Anda di halaman 1dari 29

BABI

PENDAHULUAN

Dalam konsep paradigma sehat menuju Indonesia sehat 2010, tujuan


pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang
ditandai oleh penduduknya hidup dalam perilaku dan lingkungan yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal (SKN, 1991)
Bukan hal baru lagi mestinya dalam penyelenggaraan kesehatan, fisioterapi
mempunyai peranan penting, dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan
kecacatan serta optimalisasi dan pemeliharaan kondisi normal pada semua umur untuk
meningkatkan produktivitas.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara
manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan
fungsi, komunikasi (MENKES RI, 2001).

A. Latar Belakang
1 Masalah
Setiap manusia mampu menggerakkan anggota tubuhnya untuk beraktivitas.
Hal ini dapat dilakukan bila keadaan tulang, otot, persendian maupun sistem-sistem
lain tidak mengalami gangguan atau kelainan pada persendian dimana terjadi
pergeseran letak sendi ataupun terjadi pemantapan tulang maka akan timbul masalah
yang dapat menyebabkan seseorang terganggu aktivitasnya (Iskandar, 2003).
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali
tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada rontgen, tetapi
menunjukkan adanya pembatasan gerak.
Nyeri bahu terjadi pada 4,5% dari populasi yang ada, 60% adalah wanita,
2,4% adalah pria. Umumnya berusia sekitar 40-60 tahun (Soekarno, 1989).
Sa1ah satu penyebab yang dapat mengganggu seseorang melakukan
aktivitasnya adalah apabila seseorang tersebut mengalami nyeri bahu. Nyeri bahu
banyak dialami oleh seseorang dengan adanya gangguan gerak atau aktivitas
fungsional sehari-hari yang membebani struktur persendian bahu, misalnya pada
karyawan tukang cat, pemain tenis, juru ketik dan aktivitas lain yang berkaitan
dengan aktivitas gerak bahu.
Nyeri bahu terjadi karena adanya nyeri dibagian depan dan samping dari
bahu. Nyeri di daerah tersebut terasa juga pada saat lengan diangkat untuk melakukan
aktivitas baik gerak aktif maupun gerak pasif yang melibatkan sendi sisi abduksi elevasi sedikit eksorotasi. Pada aktivitas gerak ini maka peran kerja otot rotator cuff

terutama otot supraspinatus, sering terjadi penjepitan terutama di daerah caput humeri
dan acromion atau ligamentum caraco acromile.
Keadaan seperti itu dapat menimbulkan pada otot supraspinatus sehingga
yang bersangkutan sering mengeluh pegal dan nyeri. Penyebab nyeri gerak dan fungsi
sangat erat kaitannya dengan mekanisme gerak yang terjadi pada sendi bahu baik
secara osteokinematika. Nyeri bahu yang terjadi dapat disebabkan oleh karena
capsulitis adhesive.
Masalah-masalah yang sering dijumpai pada kasus nyeri bahu yaitu nyeri di
daerah bahu, adanya keterbatasan lingkup gerak terutama saat melakukan aktivitas
sehari-hari, misalkan tidak bisa menyisir rambut, tidak bisa mengonde rambut,
kesulitan dalam berpakaian dan semua gerak yang melibatkan sendi bahu sehingga
penderita ketakutan menggerakkan sendi bahu.
Pada kondisi nyeri bahu fisioterapis mempunyai peranan penting untuk
mengurangi nyeri dan mencegah kekakuan dan mengembalikan aktivitas fungsional
bagi penderita. Untuk mengatasi masalah nyeri bahu pada kasus ini penulis
menggunakan modalitas fisioterapi Ultra Sound (US) dan terapi manipulasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data diatas rumusan masalahnya adalah (1) Apakah dengan US
dapat mengurangi nyeri pada bahu? (2) Apakah dengan terapi manipulasi dapat
mengurangi kekakuan dan meningkatkan LGS sendi bahu ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan dari permasalahan-permasalahan yang, timbul, maka tujuan
penulisan ini adalah (1) Untuk mengetahui seberapa besar manfaat US didalam
mengurangi nyeri, (2) Untuk mengetahui manfaat terapi manipulasi dalam
mengurangi kekakuan dan meningkatkan LGS bahu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Definisi
Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama sekali tidak
menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada rontgen, tetapi
menunjukkan adanya pembatasan gerak.(Suharto,2006).
2. Anatomi Fungsional sendi
Shoulder merupakan sendi yang kompleks pada tubuh manusia. Di bentuk oleh
tulang-tulang, yaitu tulang clav icula, scapula, sternum, dan humerus. Daerah persendian
bahu mencakup 4 sendi, yaitu sendi glenohumeral, acromioclaviculare, sternoclaviculare,
dan scapulothoracic.
a. Sendi glenohumeral
Dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas glenoidalis scapula yang
berbentuk ball and socket joint dan mempunyai kebebasan gerak yang lurus. Dimana
cavitas glenoidalis dikuatkan oleh fibrocartilaginous yang menyatu di ligament
glenohumerale dan tendon m.biceps caput langum.
Sendi ini diperkuat oleh kapsul sendi yang dibagian depan diperkuat oleh
ligament glenohumeral (superior,middle, dan inferior) yang biasanya ada lipatan-lipatan
kapsul sendi. Dibagian atas diperkuat oleh ligament coracohumerale bersama acromion
yang mencegah dislokasi ke proximal.(Basmajian & Bazout,1969).

