Pedoman Umum KLHS
Pedoman Umum KLHS
PEDOMAN UMUM
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
PENGANTAR
Tujuan penyusunan pedoman umum ini adalah untuk memberikan acuan dasar
penyelenggaraan KLHS bagi para pembuat kebijakan, rencana dan/atau program, baik
sektoral maupun kewilayahan. Pedoman ini memuat dasar dan tata cara penyelenggaraan
KLHS yang berlaku untuk berbagai jenis kebijakan, rencana dan/atau program di
Indonesia sesuai dengan keragaman fungsi, proses, prosedur, dan kelembagaan masingmasing. Hal-hal yang bersifat lebih teknis akan dimuat dalam peraturan dan/atau
pedoman masing-masing kementerian/lembaga.
DAFTAR ISI
Pengantar .....................................................................................................................
ii
iii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Pengertian KLHS ................................................................................... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat KLHS .................................................................... 1
1.3 Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS .................................................. 2
DAFTAR GAMBAR
15
16
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 5.1
BAB I
PENDAHULUAN
berkelanjutan
telah
menjadi
dasar
dan
terintegrasi
dalam
Makna strategis mengandung arti perbuatan atau aktivitas sejak awal proses
pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil akhir yang akan
diraih. Dalam konteks KLHS perbuatan dimaksud adalah suatu proses kajian yang
dapat menjamin dipertimbangkannya hal-hal yang prioritas dari aspek pembangunan
berkelanjutan dalam proses pengambilan keputusan pada kebijakan, rencana
dan/atau program sejak dini.
KLHS merupakan upaya untuk mencari terobosan dan memastikan bahwa pada
tahap awal penyusunan
KLHS bermanfaat untuk memfasilitasi dan menjadi media proses belajar bersama
antar pelaku pembangunan, dimana seluruh pihak yang terkait penyusunan dan
evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dapat secara aktif mendiskusikan
seberapa jauh substansi kebijakan, rencana dan/atau program yang dirumuskan telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Melalui proses
KLHS, diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana dan/atau program dapat mengetahui dan memahami pentingnya
menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap penyusunan
dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program
antara
kepentingan
pembangunan
pusat
dan
daerah,
dan
Prinsip
2:
Penyempurnaan
Kebijakan,
Rencana
dan/atau
program
secara
optimal
dan
KLHS dapat
memicu
perbaikan
atau
Prinsip 6: Partisipatif
Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan
melibatkan pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau
program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus diwadahi
dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan produk
kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi atau
kepercayaan publik.
BAB II
INTEGRASI KLHS KE DALAM PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN,
RENCANA DAN/ATAU PROGRAM
Pelaku
yang
terlibat
dalam
penyelenggaraan
KLHS
harus
Kadang kala atribut kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas,
bahkan dapat saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah
sebagai berikut:
a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan
dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan
yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme
untuk mengimplementasi tujuan.
b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya
yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan, prioritas,
pilihan, sarana dan langkah-langkah yang akan ditempuh berdasarkan arah
kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kesesuaian sumber
daya.
c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat
yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam prakteknya program
dapat berupa serangkaian komitmen, pengorganisasian dan/atau aktivitas
yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan
berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya terdiri atas:
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan,
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota, dan Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.
2.3
Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.
Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada
tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.
BAB III
TAHAPAN PENYELENGGARAAN KLHS
3.1 Penapisan
Tahapan penyelenggaraan KLHS diawali dengan mengidentifikasi terlebih dahulu
apakah perlu diselenggarakan KLHS terhadap suatu kebijakan, rencana dan/atau
program. Kebijakan, rencana dan/atau program yang wajib KLHS tanpa proses
penapisan, yaitu RTRW dan rencana rincinya, serta RPJP dan RPJM nasional,
provinsi dan kabupaten/kota.
Apabila proses penapisan ini menyimpulkan bahwa tidak ada potensi dampak
dan/atau risiko lingkungan hidup, maka pembuat kebijakan, rencana dan/atau
program tidak perlu menyelenggarakan KLHS.
