Referat Epileps
Referat Epileps
Referrat
EPILEPSI
Dipresentasikan pada tanggal: 01 Mei 2013
Disusun Oleh:
Afnies Basugis
Pembimbing:
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1.2 Tujuan...............................................................................................
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
Definisi.............................................................................................
Epidemiologi....................................................................................
Etiologi.............................................................................................
Klasifikasi........................................................................................
Patofisiologi.....................................................................................
Manifestasi Klinis............................................................................
Diagnosis..........................................................................................
Tatalaksana.......................................................................................
3
3
4
6
9
11
15
17
BAB V PENUTUP.......................................................................................
40
5.1 Kesimpulan......................................................................................
40
5.2 Saran.................................................................................................
40
DAFTAR KEPUSTAKAAN.........................................................................
41
ii
BAB I
PENDAHULUAN
yang
berat
bagi penyandangnya
(pendidikan
yang
rendah,
pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak
menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa
anak-anak.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua
bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur
hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara 100 populasi (1%) penduduk terserang
epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah menjalani pengobatan pada
lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta
penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsy. Epilepsi sukar untuk dikendalikan
secara medis atau pharmacoresistant, sebab mayoritas pasien dengan epilepsi
adalah bersifat menentang.
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan
oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan
(unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar
1
sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila
proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahanperubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion
ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni
neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas
bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang
ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos
membran neuron.
1.2 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya
dan penulis khususnya mengenai Epilepsi mulai dari definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, diagnosis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan radiologis, serta penatalaksanaan, dan komplikasi yang ditimbulkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis
yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi
akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara
paroksismal. Sedangkan serangan atau bangkitan epilepsi yang dikenal dengan
berbagai macam etiologi. Epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang serupa
dan berulang secara paroksismal, yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu
penyakit otak akut (unprovoked).
Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat dicirikan
sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan
cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut
sangat bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan
sensorik (subyektif), gangguan motorik atau kejang (obyektif), gangguan otonom
(vegetatif) dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung
dari letak fokus epileptogenesis atau sarang epileptogen dan penjalarannya
sehingga dikenal bermacam jenis epilepsi.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Pada dasarnya setiap orang dapat mengalami epilepsi. Setiap orang memiliki otak
dengan ambang bangkitan masing-masing apakah lebih tahan atau kurang tahan
terhadap munculnya bangkitan. Selain itu penyebab epilepsi cukup beragam:
cedera otak, keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi
dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, umur berapa saja, dan ras apa
saja. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1-2% dari populasi. Secara umum
2.3. ETIOLOGI
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di
otak. Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan
sebagai epilepsi idiopatik
Factor pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa :
a. kurang tidur
b. stress emosional
c. infeksi
d. obat-obat tertentu
e. alkohol
f. perubahan hormonal
5
g. terlalu lelah
h. fotosensitif
2.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut Etiologi
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan
atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simptomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan
pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak
lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu
lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera
selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi
(misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6),
faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan
sirkulasi, dan neoplasma.
Klasifikasi Umum
Ada dua klasifikasi epilepsi yang direkomendasikan oleh ILAE yaitu pada
tahun 1981 dan tahun 1989. International League Against Epilepsy (ILAE) pada
tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan jenis bangkitan (tipe
serangan epilepsi):
1. Serangan parsial
6
3. Serangan umum
a. Absens (Lena)
b. Mioklonik
c. Klonik
d. Tonik
e. Atonik (Astatik)
f. Tonik-klonik
4. Serangan yang tidak terklasifikasi (sehubungan dengan data yang
kurang lengkap).
Klasifikasi ILAE tahun 1981 di atas ini lebih mudah digunakan untuk para klinisi
karena hanya ada dua kategori utama, yaitu
-
Serangan fokal yaitu bangkitan epileptik yang dimulai dari fokus yang
terlokalisir di otak.
