Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LATAR BELAKANG
Secara historis abad modern dimulai sejak adanya krisis
abad pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan 16) di Eropa
muncul sebuah gerakan yang menginginkan seluruh kejayaan
filsafat dan kebudayaan kembali hadir sebagaimana pernah
terjadi pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut
dinamakan renaissance1. Renaissance berarti kelahiran kembali,
yaitu lahirnya kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi2.
Pada saat itu gejala masyarakat untuk melepaskan diri dari
kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa.
Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas,
manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya.
Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul
keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan1Renaissance, berasal dari bahasa Perancis berarti kelahiran kembali
atau kebangkitan kembali. Renaissance menunjukkan suatu gerakan
yang meliputi suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali
dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orang kembali kepada
sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Zaman
renaissance juga berarti zaman yang menekankan otonomi dan
kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakan eksplorasi,
eksprimen, dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmu pengetahuan
di Eropa. Lihat. Lorens Bagus, Kamus filsafat, (Jakarta: Gramedia,
1996 ), hlm. 953-954
2Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar filsafat; sistematika filsafat,
sejarah filsafat, logika dan filsafat ilmu, metafisika dan filsafat
manusia, aksiologi, (Bandung: Refika Aditama,2006), hlm. 59

penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari penemuan


tersebut sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru.
Manusia berani berpikir secara baru, antara lain mengenai
dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri tidak lagi
sebagai fitiator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia ini,
melainkan sebagai vaber mundi, yaitu orang yang menciptakan
dunianya.3
Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat
kenyataan, hal itu terlihat secara nyata dalam karya-karya
seniman zaman renaissance seperti Donatello, Botticelli,
Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520), Perugino
(1446-1526), dan Leonardo da Vinci (1452-1592). Dalam bidang
penjelajahan terlihat beberapa nama besar seperti Cristopher
Colombus (1451-1506) dan Ferdinand Magellan (1480-1521).
Sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan terdapat beberapa
tokoh hebat antara lain Nicolaus Copernicus (1478-1543),
Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-1642),
Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon (1561-1632)
bangsawan Inggris yang meletakkan dasar filosofis untuk
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan
mengarang suatu maha karya yang bermaksud menggantikan
teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan suatu teori
baru dalam bukunya Novum Organon.4

3Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya Media Pratama,


2001), hlm. 176
4K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,1998),
hlm. 44-45

Zaman renaissance sering disebut sebagai sebagai zaman


humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia kurang
dihargai sebagai manusia, kebenaran diukur berdasarkan
kebenaran gereja, bukan menurut yang dibuat oleh manusia.
humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia, karena
manusia mempunyai kemampuan berpikir, berkreasi, memilih
dan menentukan, maka humanisme menganggap manusia
mampu mengatur dirinya dan mengatur dunianya.
Ciri utama renaissance dengan demikian adalah
humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah
mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam
merumuskan pengetahuan, meskipun harus diakui bahwa filsafat
belum menemukan bentuk pada zaman renaissance, melainkan
pada zaman sesudahnya, yang berkembang pada waktu itu
sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan sains
yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama
kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup
tampak pada abad modern.5
Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak
pemikiran filsafat yang berorientasi antroposentrisme6, sebab
manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa Yunani dan abad
pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk
seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur
kosmologi sebagai prinsip induk segala sesuatu yang ada.
5Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai
Capra, (Bandung: Rosdakarya, 2000),hlm. 126-127
6Ajaran yg menyatakan bahwa pusat alam semesta adalah manusia,
dalam Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 76

Sementara para tokoh abad pertengahan, Tuhan menjadi prinsip


bagi segala yang ada, namun pada zaman modern, peranan
substansi diambil alih oleh manusia sebagai subjek yang
terletak di bawah seluruh kenyataan, dan memikul seluruh
kenyataan yang melingkupinya.
Oleh karena itu zaman modern sering disebut sebagai
zaman pembentukan subjektivitas, karena seluruh sejarah
filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai
perkembangan pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf
zaman modern menyelidiki segi-segi subjek manusiawi.
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini
didasarkan pada suatu kesadaran atas individual, dan yang
kongkret.7
Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat secara modern
dengan cara menyelidiki subjektivitas manusia dengan
pendekatan rasio adalah Rene Descartes, melalui Descarteslah
warna kemoderenan benar-benar hidup yang kemudian diikuti
oleh filsuf-filsuf sesudahnya dengan mengembangkan aliranaliran lain seperti Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme,
Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme,
dan Neo-Thomsme.

7Poedjawijatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara,


1986), hlm. 106

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT BARAT
MODERN
Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat
menentukan dalam dunia perkembangan filsafat, sejak
Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun suatu
sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu
suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah paham
filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan.
Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam
bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah
lawan autoritas.8 Sementara dalam bidang filsafat rasionalisme
adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama
biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama,
rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.
Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak
Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum
sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan
beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama
rasionalisme adalah Rene Descartes,9 sebab Descarteslah orang

8A. Hanafi, Ihktisar Sejarah Filsafat Barat, (Jakarta: Pustaka


Alhusna,1981), hlm. 55
9Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1986), hlm. 68

yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan


berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan.10
Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa
perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan dengan
laju perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat
tokoh-tokoh gereja yang mengatasnamakan agama telah
menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Descartes ingin
melepaskan diri dari dominasi gereja dan mengembalikan pada
semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal.
Dengan demikian corak utama filsafat modern yang dimaksud di
sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa
Yunani kuno. Rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes,
kemudian dikembangkan lagi oleh Spinoza, Leibniz dan Pascal.
Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah
empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan
mengecilkan peran akal dalam memperoleh pengetahuan.
Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari
rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinnya, empirisme
mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang makna yang
begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An Essay
Concerning Human Understanding ketika ia menentang innate
idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna
kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise Of
Human Nature dengan cara membedakan antara ide dan kesan
(impression).11 Pada abad 20 kaum empiris cenderung
menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah
10Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 129
11Lihat Poedjawijatna, hlm. 201

suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat


empirisme tentang teori makna berdekatan dengan positivisme
logis. Oleh karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat
dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi
sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan
kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.
Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut
rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap
kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan
beberapa prinsip dasar etika yang dikenal dengan istilah
kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi rasional.
Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap
bahwa kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui
observasi. Tokoh empirisme yang eksis mengembangkan teori ini
J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.12
Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme
sudah terjebak pada paham ekslusivisme, kedua aliran ini samasama mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme
mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio,
sementara empirisme mengatakan sumber pengetahuan adalah
pengalaman, padahal masing-masing aliran ini memiliki
kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant
tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut, menurut Kant
bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur yaitu
pengalaman inderawi dan keaktifan akal budi. Pengalaman
inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian),
akal budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu).
12Hasan Bakti Nasution,Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
2001), hlm.171

Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua


unsur ini. Kant telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu
merupakan sebuah sintesis.13
Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam
bidang filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih
radikal lagi oleh pengikutnya.14 Para murid Kant tidak puas
terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni
tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman.
Untuk itu dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat
dasar tindakan. Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan
Kant dan mereka menyangkal adanya das ding an sich (realitas
pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam kontradiksi
dengan mempertahankan das ding an sich.
Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu
katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada das
ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para idealis
mengesampingkan das ding an sich. Menurut pendapat mereka
tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang
objektif. Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu
subjek, yang dimaksud subjek di sini bukan subjek perorangan
melainkan subjek absolut. Pemikiran idealisme dikembangkan
oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan
idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.15
13Harry Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, (Jakarta:
Gramedia, 1992), hlm.27
14Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2008), hlm. 119-120
15Lihat Harry Hamersma, hlm. 35

Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif


berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode
kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat
fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis. Fenomenologi
adalah metode yang diperkembangkan oleh Edmund Husserl
berdasarkan ide-ide gurunya Franz Brentano.
Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan
untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi fenomenologi yang
didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat
hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif
mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat batas
invariable dalam situasi yang berbeda.16
Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan
momok yang harus ditakutkan oleh banyak orang, tetapi yang
menjadi kendala dalam menyampaikan maksud-maksud filsafat
kepada masyarakat secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam
kondisi seperti itu harus menaruh perhatian besar guna
menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam filsafat agar mudah
dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap bahasa tersebut
awalnya dilakukan oleh G.E. More, kemudian diteruskan oleh B.
Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah muncul
metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang
ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola
pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja
membentuk pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan

16Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 217-223

memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman


terhadap logika bahasa.17
Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai
sekarang telah memberikan warna menarik, terutama dalam
merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan
jawaban-jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup pada
abad modern ini.