Secara teknis, proses penapisan untuk kebijakan, rencana dan/atau program yang
berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup sebagai bagian
integral dari risiko pembangunan berkelanjutan, dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan isu-isu pokok yang ditetapkan dalam UU PPLH (Penjelasan
Pasal 15 ayat 2), sebagai berikut:
1. Perubahan iklim.
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati.
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan.
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam.
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan.
No
Kriteria Penapisan
Kesimpulan
(Penjelasan Pasal 15
ayat 2 UUPPLH)
Kesimpulan:
(Signifikan
atau Tidak
Signifikan)
Perubahan iklim
Kerusakan,
kemerosotan, dan/atau
kepunahan
keanekaragaman hayati
Peningkatan intensitas
dan cakupan wilayah
bencana banjir,
longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran
hutan dan lahan
Peningkatan jumlah
penduduk miskin atau
terancamnya
keberlanjutan
penghidupan
sekelompok
masyarakat
Peningkatan risiko
terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia
Catatan:
1. Tabel ini dapat diisi berdasarkan pendapat ahli (professional judgement)
atau hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila dinilai perlu, dapat
dilakukan kajian untuk memastikan apakah kebijakan, rencana dan/atau
program tersebut memang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko
lingkungan hidup.
2. Kesimpulan tentang tingkat signifikansi dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup disertai argumen atau penjelasan yang singkat dan logis.
Dalam prakteknya, karena penyelenggaraan dan fokus KLHS akan berbeda untuk
setiap jenis kebijakan, rencana dan/atau program, perlu dilakukan telaah konteks,
posisi dan lingkup KLHS. Sesuai dengan tujuan KLHS untuk memastikan
dipertimbangkannya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam penyusunan
dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, maka penyelenggaraannya
membutuhkan proses identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan termasuk
lingkungan hidup di wilayah perencanaan secara kontekstual.
3.2.1.1
dan
pertimbangan
tentang
pembangunan
Contoh Lembaga
Kepentingan Lainnya
Menteri/kepala lembaga
Pembuat keputusan
pemerintah/gubernur/bupati/wali
kota
DPR/DPRD
Kementerian/lembaga pemerintah
non kementerian
Bappeda/SKPD tertentu
Instansi yang membidangi
lingkungan hidup
Instansi
Instansi yg membidangi
kehutanan, pertanian, perikanan,
pertambangan
SKPD terkait lainnya
Perguruan tinggi atau lembaga
penelitian lainnya
Asosiasi profesi
Forum-forum pembangunan
(perorangan/tokoh/kelompok) LSM
Perorangan/tokoh/kelompok
yang mempunyai data dan
informasi berkaitan dengan SDA
Pemerhati Lingkungan Hidup
Lembaga Adat
Asosiasi Pengusaha
Masyarakat yang Terkena
Tokoh masyarakat
Dampak
Organisasi masyarakat
Kelompok masyarakat tertentu
(nelayan, petani dll)
Catatan:
Pemangku kepentingan untuk masing-masing kebijakan, rencana
dan/atau program dapat berbeda-beda.
kebijakan,
rencana
dan/atau
program
yang
akan
dirumuskan.
3.2.1.2
isu-isu
pembangunan
berkelanjutan yang
atau
keterkaitan
antar
ketiga
aspek
tersebut,
menentukan
capaian
tujuan
pembangunan
lebih
tajam.
Identifikasi
isu-isu
pembangunan
Penjelasan
Singkat/Logis
penyebab, intensitas,
Catatan:
1. Pembagian isu-isu pembangunan berkelanjutan tidak harus
dalam format tiga pilar pembangunan berkelanjutan
(ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup), seringkali muncul
isu-isu pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan
ketiga aspek tersebut.
lingkungan
hidup
untuk
pembangunan;
b)
3.2.1.3
dari
masukan
isu
pembangunan
berkelanjutan.
3.2.1.4
Komponen kebijakan,
rencana dan/atau
Pembangunan Berkelanjutan
program
1.
misalnya penetapan
susunan pusat-pusat
misalnya
permukiman
penurunan
ketersediaan
jalan, misalnya
pengembangan jaringan
berakibat
Jawa
(seperti
pada
jasa
misalnya
ekosistem
berkurangnya
kebisingan
dan
polusi
udara).
