Anda di halaman 1dari 94

DISUSUN OLEH

KEMENTERIAN
KOORDINATOR
BIDANG
PEREKONOMIAN

KEMENTERIAN
PPN/
BAPPENAS

KEMENTERIAN
PEKERJAAN
UMUM

KEMENTERIAN
LINGKUNGAN
HIDUP

PEMERINTAH
PROVINSI
DKI JAKARTA

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian


Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Cetakan Pertama 2014

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara; cet.1


Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2014
93 hlm; 21x 25cm

PENGEMBANGAN TERPADU
PESISIR IBUKOTA NEGARA

OKTOBER 2014

DISUSUN OLEH:

KEMENTERIAN
KOORDINATOR
BIDANG
PEREKONOMIAN

KEMENTERIAN
PPN/
BAPPENAS

KEMENTERIAN
PEKERJAAN
UMUM

KEMENTERIAN
LINGKUNGAN
HIDUP

PEMERINTAH
PROVINSI
DKI JAKARTA

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Daftar Isi
Daftar Isi
Kata Sambutan

Bab 1

4
6

Pendahuluan

1.1 Latar belakang


1.2 Sistematika Pelaporan

Bab 2 Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di

18
19

Ibukota

2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta)


Tata Ruang Jakarta
Kawasan Pantai Utara Jakarta
Hidrologi
Penurunan Muka Tanah
Sistem Perhubungan Jakarta
Bangunan Air dan Drainase
Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi
Perumahan dan Permukiman
Kemiskinan Kawasan Pesisir Utara Jakarta
2.2 Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan
Banjir
Penurunan Kualitas Teluk Jakarta
Dampak Fisik, dan Sosial Ekonomi

22
24
25
30
33
35
37
38
39
40
41
43

Bab 3 Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara


3.1 Pertahanan Pesisir terhadap Banjir
Strategi Tanggul
Konsep Dasar Waduk Retensi

48
48
51

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Jakarta


Air Bersih
Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah
3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru
3.4 Transportasi
3.5 Keterbatasan Lahan
3.6 Reklamasi Pantai Utara
3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan)
Lingkungan
Sosial
3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)
Tahap A
Tahap B
Catatan Tambahan Untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota)
Tahap C
Garuda Megah
Bisinis dan Hunian

52
54
56
60
63
64
67
67
69
71
73
75
76
77
78
79

Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan


4.1
4.2
4.3
4.4
4.5

Penjelasan Umum
Kelembagaan
Pembiayaan
Kebijakan/Regulasi
Sekilas Road Map Percepatan PTPIN
Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta
Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor Swasta
Pengorganisasian yang Sederhana

82
83
83
85
86
87
87
88

Bab 5 Rekomendasi

90

Daftar Referensi Utama

92

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Sumber: Master Plan NCICD, 2014

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN


REPUBLIK INDONESIA

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam sejahtera bagi kita semua,
Saudara-saudara seluruh pemangku amanah dan pemangku kepentingan di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang saya hormati.
Saya menyambut baik tersusunnya Master Plan Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia (National
Capital Integrated Coastal Development). Master Plan ini merupakan konsolidasi dari proses perencanaan penanggulangan ketidakseimbangan neraca
air, termasuk banjir, yang telah pernah dilakukan dan dibahas dengan para pemangku
kepentingan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah. Master Plan ini akan menjadi
panduan dan rujukan dalam memulihkan keseimbangan dan integritas sosial, ekonomi
dan ekologi di Ibu Kota Negara.
Kondisi Ibukota Negara Jakarta saat ini menghadapi berbagai tantangan yang merupakan
resultan dari berbagai dinamika, termasuk sosial ekonomi, demografis, ketidakseimbangan
neraca air, perubahan bentang alam, dan perubahan iklim. Dampak yang dirasakan dari
dinamika tersebut mengambil bentuk kerusakan kualitas manfaat sanitasi, banjir, kekurangan air bersih, stagnasi mobilitas masyarakat, sampai ancaman rob dari penurunan tanah
(land subsidence) dan naiknya tingkat permukaan air laut.
Master Plan ini memberikan solusi terintegrasi yang saat ini berfokus pada aspek teknis pesisir Ibukota Negara, hal mana kemudian perlu diiringi dan diintegrasikan dengan semua
komponen upaya pemulihan integritas ekosistem di hulu. Setidaknya 3 manfaat yang perlu
kita raih dari Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia yang terintegrasi dengan ekosistem hulu. Pertama, memulihkan integritas neraca hidrologis wilayah
Ekosistem Ibukota Negara (water access). Kedua, memulihkan akses masyarakat terhadap
ruang (spasial) yang berkualitas di wilayah Ekosistem Ibukota Negara. Ketiga, memulihkan
integritas daya saing sosial ekonomi wilayah Ekosistem Ibukota Negara.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pemulihan integritas ekosistem di Ibukota Negara perlu segera kita lakukan. Upaya ini bukan hanya memiliki arti ekologis, yang mencakup neraca air, neraca pangan, neraca keanekaragaman hayati, bahkan neraca pemanfaatan spasial yang seyogyanya juga harus menjamin peningkatan kehidupan kita sebagai manusia. Lebih dari itu, Program Pembangunan
Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia merefleksikan integritas kita sebagai bangsa dan
negara dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan atas wilayah Ibukota Negara.
Pemerintah berkeyakinan bahwa Program ini dapat diterapkan dan diwujudkan dengan
bantuan para pakar dari Indonesia, dari Belanda dan dari belahan dunia lainnya. Terbangunnya proyek yang bernilai vital strategis ini bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia
mampu mengelola ekosistemnya secara cerdas dan berkelanjutan, namun lebih dari itu
menjadi bukti kepercayaan diri, kemampuan dan kapabilitas bangsa Indonesia dalam menyelesaikan proyek besar.
Semua itu tidak dapat dicapai dengan serta merta, namun membutuhkan komitmen dan
dukungan politik jangka panjang dari semua, partisipasi masyarakat serta dukungan kelembagaan yang kuat dan efektif. Hanya dengan demikian, upaya bersama dalam memulihkan
integritas daya dukung ekosistem Ibukota Negara ini dapat mencapai hasil yang diharapkan dan mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 17 Oktober 2014


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
Republik Indonesia

10

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/


KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Berkaca dari pengembangan beberapa kota pantai di berbagai belahan dunia, pengembangan Jakarta yang juga
merupakan Ibukota Republik Indonesia harus dapat menjawab permasalahan seperti ancaman banjir, penurunan
muka tanah, penyediaan air baku, kemacetan, dan penataan
pemukiman. Dengan berbagai pertimbangan, pengembangan Jakarta diarahkan ke pantai utara dengan mengadopsi
konsep waterfront city sehingga memungkinkan adanya
reklamasi yang sekaligus juga merevitalisasi pemukiman
padat di sepanjang pantai.
Pengembangan Jakarta sebagai kota pantai telah melalui
perjalanan panjang, antara lain dimulainya program reklamasi pantai utara Jakarta pada dua dekade yang lalu dengan dukungan penuh dari Pemerintah. Namun, sejalan dengan perkembangan kebutuhan perkotaan dan kompleksitas
permasalahan yang dihadapi, pengembangan Jakarta perlu mempertimbangkan berbagai
sektor dengan mengoptimalkan peluang dan peran serta swasta.
Dengan tekad yang kuat dan dukungan berbagai pihak yang dilandasi pengalaman panjang dan berbagai hasil kajian/studi, Pemerintah telah mempersiapkan Pengembangan
Terpadu Pesisir Ibukota Negara yang mengintegrasikan pengembangan sektor infrastruktur dan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan program jangka panjang yang memerlukan investasi cukup besar, sehingga harus dijadikan acuan dan komitmen bersama dari berbagai pihak.
Tersusunnya Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah DKI,
serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu, termasuk mitra pembangunan dan Pemerintah Belanda yang mendukung tersusunnya Dokumen Program Pembangunan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara. Semoga kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan
bagi pelaksanaan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Dengan Poros Kemaritiman Indonesia yang digagas dan akan dikembangkan Pemerintah
yang akan datang, saya yakin Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
dapat bermanfaat dalam pembangunan Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia.
Jakarta, 17 Oktober 2014
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional /
Kepala Bappenas

Armida S. Alijahbana

11

12

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

MENTERI PEKERJAAN UMUM


REPUBLIK INDONESIA

Kegiatan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development telah
dimulai sejak tahun 2007 melalui kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas,
Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,
serta Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda, dengan nama Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). JCDS menghasilkan tiga produk penting yang dikenal dengan Triple A. Atlas,
Berisi hasil identifikasi dan himpunan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Jakarta terkait antara lain tentang masalah
kependudukan, lingkungan, banjir, air limbah, transportasi dan
geoteknik. Agenda, berisi kegiatan-kegiatan yang dihadapi dan kerangka waktu yang sempit. Serta Aturan Main, berisi usulan kelembangaan dan hubungan kerja dengan institusiinstitusi terkait serta gagasan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.
Memperhatikan hasil-hasil kegiatan JCDS yang menunjukan kompleksitas permasalahan,
kualitas lingkungan yang buruk serta kerawanan Ibukota Negara Republik Indonesia terhadap ancaman bencana yang terkait dengan air, kegiatan JCDS ditindaklanjuti oleh suatu
program yang disusun dengan lebih terpadu dengan titik berat Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Ibukota Negara yang diwujudkan dengan PTPIN. Tercakup dalam
kegiatan ini adalah upaya untuk memecahkan masalah transportasi dan kebutuhan ruang
untuk menunjang PTPIN.
Pada saat yang sama, Kementerian Pekerjaan Umum juga melaksanakan upaya pengendalian penurunan muka tanah di DKI Jakarta akibat pengambilan air tanah dalam yang berlebihan. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk inisiasi penambhan pasokan debit air ke
DKI Jakarta dan pemulihan air tanah dalam (aquifer storage recovery). Pasokan air minum
DKI Jakarta secara bertahap akan terus ditingkatkan dengan air baku yang diambil dari Saluran Tarum Barat, Bendungan Karian dan sumber lain.
Investigasi karakteristik geologi teknik dan pemodelan land subsidence serta pengukuran
bathimetri perairan Teluk Jakarta dan pemodelan respon morfologi pantai sebagai bagian
dari implementasi program PTPIN juga sedang dilakukan. Untuk meningkatkan kualitas
lingkungan hidup, Kementerian Pekerjaan Umum juga melakukan kajian penataan ruang

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

dengan menerapkan prinsip Building with Nature by Integrating Land in the Sea and Water
in the Old and New Lands.
Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga tengah melakukan upaya untuk mengintegrasikan pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, termasuk penanganan kualitas air. Untuk memahami konsepsi PTPIN secara utuh sebagai bagian dari pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, disarankan
agar dipelajari juga laporan-laporan terkait 5 pilar pengelolaan Wilayah Sungai CiliwungCisadane: Konservasi, Pendayagunaan, Pengendalian Daya Rusak, Sistem Informasi Sumber
Daya Air dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Wilayah Sungai tersebut.
PTPIN memberikan tantangan yang besar bagi pengembangan dan penerapan teknologi tidak hanya di bidang sumber daya air, tetapi juga di bidang-bidang lain, antara lain transportasi dan lingkungan hidup. Jika dikelola dengan baik maka PTPIN juga akan menciptakan
peluang bisnis di berbagai lapangan termasuk penyerapan produk-produk dalam negeri.
Hal-hal ini merupakan pusat perhatian dalam penerapan program PTPIN.
Pada kesempatan ini ijinkan saya mengingatkan semua pihak yang terlibat agar tidak cepat
puas, karena peta jalan program PTPIN masih panjang. Tim Kerja masih harus bekerja lebih
keras lagi dalam mempelajari, melaksanakan dan mengevaluasi setiap progres penerapan
PTPIN, termasuk menciptakan iklim yang baik agar Badan Usaha Swasta tertarik untuk berpartisipasi dan menanamkan investasinya di program PTPIN. Kementerian Pekerjaan Umum
akan terus berkomitmen dalam mewujudkan program PTPIN.
Jakarta, 17 Otober 2014

Djoko Kirmanto
Menteri Pekerjaan Umum
Republik Indonesia

13

14

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP


REPUBLIK INDONESIA

Kita menyadari bahwa Jakarta, sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan wilayah terdepan dari wajah
bangsa ini. Potret Jakarta adalah potret kita sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, permasalahan yang terjadi pada kota Jakarta, tentunya menjadi
permasalahan kita bersama. Bagaimana kita berupaya mencari solusi dan pemencahan permasalahan tersebut.
Peningkatan jumlah penduduk Jakarta yang cukup tinggi,
Banjir yang terus terjadi, menurunnya permukaan lahan, abrasi/rob yang sepanjang tahun tiada henti menerpa kota ini, dan
terbatasnya sumber air baku untuk menyediakan kebutuhan
akan air minum, air yang bersih dan sehat adalah merupakan
sebahagian permasalahan kota Jakarta. Yang tentunya harus
dicarikan solusi penanganannya secara komprehensif dan terpadu.
Buku Master Plan (Rencana Induk) pengembangan terpadu pesisir Ibukota Negara ini merupakan langkah awal dari upaya kita untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Isu kelayakan kehidupan di perkotaan adalah isu pengelolaan lingkungan hidup yang multidimensi dan kompleks. Masyarakat menggantungkan harapan besar kepada pemerintah untuk memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan atas ruang hidupnya, namun
pemerintah juga berharap banyak terhadap kontribusi dan peran aktif setiap warganya untuk turut memecahkan masalah. Outcomes yang ingin dicapai menjadi tergantung pada
bagaimana kebijakan pemerintah dikritisi, dikawal dan didukung oleh warganya.
Ketika telah dipastikan bahwa solusi pemecahan masalah banjir, turunnya muka tanah,
dan perbaikan kualitas lingkungan hidup Jakarta membutuhkan pendekatan holistik dan
perencanaan yang dilakukan perlu dibangun dari dialog yang intensif komprehensif dan
konstruktif. Masyarakat perlu memahami apa manfaat dan resiko dari setiap alternatif solusi
yang diberikan, sekaligus terinspirasi untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Konsep penyelamatan Jakarta dengan membangun tanggul raksasa, perbaikan sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih, serta revitalisasi keseluruh bagian wilayah kota yang berada
di pesisir adalah konsep besar yang mengimplikasikan perubahan pola hidup langsung

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

minimal satu juta penduduk di wilayah utara Jakarta dan bahkan Tangerang dan Bekasi.
Keberhasilan upaya penyelamatan Jakarta akan sia-sia apabila tidak diiukuti dengan perbaikan kualitas lingkungan hidup masyarakat tersebut.
Master Plan Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (NCICD) ini disusun
dan akan terus disempurnakan melalui proses iteratif yang terbuka dan dilandaskan pada
upaya pengamanan (safeguard). Pada awal Rencana Induk (Master Plan) seharusnya dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang saat ini sedang dalam proses
penyusunan. KLHS tidak akan sekedar membidik kelayakan lingkungan wilayah yang akan
dibangun, tetapi secara komprehesif menyoroti isu-isu lingkungan dalam cakupan yang
lebih luas, yaitu sampai ke Jawa Barat dan Banten. Mekanisme pengamanan seperti ini juga
akan didukung lebih lanjut sampai dengan tahap pelaksanaan, yaitu penerapan kewajiban
AMDAL diikuti dengan penerbitan ijin lingkungan kepada setiap investor, pengembangan,
maupun pemrakarsa kegiatan.

