Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus abortus dapat terjadi dimana saja dan kapan saja baik di negara yang
sudah maju maupun negara yang sedang berkembang. Abortus adalah keluarnya
janin sebelum mencapai viabilitas dimana masa gestasi belum mencapai usia 22
minggu dan beratnya kurang dari 500 gram. Secara hukum abortus berarti
tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran
tanpa melihat usia kandungannya. Abortus dapat terjadi secara alami (spontaneus),
dapat pula terjadi karena dibuat atau disengaja (abortus provokatus).
Abortus provokatus sendiri dibagi menjadi abortus provokatus medisinalis
(teraupetik) dan abortus provokatus kriminalis. Abortus kriminalis ini dilakukan
tanpa adanya indikasi medis. Secara statistik, 40% dari semua kasus abortus
merupakan abortus provokatus kriminalis.
Kasus abortus di indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si
ibu yang merupakan korban juga sebagai pelaku sehingga sukar diharapkan
adanya laporan abortus. Umumnya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya
bila terjadi komplikasi atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya.
Pemeriksaan forensik pada kasus abortus provokatus kriminalis bertujuan
mencari bukti dan tanda kehamilan, mencari bukti abortus dan kemungkinan
adanya tindakan kriminal dengan obat-obatan atau instrumen dan menentukan
kaitan antara sebab kematian dengan abortus.
Dokter dapat diminta bantuannya oleh penyidik untuk memeriksa kasus
abortus provokatus tersebut. Dengan demikian seorang dokter sangat perlu
membekali

dirinya

dengan

pengetahuan

yang

memadai

tentang

aspek

pengetahuan forensik dari suatu abortus provokatus kriminalis.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
makalah ini adalah apa itu abortus kriminalis, bagaimana aspek hukum dan

medikolegal abortus kriminalis, dan bagaimana pemeriksaan forensik pada kasus


abortus kriminalis.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang abortus
kriminalis, aspek hukum dan medikolegal abortus kriminalis, serta pemeriksaan
forensik pada kasus abortus kriminalis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1

Abortus
Definisi
Berdasarkan ilmu kedokteran, abortus adalah terputusnya suatu kehamilan

dimana fetus belum mampu hidup di luar uterus. Belum mampu diartikan apabila
fetus belum dapat hidup itu beratnya 400 1000 g, atau usia kehamilan kurang
dari 28 minggu.
2

Pengertian abortus menurut hukum tentu saja berbeda dengan pengertian


abortus menurut ilmu kedokteran. Abortus menurut hukum adalah pengguguran
kandungan atau tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum
waktunya kelahiran, tanpa melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan,
apakah dengan pengguran tersebut lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap
penting adalah bahwa sewaktu pengguran kehamilan, kandungan tersebut masih
hidup.
2.1.2

Klasifikasi abortus
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan
faktor alamiah.
2. Abortus provokatus
Abotus provokatus merupakan abortus yang sengaja dilakukan, baik
dengan menggunakan alat-alat maupun obat-obatan. Abortus
provokatus ini terbagi lagi menjadi :
a. Abortus provokatus medisinalis
Abortus ini merupakan abortus yang dilakukan dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan , dapat membahayakan nyawa ibu.
Syarat dilakukan abortus provokatus medisinalis :
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yeng memilii keahlian dan
kewenangan untuk melakukannya ( dokter ahli kebidanan dan

penyakit kandungan) sesuai dengan tanggungjawab profesi


Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama,

hukum, psikologi)
Harus ada persetujuan tertulis dari pendeerita atau suaminya

atau keluarga terdekat.


Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan

yang memadai.
Prosedur tidak dirahasiakan
Dokumen medik harus lengkap

b. Abortus provokatus kriminalis


Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan
medis yang dapatdipertanggungjawabkan atau tanpa
3

mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas tindakan


penguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang
tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara m e d i s , d a n d i l a k u k a n
hanya

untuk

walaupun

kepentingan

sipelaku,

a d a kepentingan juga dari si-ibu yang

malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk


melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar
abortusd a p a t

terlaksana

dengan

baik

( crime

w i t h o u t v i c t i m , w a l a u p u n s e b e n a r n y a korbannya ada
yaitu bayi yang dikandung).
Abortus kriminal dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau
dengan bantuan orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak
dan lain-lain). Tindakan ini biasanya dilakukan sejak yang
bersangkutan terlambat datang bulan dan curiga akibat hamil.
Biasanya kecurigaan ini datang pada minggu ke-5 sampai minggu
ke-10. Pada waktu ini mungkin disertai gejala mual di pagi hari.
Sekarang kecurigaan adanya kehamilan dapat diketahui lebih dini
karena sudah ada alat tes kehamilan yang dapat mendiagnosa
kehamilan secara pasti.
2.1.3