3.
Penetapan kawasan
strategis
propinsi/kabupaten/kota
misalnya
penurunan
ketersediaan
Penetapan kawasan
budidaya tertentu
pada
jasa
misalnya
ekosistem
berkurangnya
kebisingan
dan
polusi
udara).
Catatan:
Pengisian tabel di atas dapat dilakukan dengan meminta penyusun
kebijakan, rencana dan/atau program untuk menjelaskan proses
penyusunan dan substansi kebijakan, rencana dan/atau program,
baik yang sedang dirumuskan, maupun yang akan dievaluasi, untuk
memprediksikan
kemungkinan
pengaruhnya
terhadap
isu-isu
kerentanan
dan
kapasitas
adaptasi
terhadap
perubahan iklim.
6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Aspek
Penjelasan/Ilustrasi
Kapasitas daya
Kemampuan
tampung
batas tertentu;
lingkungan hidup
untuk
pembangunan
suatu
ekosistem
untuk
media
mempertahankan
habitat di dalamnya.
Bisa diukur dari beberapa variabel antara
lain daya dukung tanah/lahan dan air.
2.
Perkiraan
Dampak
mengenai dampak
perubahan
dan risiko
mendasar;
lingkungan hidup
Bisa
suatu
kegiatan
lingkungan
diukur
dari
terhadap
hidup
beberapa
yang
media
seperti
yang
tertuang
dalam
Kinerja
layanan/jasa
ekosistem
yaitu:
Layanan
fungsional
(provisioning
kultural
Manfaat
yang
(cultural
services):
tidak
bersifat
pengkayaan
spirit,
tradisi,
pendukung
kehidupan
diperlukan
manusia,
seperti
5.
Efisiensi
pemanfaatan
Tingkat
Kondisi
kerentanan dan
kemungkinan
kapasitas adaptasi
terhadap
perubahan iklim
lingkungan
yang
dampak
diukur
perubahan
dari
iklim,
Tingkat ketahanan
dan potensi
keanekaragaman
hayati
Ukuran
lain
bisa
dipakai,
seperti
Catatan:
Diperlukan
pemahaman
substansi
kebijakan,
rencana
3.
pembangunan berkelanjutan
5.
rencana
dan/atau
program
dan
menjamin
pembangunan
rencana
dan/atau
program
ini
dikembangkan
dengan
2.
3.
4.
kritis,
tapi
positif
dan
tidak
terpaku
pada
tata
dan/atau
program
berdasarkan
hasi
perumusan
alternatif
Pengaruh
Alternatif Penyempurnaan/Perbaikan
Rencana
terhadap
dan/atau
Lingkungan
Perbaikan
Perbaikan
Perbaikan
Program
Hidup
Rumusan
Muatan
Materi
Kebijakan
Rencana
Program
Misal:
Mengurangi jasa
Misal:
Misal:
Misal:
Rencana
ekosistem:
Diganti
Dialihkan
Ditunda
jalan TOL
Penyediaan/
dengan
pada
pelaksanaannya
produksi pangan
peningkatan
wilayah
jalur kereta
yang tidak
api
terdapat
sawah atau
pertanian
produktif
Isu
Mitigasi
Alternatif
Rekomendas
n KRP
strategis
yang
penyempurnaa
yang
yang
diperluka
n KRP
prioritas
priorita
untuk
diperbaiki
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
A
B
C
...dst
Catatan:
Kolom (3) merupakan hasil dari kajian lingkungan hidup termasuk
kemungkinan diperlukannya mitigasi dalam proses pembangunan
BAB IV
METODE PELAKSANAAN KLHS
Pada bab sebelumnya telah diuraikan bahwa KLHS bukan merupakan proses teknokratis
atau ilmiah semata melainkan juga proses politik melalui negosiasi. Meskipun demikian,
berbagai metode ilmiah perlu dikaji kemungkinannya untuk meningkatkan kualitas KLHS.
