PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemindahan plantet dari media tumbuh in vitro ke rumah kaca
memerlukan penanganan khusus. Akar yang terbentuk selama regenerasi in vitro
(dalam botol) mudah terserang patogen. Selain itu akar-akar tersebut belum
berfungsi semestinya dan lemah sehingga mudah mati bila ditanam secara in vitro
(di luar botol) yang transpirasinya terlalu tinggi. Untuk menstimulir terbentuknya
akar yang dapat berfungsi dengan baik, perlu dilakukan regenerasi akar secara in
vivo sebagai pengganti akar yang terbentuk secara in vitro (Darmono, 2003).
Selain akar, daun-daun yang terbentuk secara in vitro belum dapat
beradaptasi dengan baik karena helaiannya tipis dan lunak serta kemampuan
fotosintesisnya rendah. Di samping itu, stomata (mulut daun) belum berfungsi
dengan baik dan lapisan lilin kutikula tidak berkembang baik sehingga proses
transpirasi menjadi tinggi bila ditanam secara in vivo (Darmono, 2003).
Pelaksanaan propagasi tanaman dapat dikelompokkan menjadi empat
tahap. Tahap pertama ialah overplanting dan pengeluaran bibit dari botol. Tahap
kedua, budi daya dalam komuniti pot. Pada tahap ini tanaman belum mampu
untuk mandiri. Di dalam botol, bibit hidup berdesak-desakan satu dengan yang
lain dan pada komuniti pot pun, kebiasaan seperti itu masih terus berlanjut. Tahap
ketiga, budi daya dalam pot. Dalam pot ini tanaman sudah dapat dilatih untuk
mempertahankan hidupnya sendiri. Tahap keempat, pemeliharaan tanaman
dewasa. Tahap terakhir ini merupakan tahap yang paling berat, sebab bila faktorfaktor lingkungan tidak terpenuhi secara optimum, tanaman-tanaman tersebut
tidak bisa berkembang dan tumbuh dengan sehat ( Hendaryono, 1998).
Maka dilakukanlah praktikum aklimatisasi, dengan tujuan praktikan dapat
menerapkan secara langsung cara melakukan aklimatisasi plantet dari lingkungan
kultur ke lingkungan luar.
1.2 Tujuan
untuk mengetahui teknik aklimatisasi tanaman Anthurium cubense /cebensa
untuk mendapatkan media yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan
untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan
dan keberhasilan aklimatisasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultur Jaringan
Dalam rangka pengembangan dan pembiakan tanaman, manusia terus
melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan tanaman yang
mempunyai sifat unggul. Salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif
adalah kultur jaringan. Kultur jaringan berasal dari kata tissue culture atau culture
in vitro yang artinya budidaya jaringan (Santosa, 2005).
Prinsip kultur jaringan adalah mengambil sebagian jaringan tanaman,
kemudian menumbuhkannya didalam media buatan, sehingga tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Jaringan tertentu pada tanaman, seperti ujung akar,
pucuk, kambium, tunas yang masih kecil, dan tumor tanaman ternyata bisa
ditanam di dalam media kultur buatan. Dalam kutur jaringan, sel-sel meristematik
yang belum berdiferensiasi akan dipacu untuk mendeferensiasikan diri.
Deferensiasi dimulai dengan pembentukan meristem baru yang akan terbentuk
organ tanaman, seperti akar, batang, tunas, daun, sehingga tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Caranya adalah dengan memodifikasi media tumbuh
dengan menambahkan zat-zat dan hara yang dapat memacu pertumbuhan. Zat
tersebut diantaranya gula (sukrosa, glukosa, atau fruktosa), vitamin, hormon
tumbuh, asam amino, persenyawaan organik, dan mineral lainnya. Cara seperti ini
dikenal dengan prinsip totipotensi sel (Santosa, 2005).
Kultur jaringan telah populer digunakan untuk pengembangbiakan
tanaman. Metode ini digunakan karena banyak manfaat yang dapat diperoleh,
antara lain sebagai berikut:
1. Dihasilkan populasi tanaman dalam jumlah besar
2. Kultur jaringan dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman yang sukar
diperbanyak dengan metode konvensional, seperti stek dan cangkok.