Jenis-jenis Tindakan Abortus Kriminalis


Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan

dalam

abortus

kriminalis yang perlu diketahui karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi
dan bermanfaat dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk
menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan
kematian yang terjadi dengan si-ibu.
1. Kekerasan mekanik
Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam. Kekerasan ini dapat
dilakukan oleh ibu sendiri atau dengan bantuan orang lain. Kekerasan
ini terdiri dari :
a. Umum

Metode ini dilakukan secara langsung pada uterus atau tidak


langsung dengna menyebabkan kongesti dari organ-organ pelvis
dan menyebabkan perdarahan diantara uterus dan membran
pelvis.
Metode yang dilakukan seperti penekanan pada abdomen seperti
pemukulan, pengurutan dan melompat-lompat. Aktifitas yang
berlebihan seperti mengendarai sepeda, mengangkat benda berat.
Cupping : meletakkan sumbu api pada daerah hipogastrium dan
menutupmya dengan sebuah mangkuk yang menimbulkan
penarikan oleh mangkuk yang menyebabkan separasi dari
plasenta dibawahnya.
b. Lokal
Yaitu kekerasan yang dilakukan dari dalam dengan manipulasi
vagina dan uterus. Misalnya, dengan penyemprotan air sabun atau
air panas pada porsio, pemasangan laminaria stif atau kateter ke
dalam serviks, manipulasi serviks dengan jari tangan, manipulasi
uterus dengan melakukan pemecahan selaput amnion atau
penyuntikan ke dalam uterus. Penyuntikan ini dapat menyebabkan
emboli udara.
2. Obat-obatan
Dalam masyarakat, penggunaan obat tradisional seperti nanas muda,
jamu peluntur dan lain-lain sudah lama dikenal. Abortivum, obat yang
sering dipakai di masyarakat awam untuk pengguguran dapat diabagi
dalam beberapa golongan.
a. Emmenogogues : obat yang merangsang atau meningkatkan
aliran darah menstruasi (peluruh haid) seperti apiol, minyak pala,
oleum rutae.
b. Ecbolics : obat ini membuat kontraksi uterus seperti derivat ergot,
kinina, ekstrak pituitary, estrogen sintetik dan strychine. Obat
jenis ini harus digunakan dalam dosis besar untuk pengguguran
sehingga dapat menimbulkan bahaya.
c. Obat yang bekerja pada gastrointestinal yang menyebabkan
muntah (emetikum) seperti asam tartar, obat ini menyebabkan

eksitasi uterus untuk berkontraksi dengan adanya kontraksi paksa


dari lambung dan kolon serta dapat menyebabkan hiperemia.
d. Obat-obat yang bekerja melalui tarktus digestivus bekerja sebagai
pencahar seperti, castor oil, croton oil, magnesium sulphate dan
lain-lain, menyebabkan peredaran darah di pelvik meningkat,
sehingga mempengaruhi hasil konsepsi
e. Obat-obat yang bersifat iritan pada traktus genitourinarius yang
memepngaruhi refleks kontraksi uterus seperti tansy oil,
turpentine

oil,

menyebabkan

ekstrak
inflamsi

chantaridium
ginjal

dan

(dalam

dosis

albuminuria),

besar
kalium

permanganas menyebabkan inflamasi dan perdarahan karena erosi


pembuluh darah.
f. Obat-obat iritan yang bersifat racun, seperti iritan inorganc
metalik (timah, antimony, arsenik, fosforus, mercury), iritan
organik ( pepaya, nanas muda, akar Plumago rosea dan jus
calatropis).
2.1.4

Komplikasi abortus Kriminalis


Tindakan abortus yang dilakuakan bukan oleh tangan yang terampil dapat

menimbulkan gangguan pada si ibu. Beberapa komplikasi yang timbul adalah:


1. Perdarahan akibat luka jalan lahir, diatesa hemorargik dan lain-lain.
Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul
lama setelah tindakan.
2. Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi
ini dapat menimbulkan kematian yang mendadak.
3. Emboli udara, dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam
uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan
juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang
sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka.
4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang
dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah dan
panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau alat suntik
secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.

5. Keracunan zat abortivum, termasuk karena anestesia, antiseptik lokal


seperti KmnO4 pekat, AgNO3, jodium dapat mengakibatkan cedera
yang hebat atau kematian. Demikian pula obat seperti kina atau logam
berat. Pemeriksaan histologi dan toksikologi sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak timbul segera, tapi
memerlukan waktu.

