganti-ganti. Mula-mula tampak
garis yang melintang, kemudian tampak garis tegak, kemudian
melintang lagi dan demikian seterusnya.Kesan yang akan terjadi
adalah akan tampak bahwa garis itu bergerak dari tegak ke
melintang dan sebaliknya, terus menerus. Gerak yang disebut
gerak stroboskopik ini merupakan gerakan yang semu karena
sesungguhnya garis-garis itu sendiri tidak bergerak melainkan
muncul berganti-ganti. Gejala ini disebut juga sebagai Phiphenomenon dan dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai
misalnya kalau kita menonton bioskop atau melihat lampu-lampu
reklame yang bergerak-gerak.
Wolfgang Kohler
Tokoh ketiga adalah Wolfgang Kohler
Karya Kohler yang paling terkenal adalah
penyelidikannya mengenai tingkah laku
kecerdasan (intelligent behaviour) pada hewan
utamanya simpanse. Bertitik tolak dari teori
Thorndike yang beranggapan bahwa tingkah
laku hewan pada dasarnya adalah tingkah laku
coba-salah (trial and error). Kohler membuat
eksperimen-eksperimen dengan kera dan
membuktikan bahwa pada kera pun terdapat
pemahaman (insight).
Kajian Sastra
Novel ini menggambarkan perjalanan hidup seorang ronggeng dianggap memiliki bakat alam. Srintil, nama
ronggeng itu, dibentuk oleh lingkungannya sebagai ronggeng dan dididik serta semua perilakinya diarahkan
untuk menjadi ronggeng. Kehidupannya sebagai ronggeng itu sendiri bagi Srintil bukan merupakan pilihan
hidupnya. Setelah mengalami suka duka menjadi ronggeng, ada perasaan yang hilang dalam dirinya, yaitu
cinta. Dia mencintai Rasus dan ingin menjadi istrinya. Keinginannya ini jelas menentang adat dan harapan
masyarakat Dukuh Paruk yang menganggap dia sebagai pembawa berkah bagi dukuh itu sebagai dukuh
ronggeng.
Latar tempat peristiwa di dalam novel ini lebih banyak menggambarkan kehidupan orang Jawa, sekalipun
nama Dukuh Paruk itu sendiri tidak ada. Sebagaimana layaknya sebuah dukuh, tempat-tempat yang ditemui
dalam novel ini seperti sawah, kuburan, ladang, pasar, kelurahan, kecamatan dan sebagainya.
Dalam kajian ini yang menjadi tokoh kajian adalah Srintil dan Rasus. Srintil merupakan seorang ronggeng
yang dibentuk oleh lingkungan. Dia belajar menjadi seorang ronggeng karena diarahkan oleh seorang dukun
ronggeng. Selain belajar yang dia lakukan juga ada bakat alam yang dia miliki.
Hidup sebagai ronggeng memang menjanjikan materi yang banyak dan dapat membuat iri wanita-wanita di
dukuh itu. Kecantikan dan kegemerlapan sebagai ronggeng membuat Srintil banyak dipuja orang, selain
Rasus kekasihnya. Setelah menjadi ronggeng, Rasus merasa kehilangan Srintil yang telah menjadi milik
masyarakat. Rasus benci kepada Srintil dan pergi meninggalkannya. Cintanya kepada Srintil punah.
Perasaan kehilangan dalam diri Rasus dialami juga oleh Srintil. Kehidupan ronggeng yang dia jalani ternyata
merupakan kehidupan yang semu. Dia mendambakan kehidupan tenang menjadi istri Rasus dan memiliki
anak darinya.
Dalam diri Srintil dan Rasus ada sisi kehidupan manusia yang tidak mereka dapatkan, yaitu perwujudan cinta.
Cinta itu sendiri tidak mungkin terbagi. Setelah terbagi menjadi ternoda. Sekalipun Rasus masih mencintai
Srintil, namun dia merasakan tak mungkin menyatu, karena hidup mereka yang berbeda.