Anda di halaman 1dari 37

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik

V. PENGUJIAN KEAMANAN HAYATI (BIOSAFETY)


TANAMAN PRODUK REKAYASA GENETIK
Tanaman transgenik merupakan salah satu produk rekayasa genetik
(PRG). Agar dapat dikomersialkan atau dibudidayakan oleh petani, di samping
melalui tahap pelepasan varietas sesuai dengan peraturan umum tentang
perbenihan, setiap tanaman PRG harus lulus pengujian keamanan hayati dan
keamanan pangan/pakan. PRG yang dilepas ke lingkungan harus lulus pengujian
keamanan hayati. Keamanan hayati produk rekayasa genetik adalah keamanan
lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Bab ini menguraikan
tentang peraturan perundangan tanaman produk rekayasa genetik (PRG ),

pengkajian keamanan hayati (lingkungan), hasil pengujian keamanan


lingkungan di Indonesia dan luar negeri, dan pengkajian keamanan pangan.
5.1. Peraturan tentang tanaman produk rekayasa genetik (PRG)
Regulasi tentang keamanan hayati PRG berbeda antar-negara. Dalam
bab ini akan diuraikan tentang regulasi di Amerika Serikat dan Indonesia. Hal
yang perlu ditekankan dalam pengkajian keamanan hayati tanaman PRG adalah
perlunya penggunaan dampak tanaman non-PRG sebagai acuan (baseline)
(Tepfer,2002; Nap et al., 2003).
5.1.1 Regulasi tanaman PRG di Amerika Serikat
Regulasi tentang pengkajian keamanan hayati di Amerika Serikat
menggunakan pendekatan yang berbeda dengan Uni Eropa (Nap et al., 2003).
Regulasi di Uni Eropa didasarkan pada proses perakitan tanaman PRG;
sebaliknya regulasi di Amerika Serikat didasarkan pada karakteristik produk
hasil rekayasa genetik. Banyak negara-negara yang sedang menyusun regulasi
menggunakan kombinasi dua pendekatan tersebut.

Setyo Dwi Utomo

Di Amerika Serikat, PRG diatur oleh badan atau lembaga federal yaitu
United States Department of Agriculture (USDA), Environmental Protection
Agency (EPA), dan Food Drug Administration (FDA). Animal and Plant Health
Inspection Service (APHIS), suatu lembaga di bawah USDA, bertanggung
jawab dalam regulasi pengujian lapang PRG; FDA mengatur regulasi semua
aplikasi tentang tanaman termasuk PRG untuk pangan (Fernandez-Cornejo dan
Caswell, 2006). Jika PRG menghasilkan produk untuk mengendalikan hama,
regulasinya diatur oleh EPA. APHIS mengelola pemberian izin atau permit
untuk pengujian lapang untuk menentukan apakah PRG menimbulkan resiko
terhadap pertanian atau lingkungan. Jika tidak berbahaya terhadap lingkungan
dan keanekaragaman hayati, PRG yang diuji bisa ditetapkan sebagai PRG yang
telah di-deregulasi atau non-regulated sehingga diizinkan untuk dikomersialkan.
APHIS menetapkan enam kriteria yang harus dipenuhi agar tanaman PRG
dapat dilepas atau dikomersialkan (Slater et al., 2008):
1) Spesies yang biasa dibudidayakan (jagung, kapas, kentang, kedelai,
tembakau, tomata atau tanaman lainnya;
2) transgen harus terintegrasi ke dalam genome tanaman;
3) fungsi transgen harus diketahui, dan ekspresinya tidak berdampak buruk
terhadap kesehatan tanaman;
4) transgen tidak menghasilkan entitas penginfeksi seperti virus, atau bahan
beracun bagi organism non-target

yang makan atau hidup bersama

tanaman;
5) transgen yang berasal dari virus harus tidak menyebabkan risiko
terbentuknya virus tanaman yang baru;
6) tanaman PRG harus tidak mengandung materi genetik yang berasal dari
patogen manusia atau hewan.

5.1.2 Regulasi tanaman PRG di Indonesia


Undang-undang No. 7 th. 1996 tentang pangan merupakan peraturan yang
pertama yang terkait dengan pemanfaatan PRG di Indonesia.
2

Dalam pasal 13

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Undang-undang tersebut ditentukan bahwa setiap orang yang memproduksi


pangan atau menggunakan vahan baku, vahan tambahan pangan, dan atau vahan
bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari
proses rekayasa genetik wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan
bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 1996).
Keamanan hayati PRG di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri
Pertanian (Kepmentan) No. 856/Kpts./HK.330/9/1997 yang menyatakan bahwa
pemanfaatan PRG harus dilakukan secara seksama agar dalam pemanfaatan
PRG tidak menimbulkan kerugian bagi manusia dan lingkungan (Departemen
Pertanian,

1997).

Berdasarkan

Kepmentan

tersebut,

keamanan

hayati

didefinisikan sebagai keadaan yang dihasilkan melalui upaya pencegahan PRG


yang dapat mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan manusia, hayati
lainnya, dan lingkungan.

Dalam rangka pelaksanaan

atau implementasi

Keputusan Menteri Pertanian tersebut, dibentuk Komisi Keamanan Hayati


(KKH).

Dalam melakukan pengkajian keamanan hayati, KKH dibantu oleh

Tim Teknis Keamanan Hayati (TTKH) yang dibentuk melalui Surat Keputusan
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. HK.330.102.1997
tentang Pembentukan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Bioteknologi
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik (PBPHRG) (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 1997). Pada tahun 1998, TTKH berhasil menyusun
Pedoman Pelaksanaan Pengujian Keamanan Hayati PRG yang sudah disahkan
oleh KKH. Pedoman tersebut berisi teknis pelaksanaan pengujian di
laboratorium, rumah kaca, fasilitas uji terbatas (FUT) dan uji lapangang terbatas
(LUT) {Herman (2009) yang dikutip oleh Herman (2010)}.
Karena Kepmentan th. 1997 belum mengatur aspek keamanan pangan,
pada tahun 1999 Kepmentan tersebut diganti oleh Keputusan Bersama Menteri
Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri
3

Setyo Dwi Utomo

Pangan dan Hortikultura (SKB Empat Menteri) tahun 1999 tentang keamanan
hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetik (PPHRG).
Dalam SKB Empat Menteri tersebut dinyatakan bahwa keamanan hayati adalah
upaya yang diperlukan untuk mencegah PPHRG dari kemungkinan timbulnya
sesuatu

yang

dapat

menggangu,

merugikan,

dan

membahayakan

keanekaragaman hayati termasuk hewan, ikan, dan tumbuhan, serta lingkungan.


Berdasarkan SKB Empat Menteri, KKH diganti menjadi Komisi Keamanan
Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP). KKHKP dibentuk untuk membantu
empat menteri pembuat SKB dalam memberi rekomendasi teknis tentang
keamanan hayati dan keamanan pangan dari pemanfaatan PPHRG. KKHKP
dibantu oleh Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP).
Tim tersebut terdiri atas lima kelompok, yaitu kelompok tanaman, hewan, ikan,
jasad renik, dan pangan.
Pada tahun 2004, disahkan Undang-undang No. 21 tentang Ratifikasi
Protokol Keamanan Hayati atas konvensi tentang keanekaragaman hayati
(Protokol Cartagena) . Protokol tersebut antara lain mengatur tentang prosedur
pemanfaatan PRG secara langsung, kajian risiko (risk assessment), manajemen
risiko, dan perpindahan lintas batas. Karena peraturan yang sudah ada belum
cukup untuk mengatur segala sesuatu tentang PRG sebagaimana diamanatkan
dalam konvensi tersebut, pada tahun 2005 ditetapkan Peraturan Pemerintah No.
21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati PRG (Presiden Republik Indonesia,
2005).
Yang dimaksud keamanan hayati dalam PP No. 21 adalah keamanan
lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan produk rekayasa
genetik.
untuk

Keamanan lingkungan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan


mencegah

kemungkinan

timbulnya

resiko

yang

merugikan

keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik


(PRG). Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
4

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

mencegah

kemungkinan

timbulnya

dampak

yang

merugikan

dan

membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi, penyiapan,


penyimpanan, peredaran, dan pemanfaatan pangan PRG.