2.2

Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Kriminalis


Abortus telah dilakukan oleh manusia sejak berabad-abad, tetapi selama

itu belum ada Undang-Undang yang mengatur mengenai hal ini. Peraturan
mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4M dimana telah ada
larangan untuk melakukan aborsi. Sejak itu, maka Undang-undang mengenai
abortus telah mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini dimana
mulai timbul suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai
negara di dunia terhadap tindakan tersebut.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,
maupun etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan. Bahkan sejak seseorang yang akan menjalani
profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia, dimana
menyatakan diri unutk menghormati setiap insan hidup mulai dari saat
pembuahan.
Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia telah merumuskannya dalam
Kode Etik kedokteran Indonesia mengenai kewajiban umum.
Pasal 7d : setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi makhluk hidup insani.
Pada pelaksanaannya apabila ada dokter yang melakukan pelanggaran, maka
penegakan implementasi etik akan dilakukan secara berjenjang dimulai dari
panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan Etika
Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa
7

pengucilan anggota dari profesi dan kelompoknya. Sanksi administratif


tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus provokatus dapat digolongkan dalam 2 golongan,yaitu :
1. Abortus provokatus medisinalis
Abortus atas indikasi medik ini diatur dalan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 15
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung
jawab profesi serat berdasarkan pertimbangan tim ahli
c. Dengan persetujuan ibi hamil yang bersangkutan atau suami
atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Abortus provokatus kriminalis
Disebut abortus provokatus kriminalis karena didalamnya terdapat
tindak kriminal atau kejahatan.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 299
1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
8

2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan,


atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau
kebiasaab atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidana
dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan

kejahatan

tersebut

dalam

menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk


melakukan pencaharian
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk melakukan itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1) Barangsiapa dengan sengaja mengugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun
2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun
Pasal 348
1) Barang siapa dengan sengaja mengugurkan kandungan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
mana kejahatan dilakukan.
Selain KUHP, Abortus buatan ilegal juga diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan :
Pasal 80

Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu


terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana denngan
penjara paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
2.3
2.3.1

Pemeriksaan Forensik Abortus Provokatus Kriminalis


Pemeriksaan pada Korban hidup
Pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah

mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha penghentian kehamilan,


pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, terhadap
jaringan dan janin yang mati serta menentukan cara pengguguran yang dilakukan
serta sudah berapa lama melahirkan.
Pemeriksaan test kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah
bayi dikeluarkan dari kandungan, dimana serum dan urin wanita memberikan
hasil positif untuk hCG sampai sekitar 7-10 hari. Tanda-tanda kehamilan pada
wanita dapat ditemukan nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayor,
labia minor dan cervix, tanda-tanda ini biasanya tidak mudah dijumpai jika
kehamilan masih muda. Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih dijumpai
sisa plasenta yang pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi, luka,
peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim di dalam liang senggama.
Pemeriksaan luar pada perineum, genitalia eksternal dan vagina harus
diteliti dengan baik untuk melihat adanya tanda-tanda luka seperti abrasi, laserasi,
memar dan lain-lain. Kondisi ostium serviks juga harus diamati, dimana masih
dalam keadaan dilatasi dalam beberapa hari. Besarnya dilatsi tergantung pada
ukuraan

fetus

yang

dikeluarkan.

Pada

ostium

juga

bisa

tampak

abrasi/laserasi/memar akibat instrumentasi. Adanya perlukaan, tanda bekas forcep


ataupun instrumen yang lainnya di sekitar genitalia.
Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanay obat/zat
yang dapat mengakibatkan abortus. Perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap

10

hasil usaha penghentian kehamilan dan pemeriksaan mikrroskopis terhadap sisa


jaringan.
2.3.2

Pemeriksaan Post Mortem


Temuan otopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara

melakukan abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan waktu
kematian. Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak
meninggalkan bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka
komplikasi yang mungkin timbul atau penyakit yang menyertai mungkin
mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Pemeriksaaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam.
Pemeriksaan ditujukan pada :
1. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak.
Untuk itu diperiksa :
a. Payudara secara makroskopis maupun mikroskopis
b. Ovarium, mencari adanaya corpus luteum persisten secara
mikroskopis
c. Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara
mikroskopis adanya sel-sel trofoblas dan sel-sel decidua
2. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus dilakukan
a. Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka,
perdarahan pada jalan lahir
b. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
c. Menganalisa cairanm yang ditemukan dalam vagina dan cavum
uteri
3. Menentukan Sebab kematian. Apakah karena syok, emboli udara,
emboli cairan atau emboli lemak.
Pada pemeriksaan dalam akan dijumpai :
1. Uterus : Ukuran uterus harus diamati, juga dilihat apakah membesar,
lembut dan kongesti. Dinding uterus dapat menunjukkan adanya
penebalan

pada

potongan

longitudinal.

Rongga

uterus

dapat

menunjukkan adanya sebagian hasil konsepsi yang tertinggal.


