Anda di halaman 1dari 26

PRINSIP-PRINSIP

PENANGANAN
INFEKSI

Faktor-faktor penyebab
infeksi
Faktor penjamu dan mikroorganisme
Usia
Status gizi
Status imun
Predisposisi genetik
Lamanya pemaparan
Dosis dan virulensi mikroorganisme

Faktor-faktor penyebab
infeksi
Pemaparan terhadap mikroorganisme
Riwayat bepergian
Pekerjaan
Berinteraksi dengan hewan
Aktivitas seksual
Lingkungan tempat tinggal
Kontak medis, darah atau jaringan

Pertahanan tubuh terhadap


infeksi
Imun non spesifik
Pelindung fisik
Kompetisi dng flora komensal tubuh
Pelindung biologis sekresi lisozim
Pelindung kimiawi
Pertahanan tubuh spesifik
Neutrofil, fagosit, komplemen.
Limfosit B dan limfosit T

Infeksi terjadi bila pertahanan


tubuh dihancurkan
Penghalang

fisik rusak misalnya karena


pembedahan, infus, gigitan serangga
Menurunnya immunitas non spesifik
Menurunnya fungsi fagosit, defisiensi
komplemen
Menurunnya

imunitas spesifik
Dosis infeksi yang tinggi
Meningkatnya virulensi mikroorganisme
E. coli strain 0157 dan strain kolera tertentu
toksinnya semakin kuat

Infeksi bisa disebabkan oleh :


Infeksi

endogen
Disebabkan oleh flora normal yang ada
dalam tubuh
Infeksi eksogen
- secara langsung melalui kontak atau
transmisi droplet dari penjamu
- tidak langsung melalui udara, vektor
dll.

Proses terjadinya infeksi


Kontak

mukosa (perlekatan dengan epitel)


Invasi (patogen menyebabkan kerusakan
dengan menginvasi jaringan yang lebih dalam
- serkaria skistosoma mampu menembus kulit
- Neisseria meningitis memiliki kemampuan menembus epitel

Menghindari

sistem imun (menghasilkan enzim


yang mengikat atau menghambat Ig sekretori
- kapsul polisakarida streptococcus peneumonia mencegah
fagositosis
- Leishmania, mycobacterium mampu hidup dan bereplikasi di
dalam
makrofag

Proses terjadinya infeksi


Produksi

toksin
- toksin kolera mengaktifkan
mekanisme adenilat siklase dari sel
usus sehingga meningkatkan eksresi
cairan dan elektrolit dalam jumlah
besar
- lipopolisakarida dari bakteri gram
negatif menyebabkan sidrom sepsis.

Akibat klinis dari infeksi


Akut

Efek sitokin : demam, malaise, anoreksia, leukosit


meningkat.
Kegagalan sirkulasi
Kerusakan dan kegagalan organ misal gagal nafas
pada pneumonia.

Kronis

Hilangnya massa otot dan penurunan berat badan


Anemia akibat penyakit kronis
Penghancuran organ misal sirosis hati, kelumpuhan
permanen dll

Gejala infeksi
Keadaan

umum sakit
+ demam
+ nyeri
+ syok
+ kegagalan hemostasis

Diagnosis
Dari gejala klinis, untuk menegakkan
diagnosis
dilakukan :

Identifikasi mikroorganisme

mikroskop cahaya (misal pewarnaan ziehl-Neelsen untuk TB)


Mikroskop elektron (virus)

Identifikasi antigen mikroba

misal PCR (Polymerase Chain reaction) untuk herpes simpleks,


hepatitis, HIV

Kultur organisme
Respon imunologis

deteksi IgM atau IgG


Respon kulit terhadap antigen misal tes tuberkulin (TBC)

Pemeriksaan penunjang untuk


infeksi
Hitung

darah
lengkap
(untuk
mencari
perubahan pada leukosit)
Laju endap darah (LED) nilai derajat respons
inflamasi akut (untuk melihat keberhasilan
terapi)
Tes fungsi hati, ginjal (ut melihat efek infeksi)
Menentukan
organisme
penyebab
:
Pemeriksaan mikroskopis, Kultur, Serologi,
Histologi
Pencitraan untuk melihat letak dan luas infeksi.

Hitung darah lengkap


Anemia

normositik sering ditemukan pada infeksi

kronis
Kenaikan jumlah neutrofil
Kenaikan jumlah limfosit (umumnya pada virus)
bakteri (tifoid)
Jumlah neutrofil rendah ( imunosupresi, infeksi
tifoid)
Jumlah linfosit rendah (HIV) atau infeksi akut lain.
Jumlah trombosit rendah (malaria dan demam
dengue)
Eosinofilia misal pada skistosomiasis

CRP dan LED


LED

adalah laju mengendapnya


eritrosit dalam tabung vertikal.
LED meningkat pada sebagian besar
infeksi

Tes fungsi hati


Kelainan

fungsi hati menunjukkan


proses infeksi lokal (hepatitis, abses
hati) atau infeksi sistemik atau
diseminata.
Melihat pengaruh dari penggunaan
antibiotika jangka panjang ( TBC)

Pemeriksaan mikroskopik
Pewarnaan

gram (negatif dan positif)


Pewarnaan spesifik
pewarnaan ziehl-neelsen ut mikobakterium
Giemsa ut parasit

Virus

menggunakan spesimen hidup


dengan melihat fluorosensi dari antibodi
terhadap virus
Mikroskop elektron
virus herpes(varisela-zoster) pd cairan vesikel cacar air

Kultur
Kultur

merupakan metode diagnostik definitif.