Serangan umum yaitu bangkitan epileptik terjadi pada daerah yang lebih
luas pada kedua belahan otak.
b. Simptomatik
-
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
2. Umum
a. Idiopatik
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi Absans pada anak
- Epilepsi Absans pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik-klonik pada saat terjaga
- Epilepsi tonik-klonik dengan serangan acak
b. Simptomatik
- Sindroma West (spasmus infantil)
- Sindroma Lennox Gastaut
3. Berkaitan dengan lokasi dan epilepsi umum (campuran 1 dan 2)
- Serangan neonatal
4. Epilepsi yang berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsia
- Serangan yang berkaitan dengan pencetus spesifik (refleks epilepsi)
elektroensefalografi (EEG).
2.5. PATOFISIOLOGI
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan.
Dalam
keadaan normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan
lancar. Apabila mekanisme yang mengatur lalu-lintas antar neuron menjadi kacau
dikarenakan breaking system pada otak terganggu maka neuron-neuron akan
bereaksi secara abnormal.
dan asetil kolin, sedangkan yang bersifat inhibitorik lainnya adalah noradrenalin,
dopamine, serotonin (5-HT) dan peptida.
dengan epilepsy belum jelas dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Epileptic
seizure apapun jenisnya selalu disebabkan oleh transmisi impuls di area otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa yang disebut
sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada sekelompok kecil
neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan meliputi seluruh
neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron yang
9
ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang secara klinik menimbulkan
manifestasi yang berbeda dari jenis-jenis serangan epilepsi. Secara teoritis faktor
yang menyebabkan hal ini yaitu:
-
Disini fungsi
neuron
Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
mengadakan
pelepasan
abnormal
impuls
epileptik.Sehingga
dapat
Perlu adanya pacemaker cells yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk
menimbulkan bangkitan.
Hilangnya postsynaptic inhibitory controle sel neuron.
Perlunya sinkronisasi dari epileptic discharge yang timbul.
Area di otak dimana ditemukan sekelompok sel neuron yang abnormal,
bermuatan
listrik
berlebihan
dan
hipersinkron
dikenal
sebagai
fokus
10
Kemudian untuk
discharge
epileptiknya.
Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike
menjadi spike and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti.
Dulu dianggap berhentinya serangan sebagai akibat terjadinya exhaustion neuron.
(karena kehabisan glukosa dan tertimbunnya asam laktat).
Namun ternyata
Pada
MANIFESTASI KLINIK
Epilepsi umum :
1. Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi).
a. Primer
b. Sekunder
Bangkitkan epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan
bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal
tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu
atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal
simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak
fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya.
11
Timbul pada usia 4-5 tahun dengan taraf kecerdasan yang normal.
Harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik.
Harus mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat.
Pola EEG khas berupa gelombang runcing dan lambat dengan
frekuensi 3 per detik.
b. Bangkitan mioklonus
12
memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi
abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik
pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai
korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.
c) Epilepsi lobus temporalis.
Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang
khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus
epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan
pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut
dengan
kawasan
penglihatan.
Manifestasi
yang
kompleks
ini
bersifat
psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi
psikomotor. Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya
berupa automatisme.
Manifestasi klinik ialah sebagai berikut:
1. Kesadaran hilang sejenak.
2. Dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk kealam pikiran
antara sadar dan mimpi(twilight state).
3. Dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi
dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa
jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul :
a. Halusinasi dengan automatisme pengecap.
b. Halusinasi dengan automatisme membaca.
4. Halusinasi dengan automatisme penglihatan, pendengaran atau
perasaan aneh
2.7.
DIAGNOSIS
14
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang
sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan
informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus
epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka
MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat
untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri
2.8.
TATALAKSANA
dengan
sebaik-baiknya.
Akhirnya
semuanya
tadi
akan
dosis obat terbagi, dan kurangnya pengertian tentang program terapi epilepsi
merupakan factor penghambat turunya minum obat. Kepatuhan minum obat
merupakan hal penting untuk serangan.
