Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM PERDATA

tentang
PENDEWASAAN (HANDLICHTING) DALAM KUHPERDATA

Oleh :
I NYOMAN DENY TRYANA WIRAWAN
014.040108

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR


FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu untuk
memenuhi salah satu tugas Hukum Perdata.
Makalah ini berisikan tentang Badan Hukum sebagai Subyek Hukum dalam
KUHPerdata, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan rekan Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar pada khususnya.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta
membantu

dalam

proses

penyusunan

makalah

ini,

sehingga

saya

dapat

menyelesaikannya dengan tepat waktu. Saran dan kritik yang sifatnya membangun
sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan makalah ini.

Mataram,

Oktober 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedewasaan dan Pendewasaan 2
B. Pendewasaan Menurut Konsep Hukum Adat....4
C. Menurut Konsep Undang-Undang RI sekarang6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.10
B. Saran10
DAFTAR PUSAKA.11

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam hal-hal yang sangat penting, adakalanya dirasa perlu untuk
mempersamakan seorang anak yang masih si bawah umur dengan seorang
yang sudah dewasa, agar anak tersebut dapat bertindak sendiri di dalam
pengurusan kepentingan-kepentingannya. Untuk memenuhi keperluan tersebut,
diadakan peraturan tentang handlichting ialah suatu pernyataan tentang seorang
yang belum mencapai usia dewasa sepenuhnya atau hanya untuk beberapa hal
saja dipersamakan dengan seorang yang sudah dewasa.
Permohonan untuk persamakan sepenuhnya dengan seorang yang sudah
dewasa, dapat diajukan oleh seorang anak yang sudah berumur 20 tahun
kepada presiden, dengan melampirkan surat kelahiran atau lain-lain bukti yang
menyatakan, ia telah mencapai umur tersebut. Presiden akan menberikan
keputusannya setelah mendapat nasihat dari MA yang untuk itu akan mendengar
orang-orang tua anak tersebut dan lain anggota keluarga yang dianggap perlu.
Begitu juga dalam hal si pemohon berada dibawah perwalian, wali dan wali
pengawas akan didengar juga.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang di atas maka dapat di kemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1.

Apa Bedanya Kedewasaan dengan Pendewasaan?


2. Pendewasaan menurut Konsep Hukum Adat dan Konsep menurut UndangUndang RI yang sekarang.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedewasaan dengan Pendewasaan
Istilah Kedewasan menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang
memenuhi syarat hukum. Sedangkan istilah pendewasaan menunjuk kepada

keadaan belum dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Untuk
mengetahui pengertian dewasa atau belum dewasa perlu dibaca pasal 330
KUHPdt, Stb. 1924 556, Stb. 1924 557, Stb. 1931 54.
Menurut ketentuan pasal 33 KUHPerdata belum dewasa (minderjarig)
adalah belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin. Apabila mereka
yang kawin sebelum berumur 21 itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam
keadaan belum dewasa. Dalam staatsblad yang berlaku bagi orang timur asing
seperti disebutkan di atas tadi, apabila di dalam perundang undangan dijumpai
istilah belum dewasa (minderjarig), maka itu berarti belum berumur 21 tahun
penuh itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.
Dari ketentuan ketentuan tersebut di atas ini dapat diketahui a contrario
orang dewasa (meerderjarig) yaitu orang yang sudah hampir berumur 21 tahun
penuh, walaupun belum berumur 21 tahun penuh tetapi sudah kawin.
Demikian juga a contrario apabila dalam perundang undang dijumpai
istilah dewasa (meerderjarig) itu berarti sudah berumur 21 tahun penuh dan
walaupun belum berumur 21 tahun penuh tetapi sudah kawin.
Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang undang ini disebut
kedewasaan. Orang dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau mampu
(bekwaam, capable) melakukan semua perbuatan hukum, misalnya membuat
perjanjian, melakukan perkawinan, membuat surat wasiat. Kecakapan hukum ini
berlaku penuh selama tidak ada faktor faktor yang mempengaruhi atau
membatasinya, misalnya keadaan sakit ingatan, keadaan dungu, pemboros
(pasal 433 jo.pasal 1330 KUHPerdata).
2
Dari kenyataan di atas tadi dapat diketahui bahwa B.W. atau KUHPerdata
memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewasa. Tetapi ini
pun tidak mutlak, karena kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun
penuh apabila sudah pernah kawin dinyatakan juga sebagai dewasa. Atau
walaupun belum berumur 21 tahun penuh apabila kepentingannya menghendaki,
ia dapat dinyatakan dewasa untuk kawin, untuk membuat surat wasiat (pasal 29
dan pasal 897 KUHPerdata).