Sampel dikultur pada medium pertumbuhan
yang komposisi serta inkubasinya disesuaikan
dng mikroba yang di tanam
Identifikasi dengan melihat morfologi koloni,
pertumbuhan pada media spesifik,hasil reaksi
biokimia
Kultur darah
dilakukan sebelum pemberian antibiotika

Serologi
Beberapa

organisme terutama vurus


sulit di kultur
Serologi mengukur respons imunologis
penjamu terhadap suatu infeksi
Adanya IgM atau kenaikan titer IgG
setelah 10 14 hari menunjukkan
adanya infeksi
Misal Hepatitis dll

Metode histologi
Menemukan

patologi spesifik pada


pemeriksaan jaringan
Contoh :
Granulomast berhubungan dengan
beberapa infeksi terutama
Tuberkolosis (TB)

Metode molekular
asam

nukleat bisa mengidentifikasi


organisme pada spesimen klinis (clamydia,
Neisseria sp)
Teknik amplifikasi bermanfaat dalam
mendeteksi asam nukleat dalam jumlah kecil
dari organisme yg sulit di kultur.
Reaksi rantai polimerase (polymerase chain
reaction) PCR. Digunakan ut mendiagnosis
herpes simpleks, menghitung jumlah virus
pada hepatitis B/C atau HIV.

Pencitraan
Foto

thoraks (ut infeksi lokal)


USG abdomen (mendeteksi lesi, abses,
nodus di dalam abdomen)
CT scan bermanfaat ut memeriksa
semua bagian tubuh ut mencari atau
menentukan luasnya infeksi
USG jantung ut melihat adanya
endokarditis bakterilis.

Pengobatan Infeksi
-

Pengobatan simptomatik
antipiretik, mempertahankan status hidrasi
Antimikrobial
empiris, spesifik setelah mikroba diketahui
Menghilangkan sumber infeksi
menghilangkan cairan abses, memotong jalur
infeksi
Mempertahankan fungsi sirkulasi dan organ
vital pada infeksi berat
Banyak infeksi (infeksi virus) dapat sembuh
sendiri tanpa terapi spesifik.

Prinsip-prinsip Umum
Terapi
Untuk menjadi antibiotik yang berguna, suatu senyawa
harus
menghambat
pertumbuhan
bakteri
tanpa
membahayakan inang manusia. Artinya, harus memahami
sebahagian besar mekanisme kerja obat-obat ini.
Obat harus menembus jaringan tubuh untuk mencapai
bakteri.
Perlu mengetahui apakah obat diabsorbsi secara oral atau
apakah obat akan menembus sawar darah otak.
Contoh :
Jika pasien menderita infeksi gastrointestinal (G.I), Anda
harus memberikan obat oral, yang tidak diabsorbsi oleh
saluran G.I.
Obat-obat yang digunakan untuk mengobati meningitis
digunakan obat-obat yang menembus sawar darah otak.

Seleksi Obat-obat Anti


Mikroba
Identitas

mikroorganisme dan
sensitivitasnya terhadap anti mikroba
tertentu.
Tempat infeksi
sawar darah otak
Keamanan

anti mikroba

kloramfenikol
Faktor

pasien

sistem imum, fungsi ginjal, hati, kehamilan, laktasi, umur

Biaya

pengobatan

Uji kepekaan antibiotika


jika

mikroorganisme yang ditemukan


adalah tipe yang sering resisten terhadap
antimikroba (bakteri gram negatif)
jika infeksi kemungkinan besar menjadi
fatal jika tidak diobati dengan tepat
(meningitis, septisemia)
dalam infeksi tertentu dimana
pembasmian organisme membutuhkan
penggunaan obat yang bersifat
bakterisidal secara cepat.

Bahaya penggunaan
antibiotika

penyebarluasan keadaan reaksi obat di populasi sebagai


akibat hipersensitifitas, anafilaksis, ruam, demam,
kerusakan darah, hepatitis kolestatik.
perubahan dalam flora normal tubuh, dengan penyakit
yang diakibatkan dari superinfeksi mengakibatkan
pertumbuhan berlebihan organisme yang resisten
terhadap obat.
menutupi infeksi yang serius tanpa membasmi
toksisitas
obat
langsung
(granulositopenia
atau
trombositopenia dengan sefalosporin dan penisilin)
perkembangan resistensi obat dalam populasi mikroba
terutama melalui eliminasi mikroorganisme yang sensitif
terhadap obat dari lingkungan yang penuh dengan
antibiotik
(rumah
sakit)
dan
digantikan
oleh
mikroorganisme yang resisten terhadap obat.

Anda mungkin juga menyukai