Harga obat murah dikaitkan dengan obat generik. Obat generik terdapat
masalah
yang
perlu
diperhatikan.
Khususnya
fenitoin,
maka
harus
dipertimbangkan :
a. Resiko terjadinya perubahan konsentrasi obat dalam serum
b. Bila terjadi perubahan konsentrasi obat dalam serum dapat menimbulkan
efek samping dan hilangnya kemanjuran obat.
c. Perbandingan obat generic dengan obat jadi yang memakai merk dagang
tertentu
d. Biaya pemeriksaan laboratorium untuk memantau konsentrasi obat
e. Resiko untuk memperoleh obat yang berbeda sediaannya, antara resep
yang pertama, kedua, dan seterusnya
f. Efek obat generic yang mempengaruhi kepatuhan penderita
g. Motivasi penderita untuk menerima obat generic
Konsekuensi dari pemilihan OAE adalah
a. Paham sepenuhnya tentang aspek farmakologik OAE yang dipilih
b. Mampu member penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya tentang
OAE tadi secara sederhana, program yang akan dijalani, dan berbagai
kemungkinan yang dapat timbul sehubungan dengan obat yang akan
diminum. Disamping itu efek OAE terhadap kondisi tertentu perlu
dimengerti,
contoh
pada
anak-anak,
wanita
yang
sedang
atau
merencanakan hamil.
Prinsip-prinsip terapi obat antiepilepsi :
1. Menentukan diagnosis yang tepat
Diagnosis yang tepat sangat penting pada epilepsi. Orang yang terdiagnosis
epilepsi mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsi akan meminum
obat dalam jangka waktu yang lama yang berakibat pada kemungkinan adanya
18
efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi. Penderita juga dinilai oleh
masyarakat sebagai penderita epilepsi yang menurut penilaian masyarakat
penyakit tersebut adalah penyakit kutukan. Sangat disayangkan apabila penderita
sinkop yang berulang, diterapi dengan obat antiepilepsi. Oleh karena itu
dibutuhkan pengetahuan yang baik bagi seorang dokter untuk mendiagnosis
epilepsi. Jangan pernah coba-coba dalam terapi epilepsi.
2. Menentukan kapan dimulainya terapi dengan obat antiepilepsi
Salah satu kesulitan yang dihadapi seorang dokter dalam merawat pasien
dengan serangan epilepsi adalah memutuskan kapan memulai pengobatan.
Keputusan ini seharusnya dibuat setelah mendiskusikan dan mengevaluasi
keadaan pasien, menimbang manfaat dan kerugian pengobatan.
Setelah kejang pertama
Langkah pertama untuk memulai pengobatan adalah menilai risiko
terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan merupakan bangkitan non
epileptik, pengobatan harus ditujukan pada faktor penyebab yang mendasari. Jika
bangkitan hipoglikemik pada anak maka diterapi dengan glukosa, bangkitan
karena putusnya alcohol dapat dikontrol paling baik dengan perubahan perilaku
adiktif dan jika bangkitan karena masalah psikogenik dapat diatasi dengan
konseling yang tepat. Terapi bangkitan epilepsi ditentukan oleh penilaian dua hal,
risiko pengobatan dan manfaat pengobatan. Sebagai contoh, anak penderita
epilepsi benigna dengan spikes di sentrotemporal mungkin tidak membutuhkan
terapi dengan obat karena penelitian-penelitian menunjukkan bahwa setelah
mengalami hanya sedikit serangan nokturnal, mereka jarang mengalami kondisi
ini. Jika terdapat lesi struktural, biasanya bangkitan akan berulang (termasuk
tumor otak, displasia kortikal dan malformasi arteriovenosa).
Jika diagnosis sudah ditegakkan, setelah bangkitan pertama jangan ragu-ragu
untuk
memberikan
terapi
untuk
memulai
terapi
farmakologi
dan
bangkitan kedua.
