Anda di halaman 1dari 41

Kode Modul: 02.KIM-SMK-T.

2005
MODUL DIKLAT BERJENJANG
Jenjang Sekolah

SMK

Bidang Studi

Kimia

Jenjang Diklat

Tinggi

KIMIA ORGANIK 2
Penyusun
:
Penyunting :

Drs. Mamat Supriatna, M.Pd


Drs. Arief Sidharta, M.Pd

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PENATARAN GURU ILMU PENGETAHUAN ALAM

(SCIENCE EDUCATION DEVELOPMENT CENTRE)

KATA PENGANTAR
Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam (PPPG IPA)
sebagai lembaga diklat memiliki tugas pokok dan fungsi antara lain mengembangkan
dan meningkatkan kualitas pendidikan sains untuk tingkat SD, SMP, SMA, SMK , dan
SLB. Sebagai lembaga pengembang, PPPG IPA selalu berupaya meningkatkan peran
dan fungsinya dengan mengembangkan standardisasi kompetensi tenaga kependidikan,
menerapkan standar pelayanan nasional, serta mengkaji dan mengembangkan bahan
diklat yang inovativ, aktual, dan sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Modul adalah salah satu bahan diklat yang disusun untuk mengembangkan
model-model pembelajaran sains untuk dikaji, dipahami, dan diimplementasikan oleh
guru-guru dalam proses pembelajaran, agar guru dan siswa lebih memahami bagaimana
proses pemahaman sains. Oleh karena itu, pada proses belajar mengajar sains, guru
harus berorientasi pada tiga hal pokok, sebagai berikut.
1. Proses sains, siswa belajar dan memahami sains melalui pengamatan, pengukuran,
percobaan, menarik kesimpulan, dan lainnya.
2. Struktur konsep sains yaitu: Fisika, Biologi, Kimia, dan IPBA.
3. Kecakapan hidup siswa (life skills).
Berdasarkan tiga aspek tersebut, cara yang ditempuh adalah dengan lebih
mengenalkan konsep-konsep sains dengan cara menggunakan model keterampilan
proses sains dan bahan diklat yang sesuai.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan oleh guru-guru di sekolah, sehingga
dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam pembelajaran sains.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita dalam meningkatkan mutu
pendidikan khususnya sains di Indonesia
.
Bandung, November 2005
Plh. Kepala PPPG IPA,

Drs. Suryadi, M.M


NIP. 131 070 737

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar......

Daftar Isi..

ii

Daftar Tabel.....................................................................................................

iii

BAB I.

PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang....

B. Standar Kompetensi .....

C. Indikator ......

D. Deskripsi Materi .

REAKSI SENYAWA KARBON ......

A. Reaksi Subsitusi Nukleofilik ....

B. Reaksi Subsitusi Elektrofilik .

13

C. Reaksi Eliminasi .

21

D. Reaksi Adisi............................................................................

25

E. Reaksi Oksidasi Reduksi.....................................................

28

F. Reaksi Polimerisasi.................................................................

32

G. Evaluasi..................................................................................

35

PENUTUP ..

36

DAFTAR PUSTAKA .....

37

BAB II.

BAB III.

ii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.

Kecepatan Reaksi pada Subsitusi Alkil bromida


dengan I-..............................................................................

Tabel 2.

Kecepatan Reaksi Hidrolisis Alkil Bromida


pada Suhu 50o ...

Tabel 3.

Keraktifan Nukleofil terhadap Metil Bromida .

Tabel 4.

Kecepatan Beberapa Reaksi Alkil Halida.............................

13

Tabel 5.

Orientasi dan Kecepatan Hasil Nitrasi pada


Benzena Bersubstituen Tunggal..........................................

Tabel 6.

17

Substituen Pengarah Meta yang


Selalu Mendeaktifkan

18

iii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Senyawa karbon tidak mudah terionisasi. Artinya senyawa
karbon sukar bereaksi dengan senyawa lain melalui reaksi ionnya.
Akan tetapi dalam kenyataannya telah dikenal bermacam-macam
reaksi senyawa karbon dan menghasilkan banyak sekali senyawa
karbon. Bagaimanakah reaksi senyawa karbon itu berlangsung dengan
keadaan senyawanya yang tidak mudah terionisasi?
Seperti telah Anda pelajari bahwa atom-atom dalam senyawa
karbon itu berikatan satu sama lain melalui ikatan kovalen. Dari konsep
ikatan kovalen itulah dinyatakan suatu reaksi senyawa karbon
berlangsung. Suatu reaksi senyawa karbon terjadi akibat pemutusan
ikatan lama dan pembentukan ikatan baru. Ikatan lama bisa putus jika
ada gangguan seperti pemanasan dan adanya suatu pereaksi yang
disebut nukleofil (suka akan inti positif) serta elektrofil (suka akan
elektron) yang menyerang atom C yang mengikat gugus fungsi.
Karena itu, gugus fungsi memegang peranan dalam reaksi senyawa
karbon dan inilah yang menentukan sifat kimia senyawa karbon
tersebut.
Reaksi senyawa karbon yang diserang oleh nukleofil adalah atom
C yang mempunyai kerapatan elektron rendah, sedangkan oleh
elektrofil adalah atom c yang mempunyai kerapatan elektron tinggi.
Bila yang meyerang adalah nukleofil, reaksinya dinamakan reaksi
nukleofilik; bila yang menyerang elektrofil, reaksinya dinamakan reaksi
elektrofilik.
Reaksi senyawa karbon yang bermacam-macam itu dapat
digolongkan ke dalam tiga tipe dasar, yaitu tipe subsitusi, tipe
eliminasi, dan tipe adisi.
1

Pada modul ini Anda akan mempelajari tahap-tahap reaksi ketiga


tipe dasar itu dan secara khusus mempelajari tahap-tahap reaksi
oksidasi-reduksi serta tahap-tahap polimerisasi.
Dalam tahap-tahap reaksi, Anda mempelajari tahap-tahap
berlangsungnya

reaksi,

untuk

mengetahui

prosesnya.

Dengan

berbekal pengetahuan mengenai tahap-tahap reaksi, Anda dapat


menjelaskan mengapa suatu reaksi terjadi, di samping Anda dapat
menduga apakah suatu reaksi dapat terjadi dan secara spekulatif
dapat meramalkan kecepatan reaksinya.
Dengan memahami tahap-tahap reaksi, Anda diharapkan akan
terhindar dari kebiasaan untuk menghapal seluruh reaksi yang terjadi.
Ada dua cara untuk penentuan tahap-tahap reaksi yaitu cara
kinetik dan cara nonkinetik. Cara kinetik berdasarkan kecepatan reaksi
dan nonkinetik berdasarkan pada zat-zat apa yang terjadi, seperti pada
reaksi toluena dan klor diperoleh dua hasil reaksi yaitu benzilklorida
dan o-klorotoluena. Karena ada dua hasil reaksi yang berbeda, tentu
proses berlangsungnya berbeda dan tahap-tahap reaksinya juga
berbeda.