Keamanan pakan

adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan


timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan
ikan, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan
pemanfaatan pakan PRG. PP No. 21 bertujuan untuk mewujudkan keamanan
lingkungan, keamanan

pangan dan/atau keamanan

pakan PRG

serta

pemanfaatannya di bidang pertanian, perikanan, kehutanan, industri, lingkungan


dan kesehatan nonfarmasi (Pasal 2 ayat 1). PP No. 21 juga bertujuan untuk
meningkatkan hasil guna dan daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat
berdasarkan

prinsip

kesehatan

dan

pengelolaan

sumberdaya

hayati,

perlindungan konsumen, kepastian hukum dan kepastian dalam melakukan


usaha (Pasal 2 ayat 2). Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa pengaturan yang
diterapkan dalam PP No. 21 menggunakan pendekatan kehati-hatian dalam
rangka mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan
dengan didasarkan pada metode ilmiah yang sahih serta mempertimbangkan
kaidah agama, etika sosial budaya dan estetika.

PP No. 21 mengatur tentang

jenis dan persyaratan PRG; penelitian dan pengembangan PRG;

pemasukan

PRG dari luar negeri; pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan
PRG; pengawasan dan pengendalian PRG;

kelembagaan; pembiayaan; dan

ketentuan sanksi (Pasal 4).


Dalam melakukan penelitian dan pengembangan PRG, berdasarkan PP
No. 21, setiap orang yang melakukan penelitian dan pengembangan PRG wajib
mencegah dan/atau menanggulangi dampak negatif kegiatannya pada kesehatan
manusia dan lingkungan (Pasal 8). Pasal 9 menyebutkan bahwa pengujian PRG
selama dalam proses penelitian dan pengembangan harus dilakukan di
laboratorium, fasilitas uji terbatas (FUT), dan/atau lapangan uji terbatas (LUT).
5

Setyo Dwi Utomo

Dalam Pasal 20 Ayat 4 PP No. 21 Th. 2005 dinyatakan bahwa Pedoman


Pengkajian Keamanan Pangan PRG ditetapkan oleh kepala lembaga nondepartemen yang berwenang, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Badan POM). Sebagai tindak lanjut Pasal 20 ayat 4 tersebut, Badan POM telah
menetapkan Peraturan No. HK.00.05.23.3541 Th. 2008 tentang Pedoman
Pengkajian Keamanan Pangan PRG (Badan POM, 2008). Pedoman tersebut
berfungsi sebagai acuan bagi pemohon dalam mengajukan permohonan
pengkajian keamanan pangan PRG; dan juga sebagai acuan bagi KKHKP dalam
pengkajian keamanan pangan PRG. Pedoman meliputi jenis dan persyaratan
keamanan pangan PRG, tatacara permohonan dan mekanisme pengkajian
keamanan pangan PRG, pengkajian keamanan pangan PRG, serta keputusan
keamanan pangan PRG.
PP No. 21 Th. 2005 juga mengatur kelembagaan yang terkait dengan
keamanan hayati yaitu Komisi Keamanan Hayati PRG (KKH) (Pasal 28-30),
Balai Kliring Keamanan Hayati PRG (BKKH) (Pasal 31), dan Tim Teknis
Keamanan Hayati PRG (TTKH) (Pasal 32). Sebelum dibentuk KKH
berdasarkan PP No. 21, berlaku Pasal 36 PP. No. 21 yang berbunyi Pada saat
berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan
pakan PRG yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
atau belum diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah ini. Setelah menunggu
lima tahun sejak diterbitkan PP No. 21 Th. 2005, pada tgl. 15 Juni Th. 2010
ditetapkan Peraturan Presiden No. 39 Th. 2010 tentang Komisi Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) sebagai pelaksanaan Pasal 29
Ayat 1 PP No. 21 Th. 2005 (Presiden Republik Indonesia, 2010).
Berdasarkan Perpres No. 39 Th. 2010, KKH PRG merupakan lembaga
non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
(Pasal 1 ayat 2). Keanggotaan KKH PRG terdiri atas unsur Pemerintah dan non
6

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Pemerintah. Bidang keamanan lingkungan diketuai oleh Deputi Bidang


Peningkatan Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan
Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; sedangkan Bidang Keamanan
Pangan diketuai oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan
Berbahaya, Badan POM (Pasal 4). Tugas KKH PRG adalah: 1) memberikan
rekomendasi keamanan hayati kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang
berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
berwenang sebagai dasar pertimbangan untuk penerbitan keputusan pelepasan
dan/atau peredaran Produk Rekayasa Genetik (PRG); 2) memberikan sertifikat
hasil uji keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan
kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang sebagai dasar
pertimbangan penerbitan keputusan pelepasan dan/atau peredaran PRG;

3)

memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Lingkungan Hidup,


Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian
yang berwenang dalam penetapan pedoman pemantauan dampak, pengelolaan
risiko dan penarikan PRG dari peredaran; dan 4) membantu Menteri
Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, dan Kepala Lembaga Pemerintah
Non Kementerian yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan terhadap
pemasukan dan pemanfaatan PRG serta pemeriksaan dan pembuktian atas
kebenaran laporan adanya dampak negatif dari PRG (Pasal 6).

Dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, KKH PRG berwenang menugaskan Tim


Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (TTKH PRG) untuk
melakukan pengkajian dokumen teknis dan uji lanjutan keamanan hayati (Pasal
8). KKH PRG juga dibantu oleh Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) dalam
penyelenggaraan layanan dan pengelolaan informasi, antara lain: 1) pengelolaan
dan penyajian informasi kepada publik mengenai prosedur, penerimaan

permohonan, proses, dan ringkasan hasil pengkajian; 2) penerimaan masukan


7

Setyo Dwi Utomo

dari masyarakat dan menyampaikan hasil kajian dari masukan masyarakat;


penyampaian informasi mengenai rumusan rekomendasi yang akan
disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang,
atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berwenang; dan 3)
penyampaian informasi mengenai keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri
Lingkungan Hidup, Menteri yang berwenang, atau Kepala Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang berwenang atas permohonan yang telah
dikaji kepada publik (Pasal 10).
Khusus untuk PRG yang akan dikomersialkan atau dibudidayakan
berupa varietas tanaman, pelepasan varietas tanaman PRG harus mengacu
pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 61/Permentan/Ot.140/
10/2011 tentang pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas (Menteri
Pertanian RI, 2011). Permentan tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan
pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas, dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan dan kepastian atas keunggulan varietas yang tidak
merugikan masyarakat, dan/atau merusak lingkungan (Pasal 2). Varietas
tanaman PRG hasil pemuliaan di dalam negeri, atau berasal dari introduksi
yang diusulkan untuk dilepas harus melalui uji adaptasi bagi tanaman semusim
atau uji observasi bagi tanaman tahunan (Pasal 4 ayat 1). Uji adaptasi atau uji
observasi tersebut harus mengikuti metoda baku seperti tercantum pada
Lampiran 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/Ot.140/10/2011
(Lampiran 1 buku ini).

5.2. Prosedur pengkajian keamanan hayati (lingkungan)

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Berdasarkan Pasal 19 Ayat 1 PP No. 21 Th. 2005, pemohon diwajibkan


melakukan pengujian keamanan lingkungan di laboratorium, fasilitas uji terbatas
(FUT) dan/atau lapangan uji terbatas (LUT) terhadap PRG yang dimohonkan
untuk dilepas dan/atau diedarkan ke lingkungan untuk pertama kali. Dengan
demikian FUT dan LUT perlu dilakukan sebagai bagian dari kajian teknis
keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan oleh TTKH. Hasil
pengujian FUT dan LUT merupakan dasar penyusunan rekomendasi oleh KKH.
5.2.1

Pengujian tanaman PRG di Fasilitas Uji Terbatas (FUT)


Pengujian di FUT merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan

dalam rangka pelaksanaan PP No. 21 Th. 2005 Pasal 19 Ayat 1. FUT merupakan
suatu fasilitas yg dibangun untuk melaksanakan kegiatan perakitan dan pengujian
tanaman PRG berdasarkan konsep pengelolaan risiko (risk management) sampai
pada suatu tingkat yang dapat diterima (Herman, 2010).

FUT dibangun

mengikuti dan sesuai dengan standar keamanan hayati internasional.