BAB III
TOKOH-TOKOH DALAM FILSAFAT BARAT MODERN
1. Rene Descartes (1596-1650)
Lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 meninggal di Stockholm,
Swedia, 11 Februari 1650 (pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan
matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la mthode
(1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak
Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh
dalam sejarah barat modern. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di
Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang
pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam bahasa Latin
kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je
pense donc je suis. Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I
think, therefore I am).18
17Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, Dan
Peranan Para Tokohnya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2001), hlm. 7-8
18Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 169

10

2. Spinoza (1632-1677)
Nama lengkapnya adalah Baruch de Spinoza, dalam
bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa Portugis
dengan Bento19. Ia lahir di Amsterdam, Belanda tahun 1632 dan
wafat tahun 1677 di Den Haag.
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya
Deus sen Natura (Tuhan atau Alam), Spinoza adalah seorang
rasionalis yang mistik. Menurutnya, seluruh kenyataan
merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya
substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu
termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos,
sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendakk Tuhan.20
3. Jhon Locke (1632-1704)
John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di
Wrington, Somerset. Adalah seorang filsuf dari Inggris yang
menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan Empirisme.
Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga
pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik,
Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Locke menandai
lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (postCartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satusatunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat
waktu itu.

19Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm.170


20Lihat Harry Hamersma, hlm.11

11

Akhir hidup Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun dari


pekerjaannya. Ia menjalani sisa kehidupannya selama 4 tahun.
Kesehatan Locke makin menurun dan ia menderita penyakit
asma. Bulan-bulan akhir tahun 1704 merupakan saat-saat
terakhir kehidupannya, Ia meninggal tanggal 28 Oktober 1704,
beliau dikuburkan di High Laver.21
Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat.
Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam
sejarah filsafat adalah proses manusia mendapatkan
pengetahuan. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber
dari pengalaman manusia, sebelum seorang manusia mengalami
sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih kosong
ibarat sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isinya
dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua macam
pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah dan batiniah.22
Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap
aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang
berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian
pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran
terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat,
menghendaki, meyakini, dan sebagainya. Kedua bentuk
pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan
melalui proses selanjutnya.
4. David Hume (1711-1776)
David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 1711. Ayahnya
adalah seorang pengacara dan tuan tanah, sedangkan ibunya
21Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 171
22Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 176

12

adalah Kalvinis keras.23 Ia mempelajari hukum, sastra, dan


filsafat di Universitas Edinburgh. Peribadinya lebih tertarik
dengan dunia filsafat disbanding dengan dunia lainnya.
Zaman David Hume, dikatakan zaman akal budi.
Menurutnya, budi merupakan ide penting yang mungkin menjadi
alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas akal budi. Ia
senang menghancurkan ide-ide besar saat itu.24
5. Immanuel Kant (1724-1804)
Dia lahir di Knigsberg, 22 April 1724 meninggal di Knigsberg, 12
Februari 1804 pada umur 79 tahun, dia adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang
terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia
membatasi pengetahuan manusia. Atau dengan kata lain apa yang bisa
diketahui manusia. 25Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
a. Apakah yang bisa kuketahui?
b. Apakah yang harus kulakukan?
c. Apakah yang bisa kuharapkan?
Yang dari pertanyaan diatas dijawab sebagai berikut:
a. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan
panca indra. Lain daripada itu merupakan ilusi saja, hanyalah ide.
b. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah
peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah imperatif kategoris.
Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat
23Linda Smith dan William Roeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu
dan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm.71
24Terjadi pada 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperangan agama,
situasi ini pula yang menyebabkan Hume lebih menghargai agama.
Lihat Linda Smith dan William Roeper,hlm. 72
25Lihat Harry Hamersma, hlm. 64-65

13

menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat


c.

tidak akan jalan.


Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang
memutuskan pengharapan manusia.

6. Friedrich Wilhelm josep Van Schelling (1775-1854)


Beliau adalah seorang filsuf berkebangsaan Jerman, lahir di
Gonberg tahun 1775 dan wafat di Swiss tahun 1854. Selain
sebagai seorang filsuf Schelling juga adalah seorang ahli ilmu
alam. Schelling adalah seorang idealism obyektif, yang
menurutnya kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah
ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek
pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya,
atau bagaimana obyek menyadarkan subyek. Semboyannya
yang popular adalah Wir haben eine altere offenbarung als jede
geschriebene, kita mempunyai wahyu yang lebih tua dari yang
tertulis, yaitu alam.26
7. Hegel (1770-1831)
Nama lengkapnya ialah Wilhelm Friedrich Hegel, seorang
filsuf Jerman, lahir di Stuttgard tahun 1770 dan wafat tahun 1831
di Berlin. Hegel adalah seorang idealisme mutlak, yang
mengatakan Das wahre ist das ganze, yang benar itu yang
menyeluruh. Membuktikan kebebarannya yang mutlak itu, Hegel
menyusun alur pikir yang disebut dialektika, yaitu tesis ada,
anti-tesis tiada dan sintesis menjadi. Terjadinya dialektika
tersebut berputar dalam pikiran semata, sehingga seluruh
konsep harus direlevansikan.27
26Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 177
27Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm 178

14

8. Karl Max (1818-1883)


Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818 dan
wafat di London, Inggris, 14 Maret 1883 (pada umur 64 tahun)
adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori
kemasyarakatan dari Prusia.
Marxisme pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu
penafsiran terhadap perubahan proses-proses dalam
masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori yang
menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat
dapat ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan
dalam bidang ilmu pengetahuan sehingga bisa bersifat pasti dan
universal. Yang diantara pemikrannya mengenai agama dan
masyarakat.28
9. Auguste Comte (1798-1857)
Auguste Comte yang lahir di Montpollier, Perancis pada 19
Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari
keluarga berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comte
tidak menunjukan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga
kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh
suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada
masanya.29
Dasar pemikiran Comte diperoleh secara inspiratif dari
Saint Simon, Charles Lyell, dan Charles Darwin. Selain dari itu,
pemikiran Herbert Spencer mengenai hukum perkembangan
28Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogjakarta: Kanisius,
1980), hlm.121.
29Lihat Hasan bakti Nasution, hlm. 183

15

juga mempengaruhi pemikirannya. Kata rasional bagi Comte


terkait dengan masalah yang bersifat empirik dan positif yakni
pengetahuan riil yang diperoleh melalui observasi (pengalaman
indrawi), eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif
diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai kepada suatu teori.
Karena itulah maka bagi positivisme, tuntutan utama
adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh subjek, sehingga
kata rasional bagi Comte menunjuk peran utama dan penting
rasio untuk mengolah fakta menjadi pengalaman. Berdasarkan
atas pemikiran yang demikian itu, maka sebagai konsekuensinya
metode yang dipakai adalah Induktif-verifikatif.30
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung
dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap
metafisik, ketiga, tahap positif.31
1. Tahap Teologis
Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang
gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa
ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak
seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada
pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain
insani.
2. Tahap Metafisik
30Ichwan Supandi Azis, Karl Raimund Popper dan Auguste Comte;
Suatu Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan Metodologi,
Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3, hlm. 254
31Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 117

16

Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari


pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan
varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini
dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak,
dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang
kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang
disebut dengan alam yang menjadi asal mula agama.
3. Tahap Positif
Pada tahap ini pengertian menerangkan berarti faktafakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum.
Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah
menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta
yang umum
10.

Charles Robert Darwin (1809-1882)


Charles Robert Darwin lahir di Shrewsbury, Shropshire,

Inggris, 12 Desember 1809 dan wafat di Downe, Kent, Inggris,


19 April 1882 pada umur 72 tahun adalah seorang naturalis
Inggris yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi
teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang sama
(common descent) dengan mengajukan seleksi alam sebagai
mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen
integral dari biologi (ilmu hayat).
Sebelum Darwin, filsafat yang ditinggalkan oleh Plato dan
sedikit dimodifikasi oleh Aristoteles menjelaskan bahwa segala
sesuatu di alam ini memiliki dua macam unsur, unsur esensi dan
unsur aksidental. Unsur esensi adalah unsur yang membuat
kualitas sesuatu yang bergitu adanya, sedangkan unsur

17

aksidental adalah unsur yang datang dan pergi tanpa


mengakibatkan perubahan identitas pada sesuatu.
11.

32

Edmund Husserl (1859-1938)


Beliau adalah seorang filsuf Jerman lahir di Prostejov,

Cekoslowakia tahun 1859, dan wafat di Freiburgh tahun 1938.


Pemikiran terpentingnya adalah Teori kebenaran, yang
menurutnya kebenaran haruslah digabung di antara subyek
dengan obyek dan Tiga jenis reduksi, Supaya dengan intuisi kita
dapat menangkap hakekat obyek-obyek, maka dibutuhkan tiga
reduksi.
Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal yang
mengganggu kalau kita ingin
mencapai wesenschau. Reduksi pertama: menyingkirkan segala
sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk
gejala-gejala yang harus diajak bicara. Dua: menyingkirkan
seluruh pengetahuan tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh
dari sumber lain. Tiga: menyingkirkan seluruh reduksi
pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang
lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksi ini
berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri,
menjadi fenomin (memperlihatkan diri).33

32Kumara Ari Yuana, The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari
Abad 6 SM - Abad 21, (Yogyakarta: Andi, 2010), hlm. 231

33Lihat Harry Hamersma, hlm. 117

18

BAB IV
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT BARAT MODERN
1. Rasionalisme
Rasionalisme terdir rasio dan isme, yang berarti paham yang meletakkan
kebenaran tertinggi pada akal manusia atau paham filsafat yang mengatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan.
Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara
berpikir.34
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat
yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan
analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama. Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membebaskan diri dari
segala pemikiran yang tradisional. Yang dalam hal ini Rene Descartes adalah
pendiri pada aliran ini.35
2. Empirisme
Istilah Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti
indra atau lata indra, yang ditambah dengan isme sebagai suatu
aliran. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai
dengan pengalaman manusia. Yang dilatarbelakangi karena
adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan
manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot.
Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi

34Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 169


35Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 110

19

kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali


manfaatnya bagi kehidupan.36

3. Kritisisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18, yang dilatarbelakangi
manusia melihat adanya kemajuna ilmu pengetahuan telah
mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain jalannya
filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat
dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan.
Tokoh didalamnya adalah Immanuel Kant, yang mencoba
menyelesaikan persoalan diatas, awalnya ia mengikuti
rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh dengan empirisme.
Walaupun demikian, Kant tidak mudah untuk menerimanya.
Maka akhirnya, ia mencoba mengadakan sintesis dan mencapai
suatu kesimpulan walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang
tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalanpersoalan yang melampaui akal. Sehinggal akal mengenal batasbatasnya.
4. Idealisme
Peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti apabila suatu
syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-peristiwa itu sudah secara
otomatis mengandung penjelasan-penjelasannya. Ide yang
berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak
lain. Artinya gerakan yang menimbulkan tesis, kemudian
menimbulkan anti-tesis (gerak yang bertentangan), kemudian
muncul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya
36Lihat Hasan Bakti Nasution, hlm. 171

20

menimbulkan anti-tesis dan seterusnya. Inilah yang disebut


dengan dialektika37. Proses dialektika inilah yang menjelaskan
segala peristiwa. Yang dipelopori oleh F.W.J. Schelling, Hegel, dan
Fichte.
5. Positivisme
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak
pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang factual dan
yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif
adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa
adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah
fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat
memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
6. Evolusionisme
Airan ini dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles Robert
Darwin. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsep tentang
perkembangan tentang segala sesuatu termasuk manusia yang
diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest
dan struggle for life.
7. Materialisme
Filsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat materialisme adalah
materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Pandangan materialisme banyak
persamaannya dengan naturalisme. Bahkan ada filsuf yang menyamaka keduanya,
khususnya yang disebut dengan naturalisme materialistis. Hal ini didasarkan pada
beberapa alas an. Pertama karena pandangan materialism banyak kaitan dan
persamaannya dengan rumpun ilmu-ilmu alam. Kedua karena sama-sama
menentang filsafat moral dan agama.
37Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 114

21

Tidak ada kejadian yang tidak dapat diteliti secara alamiah. Apa yang
disebut alamiah atau riil pastilah mempunyai sifat atau wujud material atau fisik,
sekalipun mungkin tampaknya tidak demikian kepada kita. Dengan demikian,
sintesis kedua paham ini beranggapan bahwa apapun yang ada, pada akhirnya
dapat dikembalikan kepada materi.
8. Neo-Kantianisme
Setelah materialisme pengaruhnya merajalela,, para murid
Kant mengadakan gerakan lagi. Mereka ingin kembali bersifat
kritis, yang bebas dari spekulasi idealisme dan dogmatis. Herman
Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan
bahwa keyakinannya kepada otoritas akal manusia untuk
mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu ada
apabila terlebih dahulu dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya,
bukan sebagai person tetapi sebagai cita-cita dari seluruh
perilaku manusia.
9. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani)
yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibatakibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pragmatisme adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan
bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak
mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali
tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi

22

terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu


dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami
perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal
yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui
aliran pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme, dan
absolutisme, serta meremehkan logika formal.38
10.

Filsafat Hidup
Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan


industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pikir
manusia. Peranan akal pikiran hanya digunakan untuk
menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam
semesta atau manusia dianggap sebagai mesin yang tersusun
dari beberapa komponen dan bekerja sesuai dengan hukumhukumnya. Tokohnya adalah Henry Bergson.
11.

Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang srtinya

gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata semua. Juga dapat
diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati oleh
indra. Edmun Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran
fenomenologi, ia telah empengaruhi pemikiran filsafat abad ke
20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos)
pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan
demikian fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari yang
tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomenon. Bagi
Husserl fenomena ialah realitas sendiri yang tampak, tidak ada
38Lihat Asmoro Achmadi, hlm. 118

23

selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas,


realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek.
12.

Eksistensialisme
Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan

sistensi = berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia


dalam keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia
selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang
berbagai gejala dengan berdasar pada Eksistensinya. Artinya,
bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard, yang mengemukakan
bahwa kebenaran itu berada pada suatu system yang umum
tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang kongkret.
Oleh karena itu, eksistensi manusia penuh dengan dosa,
sehingga hanya iman kepada kristus sajalah yang dapat
mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
13.

Neo-Thomisme
Pada pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah gereja

Katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang


mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya dikalangan
gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran
tersebut. Kemudian akhirnya menjadi sebuah paham Thomisme,
yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas
sudah sempurna. Kedua, paham yang menganggap ajaran
Thomas telah sempurna tetapi masih terdapat hal-hal yang pada
suatu saat belum dibahas. Ketiga, paham yang menganggap
bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh
beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.

24

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis, krisis berarati
penentuan, bila terjadi krisis orang biasanya meninjau kembali
pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan
uji. Filsafat dengan demikian perjalanan dari satu krisis ke krisis
lain. Ini berarti bahwa manusia yang berfilsafat senantiasa
meninjau kembali eksistensi dirinya dan alam disekitarnya.
Filsafat sejak Thales sudah mempersoalkan alam sekitarnya.
Pada Socrates, Plato dan Aristoteles persoalan yang
dipetanyakan jauh meningkat yaitu mempertanyakan eksistensi
manusia, meskipun eksistensi manusia yang tinggi pada Yunani
kuno kurang mendapat perhatian abad pertengahan.
Kehadiran filsafat abad modern yang diawali oleh gerakan
renaissance berusaha mengembalikan eksistensi kemanusia
yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun lebih. Abad modern
ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam bidang ilmu
pengetahun sehingga abad modern menjadi abad kembalinya
subjektivitas dengan memberikan penghargaan yang setinggitingginya pada peranan akal. Munculnya aliran-aliran berbeda
menunjukkan bahwa abad modern telah memperbaharui sudut
pandang dogmatis manusia kepada pemahaman pluralis yang
didukung oleh data dan fakta rasional dan empiris.
B. Saran-saran
Layaknya para filosof yang senatiasa mencari kebenaran
dengan sikap yang kritis, kita para mahasiswa juga bisa

25

menjadikan mereka contoh dalam hal yang positif dalam konteks


ilmu pengetahuan guna mendorong dan menjadi sumber
motivasi dalam menuntut ilmu.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. 2008. Filsafat Umum.Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Ari Yuana, Kumara.2010.The Greatest Philosophers - 100
Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21.Yogyakarta: Andi
Azis, Ichwan Supandi.2003 Karl Raimund Popper dan
Auguste Comte; Suatu Tinjauan Tematik Problem Epistemologi
dan Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid
35, Nomor 3
Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat.Jakarta:
Ghalia Indonesia
Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius
Hanafi, A. 1981. Ihktisar Sejarah Filsafat Barat.Jakarta:
Pustaka Alhusna
Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat
Modern. Jakarta: Gramedia
Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat
Barat.Yogjakarta: Kanisius
Mustansyir, Rizal. 2001.Filsafat Analitik, Sejarah,
Perkembangan, Dan Peranan Para Tokohnya, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar

26

Nasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat Umum.Jakarta: Gaya


Media Pratama
Poedjawijatna, 1986. Pembimbing ke Alam Filsafat. Jakarta:
Bina Aksara
Smith, Linda dan William Roeper.2003.Ide-Ide Filsafat dan
Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius
Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak
Thales Sampai Capra. Bandung: Rosdakarya
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 1998. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

27

Anda mungkin juga menyukai