Dalam hal hal yang sangat penting ada kalanya diperlukan bahwa
kedudukan orang yang belum dewasa ini disamakan dengan kedudukan orang
dewasa.
Maksudnya

supaya

orang

yang

belum

dewasa

tadi

mempunyai

kewenangan mengurus kepentingannya sendiri atau melakukan beberapa


perbuatan hukum tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan
demikian orang belum oleh hukum dinyatakan dewasa. Pernyataan ini disebut
pendewasaan (handlichting).
Pendewasaan itu ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan
pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua
duanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang undang. Untuk
pendewasaan penuh syaratnya ialah sudah berumur 20 tahun penuh.
Sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18
tahun penuh (pasal 421 dan 426 KUHPerdata).
Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan
mengajukan permohonan kepada presiden R.I. dilampiri dengan akta kelahiran
atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengarkan pertimbangan
Mahkamah Agung, memberikan keputusannya keputusan pernyataan dewasa ini
disebut venia aetatis. Akibat hukum adanya pernyataan dewasa penuh (venia
aetatis) ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum
orang dewasa. Tetapi apabila ingin melangsungkan perkawinan, izin orang tua
masih diperlukan (pasal 420 s/d 424 KUHPerdata).
3
Untuk pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang
dilampiri dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan Negeri
setelah mendengar keterangan orang tua atau wali yang bersangkutan
memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan perbuatan hukum
tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan, misalnya perbuatan mengurus
dan menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan
dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status
hukum orang dewasa untuk perbuatan perbuatan hukum tertentu (pasal 426
s/d 430 KUHPerdata).

Mengenai

pendewasaan

(Handlichting),

Prof.R.Subekti,

S.H.

(1978)

menyatakan bahwa ketentuan mengenai hal ini sedikit sekali dipergunakan


dalam praktek. Dengan berlakunya undang undang perkawinan No. 1 Tahun
1974 yang antara lain mengatur tentang usia 18 tahun menjadi usia
kedewasaan, maka pendewasaan (Handiching) ini sudah kehilangan artinya.
Menanggapi konsep dewasa dan belum dewasa menurut hukum dewasa
barat, Prof.M.M.Djojodiguno,S.H. menyatakan bahwa batas umur 21 tahun untuk
menentukan dewasa atau belum dewasa merupakan suatu fiksi. Fiksi dapat
diartikan sebagai tidak jelas dan tidak tegas atau tidak konsekuen, ini tidak
sesuai dengan hukum adat.

B. Pendewasaan Menurut Konsep Hukum Adat


Bagaimana pengertian belum dewasa dan dewasa menurut konsep hukum
adat? Hukum adat tidak mengenal batas umur untuk menentukan belum dewasa
atau sudah dewasa. Dalam hukum adat tidak dikenal fiksi seperti dalam hukum
perdata barat. Hukum adat menentukan secara insidental saja apakah
seseorang itu, berhubung umur dan perkembangan jiwanya patut dianggap
cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum
tertentu dalam hubungan hukum tertentu pula. Artinya apakah ia dapat
memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri dalam perbuatan
hukum yang dihadapinya itu.
4
Prof.M.M.Djojodiguno, S.H. (1958) menyatakan bahwa batas antara belum
dewasa dan dewasa hanya dapat dilihat dari belum cakap dan cakap
melakukan

perbuatan

hukum.

Belum

cakap

artinya

belum

mampu

memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Cakap artinya


mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri.
Selanjutnya beliau mengemukakan bahwa hukum adat tidak mengenal
perbedaan yang tajam antara orang yang sama sekali tidak cakap melakukan
perbuatan hukum apapun di satu pihak, dan orang yang cakap melakukan
perbuatan hukum apapun dilain pihak. Peralihan dari keadaan tidak cakap sama
sekali kepada keadaan cakap penuh itu berlangsung sedikit demi sedikit
menurut keadaan. Dalam hukum adat jawa bahwa seorang yang sudah mandiri
dan berkeluarga (mentas) cakap penuh untuk melakukan segala perbuatan