3. Dihasilkan tanaman bebas virus dengan cara penumbuhan sel bebas virus dari
tanaman induk yang terserang atau terinfeksi virus
4. Kultur jaringan dapat dilakukan setiap saat atau tidak tergantung musim
5. Dapat dibuat variasi genetik melalui manipulasi sel genetik, seperti hibridisasi
atau fusi dua sel somatik baik interspesifik maupun intraspesifik.
Vitamin yang diperlukan antara lain tiamin, piroksin, asam nikotin, dan asam
askobat.
d. Asam amino
Asam amino yang biasa digunakan antara lain glisin, sistein, arganin, tirosin,
triptofan, dan kasein hidrolisat. Vitamin dan asam-asam amino tersebut berfungsi
sebagai kofaktor dalam pembentukan enzim, menstimulir proliferasi jaringan dan
memperlancar respirasi.
e. Basa nitrogen
Basa nitrogen yang sering digunakan dalam kultur jaringan ini adalah
adeninde.
f. Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan yaitu dari kelompok auksin
(IAA, IBA, NAA, dan 2,4-D), kelompok sitokinin (kinetin, BAP, zeatin, isopentanil adenine, dan BA), dan asam giberelet. Aktivitas zat pengatur tumbuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cahaya, suhu, dan proses oksidasi.
Pada perbandingan konsentrasi yang seimbang antara auksin dengan
sitokinin
akan
menstimulir
pembentukan
protocorm
like
bodies.
Bila
tomat, pisang, ekstrak ragi, dan fish emulsion. Penggunaan senyawa organik
untuk merangsang pembelahan sel dan mendorong proses diferensiasi. Di
samping itu, senyawa organik juga merupakan sumber hara dan sebagai suau zat
yang dapat menstimulir pertumbuhan.
h. Bahan pemadat
Sebagai bahan pemadat diperlukan agar-agar sepeti buatan Bacto, Difco,
batang, atau sejenisnya. Konsentrasi yang digunakan berkisar 6-7 gram tergantung
jenisnya.
i. Arang aktif
Arang aktif berfungsi menyerap senyawa-senyawa fenol yang keluar dari luka
bekas potong.
j. Bahan pelarut
Ada beberapa macam medium yang digunakan untuk memperbanyak
tanaman seperti medium Murashige and Skoog (1962), Liensmayer and Skoog
(1965), White, Vacin and Wenn (1949). Dalam kultur jaringan, ada dua macam
bentuk medium, yaitu medium cair dan medium padat.
-
Medium cair
Penggunaan medium cair ada keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya
Medium padat
Keuntungan dari penggunaan medium padat antara lain, tidak memerlukan
shaker. Adapun kerugianya yaitu hanya sebagian eksplan yang berhubungan atau
kontak dengan medium. Pertumbuhan eksplan menjadi terhambat karena ada
akumulasi senyawa fenol yang keluar pada luka bekas potong. Seperti dalam
persiapan medium untuk biji yang ditanam dalam kultur in vitro, medium dalam
perbanyakan kultur jaringan juga perlu larutan baku dahulu lalu disimpan dalam
freezer sebelum digunakan (Darmono, 2003).
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat
Dikeluarkan plantet dari dalam botol dengan cara bagian pangkal ditarik
selama 30 menit.
Disiapkan media tumbuh yang akan digunakan seperti cocopeat, dan
dengan air.
Diletakkan plantet ditempat yang agak teduh atau terlindung dari cahaya
3.5 Pengamatan
Pengamatan prktikum Aklimatisasi yaitu presentase hidup tanaman
Anthurium cebensa selama 4 minggu , yaitu: 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan
:Plantae
:Tracheobionta
:Spermatophyta
:Magnoliophyta
:Liliopsida
SubKelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
:Arecidae
:Arales
:Araceae
:Anthurium
: Anthurium cubense (Anonim, 2011).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Teknik aklimatisasi tanaman Anthurium cubense /cebensa: pemeriksaan
perakaran plantet, dilakukan seleksi kultur, dan kultur yang akan
-
5.2 Saran
Dapat digunakan media lain seperti, media arang kayu, arang batok kelapa,
media pakis, batu bata dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. www.exoticrainforest.com/Anthurium cubense.html . Diaskes pada
tanggal 5 Juni 2011.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Pengamatan prktikum Aklimatisasi yaitu presentase hidup tanaman Anthurium
cebensa selama 4 minggu, yaitu:
jumlah tanaman yang tumbuh
x 100
jumlah seluruh tanaman
3
x 100
3
= 100%
LAMPIRAN FOTO