Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena melalui rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan
Keperawatan Gerontik pada Pasien dengan Benign Hiperplasia Prostat yang
dibuat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
Dalam penulisan makalah ini, kami tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari segala pihak oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada
ibu Ethyca Sari Laua S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada staf dan karyawan
di Akademi Keperawatan William Booth Surabaya. Para staf perpustakaan yang
secara tidak langsung telah membantu kami dalam penyediaan sarana yang kami
butuhkan.
Akhirnya, kami mengharapkan kritik dan saran pada makalah ini. Hal itu
tentunya sangat berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat.

Surabaya , 09 September
2015

Penyusun

Daftar Isi
Halaman judul....................................................................................................i
Kata pengantar...................................................................................................1
Daftar isi.............................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan
1.1

Latar belakang........................................................................................3

1.2

Rumusan masalah...................................................................................4

1.3

Tujuan.....................................................................................................4

Bab 2 Tinjauan Teori


2.1 Pengertian BPH.....................5
2.2 Penyebab BPH...................5
2.3 Patofisiologi dan WOC BPH.................6
2.4 Derajat BPH.......................8
2.5 Tanda dan gejala BPH............8
2.6 Pemeriksaan diagnostik BPH.............9
2.7 Penatalaksanaan BPH............9
2.8 Komplikasi BPH..........10
2.9 Asuhan keperawatan secara teori.........11
Bab 3 Tinjauan Kasus
3.1 Pengkajian.........31
3.2 Diagnosa keperawatan......35
3.3 Rencana asuhan keperawatan...37
3.4 Tindakan keperawatan..42
3.5 Evaluasi.........46
Bab 4 Penutup
4.1 Kesimpulan....47
Daftar pustaka......................................................................................................48

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah

pembesaran jinak

kelenjar

prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen


prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan

uretra

pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 1994 : 193). Beberapa peneliti berteori bahwa rasio estrogen-androgen


yang lebih tinggi yang terjadi seiring usia (penurunan kadar testosteron serum dan
peningkatan kadar estrogen serum) merangsang pembesaran prostat. ( Jaime L.
Stocklager, 2007 : 206)
Angka kejadian di Indonesia, bervariasi 24-30% dari kasus urologi yang
dirawat dari beberapa rumah sakit. Tahun 1994-1997, jumlah penderita BPH di
RS Cipto Mangunkusumo sebanyak 462. Hasan Sadikin Bandung tahun 19761985 sebanyak 1.185 kasus, 1993-2002 sebanyak 1.038 kasus. Di RS Dr. soetomo
Surabaya terdapat 1.948 kasus BPH pada periode tahun 1993-2002 dari RS
Sumber Waras sebanyak 602 kasus pada tahun 1993-2002. (Rahardjo, 2013).
Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor
akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari
dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas. (Mansjoer Arif, 2000 : 165)
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH antara lain
mengobservasi, melakukan pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan
3

kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien. Medikamentosa diindikasikan


pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit.
Obat yang digunakan

berasal

dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi,

Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan


androgen. Pembedahan dapat

dilakukan

dengan:

supresor

TURP, Retropubic Atau

Extravesical Prostatectomy, Perianal Prostatectomy, Suprapubic Atau Tranvesical


Prostatectomy. Alternatif

lain

(misalnya:

Kriyoterapi,

Hipertermia,

Termoterapi, Terapi Ultrasonik.


1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana karakteristik pada pasien dengan BPH?
1.2.2 Diagnosa keperawatan apa saja yang ditemukan pada pasien dengan BPH?
1.2.3 Intervensi apa saja yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui karakteristik pada pasien dengan BPH
1.3.2 Mengetahui diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan
1.3.3

BPH
Mengetahui intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan BPH

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan

uretra

pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 1994 : 193).


BPH adalah pembesaran

progresif

dari kelenjar prostat ( secara

umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan

aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 :

671 ).
2.2 Penyebab
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Beberapa peneliti berteori bahwa rasio estrogen-androgen yang lebih
tinggi yang terjadi seiring usia (penurunan kadar testosteron serum dan
peningkatan kadar estrogen serum) merangsang pembesaran prostat. ( Jaime L.
Stocklager, 2007 : 206)
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3) Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast

growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma


dan epitel.
4) Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan


epitel dari kelenjar prostat.
5) Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan

proliferasi sel transit ( Roger

Kirby, 1994 : 38 ).
2.3 Patofisiologi dan WOC
Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis
yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor
akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari
dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas. (Mansjoer Arif, 2000 : 165)

WOC BPH
Usia
lanjut
6

Produksi hormon estrogen


dan progesteron meningkat

Estrogen
meningkat

Testosterone
menurun
Mempengaruhi
RNA dalam inti

Proliferasi sel-sel
prostat

Penyempitan
lumen uretra

Hyperplasi sel stoma


pada jaringan

BPH

Kurang informasi
tentang penyakitnya

Tekanan intravesikel
meningkat

MK: Kurang
pengetahuan

Otot detrusor hipertrofi


(fase kompensasi)

MK: cemas

Dekompensasi otot
detrusor
Penurunan daya tahan tubuh

MK: Resti infeksi

MK: resti
perdarahan

pembedahan
Ancaman
perubahan
status
kesehatan

Insisi prostatektomi
Terputusnya
kontinuitas jaringan

Pelepasan mediator
kimiawi nyeri

Resiko
impotensi
Sindrom
TURP

MK: perubahan
disfungsi
seksual

MK: nyeri

2.4 Derajat BPH

Benign Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan


klinisnya :
1.

Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 2 cm, sisa


urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2.

Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 100 cc dan beratnya + 20
40 gram.

3.

Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba,
sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 4 cm, dan beratnya 40 gram.

4.

Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

2.5 Tanda dan gejala


Menurut Jaime L. Stocklager, 2007 tanda dan gejala pada BPH dibagi menjadi
dua stadium yaitu stadium awal, stadium lanjut.
1) Stadium awal
a) penurunan kaliber dan kekuatan aliran urine
b) gangguan aliran urine
c) tidak mampu berkemih
d) kesulitan untuk mulai berkemih
e) mengejan
f) perasaan berkemih yang tidak tuntas
2) Stadium lanjut
a) Frekuensi berkemih disertai nokturia
b) Urine menetes sedikit-sedikit
c) Retensi urine
d) Inkontinensia
e) Hematuria
f) Terlihat massa pada garis tengah dibawah simfisis pubis
g) Distensi kandung kemih saat dipalpasi
h) Pembesaran prostat pada pemeriksaan rektum digital
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Jaime L. Stocklager, 2007 terdapat beberapa pemeriksaan diagnostik
yang dapat digunakan untuk pemeriksaan yaitu:
a) Pemeriksaan digital

Secara rutin selama dilakukan selama pemeriksaan fisik lengkap, dapat


mendeteksi ketidakteraturan ukuran, bentuk, atau nyeri tekan pada
jaringan prostat.
b) Urografi ekskretori
Dapat menunjukkna obstruksi saluran kemih, hidronefrosis, batu ginjal
atau tumor, dan defek pengisian dan pengosongan pada kandung kemih.
c) Pemeriksaan darah
Menunjukkan peningkatan nitrogen urea darah dan kadar kreatinin serum,
yang menandakan kerusakan fungsi ginjal.
d) Urinalisis dan biakan urine
Menunjukkan hematuria, pruria, dan saat hitung bakteri melebihi
100.000/l, menunjukkan ISK.
e) Kadar prostat antigen-spesifik
Secara rutin diambil dari pria yang mengalami gejala-gejala pembesaran
prostat untuk menyingkirkan kanker prostat.
f) Sistouretroskopi
Adalah tindakan diagnostik definitif saat tanda dan gejala berat.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan pembesaran prostat, perubahan
dinding kandung kemih, batu ginjal, dan peninggian kandung kemih serta
dapat menentukan tindakan bedah terbaik.
2.7 Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1) Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 6 bulan kemudian setiap
tahun tergantung keadaan klien
2) Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
berat

tanpa

phitoterapi

disertai

penyulit. Obat

yang

digunakan

berasal

dari:

(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa

blocker dan golongan supresor androgen.


3) Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b) Klien dengan residual urin 100 ml.
c) Klien dengan penyulit.
9

d) Terapi medikamentosa tidak berhasil.


e) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
b) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c) Perianal Prostatectomy
d) Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4) Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi
Ultrasonik .
2.8 Komplikasi
Menurut Jaime L. Stocklager, 2007 terdapat beberapa komplikasi yang terjadi
akibat BPH antara lain:
a) retensi urine atau pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas,
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih (ISK) atau batu ginjal.


Trabekulasi dinding kandung kemih
Hipertrofi otot-otot destrusor
Divertikulum dan sakulus kandung kemih
Stenosis uretra
Hidronefrosis
Inkontinensia overflow
Gagal ginjal akut atau kronis
Diuresis pasca-obstruktif akut

2.9 Asuhan keperawatan secara teori


A) Pengkajian
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses keperawatan.
Menurut Doenges (1999) fokus pengkajian pasien dengan BPH adalah sebagai
berikut :
a. Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya gangguan sirkulasi; pada kasus
preoperasi dapat dijumpai adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan
oleh karena efek pembesaran ginjal. Penurunan tekanan darah; peningkatan nadi

10

sering dijumpai pada. kasus postoperasi BPH yang terjadi karena kekurangan
volume cairan.
b. Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas egonya karena
memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang dapat dilihat dari
tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
c. Eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami oleh pasien
dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai aliran urin, aliran
urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih,
nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi
karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya
obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan
mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang dengan
bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna
keruh, gelap dengan bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada
kemugkinan terjadinya konstipasi. Pada preoperasi BPH hal tersebut terjadi
karena protrusi prostat ke dalam rektum, sedangkan pada postoperasi BPH, karena
perubahan pola makan dan makanan.
d. Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi pada
postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan
berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran
baik cairan maupun nutrisinya.
e. Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan dasar yang
utama. Karena menghindari nyeri merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Pada pasien postoperasi biasanya ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul
tajam dan kuat, nyeri punggung bawah.
f. Keselamatan/ keamanan

11

Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor keselamatan tidak
luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat penting untuk menghindari
segala jenis tuntutan akibat kelalaian paramedik, tindakan yang perlu dilakukan
adalah kaji adanya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam
(pada preoperasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan juga
adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada saluran
perkemihannya.
g. Seksualitas
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang mengalami
masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya, takut
inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat
ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
h. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien preoperasi maupun postoperasi
BPH. Pada preoperasi perlu dikaji, antara lain urin analisa, kultur urin, urologi.,
urin, BUN/kreatinin, asam fosfat serum, SDP/sel darah putih. Sedangkan pada
postoperasinya perlu dikaji kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari
perdarahan. Dan kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.

B) Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1)

Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral tinggi karena kelemahan


detrusor (dekompensasi otot detrusor).

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera ( iritasi kandung kemih, spame,
sesuai dengan prosedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih).
3)

Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan lingkungan


terhadap patogen (pemasangan kateter).

4)

Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai


pengobatan.
Pasca Operasi

12

1)

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi


dengan diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi
secara kronis.

2)

Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi ( terputusnya kontinuitas


jaringan akibat pembedahan).

3)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler


(nyeri).

4)

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.

5)

Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan lingkungan


terhadap patogen (adanya media masuknya kuman akibat prosedur invasif).

C) Rencana Asuhan Keperawatan


Pre Operasi
Diagnosa I: Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral tinggi karena
kelemahan detrusor (dekompensasi otot detrusor).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengeluaran urine
lancar.
NOC: Inkontinensi urine
Kriteria Hasil:
1.

Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih.

2.

Kandung kemih kosong sempurna

3.

Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc.

4.

Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan.

Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Katerisasi urine
1. Pantau asupan dalam haluaran urine.
2. Pantau derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.
13

3. Instrusikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluran urine bila


diperlukan.
4. Rujuk pada spesialis kontinensia urine jika diperlukan.
Diagnosa II : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera ( iritasi kandung kemih,
spame, sesuai dengan prosedur bedah atau tekanan dari balon kandung kemih)
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang

atau hilang.
a.

NOC 1: Level Nyeri

Kriteria Hasil:
1.

Laporkan frekuensi nyeri

2.

Kaji frekuensi nyeri

3.

Lamanya nyeri berlangsung

4.

Ekspresi wajah terhadap nyeri

5.

Perubahan TTV

b.

NOC 2: Kontrol Nyeri

Kriteria Hasil:
1.

Mengenal faktor penyebab

2.

Gunakan tindakan pencegahan

3.

Gunakan tindakan non analgetik

4.

Gunakan analgetik yang tepat

Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
intensitas, dan faktor penyebab.

14

2. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3. Berikan analgetik dengan tepat.
4. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi
musik,distraksi)
Diagnosa III : Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan
lingkungan terhadap patogen (pemasangan kateter).
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak

terjadi.
a.

NOC 1: Deteksi Infeksi

Kriteria Hasil:
1.

Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi

2.

Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan

3.

Mampu mengidentifikasi potensial resiko

b.

NOC 2: Pengendalian Infeksi

Kriteria Hasil:
1.

Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi

2.

Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan

3.

Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi

4.

Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko

Ket Skala:
1 = Selalu menunjukkan
2 = Sering menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Jarang menunjukkan
5 = Tidak pernah menunjukkan
NIC: Teaching diases proses
1. Deskripsikan proses penyakit dengan tepat
2. Sediakan informasi tentang kondisi pasien
15

3. Diskusikan perawatan yang akan dilakukan


4. Gambaran tanda dan gejala penyakit
5. Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan
tentang tanda dan gejala yang dirasakan.
Diagnosa IV: Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga
tidak mengalami kecemasan.
NOC: Control Cemas
Kriteria Hasil:
1.

Monitor Intensitas kecemasan

2.

Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas

3.

Menggunakan strategi koping efektif

4.

Mencari informasi untuk menurunkan cemas

5.

Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas

Ket Skala:
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC: Penurunan Kecemasan
1. Tenangkan Klien
2. Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat melakukan tindakan
3. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan.
4. Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit.
5. Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi.
Diagnosa V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
mengenai pengobatan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien
dan keluarga bertambah.

16

NOC: Pengetahuan: proses penyakit.


Kriteria Hasil:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengenal tentang penyakit


Menjelaskan proses penyakit
Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan
Menjelaskan faktor resiko
Menjelaskan komplikasi dari penyakit
Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit

Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

NIC:
a. NIC 1: Health Care Information exchange
1. Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain
2. Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga dalam mengimplementasikan
keperawatan setelah penjelasan
3. Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan
4. Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan.
5. Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan
b.

NIC 2: Health Education

1. Jelaskan faktor internal dan eksternal yang dapat menambah atau mengurangi
dalam perilaku kesehatan.
2. Jelaskan
pengaruh

kesehatan

danperilaku

gaya

hidup

individu,keluarga/lingkungan.
3. Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan.
4. Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat
perilaku kondusif.

17

Pasca Operasi
Diagnosa I: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca
obstruksi dengan diuresis dari drainase cepat kkandung kemih yang terlalu
distensi secara kronis.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
NOC: Fluid balance
Kriteria hasil :
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik.
4. Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Keterangan skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Fluid manajement
1.

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

2.

Monitor status hidrasi (kelemahan membran mukosa, nadi adekuat)

3.

Monitor vital sign

4.

Monitor cairan/makanan dan hitung intake kalon harian

5.

Kolaborasikan pemberian cairan IV

Diagnosa II: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi ( terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pembedahan).
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang

atau hilang.
a.

NOC 1: Level Nyeri

Kriteria Hasil:

18

1.
2.
3.
4.
5.
b.

Laporkan frekuensi nyeri


Kaji frekuensi nyeri
Lamanya nyeri berlangsung
Ekspresi wajah terhadap nyeri
Perubahan TTV
NOC 2: Kontrol Nyeri

Kriteria Hasil:
1.