B. Standar Kompetensi
Mendeskripsikan reaksi kimia karbon.

C. Indikator
1. menjelaskan reaksi subtitusi nukleofilik
2. menjelaskan reaksi subtitusi elaktrofilik
3. mendeskripsikan reaksi eleminasi
4. menjelaskan reaksi adisi
5. mengenali reaksi oksidasi reduksi
6. menjelaskan reaksi polimerisasi.

D. Deskripsi Materi
Topik modul ini menjelaskan reaksi-reaksi dalam senyawa
karbon yang meliputi reaksi subtitusi nukleofilik, reaksi substitusi
elektrofilik, reaksi adisi, reaksi oksidasi reduksi dalam senyawa karbon,
dan di bagian akhir dibahas reaksi eleminasi.

BAB II
REAKSI SENYAWA KARBON

A. Reaksi Subsitusi Nukleofilik


Reaksi subsitusi menggambarkan reaksi yang berlangsung
karena adanya pergantian suatu atom lain atau gugus lain. Dalam
reaksi subsitusi nukleofilik terjadi pergantian pereaksi nukleofil yaitu
partikel yang dapat memberi pasangan elektron pada atom karbon.
Pereaksi nukleofil dilambangkan dengan Nu-. Umumnya, sebuah
nukleofil adalah partikel yang tertarik ke suatu pusat atom positif. Jadi,
sebuah nukleofil adalah suatu basa lewis yang merupakan anion atau
molekul netral yang mempunyai pasangan elektron bebas seperti: Cl -,
Br-, CN-, OH-, H2O, NH3, CH3-OH, CH3NH2,
CH3C=O, CH3C=O dan lainnya.

OH

Contoh reaksi R : X + :Nu-

------ R:Nu + :X-

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:


Pasangan elektron yang terdapat antara R dan X lebih berada
dekat X, sehingga terjadi pemutusan heterolitik dan terbentuk R + (ion
karbonium) dan X-dengan terbentuknya R+ maka :Nu- menyerang dan
terjadilah R:Nu, X+ terdorong ke luar, X- disebut gugus yang pergi.
Pada reaksi ini terdapat kompetisi antara :Nu- yang menyerang
dan :X- yang terdesak, yang tergantung kepada besarnya energi
pembentukan R:Nu dan energi disosiasi RX.
Menurut kecepatan reaksinya apakah terbentuk dulu R + atau
penyerangan dan pendesakan terjadi bersamaan, maka dikenal
subsitusi nukleofilik tingkat satu (SN1) dan subsitusi nukleofilik tingkat
dua (SN2). Kapan terjadi SN1 dan kapan terjadi SN2. Hal ini dipengaruhi
oleh faktor berikut:

(1) Struktur gugus alkil, (2) gugus yang pergi, (3) keadaan pelarut, (4)
polaritas pelarut, (5) tempat yang diserang, dan (6) pereaksi nukleofil.
1. Struktur gugus alkil
Struktur gugus alkil mempengaruhi kecepatan reaksi pada
SN1 dengan urutan alkil primer > alkil sekunder > alkil tersier pada
SN2 sedangkan pada SN1, urutannya adalah alkil tersier > alkil
sekunder > alkil primer.
CH3
H3C - C - CH2Br (neopentilbromida) sangat tidak reaktif untuk SN2
CH3
dengan adanya gugus ruang pada atom C, menimbulkan gangguan
ruang.
Di bawah ini diberikan tabel kecepatan reaksi pada subsitusi
alkilbromida dengan I- di dalam aseton menurut tahap-tahap SN2.*
Kecepatan Reaksi pada Subsitusi Alkil bromida dengan I- di
dalam Aseton Menurut Tahap-Tahap SN2.*

Tabel 1.
SN2

RBr

I-

RI +
CH3-

Kecepatan relatif

145
H

CH3-C-CH2

CH3CH2

1
CH3

CH3-C-

CH3
Kecepatan relative 0,036

Br-

CH3CH2CH2-

0,82

CH3- C
CH3
0,0078

CH3
CH3-C-CH2

CH3
0,00051

CH3
0,000012

Tabel lain mengenai kecepatan reaksi hidrolisis alkil bromida


pada suhu 50o menurut SN1.
Tabel 2.

SN1

RBr

Kecepatan Reaksi Hidrolisis Alkil Bromida pada Suhu 50o


Menurut SN1
+

Kecepatan relative

Br-

H2O

CH3-

CH3CH2

1,05

ROH +

HBr-

CH3CH2CH2-

CH3-C
CH3
1,2.10 6

11,6

2. Gugus Pergi
Kereaktifan RX bisa pada SN1 maupun pada SN2, ditentukan
sebagian oleh sifat gugus yang pergi. Pada umumnya terdapat
korelasi yang positif antara kereaktifan RX dan kekuatan asam HX.
Makin kuat asamnya makin reaktif Rx nya. Karena HF adalah asam
yang paling lemah, maka urutan kereaktifan RX adalah RI > RBr >
RCl > RF.
Sebenarnya, reaksi dengan alkohol merupakan reaksi yang
lambat, kecuali jika ada katalis asam kuat. Ini disebabkan karena
gugus -OH adalah gugus yang paling lemah.
SN2

ROH

Br-

RBr + HOH
..
R O H+

..
R-O-H+
..

..
R-O-H+

..

Br-

..

RBr + H2O

SN2

H
..
R-O-H+
..

Br
R+ + H2O

RBr + HO- SN1

H
6

Garam logam berat terutama logam Ag, Hg, dan Cr


merupakan katalis bagi reaksi SN1 pada alkilhalida. Ikatan yang
terbentuk antara Ag dengan pasangan elektron bebas pada halida
mempercepat reaksi halida sebagai dasar pada uji kualitatif
alkihalida dengan AgNO3 di dalam larutan etanol. Kecepatan
mengendapnya perakhalida tergantung kepada struktur gugus alkil,
tersier > sekunder > primer.
Kenyataan ini digunakan dalam praktek untuk membedakan
primer, sekunder, tersierhalida. Biasanya tersierhalida langsung
bereaksi pada suhu kamar, sedangkan primerhalida harus
dipanaskan.
3. Keadaan Pelarut
Sifat pelarut tempat berlangsungnya substitusi nukleofilik
memberikan pengaruh yang sangat besar, tidak hanya terhadap
kecepatan reaksi tetapi juga terhadap tahap-tahap reaksi. Reaksi
R:Br + I: ---

R:1 + Br: , dapat bereaksi menurut S N1 atau SN2

tergantung kepada pelarut yang digunakan. Dalam keadaan uap


misalnya, reaksi tidak akan berlangsung menurut SN1. Hal ini
R + + X akan

mudah dimengerti, karena pada dissosiasi RX


dibutuhkan

energi

yang

berlangsung menurut
baik, sedangkan

SN2

SN1

sangat

besar.

Reaksi

cenderung

pada pelarut yang terionisasi dengan

sebaliknya.

