Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemindahan plantet dari media tumbuh in vitro ke rumah kaca
memerlukan penanganan khusus. Akar yang terbentuk selama regenerasi in vitro
(dalam botol) mudah terserang patogen. Selain itu akar-akar tersebut belum
berfungsi semestinya dan lemah sehingga mudah mati bila ditanam secara in vitro
(di luar botol) yang transpirasinya terlalu tinggi. Untuk menstimulir terbentuknya
akar yang dapat berfungsi dengan baik, perlu dilakukan regenerasi akar secara in
vivo sebagai pengganti akar yang terbentuk secara in vitro (Darmono, 2003).
Selain akar, daun-daun yang terbentuk secara in vitro belum dapat
beradaptasi dengan baik karena helaiannya tipis dan lunak serta kemampuan
fotosintesisnya rendah. Di samping itu, stomata (mulut daun) belum berfungsi
dengan baik dan lapisan lilin kutikula tidak berkembang baik sehingga proses
transpirasi menjadi tinggi bila ditanam secara in vivo (Darmono, 2003).
Pelaksanaan propagasi tanaman dapat dikelompokkan menjadi empat
tahap. Tahap pertama ialah overplanting dan pengeluaran bibit dari botol. Tahap
kedua, budi daya dalam komuniti pot. Pada tahap ini tanaman belum mampu
untuk mandiri. Di dalam botol, bibit hidup berdesak-desakan satu dengan yang
lain dan pada komuniti pot pun, kebiasaan seperti itu masih terus berlanjut. Tahap
ketiga, budi daya dalam pot. Dalam pot ini tanaman sudah dapat dilatih untuk
mempertahankan hidupnya sendiri. Tahap keempat, pemeliharaan tanaman
dewasa. Tahap terakhir ini merupakan tahap yang paling berat, sebab bila faktorfaktor lingkungan tidak terpenuhi secara optimum, tanaman-tanaman tersebut
tidak bisa berkembang dan tumbuh dengan sehat ( Hendaryono, 1998).
Maka dilakukanlah praktikum aklimatisasi, dengan tujuan praktikan dapat
menerapkan secara langsung cara melakukan aklimatisasi plantet dari lingkungan
kultur ke lingkungan luar.

1.2 Tujuan
untuk mengetahui teknik aklimatisasi tanaman Anthurium cubense /cebensa
untuk mendapatkan media yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan
untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan
dan keberhasilan aklimatisasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultur Jaringan
Dalam rangka pengembangan dan pembiakan tanaman, manusia terus
melakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan tanaman yang
mempunyai sifat unggul. Salah satu teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif
adalah kultur jaringan. Kultur jaringan berasal dari kata tissue culture atau culture
in vitro yang artinya budidaya jaringan (Santosa, 2005).
Prinsip kultur jaringan adalah mengambil sebagian jaringan tanaman,
kemudian menumbuhkannya didalam media buatan, sehingga tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Jaringan tertentu pada tanaman, seperti ujung akar,
pucuk, kambium, tunas yang masih kecil, dan tumor tanaman ternyata bisa
ditanam di dalam media kultur buatan. Dalam kutur jaringan, sel-sel meristematik
yang belum berdiferensiasi akan dipacu untuk mendeferensiasikan diri.
Deferensiasi dimulai dengan pembentukan meristem baru yang akan terbentuk
organ tanaman, seperti akar, batang, tunas, daun, sehingga tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Caranya adalah dengan memodifikasi media tumbuh
dengan menambahkan zat-zat dan hara yang dapat memacu pertumbuhan. Zat
tersebut diantaranya gula (sukrosa, glukosa, atau fruktosa), vitamin, hormon
tumbuh, asam amino, persenyawaan organik, dan mineral lainnya. Cara seperti ini
dikenal dengan prinsip totipotensi sel (Santosa, 2005).
Kultur jaringan telah populer digunakan untuk pengembangbiakan
tanaman. Metode ini digunakan karena banyak manfaat yang dapat diperoleh,
antara lain sebagai berikut:
1. Dihasilkan populasi tanaman dalam jumlah besar
2. Kultur jaringan dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman yang sukar
diperbanyak dengan metode konvensional, seperti stek dan cangkok.
3. Dihasilkan tanaman bebas virus dengan cara penumbuhan sel bebas virus dari
tanaman induk yang terserang atau terinfeksi virus
4. Kultur jaringan dapat dilakukan setiap saat atau tidak tergantung musim
5. Dapat dibuat variasi genetik melalui manipulasi sel genetik, seperti hibridisasi
atau fusi dua sel somatik baik interspesifik maupun intraspesifik.