Mengenal faktor penyebab

2.

Gunakan tindakan pencegahan

3.

Gunakan tindakan non analgetik

4.

Gunakan analgetik yang tepat

Ket Skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC: Manajemen Nyeri
1. Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
intensitas, dan faktor penyebab.
2. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
3. Berikan analgetik dengan tepat.
4. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
5. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi
musik,distraksi)
Diagnosa III: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (nyeri).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi
NOC: Mobility level

19

Kriteria Hasil:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Keseimbangan penampilan
Memposisikan tubuh
Gerakan otot
Gerakan sendi
Ambulansi jalan
Ambulansi kursi roda

Ket Skala:
1 = Dibantu total
2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 = Memerlukan orang lain
4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat
5 = Mandiri
NIC: Exercise Therapy: Ambulation
1. Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
2.
3.
4.
5.

kecelakaan atau jatuh


Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien.
Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan
Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain
Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi.

Diagnosa IV : Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi


fisik.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas
kulit tidak terjadi.
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
Kriteria Hasil:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sensasi normal
Elastisitas normal
Warna
Tekstur
Jaringan bebas lesi
Adanya pertumbuhan rambut dikulit
Kulit utuh

Ket Skala:
1 = Kompromi luar biasa

20

2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi

NIC: Skin Surveilance


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban


Monitor warna kulit
Monitor temperatur kulit
Inspeksi kulit dan membran mukosa
Inspeksi kondisi insisi bedah
Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
Monitor infeksi dan oedema

Diagnosa V

: Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan

lingkungan terhadap patogen (adanya media masuknya kuman akibat prosedur


invasif).
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak

terjadi.
NOC 1: Deteksi Infeksi
Kriteria Hasil:
1.

Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi

2.

Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan

3.

Mampu mengidentifikasi potensial resiko

NOC 2: Pengendalian Infeksi


Kriteria Hasil:
1.

Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi

2.

Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan

3.

Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi

4.

Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko

Ket Skala:
1 = Selalu menunjukkan

21

2 = Sering menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Jarang menunjukkan
5 = Tidak pernah menunjukkan

NIC: Teaching diases proses


1.
2.
3.
4.
5.

Deskripsikan proses penyakit dengan tepat


Sediakan informasi tentang kondisi pasien
Diskusikan perawatan yang akan dilakukan
Gambaran tanda dan gejala penyakit
Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan
tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

EVALUASI
Pre Operasi
Diagnosa I:
Kriteria hasil:
NOC: Inkontinensi urine
1. Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih. (4 )
2. Kandung kemih kosong sempurna. (4)
3. Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc. (4)
4. Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan.(4)
Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Diagnosa II:
Kriteria hasil:
NOC 1: Level Nyeri
1.

Laporkan frekuensi nyeri (4)


22

2.

Kaji frekuensi nyeri. (4)

3.

Lamanya nyeri berlangsung (4)

4.

Ekspresi wajah terhadap nyeri (4)

5.

Perubahan TTV (4)

NOC 2: Kontrol Nyeri


1. Mengenal faktor penyebab (4)
2. Gunakan tindakan pencegahan(4)
3. Gunakan tindakan non analgetik(4)
4. Gunakan analgetik yang tepat(4)
Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Daignosa III:
Kriteria hasil:
NOC 1: Deteksi Infeksi
1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi (4)
2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan (4)
3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko(4)
NOC 2: Pengendalian Infeksi
1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi(4)
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi. (4)
4.

Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko (4)

Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan

23

5 = Selalu menunjukkan

Diagnosa IV:
Kriteria hasil:
NOC: Control Cemas
1. Monitor Intensitas kecemasan (4)
2. Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas (4)
3. Menggunakan strategi koping efektif (4)
4. Mencari informasi untuk menurunkan cemas (4)
5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas (4)
Keterangan skala:
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
Diagnosa V:
Kriteria hasil:
NOC: Pengetahuan: proses penyakit.
1. Mengenal tentang penyakit (4)
2. Menjelaskan proses penyakit(4)
3. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan 4
4. Menjelaskan faktor resiko(4)
5. Menjelaskan komplikasi dari penyakit(4)
6. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit(4)
Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan

24

4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

Pasca Operasi
Diagnosa I:
Kriteria hasil:
NOC: Fluid balance
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia (4)
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal(4)
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik. (4)
4. Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. (4)
Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Diagnosa II:
Kriteria hasil:
NOC 1: Level Nyeri
1.

Laporkan frekuensi nyeri (4)

2.

Kaji frekuensi nyeri(4)

3.

Lamanya nyeri berlangsung(4)

4.

Ekspresi wajah terhadap nyeri(4)

5.

Perubahan TTV(4)

NOC 2: Kontrol Nyeri


1.

Mengenal faktor penyebab(4)

2.

Gunakan tindakan pencegahan(4)

3.

Gunakan tindakan non analgetik(4)

4.