b. Sendi Acromioclaviculare
Merupakan jenis sendi synovial menghubungkan antara tulang clavicula dengan
acromion. Sendi ini diperkuat oleh fibrosus capsule tertutup oleh ligamentum
acromioclaviculare superior dan inferior, conoid dan trapezoid.
c. Sendi Sterno Cavicular
Merupakan sendi synovial yang merupakan hubungan antara manibrium sterni
dengan bagian medial clavicula. Dilengkapi dengan discus articularis. Sendi ini juga
diperkuat oleh ligamen costoclavicular yang berfungsi untuk mengontrol gerak sliding
clavicula terhadap manibrium sterni ketika terjadi gerak shoulder. Gerakan antero
posterior terjadi diantara manibrium dengamn discus, sedang antara discus dengan
clavicula pada gerakan elevasi dan depresi scapula.
d. Sendi Scapulothoracic
Selain bersendi pada acromioclavicular dan sternoclavicular, scapula jugta
bersendi dengan thorax. Gerakan sendi ini terkait dengan gerak protaksi, retraksi, elevasi,
dan depresi

serta rotasi. Sliding terjadi diantara m. Serattus anterior dengan m.

Subscapularis. Gerakan flexi dan abduksi 120 terletak pada glenohumeral, sedangkan
flexi dan abduksi 60 terjadi pada sedi scapulohumeral.
3. Innervasi
Sedangkan sendi bahu dipersarafi oleh plexus brachialis, plexus brachialis
merupakan anyaman serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian
melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh bagian lengan atas dan bawah.

Plexus brachialis dimulai dari rami ventral saraf spinal, dimana rami bergabung
membentuk 3 truncus, yaitu trunkus superior (C5-C6), trunkus inferior (C7), trunkus
medialis(C8-T1). (Chusid,1993).
4. Vaskularisasi
Peredaran darah arteri yang memelihara sendi bahu adalah arteri axillaris yang
merupakan lanjutan dari arteri subslavia lalu bercabang-cabang, antara lain

: arteri

subscapularis, dan arteri brachialis. Sedangkan pembuluh darah vena pada sendi bahu
anatara lain vena axillaris yang bercabang-cabang menjadi vena cephalica, vena
brachilica.(Parjono,1973).
5. Biomekanik
Range of movement dari shoulder sangat kompleks, yaitu pada bidang sagital
(gerak flexi) 180, sedangkan gerak extensi mencapai 60. Pada bidang frontal, gerak
abduksi mencapai 180, sedangkan gerak adduksi mencapai 45. Untuk gerak rotasi
bervariasi, apabila shoulder dalam keadaan flexi 90, maka total external & internal rotasi
adalah 150.(Mudatsir,2002).