Uterus dari wanita tidak hamil berukuran sekitar 7,0 cm, lebar 5,0cm
dan tebal 2,0 cm. Kemudaian panjang menjadi 10cm pada kehamilan

11

akhir bulan ketiga, 12,5 cm pada akhir bulan keempat, 16cm pada akhir
bulan keenam, 20cm pada akhir bulan kedelapan, dan 27 cm pada akhir
bulan kesembilan.
Uterus juga dapat menunjukkan adanya perforasi. Endometrium
menunjukkan tanda-tanda dilakukannnya kuretase. Plasenta masih
dapat tertinggal jika evakuasi dilakukan tidak bersih. Pada kasus
penggunaan bahan kimia, permukaan uterus bagian dalam dapat
mengalami perubahan warna akibat warna dari zat yang digunakan atau
telah terjadi kerusakan.
Jika air sabun yang digunakan, mungkin busa-busanya masih dapat
tersisa. Juga bisa didapatkan sisa instrumen yang digunakan seperti akar
tanaman. Swab uterus diambil untuk mikrobiologi, dan jaringan
dimasukkan dalam formalin untuk diperiksa ke patologi anatomi.
2. Ovarium : kedua ovarium harus diperiksa untuk melihat adanya corpus
luteum. Ovarium dapat terlihat kongesti. Pada beberapa kasus dapat
diambil juga sampel untuk pemeriksaan laboratorium.
3. Jantung : pada pembukaaan jantung dicari adanya emboli udara, serta
sampel darah dikirim untuk diperiksa baik yang berasal dari vena cava
inferior dan kedua ventrikel
2.3.3

Pemeriksaan pada janin


Pada pemeriksaaan akibat abortus (membedakan dengan pembunuhan

anak sendiri), tidak akan didapati tanda-tanda telah bernafas. Sering didapati
sudah mengalami pembusukan. Ukuran tumit-pencak kepala dicatat. Paling
penting melihat adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh kayu, misalnya akibat
benda yang dimasukkan pervaginam (alat kuret, batang kayu kecil,dan lain-lain)
atau bagian

yang melekat di tubuh bayi dalam usaha pengguguran dengan

penyemprotan rahim dengan bahan kimia.


Pemeriksaan dalamtetap dilakukan untuk melihat keadaan
organ dalam. Sering uri masih melekat/ berhubungan dengan bayi.
Periksa panjang tali pusat, permukaan plasenta dan lain-lain.

12

BAB III
KESIMPULAN
Abortus kriminalis merupakan suatu tindakan pengguguran kandungan
atau tindakan menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu
kelahiran yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat dipertanggungjawabkan
atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas tindakan abortus tersebut
semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan melawan hukum.
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,
maupun etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan. Bahkan sejak seseorang yang akan menjalani
profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter Indonesia, dimana
menyatakan diri unutk menghormati setiap insan hidup mulai dari saat
pembuahan. Dan bila ditinjau dari aspek hukum, abortus kriminalis juga diatur
dalam beberapa pasal yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

13

(KUHP) diantaranya adalah pasal 299, pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasal 349,
dan pasal 80.
Pemeriksaan forensik pada kasus abortus kriminalis dapat dilakukan pada
korban hidup, post mortem, dan pada janin. Pemeriksaan forensik pada korban
hidup terutama pada ibu yang diduga melakukan aborsi adalah untuk
mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan usaha penghentian kehamilan,
pemeriksaan toksikologi, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik terhadap
jaringan dan janin yang mati, menentukan cara pengguguran yang dilakukan, serta
sudah berapa lama melahirkan.
Pemeriksaaan forensik post mortem dilakukan menyeluruh melalui
pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan
perempuan tersebut hamil atau tidak, mencari tanda-tanda cara abortus dilakukan,
dan menentukan sebab kematian. Pada pemeriksaan dapat dilakukan pemeriksaan
khusus pada uterus, ovarium, dan jantung. Sedangkan pemeriksaan forensik pada
janin dilakukan untuk membedakan

abortus dan pembunuhan anak sendiri

(infanticide) dengan tidak akan dijumpai tanda-tanda janin telah bernafas.


DAFTAR PUSTAKA
1. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : bagain
kedokteran Forensik FK UI, 1997. 159-164
2. Amir, amri. Abortus. Dalam : Amri Amir. Ilmu Kedokteran forensik edisi II.
Medan : Ramadhan, 2005. 159-168.
3. Azhari. Masalah abortus dan kesehatan reproduksi perempuan. Palembang :
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unsri. 1-19.
4. Mansjoer, Arief. Pengguran kandungan dan pembunuhan anak sendiri. Dalam
: Mansjoer, arief. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Badan Penerbit FK UI, 2007. 225-226
5. Amir, amri. Autopsi pada bayi baru lahir. Dalam : Amir, amri. Autopsi
medikolegal edisi II. Medan : USU Press, 2001. 40-44
6. Mochtar, R. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Edisi 2.
Jilid 1. Jakarta : EGC, 1998. 209
7. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran forensik. Jakarta : Bina Rupa Aksara,
1997

14

Anda mungkin juga menyukai