Gunakan analgetik yang tepat(4)

25

Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Diagnosa III:
Kriteria hasil:
NOC: Mobility level
1. Keseimbangan penampilan (5)
2. Memposisikan tubuh(5)
3. Gerakan otot(5)
4. Gerakan sendi(5)
5. Ambulansi jalan(5)
Keterangan skala:
1 = Dibantu total
2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat
3 = Memerlukan orang lain
4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat
5 = Mandiri
Diagnosa IV:
Kriteria hasil:
NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa
1. Sensasi normal(4)
2. Elastisitas normal(4)
3. Warna(4)
4. Tekstur(4)
5. Jaringan bebas lesi(4)
6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit(4)
7. Kulit utuh(4)

26

Keterangan skala:
1 = Kompromi luar biasa
2 = Kompromi baik
3 = Kompromi kadang-kadang
4 = Jarang kompromi
5 = Tidak pernah kompromi
Diagnosa V:
Kriteria hasil:
NOC 1: Deteksi Infeksi
1.

Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan Infeksi(4)

2.

Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan(4)

3.

Mampu mengidentifikasi potensial resiko(4)

NOC 2: Pengendalian Infeksi


1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi(4)
2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan.4
3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi. (4)
4.

Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko(4)

Keterangan skala:
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

27

BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas
1) Klien
Nama

: Tn. Y. W

Umur

: 68 Tahun

Tempat/Tanggal lahir : Surabaya, 18 Mei 1947


Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Babatan, Surabaya

Pendidikan terakhir

: SMP

Pekerjaan

: Swasta

Suku bangsa

: Minahasa/ Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Status perkawinan

: Kawin

Tgl MRS

: 26 Juni 2008

Tgl Operasi

: 30 Juni 2008/ jam 18.00 20.00 WIB

Tgl Pengkajian

: 01 Juli 2008/ jam 10.00 WIB

Diagnosa Medis

: Post Op. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

B. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri saat BAK dan susah BAK.
2) Riwayat penyakit sekarang dan pengobatannya
Klien mengatakan menderita nyeri saat BAK dan susah BAK sejak 1 tahun,
namun baru diketahui pada bulan April saat klien memeriksakan diri ke rumah

28

sakit. Dokter mendiagnosa klien menderita BPH dan harus dioperasi, namun
karena belum memiliki biaya, akhirnya klien belum dioperasi. Setelah memiliki
biaya yang cukup, klien datang ke rumah sakit untuk operasi. Klien masuk ke
rumah sakit tanggal 26 juni 2008, dan dokter merencanakan untuk dioperasi pada
tanggal 30 juni 2008. Klien sudah dioperasi (tanggal 30 juni 2008, jam 18.0020.00 WIB). Klien mengatakan nyeri daerah perut bagian bawah/ pada daerah
luka operasi prostatektomi. Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, di tangan
kanan terpasang infus NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, terpasang kateter urine (volume
urine 10 jam: 1200 cc). Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis (GCS 1516), ada keterbatasan mobilitas karena terpasang drainase dan kateter.
4) Riwayat Operasi (prostatektomi)
Klien dioperasi tanggal 30 Juni 2008, dengan tindakan operasi protatektomi, jenis
anatesi; regional, operasi dipimpin oleh Dr. S, berlangsung selama 2 jam. Pada
jam 20.00 WIB, selesai operasi, klien dipindahkan keruangan untuk pemulihan
dan mendapat perawatan lanjutan.
5) Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, MERS.
Dan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus, asthma.
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan anggota keluarganya tidak pernah menderita penyakit menular
seperti TBC, MERS. Dan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti
Diabetes Mellitus, asthma.
C. Riwayat Psiko-Sosial
1) Psikososial
Klien tampak tenang, klien mengatakan tidak takut lagi karena sudah dioperasi.
Klien mengatakan sebelum operasi, klien merasa takut karena baru kali pertama
dioperasi, namun setelah operasi klien sudah tidak takut lagi. Klien sangat

29

kooperatif, menerima perawat dengan baik, dan menjawab pertanyaan sesuai


dengan yang ditanyakan.
2) Sosial
Klien mengatakan mempunyai hubungan yang baik dengan istri dan anakanaknya. Klien mengatakan selama sakit, istri klien selalu menemani dan ankanaknya juga selalu mengunjungi dan menjaga klien. Hubungan dengan orang
disekitar tempat tinggal klien, baik. Klien mengatakn saat dirumah sakit, tetangga
dan kerabatnya sering datang mengunjungi klien.
D. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Kristen protestan. Klien yakin dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya. Klien mengatakan rajin ke ibadah, baik hari minggu.
Klien juga percaya akan kesembuhan penyakitnya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Klien terbaring diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis
menahan sakit. Kesadaran compos mentis (GCS 15), penampilan klien sesuai usia
klien (68 tahun), wajah sedikit keriput, kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl
0,9 %, 20 tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine, terpasang
drainase pada luka operasi, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap
kooperatif, menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2. Tanda-tanda Vital
Suhu badan

: 37, 2 C

Pernapasan

: spontan, 20 x/ menit

Nadi

: 74 x/ menit

Tekanan darah : 120/ 80 mmHg

3. Sistem Pernapasan
a. Hidung: Lubang hidung ada, pernapasan baik (20 x/ menit), tampak ada sekret,
tidak ada nyeri tekan daerah sinus.
b. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, teraba tekanan vena jugularis
c. Dada: Bentuk dada normal, pergerakan dada, simetris kiri dan kanan.
Auskultasi bunyi nafas: tidak ada ronkhi/ whezzing, auskultasi jantung S1-S2;
Lub-Dub, irama; regular, Hearth Rate; 70-an.

30

4. Sistem Kardiovaskuler
a. Pola Irama Jantung
- Irama

: regular

- HR

: 70 90

- tidak ada palpitasi, auskultasi: tidak ada murmur.