Tentu saja bahwa metode ilmiah ini sangat beragam dan terus berkembang, oleh
karenanya tidak diperlukan suatu standarisasi dan keharusan untuk menerapkan suatu
metode ilmiah tertentu untuk KLHS.
Penentuan metode analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan
sangat ditentukan oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau
program yang akan dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan
kreativitas untuk menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS.
Dengan kata lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan
kondisi, situasi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel 4.1
memberikan gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi
pemilihan metode.
Deskripsi
Metode
Umum
Pertimbangan
Catatan
Metode
Proses penilaian
Kebijakan, rencana
Prasyarat penyusunan
Cepat/
suatu isu
dan/atau program
kebijakan, rencana
(Quick
berdasar
membutuhkan
ahli yang
Keterbatasan waktu
peraturan perundangan
umumnya
dan sumberdaya.
Appraisal) pertimbangan
cenderung
kualitatif.
yang cukup.
Situasi darurat.
Metode
Penilaian
Kebijakan, rencana
Prasyarat penyusunan
Semi
berdasarkan
dan/atau program
kebijakan, rencana
Detil
memerlukan
informasi yang
masukan segera.
lebih akurat,
peraturan perundangan
dapat bersifat
informasi yang
kuantitatif.
cukup.
Metode
Penilaian
Kebijakan, rencana
Prasyarat penyusunan
Detil
menggunakan
dan/atau program
kebijakan, rencana
metode yang
komprehensif
dan memerlukan
menyusunnya.
peraturan perundangan
ahli.
Dalam prakteknya, metoda semi detil dan detil tidak selalu dapat dibedakan
secara
tajam.
Dengan
demikian,
tidak
perlu
diperdebatkan
atau
Pada metode semi detil dan metode detil sebaiknya didahului dengan
pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup substansi
yang dikaji dll).
3.
Metode Cepat atau quick appraisal adalah metode kajian yang lebih
mengandalkan pengalaman dan pandangan para pakar (profesional judgement)
dan cenderung bersifat kualitatif. Metode ini dipilih ketika satu kebijakan,
rencana dan/atau program segera memerlukan pandangan KLHS, tidak
tersedia waktu yang cukup untuk melakukan kajian yang lebih detil. Namun
prasyarat penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku harus tetap terpenuhi.
Beberapa petunjuk teknis agar metode ini dapat dilakukan dengan baik antara
lain sebagai berikut:
1. Perlu dipilih pakar yang tepat sesuai dengan isu-isu yang terkait
dengan kebijakan, rencana dan/atau program.
2. Perlu dirancang suatu proses diskusi yang efektif dan efisien, antara
lain dengan merumuskan isu-isu pokok yang akan didiskusikan.
3. Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring
dan merumuskan pandangan para pakar secara obyektif.
4. Seluruh proses perlu dicatat atau didokumentasikan dengan rinci dan
lengkap.
Contoh:
Identifikasi dan perumusan isu-isu pembangunan berkelanjutan dilakukan
melalui suatu forum diskusi dengan pemangku kepentingan dan atau
melibatkan para ahli. dan ditentukan baik melalui kesepakatan bersama,
maupun dengan meminta pendapat para ahli (professional judgement).
Hasilnya diwujudkan dalam daftar sederhana dengan penjelasan sederhana
yang mudah dipahami. Kajian pengaruh antara suatu komponen kebijakan,
rencana dan/atau program dengan potensi dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup dilakukan dengan menggunakan matriks, perbandingan, analisis
sederhana, atau analogi.
Metode semi detil adalah kajian yang memanfaatkan data-data yang ada
digabungkan dengan pengalaman dan pandangan para ahli. Metode ini
merupakan suatu langkah lebih maju daripada metode cepat, dimana
pandangan para pakar didasarkan pada dukungan data-data dan informasi
yang cukup memadai, sehingga keputusannya lebih akurat dan dapat lebih
berifat kuantitatif.
Metode semi detil dipilih apabila kebijakan, rencana dan/atau program yang
dikaji tidak begitu mendesak untuk diputuskan, serta tersedia waktu dan
sumber daya yang cukup untuk mengumpulkan data dan informasi yang dapat
mendukung pengambilan keputusan oleh para pakar. Prasyarat penyusunan
kebijakan, rencana dan/atau program berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku harus tetap terpenuhi. Pada metode ini sebaiknya didahului dengan
pelingkupan kajian (misalnya lingkup wilayah, lingkup waktu, lingkup
substansi yang dikaji dll).