Bangunan FUT terdiri atas gedung utama (head-house), rumah kaca, dan
rumah kasa (Traynor et al., 2001 dalam Herman, 2010). Dinding rumah kaca
terbuat dari polikarbonat dan kasa 200 mesh, dengan sistem pintu ganda (double
door) untuk mencegah terjadinya penyebaran serbuk sari. Shelldeck dan exhaust
fan perlu dipasang yang berfungsi untuk mengatur suhu ruangan agar mendekati
suhu udara luar dan tidak mengganggu fungsi sebagai containment yang
memiliki kesamaan lingkungan dengan tempat tumbuh terbuka. Agar dapat
mengakomodasi tanaman dataran tinggi a.l. kentang, rumah kaca juga dapat
dilengkapi dengan chiller dan/atau AC. Dinding rumah kasa dibuat dari kawat
kasa, menggunakan sistem pintu ganda.
5.2.2

Pengujian tanaman PRG di Lapangan Uji Terbatas (LUT)

Setyo Dwi Utomo

Pengujian tanaman PRG di lapangan uji terbatas (LUT) bertujuan


mengevaluasi keamanan lingkungan.
potensi tanaman PRG

Indikator keamanan lingkungan meliputi

menjadi gulma yang didasarkan pada kesepadanan

agronomis antara tanaman PRG dan counterpart-nya, dampak terhadap organisme


non-target, dampak terhadap keanekaragaman hayati, dan perpindahan gen
(Herman, 2010). Sama halnya dengan pengujian tanaman PRG di FUT, pengujian
di LUT juga menganut ketentuan pembatasan atau pengamanan (confinement).
Ketentuan pembatasan tersebut mengadopsi panduan Crop Life International (CLI)
(2005) dan Program for Biosafety System (PBS) ( Halsey, 2006). Hal-hal yang
penting dalam ketentuan tersebut a.l., a) pencegahan agar bahan tanaman PRG tidak
dikonsumsi oleh manusia dan binatang ternak (material confinement); b) tindakan
untuk menghindari lepasnya gen novel dari lokasi percobaan melalui serbuk sari,
benih/biji, atau bagian tanaman lain (genetic confinement); dan c) pencegahan agar
bahan tanaman tidak keluar dari lokasi percobaan ((material confinement).
Keamanan lingkungan antara lain mengacu pada potensi tanaman
transgenik menjadi gulma. Kajian atau evaluasi dilakukan untuk mengetahui
apakah sifat baru pada tanaman transgenik PRG menyebabkan tanaman PRG
berubah menjadi gulma. Karakter- karakter gulma a.l., produksi biji yang sangat
banyak pada beragam jenis lingkungan, pertumbuhan sangat cepat pada fase
vegetatif ke generatif, mampu bertahan hidup tanpa bantuan manusia,
mempunyai toleransi yang sangat tinggi terhadap cekaman biotik atau abiotik,
dan memiliki sifat dormansi tinggi (Herman, 2010). Tingkat potensi perubahan
menjadi gulma dievaluasi berdasarkan kesepadanan karakter agronomis antara
tanaman PRG dan counterpart-nya. Pada tanaman jagung, variabel yang diamati
meliputi tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun, panjang
tongkol, diameter tongkol, jumlah tongkol per petak, bobot 100 butir biji kering,
dan bobot tongkol per petak panen.

10

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Pengkajian terhadap tanaman PRG wajib dilaksanakan sebelum pelepasan


dan peredaran. Peraturan Pemerintah No. 21 Th. 2005 pada Bab V Pasal 14
24 berisi tentang pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG.
Alur prosedur pengkajian keamanan lingkungan

tercantum pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 terdiri atas 11 tahap, dimulai dari Tahap I yaitu pemohon mengajukan
surat permohonan tertulis tentang Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman
PRG, sampai Tahap XI yaitu Menteri Lingkungan Hidup memberi rekomendasi
kepada Menteri Pertanian disertai sertifikat keamanan lingkungan; dan
selanjutnya Menteri Pertanian menerbitkan sertifikat aman lingkungan. Format
surat permohonan sesuai dengan Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 61/Permentan/Ot.140/10/2011 Tanggal : 5 Oktober 2011 (Tabel 5.2).
Agar dapat dibudidayakan secara komersial, pada umumnya tanaman PRG
perlu dilepas sebagai varietas unggul baru.

Dalam rangka pelepasan suatu

varietas unggul perlu diadakan uji adaptasi bagi tanaman semusim dan atau uji
observasi bagi tanaman tahunan. Metoda baku uji adaptasi dan uji observasi
tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
61/Permentan/Ot.140/10/2011 Tanggal : 5 Oktober 2011 (Lampiran 1 buku ini).
Uji adaptasi atau observasi dapat dilakukan setelah melalui proses
pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT atau bersamaan dengan
proses pengkajian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT dengan tetap
mengikuti ketentuan LUT dan ketentuan pelepasan varietas tanaman (Pasal 9
Ayat 1 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011). Jika uji adaptasi atau uji
observasi dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan
tanaman PRG di LUT, tatacara permohonan rekomendasi tercantum pada
Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011. Syarat dan tatacara
permohonan, serta tata cara pelaksanaan pengujian sesuai dengan yang
tercantum dalam Lampiran 4 tersebut diuraikan pada Sub-bab 5.2.3.

11

Setyo Dwi Utomo

Tabel 5.1 Alur Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG


Tahap I

Pemohon mengajukan surat permohonan tertulis tentang Pengkajian


Keamanan Lingkungan Tanaman Produk Rekayasa Genetik(PRG),
dengan menggunakan formulir model A dari Keputusan Bersama
Empat Menteri tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan
Keamanan Pangan Produk Pertanian Hail Rekayasa Genetik,
dossier (jawaban daftar pertanyaan atau questionnare, data dan
dokumen keamanan lingkungan), kepada Menteri Pertanian cq
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Pasal 14
ayat 2 PP No. 21 Th. 2005; Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian
Nomor : 61/Permentan/Ot.140/10/2011 ).

Tahap II

Kepala Badan Litbang Pertanian menyiapkan surat14 hari


pengantar dari Menteri Pertanian ke Menteri Lingkungan
Hidup tentang permohonan Pengkajian Keamaan
Lingkungan Tanaman PRG. Menteri Pertanian
menyampaikan permohonan Pengkajian Keamanan
Lingkungan Tanaman PRG kepada Menteri Lingkungan
Hidup disertai dossier (Pasal 14 Ayat 3)

Tahap III

Menteri Lingkungan Hidup menugaskan KKH untuk14 hari


melakukan pengkajian keamanan lingkungan (Pasal 15
Ayat 1)

Tahap IV

KKH menugaskan Tim Teknis Keamanan Hayati dan14 hari


Keamanan Pangan (TTKH) untuk melakukan pengkajian
dokumen teknis dan uji lanjutan Keamanan Lingkungan
apabila diperlukan (Pasal 15 Ayat 3).

Tahap V

TTKH :
56 hari
mengevaluasi permohonan Pengkajian Keamanan
Lingkungan Tanaman PRG dan dossier (Pasal 15 Ayat
4);
menugaskanTim kecil untuk mengevaluasi permohonan
Pengkajian Keamanan Lingkungan Tanaman PRG,
jawaban questionnaire, dan dokumen yang diajukan oleh
Pemohon. Selain itu tim kecil memberikan advokasi
kepada Pemohon dalam penulisan jawaban questionnaire
yang sesuai dan tepat;

12

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

melakukan evaluasi pengujian keamanan lingkungan di


laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji
terbatas, sebagai pelaksanaan Pasal 19 Ayat 1: Pemohon
wajib melakukan pengujian keamanan lingkungan di
laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji
terbatas terhadap PRG yang dimohonkan untuk dilepas
dan/atau diedarkan ke lingkungan untuk pertama kali;
melakukan sidang pleno untuk melakukan kajian teknis
keamanan lingkungan tanaman PRG.
Tahap VI

TTKH menyampaikan hasil kajian teknis keamanan7 hari


lingkungan tanaman PRG kepada KKH sebagai bahan
penyusunan rekomendasi keamanan lingkungan (Pasal 15
Ayat 5)

Tahap VII

KKH menyampaikan hasil kajian teknis TTKH kepada15 hari


Balai Kliring Keamanan Hayati (BKKH) (Pasal 21 Ayat
1)

Tahap VIII BKKH mengumumkan proses dan ringkasan hasil60 hari


pengkajian teknis TTKH di tempat yang mudah diakses
untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat
(publik) meyampaikan tanggapan (Pasal 16 Ayat 1; Pasal
21 Ayat 1).
Tahap IX BKKH menyampaikan laporan tanggapan masyarakat7 hari
(publik) kepada KKH (Pasal 16 Ayat 4; Pasal 21 Ayat 2)
Tahap X
Tahap XI

KKH menyampaikan rekomendasi keamanan lingkungan14 hari


PRG kepada Menteri Lingkungan Hidup (Pasal 16 Ayat
5; Pasal 21 Ayat 4)
Menteri Lingkungan Hidup memberi rekomendasi kepada
Menteri Pertanian disertai sertifikat keamanan
lingkungan; selanjutnya Menteri Pertanian menerbitkan
sertifikat aman lingkungan (Pasal 22 Ayat 1 dan 2)

13

Setyo Dwi Utomo

Tabel 5.2

Lampiran 2 Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/Ot.140/10/2011


tanggal : 5 oktober 2011 tentang surat permohonan pengujian keamanan lingkungan
tanaman produk rekayasa genetik bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi
di lapangan uji terbatas
Tempat, tanggal ..............