Sel didalam jaringan tanaman mempunyai sifat berdiri sendiri dan


mempunyai susunan gen. Jika sel tersebut dipisahkan dari induknya dan tanaman
di media yang cocok akan tumbuh menjadi tanaman baru. Hal inilah yang
dilakukan pada kultur jaringan. Bagian atau potongan tanaman yang digunakan
sebagai sumber kultur jaringan ini disebut dengan eksplan. Umumnya, semua
jaringan tanaman tersebut mudah ditumbuhkan. Karenanya bagian tanaman yang
sebaiknya digunakan adalah yang sedang mengalami pertumbuhan pesat atau
sebagai pusat pertumbuhan. Bagian tanaman tersebut diantaranya meristem,
pucuk tanaman, daun muda, dan tunas muda dari buku tanaman. Selain itu, dapat
juga berupa bagian-bagian bunga seperti antera, ovari, kelopak, dan mahkota
bunga yang masih muda (Santosa, 2005).
Untuk mendukung pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan, diperlukan
media tanam yang memiliki unsur-unsur yang diperlukan oleh eksplan untuk
tumbuh. Jumlah dan komposisi unsur tersebut harus seimbang. Untuk membantu
pembentukan klorofil dan protein, mempertinggi aktivitas pembentukan jaringan
meristematik, serta mentranslokasikan karbohidrat, diperlukan unsur mineral
makro dan mikro dalam jumlah yang tepat dan seimbang. Sumber energi yang
dibutuhkan berupa zat gula, yakni sukrosa, fruktosa, atau glukosa, vitamin yang
diperlukan antara lain tiamin, piridoksin, asam nikotin, dan asam askobat.
Pertumbuhan eksplan juga membutuhkan asam amino, basa nitrogen, zat pengatur
tumbuh, dan senyawa padat. Penambahan air kelapa ke dalam media juga bisa
meningkatkan daya tumbuh eksplan karena air mengandung beberapa mineral dan
asam amino yang dibutuhkan tanaman (Santosa, 2005).
Aklimatisasi merupakan saat paling kritis dalam perbanyakan tanaman
secara kultur in vitro karena peralihan dari heterotrhop ke autotroph. Organisme
heterotroph adalah organisme yang kebutuhan makanannya memerlukan satu atau
lebih senyawa karbon organik, makanannya tergantung pada hasil sintesis
organisme lain. Adapaun organisme autotroph adalah organisme yang membuat
makanannya dari zat-zat anorganik (Darmono, 2003).

Penanganan bibit pada tahap aklimatisasi yang kurang baik dapat


mengakibatkan kematian. Oleh karena itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan
saat bibit dikeluarkan dari kondisi steril ke semisteril antara lain sebagai berikut:
1) Lingkungan sekitar tempat penanaman harus dijaga, kelembapan harus tinggi
(85%), suhu relatif rendah (27-29oC).
2) Naungan diperlukan agar intensitas cahaya matahari dan butiran-butiran air
hujan yang deras berkurang.
3) Bibit dalam keadaan sehat dan kuat dengan perakaran yang baik.
4) Saat dikeluarkan dari dalam botol kultur ke media semisteril, bibit harus
dalam keadaan bersih dari media agar, terutama akarnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian bibit saat penanganan
aklimatisasi antara lain sebagai berikut:
1) Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman
2) Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses fotosintesis
3) Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme (Darmono, 2003).
Dalam memilih dan mencari komposisi medium yang cocok sering kali
dilakukan beberapa kali percobaan. Agar sel, jaringan, dan organ dapat tumbuh
dengan baik, diperlukan suatu medium yang mempunyai komposisi unsur-unsur
hara dalam bentuk garam, zat pengatur tumbuh, hormon, atau vitamin yang tepat.
a. Garam-garam anorganik
Garam anorganik terdiri dari unsur-unsur makro dan mikro seperti N, P, K,
Ca, Mg, Na, S, Mn, Fe, Zn, Cu dan Cl. Masing-masing unsur tersebut mempunyai
peranan penting dalam pembentukan klorofil dan protein, mempertinggi aktivitas
pembentukan jaringan meristematik, serta mentranslokasikan karbohidrat.
Kekurangan unsur-unsur esensial akan menimbulkan gejala yang disebut penyakit
fisiologis. Gejala tersebut akan hilang bila dipindahkan ke dalam medium yang
mengandung semua unsur yang dibutuhkan.
b. Sumber energi
Sumber energi yang dibutuhkan pada umumnya dalam bentuk gula seperti
sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Senyawa tersebut selain sebagai sumber energi,
juga sebagai bahan pembentuk sel-sel baru yaang dalam konsentrasi cukup tinggi
dapat merangsang perakaran.
c. Vitamin

