Anda di halaman 1dari 20

TUGAS REFERAT

Stase Ilmu Penyakit Mata


RETINITIS PIGMENTOSA
Pembimbing :
Dr. Suyatno, Sp.M

Disusun oleh:
Ade Sofyan, S.Ked

J.500.050.044

Diah Rifqi Susanti, S.Ked

J.500.060.003

Silvia Rinawati, S.ked

J.500.060.028

Satria Mahaputra, S.Ked

J.500.060.030

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN 2011

Lembar Pengesahan
TUGAS REFERAT
Stase Ilmu Penyakit Mata
RETINITIS PIGMENTOSA
Yang Diajukan Oleh :
Ade Sofyan, S.Ked

J.500.050.

Diah Rifqi Susanti, S.Ked

J.500.060.003

Silvia Rinawati, S.ked

J.500.060.028

Satria Mahaputra, S.Ked

J.500.060.030

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 21 Juli 2011
Pembimbing :
Dr. Suyatno, Sp.M

(..)

Dipresentasikan di hadapan :
Dr. Suyatno, Sp.M

(..)

Disahkan Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter :


Dr. Yuni Prasetyo K, MM.Kes

(..)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Retina merupakan salah satu bagian dari mata yang fungsinya sangat
penting dan terletak di belakang mata dan terhubung ke otak. Hal ini terdiri dari
jutaan sel-sel peka cahaya yang dikenal sebagai sel fotoreseptor. Sel-sel
fotoreseptor memiliki fungsi penting dari transmisi impuls listrik ke otak untuk
memungkinkan melihat untuk mengambil tempat.
Ketika melihat sebuah benda, cahaya dari objek yang bergerak pada
kornea, kemudian melewati aqueous humor, pupil, lensa dan vitreous humor
untuk mencapai retina. Selama bagian ini, cahaya menjadi difokuskan ke macula.
Pada makula, cahaya menyebabkan reaksi kimia dalam sel kerucut, yang
akibatnya mengirim pesan listrik dari mata ke otak. Otak menerima pesan-pesan
dan menunjukkan bahwa objek tertentu telah terlihat. Sel kerucut bertanggung
jawab agar mampu mengenali warna dan membaca.
Sel batang sangat penting untuk melihat dalam gelap, dan untuk
mendeteksi benda-benda ke samping, atas dan bawah objek secara langsung
terfokus. Fungsi ini mencegah Anda dari menabrak hambatan saat sedang
bergerak. Semua sel-sel retina (batang dan kerucut) mendapatkan oksigen dan
nutrisi lain dari sel-sel pigmen retina (epitel), yang disimpan disediakan oleh
jaringan yang kaya pembuluh darah di koroid tersebut.
Kelainan sel-sel fotoreseptor pada retina menyebabkan gangguan yang
dinamakan Retinal dystrophies, salah satu bentuk retinal dystrophies adalah
retinitis pigmentosa. Retinitis pigmentosa (RP) merupakan jenis kebutaan yang
disebabkan oleh kelainan pada sel-sel fotoreseptor. Pada retina, degenerasi dapat
terjadi pada sel-sel fotoreseptor, yang dapat menyebabkan antara lain retinitis
pigmentosa (RP). RP adalah penyakit mata keturunan. Pada pasien RP, degenerasi
sel fotoreseptor terjadi secara bertahap menyebabkan hilangnya penglihatan
secara progresif.

Dalam RP ada kerusakan sel-sel dalam retina yang menangkap cahaya,


yang dikenal sebagai kerucut dan batang. Seiring waktu, sel-sel ini perlahan-lahan
berhenti bekerja dan visi memburuk. Salah satu tanda-tanda pertama RP malam
kebutaan, atau adaptasi lambat untuk cahaya redup. Sebagai RP berlangsung,
orang mengembangkan visi terowongan, yang akhirnya dapat menyebabkan
hilangnya lengkap penglihatan.
Berdasarkan visual impairment and Blindness, Retinitis Pigmentosa
merupakan salah satu penyebab kehilangan visus yang penting pada usia-usia
produktif. Retinitis Pigmentosa merupakan merupakan distrofi pigmen retina
primer, merupakan kelainan heriditer yang kelainannya lebih menonjol pada rods
dari pada cone. Kebanyakan diturunkan secara autosomal resesif, diikuti dengan
autosomal dominan dan paling sedikit diturunkan melalui X-liked resesif.
Dalam kebanyakan kasus, gangguan ini terkait dengan gen resesif, gen
yang diwariskan harus dari kedua orang tua untuk menyebabkan penyakit. Tapi
gen dominan dan gen pada kromosom X juga telah dikaitkan dengan retinitis
pigmentosa.
Jumlah penderita RP diperkirakan memiliki rasio 1 dari 5000 penduduk di
seluruh dunia. gejala klinis umumnya timbul pada masa dewasa muda (young
adulthood) usia 20-30 tahun. meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanakkanak (infancy) hingga pertengahan usia 30-an sampai 50-an. Dokter dapat
melihat tanda-tanda pertama retinitis pigmentosa pada anak-anak yang terkena
dampak sejak usia 10. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis mutasi gen
(perubahan gen) dapat mengirim pesan yang salah pada sel-sel retina yang
menyebabkan degenerasi progresif mereka.
Sebuah populasi multicenter studi oleh Grover et al pasien dengan RP
yang setidaknya 45 tahun atau lebih ditemukan temuan sebagai berikut: 52%
memiliki visi 20/40 atau lebih baik dalam setidaknya satu mata, 25% memiliki
visi 20/200 atau lebih buruk, dan 0,5% tidak punya persepsi cahaya
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan yang paling sesuai
untuk mengatasi kedua kondisi kebutaan tersebut. Walaupun demikian, penelitian

telah menunjukkan kemajuan dalam pengembangan beberapa terapi yang dapat


digunakan.

B. TUJUAN PENULISAN
Pada referat kali ini penulis akan mencoba membahas tentang retinitis
pigmentosa. Berbagai etiologi yang mendasarinya, mekanisme patofisiologi, cara
mendiagnosis dan penatalaksanaan retinitis pigmentosa dari berbagai sumber yang
ada. Referat kali inidiharapkan berguna bagi mahasiswa kedokteran untuk
memperkaya khasanah ilmu ofltalmologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Retinitis pigmentosa adalah nama dari sekelompok dystrophies retina yang
menyebabkan degenerasi retina mata. Retinitis pigmentosa adalah penyakit mata
yang individu sejak lahir. Kata "retinitis" berasal dari "retina" (bagian dari mata)
dan "itis" (penyakit). Ini adalah penyakit retina, meskipun tidak satu menular.
Kata "pigmentosa" mengacu pada perubahan warna terkait retina, yang menjadi
terlihat pada pemeriksaan mata (www.retinaaustraliansw.com).
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan
(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang
berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam
hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan
penglihatan sentral (central vision loss).
B. INSIDEN
1

Insidensi retinitis pigmentosa terjadi pada sekitar 1 orang per 5000


penduduk, pada seluruh penduduk dunia.

Umur: gambaran progresifitas lambat pada anak-anak, sering mengakibatkan

kebutaan pada pertengahan usia lanjut.


Ras: penyakit ini dapat ditemukan pada semua ras.
Suku Bangsa: laki-laki lebih sering ditemukan dari pada perempuan dengan

perbandingan 3:2.
Lateraliti: sering ditemukan bilateral dan efeknya sama pada ke dua mata.

C. PENYEBAB

Penyebab terjadinya retinitis pigmentosa sebagai berikut :

Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod).


Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang

berbeda.
Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
Di United States, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh
mutasi pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red
photopigment), Rhodopsin adalah protein receptor yang terdapat pada
membran sel-sel rod retina. Fungsinya sebagai receptor cahaya pada proses
pengantaran sinyal visual yang normal. Oleh karena itu, kerusakan struktur
nya akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja dari protein receptor ini.
sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point. Pada beberapa kasus
RP

autosomal

recessive,

ditemukan

adanya

mutasi

pada

beta-

phosphodiesterase, suatu protein penting pada phototransduction cascade.

Frequency of autosomal dominant retinitis pigmentosa mutations found in the


autosomal dominant retinitis pigmentosa cohort by gene. Gene abbreviations:
rhodopsin (RHO); peripherin 2 (PRPH2); pre-mRNA processing factor 31
homolog (PRPF31); retinitis pigmentosa 1 (RP1); pre-mRNA processing
factor 8 homolog (PRPF8); inosine monophosphate dehydrogenase 1
(IMPDH1); retinitis pigmentosa GTPase regulator (RPGR); nuclear receptor
subfamily 2, group E, member 3 (NR2E3); pre-mRNA processing factor 3
homolog (PRPF3); topoisomerase I-binding arginine-serine rich gene

(TOPORS); cone-rod otx-like photoreceptor homeobox transcription factor


(CRX); retinal outer segment membrane protein 1 (ROM1). Testing identified
mutations in 60% of our autosomal dominant retinitis pigmentosa cohort of
215 families. Mutations have yet to be identified in the remaining 40%.
(www.molvis.org).

Retinitis pigmentosa biasanya diwariskan. Semua jenis retinitis pigmentosa


diwariskan, tetapi dalam cara yang berbeda
o ada retinitis pigmentosa autosomal dominan, orangtua yang terkena bisa
punya anak yang terkena dampak dan tidak terpengaruh.

o Pada retinitis pigmentosa autosomal resesif, tidak terpengaruh orang tua


dapat memiliki anak-anak baik yang terkena dampak dan tidak
terpengaruh. Dalam jenis ini, tidak ada sejarah keluarga sebelumnya
retinitis.

o Dalam x-linked retinitis pigmentosa, cacat ini terkait dengan kromosom


X.. Dengan demikian, beberapa laki-laki dalam keluarga akan memiliki

retinitis, sedangkan perempuan akan menjadi pembawa terpengaruh dari


sifat genetik.

(www.tree.com)
D. PATOFISIOLOGI
RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif,
biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek
genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel
batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal pigment epithelium
(RPE) dan fotoreseptor sel kerucut. Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih
dari seratus gen dapat menyebabkan RP.
perubahan histopatologi di RP telah didokumentasikan dengan baik, dan
baru-baru ini, perubahan histologis spesifik yang terkait dengan mutasi gen
tertentu yang dilaporkan. Jalur akhir yang umum tetap fotoreseptor kematian sel
oleh apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor
adalah pemendekan segmen luar batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti
hilangnya fotoreseptor batang. Ini terjadi paling signifikan di pinggiran
pertengahan retina. Daerah-daerah retina mencerminkan apoptosis sel dengan
memiliki inti menurun di lapisan nuklir luar. Dalam banyak kasus, degenerasi
cenderung lebih buruk di retina inferior, dengan demikian menunjukkan peran
paparan cahaya.
Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel
fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan

di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen luar semakin
memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di
mid perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan apoptosis sel
dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer). Dalam banyak
kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu menyarankan
suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).
Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas
fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan
(vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina,
maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi
(peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang
dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan
sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis atau keluhan yang sering dialami oleh penderita retinitis
pigmentosa sebagai berikut :

Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007):


1. Sukar melihat di malam hari.
Buta senja: merupakan karakteristik yang terjadi pada beberapa tahun
sebelum adanya kelainan-kelainan pada retina dengan adanya perubahan.
Penglihatan retina, ini menunjukkan terjadinya degenerasi pada rods.
Adaptasi gelap, peninggian light treshold pada perifer retina, walaupun
proses adaptasi gelap itu sendiri menyerang sangat lambat.

2. Lapang penglihatan menyempit.


Annular atau ring-shaped Scotoma, adalah tanda khas yang menunjukkan
adanya degenerasi pada daerah equatorial retina. Seperti perjalanan
penyakitnya, skotoma meningkat pada pada anterior dan posterior dan

selanjutnya terjadi pada penglihatan kspasien mengalami kebutaan.


3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.

Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):


1. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
2. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
3. Dapat berkembang menjadi kebutaan.
Menurut Myron Yanoff (1998):
1. Decreased night vision (nyctalopia) dan decreased color vision
2. Kehilangan penglihatan perifer (loss of peripheral vision)
3. Penglihatan kabur (blurry vision)
4. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule
formation" di retina perifer
5. Terdapat area atrofi pigmen retina
6. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar
attenuation)
7. Optic nerve "waxy" pallor
8. Pigmented cells di vitreous
9. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification
10. Cystoid macular edema
11. Epimacular membrane
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007)

mengusulkan lima hal khas pada RP:


1. Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness,
mooneye).
Ini merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai
hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP. Pasien
biasanya mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari tau di
tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan
yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop). Pasien juga
merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi
berdebu, atau berkabut. Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu
yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic).
Bagaimanapun juga, beberapa pasien memerhatikan hal ini dan
melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision). Pasien
biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja,

kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan


perifer (peripheral vision), misalnya: tenis, basket. Kehilangan penglihatan
(loss of vision) biasanya tanpa disertai rasa sakit (painless) dan
berkembang secara perlahan.
3. Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar kecil atau
kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu sebagai
cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering), berkedipkedip (blinking).
4. Riwayat dan silsilah keluarga (family history with pedigree) dan
pemeriksaan anggota keluarga yang teliti dapat sangat membantu.
5. Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui
adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.

Gambar A

Gambar B

Penglihatan normal

Penglihatan pada retinitis pigmentosa

F. PEMERIKSAAN
Untuk mengetahui apakah seseorang menderita retinitis pigmentosa, selain
dari anamnesis maka diperlukan juga pemeriksaan penunjang, antara lain sebagai
berikut :
1. Funduskopi
Perubahan pigmentasi retina, ini adalah bentuk perivaskular yang khas dan mirip
dengan bentuk bone corpuscule. Pada mulanya perubahan ini ditemukan hanya
pada daerah equatorial dan kemudian menyebar diantara anterior dan posterior.

Penyempitan arterior retina dan menjadi seperti benang pada stadium akhir.
Optik disk menjadi pucat dan keruh pada stadium akhir dan akhirnya berturutturut menjadi atrofi optik. Perubahan-perubahan lainnya yang terlihat seperti
koloid bodies, sklerosis khoroidal, CME, atrofi atau cellophane makulopati.

o Pada retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal


RP.
o Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di
bagian perifer retina.
o Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi
saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan.
o Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
o Gambaran Fundus pada RP:
Bone spicules
Terdapat
gambaran
midperipheral

retinal

hyperpigmentation dalam pola yang karakteristik.


Optic nerve waxy pallor
Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer

retina
Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)

2. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan
diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan
dengan tes ini.
3. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan
diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel
batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan
untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.
Perubahan elektrofisiologikal tampak lebih cepat pada penyakit ini
sebelum tanda-tanda sebelum tanda-tanda subyektif atau tanda-tanda
obyektif (perubahan fundus). ERG sub-normal atau EOG tidak tampak
light peak.
4. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang
menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat
ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada
pasien RP.

Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan


mudah mendeteksi perubahan progressive visual field.
5. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien
tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
6. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
7. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.

Keterangan : gambar diatas menunjukkan lapisan jaringan retina dengan


menggunakan high-resolution microscope. Gambar kiri menunjukkan retina yang
normal, sedangkan gambar kanan menunjukkan keadaan retina yang terkena
retinitis pigmentosa (www.nei.nih.gov/eyeonnei).
G. PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Sebagian besar pengobatan tidak berhasil, sampai saat ini belum ada
pengobatan yang efektif untuk penyakit ini. Tujuan terapi antara lain :
1. Evaluasi terhadap penghentian progresifitas perjalanan penyakit yang
telah dicoba dari tahaun ke tahun, termasuk: vasodilar, ekstrak plasenta,

tranplantasi otot rektus ke dalam rongga suprakoroid, light exclusion


therapi, terapi ultrasonik, terapi akupuntur. Belum lama ini, Vitamin A
dan E telah direkomendasikan untuk mengontrol progresifitas.
2. Low vision aids (LVA) dalam bentuk magnifying glasses, dan night vision
device, mungkin dapat membantu.
3. Rehabilitasi pasien yang berpengaruh terhadap dirinya seperti latar
belakang sosial ekonomi.
4. Profilaksis, konseling genetik untuk tidak menikah dengan keturunan
yang sama untuk menghindari diturunkannya insiden penyakit ini.
Selanjutnya bagi yang sudah menikah dianjurkan untuk tidak mempunyai
anak.
Penatalaksanaan penyakit retinitis pigmentosa sebagai berikut :
1. Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007) menganjurkan pemberian vitamin A larutair 10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan
tambahan diet dengan Zinc.
2. Menurut Myron Yanoff (1998) menyarankan obati/hilangkan penyebab pokok
(underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik. Berikanlah
suplemen vitamin E, C, dan karoten.
3. Beberapa pilihan terapi menurut David G Telander (2007)
o Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.
o Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
o Docosahexaenoic acid (DHA), DHA merupakan

omega-3

polyunsaturated fatty acid dan antioxidant.


o Acetazolamide
Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal,
kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah
membatasi penggunaannya.
o Lutein/zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat
diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan. Lutein
dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi
oral telah terbukti meningkatkan pigmen macular. Dosis 20 mg per
hari telah direkomendasikan.
o Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.

o Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum


ada bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C
pada RP.
o Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif. Namun belum ada
studi kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien
RP.
o Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya: Cataract extraction.
Bedah katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later
stages)

RP.

Penggunaan

perioperatif

kortikosteroid

direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid macular


edema.
4. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti
lebih lanjut adalah:
Growth factors
Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil

memperlambat degenerasi retina.


Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
Retinal prosthesis ( = phototransducing chip,subretinal microphotodiodes)
terapi gen (gene therapy)
steam cell

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditemukan pada penyakit retinitis pigmentosa
antara lain :
1.
2.
3.
4.

Penurunan penglihatan (decreased vision)


Katarak
Cystoid macular edema
Drusen in the optic nerve head

Masalah Lain yang Perlu Dipertimbangkan:


1. Infeksi:

TORCH

(toxoplasmosis,

other

infections,

rubella,

cytomegalovirus infection, dan herpes simplex); congenital rubella;


syphilis.

2. Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus


flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti
3.
4.
5.
6.

syndrome, pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.


Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis
Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)
Inflamasi: serous uveitis
Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia

I. DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sifilis
Rubela kongenital
Defisiensi vitamin A
Intoksikasi fenotiazin
Resolusi ablasi retina eksudatif
Toxic retinopathy secondary to phenotiazines
Resolution of an old retinal detachment

(serous

or

rhegmatogenous)
8. Choroideremia
9. End-stage Stargardt's disease
10. Gyrate atrophy
11. Congenital stationary night blindness
12. Diffuse unilateral neuroretinitis
13. ARMD nonexudative
14. Best disease
15. Keracunan (toxicity) chloroquine/ hydroxychloroquine
16. Chorioretinopathy (central serous)
17. Chronic progressive external ophthalmoplegia
18. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute
19. Juvenile retinoschisis
BAB III
KESIMPULAN
1. Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan
(inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer
yang berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan
melihat di malam hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang
menimbulkan kehilangan penglihatan sentral (central vision loss).

2. Retinitis pigmentosa merupakan kelainan yang bersifat herediter


(keturunan). Pola pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20%
autosomal recessive, dan 5-10% X-linked.
3. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap atau "protective eyewear dengan
ultraviolet absorbing lenses" akan membantu pasien.
4. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan
dan vocational rehabilitation.

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. FK UI. Jakarta. 2007. Hlm. 225-6.
Simon C, Everitt H, Kendrick T. Oxford Handbook of General Practice. Second
Edition. Oxford University Press. 2006. p. 945.
Telander DG. Retinitis Pigmentosa. Last Updated: Mar 14, 2007.
Cited from: http://www.emedicine.com/oph/TOPIC704.HTM
Yanoff M. Ophthalmic Diagnosis and Treatment. Current Medicine, Inc.
Philadelphia. 1998. p.210-211.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22961/4/Chapter%20II.pdf
www.nei.nih.gov/eyeonnei
www.tree.com
www.molvis.org
http://www.news-medical.net
http://emedicine.medscape.com/article/1227488-overview#a0104

Anda mungkin juga menyukai