C. Probably not (meskipun terapi jangka pendek mungkin bisa digunakan) :
a. Putusnya alkohol
b. Penyalahgunaan obat
c. Kejang akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik
d. Kejang karena trauma(kejang tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala)
e. Sindrom epilepsi benigna spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna
dengan spikes sentrotemporal.
f. Kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam waktu-waktu
ujian
Setelah kejang lebih dua kali atau lebih
Pada umumnya pasien yang mengalami serangan dua kali atau lebih
membutuhkan pengobatan. Kecuali pada serangan-serangan tertentu seperti
kejang akibat putusnya alcohol, penyalahgunaan obat, kejang akibat penyakit akut
seperti demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemik, kejang karena trauma (kejang
tunggal dengan segera setelah pukulan di kepala), sindrom epilepsi benigna
spesifik seperti : kejang demam atau epilepsi benigna dengan spikes
sentrotemporal, kejang karena tidak tidur lama seperti kejang pada pelajar dalam
waktu-waktu ujian dan kejang akibat penyebab non epileptik lainnya. Kejang
akibat hal-hal di atas sebaiknya ditangani sesuai kausanya. Pada pasien yang
mengalami kejang pertama namun tidak ada faktor risiko satupun yang
ditemukan, maka kemungkinan terjadinya kejang yang kedua 10% pada tahun
pertama dan 24% pada akhir tahun kedua setelah kejang yang pertama. Keputusan
untuk memulai terapi diambil dengan pertimbangan risk and benefit setelah
sebelumnya dokter berdiskusi dengan pasien. Sebagai contoh terapi diindikasikan
untuk pasien yang bekerja sebagai sopir karena jika terjadi kekambuhan sewaktuwaktu maka akan membahayakan pasien bahkan mengancam nyawa pasien.
21
Pengobatan yang dilakukan pada penderita yang mempunyai sedikit bahkan tidak
mempunyai risiko terjadinya kejang kedua biasanya hanya terapi jangka pendek.
Risiko terjadinya kekambuhan yang paling besar terjadi pada dua tahun pertama.
Seandainya pasien diputuskan untuk diobati, maka penghentian pengobatan
dilakukan setelah tahun kedua dari kejang yang pertama.
3. Memilih obat yang paling sesuai
Pemilihan obat antiepilepsi didasarkan pada dua hal, tipe serangan dan
karakteristik pasien
a) Tipe serangan
Tabel 2 modifikasi brodie et al (2005) dan panayiotopoulos (2005)
Tipe serangan
First-line
Second-line/
Third line/
add on
Asam valproat
add on
Tiagabin
Fenitoin
Levetiracetam
Vigabatrin
Fenobarbital
Zonisamid
Felbamat
Okskarbazepin
Pregabalin
Pirimidon
Gabapentin
Asam valproat
Lamotrigin
Topiramat
Karbamazepine
Okskarbazepin
Levetiracetam
tanpa
general sekunder
Lamotrigin
Topiramat
Tonik klonik
22
Fenitoin
Zonisamid
Fenobarbital
Asam valproat
Topiramat
Pirimidon
Lamotrigin
Levetiracetam
Clobazam
Zonisamid
Clonazepam
Etosuksimid
Fenobarbital
Levetiracetam
Atonik
Lamotrigin
Asam valproat
Lamotrigin
Zonisamid
Felbamat
Tonik
Asam valproat
Topiramat
Clonazepam
Fenitoin
Clobazam
Mioklonik
Fenobarbital
Epilepsy absence Asam valproat
juvenil
Epilepsy
mioklonik
juvenil
Clonazepam
Etosuksimid
Asam valproat
Clonazepam
Fenobarbital
Etosuksimid
b) karakteristik pasien
Dalam pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus
dipertimbangkan secara individu. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat
antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi
atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya penggantian obat
dilakukan. Sebagai contoh asam valproat pada wanita, khususnya wanita yang
masih dalam usia subur.