B. Patologi
1. Etiologi
Istilah kapsulitis adhesiva hanya digunakan untuk penyakit yang sudah diketahui
dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progesif pada bahu yang biasanya
berlangsung sekitar 18 bulan. Proses ini sering berawal sebagai tendinitis kronis, tetapi
perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan kapsul yang
mendasari. Sementara peradangan berkurang, jaringan berkontraksi, kapsul dapat

menempel pada caput humerus. Penyebabnya tidak diketahui. Diduga penyakit ini
merupakan respon terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebabnya
biasanya idiopatik, keadaan yang serupa terlibat setelah hemiplegia atau infark jantung.
(Apley,1995).
2. Patofisiologi
Imobilisasi yang lama karena adanya nyeri pada sendi shoulder menyebabkan
statis pembuluh vena

dan menimbulkan reaksi timbunan protein, akhirnya terjadi

fibrosus pada sendi glenohumeral. Fibrosus mengakibatkan adhesi antar lapisan didalam
sendi, sehingga terjadi perlengketan kapsul sendi dan terjadilah keterbatasan gerak pada
sendi bahu. Frozen shoulder sendiri kondisi dimana terjadi keterbatasan pada sendi
glenohumeral yang didahului oleh adanya nyeri. Sedangkan nyeri tersebut dapat
dikarenkan oleh tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur atau kelainan dari
ekstra clavicular, yaitu angina. Akibat dari frozen shoulder adalah adanya nyeri kesemua
gerakan, terutama gerak exorotasi, abduksi, dan endorotasi. Jika exorotasi lebih terbatas
dari gerak abduksi, dan endorotasi maka membentuk pola kapsuler.(Suharto,2006).
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva adalah :
a. Nyeri
Pasien berumur antara 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, sering kali
ringan, diikuti rasa sakit pada bahu dan lengan. Nyeri berangsur-angsur bertambah berat
dan pasien sering tidak bisa tidur pada posisi yang terkena, setelah beberapa bulan nyeri
mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut terus selama

6-12 bulan. Setelah itu beberapa bulan kemudian nyeri mulai berkurang, tetapi kekakuan
semakin menjadi. Setelah berapa bulan kemudian pasien dapat bergerak, tetapi tidak
normal.(Appley,1993).
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering
dijumpai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kesulitan
penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan
gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saaqt gerakan mengangkat lengan
yang sakit, yaitu saat flexi dan abduksi sendi bahu diatas 90 atau di sebut dengan
shrugging mechanism. Juga dapay dijumpai adanya atrofi otot gelang bahu.(Heru,2004).
b. Keterbatasan LGS
Frozen sholder karena capsulitis adhesiva ditandai dengan adanya keterbatasan
lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakanyang nyata, baik gerakan yang
aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu terjadi pada semua
gerakan sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang spesifik, yaitu pola kapsuler.
Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan
lebih terbatas dari gerak adduksi.(Heru,2004).
c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan kompensasi dengan
shrugging mechanism.(Heru,2004).
d. Gangguan Aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yanmg ditemukan pada penderita
frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS,

penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara langsung akan mempengaruhi aktifitas
fungsional yang dijalani. (Heru,2004).
4. Komplikasi
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat
mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama maka akan timbul
problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan saendi bahu, (2) Kecenderungan
terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu, (3) Potensial terjadinya deformitas pada
sendi bahu, (4) Atrofi otot-otot sekitar sendi bahu, (5) adanya gangguan aktifitas seharihari.
5. Prognosis
Apabila dilakukan tindakan sendiri mungkin secara tepat maka prognosis gerak
dan fungsi dari kasus frozen sholder adalah baik. Penderita sebaiknya diberitahu bahwa
akan dapat menggerakkan bahu kembali tanpa rasa nyeri tetapi memerlukan waktu
beberapa bulan.(Setiawan,1991).
6. Diagnosis banding
a. Tendinitis bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun
berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakian reaksi
terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam posisi
adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras
dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan fisik pada
penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan

pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan
pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan
berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum (Heru, 2004).
b. Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis, keluhan
utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi aktif), tetapi
sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang dirasakan adalah pada
lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di tuberositas deltoidea humeri.
Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub acromialis yang khas sekali, ini dapat
dibuktikan dengan penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti
nyeri rujukan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya Panfull arc sub acromialis 700-1200,
tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa nyeri (Heru, 2004).
c. Tendinitis Supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus humeri,
akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh kaput humeri (dengan
pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai alasnya, dan acromion serta ligamentum
coraco acromiale sebagai penutup bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling
bertumpang tindih dengan tendon dari otot bisep kaput longum. Adanya gesekan
berulang-ulang serta dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada
tendo otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus (Heru, 2004).

7.Problematika Fisioterapi
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah
sebagai berikut :
a. Impairment
Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesive permasalahan yang
ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan
penurunan kekuatan otot di sekitar bahu. (Sidharta, 1994)
b. Functional Limitation
Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen sholder adalah
keterbatasan gerak dan nyeri, karena itu dakam keseharian sering ditemukan keluhankeluhan seperti tidak bisa menyisir rambut, tidak bisa mandi dengan menggunakan
gayung dan aktifitas lainnya yang menggunakan tangan sehari-hari.

C. Rencana Teknologi Intervensi Fisioterapi


Ada beberapa modalitas fisioterpi yang dapat digunakan dalam kondisi frozen
sholder akibat capsulitis adhisiva. Pada penulisan proposal ini akan dibahas tentang
modalitas fisioterapi berupa US dan terapi maipulasi.
1. Untuk mengurangi nyeri dengan menggunakan Ultra sonografi (US).
a.Fisika Ultrasonic
Pemberian ultrasonic pada kasus ini berdasarkan akan adanya efek biologis
ultrasonic akibat pengaruh termal. Pengaruh termalnya mampu meningkatkan
temperature jaringan sampai kedalaman 5 cm bahkan lebih, peningkatan ekstensibilitas
jaringan kolagen, perubahan aliran darah dan pemberian efek sedative, kenaikan nilai

ambang rangsang. Sedangkan pengaruh nontermalnya adalah efek micro massage.


Adanya gerakan searah dengan rambatan. Hal ini dapat meningkatkan termibilitasa
jaringan dan meningkatkan proses metabolisme. (Sri Mardiman, 1998)
b.Efek Fisiologi dan Terapiutic
Gelombang ultrasonic mencapai jaringan sesuai dengan ukuran tranboser. Daya
tembus tergantung frekuensi. Pada frekuensi 1 MHz, intensitasnya sedalam 5 cm.
Pengaruhnya antara lain :
*.Panas dapat meningkatkan aktifitas sel, fasodilatasi yang melancarkan peredaran darah.
*.Mengurangi nyeri dengan gelombang pulsa rendah intensitasnya.
*.Dapat melancarkan perubahan klinis (Sri Mardiman, 1998)
b.Metode Terapi
Menurut Sri Mardiman, 1998 ada beberapa media yang dapat digunakan untuk
meneruskan gelombang yang beberapa jenis minyak atau krim. Cara penggunannya dapat
diberikan dengan cara :
1) Kontak Langsung
Dapat efektif bila permukaan tubuh yang diobati cukup rata, sehingga tranduser
kontak lanagsung dengan sempurna. Area yang diterapi diolesi oleh jell dan tranduser
digerakkan secara sirkuler atau tranversal. Letak tranduser harus tegak lurus. (Sri
Mardiman, 1998)
2) Kontak Tidak Langsung
Untuk area yang kecil dan hipersensitive dengan metode water bath, yaitu
dimasukkan dalam air bersamaan denfan tranducer, pada jarak 1-2,5 cm terhadap kulit.
Sedangkan metode water fountaindigunakan untuk area yang diterapi tidak boleh tercelup