Prof. Dr.Balthasar Kambuaya, MBA

15

16

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS


IBUKOTA JAKARTA
Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan kota delta
dengan berbagai peran yang diembannya telah mengalami pertumbuhan pesat yang karenanya juga membawa permasalahan
yang serius terutama berkaitan dengan menurunnya daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Dalam kondisi masih terbatasnya infrastruktur perkotaan dan ditambah dengan adanya beban populasi, keterbatasan ruang, ancaman degradasi kualitas lingkungan, dampak perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, banjir rob, dan land subsidence telah
menempatkan Ibukota dalam kerenatanan yang semakin tinggi.
Perda Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, mengamankan bahwa salah satu
strategi penataan ruang DKI Jakarta ke depan diarahkan pada pengembangan pembangunan ke arah utara sekaligus optimalisasi pengelolaan Teluk Jakarta melalui reklamasi untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru serta infrastruktur pendukung lainnya,
antara lain pembangunan bertaraf internasional, pengembangan kawasan komersial dan
perumahan. Terobosan yang direncanakan melalui Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) dalam mewujudkan Kota Jakarta yang berketahanan akan
mengubah permasalahan yang akan menjadi peluang selain ketahanan terhadap banjir
rob juga untuk mengembangkan sumber air baku, peningkatan pendapatan kota melalui
pengembangan pelabuhan dan jaringan transportasi kota serta menambah kawasan baru.
Saya mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada Tim Koordinasi Persiapan Pembangunan Jakarta Coastal Development, yang telah menyelesaikan Dokumen Master Plan Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau Program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
Saya berharap, Program NCICD menjadi program prioritas nasional yang sejalan dengan
pengembangan kawasan strategis Pantai Utara Jakarta, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah untuk revitalisasi daratan pantai lama
melalui penyediaan perumah rakyat, infrastruktur yang memadai, perbaikan kawasan kumuh, serta penyediaan lapangan kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pendahuluan
Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa
pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan
pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city melalui program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara

17

18

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pendahuluan
Latar Belakang
SistemaJakarta adalah daerah khusus ibukota negara yang merupakan pusat aktivitas berskala internasional, nasional dan regional. Kegiatan perekonomian di kota ini mendorong
terjadinya aglomerasi dari berbagai komponen kegiatan perkotaan. Jakarta dengan populasi lebih dari 9,5 juta jiwa merupakan daerah inti perkotaan (core area) dari suatu sistem
aglomerasi kawasan Jabodetabekpunjur dengan total populasi 30,1 juta jiwa di tahun 2013.
Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai dengan ketetapan Perpres No. 54 Tahun 2008. DKI Jakarta
terbagi dalam 6 wilayah kabupaten/kota administratif dengan total luas wilayah 662,33
km2. Wilayah DKI Jakarta di bagian utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih
32 km yang berbatasan di bagian barat berbatasan dengan Tangerang dan di bagian timur
berbatasan dengan Bekasi.
Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan
pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun demikian, Jakarta juga terletak di daerah delta dengan tingkat kerawanan banjir yang tinggi, baik
banjir dari luapan sungai maupun banjir limpasan air pasang. Di kawasan ini terdapat aliran
13 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan 40 persen wilayahnya merupakan dataran rendah yang berada di bawah muka air laut pasang. Banjir di kawasan pesisir Jakarta
diperburuk dengan menurunnya muka tanah akibat ekstrasi pemanfaatan air tanah yang
berlebihan. Tidak hanya di Jakarta, menurunnya kondisi kawasan pesisir juga terjadi di garis
pantai utara yang terletak di wilayah Tangerang dan Bekasi.
Ancaman banjir mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat jika penurunan muka tanah terus berlangsung. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dapat dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta
penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu
menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta
telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir
dan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030.
Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir,

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan
pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di
Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city. Kebijakan ini diarahkan untuk menjawab berbagai permasalahan di atas serta memungkinkan adanya penambahan kawasan produktif melalui reklamasi dan revitalisasi di kawasan
pantai.
Laporan ini mencakup beberapa rencana dan kegiatan utama dalam penataan kawasan
pesisir Jakarta yang diintegrasikan dalam suatu Program Pengembangan Terpadu Pesisir
Ibukota Negara (PTPIN). Program ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Beberapa kegiatan telah terlaksana di
lapangan dan beberapa kegiatan lainnya dalam tahapan persiapan.
Program ini perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Laporan ini
diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi dasar bagi pemerintahan
selanjutnya

Sistematika Pelaporan
Laporan ini terdiri atas lima bagian. Setelah bagian pendahuluan, Bab 2 menggambarkan
tentang ikhtisar permasalahan perkotaan yang dihadapi oleh Ibukota Negara Republik Indonesia. Bab 3 mencakup deskrisi tentang upaya terkait program terpadu di pesisir ibukota yang mencoba membahas permasalahan yang telah dibahas di Bab 2. Di bagian akhir
Bab 3 membahas lebih khusus mengenai program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota
Negara (PTPIN) dan tahapan pembangunannya. Bab 4 menjelaskan strategi implementasi
program PTPIN tersebut. Laporan ini ditutup dengan Bab 5 yang berisi beberapa rekomendasi dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan PTPIN.

19

20

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Ikhtisar Permasalahan
Perkotaan di Ibukota

21

22

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di


Ibukota
2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta)

Tata Ruang Jakarta


Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas daratan seluas 662 km dan perairan laut seluas
6.998 km serta 110 pulau yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Seribu. Daratan utama
wilayah DKI Jakarta di bagian Utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32
km. Sebagai daerah khusus ibukota, Jakarta memiliki aktivitas berskala pelayanan internasional, nasional, regional, dan lokal. Hal ini mendorong terjadinya aglomerasi berbagai
komponen kegiatan perkotaaan terutama pada kawasan yang telah berkembang.
Gambar 2.1
Peta Jakarta dalam Lingkup
Kawasan Jabodetabekpunjur

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Aglomerasi kawasan regional DKI Jakarta membentuk satu kesatuan wilayah yang mempunyai nilai ekonomis yang strategis. Kawasan ini mencakup wilayah Bogor Depok
Tangerang Bekasi - Puncak Cianjur atau lebih dikenal dengan Jabodetabekpunjur dan
ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional melalui Perpres No. 54 Tahun 2008. Kawasan
Jabodetabekpunjur dengan jumlah penduduk sebanyak 30.069.326 jiwa (hasil Survey Penduduk 2010, tidak termasuk penduduk Kepulauan Seribu) merupakan kawasan perkotaan
terbesar di Indonesia dan keenam terbesar di dunia. Kota Jakarta sebagai metropolitan
dalam perkembangannya saat ini telah dihuni oleh sekitar 9,6 juta jiwa (data sensus penduduk 2010).
Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Hasil interpretasi citra satelit
memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta
merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen sebagai lahan terbangun non pemukiman seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan
lainnya. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi
penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya
menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian selama berabad-abad kota ini telah mengalami masalah banjir yang serius. Dalam dekade terakhir frekuensi dan intensitas banjir terasa meningkat, yang mempengaruhi area yang lebih besar dan menelan lebih banyak korban dan kerusakan. Pemerintah
mulai serius menangani banjir Jakarta pada pertengahan tahun 60-an. Saat itu pemerintah
Gambar 2.2
Kondisi Banjir Jakarta
Januari 2014

23

24

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

meyakini bahwa penanganan banjir di Ibukota haruslah mempunyai konsep yang jelas agar
bisa dijadikan acuan dan sekaligus dipahami oleh masyarakat berkenaan dengan langkah
apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Kawasan Pantai Utara Jakarta


Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan
pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, bandar udara, pergudangan dan pusat perdagangan.
Namun pesatnya perkembangan kawasan perkotaanselain memberikan dampak positif
bagi perkembangan ekonomipada sisi lain dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan.
Penurunan kondisi lingkungan di Pesisir Utara Jakarta dianggap menjadi salah satu faktor
yang memperburuk permasalahan banjir di Jakarta. Sistem perlindungan di pesisir Jakarta
mengalami kondisi yang kritis, salah satunya akibat penurunan muka tanah di Pesisir Utara
Jakarta.
Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah kurang lebih 32 km, meliputi garis pantai yang
berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian barat hingga perbatasan Pantai Utara
Bekasi di bagian timur. Di bagian barat kawasan Pantura Jakarta berbatasan dengan Daerah Kabupaten Tangerang, di bagian Timur berbatasan dengan Daerah Kabupaten Bekasi,
dan di bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Gading di Kota Jakarta Utara,
wilayah Kota Jakarta Barat, wilayah Kota Jakarta Pusat, dan wilayah Kota Jakarta Timur.
Di kawasan inilah terdapat berbagai kegiatan dengan fungsi transhipment point, seperti
pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal Mass
Rapid Transit (MRT), jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya.
Beberapa kegiatan skala besar yang telah berlangsung di dalam kawasan Pantura Jakarta,
antara lain PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar, PLTU Tanjung Priok, permukiman
Pantai Mutiara, permukiman Pantai lndah Kapuk, pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan pelabuhan perikanan samudera di Sunda Kalapa, Kawasan Berikat Nusantara Marunda,
kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, permukiman nelayan di Muara Angke dan Kamal Muara, pusat perdagangan Glodok dan Mangga Dua, dan kegiatan pelayaran rakyat.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Hidrologi
Air Permukaan. Dalam konteks sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai, kawasan Pantura Jakarta merupakan muara sungai-sungai yang berhulu di wilayah selatan, termasuk kanal
buatan, yang mengalir dari arah Puncak - Bogor ke arah laut di utara. Dari ke 13 sungai dan
kanal buatan tersebut, 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu Sungai Mookervaart, Angke, Grogol, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Ciliwung, Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung.

Gambar 2.3
Sistem Pengendalian Banjir
Eksisting

Banjir dan Rob. Jakarta berada pada dataran rendah (40 persen dari luasan), dipengaruhi
oleh pasang laut serta kondisi air permukaan serta intensitas curah hujan yang besar (2000
s/d 3500 mm/tahun). Kejadian banjir dan genangan yang melanda Kota Jakarta secara
rutin terjadi sejak tahun 1961.

25

26

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.4
Peta Erosifitas di Kawasan
Jabodetabekpunjur
Sumber: RTRW Propinsi Jawa Barat 2005-2025

Sayangnya, kondisi sungai pada umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Berkurangnya luas daerah tangkapan air
di kawasan hulu sungai akibat pesatnya pembangunan menyebabkan berkurangnya infiltrasi. Erosi yang terjadi di bagian hulu juga berakibat pada sedimentasi sungai di bagian
tengah dan hilir sungai yang melewati Jakarta. Akibatnya, jika t hujan tinggi terjadi di hulu,
permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara.
Selain itu ketersediaan air permukaan Jakarta juga ditopang oleh situ-situ dan beberapa
waduk di wilayah DKI Jakarta. Situ dan waduk retensi juga difungsikan untuk mengisi kembali air tanah. Sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ
eksisting dan sekitar 15 situ potensial dengan total area 394,2 ha.* Jumlah total seluruh
situ eksisting di wilayah Jabodetabek berjumlah sekitar 1018 dengan jumlah situ potensial
sebanyak 310 situ.

* Western Java Environmental Management


Project (WJEMP) yang
dilaksanakan pada tahun
2005 oleh Nippon Koei
bekerja sama dengan
Kwarsa Hexagon, telah
diidentifikasi

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang
dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di Pantai Utara Jakarta
bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi hingga kini belum membentuk keseimbangan alam, dimana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang
diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir.
Kualitas Air Permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menunjukkan kualitas air yang
semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta
sampah padat yang dibuang ke sungai. Dari 67 lokasi titik pantau di 13 sungai menunjukkan trend pencemaran yang semakin meningkat. Padahal potensi air permukaan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum, pertanian dan kegiatan
perkotaan.
Kualitas air permukaan yang ada di waduk dan situ di Jakarta secara umum tidak terawat,
seperti banyaknya sampah, dan masuknya limbah domestik, limbah industri dan kurangnya fungsi ekologis situ. Status kualitas air di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 persen
tercemar berat dan 17 persen tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan kualitas air
situ/waduk di DKI dari tahun 2004 2007 menunjukkan kualitas penurunan kualitas yang
cukup signifikan.
Air Tanah. Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai
(DAS) Ciliwung, luas CAT tersebut mencapai 1.439 km2. Batas cekungan di sebelah selatan
terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali
Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Pengambilan air tanah pada
CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer
menengah dan dalam. Kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis
hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini
adalah, potensi air tanah dalam 52 juta m/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam)
21 juta m/tahun (40 persen).
Kualitas Air Tanah. Disamping kualitas air permukaan, kualitas air tanah juga menurun
dalam beberapa tahun terakhir. Terutama terjadi di daerah-daerah yang semakin dekat
dengan batas pantai. Penelitian BPLHD Provinsi DKI Jakarta terhadap 75 Kelurahan, menunjukkan bahwa pencemaran air tanah disebabkan oleh kurangnya pengelolaan limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah Jakarta tahun 2007 adalah
12 persen tercemar berat, 20 persen tercemar sedang, 45 persen tercemar ringan dan hanya 25 persen yang tergolong baik, sedangkan pencemaran coliform mencapai 55 persen.
Pencemaran air tanah Jakarta hampir merata di seluruh wilayah.

27

28

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.5
Laju Penyedotan Air Tanah
di Jakarta 1879 2007
Sumber : Pemantauan Kondisi Dan Lingkungan Air Tanah di Cekungan Tanah Jakarta, ESDM

Pasang Surut Air Laut. Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman
berkisar antara 3 29 meter dengan rata-rata kedalaman 15 meter. Kedalaman muara
berkisar antara 0,5 3 meter saat pasang dan 0,5 2 meter saat surut. Kedalaman terendah
di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 meter.
Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan
Laut Jawa berkisar antara 20 29 meter. Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan
sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan
proses sedimentasi di bagian pantai timur yang sangat kuat akibat bermuaranya Sungai
Citarum di Muara Gembong.
Gelombang pasang akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang-surut serta
diakibatkan oleh faktor-faktor lain atau eksternal force seperti dorongan air, swell (gelombang yang ditimbulkan dari jarak jauh), badai dan badai tropis yang merupakan fenomena
yang sering terjadi di laut. Gabungan atau interaksi dari itu semua menimbulkan anomali
muka air laut yang menyebabkan banjir Rob.
Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan teknis dalam melindungi kawasan
pesisir dari kenaikan muka air laut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik pasang surut, karakteristik gelombang laut, perubahan iklim. Dari analisa pasang surut
di teluk Jakarta, pada tahun 2005 elevasi puncak (HHWL) pasang surut di DKI Jakarta mencapai 1.88 mpp. Dengan freebord 1.00 meter maka tinggi elevasi tanah yang aman untuk
garis pantai utara Jakarta setinggi 3.00 meter. Sedangkan berdasarkan dari beberapa studi

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

bahwa kenaikan muka air laut rata-rata adalah 8 mm per tahun.


Rob adalah limpasan gelombang pasang yang terjadi di daerah pantai. Apabila daerah pantai tersebut belum ada prasarana pengendalian Rob yang memadai, maka tidak menutup
kemungkinan di daerah pantai tersebut akan terjadi abrasi dan genangan banjir akibat ROB.
Pada umumnya kejadian Rob di Pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan-bulan Desember,
Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21 sampai
dengan 10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak Rob adalah Kamal Muara, Pluit,
Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing dan Marunda. Kejadian Rob di Pantura Jakarta ditentukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu : Tinggi gelombang pasang, Kondisi topografi
daerah Pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1
persen dan elevasinya bervariasi antara 1,5 meter sampai dengan 1,8 meter dari MSL. Dan
juga pengaruh pemanasan iklim global (global warming).

Gambar 2.6
Sebaran Lokasi Dampak
ROB di Pantai Utara
Jakarta

Curah Hujan. Bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah salah satu kejadian yang disebabkan oleh jumlah aliran permukaan yang berasal dari hujan yang tidak mampu lagi diresapkan ataupun diteruskan ke laut oleh berbagai jenis penutupan lahan yang ada di kawasan tersebut. Iklim dan curah hujan kemudian sering dianggap sebagai sumber utama
penyebab terjadinya banjir di wilayah Jabodetabek.

29

30

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Di wilayah Jakarta hujan umumnya terjadi hampir pada setiap bulan, termasuk pada musim
kemarau. Hal ini dikarenakan wilayah Jakarta masih terpengaruh oleh wilayah Bogor yang
berpotensi hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah dan terbagi dua zona yaitu Zona Utara dengan rata-rata curah hujan sekitar 1.500
2.000 mm per tahun dan zona selatan dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.000 3.000
mm per tahun. Semakin ke hulu, curah hujan ini semakin tinggi dengan daerah Depok
memiliki curah hujan sekitar 3.000 3.500 mm per tahun, daerah Cibinong memiliki curah
hujan sekitar 3.500 4.000 mm per tahun, dan daerah Bogor memiliki curah hujan 4.000
4.500 mm per tahun.

Gambar 2.7
Lokasi Terkena Dampak ROB di sekitar
Pantai Utara Jakarta

Penurunan Muka Tanah


Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu: pengambilan air tanah dalam
yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari
empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama, terutama masalah penggunaan air
tanah dalam, dipercaya berkontribusi dalam penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta
Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur bangunan, kerusakan

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

struktur, drainase, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir.


Penurunan muka tanah di Jakarta terjadi sangat cepat. Sepanjang pesisir utara terjadi penurunan di beberapa tempat dengan variasi laju antara 2 sampai 20 cm per tahun. Akibatnya
wilayah pesisir Jakarta tenggelam secara perlahan dan berada di bawah permukaan laut,
termasuk garis pantai eksisting, sistem polder di sekitarnya, dan muara sungai serta kanal
yang mempunyai akses terbuka langsung dengan laut.
Pada tahun 1990, hanya 12 persen atau seluas 1.600 ha daratan utara Jakarta yang berada di
bawah permukaan laut. Dalam jangka 20 tahun, pada tahun 2010, 58 persen atau lebih dari
8.000 Ha daratan utara pesisir Jakarta telah tenggelam di bawah permukaan laut. Tanpa adanya upaya penanganan, diperkirakan pada tahun 2030 hampir 90 persen atau 12.500 Ha
daratan pantai utara Jakarta akan tenggelam. Penurunan tanah di wilayah Jakarta membawa dampak negatif yang cukup banyak, terlebih di masa depan, sehingga perlu mendapat
perhatian khusus.Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun
yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan
air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan pemukiman.
Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan
berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi
dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan
penurunan muka tanah.

Gambar 2.8
Peningkatan permukaan air laut
Gambar 2.9
Kondisi di kawasan
pesisir utara Jakarta

31

32

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.10
Perbandingan Penurunan
Muka Tanah Tahun 19741990 dan Penurunan Muka
Tanah Tahun 1990-2000

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.11
Elevasi Tanah Di Bawah
Permukaan Laut Tahun
2010 dan Perkiraan Tahun
2050
Tanpa Upaya Pengendalian Air Tanah

Sistem Perhubungan Jakarta


Ibukota Jakarta telah menghadapi permasalahan lalu-lintas yang parah selama bertahuntahun dikarenakan sistem jalan yang lumpuh akibat padatnya arus lalu-lintas. Ekspansi jaringan jalan tidak mampu menjawab kebutuhan mobilitas yang diakibatkan perkembangan kota, pertumbuhan penduduk yang meningkat dan juga pertumbuhan ekonomi.
Tingkat kepemilikan kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Jumlah mobil dan
sepeda motor teregistrasi meningkat masing-masing dua kali lipat dan 4,6 kali lipat sepan-

33

34

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

jang periode 2000 2010. Hal lain yang menambah buruk lalu-lintas Jakarta adalah jumlah
komuter yang setiap harinya memasuki Jakarta. Tahun 2010 tercatat ada sekitar lebih dari
1,1 juta komuter yang memasuki Jakarta.

Gambar 2.12
Peta Prasarana Jalan
DKI Jakarta

Pola jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan diluar inner ring
road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan berpola grid di wilayah
pusat kota.
Pelayanan transportasi laut dipusatkan di pelabuhan Tanjung Priok, beberapa pelabuhan
lain bersifat sebagai pendukung transportasi laut antar pulau. Pelabuhan pendukung tersebut yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke dan Marina. Khusus Muara Angke dan Marina hanya melayani lalu lintas antar pulau di wilayah DKI Jakarta khususnya ke kepulauan
Seribu. Selama 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan arus kapal dan barang di Pelabuhan

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tanjung Priok memiliki kecenderungan meningkat diatas 6 persen per tahun, dimana arus
barang pada tahun 2006 telah mencapai 28.4 juta ton (untuk cargo dan curah) dan 3.5 juta
TEUs (untuk peti kemas) sedangkan arus kunjungan kapal mencapai 16 ribu unit kapal.
Di wilayah Jakarta Utara terdapat beberapa pelabuhan perikanan, diantaranya adalah TPI
Cilincing, TPI Kali Baru, PPS Muara Baru (Nizam Zachman), TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara.
Pelabuhan nelayan ini menampung aktivitas nelayan di kawasan Jakarta Utara. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. Dilihat dari
perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun.
Pada tahun 2004, nelayan berjumlah 26.301 orang dan turun menjadi 20.125 orang pada
tahun 2008. Hal ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan.
Sarana transportasi udara yang ada di kawasan teluk Jakarta adalah bandar udara internasional Soekarno Hatta. Sesuai dengan fungsinya dalam tata ruang wilayah, jaringan transportasi udara menggambarkan lokasi pelabuhan udara untuk pelayanan penumpang dan
bongkar muat barang untuk melayani kawasan dan wilayah pelayanan masing-masing.
Kualitas pelayanan suatu bandara secara umum selain ditentukan oleh kondisi fisik dan
pelayanan bandara yang bersangkutan, juga terkait dengan aksesibilitas bandara tersebut
dari dan ke daerah pelayanannya

Gambar 2.13
Lokasi Bandara yang
Berdekatan dengan
Teluk Jakarta
sumber: Angkasapura (prenstasi KLHS)

BangunanAir dan Drainase


Tanggul Laut. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi
tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Ada tanda-tanda bahwa lokasi-lokasi
ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penyedotan air

35

36

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

bawah tanah oleh penduduk Jakarta untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan
untuk industri.
Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan
tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut diantaranya : tanggul Rob Muara
Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian
Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009. Tanggul beton maupun tanggul batu kali
yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi
antara 1 sampai dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob
yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai.
Sistem Drainase. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman
baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu
sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada
saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran
drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung
air hujan, terutama pada waktu banjir.

Gambar 2.14
Pembagian Zona Drainase di DKI Jakarta

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi


Air bersih. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM
Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II
(PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya sebanyak 600 juta m/tahun melalui Kanal Tarum Barat. Gambar berikut menunjukkan pemanfaatan air baku dari Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat sebagai air baku PAM Jaya.

Gambar 2.15
Pemanfaatan Air Baku
PAM Jaya

sumber: RTRW DKI Jakarta 2010-2030

Sanitasi dan Air Limbah. Sistem pelayanan pengelolaan limbah di Jakarta baru mencakup
tiga persen dan menimbulkan dampak yang rentan bagi kesehatan warganya. Artinya, 97
persen wilayah Jakarta belum memiliki sistem jaringan air limbah. Kebanyakan dari mereka menggunakan septic tank. Buruknya sistem sanitasi di Jakarta menyebabkan sekitar 45
persen air tanah sudah tercemar bakteri E-coli. Penerapan penggunaan septic tank di setiap
rumah yang tidak layak standarnya mempengaruhi kualitas air tanah untuk diminum.
Banyak warga yang menempatkan tangki kakus berdekatan dengan sumur air untuk minum. Maka, bila air tidak dimasak dengan benar, warga Jakarta rentan terkena penyakit
diare. Buruknya sanitasi juga menjadikan tercemarnya sungai-sungai dan menyebabkan
mahalnya penyediaan air minum berkualitas. Penurunan permukaan air tanah karena pen-

37

38

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

gambilan air tanah yang terus menerus membuat beberapa bagian limbah rumah tangga
ini meresap ke dalam air tanah.
Septic tank rumah tangga yang biasanya diasosiasikan dengan sistem sanitasi belum merupakan sistem yang baik karena masih banyak yang dibawah standar. Perawatan septic tank
masih rendah, sehingga sebagian besar limbah domestik tidak melalui proses treatment
sama sekali. Diperlukan pembangunan sistem IPAL dengan standar wadah penampungan
limbah rumah tangga terpusat menjadi masalah yang mendesak.
Setiap tahunnya, secara umum pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin
meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah
padat yang dibuang ke sungai. Pencemaran yang terjadi baik kualitas fisik, kimia maupun
biologi.
Persampahan. Produksi sampah di Jakarta mencapai 29.364 m atau setara dengan 6.525
ton setiap hari. Sedangkan truk sampah yang dimiliki DKI hanya 841 unit, sementara 100
unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. Kapasitas angkut setiap truk sebesar 15 meter
kubik dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Armada truk DKI
hanya bisa mengangkut 21.172 m sampah per hari. Setiap hari terdapat sekitar 2.000 m
sampah tidak terangkut. Produksi yang terus-menerus dan keterbatasan jumlah armada
pengangkut membuat sampah-sampah tersebut tidak terangkut dengan baik.
Akibat banyaknya jumlah sampah yang tidak terangkut, volume tumpukan sampah di bantaran sungai setiap hari bertambah. Di seluruh Jakarta, terdapat 13 aliran sungai utama
dan tak terhitung jumlah anak sungai maupun saluran pembuangan. Secara kasat mata, di
setiap aliran air selalu saja terlihat sampah, baik yang mengapung hanyut dalam arus maupun menumpuk di sepanjang tepiannya. Di sepanjang bantaran Kali Pesanggrahan dan
Ciliwung, mulai dari kawasan yang berbatasan dengan Tangerang maupun Bogor hingga
bermuara di Teluk Jakarta, terlihat puluhan tempat penampungan sampah. Sampah tersebut itu nyaris tidak tersentuh oleh armada pengangkut Dinas Kebersihan DKI Jakarta.

Perumahan dan Permukiman


Perumahan dan Permukiman. Proyeksi kebutuhan perumahan di DKI Jakarta sebesar
70.000 unit per tahun, dengan proporsi 60 persen (42.000 unit/tahun) untuk perumahan
horizontal per landed houses dan 40 persen (28.000 unit per tahun) untuk perumahan vertikal per rumah susun.
Hunian di Teluk Jakarta: Bila dilihat pada lokasi perencanaan, secara umum karakteristik hunian di daerah pesisir Teluk Jakarta terdiri dari: permukiman nelayan, permukiman
kumuh, permukiman di sisi sungai, kampung kota dan perumahan elit/real estat. Permuki-

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

man nelayan di utara Jakarta terletak di Penjaringan, Cilincing, Koja. Di Penjaringan permukiman nelayan berkonsentrasi di Kamal Muara, Muara Angke dan Murara Baru. Permukiman
kampung perkotaan terbesar terdapat di Jakarta Utara dan tersebar di beberapa lokasi pesisir Teluk Jakarta.
Permukiman Kumuh. Berdasarkan Podes 2012yang terletak di wilayah Teluk Jakarta ada
104 lokasi. Di semua kecamatan yang ada di Teluk Jakarta memiliki wilayah permukiman
kumuh dengan jumlah total 21.302 rumah. Jumlah total keluarga yang tinggal di permukiman kumuh mencapai 24.482 keluarga atau sekitar 97.932 jiwa atau sekitar 6 persen dari
total penduduk di Teluk Jakarta tahun 2011.
Permukiman Real Estat. Area permukiman ini terkonsentrasi di Pluit, Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks lain yang terletak di barat dan selatan dari pelabuhan
Tanjung Priok adalah Pantai Indah Kapuk, Pearl Beach, Villa Kapok Mas, dan perumahan
lainnya. Di beberapa lokasi perumahan real estat ini bersebelahan langsung dengan permukiman nelayan dan permukiman kampung kota.
Flat dan Rumah Susun. Berdasarkan data dari Dinas Perumahan DKI Jakarta tahun 2012,
rumah susun sederhana di Jakarta ada 5.18 blok dengan 40.544 unit rumah, dengan total
luasan 227,15 ha. Rusunawa yang disediakan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta-pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat sebanyak 19 Tower atau 1.519 unit;
yang disediakan Kementerian Pekerjaan Umum: 1.959 unit atau 20 Tower Block; yang disediakan Perumnas ada 34 Tower Block atau 3.328 unit. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah
membangun 133 Tower Block atau 12.337 unit yang terdiri dari 3.366 unit Rusunawa dan
8.971 unit Rusunami. Sebagai tambahan, Pemerintah propinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan 10.087 unit baru, mengelola Rusunawa di 5 wilayah, serta mempersiapkan rusunawa
baru bagi penghuni kota di masa depan.

Kemiskinan di Kawasan Pesisir Utara Jakarta


Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin untuk Jakarta Utara dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, dari 72.000 jiwa pada tahun 2004 naik menjadi 85.200
jiwa pada tahun 2008. Penduduk miskin ini tersebar di enam kecamatan di wilayah, lima
diantaranya merupakan kawasan pesisir Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta
meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing.
Salah satu tolok ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di
suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/
kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung
kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan
paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan

39

40

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur.

sumber: BPS, DKI Jakarta Dalam Angka tahun 2009

2.2 Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan


Banjir
Ancaman banjir akan mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara
Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat ketika penurunan muka tanah semakin
cepat. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030
lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk.
Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi
salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah
aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan
masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030.
Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk
pemenuhan kebutuhan industri dan permukiman. Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau
sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong.
Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang
dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah.
Sistem pertahanan terhadap banjir yang sudah pernah dibangun belum dapat melindungi
Jakarta dari ancaman banjir yang datang dari laut. Sekitar 40 persen sistem infrastuktur
penahan banjir belum mampu menahan banjir dari laut.

Gambar 2.16
Perkembangan Penduduk
Miskin di Jakarta Utara tahun
2004-2008

Gambar 2.17
prosentase Penduduk Miskin di
DKI Jakarta dan
Jakarta Utara
tahun 20042008

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Wilayah Jakarta adalah (i) lokasi
Jakarta merupakan muara dari 13 sungai dengan curah hujan yang cukup tinggi di bagian hulunya, (ii) perubahan penggunaan lahan yang pesat di daerah aliran sungai, (iii)
Berkurangnya kapasitas sungai dan sistem drainase perkotaan akibat sedimentasi dan masalah persampahan, (iv) penurunan muka tanah (land subsience), (v) kenaikan muka air, (vi)
tingkat kesadaran masyarakat terhadap kepedulian lingkungan.
Pluit 1989, 2007, 2025

Pendapat Ahli, Penurunan Muka Tanah Realistis : 5 10 cm per tahun

Pasar Ikan cm

Nov 1989

Nov 2007

Nov 2025

290 cm
220

215 Max. Sea Water level


190 cm

Critical level 2007


2025:
130-230 cm
Peningkatan
selisih

Penurunan Tanah
90 cm

225

100-200 cm
Penurunan Tanah
100-200 cm

2025:
Perbedaan
Darat-Laut
200-450 cm
Tingkat Darat

Gambar 2.18
Penurunan Muka
Tanah dan Kenaikan
Muka Air Laut

sumber: Jakarta Flood Team

Penurunan Kualitas Teluk Jakarta


Dalam sistem hulu-hilir, kawasan Teluk Jakarta menerima dampak dari akumulasi permasalahan dan ekploitasi lingkungan yang terjadi baik di kawasan sebelumnya. Pengaruh daratan menjadi dominan karena Teluk Jakarta menjadi muara tiga belas sungai.
Kualitas perairan Teluk Jakarta dapat dibedakan atas kualitas perairan pantai, yaitu di sekitar
muara sungai-sungai dan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta. Menurut hasil pemantauan
yang dilakukan pada tahun 1997 (Bapedalda DKI Jakarta), terlihat bahwa kualitas perairan
pantai lebih buruk dibandingkan kualitas perairan laut Teluk Jakarta.