Vitamin yang diperlukan antara lain tiamin, piroksin, asam nikotin, dan asam
askobat.
d. Asam amino
Asam amino yang biasa digunakan antara lain glisin, sistein, arganin, tirosin,
triptofan, dan kasein hidrolisat. Vitamin dan asam-asam amino tersebut berfungsi
sebagai kofaktor dalam pembentukan enzim, menstimulir proliferasi jaringan dan
memperlancar respirasi.
e. Basa nitrogen
Basa nitrogen yang sering digunakan dalam kultur jaringan ini adalah
adeninde.
f. Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan yaitu dari kelompok auksin
(IAA, IBA, NAA, dan 2,4-D), kelompok sitokinin (kinetin, BAP, zeatin, isopentanil adenine, dan BA), dan asam giberelet. Aktivitas zat pengatur tumbuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain cahaya, suhu, dan proses oksidasi.
Pada perbandingan konsentrasi yang seimbang antara auksin dengan
sitokinin

akan

menstimulir

pembentukan

protocorm

like

bodies.

Bila

konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan sitokinin, auksin akan menstimulir


pembentukan akar. Sebaliknya, konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi
dibandingkan auksin akan menstimulir pembentukan tunas.
g.

Persenyawaan organik kompleks


Persenyawaan organik kompleks yang umum digunakan adalah air kelapa,

tomat, pisang, ekstrak ragi, dan fish emulsion. Penggunaan senyawa organik
untuk merangsang pembelahan sel dan mendorong proses diferensiasi. Di
samping itu, senyawa organik juga merupakan sumber hara dan sebagai suau zat
yang dapat menstimulir pertumbuhan.

h. Bahan pemadat
Sebagai bahan pemadat diperlukan agar-agar sepeti buatan Bacto, Difco,
batang, atau sejenisnya. Konsentrasi yang digunakan berkisar 6-7 gram tergantung
jenisnya.

i. Arang aktif
Arang aktif berfungsi menyerap senyawa-senyawa fenol yang keluar dari luka
bekas potong.
j. Bahan pelarut
Ada beberapa macam medium yang digunakan untuk memperbanyak
tanaman seperti medium Murashige and Skoog (1962), Liensmayer and Skoog
(1965), White, Vacin and Wenn (1949). Dalam kultur jaringan, ada dua macam
bentuk medium, yaitu medium cair dan medium padat.
-

Medium cair
Penggunaan medium cair ada keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya

antara lain untuk memperluas terjadinya hubungan antara medium dengan


permukaan jaringan, menambah terjadinya oksigen bagi respirasi jaringan,
mengencerkan terbentuknya oksidasi senyawa fenol, menghindari terjadinya
polaritas, dan zat-zat dapat menyebar secara merata (homogen). Adapaun
kerugiannya antara lain diperlukan pengocokan terus-menerus agar terjadi aerasi
dan diperlukan shaker, padahal daya tampung shaker terbatas.
-

Medium padat
Keuntungan dari penggunaan medium padat antara lain, tidak memerlukan

shaker. Adapun kerugianya yaitu hanya sebagian eksplan yang berhubungan atau
kontak dengan medium. Pertumbuhan eksplan menjadi terhambat karena ada
akumulasi senyawa fenol yang keluar pada luka bekas potong. Seperti dalam
persiapan medium untuk biji yang ditanam dalam kultur in vitro, medium dalam
perbanyakan kultur jaringan juga perlu larutan baku dahulu lalu disimpan dalam
freezer sebelum digunakan (Darmono, 2003).

BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kultur Jaringan tentang Aklimatisasi dilaksanakan pada tanggal


27 April 2011, di Laboratorium Kultur Jaringan dan Green House Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman, Samarinda.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam aklimatisasi antara lain : beaker glass, botol
selai, gelas plastik, pinset, dan kamera.
Bahan yang digunakan dalam aklimatisasi antara lain: planlet Anthurium
cebensa, fungisida, bakterisida, pupuk gandasil D, alkohol 70%, aquades steril,
cocopeat, dan kertas label.
3.3 Cara Kerja

Dikeluarkan plantet dari dalam botol dengan cara bagian pangkal ditarik

lebih dahulu dengan menggunakan pinset.


Dicuci dan dibersihkan plantet dari media agar, terutama bagian akar. Pada
waktu pencucian diusahakan jagan ada bagian tanaman yang terluka

karena akan menimbulkan infeksi.