Nomor
Lampiran
Hal

Permohonan Pengujian Keamanan Lingkungan*) Tanaman Rekayasa Genetik


[sebutkan nama komoditas, event dan sifat dari tanamanPRG, misal padi
(komoditas) ABG17 (event) tahan penggerek batang padi (sifat)] bersamaan
dengan Uji Adaptasi atau Uji Observasi di Lapangan Uji Terbatas
Kepada Yth.
Menteri Pertanian
melalui Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
di Jakarta

Bersama ini kami:

1. Nama Perusahaan /Instansi/Perorangan *)


2.

Akte Pendirian/Legalitas Hukum (terlampir)

*)
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlampir
4. Nama Pimpinan/Penanggung Jawab
5. Alamat Kantor Perusahaan/Instansi/Perorangan
6. Nomor Kode Perusahaan/Instansi
mengajukan permohonan pengujian keamanan lingkungan *) tanaman produk rekayasa genetik
bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di Lapangan Uji Terbatas.
Sebagai bahan pertimbangan terlampir disampaikan data dan informasi jawaban pertanyaan
untuk melengkapi permohonan dimaksud.
Demikian, atas dikabulkannya permohonan ini disampaikan terima kasih.
Nama dan Tanda Tangan
Pimpinan/Penanggung Jawab
Tembusan
1. Menteri Negara Lingkungan Hidup.
2. Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
3. Kepala Badan Karantina Pertanian.

14

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

4. Ketua Badan Benih Nasional (sebagai laporan).


*) Coret yang tidak perlu

5.2.3 Tatacara permohonan rekomendasi dan uji adaptasi atau uji observasi
yang dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan
tanaman PRG di LUT
Sub-sub bab ini menguraikan tata cara permohonan berdasarkan Lampiran 4
Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011).
Tatacara permohonan rekomendasi dan uji adaptasi atau uji observasi yang dilakukan
bersamaan dengan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG di LUT yang
diatur pada Permentan tersebut mencakup syarat dan tatacara permohonan, tata cara
pelaksanaan pengujian, dan sanksi. Tata cara pelaksanaan pengujian meliputi
pelaksanaan, pengamanan, studi khusus, pemantauan dan penggunaan lahan bekas
pengujian, penanggulangan keadaan darurat, pencatatan, dan pelaporan.
Permohonan uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG di LUT sesuai
dengan Lampiran 2 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 disertai:

a)

isian atau jawaban pertanyaan yang tercantum pada Lampiran 3 Permentan No.
61/Permentan/Ot.140/10/2011) (Lampiran 2 buku ini ); b) jawaban atas daftar
pertanyaan dan dokumen-dokumen yang diperlukan yang tercantum pada
Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011) (Sub-bab 5.2.3); dan
c) lampiran informasi dan data yang diperlukan, serta proposal uji adaptasi atau
uji observasi tanaman PRG di LUT (Pasal 9 Ayat 3).
Lampiran 3 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian
RI, 2011). mencantumkan daftar pertanyaan antara lain tentang: a) informasi
administrasi (pemohon, penanggung jawab penelitian, lokasi penelitan); b) informasi
tanaman non-PRG; c) informasi tanamana PRG; d) informasi genetik tanaman: e)
pengamanan genetik dan pengamanan material dalam pelaksaaaan LUT. .
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam waktu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima permohonan, harus sudah
mengusulkan kepada Ketua KKH untuk penerbitan rekomendasi pengujian

15

Setyo Dwi Utomo

keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilakukan bersamaan dengan uji


adaptasi atau uji observasi di LUT (Pasal 9 Ayat 4).
5.2.3.1 Syarat dan tatacara permohonan
5.2.3.1.1 Pemohon
Identitas pemohon. Pemohon harus memenuhi syarat antara lain memiliki
identitas

yang

meliputi

nama

perusahaan/instansi/perorangan,

akte

pendirian/legalitas hukum, nomor pokok wajib pajak (NPWP), nama


pimpinan/penanggung jawab, alamat kantor perusahaan/instansi/perorangan,
nomor kode perusahaan/instansi/perorangan (bila ada).
Tanggung jawab pemohon. Pemohon bertanggung jawab untuk menaati
semua ketentuan yang ada dalam Permentan. Tanggung jawab juga berlaku
terhadap pegawai, sub kontraktor, atau pihak lain, yang dikontrak oleh pemohon
berkaitan dengan pelaksanaan dan pemeliharaan penelitian atau penanganan
(handling) bahan tanaman PRG.
Pelanggaran ketaatan. Pelanggaran ketaatan meliputi: 1) pelepasan bahan
tanaman PRG yang tidak disengaja karena kelalaian atau kecerobohan, maupun
yang disengaja; 2) pelepasan bahan tanaman PRG oleh pihak yang tidak
berwenang; 3) tercampurnya bahan tanaman PRG ke dalam pangan dan/atau
pakan selama pelaksanaan penelitian, dan/atau 4) kelalaian terhadap ketentuan
yang disyaratkan pada butir II tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengujian (Subbab 5.2.3.2).
Sanksi pelanggaran. Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan kepada
pemohon berupa: 1) sanksi pidana sesuai dengan Undang Undang No 12 Tahun
1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, dan peraturan perundangan terkait
lainnya; dan 2) biaya untuk penanggulangan akibat lepasnya tanaman PRG.
Sumber daya manusia dan fasilitas. Pemohon harus mempunyai sumber
daya manusia (SDM) dan fasilitas yang cukup untuk menaati semua ketentuan
yang disyaratkan. Pemohon yang tidak mempunyai SDM dan fasilitas yang
16

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

cukup, dapat mengontrakkan pengujian tanaman PRG ke pihak lain yang


memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Lokasi pengujian tanaman PRG harus
diinspeksi dan diverifikasi oleh TTKH PRG sesuai dengan ketentuan yang
disyaratkan. Penanggung jawab pengujian tanaman PRG dan personil teknis
harus berpendidikan dan pengetahuan yang memenuhi syarat.

5.2.3.1.2 Tanaman PRG


Tanaman PRG baik yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri
yang akan digunakan untuk pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang
dilakukan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus
mempertimbangkan kaidah agama dan etika. Pertimbangan dari kaidah agama
dan etika antara lain bahwa gen yang ditransformasikan ke tanaman harus
berasal dari organisme yang tidak bertentangan dengan kaidah agama tertentu
dan etika yang berlaku. Tanaman PRG yang berasal dari luar negeri harus
memiliki ijin impor.

5.2.3.1.3 Lapangan uji terbatas


Pengamanan gen baru (novel) dan bahan tanaman PRG LUT yang
digunakan untuk uji adaptasi atau uji observasi tanaman PRG harus memenuhi
ketentuan pengamanan gen baru dan bahan tanaman PRG agar dapat: 1)
mencegah lepasnya gen baru dari lokasi uji melalui serbuk sari, biji/benih, atau
bagian tanaman lain (misalnya umbi, stek); 2) mencegah bahan tanaman PRG
untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan ternak; dan 3) mencegah lepasnya
bahan tanaman PRG dari lokasi uji.
Ukuran dan jumlah lokasi LUT ditentukan berdasarkan ketentuan uji
adaptasi atau uji observasi yang tercantum pada Tabel 1 dalam Lampiran 1
Permentan No. 61 / Permentan/Ot.140/10/2011 dengan mengikuti ketentuan
17

Setyo Dwi Utomo

pengujian di LUT. Pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG dilaksanakan


bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT.
5.2.3.1.4 Tata Cara Permohonan
Pendaftaran Permohonan. Setiap orang atau badan hukum yang akan
melakukan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan
bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri Pertanian melalui Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian tembusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup, Ketua KKH, Ketua BBN dan Kepala Badan Karantina Pertanian.
Pemohon mengisi permohonan dan menjawab pertanyaan sesuai

dengan

Lampiran 2 Permentan No. 61 / Permentan /Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian


RI, 2011). Pemohon juga harus melampirkan informasi dan data sebagaimana
diamanatkan Pasal 10, serta proposal pengujian keamanan lingkungan tanaman
PRG dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT,
dengan tujuan:mengevaluasi karakter agronomi genotipe yang diuji pada kondisi
lapangan; menyeleksi genotipe pembawa sifat yang diinginkan; memperbanyak
benih atau bibit tanaman PRG yang akan digunakan sebagai bahan penelitian;
dan memperoleh data-data yang diperlukan untuk pengkajian keamanan
lingkungan suatu tanaman PRG, misalnya dampak terhadap organisme nontarget, potensi tanaman PRG menjadi gulma dan bersifat invasive. Data-data
keamanan lingkungan lainnya tercantum dalam Pedoman Pengkajian Keamanan
Lingkungan Tanaman PRG.
Proses Evaluasi Permohonan. Jangka waktu untuk mendapatkan keputusan
persetujuan atau penolakan permohonan pengujian keamanan lingkungan
tanaman PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji
observasi di LUT kurang lebih 66 (enam puluh enam) hari kerja dengan proses
sebagai berikut:
a.
18

Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Litbang Pertanian dalam waktu

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima permohonan, telah menyerahkan


b.

permohonan kepada KKH.