41

42

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 2.19
Buruknya kualitas perairan Teluk Jakarta akibat
pencemaran (Laporan
Bappedal DKI Jakarta
2004)

3
1 4

4
1 3 1
1

Keterangan:
1. Degradasi ekosistem mangrove pada Muara Angke, Sunda Kelapa, Ancol, Tanjung Priok, dan
Cilincing-Marunda.
2. Rawan pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga (sampah) dan industri (minyak dan
limbah cair).
3. Abrasi pantai. Kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan hutan
mangrove mengakibatkan terjadinya abrasi pantai.
4. Konflik pemanfaatan lahan pesisir

Gambar 2.20
Permasalahan
Lingkungan di Teluk
Jakarta

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Kondisi tersebut disebabkan fungsi perairan pantai sebagai badan penerima buangan limbah cair yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Muara sungaisungai tersebut mempunyai kedalaman relatif dangkal, sehingga limbah cair cenderung
mengendap di sekitar perairan pantai.
Pengenceran cemaran di perairan laut menyebabkan kualitas perairan laut lebih baik
dibandingkan perairan pantai. Catatan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa perairan bersangkutan masih memenuhi baku mutu bagi peruntukan budidaya biota laut atau perikanan. Sedangkan kualitas perairan pantai pada umumnya telah
melampaui baku mutu untuk dimanfaatkan bagi budidaya biota laut atau perikanan.

Dampak Fisik dan Sosial Ekonomi


Jumlah penduduk Jakarta yang terkena banjir dari laut diperkirakan mencapai 1,5 juta,
sedangkan penduduk terkena banjir dari sungai pada bulan Februari 2007 diperkirakan
mencapai 2,2 juta. Banjir serupa untuk tahun 2030 diperkirakanakan memaparkan 2,5 juta
orang jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi hanya 2,2 juta jika penurunan tanah
dikendalikan.
Dampak banjir juga meimbulkan kerusakan fisik baik sarana dan prasarana maupun kawasan permukiman. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir dari laut diperkirakan
sebesar 21,9 juta USD. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir pada bulan Februari
2007 diperkirakan mencapai 75, 8 juta USD. Banjir dengan hujan yang sama pada tahun
2030 akan menyebabkan kerusakan 87, 5 juta USD jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi hanya 77, 2 juta USD apabila penurunan tanah dapat dikendalikan.
Dampak dari banjir pada prasarana diperkirakan sebagai berikut:
Kerusakan tanggul sungai, kanal dan kolam retensi, meningkatkan ancaman terhadap
banjir.
Kerusakan jembatan dan jalan atau genangan jalan, mengganggu sirkulasi lalu lintas.
Kerusakan dan gangguan pasokan air dan sistem air limbah menimbulkan ancaman
bagi kesehatan masyarakat.
Kerusakan prasarana transportasi meliputi kerusakan jalan dan jembatan, jalan tol,
kereta api dan jaringan angkutan umum.
Kerusakan pembangkit listrik dan jaringan listrik.
Secara ekonomis banjir dapat menggenangi atau mengisolasi bidang bisnis, kawasan indusri, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara regional yang menyebabkan gangguan
ekonomi dan kerugian keuangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan
oleh bencana banjir dari laut dalam kondisi saat ini diperkirakan sebesar 0,48 persen untuk
wilayah Jakarta (atau mengalami kerugian ekonomi sekitar 186 juta USD). Pada tahu 2050

43

44

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

jika penurunan tanah tidak dikendalikan maka potensi penurunan pertumbuhan ekonomi
menjadi 0,63 persen.

Catatan:

Penurunan permukaan tanah yang terus menerus manyebabkan


permukaan air laut menjadi lebih tinggi daripada daratan dan di pesisir
Jakarta menjadi salah satu menyebabkan banjir

Diperlukan upaya untuk mengintegrasikan solusi tata air dengan revitalisasi kawasan, pengembangan transportasi dan kebutuhan pengembangan ruang kota dalam kerangka pengembangan kawasan pesisir,
untuk menghasilkan pendapatan dalam upaya pengendalian banjir.

Diperlukan adanya arahan pengembangan revitalisasi kawasan dan


memposisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabodetabekpunjur dan rencana tata ruang daerah.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengembangan Terpadu Pesisir


Ibukota Negara

45

46

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota


Negara

Seperti telah dijabarkan di Bab 2, terdapat banyak masalah yang dihadapi ibukota Jakarta,
terutama di wilayah pesisir Jakarta. Tanpa mengabaikan masalah lain yang juga penting,
ada berapa masalah yang tingkat urgensinya tinggi dan penting untuk segera dicarikan
solusinya, di antaranya adalah: pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan Jakarta,
pemecahan masalah banjir, transportasi dan keterbatasan lahan. Ada atau tidak adanya
program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (selanjutnya disebut PTPIN) ini,
Jakarta tetap harus mencari cara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Program PTPIN ini diharapkan mampu membantu mengatasi atau sedikitnya menjadikan
permasalahan tersebut sebagai dasar alasan kegiatan di masa mendatang.
PTPIN selayaknya dapat membantu ibukota Jakarta menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dan membantu upaya revitalisasi Jakarta dengan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan dan kualitas hidup warganya, seperti:

Jakarta yang bersih dan aman dari banjir serta kemacetan

Jakarta sebagai kota mandiri yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

Jakarta yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas


hidup sosial.

Selama beberapa tahun pemerintah Indonesia terlah berupaya untuk


mengurangi dan mencegah banjir di ibukota negara, salah satunya
adalah dengan bekerja sama dengan Pemerintah Belanda. Kerjasama
ini telah menghasilkan Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) atau
Jakarta Coastal Defence Strategy
(JCDS) pada tahun 2011. Kerja sama
bilateral ini diteruskan pada program
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National
Capital Integrated Coastal Development (NCICD). (lihat Gambar 3.2)

Gambar 3.1
Tiga Komponen : Pertahanan Pesisir, Tindakan
Tambahan dan Peluang
Investasi

Pertahanan Pesisir

Tindakan Tambahan

Peluang Investasi

Tanggul Laut &


Tanggul Sungai

Suplai Air

Reklamasi Lahan &


Manajemen
Properti

Waduk Retensi

Air Limbah &


limbah padat

Transportasi Darat

Stasiun
Pemompaan

Resettlement

Deep Seaport

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) ini merupakan kelanjutan
proyek Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) yang menghasilkan strategi untuk perlindungan terhadap banjir. Gambar 3.1 menjelaskan beberapa komponen penting hasil studi
SPPJ. Kotak bewarna merah di sisi kiri menunjukkan prioritas tindakan yang perlu segera
dilakukan yaitu tindakan-tindakan yang akan memperkuat pertahanan pesisir terutama
dari dari banjir laut.
Gambar 3.2
Kronologis Teknis dari Strategi
Pertahanan Pesisir
Jakarta (JCDS) sampai dengan Program
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota
Negara (PTPIN)

Bila mengacu kepada Gambar 3.1, maka komponen pengembangan tanggul laut dan
tanggul sungai; waduk retensi; dan stasiun pemompaan menjadi pertimbangan utama
yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Pada fase Konsolidasi Strategi program PTPIN ini,
asumsi-asumsi yang mendasari arahan strategis dan aspek-aspek perancangan dari Arahan
Strategis dari SPPJ telah diteliti lebih lanjut.

47

48

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Rencana yang ada ada laporan PTPIN ini bukan merupakan tahap perencanaan akhir.
Setelah rencana ini disetujui, maka diperlukan perancangan rinci dan studi kelayakan lebih
lanjut, baik itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia ataupun oleh investor swasta. Prosedur pendanaan dan kontrak juga akan membutuhkan perencanaan tambahan atau revisi
dari rencana-rencana yang telah ada. Laporan ini diformulasikan dengan harapan agar
dapat berperan sebagai basis konsultasi bagi pada pemangku kepentingan dan konsultasi
politik.
Dengan menerapkan program ini, Pemerintah Pusat, serta Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat dan Banten akan menetapkan PTPIN ini sebagai kerangka kerja
untuk perencanaan tata ruang, kelembagaan, dan keuangan di masa yang akan datang,
dan berkomitmen untuk upaya-upaya lanjutan yang dibutuhkan.

3.1 Pertahanan Pesisir terhadap Banjir


Banjir yang terjadi tahun 2007 telah membuka mata banyak orang bahwa banjir yang berasal dari laut juga patut diperhitungkan dengan lebih serius.
Dokumen program PTPIN hanya menggambarkan strategi umum saja. Saat ini sudah ada
beberapa komponen yang sudah dikerjakan, baik di dalam maupun di luar program PTPIN
ini. Lokasi Pluit menjadi contoh situasi yang tipikal untuk daerah yang berkepadatan penduduk tinggi di sepanjang garis pantai. Fokus dalam percontohan ini adalah menciptakan
ruang untuk pengembangan kembali wilayah pesisir dengan menggunakan penguatan
tanggul sebagai katalisator. Konsep menggabungkan tanggul dengan jalan, bangunan,
fasilitas laut dan perbaikan lingkungan dieksplorasi. (lihat Gambar 3.5 dan 3.6)

Strategi Tanggul
Pemerintah DKI Jakarta saat ini memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan banjir
Rob, yaitu pembangunan tanggul pengaman dengan elevasi tertentu untuk mencegah air
laut pasang masuk ke daratan di sepanjang pantai utara. Dari kajian teknis, ada beberapa
pilihan tanggul laut yaitu: Tanggul 1 yaitu pilihan On-Land, Tanggul 2 yaitu pilihan Offshore dengan jalur sungai utama tetap terbuka dan Tanggul 3 yaitu pilihan Offshore dengan
menutup jalur sungai utama (lihat Gambar 3.3). Tanggul 3 dipilih jika laju penurunan muka
tanah terus berlanjut dan upaya-upaya perbaikan lingkungan telah dilaksanakan juga persyaratan perundangan, administrasi, dan lainnya sudah terpenuhi.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tahap 1
On land
(Tanggul 1)

Tahap persiapan

?
Critical time

2010
Tahap Persiapan

2020
Tahap Implementasi

2030

2040

2050
Gambar 3.3
Arahan Strategis
Menurut Studi
SPPJ/JCDS

Gambar 3.4
Lokasi yang Memerlukan Penanganan
Segera

Pengembangan Ekonomi

Tahap Implementasi

Studi Giant Sea Wall

Permasalahan Lain

Tahap 3
Offshore dengan
menutup jalur
sungai utama
(Tanggul 3)

Penurunan Tanah

Tahap 2
Offshore dengan
jalur sungai utama
tetap terbuka
(Tanggul 2)

49

50

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Integrasi
pengembangan
kawasan
revitalisasi
waduk Pluit
Penguatan
tanggul laut

Gambar 3.5
Konsep Integrasi
Pengembangan
Kawasan Pluit

Lahan untuk
ruang terbuka
hijau

Penataan
kawasan muara
baru

Lahan untuk
pengembangan rusun

KONSEP
A.

Pengembangan kawasan tepi air Pluit


sejajar dengan kawasan Pantai Mutiara;

B.

Pengembangan kawasan pergudangan


pendukung pelabuhan perikanan;

C.

Pengembangan pendukung pelabuhan


perikanan.

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Direktor Jenderal Penataan Ruang

Gambar 3.6
Konsep Pola Ruang di
Kawasan Pluit

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.7
Kebutuhan dan Jenis
Tanggul

Sumber: Master Plan NCICD

Konsep Dasar Waduk Retensi


Solusi lepas pantai (offshore) yang dipilih dengan berbagai pertimbangan terdiri dari
tanggul laut luar di teluk Jakarta melalui pembangunan danau atau waduk lepas pantai
yang sangat besar. Dengan mengkombinasikan tanggul laut dengan reklamasi lahan maka
akan dihasilkan pertahanan laut yang kuat dan tangguh. Waduk retensi di belakang tanggul akan memiliki muka air yang lebih rendah yang mempermudah aliran sungai secara alami. Instalasi pemompaan akan mempertahankan muka air di danau retensi ini agar muka
air tetap rendah. Akan tetapi, alternatif ini menimbulkan tantangan baru. Untuk mewujudkan mutu air yang bisa diterima di dalam waduk raksasa ini, polusi di sungai harus dikurangi kira-kira sebesar 75 persen (zat organik yang terutama berasal dari rumah tangga)
sampai 95 persen. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan air limbah di wilayah pesisir Jakarta harus lebih dipercepat.

51

52

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Danau retensi ini memiliki dua fungsi utama, yaitu


Berperan sebagai danau rentensi selama periode musim hujan dengan curah hujan
tinggi dan aliran sungai yang tinggi untuk keamanan dari banjir;

Berfungsi sebagai tempat penampungan air untuk kota Jakarta.

Waduk retensi seluas total 75 km berfungsi sebagai waduk raksasa. Waduk ini untuk sementara menyimpan air sungai yang dialirkan ke dalamnya sebelum air ini dipompakan ke
luar. Muka air di dalam waduk retensi ini berfluktuasi sekitar 2,5 meter, yang menciptakan
ruang untuk penyimpanan. Stasiun pompa terbesar di dunia akan dibangun untuk mempertahankan muka air di dalam batas yang ditetapkan. Waduk retensisejalan dengan
waktudiharapkan dapat menjadi sumber air baku untuk Jakarta. Pada musim kemarau,
waduk raksasa ini diperkirakan dapat menjamin pasokan air yang dapat diandalkan sebanyak 12 m per detik, yang bertambah hingga 30 m per detik pada musim hujan.

Gambar 3.8
Penampang danau
retensi termasuk aliran masuk dan keluar
Sumber: Master Plan NCICD

3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan


Jakarta
Air Bersih
Penduduk kota Jakarta tahun 2030 diperkirakan akan memerlukan air bersih sebanyak
38.870 liter per detik dan 51.452 liter per detik pada tahun 2080. Sedangkan total kapasitas produksi PDAM tidak akan mencukupi kebutuhan air bersih sebesar itu bila tidak ada
sumber lain atau upaya penanganan masalah terkait ketersediaan air (lihat tabel 3.1 dan
3.2). Pengambilan air tanah juga bukan solusi yang baik karena akan memperburuk penurunan muka tanah yang menjadi penyebab banjir. Pengolahan limbah cair dan padat juga
merupakan prasyarat utama untuk mendapatkan kualitas air yang lebih baik. Bila rencana
waduk yang terbentuk oleh The Giant Sea Wall jadi dibangun, maka diharapkan akan dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air baku kota Jakarta.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tabel 3.1
Suplai Eksisting

Supply Air
Bersih PAM
Jaya
2010
TOTAL

Istalasi
Pengolahan
Air (IPA)
Kapasitas
(lps)*
18.200

Jumlah
Pendud
uk DKI
(juta)**

Jumlah penduduk
terlayani
Juta
KK
0,8

9,6

(%)
50

Volume
produksi
air
Juta
m3/th*
529,5

Volume Air
Terjual
Juta
m3/th*
283,4

53

Kebocoran/
NRW
Juta
m3
246,1

(%)
46,5

Sumber : Perhitungan ILWI (Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute)
* Sumber : Pra Studi Kelayakan Program Optimalisasi Pemanfaatan Peningkatan Air Baku Kanal Tarum Barat, PAM
Jaya
** Sumber : BPS, Asumsi 1 KK = 6 orang

Uraian
Tabel 3.2
Proyeksi Suplai

2010

2030

2040

2050

2060

2070

2080

Populasi Jakarta

Juta

9,600

12,677

14,284

15,778

17,087

18,140

18,879

Populasi Commuter

Juta

2,500

3,301

3,720

4,109

4,450

4,724

4,916

l/dt 18.744

38.870

38.928

43.001

46.568

49.438

51.452

l/dt 18.026

27.026

27.026

18.026

18.026

18.026

18.026

10%

20%

30%

30%

30%

30%

718

8.734

4.895

13.365

15.968

18.064

19.534

Total Kebutuhan Air


bersih
Total kapasitas
Produksi PDAM
Recycle

Total Kekurangan

l/dt

Waduk retensi
Gambar 3.9
Rencana Waduk
Retensi dan Penyimpanan Air Bersih

(10000 Ha)

Pulau
Reklamasi

Cluster air
baku untuk air
bersih

+ 0.5 m LWS

Kapasitas efektif :
700 Juta m3

T 100 tahun = -0.5 m LWS


-3 m LWS

-8 m LWS s/d 16 m LWS

di pompa ke / dari laut

-7.4 m LWS
Rata-rata 4,6 m

Tanggul +7.5 m LWS

Muka air minimum yang


dipertahankan untuk
menjaga estetika
Muka air terendah
pada musim kemarau

Catatan

54

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Normalisasi sungai secara keseluruhan juga diusulkan dan diharapkan untuk dipercepat
dan direncanakan untuk dimulai pada tahun 2015.
Beberapa rencana terkait air bersih:
Diharapkan air dalam waduk sudah menjadi air tawar pada tahun 2022 (dua tahun
setelah waduk selesai).
Pembangunan IPA (instalasi pengolahan air) dapat dimulai pada tahun 2020 sehingga
pada tahun 2022 dapat memproduksi air bersih.
Pengambilan air tanah dapat dihentikan total mulai tahun 2022.

Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah


Berdasarkan permasalahan air limbah yang dihadapai DKI Jakarta, strategi yang diterapkan
sesuai RTRW DKI Jakarta 2030 adalah:
Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah melalui pemisahan
antara sistem saluran drainase dan sistim perpipaan tertutup yang dibangun secara bertahap.
Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah diarahkan untuk
menjadi alternatif sumber air bersih.
Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dikembangkan dengan memperhatikan
layanan sistem polder dan meliputi:
Pengelolaan air limbah industri; dan pengelolaan air limbah domestik.
Pengembangan pengolahan air limbah industri dilaksanakan dengan sistem komunal
atau sistem individual sebelum dibuang ke saluran lingkungan.
Pengembangan pengolahan air limbah domestik terdiri atas:
sistem terpusat;
sistem komunal/modular; dan
sistem setempat.
Pengembangan pengelolaan air limbah domestik diprioritaskan di dalam zona tengah/
sentral.
Pengembangan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), dilakukan di kawasan barat,
timur, dan selatan.
Beberapa rencana terkait sanitasi:
Diprioritaskan penyelesaian sanitasi limbah cair di sepanjang aliran sungai pada tahun
2020, sehingga air yang masuk kedalam sungai dan waduk dapat memenuhi persyaratan
air baku.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Diusulkan zona sistem pemipaan 2,5,7,8 pembangunannya dipercepat bersamaan dengan zona 1 dan 6 yaitu tahun 2012 2020.
Sesuai rencana, akan ada 14 zona pengolahan air limbah di Jakarta di mana pembagian
zona tersebut berdasarkan tingkat bahaya suatu limbah. Pembangunan IPAL merupakan
program Kementerian Pekerjaan Umum akan mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan
diprioritaskan utk dibangun di zona I di Setiabudi-Kota yang akan melayani pengolahan
limbah rumah tangga dari 1,2 juta kepala keluarga di Gambir, Sawah Besar, Senen, dan
Menteng.

Prioritas

No Zona

1
2

1
6

Tahun Pembangunan

Rencana Jangka Pendek :


Tahun 2012 - 2020
Rencana Jangka menengah :
3 s.d 6
4,5,8,& 10
Tahun 2021 - 2030
2,3,7,9,11, 12, Rencana Jangka Panjang :
7 s.d 14
13 & 14
Tahun 2031 - 2050

Gambar 3.9
Rencana Waduk Retensi dan Penyimpanan Air Bersih

Symbol

System

Off site system

65

On site system

10

TOTAL

75

25% Komunal &


Individual STP
40% Offsite

Gambar 3.9
Rencana Waduk
Retensi dan Penyimpanan Air Bersih

Penyelesaian pembangunan 14 zona jaringan air limbah dan pembangunan 14 IPAL yang
semula direncanakan selesai pada 2050, perlu dipercepat sehingga cakupan layanan menjadi 75% pada tahun 2022 (sejalan dengan Master Plan PTPIN Phase B)

55

56

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.12
Roadmap Pengelolaan Air Limban
Domestik di DKI
Jakarta

Sumber: PDPAL DKI Jakarta

3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang


Kawasan Perkotaan Baru
Dipandang dari sudut tata ruang terkait arahan pembangunan perkotaan (urban develoment) pesisir ibukota negara, maka berikut ini adalah pertimbangan utama mengapa program seperti PTPIN cukup dibutuhkan:

Diperlukan upaya mengintegrasikan solusi tata air dengan reklamasi lahan, pengembangan transportasi dan kebutuhan pengembangan ruang kota dalam kerangka
pengembangan kawasan pesisir, untuk menghasilkan pendapatan dalam membiayai
tindakan perlindungan banjir.

Diperlukan adanya arahan pengembangan kota baru pada lahan reklamasi dan memposisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabodetabekpunjur dan rencana tata ruang daerah

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Perpres

Jabodetabekpunjur
Kebijakan PTPIN akan
merubah perpres
jabodetabekpunjur

Gambar 3.13
Bagan Arahan Pembangunan Perkotaan
PTPIN dalam Kerangka
Kebijakan Tata Ruangh

Kebijakan
reklamasi
Struktur
dan pola
ruang

Kebijakan PTPIN akan


merubah sebagian
RTRW DKI Jakarta
Sebagian sdh
terakomodir
Ada yg belum
terakomodir

Arahan urban
development
PTPIN

RTRW DKI
Jakarta

RDTR Kawasan
Reklamasi

Peran kawasan
dalam konstelasi
regional
Peran kawasan
sebagai penyangga
Ibukota Nagara

berpengaruh thd kab /


kota bekasi dan kab
Tangerang bagian utara

Arahan dalam menyusun RDTR


kawasan Rreklamasi
Arahan pengembangan kaw.
Arahan pola ruang
Arahan sarana dan prasarana
arahan umum Peraturan zonasi

Insentif disinsentif
Perijinan
kelembagaan

Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Dirjen Penataan Ruang Arahan Urban Development Pesisir Utara Ibukota Negara

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan pada 12 Agustus 2008. Perpres ini merupakan payung hukum bagi
penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur sebagai suatu kesatuan ekologis. Penataan
Ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan
pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air
Perpres No. 54 Tahun 2008 juga menetapkan arahan pemanfaatan ruang kawasan pesisir
utara DKI Jakarta sebagai Zona Penyangga:

Zona P1 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mencegah
abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1.

Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk referensi
banjir mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1 dan zona P5.

Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mendukung zona dengan
intensitas pemanfaatan yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pemanfaatan
diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.

Zona P4 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung
rendah. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B2 dan zona B4.

Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mence-

57

58

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

gah abrasi, retensi air, intrusi air laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung
lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagai penyangga zona N1 dan zona B1.
Berdasarkan Perda No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030,
kawasan Pantura Jakarta di kembangkan sebagai pusat kegiatan primer yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala nasional atau beberapa provinsi dan internasional.
Dalam skala regional struktur ruang kawasan pantai utara ibukota negara berfungsi :

Bagian dari sistem pusat kegiatan dalam Propinsi DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang
dan Kabupaten Bekasi.

Arahan pembentuk keterpaduan sistem pusat kegiatan antar wilayah Propinsi DKI Jakarta , Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.

Gambar 3.14
Pola Ruang Jabodetabekpunjur (Perpres
No.54 Tahun 2008)

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.15
Arahan Pembangunan
Perkotaan Berdasarkan
Perpres No.54/2008
tentang Penataan Ruang
Jabodetabekpunjur

Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan


yang berfungsi untuk referensi banjir mencegah abrasi,
intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut.
Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1
dan zona P5.

Dikaitkan dengan
Manajemen sistem
tata air di kawasan
pantai utara ibukota
negara

Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan


yang mendukung zona dengan intensitas pemanfaatan
yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi.
Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.

P1

Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan


yang berfungsi untuk mencegah abrasi, retensi air, intrusi
air laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung
lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagai
penyangga zona N1 dan zona B1

P4
P2

P5

Gambar 3.16
Arahan Urban Development Berdasarkan Perda
No.1/2012 tentang RTRW
Jakarta 2030

P3

59

60

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

3.4 Transportasi
Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari pengembangan sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien yang
dapat mendukung pertumbuhan sosial-ekonomi yang positif, menciptakan kesetaraan ke-

Gambar 3.17
Rencana Jaringan
Angkutan Umum
Tahun 2030

sempatan untuk perjalanan nyaman dan aman bagi seluruh masyarakat, dan penekanan
pada peningkatan transportasi umum massal. Pada saat ini, dua moda transportasi publik
yang diadakan di Jakarta yaitu Bus Rapid Transit system (Trans-Jakarta Busway) dan Kereta
Mass Rapid Transit (MRT). Di masa depan, jenis lain dari moda transportasi juga akan dikembangkan. Sungai dan kanal di Jakarta mempunya kemungkinan untuk pengembangan
transportasi sungai. Untuk ini diperlukan kedalaman air sungai yang lebih stabil.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Selain pembangunan prasarana transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan mencakup 3-in-1,
Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling.
Untuk mengatasi permasalahan transportasi ketika Garuda Megah dibangun dan mengakomodasi pergeseran ke arah penggunaan transportasi publik yang lebih banyak, jaringan
transportasi publik yang baik telah dirancang . Jaringan ini terdiri atas:

Gambar 3.18
Rencana Pengembangan
Pelabuhan Tanjung Priok

Tanggul laut akan menyediakan satu rute untuk kereta api cepat, sebagai bagian dari
kereta api cepat di sepanjang pantai utara Jawa (Cilegon -Banyuwangi).

Kereta api barang di timur wilayah pesisir untuk menghubungkan Tanjung Priok dengan daerah pusat kota.

Mass Rapid Transit (MRT) untuk menghubungkan Central Business District (CBD) dengan
pusat kota. Koneksi ini merupakan perpanjangan koridor selatan-utara di kota Jakarta.

Koneksi MRT opsional melalui reklamasi lahan yang telah direncanakan di sepanjang
pesisir untuk menghubungkan secara langsung CBD Garuda Megah dengan bandara.

61

62

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.19
Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Darat

Sumber: Master Plan NCICD

Gambar 3.20
Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Laut

Lintasan transportasi laut nelayan,


penumpang dan barang skala kecil dan sedang
Lintasan transportasi laut pariwisata
Lintasan transportasi laut untuk barang dan
penumpang skala besar

Dermaga dan pelabuhan yang sudah ada di


daratan
Rencana pengembangan dermaga
wisata di lahan reklamasi

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.21
Konsep Pengembangan
Jaringan Transportasi
Udara

Bandara baru. Pada tahap awal bandara di kawasan pantai utara ibukota negara
merupakan bandara untuk pesawat khusus penerbangan jarak dekat di sekitar Jakarta.
Pada tahap selanjutnya bandara ini juga dipersiapkan untuk melayani penerbangan dengan
pesawat besar dengan jarak jangkau yang lebih jauh.

3.5 Keterbatasan Lahan


DKI Jakarta adalah provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia yaitu berjumlah 9 607
787 jiwa dengan laju pertumbuhan tahun 2014 diperkirakan 1,06 persen di mana 100
persen mendiami wilayah perkotaan.
Jumlah Penduduk
2010

2020

2030

Jabodetabek

27,9

29,0

30,7

Jakarta

9,6

10,4

11,0

Jumlah
Penduduk
(Juta Jiwa)

Luas Area
(Ha)

Density
(jiwa/Ha)

Kepadatan

Jabodetabek

27,9

729.000

38,2

Jakarta

9,6

74.000

129,8

Bangkok

8,25

156.000

52,6

Singapore

5,2

71.000

73

Hong Kong

7,1

110.000

64,5

Tokyo (metro)

13,2

219,000

60

Seoul

9,8

60.500

160

Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang


diwakili oleh peruntukan bangunan,
prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Interpretasi citra satelit tersebut
memberikan informasi bahwa sekitar
66,62 persen wilayah daratan utama
DKI Jakarta merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen dapat diinterpretasikan sebagai lahan terbangun non pemukiman seperti hutan
kota, jalur hijau, pemakaman, lahan
pertanian, taman, lahan kosong, dan
lainnya. Bila dijabarkan lebih jauh,
penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang
diwakili oleh peruntukan bangunan,

63

64

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Dari penggunaan lahan tersebut, peruntukan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu sekitar 64 persen dari luas daratan utama DKI Jakarta, diikuti oleh peruntukan perkantoran dan pergudangan sebesar 11 persen,
industri sebesar 5 persen.
Oleh karena itu, strategi pengembangan ruang di DKI Jakarta diarahkan sebagai berikut:

Memprioritaskan pengembangan kota ke arah timur, barat dan utara serta membatasi
perkembangan ke arah selatan.

Melaksanakan reklamasi dan revitalisasi Pantai Utara.

Memperbaiki lingkungan di kawasan perkampungan secara terpadu.

Membatasi perkembangan perumahan horizontal di kawasan pemukiman baru.

Gambar 3.22
Arahan Zonasi untuk
Revitalisasi Pantai
Utara Jakarta
GSW
Kawasan baru
Kawasan
Pengembangan
KEK
Alternatif
Pelabuhan baru
Pasar Ikan dan Pelabuhan
Tradisional
Perbaikan pemukiman
padat
Alternatif relokasi pembangkit
listrik

3.6 Reklamasi Pantai Utara


Rencana reklamasi pantai Utara Jakarta sebenarnya bukan hal yang baru. Rencana ini sudah
dimunculkan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 tahun 1995
tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Saat itu bertepatan dengan momentum Indonesia Emas, di mana Presiden Soeharto berkeinginan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota
pantai modern atau waterfront city. Berbagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui studi-studi, perencanaan, dan dukungan kebijakan.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.23
Kronologis Dukungan
Kebijakan untuk Reklamasi
Pantai Utara Jakarta

Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Pantura Jakarta

SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 1090 Tahun 1996 tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta

Kepmeneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No.


KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai
Utara Jakarta

SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 220 Tahun 1998 tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta (jo. SK. Gub. No. 972 Tahun
1995)

Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta

SK. Gubenur KDKI Jakarta No. 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta

Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan


Jabodetabekpunjur

Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH (Disepakati oleh 3


provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten)

Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030

Pergub Nomor 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi
Pantura Jakarta

Perpres 54/2008
Penataan Ruang
Jabodetabekpunjur
Gambar 3.24
Pendekatan Pengembangan Kawasan Strategis
Pantura

Reklamasi berbentuk pulau


dengan jarak kanal lateral 200
300m dari pantai lama

Perda 1/2012
RTRW DKI Jakarta 2030

Konsep Green City,


Eco City dan Self
Sufficient City

PENGEMBANGAN
KAWASAN
REKLAMASI
PANTURA

Kawasan Reklamasi Pantura


sebagai salah satu Kawasan
Strategis Provinsi

Persetujuan KLHS
Teluk Jakarta
oleh Kementerian LH
Disepakati DKI Jakarta, Jawa
Barat, Banten
Sumber: Pemprov DKI Jakarta

RDTR Kecamatan

Lokasi dan Fungsi


Utilitas Vital

Rencana
KEK Marunda
Penjaringan
Pendapat, Sosialisasi,
dan Diseminasi
bersama Stakeholders
terkait

Pelabuhan Antar
Pulau dan
Pelabuhan Perikanan

65

66

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.25
Rencana Reklamasi 17
Pulau

Sesuai dengan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
DKI Jakarta 2030, luas lahan reklamasi yang direncanakan meliputi 17 buah pulau dengan
luas kurang lebih 5.100 ha. Cakupannya melingkupi wilayah yang tersebar di empat (4)
kecamatan.
Masalah
Kota 3-5 meter di bawah muka laut
Tidak ada sungai yang mengalir secara
alami; pompa dan waduk pemompaan
drainase diperlukan

Solusi Utama 1:
menelantarkan Jakarta
Utara
Merelokasi 4,5 juta
penghuni

Solusi Utama 2: Perlindungan


di Darat
Tanggul setinggi 7m di kota.
Peninggian 7m untuk semua
jembatan dan jalan masuk
di atas sungai.
Waduk seluas 100km2
(waduk
retensi/pemompaan)

Alternatif 1: Tanggul Laut Luar


Proyek terkait teknik sipil
Hanya perlindungan banjir,
nilai sosio-ekonomi terbatas
Pengaturan resiko yang
terbatas

Sumber: (modifikasi) Master Plan NCICD

Gambar 3.26
Solusi Utama, Alternatif dan Opsi
Solusi Utama 3: Perlindungan
lepas-pantai
Tanggul Laut Luar yang
besar
Waduk lepas-pantai yang
luas (waduk
retensi/pemompaan)
Waduk dengan muka air
yang lebih rendah

Alternatif 2: Tanggul Laut Luar


dan Reklamasi Lahan
Perlindungan banjir dan
proyek pengembangan kota
terpadu
Perlindungan banjir dan
nilai tambah sosial-ekonomi
Resiko yang lebih luas

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Program PTPIN kerap dikaitkan dengan reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta tersebut, padahal keduanya merupakan proses yang terpisah walaupun tujuannya relatif sama,
yaitu melindungi kawasan pesisir pantai utara Jakarta sekaligus mengakomodasi keperluan
pengembangan kota di masa depan. Namun demikian, kedua upaya tersebut perlu saling
bersinergi untuk dapat memberi manfaat bagi ibukota negara.
Oleh karenanya, solusi lepas pantai yang dipilih sebagai dasar Master Plan PTPIN memerlukan kajian yang terkait dengan kombinasi upaya-upaya perlindungan pesisir terjadap banjir dan peluang untuk pengembangan daerah baru sebagai jawaban ketebatasan lahan akibat meningkatnya jumlah penduduk ibukota, seperti yang dijelaskan di bagan berikut ini:

3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan


Pencegahan)
Lingkungan
Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012, kegiatan
reklamasi merupakan jenis rencana usaha dan/kegiatan bidang multisektor yang wajib
dilengkapi dengan Analisis Mutu dan Dampak Lingkungan (AMDAL). RTRW DKI Jakarta
2010-2030 pasal 104 ayat (1) menyebutkan bahwa pengembangan kawasan Pantura harus
diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurangkurangnya mencakup AMDAL. Beberapa kajian lingkungan hidup terkait dampak program
ini terhadap wilayah perencanaan ini telah dilakukan, diantaranya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pantura Teluk Jakarta pada tahun 2009.
Namun dalam perjalanan implementasi, penerapan rekomendasi terkait lingkungan hidup menemui banyak kendala. Walaupun demikian, selayaknya upaya-upaya kajian terkait
dampak lingkungan harus tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh di masa mendatang.
Perencanaan lebih lanjut sebaiknya dibuat tidak parsial sehingga tidak mengganggu kepentingan atau fungsi lain baik kegiatan sektoraltermasuk di dalamnya isu lingkungan
hidupmaupun Pemerintah Daerah termasuk dampak kumulatif lingkungan hidup dari
perencanaan reklamasi antar pengembang dan reklamasi yang akan menggunakan hutan
lindung.
Penutupan teluk diperkirakan akan menciptakan dampak ekologis yang signifikan. Beberapa dampak utama lingkungan akibat pembangunan telah diteliti dan dikompilasikan
dalam dokumen building block untuk analisa lingkungan strategis. Penelitian baru-baru ini
mengidentifikasi dampak yang akan terjadi dan merekomendasikan upaya-upaya mitigasi
yang memungkinkan, serta mengidentifikasi upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan.

67

68

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Hutan bakau/mangrove: Di wilayah pesisir di Teluk Jakarta, hutan mangrove berada pada
Taman Wisata Alam Kamal dan Kebun Pembibitan Angke Kapok (55.06 ha), Cagar Alam
Muara Angke (25.02 ha), Hutan Lindung Angke Kapok (44.76 ha), juga di sekitar Cilincing
Marunda dengan luas total sekitar 118.11 ha di tahun 2011.
Pembangunan tanggul laut, tanggul sungai, dan reklamasi pantai akan mengganggu salinitas dan pasang-surut laut yang berperan dalam pertumbuhan tanaman mangrove. Bila
tidak ada pasang-surut maka populasi mangrove dan habitat fauna (ikan, burung pantai,
monyet berekor panjang, reptil) yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove akan terancam. Jika terlanjur rusak, maka akan dibutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove tersebut.
Alternatif mitigasi terhadap dampak rusaknya hutan mangrove yang di rekomendasikan
dalam PTPIN adalah relokasi hutan mangrove. Rancangan dalam implementasi tahap B
dalam program PTPIN akan menggabungkan pengembangan hutan mangrove di sayap
barat Garuda Megah. Pada kawasan ini diusulkan sebagai tempat pengembangan taman
hutan bakau dan Discovery Center. Kesempatan untuk mengembangkan kawasan hutan
mangrove ini dilakukan melalui rancangan Tahap C dengan menggunakan penambahan

Gambar 3.27
Pembibitan
mangrove

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

stuktur di bagian timur untuk menciptakan sistem muara dengan kondisi intertidal di bagian utara mulut Sungai Cikarang.
Kehidupan Laut. Penutupan teluk ini akan mengubah teluk Jakarta menjadi danau retensi
air tawar, yang akan menciptakan dampak besar terhadap keadaan ekologis di teluk Jakarta. Hasilnya, spesies ikan laut yang menetap di wilayah itu dan benthos akan musnah.
Dampak Hidrodinamis: Penutupan teluk Jakarta akan menimbulkan perubahan signifikan
terhadap pola di teluk. Perubahan tersebut diperkirakan akan menimbulkan erosi baru dan
risiko sedimentasi.

Sosial
Selayaknya sebuah proyek berskala besar, implementasi pembangunan tanggul laut, tangguk sungai, dan reklamasi pesisir utara Jakarta akan berdampak terhadap kondisi sosial
yang relatif besar. Dampak ini dapat bisa bersifat positif maupun negatif. Dilihat dari sisi
sosial, dampak utama program ini adalah yang terkait dengan ketenagakerjaan, pengembangan masyarakat di wilayah pesisir, sektor perikanan dan komunitas terkait.
Secara tradisional, kawasan pantai Jakartaterutama di lahan-lahan kosong ditempati
oleh masyarakat pendatang, kecuali kawasan Luar Batang, Cilincing dan sedikit Marunda
yang dihuni penduduk asli masyarakat Betawi. Kawasan kawasan kosong itu adalah lahan yang terletak di muara Kali Kamal, muara dan bantaran Kali Angke, kawasan Rumah
Pompa Pluit, bantaran Waduk Pluit, Sunda Kelapa, kawasan Kali Baru, dan muara Kali Landak. Penghuninya sudah bercampur baur dan mencirikan masyarakat pesisir. Selama bertahun-tahun, mereka turun temurun menempati lahan-lahan kosong tersebut.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang teridentifikasi yang berada di pesisir utara Jakarta, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari pembangunan Giant

Gambar 3.28 dan 3.29


Kondisi di kawasan
Kali Baru dan Muara
Kamal

Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum

69

70

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Sea Wall, yaitu: masyarakat di Muara Kamal (peternak kerang hijau), Nelayan Kali Angke,
Pasar Ikan Muara Angke, Kali Baru, Cilincing, Marunda Pulo dan Marunda Kongsi (kawasan
cagar budaya Betawi)
Pengembangan Masyarakat dan Relokasi. Penguatan tanggul laut pada PTIN Tahap A akan
memberikan dampak langsung dan besar kepada penghuni pada masyarakat pesisir pada
semua penghuni di pesisir Jakarta, termasuk 1,5 juta jiwa penduduk yang bermukim di
pemukiman kumuh. Banyak rumah-rumah yang dibangun di atas tanggul laut. Di beberapa
tempat, tanggul laut langsung melalui daerah perumahan dan daerah pemukiman kumuh.
Kegiatan galangan pembuatan kapal dan galangan perbaikan kapal yang mengandalkan
hubungan langsung dengan laut akan terganggu oleh pembangunan tanggul. Mengurangi dampak pada masyarakat/komunitas dan kegiatan perekonomian ini merupakan hal
yang sangat penting dari segi sosio-ekonomi. Titik awal perancangan konseptual Tahap A
sedapat mungkin berusaha membatasi relokasi akibat penguatan tanggul. Garuda Megah
direncanakan akan dapat menyediakan ruang untuk perumahan sosial (sebanyak 17 persen) dan kebutuhan lahan untuk menampung relokasi.
Perikanan dan Masyarakat Nelayan: Garuda Megah dan tanggul laut akan menutup jalan
masuk ke pelabuhanpelabuhan ikan yang
ada. Tempat penangkapan ikan dan budidaya air asin akan hilang di waduk retensi
air tawar. Mengingat
pentingnya
sektor
perikanan bagi masyarakat yang bergantung kepada sektor ini, maka perlu
dipikirkan lebih lanjut
bagaimana mengurangi dampak ini ketika teluk ditutup. Salah satu usulan dari PTPIN ini adalah merelokasi masyarakat nelayan
dan pelabuhan perikanan ke kedua ujung luar barat dan timur dari sayap Garuda Megah.
Selain mendapatkan tempat baru, program ini diharapkan juga dapat menciptakan kemungkinan bagi mereka untuk menjual produk-produk mereka langsung di pasar, toko
sementara maupun permanen, restoran dan warung makanan. Untuk jangka panjang,
waduk retensi air tawar ini dapat menciptakan alternatif kegiatan baru bagi nelayan. Dengan catatan: bila kualitas air cukup layak untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun
demikian upaya untuk mengurangi dampak proyek ini terhadadap masyarakat nelayan,

Gambar 3.30
Grafik Perkembangan Jumlah Nelayan
Jakarta Utara
Tahun 2004-2008

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Jenis Nelayan

Tabel 3.3
Jumlah Nelayan di Jakarta
Utara Tahun 20042008

Nelayan Penetap

Nelayan Pendatang

Jumlah

Satuts
Nelayan

Tahun
2004

2005

2006

2006

2008

Pemilik

3.475

3.140

2.826

2.441

1.060

Pekerja

12.953

11.877

10.690

9.586

9.358

Jumlah

16.428

15.017

13.516

12.027

10.418

Pemilik

2.241

2.028

1.827

1.662

1.708

Pekerja

7.623

6.875

6.191

5.545

8.089

Jumlah

9.873

8.903

8.018

7.207

9.797

Pemilik

5.716

5.768

4.653

4.103

2.768

Pekerja

20.585

18.725

16.881

15.131

17.447

26.301

23.920

21.534

19.234

20.215

Jumlah Nelayan
Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum

antara lain merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman dan layak sekaligus juga untuk
meningkatkan pendapatan mereka, harus dilakukan dan dipikirkan dengan hati-hati. PTPIN
diharapkan dapat menciptakan banyak peluang kerja, melalui kegiatan reklamansi diperkirakan akan menciptakan lebih dari 550.000 lapangan kerja baru. Pekerjaan konstruksi Garuda Megah diperkirakan akan menyediakan 4.250 lapangan pekerjaan sementara.

3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota


Negara (PTPIN)
Membangun tanggul laut luar dan
reklamasi lahan
Koneksi timur -barat
Mulai 2014- selesai 2022

Setelah 2022:
Perluasan Pelabuhan
(termasuk bandara)
Menutup danau bagian
timur

Gambar 3.31
Tiga Tahapan implemetasi
PTPIN

Memperkuat dinding/tanggul laut saat ini


Menghentikan pengambilan air tanah
Mempercepat upaya air bersih dan sanitasi
mulai 2014

Secara garis besar


Master Plan PTPIN ini
terdiri dari tiga tahap,
yaitu: Tahap A yang
terdiri dari upaya-upaya penguatan pertahanan laut yang sudah
ada (eksisting); Tahap
B terdiri dari pengembangan tanggul laut
luar dan reklamasi lahan; dan Tahap C yang
menggambarkan rencana pengembangan
di bagian timur Teluk
Jakarta.

71

72

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Program ini direncanakan akan memberikan keamanan banjir terutama untuk wilayah Jakarta Utara baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen utama sistem
air yang dirancang untuk wilayah pesisir ini terdiri atas sistem polder di utara Jakarta, sungai-sungai dan kanal-kanal yang mengalir ke waduk retensi, dan sistem pengelolaan air di
wilayah Garuda Megah.
Solusi lepas-pantai (offshore) dirasakan sebagai solusi yang paling tepat mengingat kondisi
saat ini. Di samping itu, solusi ini memberikan banyak kemungkinan untuk menciptakan
nilai tambah untuk kota ini dan pembiayaan melalui reklamasi lahan. Model pelaksanaan
ini dibuat bertahap: penguatan garis pantai saat ini akan sudah dimulai pada tahun 2014
yaitu Tahap A yang merupakan solusi jangka pendek. Pengembangan tanggul laut dibagi
dalam dua tahap yaitu Tahap B dan C, yang merupakan rencana jangka panjang.
Tahap A sebenarnya ditujukan untuk menjawab permasalahan nyata yang dihadapi saat
ini sehingga kegiatan pada tahap ini difokuskan pada penanggulangan banjir pesisir serta
peningkatan kualitas lingkungan seperti pengendalian pencemaran air, sanitasi, penanganan pemukiman kumuh.

Gambar 3.32
Tiga Tahapan Implementasi PTPIN

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tahap A
Tahap A fokus kepada peningkatan tanggul pesisir yang telah ada dengan Rencana kerja dari tahun 2014 2018.
Meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini merupakan upaya paling prioritas. Seperangkat upaya paling
prioritas ini mencakup:

Memperlambat penurunan muka tanah (dengan menyediakan alternatif selain penyedotan air tanah).

Memperkuat dan mempertinggi tanggul laut dan sungai.

Meningkatkan sistem drainase perkotaan.

Mengembangkan sistem polder dan pompa.

Mencegah air sungai di hulu memasuki daerah rendah Jakarta.

Mempercepat sanitasi air ke dalam Tahap A.