Kiat-kiat untuk melakukan metode semi detil yang efektif dan efisien antara
lain:
1. Pemilihan pakar dan pemangku kepentingan dilakukan secara selektif
dan benar-benar sesuai dengan isu-isu yang terkait dengan kebijakan,
rencana dan/atau program.
2. Data-data dan informasi pendukung yang memadai disiapkan dalam
format-format yang mudah dibaca dan dipahami.
3. Moderator yang dipilih sebaiknya handal dan efektif, dapat menjaring
dan merumuskan pandangan para pakar secara jernih.
bahwa
mereka
menyetujui
tingkat
akurasi
dan
penting
atau
menjadi
perdebatan
antar
pemangku
kepentingan;
2. Proses kompilasi data dan fakta dilakukan sesuai tahapan perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program dijadikan sarana untuk
merumuskan isu-isu pembangunan berkelanjutan. Dengan kata lain,
data dan informasi yang dikumpulkan pada tahap awal perumusan
kebijakan, rencana dan/atau program dapat dijadikan dasar untuk
merumuskan isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan; atau
3. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana dan/atau program terhadap
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup dengan menggunakan alat
analisis yang lebih kompleks seperti sistem informasi geografis
(Geographic Information System/GIS), proses analisis berhirarkhi
(Analytical Hierarchy Process/AHP), dan pemodelan hubungan antar
faktor.
Data dan informasi menjadi elemen penting KLHS. Meskipun dalam metode cepat
data dan informasi tidak selalu tersedia, dalam banyak kasus, ketersediaan data dan
informasi sangat mendukung keberhasilan KLHS. Ketersediaan data dan informasi
yang tepat dan akurat dapat meningkatkan peran KLHS. Tabel 4.2 menjelaskan
berbagai kemungkinan sumber data.
Sumber Data
Dokumen perencanaan
Catatan/Instansi
Bappenas atau Bappeda;
Kementerian atau Dinas PU; KLH
atau instansi pengelola lingkungan
hidup daerah.
Daerah (SLHD)
Landsat)
Bakosurtanal
LSM
Instansi pemerintah
berwenang
8
selektif
Catatan:
Data dan informasi yang diperlukan dalam studi KLHS tidak selalu merupakan data
hasil penelitian baru. Diupayakan menggunakan data hasil penelitian yang telah
tersedia sepanjang relevan dengan maksud digunakannya data/informasi tersebut.
Beberapa kode etik penggunaan data dan informasi dalam KLHS adalah :
1. Pencantuman sumber data.
2. Verifikasi data untuk mencegah penggunaan data palsu.
4. Verifikasi
data
dan
informasi
perlu
dilakukan
untuk
menjamin
keabsahannya.
5. Informasi sekunder dapat digabungkan dengan data primer yang
dikumpulkan melalui diskusi dengan masyarakat lokal yang memahami
wilayah studi, dengan cara antara lain observasi lapangan, wawancara
langsung, diskusi kelompok terfokus (FGD) dan survey.
4.3 Metode Komunikasi dan Negosiasi untuk Pelibatan Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Lainnya
Merumuskan
Menyampaikan
Menjaring
Informasi
Masukan
Pameran
Poster
Layanan
Konsultasi publik
Lokakarya
Pembentukan
Pemanfaatan
Kesepakatan
Bersama
dokumendokumen cetak
yang ada
Informasi melalui
Hotline
Diskusi melalui
Internet
Survai kuesioner,
wawancara serta
observasi fisik
dan sosial
Kiat-kiat untuk membangun komunikasi dan dialog yang efektif agar proses KLHS
berjalan efektif, yaitu:
1. Bahan tertulis disiapkan secara ringkas dan jelas.
pemangku kepentingan.
3. Menjaga kesantunan komunikasi dari para pemangku kepentingan.
4. Mengklarifikasi dan meluruskan interpretasi yang berbeda yang dapat
muncul dari berbagai pemangku kepentingan.