air, serta metode langsung juga tidak sesuai. Penanganannnya yaitu tranducer di
masukkan dalam air, dan suatu reflector dipasangkan untuk memantulkan gelombang US
kearah permukaan air, bagian yang diterapi harus tegak lurus dengan permukaan air. Dan
metode yang lain adalah water bag,dengan cara kantong karet yang berisi air masak
ditaruh diatas area yang diterapi, tranduser ditempel dan bergerak diatas kantong. Jadi
gelombang akan melalui air dulu baru ke area yang diterapi. Metode ini untuk area yang
banyak tonjolan. (Sri Mardiman,1998)
c.Indikasi dan kontra indikasi
Ultrasonic di indikasikan untuk kontraktur, nyeri, spasme, penyembuhan jaringan,
kerobekan tendon. Sedankan kontra indikasi adalah neoplasma ,aplikasi yang dekat
organ seksual, jantung.
2. Untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan LGS dengan terapi manipulasi
Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang dilakukan dengan tiba-tiba,
hentakan dengan amplitude kecil dengan dilakukan kecepatan yang demikian rupa
sehingga pasien tidak bisa mencegah gerakan yang terjadi.
Joint play adalah istilah yang digunakan dalam terapi manipulasi untuk
menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi.
Gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun saat
terapi, dan kedua permukaan sendi yang saling mendekat.
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normalnya dan
tanpa ada nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play
movement dan dengan demikian dapat memperbaiki roll- gliding yang terjadi selama

gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri bila sendi telah mecapai LGS maksimal
tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal. (Heru,2004)
Sebelum melakukan mobilisasi sendi bahu maka harus dipahami pengertian
permukaan sendi concav dan convex sebagai dasar arthrokinematik. Pada sendi bahu,
permukaan caput humeri convex sementara cavitas glenoidalis bersifat concav, glidding
akan berlawanan dengan arah gerak tulang

(osteokinematik). Sedang sendi dengan

permukaan concave, arah glidding ( slidding) searah dengan tulang yang bergerak. Untuk
traksi sendi bahu arahnya ke lateral, ventral, cranial atau tegak lurus untuk permukaan
sendi pada posisi loose packed position . pelaksanaan traksi bisa ke segala arah
menurut daerah keterbatasan sendi (Heru,2004)
Sebelum melakukan terapi menggunakan teknik-teknik mobilisasi manual, ada
aturan-aturan yang harus diketahui terlebih dahulu, atau yang disebut dengan treatmen
rules, yaitu :
a.Posisi pasien
Posisikan pasien enak/nyaman sehingga otot-ototnya rileks. Sendi diposisikan
pada resting position (MLPP). Tulang pembentuk sendi bagian proksimal difiksasi.
b.Posisi terapi
Terapis harus menggunakan prinsip-prinsip ergonomis dan berdiri atau
memposisikan diri sedekat mungkin dengan pasien. Kedua tungkai melebar agar stabil,
apabila memungkinkan gunakan pengaruh gravitasi atau berat tubuh mendorong atau
menarik.
c.Fiksasi

Untuk memfiksasi bagian tubuh tertentu dapat menggunakan tangan terapis, serta
dengan dengan bantuan orang lain. Fiksasi dilakukan sedekat mungkin dengan ruang
sendi tanpa menimbulkan nyeri.
d.Tangan terapis
Tangan terapis yang bergerak memegang bagian tubuh sedekat mungkin dengan
tulang sendi. Untuk menghindari nyeri kadang-kadang perlu merubah pegangan.
e. Arah gerakan
Arah translasi selalu tegak lurus atau sejajar dengan bidang terapi. Untuk traksi
sendi bahu yaitu kearah latero ventro cranial. Karena sendi bahu terdiri dari sendi caput
humerus berbentuk cembung bergerak pada glenoidolus yang berbentuk cekung, maka
searah dengan gerakan yang akan diperbaiki, yaitu lateral cranial untuk memperbaiki
gerakan abduksi, ventral medial untuk gerakan exorotasi, dan caudal lateral untuk
memperbaiki gerakan endorotasi.
3.Edukasi
Pada kondisi Frozen Shoulder maka edukasi yang didapat diberikan antara lain :
1) Mengurangi aktifitas mengangkat lengan terlalu sering 2) Dengan memberi anjuran
latihan Fingger Leader yaitu merayapkan jari ke dinding dari bawah ke atas sebatas
toleransi nyeri.