hukum. Sebaliknya tidak dapat dikatakan bahwa orang yang belum mandiri dan
belum berkeluarga itu tidak cakap melakukan hukum apa pun juga.
Apabila kedewasaan ini dihubungkan dengan perbuatan kawin, maka
menurut Prof. Djojodiguno, S.H. Hukum adat mengakui kenyataan bahwa
apabila seorang pria dan seorang wanita itu kawin dan dapat anak, mereka
dinyatakan dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. Sebaliknya pula
apabila dikawinkan mereka tidak dapat menghasilkan anak karena belum
mampu berseksual, mereka dikatakan belum dewasa, misalnya dalam kawin
anak (kawin gantung).
Dalam undang undang (Stb. 1931 54) yang juga berlaku bagi orang
indonesia yang tunduk pada hukum adat, apabila dijumpai istilah belum
dewasa, ini berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin.
Apabila perkawinan itu putus sebelum dicapai umur 21 tahun penuh, orang itu
tetap dinyatakan dewasa. Sedangkan dalam pengertian perkawinan tidak
termasuk perkawinan anak anak. Dengan demikian a contrario disimpulkan
bahwa orang yang sudah berumur 21 tahun penuh dan walaupun belum 21
tahun penuh tetapi sudah kawin, disebut dewasa. Pengertian ini di tafsirkan juga
sama bagi orang timur asing bukan cina dalam Stb. 1924 556.
5
C. Menurut Konsep Undang Undang R.I sekarang
Bagaimana pengertian belum dewasa dan dewasa menurut undang
undang R.I. yang berlaku hingga sekarang, pengertian belum dewasa dan
dewasa dapat dinyatakan seragam untuk semua warga negara Indonesia.
Dikatakan belum dewasa apabila belum berumur 21 tahun penuh dan belum
pernah kawin. Ketentuan ini a contrario dewasa apabila sudah berumur 21 tahun
penuh, sudah pernah kawin. Ketentuan belum dewasa dan belum dewasa
terdapat dalam undang undang berikut ini :
1.

3.
4.

Pasal 330 KUHPerdata bagi warga Indonesia keturunan Eropa


2. Stb. 1924 556 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing bukan
Cina
Stb. 1924 557 bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing Cina.
Stb. 1931 54 bagi warga negara Indonesia asli (Bumiputera)

Berlakunya undang undang tersebut diatas didasarkan pada aturan


peralihan UUD45, bahwa sebelum dibentuk undang undang baru (dalam hal ini
mengenai kedewasaan) berdasarkan UUD ini, semua peraturan hukum
perundang undangan yang sudah ada tetap dinyatakan berlaku. Undang
undang yang di buat oleh pembentuk undang undang R.I. belum ada yang
merumuskan pengertian belum dewasa dan dewasa sebagai pencabutan
keempat undang undang yang disebutkan terdahulu.
Yang ada baru undang undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang
mengatur tentang :
1. izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila
belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2).
2. umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19
tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).
3. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, berada
di bawah kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).
4. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin yang
tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan
wali (pasal 50 ayat 1).
6
Tetapi tidak ada ketentuan yang mengatur tentang yang disebut belum
dewasa dan dewasa dalam undang undang ini. Dengan demikian,
kesimpulannya undang undang yang merumuskan tentang pengertian belum
dewasa dan dewasa seperti di atas masih tetap berlaku.
Pengertian belum dewasa atau dewasa yang di uraikan di atas adalah
istilah yang dipakai oleh undang undang (hukum tertulis). Apabila dalam
undang undang dijumpai istilah belum dewasa (minderjarig), itu berarti belum
berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin. Sebaliknya apabila dalam
undang undang dijumpai istilah dewasa (minderjarig), itu berarti sudah berumur
21 tahun penuh, ia sudah kawin.
Pengertian sudah berumur 21 tahun penuh atau sudah pernah kawin
disebut dewasa undang undang (dewasa hukum). Di samping itu masih dikenal
dewasa biologis atau dewasa seksual untuk melangsungkan perkawinan, yaitu
sudah mencapai umur 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Mereka yang
dewasa biologis ini apabila sudah melangsungkan perkawinan berubah menjadi
dewasa hukum.