Ada 2 faktor yang relevan terhadap kemampuan pelarut untuk


mengionkan yaitu:
a. konstanta dielektrikum yang tinggi mempermudah pelarut untuk
ionisasi. Air dengan konstanta dielektrikum = 80 akan lebih
efektif daripada hidrokarbon dengan konstanta dielektrikum =2.
b. kemampuan pelarut untuk melarutkan ion tersebut. Diharapkan
hidrolisis tersierbutilklorida lebih cepat berlangsung dalam
campuran air-alkohol daripada dalam eter-alkohol, karena air

dapat melarutkan anion dan kation, sedangkan eter hanya


melarutkan kation.
4. Polaritas Pelarut
Polaritas pelarut ternyata mempengaruhi ionisasi alkilhalida.
Ionisasi ini hanya mungkin karena energi yang dibutuhkan untuk
menguraikan alkilhalida dikeluarkan pada waktu terbentuknya
ikatan antara ion dan pelarut. Makin polar pelarutnya, makin kuat
daya melarutkannya makin cepat terionisasinya, jadi makin polar
pelarut, makin cepat terjadinya SN1. Bagaimana pengaruhnya
terhadap SN2? Ternyata makin polar pelarutnya, makin kuat ditarik
halidanya, tetapi pada waktu yang bersamaan -OH-nya lebih sukar
untuk dilepaskan. Jadi, untuk SN2, nampaknya kepolaran tidak
terlalu berpengaruh.
5. Tempat Yang Diserang
Tergantung kepada tempat yang diserang, maka yang
seharusnya terjadi substitusi, terjadilah eliminasi.
X

- C C terjadi subtitusi - C- C- terjadi eleminasi

Nu

Nu
Pada alkilprimer lebih cepat terjadi substitusi daripada

eliminasi, sedangkan pada alkiltersier lebih cepat terjadi eliminasi,


karena terbentuknya ion karbonium tersier yaitu ion karbonium
yang paling stabil, pelepasan H sangat mudah terjadi.

6. Pereaksi Nukleofil
Nukleofilisitas

suatu

pereaksi

tergantung

kepada

kemampuannya untuk memberikan pasangan elektron kepada


atom C yang mengandung gugus fungsi.
Berikut ini diberikan tabel kereaktifan berbagai nukleofil
terhadap metilbromida di dalam air pada suhu 500C.
Tabel 3.
No
1

Keraktifan Nukleofil terhadap Metil Bromida

Nukleovil
H2O

Kecepatan relatif
1

Kp
-6

10
2

5,2 X 10

10-11

CH3COO

Cl-

1,1 X 103

10-20

Br-

7,8 X 103

10-2

N3-

1,0 X 104

10-11

HO-

1,6 X 104

100

C6H5NH2

3,1 X 104

10-10

I-

1,1 X 105

10-22

Nukleofilisitas suatu pereaksi tidak selalu sebanding dengan


ke-basaan. Anda amati tabel di atas. Yang jelas adalah basa kuat
merupakan nukleofil yang baik (Contoh HO), tetapi basa sangat
lemah pun dapat menjadi nukleofil yang baik (Contoh I). Dalam hal
ini lebih cenderung dapat diselesaikan dengan energi solvasi.
Energi solvasi dari ion-ion yang kecil dengan muatan yang rapat
selalu lebih besar daripada energi solvasi ion-ion yang besar
dengan muatan yang menyebar.
F(g)----------- F (ag)

H= -177 kkal

Cl(g) --------- Cl (ag)

H= -85 kkal

Br(g) --------- Br(ag)

H= -78 kkal

I(g) --------- I(ag)

H= -68 kkal

Berdasarkan energi solvasi ini, diperkirakan C1 akan


menjadi kurang reaktif daripada I .
Setelah

Anda

mempelajari

faktor

yang

berpengaruh

terhadap tahap-tahap reaksi, marilah kita bahas lebih lanjut


pengaruh struktur gugus alkil. Perhatikan reaksi :
Terdapat dua kemungkinan tahap-tahap reaksi.
Terdapat dua kemungkinan reaksi yang terjadi.
1.

CH3+ + Cl-

CH3Cl
CH3+ + HO-

CH3OH

CH3Cl + HO-

CH3OH
H

2. CH3Cl + OH-

+ Cl-

H O- C Cl

CH3OH + Cl-

HOC- separuh terbentuk


-CCl separuh putus
Untuk menentukan tahap-tahap mana yang mungkin, maka
diamati kecepatan reaksinya. Pada reaksi di atas, kecepatan
reaksinya :
= k (CH3Cl) ( -OH).
Karena kecepatan reaksi tergantung kepada konsentrasi
CH3Cl dan konsentrasi -OH, maka ternyata tahap-tahap reaksinya
seperti pada kemungkinan 2). Substitusi yang berlangsung dengan
tahap-tahap 2) ini merupakan SN2 yang disebut juga substitusi
nukleofilik bimolekular (substitusi nukleofilik tingkat dua), Di sini
penyerangan dan pendesakan terjadi bersamaan. Berikut ini
terdapat perbandingan kecepatan antara gugus metil, etil, isopropil,
dan tersierbutil.

10

CH3

CH3

CH3 CH3
HO-C Cl

CH 3

HO-C Cl

HO-C Cl

HO-C Cl

150

0,1

0,001

Pada reaksi SN2, kereaktifan menurun dengan urutan


sebagai berikut: X pada CH3>X pada C primer >X

pada C

sekunder > X pada C tersier.


Pada reaksi SN2, nukleofil menyerang dari arah yang
berlawanan dengan gugus pergi. Dalam hal reaksi di atas, HO
yang menyerang C datang dari arah yang berlawanan dengan Cl -.
Reaksinya berjalan satu tahap, tanpa melalui suatu intermediat
tetapi melalui suatu keadaan.
Bila gugus akilnya mempunyai C kiral (senyawanya aktif
optik), maka diramalkan akan terjadi enansiomernya yaitu semula
senyawanya desktrorotari setelah bereaksi menjadi levorotari.
Peristiwa perubahan dalam putaran bidang polarisasi cahaya
disebut inversi. Peristiwa ini telah diselidiki oleh Walden. Karena itu,
reaksi ini dinamakan inversi Walden yang telah dicobanya pada
hidrolisis 2-bromooktana.
Bila yang direaksikan dengan -OH adalah tersierbutilklorida,
maka tahap-tahapnya berlangsung seperti tahap-tahap 1). Yaitu
sebagai berikut :
CH3

CH3
lambat

CH3- C+

CH3- C- Cl

CH3

CH3

CH3

CH3

Cl-

CH3

CH3- CH + -OH

cepat

CH3- C OH

CH3
11

Reaksi tersebut berjalan dua tahap. Tahap pertama


terbentuknya ion karbonium (CH3)3-C+, yang berjalan lambat,
karena itu kecepatan reaksi ditentukan oleh reaksi tahap pertama
ini dan tahap kedua adalah tahap bereaksinya ion karbonium
dengan -OH yang berjalan cepat. Ion karbonium merupakan
intermediat, walaupun tak dapat dipisahkan secara khusus tapi
dapat dideteksi. Karena kecepatan reaksinya hanya tergantung
kepada konsentrasi tersierbutilklorida, jadi ditulis: kecepatan reaksi
= k (C4H9Cl). Maka substitusi dengan tahap-tahap semacam ini
dinamakan substitusi nukleofilik unimolekular (substitusi nukleofilik
tingkat satu) yang mempunyai notasi SN1.
Pada reaksi SN1, kereaktifan tergantung kepada kestabilan
ion karbonium, dengan urutan sebagai berikut.
X pada C tersier> X pada C sekunder> X pada C primer> X
pada CH3 dengan perbandingan kecepatan raksi 100 juta : 45 : 1,7
:1
Kestabilan ion karbonium ternyata tergantung kepada sifat
pelarut.
Dalam suatu studi dijumpai bahwa bromometana bereaksi
30x lebih cepat daripada bromoetana. Artinya jika bromoetana perlu
satu jam untuk separuh (1/2) reaksi,

maka bromometana

membutuhkan 1/30 x 1 jam = 2 menit untuk menyelesaikan separuh


(1/2) reaksi.
Dari studi ini ditarik kesimpulan bahwa perbedaan kecepatan
itu disebabkan oleh adanya gugus metil dan gugus etil.
Bagaimana kita menjelaskan kesimpulan tersebut?
Anda amati terjadinya penyerangan oleh -OH.
H