BAB III
PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

I.

II.

KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama

: Tn. SH

Umur

: 52 th

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pensiunan Guru

Alamat

: Plemahan, Kediri

No. Register

: 104691

DATA MEDIS RUMAH SAKIT


a. Diagnosa Medis
Frozen Shoulder
b. Catatan Klinis
c. Terapi Umum (General Treatment)
Medika mentosa
Rehab medik : Fisioterapi
d. Rujukan Fisioterapi dari Dokter
Mohon tindakan fisioteraphi pada Tn. SH dengan kasusu Frozen Shoulder.

II.

SEGI FISIOTERAPI
Tanggal : 15 April 2008
a. Anamnesis (Auto Anamnesis)
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh bahu kiri tidak bisa digerakkan sampai maksimal, karena
adanya nyeri.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sakit ini sudah 1 bulan yang lalu, tetapi tidak dihiraukan.
Kekakuan pada bahu kiri semakin bertambah setiap hari, akhirnya
diperiksakan ke Rumah Sakit Pelem Pare dan dirujuk ke Fisioterapi mulai
tanggal 8 April 2008. Pasien menjalani teraphi satu minggu dua kali sampai
sekarang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulunya pasien belum pernah sakit seperti ini, bahu kiri pasien tidak
pernah mengalami trauma berat.
4. Riwayat Penyakit Penyerta
Pasien tidak mempunyai DM, hipertensi, ataupun kelainan jantung.
5. Riwayat Pribadi (Keterangan Umum Penderita)
Pasien adalah seorang pensiunan guru, sehari-hari melakukan aktifitas
sebagai seorang kepala keluarga. Untuk aktifitas yang melibatkan bahu kiri
pasien sering mengalami kesulitan.
6. Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
dengan pasien.

7. Anamnesis Sistem
(a) Kepala dan leher
Tidak ada keluhan pusing.
(b) Kardiovaskuler
Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar.
(c) Respirasi
Tidak ada keluhan sesak nafas.
(d) Gastrointestinal
BAK tiap hari, tidak ada keluhan.
(e) Urogenital
BAB tiap hari, tidak ada keluhan.
(f) Musculoskeletal
Adanya spasme di sekitar sendi bahu kiri.
(g) Nervorum
Tidak ada rasa kesemutan atau rasa tebal pada sendi bahu atau lengan
kiri. Adanya rasa nyeri pada bahu kiri bila dipaksa menggerakkan
sampai maksimal.
b. Pemeriksaan
1. Pemeriksan Fisik
1.1 Tanda-Tanda Vital

a) Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

b) Denyut nadi

: 86/menit.

c) Pernafasan

: 18/menit.

d) Temperatur

: tidak lakukan.

e) Tinggi badan

: 167 cm.

f) Berat badan

: 70 kg.

1.2 Inspeksi
Dinamis : * Saat jalan bahu pasien tidak simetris, bahu kiri terlihat agak
drop.
* Wajah pasien waktu jalan biasa, tidak ada ekspresi wajah yang
mencerminkan menahan sakit.
Statis

: * Keadaan umum pasien baik.


* Warna kulit bahu kiri tidak kemerah-merahan.
* Waktu berdiri bahu kiri pasien agak sedikit drop dibandingkan
bahu kanan.

1.3 Palpasi
*Suhu bahu kanan dan kiri tidak jauh berbeda.
*Tidak ada oedema pada bahu kiri (pitting oedema = -).
*Tidak ada nyeri tekan pada bagian depan dan belakang sendi bahu.
1.4 Perkusi
Tidak dilakukan.
1.5 Auskultasi
Tidak dilakukan.

