Anda di halaman 1dari 2

Uji Praklinik Dan Uji Klinik

Uji praklinik yaitu pengujian yang dilakukan dengan menggunakan senyawa


yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu harus diuji
dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum obat baru ini dapat
dicobakan pada manusia dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat
farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya.
a. Uji Farmakodinamik untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan
efek farmakologi seperti yang harap atau tidak, titik tangkap, dan
mekanisme kerjanya.
b. Uji Farmakokinetik untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi,
Metabolisme, Eliminasi) dan untuk merancang dosis aturan pakai.
c. Uji Farmasetika untuk memperoleh data farmasetiknya, tentang formulasi,
standarisasi, stabilitas, bentuk sediaan yang paling sesuai dengan cara
penggunaannya.
d. Uji Toksikologi untuk mengetahui keamanannya.
Uji Klinik pada dasarnya memastikan efektifitas, keamanan dan gambaran efek
samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.
Berdasarkan penelitian melalui uji klinik ini, pengobatan atau strategi terapentik
tertentu baru dapat diterapkan secara luas dalam praktek. Dalam penembangan
obat-obat baru, maka prinsip penilaian obat atau calon obat didasarkan pada
materi uji klinik secara ketat.
Uji Klinik memiliki tahapan-tahapan yang terdiri dari dari uji fase 1 sampai fase 4.
a. Uji Klinik fase 1
Yang ditelti disini adalah keamanan dan torelabilitas obat bukan
efikasinya, maka dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan fase ini adalah
untuk menentukan besarnya dosisi maksimal yang dapat ditoleransi
(maximally tolerated duse: MTD) yakni dosis sebelum timbul toksik yang
tidak dapat diterima.
b. Uji Klinik fase 2
Pada pase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah melihat
apakah obat ini memiliki efek terapi. Untuk menunjukkan suatu obat
memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik komperatif yang
membandingkannya pada plasebo, atau jika penggunaan plasebo tidak
memenuhi persyaratan etik obat dibanding dengan obat standar.
c. Uji Klinik fase 3
Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat baru benar-benar
berkhasiat dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan
obat standar. Penelitian ini sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan
tentang:
1. Efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan pada dokter yang
kurang ahli.
2. Efek samping lain yang belum dilihat pada fase 2
3. Dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara
ketat.

Bila uji klinik fase 3 menunjukkan bahwa obat baru ini cukup aman dan
efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan.
d. Uji Klinik fase 4
Fase ini sering disebut post marketing drug servetlence karena merupakan
pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan
menentukan pola penggunaan obat dimasyarakar serta pola efektifitas
dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Pada fase 4 dapat
diamati.
1. Efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah
pemakaian obat bertahun-tahun lamanya.
2. Efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit
ganda. Penderita anak atau usia lanjut atau setelah penggunaan
barulang kali dalam jangka panjang.
3. Masalah penggunaan berlebih, penyalahgunaan, dan lain-lain.
Dapus :
Orasi-ilmiah-dies-as.pdf

Anda mungkin juga menyukai