Ada juga beberapa pengertian lain dari Keputusan Mahkamah Agung


mengenai Kedewasaan di antaranya. yaitu :
1. Batas Umur Dewasa
Ini selalu merupakan hal yang sifatnya kontroversial dalam praktek,
sebab ada Notaris yang memakai ukuran Psl. 330 BW (batas usia 21 tahun
atau telah kawin) sebagai batas usia dewasa, dan ada pula yang memakai
batas usia 18 tahun. Konsekwensi praktis yang terjadi adalah bila satu akta
dibuat dengan menggunakan Pasal. 47 ayat (1) UU No. 1/1974 ini sebagai
dasar untuk menentukan batas usia dewasa, maka akta yang bersangkutan
dapat menimbulkan kesulitan praktis bagi pemakainya serta Notaris lain yang
diharuskan membuat akta (akta-akta) lanjutan berdasarkan akta yang
disebutkan pertama, kalau Notaris yang harus membuat akta (akta-akta)
lanjutan itu menggunakan Psl. 330 BW sebagai dasar untuk menentukan
usia dewasa. Untuk mengantisipasi kesulitan praktis seperti ini adalah lebih
tepat bila direkomendasikan menggunakan batas usia 21 tahun sebagai
ukuran untuk menentukan kedewasaan atau telah kawin sebelumnya.
7
2. Kedewasaan Orang Tua
Yang dimaksudkan dalam UU No. 1/1974 ini adalah kekuasan yang
melekat kepada kedua orang tua terhadap anak dibawah umur selama
perkawinan kedua orang tuanya itu masih utuh dan belum bubar,
PERWALIAN menurut UU No. 1/1974 timbul apabila kedua orang tua dari
anak

itu

sudah

meninggal

dunia

atau

kedua-duanya

dipecat

dari

kekuasaannya sebagai orang tua atas anak dibawah umur itu.


Ketentuan ini berbeda dengan Pasal-345 BW yang menentukan orang tua
yang hidup terlama dengan sendirinya menjadi wali dari anak dibawah umur
apabila salah seorang orang tua anak itu meninggal dunia.
1.

Kedudukan (status) anak (BW+) :


a) Anak sah (wettig kind)
b) Anak yang disahkan (gewettigd kind)
c) Anak yang disahkan dgn surat pengesahan (kind gewettig bijbrieven van
d)
e)

wettiging)
Anak angkat (adopsi)
Anak yang diakui sah (natuurlijk wettelijk erkend kind)

f)
g)
2.

Anak luar nikah (natuurlijk kind)


Anak zinah dan sumbang (everspeligde en bloedschande verwerkt kind)

Kedudukan anak dalam UU No. 1/1974 :


a) Psl. 42 UU No. 1/1974
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah.
b)

Psl. 43 UU No. 1/1974


Ayat(1) : Anak yang dilahirkan diluar Perkawinan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan
-

ibunya dan

keluarga ibunya
Ayat(2) : Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas
selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3.

8
Kekuasaan orang-tua (ouderlijke-macht)
Yaitu kekuasaan ibu dan bapak yang masih berada dalam status perkawinan
terhadap anak-anaknya yang masih dibawah umur.
Psl. 330 (3) BW :Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah
kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian
(CATATAN: Hanya Berlaku Terhadap Anak-anak Yang Sah
Saja.)

4.

Isi dari kekuasaan orang tua


Dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu :
a)
b)

Kekuasaan orang tua mengenai DIRI anak (ex Psl. 298 ayat 2 BW dst.)
Kekuasaan orang tua mengenai HARTA KEKAYAAN anak (ex Psl. 307
BW dst.)

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi, Pendewasaan (Handlichting) suatu lembaga hukum agar semua
orang yang belum dewasa tetapi telah menempuh syarat syarat tertentu dalam
hal tertentu dan sampai batas batas tertentu menurut ketentuan UU memiliki
kedudukan hukum yang sama dengan orang dewasa. Macam - macam
Handlichting:
1. Pendewasaan penuh ( Venia Aetatis, Pasal 420 425 KUHPer) Syarat,
berusia 20 tahun dan telah mengajukan permohonan kepada Presiden.
2. Pendewasaan Terbatas (Pasal 426 431 KUHPer) Syarat, berusia 18 tahun,
diajukan

kepada

Pengadilan

Negeri,

dan

dapat

ditarik

kembali.

Pendewasaan ini hanya untuk hal hal tertentu sifat kedewasaannya,


misalkan hanya untuk hal waris saja)
2. Saran
Pendewasaan pada makalah ini perlu di simak oleh saudara/i bagaimana
pendewasaan pada diri kita ini ? dan apakah kita benar benar dewasa pada
saat berumur 16 tahun dan siap untuk perkawinan ? kita memang tidak tahu
awal mulanya, maka dari itu mulai sekarang carilah untuk membaca apa itu
kedewasaan atau pendewasaan (handlichting) agar kita bisa mengetahui dan
memahaminya.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Subekti, Prof.S.H., Pokok Pokok Hukum Perdata. Penerbit Intermasa,Jakarta,
1978;
2. Abdulkadir Muhammad S.H., Hukum Perdata Indonesia. Penerbit P.T. Citra
Aditya Bakti, Bandar Lampung, 1993.

11

Anda mungkin juga menyukai