KKH memeriksa kelengkapan administrasi dokumen permohonan dan jika
dinilai tidak lengkap, KKH meminta kepada pemohon agar melengkapi

c.

kekurangan dokumen.
Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
menerima pemberitahuan dari KKH sebagaimana dimaksud pada huruf (b)
di atas, pemohon tidak dapat melengkapi kekurangan dokumen,

d.

permohonan dianggap ditarik kembali.


Apabila dokumen dinilai telah lengkap, KKH menugaskan TTKH PRG
untuk mengevaluasi substansi permohonan pengujian. Jangka waktu
pemeriksaan dokumen permohonan oleh KKH paling lama 14 (empat

e.

belas) hari kerja.


TTKH PRG mengevaluasi informasi atau data permohonan pengujian.
Apabila diperlukan, TTKH PRG melalui KKH meminta pemohon untuk

f.

melengkapi kekurangan informasi atau data.


Apabila dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf (e), pemohon tidak

g.

dapat melengkapi kekurangan dokumen, permohonan dianggap ditarik kembali.


Jangka waktu evaluasi oleh TTKH PRG paling lama 14 (empat belas) hari
kerja di luar waktu yang diperlukan untuk penambahan data dan
informasi, dan hasil evaluasi disampaikan kepada KKH dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah selesai evaluasi.

h.

Setelah menerima hasil evaluasi dari TTKH PRG, KKH menyampaikan


rekomendasi keputusan persetujuan atau penolakan permohonan pengujian
keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji
observasi di LUT kepada Menteri Pertanian melalui Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya hasil evaluasi dari TTKH PRG (Lampiran 2 Permentan No.
61/Permentan /Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011).
19

Setyo Dwi Utomo

i.

Setelah menerima rekomendasi dari KKH, Kepala Badan Penelitian dan


Pengembangan Pertanian, atas nama Menteri Pertanian memberikan
keputusan persetujuan (Lampiran 3) atau penolakan permohonan
pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji
adaptasi atau uji observasi di LUT kepada pemohon tembusan kepada
Menteri Negara Lingkungan Hidup, paling lama 14 (empat belas) hari
kerja sejak diterimanya rekomendasi.

j.

Persetujuan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG


bersamaan denganuji adaptasi atau uji observasi di LUT yang diberikan
berlaku selama tiga tahun sejak tanggal ditetapkan, dan dapat mengajukan
perpanjangan sesuai dengan keperluan uji

k.

Persetujuan permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG


bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT yang diberikan
tidak boleh dipindahtangankan.

l.

Apabila permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG


bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT ditolak, Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas nama Menteri
Pertanian menyampaikan alasan penolakannya kepada pemohon

Perlindungan Kerahasiaan.n Setiap pemohon yang telah mengajukan


permohonan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan
uji adaptasi atau uji observasi di LUT berhak mendapat perlindungan
kerahasiaan PRG yang bersifat komersial dengan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI). Perlindungan kerahasiaan tersebut berupa perlindungan kerahasiaan
dokumen permohonan dan data hasil pengujian keamanan lingkungan tanaman
PRG yang dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di
LUT. Semua pihak yang terlibat dalam proses pengajuan, persetujuan atau

20

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

penolakan permohonan, serta pelaksanaan uji wajib menjaga kerahasiaan


informasi yang bersifat komersial milik pemohon dan data hasil uji.
Biaya.

Pembiayaan

yang

diperlukan

untuk pengujian

keamanan

lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di
LUT dibebankan kepada pemohon.

5.2.3.2 Tata cara pelaksanaan pengujian


Tata cara pelaksanaan pengujian yang diuraikan pada Lampiran 4 Permentan
No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011) terdiri atas sub-sub
bab pelaksanaan, pengamanan, studi khusus, pemantauan dan penggunaan lahan
bekas pengujian, penanggulangan keadaan darurat, dan pencatatan.
Pelaksanaan. Tata cara pelaksanaan pengujian keamanan lingkungan
tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT meliputi
tata cara pengangkutan dan penyimpanan bahan tanaman PRG, tata cara
penanaman, tata cara pemeliharaan lokasi penelitian, dan pemusnahan tanaman
PRG. Pengangkutan bahan tanaman PRG dan bagian-bagiannya yang akan
dibawa ke LUT harus menggunakan alat angkut yang menjamin keamanan
tanaman PRG.
Bahan tanaman PRG dan bagian-bagiannya yang akan diangkut atau
dibawa ke LUT, harus ditempatkan di dalam wadah tertutup dan berlabel untuk
mencegah tersebarnya bahan tersebut ke luar dari LUT. Semua peralatan yang
diperlukan dalam pemindahan bahan dan atau tanaman PRG harus segera
dibersihkan, sebelum digunakan di tempat lain atau disimpan.

Untuk

menghindari penyebaran biji tanaman PRG, semua perlengkapan/peralatan


persemaian dan pemanenan harus dibersihkan di lokasi penelitian sebelum
diangkut/digunakan di tempat lain.

21

Setyo Dwi Utomo

Penyimpanan bahan tanaman PRG harus dilakukan dengan cara diberi


tanda / label yang jelas dan menunjukkan bahwa bahan tanaman tersebut adalah
bahan PRG, serta tempat penyimpanannya terpisah dari tempat tanaman non
PRG. Tindakan tersebut bertujuan untuk menghindarkan bahan tanaman PRG
tersebut tercampur dengan bahan tanaman non PRG.
Tata cara penanaman tanaman PRG harus sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:
Untuk menghindari perpindahan gen baru ke luar lokasi pengujian
keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji
observasi di LUT, bagian reproduktif tanaman PRG harus diisolasi dari spesies
yang sama atau kerabat dekat, serta spesies lain yang secara seksual kompatibel.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perpindahan gen baru, melalui
penyebaran serbuk sari dari tanaman PRG ke tanaman sejenis atau kerabat
liarnya. Untuk itu diperlukan informasi tentang cara penyerbukan suatu tanaman
(Tabel 5.3). Cara-cara isolasi untuk menghindari perpindahan gen baru sebagai
berikut:
a)

Isolasi fisik, yaitu menanam tanaman PRG di lahan yang dibatasi oleh, antara

b)

lain pagar, bangunan/perumahan, jalan, sungai, atau lahan bera; atau


Isolasi biologis: menanam tanaman PRG di lahan yang tidak ditanami

c)

dengan tanaman sejenis; atau


Isolasi waktu: menanam tanaman PRG pada waktu yang tidak bersamaan
dengan penanaman tanaman sejenis di sekitar lokasi, sehingga waktu

d)

berbunganya berbeda; atau


Isolasi reproduksi, dilakukan dengan cara: 1) Membungkus bunga jantan
tanaman PRG dengan kantong kertas yang tidak mudah rusak, untuk
mencegah terjadinya penyerbukan silang; atau 2) memanen tanaman PRG
sebelum berbunga; atau 3) mengemaskulasi/mengkastrasi (menghilangkan
bunga jantan) tanaman PRG sebelum serbuk sari masak; atau 4) menanam

22

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

e)

tanaman non PRG sebagai perangkap serbuk sari tanaman PRG.


Isolasi jarak minimum: yaitu pencegahan perpindahan gen baru dari
tanaman PRG ke tanaman sejenis dan kerabatnya dengan cara menanam
tanaman yang sejenis dengan tanaman PRG di luar jarak minimum (Tabel
5.4). Areal lahan dalam isolasi jarak minimum tersebut dapat ditanami
dengan tanaman sejenis non PRG sebagai pollen trap atau tidak ditanami
(dibiarkan bera). Tanaman non PRG yang digunakan sebagai pollen trap
diperlakukan sebagai tanaman PRG yang harus dimusnahkan setelah
pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji
adaptasi atau uji observasi di LUT selesai. Jika isolasi jarak minimum
menggunakan tanaman pinggiran (border plant) yang berbeda spesies
yang secara seksual tidak kompatibel dengan tanaman PRG di LUT, maka
tanaman sekerabat yang secara seksual kompatibel dengan tanaman PRG
ditemukan di dalam isolasi jarak harus dimusnahkan. Tempat pemusnahan
diberi tanda area pemusnahan.
Pemeliharaan lokasi penelitian harus dilakukan oleh pemohon terhadap

lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan


bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT.

