Anda di halaman 1dari 2

Teriring salam rindu sebening embun subuh, semerbak kesturi, juga

doa setulus bias purnama untukmu Aozora. semoga engkau selalu dalam
dekap cintaNYA dalam menjalani keseharian hidup dan kehidupan ini.
Melangkah lewat beningnya tuntunan ilahi.
Semoga engkau sedang berbasah dzikir pada Sang Maha Kekasih,
Bermunajat penuh cinta agar hatimu selalu terhindar dari terkaman
pilu dan haru.
Atau,,, mungkin kau tengah bertilawah atas ayat-ayat cintaNYA yang
senantianya menjadi salju bagi kemuraman kalbu. Menjadi penuntun jalan
terindah dalam menapaki kehidupan ini. Ya. Semoga demikian adanya.
Aozora, kembali ku sebut namamu dala tulisan sederhana ini. aku
ingin mengabari bahwa sudah sejak lama aku mencarimu di keramaian
hidup ini.
Yah, mencarimu sebagai soerang Aozora yang memiliki ke dalaman
makna, kedalaman ilmu dan kepribadian yang asri, dan tentunya
semangat yang membara. Aku mencarimu dengan keyakinan bahwa kau
adalah seorang yang mampu melampaui dirimu.
Ntah kenapa saat kau bertutur tentang rasamu yang tiba-tiba
menggelayut di dadamu, merapat, menyelam lesat ke kedalaman biru
langitmu. Menjadi lengkung yang tak biasa di cakrawala hatimu yang
mulai rapuh, ibarat daun kering yang ditimang lautan. Tak ingatkah dirimu
pada pesan gerimis kala senja mulai merajut mimpi-mimpi indah di
dadamu, bukankah dulu kau adalah purnama di antara bintang-bintang,
tak besar tapi selalu memberikan ketenangan bagi setiap orang yang
memandang.
Aku sempat terkejut ketika suatu hari kau mengatakan bahwa dirimu
merasa gagal dan menjadi orang kerdil. Nada suaramu sama sekali tak
menggoda, hanya menyisakan rona pudar di pundar wajah, gemuruh.
Tapi, ah aku selalu saja merindukanmu seiring embun benng yang
meningkahi bias mentari, akan ku sapa hatimu dengan salam dan deretan
doa lestari dalam balutan bias ilahi. Aku masih menaruh sepenuh harapan
bahwa dirimu akan menjadi panorama sewangi surga. Semoga
semangatmu kembali mewarnai malam-malammu hingga kau kembali

menjadi purnama. Sebagai perempuan yang lahir dari cahaya, tumbuh


dan berkembang dalam balutan cahaya.
Aozora, ku tuturkan padamu wahai gadis purnama, bahwa
pencarianku padamu bagai lelehan bait puisi di setiap jejak hujan, kau
menderu beralas letih. Sedangkan aku menunggu tanpa jemu di pusaran
senja kita bertemu. Menyusur pucuk lembayung berbalut doa, meniti
takdir menggerai asa. Ah, rasanya aku ingin mendayung perahu kecilku
menjemput senyummu yang kemren lusa terlipat dalam angan dan
ketidakpercayadirianmu. Jika aku tak sampai menjemput senyummu yang
terbawa gerimis, setidaknya aku akan menemukan daratan harapan.
Aozora, semua insan berkedudukan sama di hadapan nasib, dan
nasiblah yang kemudian akan mengantar kita pada relung sampai puncak
keberhasilan dan bahagia, termasuk di dalamnya bongkahan-bongkahan
kerikil dan debu yang siap menyapu cerah matamu. Hanya saja yang
membedakan adalah penerimaan hati kita, saat hati kita mengijinkan rasa
psimis meremuk redamkan seluruh rasa, maka selamanya kita hanya
akan tertatih dalam perjalanan ilusi dan ketidakpastian. Namun ketika
menyikapi rasa psimis sebagai bagian dari sunnatullah, maka percayalah
bahwa segala kerat yang mengerdilkanmu aka menjelma menjadi
mutiara. Dan lagi-lagi akan hadir waktu di mana kau kembali menyambut
hari-harimu dengan senyum dan semangat yang baru.
Aku berharap kau lebih pandai dari pada tuhan....
From Zan-ky

Anda mungkin juga menyukai