Anda di halaman 1dari 7

Berpikir Kritis

Frans Pirman Sahala Dolok Saribu


102012188 (D3)
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
No telp 0852 8468 0423
Email : franssahala@yahoo.com
Pendahuluan
Berpikir adalah aktivitas yang bersifat idealis, yang menggunakan abstraksi-abstraksi atau
ide. Dalam berpikir, seseorang meletakkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang ada
pada dirinya berupa pengertian-pengertian. Proses yang terdapat dalam berpikir disebut jalan
pikiran atau logika. Proses pikir mencakup tiga langkah pokok, yaitu pembentukan pengertian,
pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Berpikir merupakan penentu keberhasilan
belajar.1
Berpikir kritis berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat,
istilah yang saat ini sering dibicarakan dalam bidang pendidikan dan psikologi. Meskipun pada
masa kini batasan mengenai berpikir kritis (critical thinking) ada bermacam-macam, pada
umumnya di dalamnya terkandung pengertian mengenai menggali makna suatu masalah secara
lebih mendalam.
Pentingnya berpikir kritis tidak hanya sangat diperlukan untuk menunjang kehidupan
sehari-hari. Lebih dari itu, berpikir kritis merupakan hal yang sangat penting dan mendasar untuk
semua ilmu pengetahuan, termasuk psikologi. Dengan berlatih berpikir kritis. Berpikir kritis
menuntut keterampilan logika, meskipun keterampilan lainnya serta kecenderungan sifat juga
penting.2
Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui penerapan berpikir kritis dalam
mengatasi keterbatasan penunjang kesehatan di Pulau Tujuh.

Pembahasan
Definisi berpikir kritis

Berpikir kritis (critical thinking) adalah kemampuan dan kesediaan untuk membuat
penilaian terhadap sejumlah pernyataan dan membuat keputusan objektif berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan fakta- fakta yang mendukung, bukan berdasarkan
pada emosi dan anekdot. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan,
menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara yang terorganisir, dan
merupakan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan
pendapat orang lain.3 Menjadi pemikir kritis adalah sebuah denominator umum untuk
pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang disiplin dan mandiri, pengetahuan
didapat, dikaji, dan diatur melalui berpikir. Berpikir kritis mentransformasikan cara individu
memandang dirinya sendiri, memahami dunia, dan membuat keputusan.
Dimensi krusial dalam berpikir kritis mencakup kesempurnaan berpikir, elemen pikiran,
dan domain pikiran. Ketika berpikir jelas, tepat, akurat, relavan, konsisten, dan seimbang, suatu
koneksi logis berkembang diantara elemen-elemen dan masalah yang dihadapi.
Berpikir kritis dipercaya sebagai keterampilan aktif seorang penulis dalam menginterpretasi
dan mengevaluasi ikhwal observasi, komunikasi, informasi, dan argumentasi yang dibangunnya.
Berpikir kritis bahkan tidak serta-merta dengan kecendikiaan atau intelektualitas kita sebagai
ilmuawan. Pasalnya, berpikir kritis memiliki sejumlah ukuran, dan keberhasilan kita dalam
bertanya, menjawab, dan mengkonstruksi itu haruslah dilakukan secara reflektif, yakni
berpalingnya sejenak diri kita dari objek-objek yang sedang kita perhatikan dalam rangka
menemukan hakikat terdalam. Analisis bahasa berdasarkan logika yang positivistik akan
memberikan keputusan apakah suatu pengetahuan benar-benar berasal dari pemikiran murni
ataukah hanya berasal dari intuisi belaka.4