Pemeliharaan

dilakukan untuk menghindari perpindahan gen baru dan kehilangan bahan


tanaman PRG dari lokasi.
Seluruh bagian tanaman yang tidak digunakan sebagai bahan uji lanjutan
harus dimusnahkan dengan cara dibakar, atau direbus kemudian dikubur, atau
dengan cara lain sehingga tidak dapat tumbuh. Pemusnahan tersebut dilakukan
setelah pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji
adaptasi atau uji observasi di LUT selesai. Seluruh bagian tanaman PRG dari
lokasi uji tidak boleh digunakan sebagai bahan pangan dan atau pakan.
Tabel 5.3 Pengelompokan tanaman berdasarkan cara penyerbukan (ditunjukkan
oleh contoh beberapa spesies tanaman).
23

Setyo Dwi Utomo

Kelompok I
(menyerbuk sendiri)
kacang tanah
( Arachis hypogaea)

Kelompok II
(penyerbukan dibantu
serangga)
bunga matahari
Helianthum annuus

Kelompok III
(penyerbukan dibantu oleh
angin)
Jagung
(Zea mays)

Kapas
Kapas
(Gossypium hirsutum) (Gossypium hirsutum)
Kedelai
(Glycine max)

Ubikayu
( Manihot utilisima)

Padi (Oryza sativa)

Ubijalar (Ipomoea batatas)

Sugar beet
(Beta vulgaris)

Sumber : Tabel 1 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011


(Menteri Pertanian RI, 2011)

Tabel 5.4

Jarak minimum isolasi dan ketentuan penggunaan lahan bekas


pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan
uji adaptasi atau uji observasi di LUT

Spesies tanaman
Bunga matahari
Gandum
Gula bit
Jagung
Jarak
Kacang hijau
Kacang tanah
Kakao
Kapas
Kedelai
Nilam
Padi
Sorgum (hibrida)
Tebu
Tembakau
Ubi kayu

Keterangan
dibersihkan
Sumber

Jarak minimum
isolasi (meter)
800
10
3
200
100
10
10
100
200
10
3
3
300
100
400
100

Penggunaan lahan bekas uji adaptasi atau


uji observasi di LUT *) (Tahun)
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

: *) dalam kurun waktu itu, tanaman voluntir PRG sudah bisa


: Tabel 2 Lampiran 4 Permentan No.
61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011)

Pengamanan. Lima tindakan pengamanan yang harus dilakukan meliputi:


24

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

a)

Apabila bunga akan diambil benihnya untuk pengujian keamanan


lingkungan tanaman PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi
di LUT lanjutan, maka bunga tersebut harus ditutup segera setelah terjadi

penyerbukan.
b) Tindakan proteksi khusus harus dilakukan untuk memastikan agar bagianbagian tanaman yang dipanen terisolasi dengan baik, misalnya dimasukkan
ke dalam wadah tertutup dan berlabel.
c) Setiap unit uji adaptasi atau uji observasi atau penelitian harus diberi tanda.
d) Orang yang tidak berwenang tidak diperkenankan masuk ke dalam lokasi
e)

LUT.
Pemberitahuan khusus diberikan ke setiap orang yang bekerja di areal
lokasi LUT, misalnya tidak membawa biji, tanaman atau bagian tanaman
PRG ke luar areal lokasi LUT.
Studi khusus. Apabila pemohon melakukan studi khusus seperti

perpindahan gen (gene flow), efikasi herbisida, plant molecular pharming, dan
studi yang menggunakan serangga hama atau patogen, maka diberlakukan
ketentuan sebagai berikut:
a)

Pada studi perpindahan gen, spesies tanaman sejenis non PRG dapat
dibudidayakan atau ditanam di dalam isolasi jarak.

Pada akhir studi,

tanaman non-PRG tersebut harus diperlakukan dengan cara yang ama


seperti tanaman PRG.
b) Pada studi toleransi terhadap herbisida, gulma sekerabat dapat dibiarkan
tumbuh di dalam lokasi penelitian, tetapi gulma tersebut harus dimusnahkan
sebelum fase generatif. Areal dalam jarak isolasi harus bersih dari tanaman
sekerabat dan yang mempunyai kompatibilitas seksual dengan tanaman
c)

PRG.
Dalam studi yang menggunakan serangga atau pathogen untuk bioasai,
harus digunakan ras/strain/biotipe yang sama dengan lokasi LUT; tanda
yang menerangkan penggunaan serangga hama atau patogen harus dipasang
25

Setyo Dwi Utomo

di areal LUT selama pengujian sedang berlangsung; pemantauan dilakukan


oleh TP2V, TTKH dan penanggung jawab pengujian sejak kegiatan
inokulasi, inkubasi, timbulnya gejala sampai dengan panen.
Pemantauan dan penggunaan lahan bekas pengujian. TTKH PRG
yang mendapat penugasan dari KKH wajib memantau lahan bekas pengujian
keamanan lingkungan tanaman PRG

di LUT. Pemantauan dilakukan oleh

sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota TTKH PRG. Semua biaya kegiatan


pemantauan dibebankan kepada pemohon. Jadwal dan kegiatan pemantauan
harus sudah disiapkan.

Pemantauan juga harus dilakukan pada musim

berikutnya untuk memastikan tidak adanya tanaman volunteer; dan jika


ditemukan, tanaman volunteer harus dimusnahkan. Untuk keperluan
pemantauan, informasi tentang bagian tanaman yang dapat digunakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perlu diketahui (Tabel 5.5 berdasarkan
Tabel 3 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri
Pertanian RI, 2011).

Tabel 5.5

Bagian tanaman yang berfungsi untuk mempertahankan


kelangsungan hidup

Contoh jenis tanaman


26

Nama ilmiah

Bagian tanaman

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Bunga matahari

Helianthus annuum

Gula bit

Beta vulgaris

Biji, umbi

Jagung

Zea mays

Biji

Kedelai

Glycine max

Biji

Padi

Oryza sativa

Biji, tunas anakan

Tembakau

Nicotiana tabacum

Biji, polong

Sumber : Tabel 3 Lampiran 4 Permentan Permentan No.


61/Permentan/Ot.140/10/2011 (Menteri Pertanian RI, 2011). Tabel 3
tersebut bersumber dari Corporate Instruction SANDOZ Group No.
6, Biosafety; Worksheet No.3 January 1994. OECD Concensus
Document on Biology of rice, 1999.
Penanggulangan keadaan Darurat. Pemohon perlu merencanakan cara
penanggulangan apabila terjadi keadaan darurat,

antara lain bencana alam

(banjir, badai, gempa), yang mengakibatkan lepasnya bahan tanaman PRG dari
lokasi LUT atau timbulnya wabah OPT yang tidak terkendali.
Pencatatan. Pencatatan yang memadai (jelas, otentik, dan mudah diakses)
harus dilakukan oleh pemohon.

Pencatatan tersebut merupakan suatu bukti

ketaatan pemohon terhadap ketentuan yang ada dalam Permentan No. 61 Th.
2011. Setiap catatan harus memuat kode otorisasi pengujian keamanan
lingkungan tanaman PRG dilaksanakan bersamaan dengan uji adaptasi atau uji
observasi di LUT, identitas penanggung jawab kegiatan, identitas pembuat
catatan, dan tanggal. KKH akan menerbitkan contoh formulir yang dapat
digunakan oleh pemohon sebagai pedoman dalam pencatatan. Hal-hal yang
perlu dicantumkan dalam catatan meliputi:
a)

pengangkutan, termasuk deskripsi dari bahan yang dipindahkan, cara

b)
c)

pemindahan dan petugas yang berwenang;


penyimpanan, termasuk lokasi dan keamanan tempat penyimpanan;
pengamanan bahan di lokasi pengujian keamanan lingkungan tanaman
27

Setyo Dwi Utomo

PRG bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, termasuk
keamanan lokasi dan kebersihan peralatan agar tidak ada pemindahan
bahan perbanyakan dari lokasi uji adaptasi atau uji observasi atau
d)

penelitian;
cara pemusnahan bahan tanaman PRG;

e)

pemantauan kegiatan yang dilaksanakan di lokasi pengujian dan


pelaksanaan isolasi reproduktif dengan jarak isolasi yang digunakan atau
metoda lain;

f)

fase kritis dari pelaksanaan pengujian keamanan lingkungan tanaman PRG


bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT, termasuk
penanaman dan panen;

g)

pemantauan kejadian yang tidak diperkirakan, sesuai dengan tujuan uji

h)

adaptasi atau uji observasi di LUT;


buku log tentang penggunaan benih tanaman PRG harus disimpan dan
tersedia setiap saat untuk pemeriksaan.