Bagian tanggul laut di Pluit and Ancol sedang mengalami ancaman yang serius, dengan demikian pelaksanaannya
sudah dimulai pada 2014. Ketinggian perancangan untuk bagian tanggul ini telah memperhitungkan laju penurunan muka tanah saat ini yang diharapkan akan dapat
memberikan keamanan hingga tahun 2022.
Tahap A kerap dikaitkan dengan reklamasi 17
Jika pelaksanaan upaya-upaya jangka panjang ditunda,
pulau di pesisir utara Jakarta, padahal proses
maka profil tanggul tetap dapat memberikan dasar yang
reklamasi tersebut sudah dimulai sejak tahun
memadai untuk lebih mempertinggi tanggul di masa
1995 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden
mendatang serta memberikan keamanan tambahan unNo. 52 tahun 1995 dan Perda No. 8 Tahun 1995
tuk 5 10 tahun lagi.
Tentang Reklamasi Pantura. Pembahasan
Untuk dapat melaksanakan pembangunan tanggul Tamengenai reklamasi tidak terdapat dalam Master
hap A di wilayah pesisir yang berpenduduk padatdenPlan PTPIN Tahap A. Namun dalam
gan bangunan yang bersisian dengan tanggul laut dan
implementasi, pemegang ijin reklamasi perlu
juga yang berada di atas tanggul laut membutuhkan
berkoordinasi lebih lanjut agar upaya mereka
perencanaan perkotaan yang rinci, penyelesaian sosioterintegrasi dengan proses implementasi PTPIN
ekonomi yang hati-hati serta pelibatan masyarakat.
Tahap A dan persiapan Tahap B . Reklamasi pada
Beberapa tipologi tanggul telah dikembangkan untuk
Tahap B adalah reklamasi pada Garuda Megah
memenuhi persyaratan setempat di antaranya: tanggul
seluas 1.250 Ha.
dasar, tanggul reduksi, tanggul hijau, tanggul daratan,
dan tanggul pantai. Tanggul dengan reklamasi lahan
juga telah dikembangkan. Dengan demikian tersedia
banyak pilihan penyelesaian.
Pengelolaan polder. Secara keseluruhan tujuh polder akan dibangun dalam Tahap A. Untuk menciptakan satuan
yang dapat dikelola secara hidrolik, sejumlah tanggul keliling akan dibangun. Untuk mempertahankan lahan yang
berada di dalam polder ini tetap kering, pompa waduk dan pompa drainase dibutuhkan untuk memompa keluar
air hujan dan air yang mengalir dari hulu. Sebagian besar polder akan mengalirkan airnya ke dalam danau retensi di
belakang dalam Garuda Megah. Pompa-pompa Sunter bawah dan Ancol akan disesuaikan sehingga pompa-pompa
tersebut dapat mengalirkan airnya secara langsung ke laut di Tanjung Priok.

73

74

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Gambar 3.33
Rencana Tahap A

New pumping stations DPU


New pumping stations NCICD
Pumping stations out of service
Strengthening current sea wall
Strengthening current river dikes
Resettlement

Sumber: Master Plan NCICD

Gambar 3.34
Master Plan Tahap A

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tahap B
Dari sisi elemen pertahanan terhadap banjir, Tahap B difokuskan pada upaya membangun
tanggul laut luar barat dan waduk besar yang diperkirakan akan dibangun dalam kurun
waktu 2018 sampai 2025.
Diperkirakan bahwa penurunan muka tanah tidak akan melambat dalam beberapa tahun
mendatang karena akan butuh waktu untuk mengembangkan dan melaksanakan alternatif lain dari pemanfaatan air tanah. Muka air laut akan naik, kanal-kanal dan sungai-sungai
berangsur-angsur akan berhenti mengalirkan airnya secara gravitasi ke laut. Pompa-pompa
drainase besar dibutuhkan, khususnya di bagian tengah Jakarta dimana laju penurunan
muka tanahnya tinggi. Stasiun-stasiun pemompaan membutuhkan danau-danau untuk penyimpanan sementara debit sungai yang mencapai puncaknya. Keperluan adanya danaudanau (waduk) penyimpanan yang berukuran besar merupakan salah satu alasan utama
untuk menciptakan waduk lepas-pantai. Hal ini dirasakan lebih baik daripada mencari lokasi
bagi danau-danau penyimpanan di dalam kota Jakarta.
Lokasi tanggul laut luar (Tahap B) ditentukan terutama oleh kapasitas penyimpanan waduk
raksasa yang dibutuhkan yakni berada di antara garis pantai saat ini dan tanggul laut. Ini
akan menyediakan tempat yang cukup untuk perluasan reklamasi lahan pada masa mendatang dan juga untuk penyimpan pasokan air yang besar.
Setelah seluruh rencana dalam program PTPIN ini selesai, persiapan untuk membangun Tahap Btanggul laut bagian barat diperkirakan harus dimulai. Persiapan akan memakan
waktu 4 sampai 6 tahun, yang artinya pekerjaan konstruksi dapat dimulai antara tahun 2018
dan 2020. Bila mengikuti jadwal ini maka tanggul laut luar akan selesai tahun 2026.
Selain konstruksi tanggul laut luar, ada banyak aktivitas yang harus dilakukan untuk mendukung pembangunan, di antaranya pemipaan untuk pasokan air dan manajemen air.

Gambar 3.35
Penampang Melintang
Reklamasi Lahan

75

76

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Catatan Tambahan untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan


Kota)
Selain kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keamanan dari banjir, Tahap B sebenarnya juga memperhatikan permasalahan keruangan (spasial) dikarenakan karakter dari
bagian timur berbeda dengan bagian barat. Bagian barat hanya menampung fungsi hunian, sementara di bagian timur menampung fungsi industri dan industri pelabuhan. Pada
tahap B ini perbedaan tersebut diperjelas. Waduk penampungan (retensi) yang berupa danau dikelilingi oleh fungsi hunian dan
komersial yang dapat menciptakan
kota pinggir pantai (waterfront city)
yang menarik.
Pelabuhan yang berada di bagian
timur dari zona pesisir memiliki potensi untuk dikembangkan. Tanggul
laut luar Tahap B dapat dikombinasikan dengan pembangunan pelabuhan dan jalan yang menghubungkan
kegiatan pelabuhan dan industri .

Gambar 3.36
Strategi Pembangunan
Perkotaan

Gambar 3.37
Master Plan Tahap B

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tahap B mengkombinasikan tema yang menjawab permasalahan keamanan (terhadap


banjir) dan revitaliasasi kawasan pesisir dengan perancangan kota untuk menjawap permasalahan spasial dan mengakomodasi potensi kawasan.
Struktur utama yang mendasari Tahap B adalah: penyelarasan tanggul laut luar, sumbu
pusat kota, berbagai macam jaringan penghubung dan rancangan ikonik Garuda Megah.
Dalam kawasan Garuda Megah tersebut, komponen distribusi kepadatan, strategi ruang
hijau, struktur jalan menjadi bagian dari eleman dari perancangan kota (urban design).

Tahap C
Tahap C difokuskan untuk membangun tanggul luar timur yang diperkirakan dibangun
setelah tahun 2023. Untuk bagian timur teluk ini telah dipilih pendekatan yang lebih adaptif. Penurunan muka tanah di daerah ini masih relatif lambat dan sungai-sungai utama masih tetap dapat mengalir bebas. Pada saat ini belum dapat ditentukan apakah tanggul laut
luar akan diperlukan atau masih dapat ditunda pelaksanaanya. Tahap C terdiri dari beberapa pengembangan jangka panjang di sisi timur Teluk Jakarta. Penutupan bagian dari Teluk
ini mengantisipasi jika penurunan muka tanah di Jakarta bagian timur tidak dapat dihentikan. Bagian tanggul timur dengan jalan tol akses Tangerang Bekasi menyediakan titik awal
yang baik untuk penutupan ini.

Gambar 3.38
Master Plan
Tahap C

77

78

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tersedia ruang yang cukup di teluk untuk mengakomodasi perluasan pelabuhan utama
Tanjung Priok dan bandar udara (airport) baru , namun diperlukan penelitian tambahan
apakah rencana bandara tersebut memungkinkan atau tidak. Pengembangan pelabuhan
hingga tahun 2050 termasuk dalam perancangan Tahap C.

Garuda Megah
Tanggul laut baru mengakomodasi elemen rancang ruang/rancang kota (urban design) untuk kawasan baru kota Jakarta, berbentuk seperti lambang nasional Indonesia yaitu Burung
Garuda.
Garuda ini akan menciptakan teluk baru yang megah dengan pantai yang berbentuk kurva,
taman-taman dan boulevard pinggir pantai. Bentuk Garuda megah ini akan mengakomodasi ruang baru untuk pertumbuhan dan konektivitas.

Gambar 3.39
Sketsa Rancangan
The Great Garuda

Sumber: Master Plan NCICD

Reklamasi Lahan. Tidak kurang dari 90 juta m pasir akan dibutuhkan untuk membangun
tanggul laut luar saja. Tambahan sebesar 210 juta m pasir akan digunakan untuk reklamasi
lahan yang menciptakan daratan baru seluas 1.250 ha untuk mengakomodasi infrastruktur
dan pengembangan perkotaan. Laju aktual pembangunan dan ukuran final Garuda Megah
ini harus disesuaikan dengan kecepatan penyerapan pasar real estat. Tergantung pada ketersediaan pasir dan perkembangan ekonomi. Ketersediaan pasir sangat tidak pasti. Oleh sebab itu, survei dalam waktu dekat ini perlu dilakukan. Untuk mengurangi risiko, rancangan
didasarkan pada volume pasir yang ditaksir tersedia yakni 300 juta m.

Gambar 3.40
Gambar modeling
The Great Garuda

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Penggunaan bahan lainnya


seperti limbah padat dari Jakarta atau lumpur yang dipadatkan juga dimungkinkan.
Akan tetapi, ini hanya dapat
menyumbang beberapa persen dari volume menyeluruh
yang dibutuhkan, atau akan
mengarah ke biaya yang relatif tinggi.

Gambar 3.41
Permukaan
Reklamasi Lahan
The Great Garuda

Reklamasi ekor Garuda Megah


ini disarankan untuk dimulai sesegera mungkin (tahun
2018) untuk menciptakan
pemasukan dari real estat secepatnya. Pada saat yang sama, pelaksanaan tanggul laut luar
akan dimulai dari darat ke arah kepala Garuda.

Bisnis dan Hunian


Sekitar 45 persen dari lahan keseluruhan Garuda ini dapat dibangun. Dalam kasus bisnis,
taksiran konservatif untuk 486 Ha lantai dasar telah dhitung. Lebih dari setengah program
real esat ini terdiri atas perumahan, sepertiganya perkantoran, dan sisanya industri dan pertokoan.
Kawasan Pusat Bisnis (CBD): merupakan daerah
yang paling penting untuk progam dari segi keuangan. Dengan memperhatikan total meter persegi
real estat, CBD ini mengambil 55 persen dari progam (dalam m2 Gross Floor Area/Luas Lantai Kotor, GFA). Akan tetapi, dengan memperhatikan
pendapatannya, CBD ini menyumbang 84 persen
dari keseluruhan pendapatan. CBD ini terdiri atas
fungsi-fungsi berikut: perumahan mewah, perkantoran, dan pertokoan premium.
Hunian: Untuk mewadahi fungsi hunian, master plan ini merencanakan campuran antara
perumahan kelas mewah, menengah, dan sederhana. Campuran fungsional ini memungkinkan untuk bertumbuh lagi (dalam bentuk perumahan) di dalam daerah perkotaan baru,
di samping membuat campuran sosial kelas-rendah, menengah, dan atas. Apartemen mewah ditempatkan di dalam CBD, sementara daerah perumahan mewah ditempatkan di

79

80

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

bawah sayap Garuda. Lingkungan hunian lain digabung dengan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah terutama di sekitar komunitas
kelautan dan perumahan masyarakat berpendapatan menengah yang ditempatkan di daerah lainnya
di sayap Garuda ini.
Pelabuhan Utama Pengembangan pelabuhan
pada dasarnya merupakan pengembangan yang
mandiri. Rencana perluasan pelabuhan telah dimulai hingga tahun 2030 dan pengembangan pelabuhan ini bukan bagian dari kasus bisnis
PTPIN ini. Namun demikian, PTPIN ini juga memberi sumbangan kepada pengembangan
pelabuhan tersebut dengan mengurangi kemacetan lalu lintas dan karenanya menggenjot
kegiatan pelabuhan.
Perluasan tambahan pelabuhan ini juga telah diramalkan setelah tahun 2030. Perluasanperluasan ini dapat digabungkan dengan pengembangan bagian timur Teluk Jakarta.
Pelabuhan Sunda Kelapa akan ditutup dari laut dengan pengembangan tanggul laut luar
ini. Pintu air pada tanggul laut luar ini akan memberikan jalan keluar-masuk ke dan dari laut
untuk kegiatan di Sunda Kelapa, pelabuhan ikan, dan juga kapal pesiar dan perahu untuk
berekreasi.

Catatan:
Program PTPIN merupakan representasi dari seluruh kegiatan penanganan
pesisir utara Jakarta agar dapat terimplementasi secara terpadu. Beberapa
kegiatan penting dan mendesak telah dilaksanakan saat ini. Namun demikian,
terdapat beberapa kegiatan yang masih dalam tahap rencana awal yang
memerlukan proses persiapan lebih lanjut. Salah satu kegiatan yang perlu
direncanakan lebih lanjut adalah pembangunan giant sea wall yang akan
berdampak besar tehadap perubahan kondisi lingkungan dan ekosistem di pesisir
utara Jakarta.
Konsep tanggul raksasa ini memerlukan pembahasan lebih lanjut dari sisi teknis
dan lingkungan. Untuk itu, gagasan awal tentang tanggul raksasa yang
ditawarkan dalam program PTPIN tidak menjadi konsep yang bersifat final.
Konsep ini diharapkan dapat menjadi referensi dasar dalam penanganan pesisir
Jakarta secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Dari Perencanaan Menuju


Pelaksanaan

81

82

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan


4.1 Penjelasan Umum
Untuk melaksanakan proyek ini sesuai dengan apa yang tertuang di dalam dokumen program PTPIN, perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai aspek kelembagaan, pembiayaan dan
regulasi. Beberapa hal penting terkini yang mendasari keputusan untuk mempercepat
pelaksanaan program reklamasi Pantai Utara Jakarta antara lain:

Arahan Bapak Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 25 Juli 2014
yang menyatakan agar PTPIN segera dilaksanakan dengan fokus kegiatan di wilayah
DKI Jakarta agar tidak terkendala dengan masalah koordinasi

Hasil rapat Tim Koordinasi PTPIN pada tanggal 1 dan 10 September 2014 yang mengindikasikan perlunya kelembagaan khusus dan pembiayaan PTPIN

Memperhatikan Hasil Rapat Tingkat Menteri / Tim Pengarah PTPIN di Kementerian


Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 3 Oktober 2014.

Berdasarkan tiga poin di atas maka disepakati bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota Republik
Indonesia membutuhkan penanganan khusus berkelanjutan dengan solusi yang terpadu,
yaitu melalui program PTPIN.
Lintas sektor dan lintas wilayah yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
1. Terdiri dari 9 komponen utama yaitu tanggul laut, waduk-retensi, stasiun pompa air,
air bersih, sanitasi dan air limbah, penataan ruang, reklamasi, jalan tol/MRT, pelabuhan
laut/udara.
2. Estimasi biaya Tahap A dan B (2014-2025) sebesar USD 40 milyar yang tidak mungkin
dibiayai seluruhnya oleh pemerintah daerah saja, namun harus mengundang investasi
pihak swasta.
3. Mengingat besaran dana dan kompleksitas program maka PTPIN harus diimplementasikan secara khusus, oleh lembaga khusus (yang berdedikasi, kredibel dan memiliki
integritas), dengan melibatkan pihak swasta dalam pembiayaan bersama Pemerintah/
Pemda/BUMN/BUMD.
4. Agar lembaga khusus ini dapat menjalankan tugas dan fungsinya tanpa menghambat
masalah koordinai dan perijinan, maka statusnya perlu didukung dengan peraturan
perundangan sebagai payung hukum.

PengembanganTerpadu
Pesisir Ibukota Negara

4.2 Kelembagaan
Berikut usulan mengenai Badan Pengembangan PTPIN, terdiri dari 3 unsur/elemen yaitu:
1. Dewan Pengarah
2. Badan Pelaksana
3. Badan Usaha Strategis

Presiden RI

Gambar 4.1
Usulan Bagan
Kelembagaan
PTPIN

Menteri/
Kepala
Lembaga

Dewan Pengarah:
Arahan kebijakan

BP PTPIN

Dewan Pengarah

Gubernur

Badan Pelaksana

Trust
Fund
PTPIN

Pengembangan
Kawasan

Badan Usaha
Strategis

Infrastruktur dan
Utilitas Publik

Keselamatan dan
Lingkungan

Badan Pelaksana:
Pengendalian Program
Penganggaran
Regulasi
Perijinan
Koordinasi Pelaksanaan
Monitoring & Evaluasi

Badan Usaha Strategis:


Implementasi program
Pendanaan &Pengusahaann
Pengelolaan Dana Trust Fund
Pengelolaan aset
Kerjasama dengan pihak
swasta

4.3 Pembiayaan
Tiga prinsip panduan berikut ini adalah rekomendasi dalam memutuskan dan mengembangkan strategi pembiayaan untuk PTPIN:
1. Strategi pembiayaan memastikan implementasi upaya-upaya keselamatan yang penting pada waktunya.
2. Strategi pembiayaan berusaha meminimalkan beban APBN/APBD dan hutang Pemerintah Indonesia.
3. Sektor swasta berperan sebagai pengatur pengembangan PTPIN. PPP/ investasi swasta
dan keuangan telah menjadi kunci untuk mengurangi dan menyebarkan beban biaya

83

84

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

dan mengangkat dampak ekonomi dari PTPIN. Pendanaan swasta yang potensial akan
didukung oleh kasus bisnis yang kredibel dan respon pasar yang sudah terbukti.
Usulan Mekanisme Pembiayaan. Sebagai prinsip utama dalam mekanisme pembiayaan,
potensi pendapatan terpadu merupakan sumber pendanaan utama yang perlu diperhatikan antara lain: . Mekanisme Utama:

Pendekatan kewirausahaan (melalui Badan Usaha Strategis/BUS)

Badan Usaha Strategis (BUS) memaksimalkan potensi pendapatan pada dasar kelayakan business case Public-Private-Partnership dan melalui investasi di pra-kondisi (
misal: air limbah dan sanitasi)

BUS mengelola pendanaan dan lintas subsidi antar-proyek : antara komponen yang
layak komersial dan non komersial

Kerangka
(PPP)
Business
Cases

Program
Investasi
PTPIN

Pengembangan
komponen
tahapan & asumsi
pendapatan
(peningkatan)

Pembiayaan
Business
Cases

Model pengiriman
dan asumsi
pembiayaan

Model
Pembiayaan
PTPIN

Model
Pembiayaan dari
Badan Usaha
Stategis sebagai
referensi

Tipe Pendanaan

Tipe Pengaturan

Pendanaan Pemerintah

EPC Konvensional
Pembiayaan Viability Gap (VGF)

Off-Balance Sheet

Ketersediaan pembayaran jangka panjang


Pinjaman Sub-sovereign (Pemerintah Indonesia memjamin Badan Usaha
Strategis)
Jaminan lainnya disediakan oleh Pemerintah Indonesia

Pendanaan Swasta

Desain-Bangun-Pendanaan-Pemeliharaan & Operasi (Skema DBFMO)

Investasi Swasta

Konsesi untuk reklamasi lahan dan untuk infrastruktur transportasi

Gambar 4.2
PTPIN dan Business Case Yang
Bankable

Gambar 4.3
Tipe-tipe Pendanaan

PengembanganTerpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tabel 4.1
Estimasi Pembiayaan Implementasi PTPIN
Tahap A dan
Tahap B

Pemerintah RI
Pinjaman
Penyertaan/
Pinjaman

Hibah

Mitra
Pembangunan

Donor Lainnya
Hibah

Hibah

BP PTPIN

Pemda

Dewan Pengarah

Badan
Usaha
Swasta

Trust Fund
Badan Pelaksana

Penyertaan/
Pinjaman

Hibah

CS R

TF
Manager

Badan Usaha
Strategis
Hibah

Gambar 4.4
Usulan Struktur
dan Mekanisme
Pembiayaan

Pengembangan
Kawasan

Infrastruktur dan
Utilitas Publik

Keselamatan dan
Lingkungan

4.4 Kebijakan/Regulasi
Sebagai pertimbangan tentang perlunya kelembagaan khusus untuk implementasi Program PTPIN, dapat mengacu kepada beberapa Peraturan Perundangan yang menunjukkan pentingnya kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, dan sebagai wilayah yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional, yaitu:

85

86

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus


Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia:
Pasal 5: Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan
negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.
Ayat (1) Pemerintah dapat membentuk dan/atau menetapkan kawasan khusus di
wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan
tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola langsung oleh
Pemerintah atau dapat dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang penataan Ruang
Pasal 1: (28) kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
3. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional)
Penetapan Kawasan Strategis Nasional: antara lain Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur termasuk Kepulauan Seribu.
Waktu pelaksanaan telah dimulai sejak periode 2010-2014. Kegiatan ini dilanjutkan
dengan rehabilitasi dan pengembangan kawasan strategis nasional dengan sudut kepentingan ekonomi. Disamping itu rehabilitasi/revitalisasi kawasan termasuk sebagai
salah satu dari komponen Program Utama PTPIN.

4.5 Sekilas Road Map Percepatan PTPIN


Semua tahap pada PTPIN mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan dilakukan secara simultan:

Tahap A: peletakan batu pertama tanggul laut eksisting 17 pulau sebagai bagian dari
tahap A.

PengembanganTerpadu
Pesisir Ibukota Negara

Tahap B: rancangan final, pekerjaan persiapan.

Tahap C: Pembangunan zona ekonomi (bandara, pelabuhan).

Gambar 4.5
Pelaksanaan
secara serentak

Tahap A

Rancangan
Detail

Konstruksi
2014

Tahap B

Rancangan
Final

Proses
Kontrak

Konstruksi
2018

Tahap C

Rancangan
Konseptual/
Kelayakan

Rancangan
Final

Proses
Kontrak

Konstruksi
>2018

Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta


Mekanisme pembiayaan yang cerdas yang dibangun dengan investasi publik yang terbatas dan pendanaan bergulir (revolving fund) yaitu membangun-menjual-membangun;

Tantangan: penggabungan kepentingan sektor swasta dengan kepentingan publik dan


menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang memuaskan kedua belah pihak;

Berpontensi menciptakan pendapatan yang tinggi;

Membutuhkan lembaga pelaksana yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi

Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan


Investor Swasta

DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalannya
implementasi;

Pemerintah Pusat direpresentasikan di Tim Pengarah dan menyediakan dukungan yang


diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan;

Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan juga proses implementasi;

Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis dan memiliki potensi
untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam PTPIN

87

88

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Pengorganisasian yang Sederhana


Satu kewenangan/otoritas/lembaga yang mampu mengelola semua tahap dari PTPIN


lebih baik daripada koordinasi antar sektor yang rumit

Semua inisiasi dan (internasional) proyek terkait PTPIN akan berhubungan dengan otoritas/lembaga tersebut di atas;

Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan mampu memimpin


dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan;

Otoritas/lembaga tersebut harus bernegosiasi secara sejajar dan profesional dengan


sektor swasta.

Penyelesaian Master Plan & Strategi Pelaksanaan


Eselon 1
Mengadopsi draft final
MP & SP

9 Okt
2014

3 Okt
2014

Pencanangan
Pertama (Ground
Breaking)

Penyelesaian dan
Pengajuan KLHS

1 Okt
2014

Draft PERPRES,
dan PERPU telah
siap

Menko
Perekonomian yang
mengkoordinasikan

Master Plan, KLHS


dan SP disetujui

1 Nov
2014

Anggaran
2015

Awal
2015

PERPRES dan
PERPU
diterbitkan

Awal
2015

Lembaga/Otoritas
Pembangunan
dibentuk

Memulai Tahapan Proyek Berikutnya


DKI yang
memimpin

Gambar 4.5
Penyelesaian
Master Plan &
Strategi

PengembanganTerpadu
Pesisir Ibukota Negara

Rekomendasi

89

90

PengembanganTerpadu
Pesisir Ibukota Negara

Bab 5 Rekomendasi

Untuk mengatasi permasalahan lintas sektor dan lintas wilayah, perlu dilakukan tindak
lanjut terkait rekomendasi Strategic Plan dan program jangka panjang yang mencakup
9 (sembilan) komponen utama PTPIN yaitu: (1) tanggul laut; (2) waduk retensi; (3) stasiun pompa; (4) air bersih; (5) air limbah dan sanitasi; (6) pemukiman/ penataan ruang; (7)
reklamasi lepas pantai; (8) jalan tol/ MRT; dan (9) pelabuhan laut dalam.
Selanjutnya perlu disusun Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pembagian wewenang dan tanggung jawab
dalam pembangunan tanggul sepanjang 8 km. Inti dari MoU tersebut adalah dalam kurun
waktu 3 (tiga) tahun sejak 2015, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI bersamasama akan membangun tanggul sepanjang 8 km dari total 32 km garis pantai utara Jakarta
yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Total biaya yang diperlukan untuk pembangunan tanggul sepanjang 8 km tersebut adalah Rp. 3,2 Triliun. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI akan memberikan kontribusi pembiayaan masing-masing sebesar Rp.
1,6 Triliun dalam tiga tahun anggaran.
Terkait sisa pembangunan tanggul sepanjang 24 km selanjutnya akan dilakukan oleh pihak
swasta yang saat ini menjadi pengelola pantai di garis pantai tersebut. Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta akan mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan perkuatan tanggul
eksisting dengan pembiayaan dari pengelola garis pantai tersebut. Selain itu Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta juga akan menggalang kontribusi dari pemegang konsesi/ ijin reklamasi 17 pulau dalam menyelesaikan pembangunan tanggul sepanjang ketentuan yang telah
disepakati dalam perjanjian atau peraturan-perundangan yang ditetapkan.
Pemegang konsesi/ ijin 17 pulau diharapkan dapat melakukan pembangunan tanggul
dalam kurun waktu 2 (dua) tahun, apabila dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tersebut
pihak-pihak swasta yang telah memiliki konsesi/ ijin reklamasi 17 pulau tidak melakukan
pembangunan tanggul maka ijin yang telah diberikan akan dicabut dan dapat diberikan
kepada pihak lain yang bersedia melalui mekanisme lelang.
Beberapa studi lanjutan yang perlu segera dilakukan antara lain: a) studi tentang Basic Design sebagai tindak lanjut dari studi Typical Design untuk pembangunan tanggul sepanjang 32 km, b) studi tentang Detail Engineering Design untuk pembangunan tanggul
sepanjang 8 km pada tahap A, c) studi lanjutan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS); d) studi-studi yang mengaitkan proyek ini dengan tantangan integrasi dari hulu ke
hilir (baik dari isu lingkungan, tata ruang, peraturan, kelembagaan, dan lainnya); serta f )
studi-studi lanjutan lain yang dapat mendukung implementasi program PTPIN.

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Terkait dengan kelembagaan yang perlu dibentuk dalam pengelolaan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) selanjutnya akan menjadi wewenang dan tanggung
jawab dari pemerintahan baru.
Pelibatan sektor swasta dalam pembiayaan PTPIN perlu dilaksanakan dalam satu mekanisme investasi publik dengan skema pendanaan bergulir (revolving fund) dengan
tahapan membangun, menjual, dan melanjutkan pembangunan. Mekanisme ini memerlukan pembahasan lebih lanjut untuk menyepakati penggabungan kepentingan sektor
swasta dengan kepentingan publik dalam menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang
memuaskan seluruh pihak.
Di satu sisi, program pembangunan kawasan melalui PTPIN berpontensi menciptakan
pendapatan yang tinggi, namun tantangan dalam pelaksanaan yang melibatkan pemerintah dan swasta perlu diantisipasi dengan baik. Untuk itu dibutuhkan lembaga pelaksana
yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan
pembagian peran yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan investor
swasta.
Pemerintah Pusat direpresentasikan oleh Tim Pengarah dalam menyediakan dukungan
yang diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan. Pemerintah DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalannya implementasi. Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan
juga proses implementasi. Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis
dan memiliki potensi untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam
PTPIN.
Pembentukan satu otoritas atau lembaga pengelola seluruh tahap PTPIN dinilai lebih baik
daripada kegiatan tetap dilaksanakan oleh masing-masing pihak, mengingat koordinasi
antar sektor yang rumit. Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan
mampu memimpin dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan. Semua inisiasi dan
kegiatan terkait PTPIN akan berhubungan dengan lembaga tersebut. Otoritas/lembaga
tersebut akan melakukan negosiasi secara sejajar dan profesional dengan sektor swasta
yang terlibat.

91

92

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara

Daftar Referensi Utama



Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; Master Plan of National
Capital Integrated Coastal Development/ Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
(PTPIN), Oktober 2014, edisi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan
Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Belanda; 2014; Master Plan of
National Capital Integrated Coastal Development: Thematic Reports and Backgrounds Reports:

B1 Thematic Report: Engineering (Civil Engineering Design; Cost Calculations; Cost Estimate Approach; Constructability).

B2 Thematic Report: Upgrading Existing Sea Defences (Basic Design; Technical Survey;
Evaluation Report; Dike ring D Conceptual Design; Dike ring D Technical Drawings).

B3 Thematic Report: Spatial Planning and Urban Design (Urban Design Analysis; Transport System Design; Tangerang-Bekasi Analysis).

B4 Thematic Report: Financial and Economic Study (Cost-Benefit Analysis; Real Estate
Forecast; Business Cases; Investment Plan).

B5 Thematic Report: SEA Building Blocks (Project Rationale; Alternatives; Impacts, Mitigation).

B6 Thematic Report: Implementation Plan

C1 Background Report: Engineering (Final Implementation Model; Water


Ballance;Hydraulic assumptions; Boundary conditions; Ground Water & Subsidence; Retention Lake Analysis; Waste as Fill Material; Pumping Station).

C4 Background Report: Economic Cost Benefit Analysis.

C5 Background Report: SEA Building Blocks (Water Quality; Sanitation; Social, Environmental and Spatial Impacts; Mangrove Analysis; Impact on Aquatic Ecology).

C6 Background Report: Sanitation Implementation Plan


Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia-Netherlands Jakarta Flood Team; 2011;
Laporan Jakarta Coastal Defence Strategy/ Strategi Pengamanan Pantai Jakarta (Edisi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia)

AGENDA, (Edisi 30 September 2011)

ATLAS, (Edisi 30 September 2011)

ATURAN MAIN, (Edisi 30 September 2011)

Pengembangan Terpadu
Pesisir Ibukota Negara


Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan
Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; National Capital
Integrated Coastal Development: Technical Reports,

Technical Report: The Organization of NCICD; Draft 26 Agustus 2014;

Technical Report: NCICD PPP Roadmap; Draft 5 September 2014



NCICD Roadmap to Acceleration: simple organization, smart financing, fast implementation; Discussion material for 15 August meeting

BONS; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Project Activity Report (Draft, December 2012)

HEYNERT, K and BRINKMAN, J; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging
Phase (JCDS-BP): Overview of Alternatives (Draft, December 2012)

RASHID, A and HARDJONO, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging
Phase (JCDS-BP): Initial Socialization (Final Draft, October 2012)

HEYNERT, K; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief
Study of North Coast of Java (Final Draft, 11 November 2012)

DAM, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief
Study of Subsidence (Final Draft, November 2012)

KOPS, A; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Quick
Scan of Master Plans Executive Summary (October 2012)

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; 2012; Ringkasan Eksekutif: Kajian Awal Konsep
Revitalisasi Wilayah DKI Jakarta, Powerpoint Presentation 12 Juni 2012

Kementerian Pekerjaan Umum, Ditjen Penataan Ruang; Arahan Urban Development, Pesisir Utara Ibukota Negara, Powerpoint Presentation , aporan Antara

Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; Rencana
Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta.

Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; Rencana
Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta.

HADIMULJONO, M.B; Kementerian Pekerjaan Umum- Direktur jenderal Penataan
Ruang; Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur

93

PENGEMBANGAN TERPADU
PESISIR IBUKOTA NEGARA

Anda mungkin juga menyukai