- Pemeriksaan EKG tgl 26/ 6 2008
- Irama

: Reguler

- HR

: 60 80 (sinus ritme)

- PR Interval

: 0, 10

- QRS Compleks

: 0, 06

- ST segmen

: ST Elevasi II, III, AVF (Inferior)

- AXIS

: 55 60

b. Pembuluh Darah
- Vena jugularis

: teraba

- Nadi (frekwensi)

: 84 x/ menit (nadi radialis)

- Kekuatan nadi

: Kuat

c. warna bibir dan konjungtiva : pucat, tidak ada sianosis perifer atau central.
5. Sistem Pencernaan
a. Sclera: tidak ikterus
b. Bibir: pucat
c. Mulut: mukosa mulut lembab, jumlah gigi masih lengkap
d. Abdomen: tampak lemas, ada luka operasi, melintang di perut bagian bawah
diatas simpisis, panjang luka 16 cm, terbungkus perban, perban tampak basah.
Nyeri tekan dan nyeri lepas pada daerah luka operasi.
e. Anus : tampa lubang anus, kebersihan cukup, klien mengatakan belum BAB
sejak 2 hari yang lalu.
6. Sistem Indera

31

a. Mata: tidak ada odema, klien mengatakan mata sebelah kanan pernah dioperasi
karena katarak. Klien mengatakan, jika mata kiri digunakan untuk melihat, klien
dapat melihat dengan jarak 500 m, namun penglihatan kabur.
b. Hidung: penciuman baik, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus, tampak ada
sekret.
c. Telinga: daun telinga tampak bersih, tidak ada sekret, pendengaran baik (saat
berkomunikasi, walau dengan menggunakan suara yang kecil/tidak terlalu keras,
klien tetap dapat mendengar dan menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan).
7. Sistem Saraf
a. Status mental: orienatsi tempat, orang dan waktu; baik, klien masih mampu
mengingat

kejadian

beberapa

waktu

yang

lalu.

Klien

mampu

berkonsentrasi/perhatian pada pembicaraan. Klien menggunakan bahasa Indonesia


dengan dialeg minahasa.
b. Kesadaran: Compos mentis. GCS; Respon mata; 4, respon suara; 5, respon
motorik; 6.
c. Bicara: Klien berbicara dengan jelas, menjawab sesuai dengan yang ditanyakan.
d. Pergerakan: pergerakan terbatas pada etremitas yang terpasang infus dan
ekstremitas bawah, karena nyeri.
8. Sistem Integumen
a. Rambut: Distribusi rambut merata, warna hitam beruban, kebersihan cukup.
b. Kulit: teraba hangat, warna sawo matang, tampak kerusakan kontinuitas kulit
akibat luka operasi didaerah abdomen.
c. Kuku: warna putih, kebersihan cukup.
9. Sistem Endokrin
a. Kelenjar tiroid: tidak ada pembesaran
b. Riwayat penyakit DM: klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit DM.
c. Suhu tubuh: stabil/normal (37, 2 C)
10. Sistem Perkemihan

32

a. Tidak ada odema palpebra


b. Tidak ada moon face
c. Tidak ada odema anasarka
d. Klien menggunakan kateter urine (volume urine 10 jam; 1200 cc)
11. Sistem Reproduksi
a. Jenis kelamin: laki-laki
- Terpasang kateter urine, saat dikaji, klien merupakan pasien post-op
(Prostatektomi) karena menderita BPH.
12. Sistem Immun
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi (makanan, obat, asap/debu, cuaca, bulu
binatang, atau zat kimia).
F. Pola kebiasaan sehari-hari.
1) Nutrisi/ cairan
a. sebelum sakit: Makan 3x/ hari, jenis; nasi, ikan, sayur, klien tidak terlalu suka
makan buah. Minum 7-8 gelas/ hari. Jenis; air putih, teh, kopi.
b. saat pengkajian: Nafsu makan baik, klien makan bubur, sayur, dan ikan. Saat
dikaji, pada jam 08.00, klien makan bubur 100 cc dan air minum 200 cc.
pada jam 12.00 klien makan bubur, ikan, sayur. Porsi makan tidak dihabiskan.
Makan dibantu oleh keluarga/ istri dan perawat. Minum: sejak pagi jam 06.00,
klien minum 800 cc.
2) Istirahat dan Tidur
a. sebelum sakit

: Malam 7-8 jam/ hari.


Siang 1 jam (tidak setiap hari)

b. saat pengakjian

: Malam 7-8/ hari


Siang 2-3 jam/ hari

3) Eliminasi
a. sebelum sakit: BAB; klien biasa BAB 2 hari sekali, konsistensi padat, warna
kuning. BAK; klien mengatakan sulit BAK, dan jika BAK, hanya sedikit-sedikit.

33

Saat memeriksakan diri pada bulan April, klien didiagnosa oleh dokter, menderita
BPH.
b. saat pengakjian: BAB; sudah 2 hari belum BAB. BAK; menggunakan kateter
urine, (volume urine 10 jam: 1200 cc).