Direndam dengan aquadest steril selama 5 menit.
Setelah dicuci, plantet direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida

selama 30 menit.
Disiapkan media tumbuh yang akan digunakan seperti cocopeat, dan

disemprot dengan pupuk gandasil sebelum digunakan.


Ditanam plantet dalam pot yang sudah diisi media cocopeat lalu disiram

dengan air.
Diletakkan plantet ditempat yang agak teduh atau terlindung dari cahaya

matahari dan air hujan secara langsung.


Setelah satu minggu, plantet ditempatkan di green house. Lalu diamati
persentase hidupnya setiap minggu selama 4 minggu.

3.4 Bagan kerja


Dikeluarkan plantet dari dalam botol dengan menggunakan pinset
Dibersihkan
Direndam dalam larutan fungisida dan bakterisida

Ditanam plantet dalam pot yang sudah diisi media cocopeat

Plantet disemprot dengan pupuk gandasil

Diletakkan plantet ditempat yang agak teduh atau terlindung dari


cahaya matahari secara langsung dan air hujan.

Plantet ditempatkan di green haouse dan diamati selama 4 minggu

3.5 Pengamatan
Pengamatan prktikum Aklimatisasi yaitu presentase hidup tanaman
Anthurium cebensa selama 4 minggu , yaitu: 100%

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengamatan

Gambar. Tanaman Anthurium cebensa yang siap aklimatisasi

Gambar Tanaman Anthurium cebensa dalam media cocopeat


4.2 Pembahasan
Prinsip kultur jaringan adalah mengambil sebagian jaringan tanaman,
kemudian menumbuhkannya di dalam media buatan, sehingga tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna. Jaringan tertentu pada tanaman, seperti ujung akar,
pucuk, kambium, tunas yang masih kecil.
Aklimatisasi adalah pemindahan tanaman dari lingkungan steril (in vitro)
kelingkungan semisteril sebelum dipindahkan ke lapangan. Aklimatisasi
merupakan saat paling kritis dalam perbanyakan tanaman secara kultur in vitro
karena peralihan dari heterotrhop ke autotroph. Organisme heterotroph adalah
organisme yang kebutuhan makanannya memerlukan satu atau lebih senyawa

karbon organik, makanannya tergantung pada hasil sintesis organisme lain.


Adapaun organisme autotroph adalah organisme yang membuat makanannya dari
zat-zat anorganik (Darmono, 2003).
Keuntungan menanam dengan kultur jaringan antara lain :
1. Dihasilkan populasi tanaman dalam jumlah besar
2. Kultur jaringan dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman yang sukar
diperbanyak dengan metode konvensional, seperti stek dan cangkok.
3. Dihasilkan tanaman bebas virus dengan cara penumbuhan sel bebas virus dari
tanaman induk yang terserang atau terinfeksi virus
4. Kultur jaringan dapat dilakukan setiap saat atau tidak tergantung musim
5. Dapat dibuat variasi genetik melalui manipulasi sel genetik, seperti hibridisasi
atau fusi dua sel somatik baik interspesifik maupun spesifik
Faktor-faktor yang mempengaruhi aklimatisasi, antara lain:
1. Terjadinya proses transpirasi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan
hilangnya kandungan air dalam jaringan tanaman.
2. Bibit belum atau kurang mampu melakukan proses fotosintesis.
3. Terjadinya busuk atau kontaminasi oleh mikroorganisme.
Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan
aklimatisasi yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau
kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan
kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat
asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH=7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan
mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titil optimal antara pH
5,0 dan 6,0. Bila eksplan sudah mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur
dalam media kultur jaringan mempunyai peran yang sangat penting dalam
menstabilkan pH. Penyimpangan pH dalam medium yang mengandung
garam tinggi kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas buffernya
lebih besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-satunya
sumber N tergantung pada pengaturan pH dari medium di atas 5.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan pH meter, atau bila
menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila

ternyata pH medium masih kurang dari normal, maka dapat ditambahkan


KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dapat
dinetralkan dengan meneteskan HCL.
2. Kelembaban
Kelembaban relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH
sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH
pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi khusus.
3. Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan
organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan
pembentukan tunas dari kalus tembakau pada intensitas yang rendah.
Sebaliknya, pada intensitas yang tinggi proses ini akan terhambat.
Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat yang lebih gelap.
4. Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang
optimum umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur
optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor
lingkungan, di samping faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi.
2. Tinjauan umum tanaman Anthurium cubenses
Anthurium cubense dapat tumbuh baik secara terestrial spesimen epifit.
Merupakan tanaman yang tumbuh pada tanaman, tangkai daun dan daun dibagi
menjadi pelepah pendek. Pelepah pendek, kaku atau fleksibel batang tergantung
pada jenis penampang sangat berbeda. pisau daun jarang tipis memiliki berbagai
macam bentuk: biasanya sederhana dan elips untuk lanset, sering kali dengan
basis berbentuk hati, dan kadang-kadang lobed palmate, Pisau daun mengganggu
jaringan dengan mengangkat pelepah dan sebagian besar lateral basal pembuluh
darah sering membentuk saraf umum di sepanjang tepi daun (Anonim, 2011).
Adapun klasifikasi dari Anthurium cubense sebagai berikut:
Kingdom
Subkingdom
SuperDivisi
Divisi
Kelas

:Plantae
:Tracheobionta
:Spermatophyta
:Magnoliophyta
:Liliopsida

SubKelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

:Arecidae
:Arales
:Araceae
:Anthurium
: Anthurium cubense (Anonim, 2011).

Media yang digunakan dalam aklimatisasi tanaman Anthurium adalah


dengan menggunakan cocopeat yang sudah dikeringkan. Cocopeat adalah media
tanam yang dihasilkan dari sabut kelapa, cocopeat memiliki kemampuan mengikat
air yang sangat baik. Ruang pori di antara partikel cukup besar sehingga
porositasnya masih cukup baik. Karena sifarnya ini, penggunaan cocopeat
sebaikkya tidak diikuti dengan penyiraman yang berlebihan. Kelebihan air bisa
menyebabkan bahan ini mudah membusuk dan mengundang penyakit, cocopeat
memiliki sifat yang mudah lapuk. Karenanya, penggantian media juga harus lebih
sering dilakukan. Kelebihan media ini pada unsur hara yang dikandungnya. Media
ini masih mengandung unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium
(Mg), kalium (K), natrium (Na), Dan fosfor (P) (Wiryanta, 2007).
Fungsi dari fungisida adalah untuk mencegah terjadinya serangan jamur pada
tanaman, media tanam maupun pot perlu direndam dalam fungisida terlebih
dahulu, fungisida yang digunakan yaitu Banlate, Sedangkan fungsi dari
bakterisida adalah untuk mencegah terjadinya serangan bakteri pada tanaman
anthurium.
Alasan perlunya dilakukan aklimatisaisi antara lain:

untuk mengetahui teknik aklimatisasi tanaman Anthurium cubense /cebensa


untuk mendapatkan media yang sesuai untuk pertumbuhan eksplan
untuk mengetahui pengaruh media aklimatisasi terhadap pertumbuhan dan
keberhasilan aklimatisasi.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Teknik aklimatisasi tanaman Anthurium cubense /cebensa: pemeriksaan
perakaran plantet, dilakukan seleksi kultur, dan kultur yang akan
-

dikeluarkan diberi intensitas cahaya yang tinggi selama 1-2 minggu.


Media tanam yang sesuai adalah cocopeat karena memiliki kemampuan
mengikat air yang sangat baik. Cocopeat memiliki sifat yang mudah lapuk.
Kelebihan media ini pada unsur hara yang dikandungnya. Media ini masih
mengandung unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg),
kalium (K), natrium (Na), Dan fosfor (P).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi antara lain:


Keasaman (pH), kelembaban, cahaya, dan temperatur.

5.2 Saran
Dapat digunakan media lain seperti, media arang kayu, arang batok kelapa,
media pakis, batu bata dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. www.exoticrainforest.com/Anthurium cubense.html . Diaskes pada
tanggal 5 Juni 2011.

Darmono, W. 2003. Menghasilkan Anggrek Silangan. Jakarta: Penebar Swadaya.


Hendaryono, S. 1998. Budidaya Anggrek dengan Bibit Dalam Botol Yogyakarta:
Kaninus.
Santoso, A. 2005. Panduan Budi Daya Perawatan Anggrek. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Wiryanta, W. 2007. Media Tanam Untuk Tanaman Hias. Jakarta: Agromedia
Pustaka.

LAMPIRAN PERHITUNGAN
Pengamatan prktikum Aklimatisasi yaitu presentase hidup tanaman Anthurium
cebensa selama 4 minggu, yaitu:
jumlah tanaman yang tumbuh
x 100
jumlah seluruh tanaman

3
x 100
3

= 100%

LAMPIRAN FOTO

Gambar 1. gandasil, fungisida, dan bakterisida

Gambar 2. Plantet Anthurium Cebensa

Gambar 3. Penanaman plantet ke media sabut kelapa

Anda mungkin juga menyukai