H
CBr

HO- H

CH3
C Br

HO- H

12

Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan


1) Kedua senyawa itu membedakan I atom H pada bromometana
dan 1 gugus metil pada bromometana. Kalau dibandingkan,
gugus metil lebih menolak elektron daripada atom H. Karena itu,
C yang akan diserang pada bromometana relatif lebih negatif.
Sudah barang tentu OH yang akan menyerang agak dihambat
bahkan

sedikit

ditolak

(partikel

bermuatan

sama

saling

menolak).
2) Adanya gugus metil pada bromometana menyebabkan secara
ruang bromometana lebih ruah. Karena itu, bila ada gugus lain
yang akan masuk, tentu saja agak terlambat.
Kedua pendekatan itu dapat Anda lakukan untuk menjelaskan
perbedaan kecepatan reaksi SN2. Berikut ini diberikan tabel mengenai
kecepatan rata-rata beberapa reaksi SN2 pada alkilhalida.
Kecepatan Beberapa Reaksi Alkil Halida

Tabel 4.

Alkil Halida

Kecepatan Relatif

CH3X

30

CH3CH2X

CH3(CH2)2X

0.4

(CH3)2CHX

0.03

B. Reaksi Subsitusi Elektrofilik


Subsitusi elektrofilik merupakan reaksi yang paling sering
ditemukan pada senyawa armatik, sedangkan pada senyawa alifatik
lebih banyak dtemukan subsitusi nukleofilik daripada senyawa
elektrofilik. Hal ini disebabkan karena pada senyawa alifatik lebih
mudah terbentuk ion karbonium yang bermuatan positif dari pada ion
karbon yang bermuatan negatif.

13

Dalam reaksi subsitusi eletrofilik atom H yang terikat pada inti


benzena diganti oleh pereaksi elektrofil yaitu partikel yang bersifat suka
akan elektron. Karenanya, tentu pereaksi tersebut harus bermuatan
positif, atau pereaksi yang kekurangan elektron, atau molekul netral
yang berkutub X5+ --- Y5 -. Reaksi subsitusi elektrofilik yang penting
dapat digambarkan dalam ikhtisar berikut:
HNO3

NO3

H2SO4

nitrasi

nitrobenzena
Br2
FeBr

Br

bromasi

bromobenzena
H2SO4 pekat
benzena

SO3H sulfonasi
Asam benzensulfonat

CH2-CH2-Cl
AlCl3
O
CH3-C-Cl
AlCl3

CH2CH3 etilasi
Etil benzena
C-O

asilasi

CH3
Asetofenon
(metilfenilketon)

Pada reaksi subsitusi elektrofilik senyawa aromatik, tampak


bahwa inti benzena tetap tidak berubah. Ini menandakan bahwa ada
kestabilan cincin benzena pada aromatisitas cincin.
Tahap-tahap yang umum adalah sebagai berikut:
+

+X+

X
X + H+
H
Keadaan Transisi

Keadaan transisi itu merupakan kation yang tidak stabil yaitu


keempat elektron pi tersebar di antara 5 atom C. Keadaan transisi itu

14

dapat digambarkan dalam bentuk resonansi di bawah ini, dengan


anggapan adanya pembagian elektron yang merata.
X
+

+X

+H

Keluarnya proton dari keadaan transisi ini akan memberikan hasil


subsitusi benzena.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi subsitusi elektrofilik
pada senyawa aromatik:
1. Sifat Reagen Elektrofil
Reagen elektrofil yang akan bereaksi dengan benzena
biasanya tidak begitu saja ditambahkan. Misalnya, untuk reaksi
nitrasi, tidak langsung ditambahkan dengan asam nitrat pekat, tapi
asam nitrat pekat harus dicampur dulu dengan asam sulfat pekat
untuk memperoleh partikel yang lebih elektrofil yaitu ion nitronium,
NO2+
HNO3 + 2H2SO4 ------ NO2+ + H3+ + 2HS04Kemudian ion nitronium itulah yang menyerang benzena.

NO2

NO2+H2SO4

NO2 + H+

NO2 + H+

Di sini tampak bahwa katalis mempunyai peranan penting


dalam mempoduksi

ion eletrofil, sebab tanpa H2SO4 sebagai

katalis, HNO3 tidak akan menghasilkan ion nitronium, tapi ion nitrat
(NO3-)3.

Campuran

yang

dipakai

biasanya

adalah

dengan

perbandingan 1 bagian asam nitrat pekat dengan 2 bagian asam


sulfat pekat. Untuk senyawa yang kurang aktif, misalnya p-

15

nitrotoluena, dipergunakan campuran asam nitrat berasap dan


asam sulfat berasap.

CH3

CH3

CH3

HNO3,120o

NO2

SO3,H2SO4

HNO3,120o O2 N
SO3,H2SO4

NO2

NO2
P-nitrotoluene

NO2

NO2

2,4 dinitrotoluene

2,4,6 trinitrotoluene (TNT)

Contoh lain reaksi klorasi benzena menurut riedel Crafs


+
+ C l2

F e C l3

Cl + HCl

Reaksi yang sebenarnya terjadi adalah:


C l2 + F e C l 3

C l+ + F e C l4 -

H
+ C l+
C l+
H
+ F e C l4Cl

C l + H C l + F e C l3

Pada reaksi ini harus ada FeCl3 atau asam lewis lain, karena
adanya asam lewis inilah maka Cl2 dapat diionkan menjadi Cl+ dan
Cl-. Kemudian Cl- berikatan dengan FeCl3 menjadi FeCl4-,
sedangkan Cl+ inilah yang merupakan reagen elektrofil bereaksi
dengan benzena yang merupakan sumber elektron (mempunyai 3
ikatan pi).

16

2. Gugus Yang Sudah Terikat Pada Benzena


Gugus yang sudah terikat pada benzena mempengaruhi
reaktivitas

dan

orientasi

pada

reaksi

substitusi

elektrofilik.

Berdasarkan hasil kerja para akhli kimia lebih 100 tahun terakhir ini,
telah dipastikan adanya tiga masalah:
a. Adanya kemungkinan hasil reaksi dalam bentuk orto, meta, atau
para (orientasi).
b. Persentase tiga bentuk di atas, seandainya ketiga bentuk
diperoleh.
c. Reaktivitasnya,

jika

bandingkan

dengan

benzena

tanpa

subtituen (gugus yang sudah ada).