1.6 Gerak Dasar


(a) Gerak aktif
Pasien mampu menggerakkan sendi bahu kiri kesemua arah gerakan,
tetapi tidak Full ROM karena ada nyeri terutama gerakan exorotasi,
abduksi, endorotasi.
(b) Gerak pasif
Pasien mampu untuk gerak pasif sendi bahu kiri kesemua arah gerakan,
tidak Full ROM karena adanya nyeri terutama gerakan exorotasi,
abduksi, endorotasi. LGS gerak pasif lebih luas dibandingkan gerak
aktif.
(c) Gerak isometrik melawan tahanan
Untuk gerak isometrik, tahanan masih mampu dilakukan tapi ada nyeri.
1.7 Kognitif, Intra Personal dan Interpersonal
Kognitif

: Memori pasien baik, mampu menceritakan perjalan


penyakit, mampu mengorientasikan tempat dan waktu.

Intrapersonal : Pasien mempunyai keinginan untuk sembuh cukup tinggi.


Interpersonal : Hubungan pasien dengan fisioterapis dan pasien lain direhab
medik cukup baik.

1.8 Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktifitas


(a) Kemampuan fungsional dasar
Untuk gerakan pada sendi bahu kiri pasien mampu melakukan sendiri,
tetapi masih ada gangguan karena ada nyeri.
(b) Aktifitas fungsional
Aktifitas fungsional pasien mengalami gangguan bila melibatkan sendi
bahu kiri. Misalnya tidak bisa meletakkan barang di atas.
(c) Lingkungan aktifitas
Lingkungan aktifitas pasien di rumah sebagai pensiunan guru, banyak
istirahat. Pasien jarang melakukan aktifitas berat, sehari-harinya
menjalani aktifitas di rumah. Pasien sering mengalami gangguan bila
melibatkan lengan kiri.
2. Pemeriksaan Spesifik (FT A/FT B/ FT C/FT D/FT E)
(a) LGS goniometer
Bahu kiri dikakukan aktif
S

: 35.0.160

: 90.0.35

R (F0) : 35.0.35
Bahu kiri dilakukan pasif
S

: 40.0.160

: 90.0.40

R(F0) : 40.0.40
(b) VAS (Visual Analogue Scale)
Untuk mengukur tingkat nyeri pasien.
Nyeri diam

: 0.

10

Nyeri tekan : 0.

10

(Anterior sendi shoulder)


Nyeri gerak : 0.

10

(Gerak pasif abduksi)


(c) Drop Arm Test (+)
(d) Supraspinatus Test (-)
c. Diagnosa Fisioterapi
Impairment : Adanya nyeri pada bahu kiri, spasme otot disekitar sendi bahu kiri
dan adanya penurunan LGS sendi bahu kiri.
Fungtional limitation : Adanya gangguan aktifitas sehari-hari, terutama yang
melibatkan bahu kiri.
Handicap : Adanya gangguan didalam lingkungan pasien, misalnya pasien
terganggu dalam kerja bakti di lingkungan.
d. Program/Rencana Fisioterapi
1. Tujuan
(a) Jangka Pendek

: a. Mengurangi nyeri
b. Menurunkan spasme
c. Meningkatkan LGS sendi bahu kiri

(b) Jangka Panjang : Mengembalikan aktifitas sehari-hari pasien secara


mandiri, tanpa gangguan.
2. Tindakan Fisioterapi
1.1 Teknologi Fisioterapi

(a) Teknologi alternatif


Terapi Manipulasi, Terapi latihan, TENS, USD, IR, MWD, SWD,
Edukasi.
(b) Teknologi yang digunakan

USD

: Untuk mengurangi nyeri dan menurunkan spasme otot.

TM

: Untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan LGS sendi

bahu.
Stretching dan gliding (slide) untuk gerakan kearah exorotasi,
abduksi, dan endeorotasi.
1.2 Edukasi
* Bila nyeri bisa dikompres air hangat.
* Mengurangi aktifitas mengangkat lengan terlalu sering *
Dengan memberi anjuran latihan Fingger Leader yaitu merayapkan
jari ke dinding dari bawah ke atas sebatas toleransi.
3. Rencana Evaluasi
(a) LGS
(b) VAS
(c) Drop Arm test

e. Prognosis
Quo ad Vitam

: baik.

