Surga nyata bawah laut merupakan julukan yang diberikan kepada kawasan
Taman Nasional Wakatobi. Berada di pusat segitiga karang dunia (The heart of coral
triangle centre), Wakatobi memiliki kekayaan sumberdaya laut yang melimpah dan
eksotik. Air laut yang sangat jernih, terumbukarang yang mempesona dan dihuni oleh
beragam hewan laut seperti ikan paus, ikan duyung, ikan lumba-lumba, ikan napoleon
dan berbagai jenis ikan hias lainnya serta berbagai jenis tumbuhan lautnya layaknya
sebuah taman di lautan. Selain itu, pantainya yang elok dengan dihiasi pasir putih
membentang menyempurnakan keindahan kepulauan wakatobi. Kecantikan Wakatobi
inilah yang selalu memberi kesan tak terlupakan bagi siapa saja yang pernah
mengunjunginya. Dan sudah banyak yang mengakui bahwa Taman Nasional Wakatobi
merupakan taman laut terindah dan terumbu karang terbaik di dunia.
I. Sejarah Taman Nasional Wakatobi
Kepulauan Wakatobi terletak di
pertemuan Laut Banda dan Laut
Flores.
Wakatobi
merupakan
kependekan dari nama empat pulau
besar yang ada di kawasan tersebut,
yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau
Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau
Binongko. Luas masing-masing pulau
adalah Pulau Wangi-wangi (156,5
km2), Pulau Kaledupa (64,8 km2),
Pulau Tomia (52,4 km2), dan Pulau
Binongko (98,7 km2). Semula gugusan
pulau ini dikenal dengan nama
Gambar : Keindahan bawah laut Wakatobi
Kepulauan Tukang Besi, karena sejak
(sumber : Hermawan Wong, 2007)
dahulu penduduk di kepulauan ini
dikenal sebagai pengrajin atau pandai
besi yang memasok kebutuhan rumah tangga dan alat-alat perang bagi kerajaan Buton dan
sekitarnya.
Kekayaan sumberdaya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan keunikannya
dengan panorama bawah laut yang menakjubkan menjadikan kepulauan Wakatobi dijuluki
surga bawah laut di antara pusat segitiga karang dunia (The heart of coral triangle centre) yaitu
wilayah yang memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati lainnya
(termasuk ikan) tertinggi di dunia, yang meliputi Philipina, Indonesia sampai kepulauan
Solomon. Kekayaan keanekaragaman hayati laut menjadikan Kepulauan Wakatobi ditunjuk
sebagai Taman Nasional Laut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No 393/KptsVI/1996 tanggal 30 Juli 1996 dan ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No
7651/Kpts/II/2002 tanggal 19 Agustus 2002 dengan luasan 1.390.000 Ha.
Tujuan penetapan taman nasional ini adalah terjaminnya sistem penyangga kehidupan
untuk pelestarian keanekaragaman hayati (bidoversity conservation) sebagai perwakilan
ekosistem wilayah ekologi perairan laut Banda-Flores (Banda Flores Marine Eco-region),
C o ra l tri-a n gle
W a k a to b i
Batas Kawasan
: Utara
Selatan
Barat
Timur
:
:
:
:
Laut Banda
Laut Flores
Pulau Buton
Laut Banda
Perjalanan dari Jakarta atau Surabaya menuju Kepulauan Wakatobi juga bisa menggunakan
kapal laut PELNI yang singgah di Kota Bau-Bau dengan intensitas 3 atau 4 kali seminggu.
Saat ini sudah dikembangkan jalur penerbangan udara dengan menggunakan Merpati Airlines
dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan) ke Bau-Bau PP seminggu 3 kali (selasa,
jumat dan minggu). Dari kota Bau-Bau dapat dilanjutkan dengan kapal kayu ke Wanci.
lunak dengan pertumbuhan yang sangat khas serta kaya akan warna dari putih, ungu sampai
merah jingga dan menambah kesan yang sangat menarik. Gorgonian dan anemon menambah
kekayaan bentuk serta warna. Gorgonian banyak tumbuh dan mendominasi pada kedalaman
lebih dari 30 meter dan makin ke dalam densitas pertumbuhannya semakin tinggi, hal tersebut
sangat bagus sebagai lokasi wisata (diving).
Gambar : Terumbukarang di
sekitar Pulau Hoga
Gambar : terumbukarang di
perairan dangkal.
Sumber : Sofi Sugiarto (2007)
Keanekaragaman jenis ikan di Taman Nasional Kepulauan Wakatobi cukup tinggi, saat
ini lebih dari 500 jenis ikan yang telah teridentifikasi terdapat di Taman Nasional Wakatobi dan
masih banyak yang belum diidentifikasi. Umumnya berukuran kecil dengan karakteristik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal dengan ikan hias. Kelompok ini umumnya
ditemukan melimpah baik dalam jumlah individu maupun jenisnya serta cenderung bersifat
teritorial. Banyak jenis ikan indikator dan ikan target bernilai ekonomis penting juga beberapa
jenis ikan komersial yang selalu diburu seperti ikan napoleon (Cheillinus undulatus), ikan
kerapu (Serranedae), ikan kakap (Lutjanidae), ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan baronang
(Siganidae), ikan bibir tebal (Haemulidae), dll (LIPI, 2006). Tingginya keanekaragaman ikan di
Kepulauan Wakatobi terutama ikan-ikan karang menunjukkan bahwa keadaan karang di
Wakatobi masih baik, beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak ditemukan tempattempat pemijahan ikan (breeding site) di daerah terumbu karang.