Berikut ini diberikan tabel mengenai data orientasi dan
kecepatan hasil nitrasi pada benzena bersubstituen tunggal.
R

nitrasi

NO2

Tabel 5.

R
-CH3
-C(CH3) 3
-CH2Cl
-Cl
-Br
-NO2
-COOC2H3
-CF3

- N (CH3) 3

NO2

NO2

Orientasi dan Kecepatan Hasil Nitrasi pada


Benzena Bersubstituen Tunggal

%0
56,5
12,0
32,0
29,6
36,5
6,4
2,3

Orientasi
%m
3,5
8,5
15,5
0,9
1,2
93,2
68,4
100
89

%p
40
79,5
52,5
68,9
62,4
0,3
3,3

Reaktivitas
Relatif
24
15,7
0,302
0,033
0,030
10-7
0,0003

11

17

Dari data ini tampak bahwa:


1) beberapa substituen yang mengadakan orientasi ke orto-para
atau meta. Substituen yang mengadakan orientasi ke orto-para
disebut pengarah orto-para dan substituen yang mengadakan
orientasi ke meta disebut pengarah meta.
2) substisuen

yang

merupakan

pengarah

orto-para

dapat

mengaktifkan dapat mendeatifkan.


3) substituen

yang

merupakan

pengarah

meta

bersifat

mendeaktifkan. Yang bersifat mengaktifkan tidak dikenal.


4) beberapa substituen mempunyai reaktivitas yang kecil sekali,
kurang dari 1. substituen tersebut dikatakan mempunyai sifat
mendeaktfkan
5) beberapa substituen mempunyai reaktivitas yang besar sekali,
lebih dari 1. Substituen tersebut dikatakan mempunyai sifat
mengaktifkan.
Substituen pengarah orto-para mana yang mengaktifkan dan
mana yang mendeaktifkan, begitu juga untuk substituen pengarah
meta yang selalu mendeaktifkan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6.

Substituen Pengarah Meta yang Selalu Mendeaktifkan

Pengarah o-p
yang mengaktikan
-OH

Pengarah o-p
yang mendeatifkan
-CH2Cl

Pengarah m
yang mendeaktifkan
-NO2
+

-O-

-F

-NH3

-OR
-OC6H5
-NH2
-NR2
-NHCOCH3
-Alkil (mis. CH3)
-Aril (mis. C6H5)

-Cl
-Br
-ICH = CHNO2

-NR3
-IC6H5
-CF3
-CCl3
-SO3H
-SO2R
-COOH
-COOR
-COH2
-COH
-COR
-CN

18

Mengapa ada gugus pengarah orto-para? Diterangkan


dengan resonansi, yatu peristiwa bergesernya elektron.
Mari kita amati senyawa fenol. Fenol mempunyai bentuk resonansi:
+

OH

OH+

OH

..

..

Ternyata pada tempat orto dan para, atom C bermuatan


negatif. Jadi, tempat orto-para disukai elektrofil yang kemudian
melekat di situ. Contoh lain: senyawa kolorebenzena yang
mempunyai bentuk resonansi.
Cl+

Cl

Cl

..

..

Juga ternyata muatan negatifnya terdapat pada tempat orto-para,


sehingga elektrofil melekat di situ.
Contoh lain: senyawa toluena dengan bentuk resonansi
CH3

H+CH2

HCH2

..

..

19

Toluen bersifat sedikit asam, karena itu melepaskan H +.


Karena H+ terlepas, pasangan elektron dari C metil diberikan
kepada inti benzena menempati lokasi orto-para, selanjutnya
ditempati elektrofil.
Bagaimana dengan gugus meta? Juga dijelaskan dengan
bentuk resonansi. Mari amati senyawa nitrobenzena yang bentuk
resonansinya adalah sebagai berikut :
O

N+

N+

N+

Atom N pada senyawa benzena mempunyai muatan positif,


karena itu bersifat menarik elektron dari inti benzena. Ternyata
elektron yang ditariknya adalah dari tempat orto-para, sehingga
orto-para kekurangan elektron sehingga akibatnya bermuatan
positif. Elektrofil tidak dapat melekat di situ bahkan ditolak, karena
itu melekat ke meta yang bermuatan relatif negatif.
Bagaimana reaktivitas dapat dijelaskan? Kita ambil contoh
pengarah orto-para yang mendeaktifkan, tetapi adanya gugus
halogen, mendeaktifkan. Hal ini disebabkan karena halogen secara
induktif

bersifat

menarik

elektron

dari

inti

benzena,

yang

mengakibatkan inti benzena menjadi positif. Karena menjadi positif,


maka masukan elektrofil agak terhambat, jadi Cl mendeaktifkan inti
benzena.
3. Ukuran partikel elektrofil
Ukuran

partikel

elektrofil

berpengaruh

terhadap

hasil

substitusi; klorasi toluena menghasilkan 33,9% pada tempat para,


sedangkan bromasi toluena menghasilkan 66,8% pada para,

20

memang ukuran partikel Cl+ lebih kecil dari pada partikel Br+, klorasi
tluena lebih banyak ke tempat orto. Hasil para lebih banyak
daripada hasil orto.
Hal ini disebabkan karena pada tempat orto masuknya
elektrofil terhambat oleh gugus ruah (gangguan ruah), atau oleh
muatan positif dari substituen (partikel bermuatan sama saling
menolak).
C. Reaksi Eliminasi
Reaksi

eliminasi

adalah

reaksi

yang

mengakibatkan

tersingkirnya 2 atom/gugus dari dua atom C yang bersebelahan


(visinal) hingga terbentuk ikatan rangkap (olefin). Pada reaksi eliminasi
yang tersingkir adalah atom H pada C. (Ingat: C adalah C yang
mengikat gugus fungsi). Karena ada gugus yang tersingkir, untuk
reaksi eliminasi ini diberi awalan de-, misal reaksi dehidrogenasi
artinya reaksi penyingkiran 2 atom hidrogen; reaksi dehalogansi artinya
penyingkiran 2 atom halogen; reaksi dehidrohalogenasi artinya reaksi
penyingkiran 1 atom H dan 1 atom halogen dan dehidrasi artinya
penyingkiran 1 atom H dan gugus OH yang menghasilkan satu
molekul air.
Reaksi umum digambarkan sebagai berikut.
H

H- C

C-

H2

H - C = C -- H + XY

Y
X dan Y merupakan atom/ gugus yang sama, bisa juga berbeda,

antara lain bisa merupakan H, halogen, OH, NH2, dan OC2H5.