23
Diagnosis epilepsi
Klasifikasi tipe serangan atau sindrom epilepsi
Adanya lesi aktif
Dosis yang adekuat dan atau lamanya terapi (missal : apakah dosis
terpaksa diberikan dengan kadar maksimal yang dapat ditoleransi?
apakah pengaturan dosis yang diberikan cukup waktu untuk mencapai
kondisi optimal?)
e. Ketaatan terhadap pengobatan (ketidaktaatan merupakan penyebab
yang paling umum terjadinya kegagalan pengobata dan kambuhnya
bangkitan).
Table 3 dosis obat antiepilepsi untuk dewasa diambil dari Brodie et al (2005)
Obat
Dosis
awalDosis
(mg/hari)
Fenitoin
200
Karbamazepin 200
paling
yangDosis
umummaintenance
Frekuensi
pemberian
(mg/hari)
(mg/hari)
(kali/hari)
300
100-700
1-2
600
400-2000
Efek samping
2-4
Hirsutisme,
distres
lambung,
kabur,
vertigo,
900-1800
900-2700
25
2-3
gusi,
penglihatan
hiperglikemia,
anemia makrositik
Depresi sumsum tulang, distress
lambung,
Okskarbazepin150-600
hipertrofi
sedasi,
penglihatan
Lamotrigin
12,5-25
200-400
100-800
1-2
Zonisamid
100
400
400-600
1-2
nyeri
kepala,
Ethosuximid 500
Felbamat
Topiramat
1200
25-50
1000
2400
200-400
500-2000
1800-4800
100-100
1-2
leukopenia
Mual, muntah, BB , konstipasi,
Clobazam
10
Clonazepam 1
Fenobarbital 60
Pirimidon
125
Tiagabin
4-10
20
4
120
500
40
10-40
2-8
60-240
250-1500
20-60
1-2
1-2
1-2
1-2
2-4
Vigabatrin
Gabapentin
500-1000 3000
300-400 2400
2000-4000
1200-4800
1-2
3
Leukopenia,mulut
penglihatan
kabur,
kering,
mialgia,
300
150-600
1000
500-3000
2000-3000 1000-4000
2-3
2-3
2
5. Penggantian Obat
Penggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika :
26
Mual, hepatotoksik
tentang etiologi epilepsi, (6) lebih jelasnya mekanisme terjadinya bangkitan, dan
(7) dikembangkannya berbagai perangkat untuk menentukan letak lesi. Secara
farmakologis, satu OAE dengan satu mekanisme aksi merupakan unsur yang
penting dalam manajemen epilepsi di kemudain hari.tc "Sekitar 75% kasus yang
mendapat obat tunggal akan mengalami remisi dengan hanya mendapat efek
samping minimal. Akan tetapi sisanya akan tetap mengalami bangkitan dan
memerlukan kombinasi obat (Gram, 1995). Berbagai faktor yang mendorong
kemajuan penanganan epilepsi di antaranya ialah\: (1) klasifikasi epilepsi menurut
International League Againts Epilepsy, (2) pemantauan kadar obat antiepilepsi,
(3) konsep monoterapi, (4) ditemukannya OAE baru dengan mekanisme aksi yang
jelas, (5) pandangan baru tentang etiologi epilepsi, (6) lebih jelasnya mekanisme
terjadinya bangkitan, dan (7) dikembangkannya berbagai perangkat untuk
menentukan letak lesi. Secara farmakologis, satu OAE dengan satu mekanisme
aksi merupakan unsur yang penting dalam manajemen epilepsi di kemudain hari."
Kenaikan inhibisi GABA-ergik merupakan salah satu sasaran penanganan
epilepsi. Satu OAE dengan satu mekanisme akso tunggal serta dengan satu target
mungkin merupakan pilihan utama, daripada satu OAE dengan berbagai target.
Pada suatu kasus epilepsi dengan sebab multifokal, dapat diberikan satu OAE
untuk tiap target (Gram, 1995).tc "Kenaikan inhibisi GABA-ergik merupakan
salah satu sasaran penanganan epilepsi. Satu OAE dengan satu mekanisme akso
tunggal serta dengan satu target mungkin merupakan pilihan utama, daripada satu
OAE dengan berbagai target. Pada suatu kasus epilepsi dengan sebab multifokal,
dapat diberikan satu OAE untuk tiap target (Gram, 1995)."
d) Politerapi
Politerapi nampaknya tidak selalu merugikan. Goldsmith & de Biitencourt
(1995) mengatakan bahwa generasi baru OAE yang dapat ditoleransi dengan baik
dan sedikit interaksi, dapat digunakan untuk politerapi. Studi tersebut
menggunakan vigabatrin sebagai terapi tambahan pada 19 kasus epilepsi parsial
refrakter. Pasien-pasien tersebut sebelumnya sudah mendapat terapi rata-rata 1,5
28
samping obat relatif rigan atau tidak ada sama sekali (Ferrendelli, 1995).
Fong (1995) mengatakan bahwa kombinasi obat hanya dipakai apabila
semua upaya monoterapi telah dicoba. Apabila kombinasi dua macam obat lini
pertama tidak menolong, obat yang mempunyai efek lebih besar dan efek samping
lebih kecil tetap diteruskan, sementara obat yang lain diganti diganti dengan obat
dari kelompok lini kedua. Apabila obat lini kedua tersebut efektif,
dipertimbangkan untuk menarik obat pertama. Sebaliknya, obat lini kedua
tersebut harus dihentikan apabila ternyata tidak juga efektif. Apabila upaya
29
tersebut di atas gagal, kasus tersebut mungkin tergolong dalam epilepsi refrakter,
kasus epilepsi yang sulit disembuhkan. Berbagai obat antiepilepsi (OAE) dapat
terus dicoba pada kasus itu, atau dipertimbangkan untuk tindakan bedah.
6. Pemantauan terapi
Manajemen umum epilepsi :
a. Mengevaluasi kembali diagnosis sehingga mendapat diagnosis yang tepat
b. Menentukan dan mengobati penyebab
c. Mengobati serangan :
- Menilai perlunya terapi obat :
- Terapi obat tidak diindikasikan untuk kejang akibat penyakit akut
-
yang reversible
Terapi obat tidak perlu untuk epilepsi-epilepsi benigna yang
7. Ketaatan pasien
Penelitian Hakim (2006) menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat
menrupakan faktor prediktor untuk tercapainya remisi pada epilepsi, dimana pada
penderita epilepsi yang patuh minum obat terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12
bulan dan 24 bulan terus menerus dibanding dengan mereka yang tidak patuh
30
minum obat. Kriteria kepatuhan minum obat yang dipakai adalah menurut Ley
(1997) cit Hakim (2006) adalah penderita dikatakan patuh minum obat apabila
memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai dengan yang dianjurkan,
durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai yang dianjurkan, jumlah obat
yang diambil pada suatu waktu sesuai yang ditentukan, dan tidak mengganti
dengan obat lain yang tidak dianjurkan.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat
pada penderita epilepsi dipengaruhi oleh dukungan keluarga, dukungan dokter,
pengaruh faktor motivasi, adanya efek samping obat, pengobatan monoterapi ,
pengaruh biaya pengobatan serta adanya pengaruh stigma akibat epilepsi (Kyngas,
2001, Buck et al, 1997; cit Lukman,2006).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Hakim (2006) menunjukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita epilepsi
adalah dukungan keluarga, dukungan dokter, motivasi yang baik, kontrol teratur
dan tidak ada stigma akibat epilepsi. Dengan demikian, pada pengobatan epilepsi
kita harus memperhatikan faktor-faktor apa saja yang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan pengobatan, disamping tentunya faktor obat yang efikasius, dosis
yang tepat dan cara pemberian obat yang tepat juga harus diperhatikan.
Pemakaian OAE pada anak
Berdasarkan penilaian neuropsikologik terhadap anak-anak dengan
epilepsi memperlihatkan masalah akademik muncul dari defisiensi kognitif
spesifik dan bukan disfungsi kognitif secara umum. Gangguan kognitif
berhubungan dengan jenis serangan, sindrom epilepsy, factor etiologi, munculnya
serangan pada usia dini, sering mengalami serangan, focus epilepsi, dan OAE.
Anak yang menerima politerapi pada umumnya mengalami gangguan kognitif
yang berat dari anak yang menerima monoterapi.
31
penurunan kapasitas
untuk memperlihatkan
sesuatu,
penderita ; sementara itu kenaikan karbamazepin terjadi pada 70% penderita dan
32
fenobarbital sebanyak 70% pula. Perubahan disposisi OAE dalam serum biasanya
mulai terjadi pada umur kehamilan 10 minggu. Satu bulan sesudah melahirkan,
konsentrasi dan dosis fenotoin akan kembali ke situasi sebelum terjadi kehamilan.
Dan untuk karbamazepin dan fonobarbital memerlukan waktu yang lama.
Strategi monoterapi ternyata menurunkan insidensi malformasi congenital
pada bayi yang ibunya mengalami epilepsy. Efek teratogenik karbamazepin atau
valproat lebih rendah daripada apabila kedua jenis obat tadi tidak diberikan
bersama-sama. Fenitoin bersama fenobarbital lebih bersifat teratogenik daripada
Fenobarbital saja. Semetara itu efek teratogenik OAE dapat bersifat tidak
langsung, yaitu melalui defisiensi asam folat. Dengan semikian dianjurkan agar
pemberian OAE kepada wanita hamil selalu diberi tambahan asam folat. Status
sosialekonomu yang rendah, umur penderita yang cukup tua untuk hamil, dan
riwayat keluarga positif malformasi neonatus. Malformasi pada janin dapat
diketahui lebih din, umur kehamilan 15-22 minggu, dengan menggunakan
pemeriksaan alfa fetoprotein dan ultrasoografi.
wanita hamil yang epilepsy harus diberi nasehat (teutama sebelum
konsepsi) bahwa insiden malformasi pada bayi, yang ibunya epilepsy dan diobati
dengan OAE, lebih tinggi (2-3 kali lipat) daripada bayi yang ibunya tidak
mengalami epilepsy. Lagi pula, anak-anak yang ibunya epilepsy, diobati atau tidak
dengan OAE, cenderung lebih banyak mengalami anomaly minor daripada anakanak yang ayahnya mengalami epilepsy atau yang tidak mengalami epilepsy.
Dari OAE yang termasuk golongan first-line (fenitoin, karbamzepin,
valproat, dan fenobarbital) maka belum diketahui secara pasti obat mana yang
paling bersifat teratogenik. Apabila pemberian OAE tidak dihindari, maka obat
pilihan pertama harus disesuaikan dengan jenis serangan dan diberikan secara
monoterapi dengan dosis efektif yang paling rendah. Diet sebelum konsepsi dan
organogenesis harus dilengkapi dengan asam folat yang cukup. Kemungkinan
adanya malformasidideteksi secara dini (prenatal). Penderita harus diawasi secara
ketat selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Lebih dari 90%
33
penderita menerima OAE selama kehamilan akan melahirkan anak normal, tanpa
cacat bawaan.
Petunjuk pemberian OAE selama hamil
1. Gunakan obat pilihan pertama yang sesuai dengan jenis serangan dan
sindrom epilepsy
2. Laksanakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar dalam serum yang
paling rendah dan efektif untuk melindungi terhadap serangan tonik-klonik
3. Hindari penggunaan valproat atau karmazepin apabila ada riwayat
keluarga tentang efek neural-tube
4. Hindari politerapi, khususnya kombinasi dengan valproat, karbamazepin
dan fenobarbital
5. Pantaulah kadar OAE dalam serum secara teratur dan apabila mungkin
periksalah kadar OAE bebas atau tak terkait
6. Teruskanlah pemberian tambahan folat setiap harinya dan pastikan kadar
folat dalam serum dan eritrosit dalam batas normal selama periode
organogenesis pada trimester pertama
7. Apabila kadar valproat, hindari kadar dalam serum yang tinggi. Bagilah
obat tadi 3-4 kali pemberian setiap harinya
8. Pada kasus-kasus yang diberi valproat atau karbamazepin, tawarkanlah
untuk pemeriksaan alfa fetoprotein pada umur kehamilan 16 minggu dan
pemeriksaan ultrasonografi pada kehamilan 18-19 minggu, untuk mencari
defek neural-tubee
Ultrasonografi pada kehamilan 22-24 minggu dapat mendeteksi sumbing
dan kelainan jantung
34
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Terapi operatif
Apabila dengan berbagai jenis OAE dan adjuvant tidak memberikan hasil
sama sekali, maka terapi operatif harus diperimbangkan dalam satu dasawarsa
terakhir, tindakan operatif untuk mempercepat untuk mengatasi epilepsy refrakter
makin banyak dikerjakan. Operasi yang paling aman adalah reseksi lobus
temporalis bagian anterior. Lebih kurang 70-80% penderita yang mengalami
operasi terbebas dari serangan, walaupun diantaranya harus minum obat OAE.
Pendekatan teknik operasi lainnya adalah reseksi korteksi otak, hemisferektomi,
dan reseksi multilobular pada bayi dan pembedahan korpus kalosum.
Penghentian pengobatan
Keputusan untuk menghentikan pengobatan sama pentingnya dengan
memulai pengobatan. Dipihak lain, penderita atau orang tua nya pada umumnya
menanyakan : berapa lama atau sampai kapan harus minum obat? untuk
35
memutuskan apakah pengobatan dapat dihentikan atau belum, atau tidak dapat
dihentikan atau menjawab pertanyaan yang diajukan penderita/ orang tuanya tadi
memang tak mudah. Untuk itu perlu memahami diagnosis (termasuk serangannya)
dan prognosis epilepsy.
Jenis serangan dapat pula dipakai untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan apabila OAE dihentikan. Tingkat kekambuhan yang paling rendah
adalah jenis serangan absence yang khas. Kemudian berturut-turut makin tinggi
tingkat kekambuhannya adalah klonik atau mioklonik, kejang tonik-klonik primer,
parsial sederhanadan parsial kompleks, serangan yang lebih dari satu jenis, dan
epilepsy Jackson.
Konsep penghentian obat minimal 2 tahun terbebas dari serangan pada
umumnya dapat diterima oleh kalangan praktisi. Penghentian obat dilaksanakan
secara bertahap, disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Dengan demikian
jelas bahwa penghentian OAE memerlukan pertimbangan yang cermat, dan
kepada penderita atau orang tuanya harus diberikan pengertian secukupnya.
36
37
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Epilepsi didefinisikan sebagai kumpulan gejala dan tanda-tanda klinis
yang muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi
akibat lepas muatan listrik abnormal atau berlebihan dari neuron-neuron secara
paroksismal. Manifestasi serangan atau bangkitan epilepsi secara klinis dapat
dicirikan sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan
dan cenderung untuk berulang.
3.2.Saran
Mahasiswa yang sedang menjalani kepaniteraaan klinik perlu terus
melatih kemampuan melakukan pemeriksaan fisik khususnya neurologis,
sehingga tanda khas dari suatu kelainan dapat dikenali.
38
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Guyton AC., Hall JE., Sistem saraf. In : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
(Textbook of Medical Physiology) Edisi 9.Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Jakarta. 1996
2. Pinzon R., Dampak Epilepsi Pada Aspek Kehidupan Penyandangnya. SMF
Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia. Cermin Dunia
Kedokteran No. 157, 2007.
3. Epilepsi. Available at : http://www.fkui.org/.
4. Epilepsi. Available at : http://www.medicastore.com/
5. Epilepsi. Buku Ajar Neuropsikiatri Fakultas Kedokteran Unhas. 2004
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Epilepsi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 1985
7. Behrman RE., Kliegman RM., Jenson HB., Nelson Textbook of Pediatrics.
17th edition. Saunders. Philadelphia. 2004.
39