Zona
Zona
Zona
Zona
Zona
Zona
Inti
Perlindungan Bahari
Pariwisata
Pemanfaatan Lokal
Pemanfaatan Umum
Khusus/Daratan
:
:
:
:
:
:
1.300
36.450
6.180
804.000
495.700
46.370
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
atas pesisir laut dengan memanfaatkan batu karang. Masyarakat Wakatobi hampir 100 %
memeluk agama Islam.
Masyarakat asli Wakatobi terdiri dari 9 masyarakat adat/lokal, yaitu masyarakat
adat/lokal wanci, masyarakat adat/lokal mandati, masyarakat adat/lokal Liya, dan masyarakat
adat kapota yang terdapat di Pulau Wangi-wangi dan Kapota, seelanjunya masyarakat
adat/lokal kaledupa yang terldapat di P. Kaledupa, masyarakat adat/lokal Waha, masyarakat
adat/lokal Tongano dan masyarakat adat Timu yang terdapat di P. Tomia, selanjutnya
masyarakat adat/lokal mbeda-beda di P. Binongko, Selain itu terdapat dua masyarakat
adat/lokal yang merupakan pendatang yaitu maasyarakat bajau dan masyarakat adat cia-cia
yang berasal dari etnis Buton. Setiap masyarakat adat/lokal tersebut memiliki bahasa yang khas
untuk adat/lokalnya masing-masing, tetapi walaupn bahasa yang digunakan berbeda-beda
tetapi dianatara mereka tetap bisa saling memahami kalau terjadi komunikasi
Meskipun begitu secara keseluruhan kehidupan masyarakat Wakatobi tidak dapat
dipisahkan dari laut. Kedekatan dengan laut inilah yang membentuk tradisi kehidupan sebagai
masyarakat kepulauan dan pesisir sehingga budaya masyarakat yang dimiliki lebih bersifat
budaya pesisir (marine antropologis). Ketergantungan masyarakat yang tinggi terhadap
sumberdaya laut mendorong mereka untuk melakukan pengelolaan secara tradisional agar
terjaga keberlanjutannya salah satunya di sekitar Pulau Hoga yang mensepakati sebuah
daerah dilarang untuk areal penangkapan yaitu di sebelah barat Pulau Hoga (luas 500 x 300 m)
yang sering disebut dengan tubba dikatutuang (Tubba = habitat, tempat hidup, karang ;
dikatutuang = disayangi, dipelihara, dirawat; Bahasa Bajo) karena daerah tersebut menjadi
wilayah pemijahan ikan.
Masyarakat Kepulauan Wakatobi juga kaya dengan kesenian tradisionalnya yang
menunjukkan masih berlakunya tradisi lokal yang ada di masyarakat. Berbagai macam tarian
yang masih sering disaksikan seperti tarian lariangi, tarian balumpa, tarian kenta-kenta, dll.
Sementara itu aktifitas masyarakat sebagai tukang besi juga masih banyak yang melakukannya
sementara ibu-ibu membuat kain tenun khas Wakatobi.
Sementara itu aktifitas ekonominya juga menggeliat seiring dengan terbentuknya
Kabupaten Wakatobi dan semakin terkenalnya potensi keanekaragaman hayati TN Wakatobi di
tingkat nasional maupun internasional. Di kota Wanci, ibukota Kabupaten Wakatobi telah
beroperasi lembaga perbankan (BRI dan BPD Sulawesi Tenggara) dan rencananya akhir tahun
2008 akan dioperasikan lapangan terbang.
Gambar perkampungan
nelayan wakatobi
No
I
PULAU
Obyek Wisata Bahari
1. Pulau Wangi-Wangi
2. Pulau Kaledupa
WILAYAH
DESKRIPSI
1. Karang kapota
2. Pantai Sousu
3. Pantai Patuno
(Mata Air Seratus)
1. Pulau Hoga
2. Pulau Sombano
10
2. Pulau Tomia
1.
Pulau Tolandona
(Onemobaa)
2. Pantai Letimu
3. Pulau Binongko
3. Pantai Huntete
1. Pantai
mbara
Mbara-
3. Pantai Palahidu
4. Pantai Haso
11
Sementara itu daratan kepulauan Wakatobi juga menyimpan berbagai potensi wisata
baik wisata sejarah maupun wisata alam. Adapun beberapa bentuk wisata alam yang dapat
ditemui seperti danau Ilarantauge, beberapa sumber mata air seperti lia labiru, topa lambuku,
topa raja dan beberapa goa yang menghasilkan sumber mata air. Sementara untuk wisata
sejarah terdapat benteng liya yang berumur 1080 tahun, masjid tua kaleda, dan benteng waitu
yang merupakan bekas benteng pertahanan.
12