21

Contoh reaksi:
1. Reaksi dehidrobromasi etil bromida dengan alkohol
H

H-C - C

Br

+ H2SO4

H -C = C - H + C2H5OH + Br-

2. Reaksi dehidrasi etanol dengan H2SO4 pekat sebagai penarik air


H2C - CH2 +

H2SO4

H2C = CH2+ H2SO4.H2O

OH

Reaksi deklorasi 1, 2 dikloropropana dengan logam Zn


H

CH3 - C - C - H + Zn

CH2 -C = CH + ZnCl2

Cl

Cl

Reaksi:
Seperti sudah Anda pelajari di depan, reaksi eliminasi bersaing
dengan reaksi substitusi. Hal ini disebabkan karena tahap pertama
reaksi eliminasi identik dengan tahap pertama reaksi substitusi
nukleofilik SN1, yaitu terbentuk ion karbonium. Kemudian ion
karbonium melepaskan proton (atom H) pada C yang bersebelahan
dengan C yang bermuatan positif, karena dipengaruhi oleh muatan
positif itu dan didekati penyerang nukleofil.
Contoh reaksi: Reaksi dehidrobromasi tersierbutilbromida dalam basa.
Tahap 1:
CH3

CH3

CH3 - C -

CH2

CH3 -

C+ -

CH2 + Br-

Br

22

Tahap 2:
CH3

CH3

CH3

C+

CH2

HO-

CH3

= CH2+ H2O-

Bila HO- menyerang C yang bermuatan positif, maka terjadi hasil


substitusi nukleofilik antara lain dipengaruhi oleh struktur alkilhalida,
sifat nukleofilik, dan suhu.
Metilhalida dan alkilhalida primer cenderung menjadi S N2, karena
tak membentuk ion karbonium, sedangkan alkilhalida tersier cenderung
mengalami eliminasi dengan suatu basa kuat, tetapi cenderung
menjalani SN1 di dalam air atau alkohol.
Reaksi eliminasi biasanya mengalami energi aktivasi yang lebih
tinggi. Jadi pada suhu tinggi cenderung terjadi eliminasi.
Reaksi eliminasi pada senyawa-senyawa alkilhalida yang tidak
simetris dapat menghasilkan 2 atau 3 alkena yang berbeda. Hal ini
disebabkan karena ada 2 atau 3 atom C yang bersebelahan dengan
atom C yang bermuatan positif, maka ada 2 atau 3 atom H pula yang
mungkin diserang oleh nukleofil. Atom H mana yang mungkin diserang
oleh nukleofil tergantung pada ion karbonium yang terbentuk.
Contoh reaksi: hidroklorasi 2 kloro2, 3 imetilpentana
H

Cl

Tahap 1: C2H5 C

C CH3

Cl + C2H5 - C - C+

CH3 CH3

Tahap 2: C2H5 -

lambat

CH3

CH3 CH3

C - C - CH2 melepaskan proton

CH3 CH3

23

Ada 2 proton yang bisa dilepaskan:


a. Yang terikat pada gugus metil sehingga terbentuk
H

C2H5 - C - C = CH2

2,3 dimetil 1-pentana

CH3 CH3
b. Yang terikat pada gugus sekunder butil sehingga terbentuk
C2H5 - C

= C - CH3

CH3

CH3

2,3 dimetil 2 pentena

Kedua macam alkena itu mungkin terjadi bersamaan tapi yang


berbeda adalah persentasenya.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan:
a. Dilihat dari kemudahan lepas, H yang terikat pada sekunder butil
lebih mudah lepas karena gangguan ruang (partikel lebih mudah
lepas dari gugus ruang).
b. Dilihat dari gugus partikel yang menyerang, misalnya nukleofil yang
menyerang H mempunyai gugus ruang maka yang mudah diserang
adalah H yang terikat pada metil (tak ada gangguan ruang)
Ternyata dari hasil eksperimen, kecepatan reaksi hanya
dipengaruhi oleh konsentrasi alkilhalida, karena itu merupakan reaksi
tingkat 1, yang diberi notasi E1.
Reaksi eliminasi biasanya terjadi dalam larutan basa karena
alkilhalida tidak larut dalam air. Manakala konsentrasi basa ini juga
mempengaruhi kecepatan reaksi, maka terdapat perbedaan dalam
tahap-tahap reaksi, yaitu terjadi reaksi satu tahap sebagai berikut:
H

H- C -

H -

C =

+ X- + Hnu :

Pada reaksi ini tidak melalui keadaan transisi, tetapi terjadi


serempak, begitu H diserang oleh nukleofil, ikatan H C putus, ikatan

24

C C terbentuk dan X lepas. Karena kecepatan reaksinya dipengaruhi


oleh dua macam konsentrasi, reaksi ini merupakan reaksi tingkat dua
dengan notasi E2, baik dalam reaksi E1 maupun reaksi E2. Alkilhalida
tersier bereaksi paling cepat dan alkilhalida primer paling lambat. Pada
alkilhalida primer cenderung terjadi substitusi daripada eliminasi,
sehingga hanya sedikit alkena yang terbentuk.
D. Reaksi Adisi
Reaksi adisi adalah reaksi penambahan suatu adenda pada
senyawa berikatan pi, sehingga ikatan pi putus dan terbentuk ikatan
sigma.
Adenda yang ditambahkan dapat merupakan adenda identik
seperti H2, Cl2, dan Br2 dan dapat merupakan adenda non-identik
seperti HOH (H2O), HCl, HBr dan sebagainya.
Senyawa karbon yang berikatan pi dapat merupakan alkena
simetri seperti H2C = CH2 atau R2C = CR2 dan juga dapat merupakan
senyawa alkena tak simetri seperti CH3 C = CH2 atau yang
mempunyai struktur.
R C = C R

R - R
Pada bagian berikut ini Anda akan mempelajari reaksi adisi
senyawa alkena tak simetri dengan adenda non-identik.
Contoh: Reaksi hidrobromasi propena dengan persamaan reaksi:
CH3 C = CH2 + HBr

CH3 CH2 - CH2 Br


H3 CH CH3

Br
Anda lihat ada dua hasil reaksi, terjadi 1-bromopropana (a) dan
terjadi 2-bromopropana (b). Mana yang cenderung terjadi? Marilah kita
lihat tahap-tahap reaksinya!

25

Dari pengamatan percobaan yang telah dilakukan para ahli,


diketahui bahwa reaksi adisi ini adalah adisi elektrofilik. Dalam adenda
HBr, maka elektrofilnya adalah H+. Karena yang akan masuk adalah
H+, maka C yang diserang adalah yang relatif negatif. Pada CH 3 C =
CH2 kita ketahui CH3 penolak elektron sehingga elektron yang berada
pada ikatan pi cenderung lebih bertolak ke CH2 sehingga terjadi
bentuk resonansi berikut.
Tahap 1. CH3 C = CH2

CH3 C CH2

Tahap 2: H+ + CH3 C CH2

CH3 C CH3

H+ menyerang C yang relatif negatif sehingga terbentuk ion


karbbonium.
Tahap 3: Br- menyerang ion karbonium sehingga terbentuk senyawa 2bromopropana.
Br- + CH3 C+ - CH3

CH3 C CH3

Kembali kita kepada pertanyaan hasil mana yang cenderung terjadi


pada hidrobromasi propena. Jelas hasil b yang telah mengikuti tahaptahap reaksi.
Hasil pengamatan, daya tolak elektron berurutan sebagai berikut :
CH3 CH - > CH3-CH2- > CH3- > H

CH3

26

Contoh: Reaksi hidroksi 2-pentena.


Tahap 1 : CH3-C=C-C2H5

CH3-C C C2H5

H H

Etil lebih menolak elektron dari pada metil, sehingga c yang mengikat
metil, relatif lebih negatif.
Tahap 2: H+ + CH3- C C+- C2H5

CH3-C-C= C2H5

H H

Tahap 3: Cl- + CH3-CC+-C2H5

Cl

CH3 C C C2H5

H H

H H
3-kloropentana.

Sesuai dengan tahap-tahap reaksi yang telah dilalui, hasil reaksi


hidroklorasi

2-pentena

adalah

3-kloropentana

dan

bukan

2-

kloropentana.
Nampaknya, hasil reaksi adisi akan sangat dipengaruhi oleh
atom atau gugus yang terikat pada C berikatan pi. Gugus penolak
elektron menyebabkan elektron pada ikatan pi bergeser menjauhi,
sedangkan gugus penarik elektron menyebabkan elektron bergeser
arah C yang mengikat gugus penarik elektron itu. Atom atau gugus
mana yang bersifat menarik elektron? Pada kegiatan belajar 2 Anda
telah mempelajari gugus NO2 adalah penarik elektron, tetapi atom Cl
memperlihatkan dua sifat, dapat menarik elektron atau menolak
elektron.
Dari reaktivitas bromasi terhadap CH2 = CH-Cl (kloroetena)
diketahui reaksi sangat lambat. Ini membuktikan Cl mendeaktifkan,
artinya Cl lebih bersifat menarik elektron.

27

E. Reaksi Oksidasi Reduksi


Dalam kimia karbon tidaklah mudah untuk menentukan apakah
suatu senyawa karbon mengalami oksidasi atau mengalami reduksi.
Hal ini disebabkan karena karbon tergantung kepada senyawanya.
Pada senyawa CH4 bilangan oksidasi karbon adalah 4, pada C2H6
adalah 3, pada C3H7 adalah 2,67, pada C4H10 adalah 2,5 pada
CH3OH bilangan oksidasi C adalah 2 dan pada CH3COOH terdapat
bilangan oksidasi C yang berbeda pada gugus CH3 gugus COOH.
Namun, telah disepakati bahwa jika molekul senyawa karbon
memperoleh oksigen atau kehilangan hidrogen, dikatakan molekul itu
teroksidasi.
O

Contoh: CnH2n+2

CO2 + H20
O

CH3CH2-OH

CH3- COOH

Molekul senyawa karbon dikatakan tereduksi, bila kehilangan


oksigen atau memperoleh hidrogen.
Contoh: CH3 C CH3

CH3 C CH3

OH

C6H5-NO2

C6H5 NH2

Tahap-tahap reaksi pada oksidasi digambarkan sebagai berikut.


Ikatan C H putus dan terbentuk ikatan baru C O.
Contoh: Oksidasi senyawa etanol
H

Tahap 1 : CH3 C - OH + O

CH3- C OH

OH

O masuk ke C yang memiliki H dan OH

28

Tahap 2 : H tertarik pada O yang memiliki elektron bebas hingga terbentuk


ion

oksonium

Tahap 3 :Molekul air lepas dari ion oksonium, hingga terbentuk


metilaldehid
Pada etanol masih ada satu H yang bisa dioksidasi sehingga
terbentuk asam asetat. Pada alkohol sekunder ada satu H yang bisa
dioksidasi sehingga terbentuk aseton. Pada alkohol tersier tidak ada
atom H yang bisa dioksidasi, tetapi dengan oksidator kuat, alkohol
tersier akan dioksidasi menjadi CO2 dan H2O seperti juga senyawa
karbon lainnya .
Pada oksidasi senyawa karbon, oksidator yang digunakan bisa
diseleksi tergantung berapa O yang dibutuhkan. Sebagai oksidator
lemah dapat digunakan MnO2 seperti pada oksidasi etanol menjadi
etanol, tetapi oksidasi etanol menjadi asam asetat digunakan oksidator
sedang K2Cr2O7 dan untuk oksidasi alkohol tersier digunakan oksidator
kuat KMnO4.
Tahap 1 :

Ikatan pi dan ikatan sigma putus, maka masuklah O.

R C = CH2

R C O - O - C C H

Tahap 2 :

O - O

O mempunyai pasangan elektron bebas yang menarik H


sehingga O bermuatan positif karena elektronnya diberikan
kepada H.
C menjadi negatif karena ketika H tertarik ke O, H
meninggalkan elektron

29

H
..R C O O+ C: -

..- ..
..RCOO CC-H
+

+
H O
.. --- O H

O -

Tahap 3 :

Karena berdekatan dengan C-, O yang tidak mengikat H


menjadi positif, padahal O ini telah berikatan dengan O +.
Karena kedua O ini positif, tak mungkin positif dan positif
berdampingan, maka O O+ putus dan terbentuklah R-COOH
dan H-COOH.
O

..+ ..
RCOO C
O+

---

R C OH + H - C - OH
H

Reaksi oksidasi suatu alkena digunakan oleh Baeyer untuk


menentukan letak ikatan rangkap. Ikatan rangkap paling ujung akan
selalu memberikan asam format H-COOH.
Senyawa alkilbenzena bila dioksidasi akan memberikan asam
benzoat, CO2 dan H2O, sedangkan toluen hanya akan memberikan
asam benzoat dan H2O.
C6H5- CH3

C6H5 CnH2n+1

C6H5 COOH + H2O


O

C6H5-COOH + CO2 + H2O

Oksidasi senyawa keton membutuhkan oksidator kuat. Hasil


oksidasi adalah asam-asam organik.

30

Contoh: Oksidasi 2-heksanon


Tahap 1 : Ikatan C CH3 putus, masuk O dan serempak H tertarik ke
O.
H
....
H C O + O C C 4H 9

CH3 C C4H9
O

HO --- O

Tahap 2 : Salah satu H yang sudah terikat pada O tertarik pada O lain.
....H C O O C C4H9

....H C O O C C4H9
O --- O

O+

H
H

Tahap 3 : Sejalan dengan tahap 3 pada oksidasi alkena


H
H C O O C C4H9

HCOOH + C4H9COOH

O --- O+
H

Tahap 4 :

Ikatan C C4H9 putus, masuk O dan serempak H tertarik ke


O. Kemudian berlangsung tahap 2 dan 3
H

H3C C C4H9
O

..
..+
H3C C O O C C3H7
O

O+
H

31

H
..
..
H3C C O O - C C3H7
O

..
+
H3C C O O C C3H7
O+

O
H

H
..+
H 3C C O O - C C 3H 7
O

CH3 COOH + C3H7COOH

O+

Pada akhir reaksi, oksidasi dua heksanon menghasilkan empat


macam asam yaitu asam format, asam asetat, asam butirat, dan asam
velerat.

F. Reaksi Polimerisasi
Reaksi polimerisasi adalah reaksi penggabungan molekulmolekul sederhana (monomer) menjadi molekul besar. Reaksi
polimerisasi banyak terjadi secara alamiah seperti pada protein
(gabungan asam amino) atau pada selulose (gabungan glukose) yaitu
yang disebut polimer alam. Polimer alam mempunyai berat molekul
yang sangat tinggi; karet alam 60.000 300.000; selulose 300.000
500.000 dan protein 15.000.000. Polimer sintetik terbatas hanya
sampai 5000.
Dalam modul ini Anda akan mempelajari tahap-tahap reaksi
polimerisasi untuk polimer sintetik. Reaksi polimerisasi merupakan
reaksi yang berkesinambunga. Artinya hasil reaksi 2 monomer (M)
akan bereaksi dengan monomer lainnya dan begitu seterusnya sampai
memenuhi persyaratan yang dikehendaki. Bila monomer yang

32

bergabung mempunyai dua gugus fungsi artinya ada M1 dan M2, maka
reaksinya disebut kopolimerisasi.
Pada

umumnya

reaksi

polimerisasi

atau

kopolimerisasi

merupakan reaksi adisi, tetapi adakalanya reaksi substitusi.


1) Polimerisasi adisi
Contoh:
CF2=CF2 + CF2=CF2

CF2--F2--CF2--CF2
Teflon

Ikatan pi hilang dan terbentuk ikatan sigma dengan rantai lurus hingga
terjadi suatu homopolimer.
Contoh lain:
CH2=CH-Cl + CH2=CH-Cl

CH2-CH-CH2- CH

Cl
Cl
Polivinilklorida (PVC)
Ikatan pi hilang dan terbentuk ikatan sigma dengan rantai khusus.
Contoh kopolimerisasi adisi:
CH = CH2 + CH2 = CH CH2 = CH2

A s a m a d ip a t (M 1 )

b u ta d ie n a ( M 2 )

- CH - CH2 - CH2 - CH = CH - CH2

K a re t s in te tik

Ikatan pi pada stirena hilang, pada butadiena bergeser ke tengah.


Pada kopolimerisasi ini, tergantung kepada proses sintesisnya akan
diperoleh struktur dengan alternatif
M1M2 M1M2 M1M2 bergantian antara M1 dan M2
M1M2 M2M2 M1M2 M2M2 monomer M1 : M2 = 1 : 3
M2M1 M1M1 M2M1 M1M1 monomer M1 : M2 = 3 : 1

33

Perbedaan struktur kopolimer itu akan mengakibatkan perbedaan sifat


karet sintetik tersebut. Lebih banyak ikatan rangkap, lebih banyak
kecenderungan
untuk beradisi lagi, sehingga terjadi ikatan silang dengan struktur
M1M2 M1.
M2M1 M2
(bentuk cangkok) yang menyebabkan sifat kenyal bertambah. Bentuk
cangkok bisa terjadi, karena masih ada ikatan pi yang bergeser pada
butadena.
2) Polimerisasi substitusi
HCOO

COH + HO - CH2 + CH2 OH

A s a m te ra fta la t
M1
HOOC

E s te r g lik o l
M1

g lik o l
M2
C O - C H 2 - C H 2 - O H + H 2O

te ra fta la t
M2

Polimerisasi ini merupakan polimerisasi substitusi, sebab gugus OH


pada asam diganti oleh gugus glikol sehingga terjadi ester. Begitu
seterusnya

ujung OH dari asam bereaksi dengan H dari glikol,

terbentuk air dan poliester, karena terbentuk molekul lain dikondensasi.


Poliester merupakan bahan serat tekstil yang disebut dakron.

34

G. Evaluasi
1. 1-butena direaksikan dengan larutan HBr.
a. Reaksi apa yang berlangsung ?
b. Tuliskan tahap-tahap reaksinya !
c. Reaksi mana yang mungkin terjadi?
2. Tuliskan tahap-tahap reaksi adisi 2- metil propana dengan bantuan
asam HCl serta tuliskan nama-nama zat yang direaksikan serta
hasil reaksinya!
3. Jelaskan perbedaan reaksi adisi dan reaksi eleminasi dengan
contoh satu perbedaan reaksi!
4. TNT adalah salah satu turunan benzena.
a. Tuliskan struktur nitrobenzena !
b. Tuliskan beberapa kegunaan TNT !
c. Tuliskan persamaan reaksi TNT dengan udara !
5. Apa perbedaan homo polimer dengan kopolimer?
6. Salah satu polimer yang banyak digunakan untuk pipa air adalah
PVC.
a. Tuliskan struktur polimer PVC!
b. Tuliskan reaksi terbentuknya polimer PVC!
c. Tuliskan monomer PVC dan namanya!

35

BAB III
PENUTUP

Atom karbon (C) sebagai penyusun utama senyawa karbon


mempunyai sifat yang khas

dan dapat membentuk variasi

rantai

karbon yang jumlahnya sangat banyak dengan ikatan kovalen. Ikatan


kovalen yang menentukan suatu reaksi senyawa karbon berlangsung.
Suatu reaksi senyawa karbon terjadi akibat pemutusan ikatan
lama dan pembentukan ikatan baru. Ikatan lama bisa putus jika ada
gangguan seperti pemanasan dan adanya suatu pereaksi yang disebut
nukleofil (suka akan inti positif) serta elektrofil (suka akan elektron)
yang menyerang atom C yang mengikat gugus fungsi. Karena itu,
gugus fungsi memegang peranan dalam reaksi senyawa karbon dan
inilah yang menentukan sifat kimia senyawa karbon tersebut.
Reaksi senyawa karbon yang diserang oleh nukleofil adalah
atom C yang mempunyai kerapatan elektron rendah, sedangkan oleh
elektrofil adalah atom C yang mempunyai kerapatan elektron tinggi. Bila
yang

menyerang

adalah

nukleofil

reaksinya

dinamakan

reaksi

nukleofilik; bila yang menyerang elektrofil, reaksinya dinamakan reaksi


elektrofilik.
Reaksi senyawa karbon yang bermacam-macam itu dapat
digolongkan ke dalam 3 tipe dasar, yaitu tipe subsitusi, tipe eliminasi,
dan tipe adisi. Ditambah dua tipe reaksi lainnya oksidasi-reduksi dan
reaksi polimerisasi.

36

DAFTAR PUSTAKA

Budy, J.E. 1995. General Chemistry Principle & Structure Fith. Edition;
Singapore : Jhon Willey & Sons Inc.
Depdiknas, 2003. Kurikulum KBK 2004.
Depdikbud, 1997. Kimia SMU III, Kumpulan Lembar Kerja Siswa.
Jakarta : Proyek Alat-alat IPA dan Pemantapan Kerja Guru,.
Direktorat Pendidikan Menengah Umum 2003. Contoh Silabus dan
Sistem Penilaian. Jakarta : Depdiknas.
Fessenden, R.J. & J.B. Fessenden, 1983. Kimia Organik, Edisi Kedua,
Jilid I, Terjemahan Endayana Pudjatmaka. Jakarta :
Erlangga.
Harry Firman dan Liliasari, 1994, Kimia III untuk SMU Kelas III, Balai
Pustaka. Jakarta : Depdikbud.
Morrison, R. T., Robert Neilson Boyd, 1977. Organic Chemistry. Trird
Edition. India : Prentice-Hall.
Keenan, Kleinfelter, 1999. Ilmu Kimia Untuk Universitas JILID II; Harper
& Row. Publisher Inc. Jakarta : Penerbit Erlangga.
PKG, JPA. 1998. Bahan Mengajar dan Analilisis Materi Perkuliahan
Kimia, Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU,
Jakarta : Depdikbud .
Sastrawijaya & Juariah 1986. Kapita Selekta Kimia Sekolah II. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar Jilid III. FMIPA IKIP Padang, Bandung :
Penerbit ITB.

37

Anda mungkin juga menyukai