5. Membantu menyimpulkan dan menyepakati hasil diskusi.
Dalam banyak kasus, diperlukan metode diskusi kelompok terfokus (focus group
discussion [FGD]) untuk mendiskusikan beberapa isu secara khusus dengan anggota
yang terbatas. Kelebihan metode FGD ini adalah agar kita dapat secara khusus dan
tajam mendiskusikan beberapa isu spesifik dengan peserta yang terbatas sehingga
dialog dan pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih efektif.
BAB V
DOKUMENTASI DAN AKSES PUBLIK DALAM KLHS
Khusus tentang butir (6) dan (7), dokumentasi disusun berdasarkan urutan kegiatan,
tempat, peserta, dan waktu setiap tahapan KLHS. Dokumentasi berupa
narasi/penjelasan kegiatan beserta ringkasannya yang dapat diwujudkan dalam
bentuk tabel. Tabel 5.1 merupakan alternatif pembuatan ringkasan dokumentasi
KLHS. Dokumentasi pelaksanaan KLHS disusun oleh pembuat kebijakan, rencana
dan/atau program dan dilampiri tanda tangan perwakilan pemangku kepentingan
yang terlibat dalam KLHS.
Tanggal/
Kegiatan
Hasil
Catatan
Tempat
1.
2.
18 Agustus 2010/
Rapat persiapan
Membentuk Tim
Hadir:
Ruang Bappeda
KLHS
KLHS untuk
1) ....
Penyusunan
penyusunan
2) .....
RTRW
RTRW
3) dst
30 Agustus 2010/
Diskusi Peluang
Kesepakatan
Lampiran Tim
Ruang Bappeda
KLHS dalam
menyusun
Inti KLHS
penyusunan
KLHS
RTRW
terintegrasi
dengan
penyusunan
RTRW
3.
15 September
Diskusi
Kesepakatan
Lampiran daftar
2010
identifikasi
pemangku
pemangku
pemangku
kepentingan
kepentngan
kepentingan
yang akan
dilibatkan
4.
Dst
Penjaminan kualitas adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS
sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau tahapannya, termasuk bahwa
substansi hasil KLHS telah direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan kualitas
menjadi tanggungjawab pembuat kebijakan, rencana dan/atau program itu sendiri.
Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan penilaian kualitas
KLHS.
DAFTAR ISTILAH
1.
2.
3.
Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat RTRW, adalah hasil
perencanaan kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
4.
5.
6.
7.
Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
8.
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi/lembaga pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan
serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan
oleh instansi pemerintah.
9.
11. Instansi lingkungan hidup adalah instansi di tingkat pusat atau daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
12. Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
15. Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program.
16. Risiko lingkungan hidup adalah kemungkinan atau tingkat kejadian, bahaya,
dan/atau konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kondisi lingkungan, yang menjadi
ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia.
17. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
langsung oleh aktifitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi
atmosfer secara global termasuk perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati
pada suatu kurun waktu yang dapat dibandingkan.
18. Fenomena perubahan iklim
24. Penurunan mutu sumber daya alam adalah penurunan kualitas sumber daya alam
yang berpengaruh terhadap fungsi sumber daya alam tersebut.
25. Penurunan kelimpahan sumber daya alam adalah penurunan potensi kuantitas atau
kuantitas ketersediaan sumber daya alam.
26. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan adalah peningkatan luasan
atau prosentase tutupan hutan yang beralih menjadi tutupan dan/atau fungsi lain.
27. Penduduk miskin adalah berdasarkan kriteria dalam peraturan perundangan terkait
mengenai tingkat kesejahteraan penduduk.
28. Terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat adalah potensi
hilangnya mata pencaharian atau sumber penghidupan masyarakat yang dapat
mengganggu kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
29. Peningkatan
risiko
meningkatnya
terhadap
kemungkinan
kesehatan
dan
keselamatan
penurunan
kualitas
manusia
lingkungan
yang
adalah
dapat
perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat
dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
35. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati adalah kemampuan
mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam
hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang
bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem.