Wetland
Wetland
Ketika beban puncak curah hujan terjadi, wetland meredam besarnya aliran
air yang keluar dari sana. Sebaliknya, pada musim kemarau ketika curah
hujan rendah, wetland melepaskan sedikit demi sedikit cadangan air yang
dikandungnya ke perairan yang berhubungan dengannya (termasuk juga
akuifer). Dengan demikian, wetland berfungsi untuk mengurangi besarnya
fluktuasi aliran yang mengalir di perairan. Sama halnya dengan fungsi hutan
di daerah pegunungan, wetland berperan sebagai regulator aliran air, namun
dengan daya tampung yang jauh lebih besar (Khiatuddin, 2003).
2.1.2 Manfaat Ekonomis Rawa Buatan
Manfaat ekonomis dari wetland yaitu mampu menghasilkan berbagai jenis
tumbuhan dan hewan bernilai ekonomis. Tumbuhan bernilai ekonomis yang
dapat dijumpai di sekitar wetland buatan antara lain adalah sagu, nipah,
bakau, dan bambu. Berbagai tumbuhan air yang hidup di dalam perairan
wetland buatan juga dapat memberikan keuntungan ekonomis, antara lain
dengan menjadikannya sebagai makanan ternak, input reaktor gas bio,
kompos, tanaman hias kolam, ataupun input industri kerajinan. Cyperus
papyrus dan Typha adalah contoh tumbuhan rawa yang dapat dimanfaatkan
sebagai tanaman hias. Jenis tumbuhan air lain yang dapat digunakan sebagai
input industry kerajinan adalah Eceng gondok (Eichorrnia crassipes).
Dari kelompok hewan, organisme bernilai ekonomis yang biasa dijumpai di
ekosistem wetland buatan adalah ikan. Ikan-ikan tersebut biasanya sengaja
ditebarkan untuk menambah daya guna wetland buatan. Jenis-jenis ikan yang
ditebarkan itu antara lain adalah Karper rumput (Ctenopharyngodon idella),
Wuchang (Megalobrama amblyocephala), Karper perak (Hypophthalmicthys
molitirix), Mas (Cyprinus carpio), Mujair (Oreochromis mossambicus), dan Nila
(O. niloticus) (Khiatuddin, 2003).
Selain menghasilkan berbagai tumbuhan dan hewan yang bernilai ekonomis,
wetland juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi, dimana wetland
didesain dengan bentang alam yang indah dan eksotis sehingga mampu
menarik masyarakat untuk berkunjung guna melihat flora maupun fauna yang
hidup di wetland buatan.
4. Tipe-Tipe Wetland
Menurut Novotny dan Olem, 1994 yang dikutip oleh Widyastuti, 2005,
wetland dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :
4.1. Wetland dengan aliran diatas permukaan tanah (Free Water Surface
System)
Free Water Surface (FWS) System biasanya berupa kolam atau saluran-saluran
yang dilapisi lapisan impermeable di bawah saluran atau kolam yang berfungsi
untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. Kemudian kolam
tersebut terisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup.
4.2. Wetland dengan aliran dibawah permukaan tanah (Sub-surface Flow
System)
Pada Sub-surface Flow (SSF) system, pengolahan limbah terjadi ketika air
mengalir secara perlahan melalui tanaman yang ditanam pada media berpori,
misalnya gravel, kerikil dan tanah. Dalam sistem ini tanaman melalui akar
rhizoma yang mentransfer oksigen kedalam media subsurface dan
menciptakan kondisi aerobik (Robert, et all). Proses pengolahan air limbah
terjadi melalui proses filtrasi, absorbsi oleh mikroorganisme dan adsorbsi
polutan oleh tanah. Removel bahan organik pada sistem SSF dibatasi oleh dua
faktor yaitu waktu tinggal dan transfer O2 (Crites, 1998 dalam Yuanita, 2000)
Kedua sistem diatas merupakan reaktor biologis attached growth dan
berfungsi sebagaimana trickling filter dan biological contractors. Kemampuan
sistem sangat dipengaruhi oleh waktu detensi air limbah dalam reaktor serta
beban limbah yang masuk, kondisi biota dan keterbatasan oksigen dalam
sistem.
(Anonymous, 2006) Sub-surface Flow (SSF) mempunyai beberapa keunggulan
dibandingkan Free Water Surface (FWS) karena sistem SFS ditutup dengan
pasir atau tanah, sehingga tidak ada resiko langsung terhadap potensi
timbulnya nyamuk itu karena air limbah mengalir dibawah permukaan media
serta sistem ini mampu memberikan transfer oksigen yang lebih banyak
daripada sistem FWS. Pengaliran air limbah dibawah media juga memberikan
proteksi thermal yang lebih baik pada suhu dingin. Dengan input yang sama
lahan yang dibutuhkan untuk sistem SSF lebih kecil daripada FWS.
Untuk mengatasi kemungkinan clogging pada SSF dapat dilakukan dengan
mengatur media pada bagian inlet digunakan dengan diameter besar. Media
dengan diameter besar mempunyai konduktivitas hidraulik besar dan mampu
mengurangi terjadinya clogging di bagian awal reaktor. Setelah zona inlet yang
berdiameter besar digunakan media dengan diameter kecil. Media dengan
diameter kecil memberi manfaat berupa tersedianya area permukaan yang
lebih banyak yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan. Rongga
udara yang lebih kecil lebih kompatibel bagi vegetasi akar dan rhizoma. Selain
itu dengan diameter yang lebih kecil konduktivitas hidrauliknya lebih rendah
dan kondisi aliran lebih mendekati linier.
Process flow diagram for a typical treatment plant via subsurface flow
constructed wetlands (SFCW)
https://en.wikipedia.org/wiki/Sewage_treatment
https://www.ufz.de/index.php?en=19163
http://www.wetlandspacific.com/vegetative-tertiary-filter