4) Personal Hygiene
a. sebelum sakit: Mandi 1-2 x/ hari, cuci rambut, sikat gigi, ganti baju sesuai
kebutuhan.
b. saat pengkajian: Klien dibersihkan tubuhnya setiap hari 2 x (pagi dan sore).
Tubuh dibersihkan menggunakan kain basah.
5) Aktifitas dan Olahraga
a. sebelum sakit :

Klien melakukan pekerjaannya sebagai swasta. Olahraga

kadang-kadang.
b. saat pengkajian: Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, aktifitas terbatas
arena nyeri dan terpasangnya alat-alat invasif, aktifitas dibantu oleh keluarga dan
perawat.
6) Ketergantungan
a. rokok: klien mengatakan sudah 2 tahun berhenti merokok
b. alkohol: klien mengatakan sudah 2 tahun, berhenti minum alcohol.
c. obat: tidak ada.
G. Pemeriksaan Penunjang.
a. Laboratorium tanggal 26/ 6 2008
- ureum

: 18, 9 mg/dl

(normal: 10 0 50 mg/ dl)

- Creatinin

: 1,3 mg/ dl

(normal: 0,5 1,1 mg/dl)

- HGB

: 12, 7 g/dl

(normal: 14 18 g/100 ml)

- HCT

: 34,4 L %

(normal: 42 % - 51%)

- MCV

: 79, 1 L fl

(normal: 80 95 fl)

- MCH

: 29, 2 Pg

(normal: 27 31 Pg)

- McHc

: 36, 9 H g/dl

(normal: 32 % - 36 % atau g/100ml)

- Hematologi Lengkap;

34

> LED

: 50

> Hb

: 12, 7

> HT

: 34, 4

> Leuko

: 11.000

> Hitung jenis leuko

: - N. segmen : 66

- Limfosit

: 31

- monosit

:3

b. Pemeriksaan EKG, tanggal 26/ 6 2008


- irama

: regular

- HR

: 60 80 (sinus ritme)

- PR Interval

: 0, 10

- QRS Compleks : 0, 06
- ST segmen

: ST elevasi II, III, AVF (inferior)

- AXIS

: 55 60

c. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27/ 6 2008


- GOT-AST

: 13, 3 u/l

- GPT

: 9 u/l

H. Terapi Medis.
- tradyl/ Rolac

: drips/ 8 jam

(13.30 - 21.30 05.30)

- Actacef

: 2 x 1 gr / IV

(10.30 22.30)

- Kalnex

: 3 x 1 am/ IV

(13.30 21.30 05.30)

35

Analisa Data
Tanggal
01
2008

Jam

Juli 10.0
0

Pengelompokan Data

Kemungkinan Masalah

DS:

Penyebab
luka operasi nyeri

- klien mengatakan nyeri prostatektomi


pada daerah luka operasi
- klien mengatakan takut
menggerakan badan karena
nyeri
DO:
- TTV: TD= 110/80 mmHg,
nadi=

84x/menit,

suhu=

36,7oC.
-

klien

tampak

sedikit

meringis karena nyeri pada


luka operasi
- skala nyeri 3 (nyeri
sedang)
- terdapat luka jahitan postop tertutup kasa steril dan
hypafix,

tidak

ada

10.1

perembesan darah.
DS:

- klien mengatakan takut alat-alat

mobilitas

menggerakan badan karena invasive

fisik

terpasangnya

Gangguan

nyeri
- klien mengatakan tidak

36

dapat makan tanpa dibantu


keluarga atau perawat
-

klien

mengatakan

membersihkan

badan

dibantu oleh perawat


DO:
-

klien

tampak

sedikit

meringis karena nyeri pada


luka operasi
- terpasang kateter urine
9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada
luka operasi
- terpasang infus NaCl 0,9
%, 20 tts/ menit, di tangan
kanan
- klien tampak terbaring di
atas tempat tidur
-

aktifitas

sehari-hari

dibantu oleh perawat dan


keluarga
10.1

- pergerakan terbatas.
DS:

luka

prostatektomi

DO:

dan

operasi Resiko tinggi


infeksi

- terdapat luka jahitan post- terpasangnya


op tertutup kasa steril dan alat-alat
hypafix,

tidak

ada invasive

perembesan darah.
- terpasang kateter urine
9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada
luka operasi
37

- terpasang infus NaCl 0,9


%, 20 tts/ menit, di tangan
kanan
- Tanda-tanda vital, TD:
110/80

mmHg,

N:

84

x/menit, suhu: 36,7 oC .

38

Diagnosa Keperawatan
Tanggal

No

Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas

Tanda
Tangan

01 Juli

2008

Nyeri

berhubungan

dengan

luka

operasi

prostatektomi, ditandai dengan TTV: TD=


110/80

mmHg,

nadi=

84x/menit,

suhu=

36,7oC. klien mengatakan nyeri daerah luka


operasi, klien mengatakan takut menggerakan
badan karena nyeri, klien tampak sedikit
meringis karena nyeri pada luka operasi, skala
nyeri 3 (nyeri sedang), terdapat luka jahitan
post-op tertutup kasa steril dan hypafix, tidak
2

ada perembesan darah.


Gangguan mobilitas fisik, berhubungan dengan
terpasangnya

alat-alat

invasive,

ditandai

dengan klien mengatakan takut menggerakan


badan karena nyeri, klien mengatakan tidak
dapat makan tanpa dibantu keluarga atau
perawat,

klien

mengatakan

membersihkan

badan dibantu oleh perawat, klien tampak


sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi,
terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200
cc), terpasang drainase pada luka operasi,
terpasang infus NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di
tangan kanan, klien tampak terbaring di atas
tempat tidur, aktifitas sehari-hari dibantu oleh
3

perawat dan keluarga, pergerakan terbatas.


Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
adanya

luka

terpasangnya

operasi
alat-alat

prostatektomi
invasive,

dan

ditandai

dengan terdapat luka jahitan post-op tertutup

39

kasa steril dan hypafix, tidak ada perembesan


darah, terpasang kateter urine 9vol; 10 jam
adalah 1200 cc, terpasang drainase pada luka
operasi, terpasang infus NaCl 0,9 %, 20 tts/
menit, di tangan kanan, TTV: TD= 110/80
mmHg, nadi= 84x/menit, suhu= 36,7oC.

40

Tindakan Keperawatan
Tanggal

No.d

No

Tindakan keperawatan dan respon

Tanda tangan

x
01 Juli 1

2008

Memberikan informasi tentang nyeri


seperti cara mengatasi nyeri
R:/ pasien dapat menjelaskan kembali
cara mengtasi nyeri.

Mengajarkan teknik non farmakologi


(teknik relaksasi dan distraksi)
R:/ Pasien dapat melakukan teknik
relaksasi dan distraksi.

Mengobservasi skala nyeri


R:/ Pasien mengatakan skala nyeri
masih 3

Mengobservasi TTV
R:/

TD=

120/90

mmHg,

nadi=

92x/menit, suhu= 37,2oC


5

Memberikan obat analgesik


R:/ pasien mau minum obat yang
diberikan

Menjelaskan

kepada

pasien

cara

mengatasi gangguan moblitas fisik.


R:/ Pasien dpat menjelaskan kembali
cara mengatasi gangguan mobilitas
fisik.
2

Mendorong pasien utnuk meminta


bantuan

kepada

perawat/keluarga

dalam melakukan aktifitas.


R:/ Pasien meminta bantuan kepada
perawat/keluarga dalam melakukan
aktifitas.
Mendekatkan

barang-barang

yang
41

dibutuhkan ke dekat pasien.


R:/ Pasien mudah untuk mengambil
barang-barang ynag dibutuhkan
Memberikan

mobilisasi

secara

bertahap.
R:/Pasien miring kanan kiri
Mengobservasi keterbatasan aktifitas,

perhatikan adanya keterbatasan dan


derajat kemampuan dalam melakukan
aktfitias.
R:/ Kemampuan aktifitas meningkat
pasien mampu miring kanan kiri.
Menjelaskan

kepada

pasien

agar

menjaga luka jahitannya agar tetap


kering,

diskusikan

tanda-tanda

infeksi.
R:/ Pasien dapat menjelaskan kembali
pentingnya menjaga luka jahitannya
dan tanda-tanda infeksi.
Menganjurkan kepada pasien agar
2

segera melapor jika terjadi tandatanda infeksi.


R:/ Pasien mengatakan akan segera
melapor

jika

terjadi

tanda-tanda

infeksi.
Mengobservasi luka jahitan terhadap
3

tanda-tanda infeksi.
R:/ Tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi.
Melakukan teknik aseptik dalam
perawatan luka.

42

R:/ tidak terjadi infeksi di luka

Evaluasi
Tanggal
10 juli 2008

Jam
14.00

Evaluasi

Tanda tangan

S=

43

- klien mengatakan nyeri pada daerah


luka operasi
O=
- TTV: TD= 120/80 mmHg, nadi=
88x/menit, suhu= 37,1oC.
- skala nyeri 3 (nyeri sedang)
- terdapat luka jahitan post-op tertutup
kasa steril dan hypafix, tidak ada
perembesan darah.
A= masalah keperawatan nyeri belum
teratasi
P= Lanjutkan intervensi no 2,3,4,5
14.10

S= O=
- terpasang kateter urine
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang infus NaCl 0,9 %, 20 tts/
menit, di tangan kanan
- klien tampak terbaring di atas tempat
tidur
- aktifitas sehari-hari dibantu oleh
perawat dan keluarga
A= Masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik belum teratasi
P= Lanjutkan intervensi no 2,3,4,5

14.20

S= O=
- tidak ditemukan tanda-tanda infeksi
- terdapat luka jahitan post-op tertutup
kasa steril dan hypafix, tidak ada

44

perembesan darah.
- terpasang kateter urine 9vol
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang infus NaCl 0,9 %, 20 tts/
menit, di tangan kanan
- Tanda-tanda vital, TD: 120/80
mmHg, N: 88 x/menit, suhu: 37,1 oC .

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
45

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar


prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan

uretra

pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 1994 : 193). Beberapa peneliti berteori bahwa rasio estrogen-androgen


yang lebih tinggi yang terjadi seiring usia (penurunan kadar testosteron serum dan
peningkatan kadar estrogen serum) merangsang pembesaran prostat. ( Jaime L.
Stocklager, 2007 : 206)
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh
kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah
anterior rektum.
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar
prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone
androgen.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut
sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu
Gejala Obstruktif dan Gejala iritasi.

DAFTAR PUSTAKA

46

Stocklager, Jamie L. 2007. Buku Saku Keperawatan Gerontik Edisi 2. Alih


bahasa: Nikhe Budhi Subekti, S.Kep. Jakarta: EGC.
http://www.academia.edu/askep-pada-bph-nic-noc/863768
http://www.scribd.com/pathway-bph-29873920
http://alodokter.com/hiperplasia_prostat_jinak/pengertian

47

Anda mungkin juga menyukai