i)

pemantauan pasca panen, identifikasi dan pemusnahan tanaman yang


tumbuh dari sisa benih yang tertinggal di LUT; dan

j)

terjadinya pelepasan ilegal atau tidak sengaja dari bagian tanaman atau
tanaman PRG, termasuk tindak penanggulangan yang direncanakan atau
dilaksanakan.
Pelaporan. Laporan secara tertulis yang wajib dibuat dan disampaikan

oleh Pemohon kepada KKH dengan tembusan ke TTKH PRG

terdiri atas

laporan perkembangan pelaksanaan uji adaptasi atau uji observasi atau


penelitian, laporan khusus, dan laporan akhir.
Laporan pelaksanaan pengujian terdiri atas laporan penanaman, laporan
kemajuan pengujian, dan laporan panen. Laporan penanaman mencakup rincian
pelaksanaan tanam disertai peta lokasi dan areal sekitarnya, serta denah
pengujian. Laporan kemajuan pengujian dibuat sesuai dengan fase pertumbuhan

28

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

tanaman dan jenis/macam data yang dikumpulkan. Laporan panen mencakup


waktu dan hasil panen.
Laporan hhusus terdiri atas laporan insiden dan penanggulangannya, dan
laporan penyimpangan karakter tanaman PRG. Laporan insiden dan
penanggulangannya dibuat jika tanaman PRG terlepas karena kecelakaan atau
dilepas tanpa persetujuan (unauthorized release). Jika hal tersebut terjadi,
pemohon harus segera memberitahu secara lisan dan tertulis kepada KKH dan
TTKH PRG dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak insiden.
Laporan harus mencakup tindak penanggulangannya. Laporan penyimpangan
karakter tanaman PRG dibuat dan disampaikan oleh pemohon kepada KKH
dengan tembusan kepada TTKH PRG jika tanaman PRG menunjukkan
penyimpangan karakter yang berbeda dengan non PRG dan dapat
menyebabkan tidak terpenuhinya persyaratan LUT. Laporan dibuat dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja.
Laporan akhir terdiri atas laporan pengujian dan laporan pasca-panen.
Laporan pengujian keamanan

lingkungan tanaman PRG yang dilaksanakan

bersamaan dengan uji adaptasi atau uji observasi di LUT harus diserahka oleh
pemohon kepada KKH selambat-lambatnya 180 (seratus delapan puluh) hari kerja
setelah pengujian berakhir. Laporan pengujian merupakan laporan ringkas yang
memuat rancangan pengujian, metoda observasi, data dan analisa hasil pengujian,
hasil

observasi

pengaruh

yang

tidak

diantisipasi

(jika

ada)

dan

penanggulangannya, serta interpretasi hasil. Laporan pasca panen harus


diserahkan pemohon kepada KKH dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari kerja setelah selesainya periode pasca panen

(tergantung jenis

tanaman, Tabel 2 Lampiran 4 Permentan No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011


Laporan pasca-panen harus memuat hasil observasi tanaman yang tumbuh dari
benih tinggal dan pemusnahannya, data dan analisisnya yang belum diserahkan,
serta kesimpulan pemohon tentang hasil pengujian tersebut.
29

Setyo Dwi Utomo

5.2.3.3 Sanksi
Jika di dalam pemantauan oleh TTKH diketahui bahwa lokasi LUT,
fasilitas pendukung, dan pelaksanaan uji adaptasi atau uji observasi tanaman
PRG tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Permentan No.
61/Permentan/Ot.140/10/2011, maka TTKH akan merekomendasikan kepada
KKH untuk memberikan sanksi. Sanksi yang diberikandapat bersifat ringan
berupa

surat

peringatan

kepada

penanggung

jawab

pengujian

untuk

memperbaiki ketidaksesuaian tersebut agar memenuhi ketentuan Permentan ini;


atau sanksi berat berupa penghentian pengujian dan pemusnahan seluruh bagian
tanaman PRG.
5.3 Hasil pengujian keamanan lingkungan di Indonesia dan luar negeri
5.3.1 Hasil pengujian keamanan hayati di Indonesia
Beberapa genotipe tanaman PRG sudah diuji keamanan hayatinya di
Indonesia mengikuti peraturan perundangan yang berlaku.

Lima varietas

tanaman PRG memperoleh ketetapan aman hayati (keamanan lingkungan) di


Indonesia dari Komisi Keamanan Hayati (Herman, 2010).

Lima varietas

tersebut terdiri atas tanaman jagung, kedelai, dan kapas (Tabel 5.6). Herman
(2010) melaporkan 13 genotipe tanaman PRG yang diuji di FUT dalam periode
Th. 2001 -2010 (Tabel 5.7). Spesies tanaman yang diuji beserta karakter sifat
unggulnya meliputi jagung (tahan terhadap hama penggerek atau toleran
terhadap herbisida), kentang (tahan terhadap penyakit hawar daun), padi (tahan
terhadap hama penggerek batang atau wereng coklat atau efisien dalam
penggunaan nitrogen), pepaya (penundaan kemasakan), tebu (toleran terhadap
kekeringan atau ber-rendemen tinggi), tomat (sedikit biji /partenokarpi), dan
ubikayu (rendah kandungan amilosa). Setelah melalui tahap pengujian di FUT

30

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

dan LUT, tebu transgenik

toleran kekeringan NXI-1T, NXI-4T, dan NXI-6T

sudah dinyatakan aman lingkungan oleh KKH

(Herman, 2010;

BCH

Indonesia; tanpa tahun).


Tabel 5.6. Deskripsi lima jenis tanaman PRG yang memperoleh ketetapan
aman hayati (kemanan lingkungan) di Indonesia oleh Komisi
Keamanan Hayati
Teknik Transfer
Gen
Jagung GA21
TH
mEPSPS Jagung
Penembakan
glifosat
partikel
Jagung MON810
TSH
Cry1Ab Bacillus
Penembakan
thuringiensis partikel
subsp. kurstaki
Kapas MON1445/1698 TH
CP4
Agrobacteriu Agrobacterium
glifosat EPSPS m tumefaciens tumefaciens
strain CP4
Kapas MON531/757/
TSH
Cry1Ac Bacillus
Agrobacterium
1076
thuringiensis tumefaciens
subsp. kurstaki
Kedelai GTS 40-3-2
TH
CP4
A.tumefaciens Penembakan
glifosat EPSPS strain CP4
partikel
(Sumber: KKH, 1999a; KKH, 1999b; Herman, 2010)
Tanaman Event

Sifat

Gen

Sumber

TH = toleran herbisida, TSH = tahan serangga hama, mEPSPS =


mutated/modified 5-enolpyruvylshikimat-3-phosphate synthase.

31

Setyo Dwi Utomo

Tabel 5.7
Status penelitian tanaman PRG di FUT dan LUT dari tahun 20012010
No. Jenis
FUT
tanaman Sifat
LUT
Rumah kaca Rumah kaca
PRG
1

Jagung

Tahan penggerek
2009-2010 jagung (MON89034)

2010

Jagung

Tahan penggerek
jagung ( TC1507)

2009-2010 -

Jagung
PRG

Toleran herbisida
(NK603)

2001

2002

Kentang

Tahan penyakit hawar 2007-2008 daun

2007-2009

Padi

Tahan penggerek
batang

2002-2006

Padi

Efisiensi penggunaan 2007-2010 nitrogen

Padi

Tahan wereng coklat

Pepaya

Penundaan kemasakan 2005

Tebu

Toleran kekeringan

2005-2007 -

2005-2007

10

Tebu

Rendemen tinggi

2008

2008-2010

11

Tomat

Tahan penyakit
TYLCV dan CMV

2007-2008 -

2009

12

Tomat

Sedikit biji
(partenocarpi)

2006-2007 2009

13

Ubi kayu Kandungan amilosa


rendah

2001-2002 -

2010

2005

2006-2010 -

2006-2008 2007-2010

(Sumber: Herman, 2010).