Quo ad Sanam

: baik.

Quo ad Fungsionam : baik.


Quo ad Cosmeticam : baik.
f. Pelaksanaan Fisioterapi
*USD
Persiapan alat : Pastikan kabel kontak, time dan intensitas dalam keadaan nol.
Persiapan pasien : Pasien tidur terlentang, bersihkan area yang akan diterapi,
anterior, posterior, dan superior bahu.
Pelaksanaan

: Menggunakan metode kontak langsung, dengan transducer


besar(1Mhz) dan dikasih jell terlebih dahulu. Waktu @ 5
menit, intensitas sesuai dengan toleransi pasien.

*Terapi Manipulasi
1. Traksi.
Posisi pasien : Tidur terlentang keadaan rileks.
Posisi terapis : Berada disamping sisi yang sakit, kiri pasien.
Pelaksanaan : Kedua tangan terapis memegang humerus sedekat mungkin
dengan sendi, kemudian melakukan traksi kearah latero-ventro- cranial.
Lengan bawah pasien rileks disangga lengan bawah terapis. Lengan bawah
terapis yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi ini dilakukan 4 6
pengulangan.
2.Slide.

*Untuk memperbaiki gerakan abduksi.


Posisi pasien : Tidur terlentang keadaan rileks.
Posisi terapis : Berada disisi yang sakit, samping kiri pasien.
Pelaksanaan : kedua tangan terapis memegang bahu pasien, sedekat mungkin
dengan sendi, kemudian melakukan slide kearah latero
cranial. Gerakan ini dilakukan 4 6 pengulangan.
*Untuk memperbaiki gerakan eksorotasi
Posisi pasien : Tidur tengkurap keadaan pasien rileks, sendi bahu kiri diganjal
dengan handuk atau kain.
Posisi terapis : Disamping sisi yang sakit, samping kiri pasien.
Pelaksanaan : Tangan kiri terapis memegang bahu pasien sedekat mungkin
dengan sendi, tangan satunya memfiksasi discapula kiri pasien,
kemudian melakukan slide kearah ventro medial. Gerakan ini
dilakukan 4 6 pengulangan.
*Untuk memperbaiki gerakan endorotasi
Posisi pasien : Tidur terlentang keadaan pasien rileks, sendi bahu kiri diganjal
handuk atau kain.
Posisi terapis : Disamping sisi yang sakit, samping kiri pasien.
Pelaksanaan : Tangan kanan terapis memegang bahu pasien sedeket mungkin
dengan sendi, tangan memfiksasi dimedial bahu kiri pasien,
kemudian melakukan slide kearah caudal lateral. Gerakan ini
dilakukan 4 6 kali pengulangan.

g. Evaluasi
(a) LGS dengan goniometer (bahu kiri)
Aktif

Pasif

T1
: 35.0.160

T2
: 35.0.165

T3
: 40.0.165

: 90.0.35

: 100.0.35

: 100.0.40

R (Fo) : 35.0.35
T1
S
: 40.0.160

R (Fo) : 35.0.35
T2
S
: 55.0.115

R (Fo) : 40.0.40
T3
S
: 55.0.115

: 100.0.40

R (Fo) : 40.0.40

: 105.0.40

R (Fo) : 45.0.40

: 115.0.45

R (Fo) : 45.0.45

(b) VAS
Nyeri diam : 0
Nyeri tekan : 0
Nyeri gerak : 4
(c) Drop Arm Test (+)
Nb : Evaluasi dilakukan setelah 3 x terapi. (21 April 2008)
h. Hasil Terapi Akhir
*Adanya peningkatan LGS pada sendi bahu terutama untuk gerak exorotasi,
abduksi, dan endorotasi.
*Adanya pengurangan nyeri pada sendi bahu kiri.

i. Catatan Pembimbing Praktek

,
Pembimbing praktek

Anda mungkin juga menyukai