PRG = produk rekayasa genetik, FUT= fasilitas uji terbatas, LUT = lapangan uji
terbatas, TYLCV = tomato yellow leaf curl virus, CMV = cucumber
mosaic virus
5.3.2 Hasil pengujian keamanan hayati di luar negeri

32

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Dalam periode 1987 - 2005, aplikasi pengujian lapang (field testing)


tanaman PRG

di Amerika Serikat yang diterima APHIS berjumlah 11600;

92% di antaranya sudah disetujui untuk dilaksanakan (Virginia Polytechnic


Institute and State University (2005) dalam Fernandez-Cornejo dan Caswell,
2006). Sebanyak 5000 aplikasi berupa pengujian jagung PRG; tanaman lainnya
meliputi kedelai, kentang, kapas, tomat, gandum, dll. Berdasarkan urutan
karakter agronomi yang dievaluasi, jumlah aplikasi terbanyak untuk karakter
toleran terhadap herbisida (3587), tahan terhadap hama serangga (3141),
perbaikan kualitas produk (flavor, nutrisi, dan keindahan) (2314), tahan terhadap
virus (1239), toleran terhadap kekeringan (1043), dan toleran terhadap
cendawan (647).
Studi tentang pengaruh jagung Bt terhadap hewan non-target dilaporkan
oleh (Mendelsohn et al., 2003: Romeis et al., 2006). Mendelsohn et al. (2003)
melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan dalam jumlah beberapa tipe
serangga antara plot tanaman PRG dan non-PRG; juga tidak terdapat pergeseran
distribusi serangga. Romeis et al. (2006) juga melaporkan studi di lapang bahwa
jumlah atau kuantitas dan aktivitas parasitoid dan predator tidak berbeda pada
tanaman PRG Bt dan non-PRG. Karena budidaya tanaman PRG Bt dapat
mengurangi penggunakan pestisida, hal ini dapat lebih menjamin kelestarian
serangga predator yang digunakan dalam pengendalian hama secara hayati.
Review tentang pengkajian resiko tanaman PRG tahan terhadap virus
patogen dilakukan oleh Tepfer (2002) dan Fuchs dan Gonsalves, 2007). Potensi
dampak ekologi tanaman PRG tersebut meliputi heteroenkapsidasi, rekombinasi,
sinergisme, dan dampak terhadap organism non-target. Tepfer (2002
menekankan perlunya penggunaan dampak tanaman non-PRG sebagai acuan
(baseline) dalam pengkajian

dampak negatif tanaman PRG terhadap

lingkungan.
5.4 Hasil pengkajian keamanan pangan tanaman PRG
33

Setyo Dwi Utomo

Pengkajian keamanan pangan tanaman PRG dilakukan oleh TTKHKP


setelah mendapat tugas dari KKH berdasarkan Pedoman Keamanan Pangan
PRG yang disahkan oleh Kepala Badan POM pada bulan Juli 2008 (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Sepuluh varietas tanaman PRG yang
terdiri atas jagung, kedelai, dan tebu sudah dikaji keamanan pangannya (Tabel
5.8) (Herman, 2010).
Dalam evaluasi keamanan pangan, dilakukan penilaian berdasarkan
informasi genetik dan informasi keamanan pangan. Penilaian informasi genetik
sama dengan yang diperlukan dalam pengkajian keamanan linkungan yaitu
elemen genetik, sumber gen interes, sistem transformasi, dan stabilitias genetik.
Informasi keamanan pangan meliputi kesepadanan substansial, alergenisitas,
toksisitas, dan pertimbangan lain terkait dengan marka utk seleksi

(Badan

Pengawas Obat dan Makanan, 2008). Kesepadanan substansial dikaji


menggunakan metode WHO dan OECD dengan menguji senyawa berupa
proksimat, pati, serat, mineral, vitamin, asam amino, dan asam lemak.
Alergenisitas dikaji untuk mengetahui atau memperoleh data tingkat alergi
terhadap protein hasil ekspresi gen interes. Toksisitas dikaji untuk memperoleh
data tingkat keracunan. Pengkajian didasarkan pada 1) homologi sekuen asam
amino dengan protein putative yang sudah diketahui sebagai toksin (racun);
dan 2) uji toksisitas oral akut pada mencit dan pemberian pakan pada ayam
jantan.

Tabel 5.8 Status Pengkajian keamanan pangan dan ciri-ciri 10 tanaman PRG
34

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

Tanaman
Sifat
PRG
Jagung
Jagung
Jagung
Jagung
Jagung
Jagung
Jagung
Kedelai
Kedelai
Tebu

TH
TSH
TH
TSH
TSH
TSH
MA
TH
TH
TK

TTKHP
KKH
Sekreta- Rapat Rapat
Rapat BKKH SekretaEvent
riat
tim
kelompok pleno
riat
kecil pangan
NK603
+
+
+
+
+*
+**
MON8904
+
+
+
+
+*
+**
GA21
+
+
+
Bt11
+
+
+
MIR162
+
+
+
+
MIR604
+
+
+
3272
+
GTS40-3-2
+
+
+
+
MON89778
+
+
+
+
NXI-1T, NXI+
+
4T, dan NXI6T

(Sumber: Herman, 2010)


MA = modifikasi amilase untuk produksi etanol, BKKH = Balai Kliring
Keamanan Hayati
* = notifikasi publik sudah selesaiu dilaksanakan dalam 60 hari
** = masukkan dari publik sudah dikirim ke sekretariat KKH

Daftar Pustaka

35

Setyo Dwi Utomo

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 1997. Surat Keputusan Kepala


Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. HK.330.102.1997
tentang Pembentukan Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Bioteknologi
Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 1996. Undang-undang No. 7 th. 1996
tentang pangan. Departemen Pertanian. 1997. Keputusan Menteri
Pertanian No. 856/Kpts./HK.330/9/1997 tentang Ketentuan Keamanan
Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) No. HK.00.05.23.3541 Th. 2008 tentang
Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan PRG.
CropLife International (CLI). 2010. Compliance management of confined field
trials for biotech-derived plants. CropLife International aisbl 326 Avenue
Louise, Box 35 1050 Brussels Belgium. Date of publ. April 2010
http://www.croplife.org/Files/Upload/Docs/Biotech/FTC%20Manual
%20FINAL.pdf
Fernandez-Cornejo, J. and M. Caswell. 2006. The first decade of genetically
engineered crops in the United States. Electronic Report. Economic
Information Bulletin No. 11. www. ers.usda.gov.
Halsey, M.E. 2006. Integrated confined system for genetically engineeded
plants. Program for Biosafety Systems, Washington, DC, USA.
Herman, M. 1999. Tanaman hasil rekayasa genetik dan pengaturan keamanannya
di Indonesia (Transgenic plants and their biosafety regulation in
Indonesia). Buletin AgroBio 3(1):8-26.
Herman, M. 2010. Empat belas tahun perkembangan peraturan keamanan hayati
dan keamanan pangan produk rekayasa genetik dan implementasinya di
Indonesia. J. AgroBiogen 6(2):113-125.
Indonesian BCH. Tanpa tahun. Ringkasan Pengkajian Keamanan Lingkungan
Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T, NXI-4T, dan NXI-6T.
http://indonesiabch.org/docs/RingkasanTebuPRG.pdf. Diakses tgl. 17
Januari 2012
Komisi Keamanan Hayati (KKH). 1999a. Surat Penetapan Komisi Keamanan
Hayati No. LB.150.905.155 tentang aman lingkungan tanaman kedelai
Roundup Ready, tanaman jagung transgenik Roundup Ready, dan tanaman
jagung transgenik Bt.
Komisi Keamanan Hayati (KKH). 1999b. Surat Penetapan Komisi Keamanan
Hayati No. LB.150.905.156 tentang aman lingkungan tanaman kapas
transgenik Roundup Ready, tanaman jagung transgenik Roundup Ready,
36

Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik


\

dan tanaman kapas transgenik Bt.


Marc, F. and D. Gonsalves. 2007. Safety of Virus-Resistant Transgenic Plants
Two Decades After Their Introduction: Lessons from Realistic Field Risk
Assessment Studies. Annu. Rev. Phytopathol. 2007. 45:173202
Mendelsohn M, J. Kough, Z. Vaituzis, and K. Matthews. 2003. Are Bt crops
safe? Nature Biotechnology 21:10031009.
Nap J. P., P.L.Metz, M. Escaler, and A.J.Conner. 2003. The release
of genetically modified crops into the environment. Part I.
Overview of current status and regulations. Plant J. 33:1
18.
Presiden Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005
tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Diundangkan di
Jakarta tgl. 19 Mei 2005. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 No. 44
Presiden Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia
tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
http://indonesiabch.org/docs/perpres39-2010.pdf. Diakses tgl. 17 Januari
2012
Romeis, J., M. Meissle and F. Bigler. 2006. Transgenic crops expressing Bacillus
thuringiensis toxins and biological control. Nature Biotechnology 24:63
71.
Slater, A., N.W. Scott, and M. R. Fowler. 2008. Plant Biotechnology: the Genetic
manipulation of Plants. Second Edition. Oxford Univ. Press. Oxford,
United Kingdom.

37

Anda mungkin juga menyukai