Menggali permasalahan

Permasalahan adalah fondasi bagi gagasan kreatif. Dengan kata lain, gagasan kreatif
dibangun di atas permasalahan yang ingin dipecahkan. Permasalahan adalah titik awal,
pemahaman ini membawa ke jalur baru yang mulai mempelajari cara pemecahan masalah,
mengidentifikasi masalah, dan menciptakan pernyataan masalah.5
Kita akan ingin menentukan akar setiap permasalahan yang diidentifikasi. Memecahkan
persoalan terkadang hanyalah hal sederhana untuk menghapus akar penyebabnya. Agar suatu
masalah dapat memicu munculnya ide-ide inovatif, langkah awalnya adalah memahami
permasalahan, dalam memahami permasalahan kita dapat mengembangkan pedoman standar
5W + 1H yang menjadi pendekatan baru yang naratif. 5W + 1H adalah singkatan dari who
(siapa), what (apa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Pada
narasi, menurut Clark dalam satu esai Nieman Reports, who berubah menjadi karakter, what
menjadi plot atau alur, where setting, when menjadi kronologi, why menjadi motif, dan how
menjadi narasi.6
What, hasil riset bertujuan untuk mengetahui, misalnya apa atau apa saja yang menjadi
penyebab atas terjadinya hal-hal yang dipermasalahkan. Who,when, where, why. Maksud riset
adalah untuk mendeskripsikan atau memaparkan siapa, kapan, di mana dan mengapa terjadi halhal yang dipermasalahkan. Dikaitkan dalam kasus berupa:
How, maksud riset ini adalah untuk membuktikan atau mencari tahu lebih lanjut atas
deskripsi aatu paparan konsep 5w di atas, bagaimana cara mengatasi masalah tersebut,
bagaimana merancang agar masalah tidak timbul lagi, dan seterusnya.6
Membuat argumen
Alasan
Apa alasan yang diajukan? Sebenarnya kita semua percaya bahwa keyakinan dan tindakan
kita didasarkan pada alasan yang masuk akal. Jika kita berharap membujuk orang lain agar
menerima keyakinan kita dan memaafkan tindakan kita, kita harus bersedia memberikan alasan
yang meyakinkan. Sebaliknya, agar kita bisa menerima apa yang kita baca atau dengar, kita
menuntut alasan yang bagus. Kekuatan dari sebuah alasan bergantung paada konteksnya, alasan
bisa berupa sebuah hubungan yang biasa saja. Alasan bisa bersifat faktual: 80% dari penduduk di
pulau Tujuh adalah masyarakat yang kurang mampu. Dan alasan juga bisa berupa penjelasan atas
suatu kejadian, menegaskan sebuah ide umum, atau mengambil bentuk-bentuk yang lain. Tugas

pemikir kritis adalah mengidentifikasi alasan dan bertanya apakah alasan-alasan yang
dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya. alasan yang bagus didasarkan apada
informasi yang dapat dipercaya dan relevan dengan kesimpulan yang ditarik sesudahnya.
Asumsi
Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?. Asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya.
Kita menganggap asumsi sebagai kebenaran yang sudah terbukti, dan kita berharap orang lain
mau bergabung dengan kita untuk menerima kebenaran asumsi tersebut. Pemikir yang cerdas
enggan memasukkan asumsi dalam argumenn yang mereka buat, mereka juga tidak mudah
menerima asumsi yang terdapat dalam materi yang dibuat orang lain.
Tugas dari pemikir kritis adalah menilai bukti. Bukti yang kuat meyakinkan kita bahwa,
atau setidaknya sampai informasi baru muncul untuk mengubah pemikiran kita yang tahu tentang
suatu hal. Bukti yang dapat dipercaya memiliki sifat sebagai berikut: sebuah keputusan yang
cerdas setelah mempertimbangkan kekuatan sebuah argumen.
Penarikan Kesimpulan
Langkah-langkah efektif untuk menentukan apakah sebuah kesimpulan dibenarkan
termasuk pertama, mengidentifikasi setiap alasan yang disampaikan untuk mendukung
kesimpulan tersebut, kemudian menanyakan apakah alasan-alasan yang diberikan benar-benar
kuat, dan akhirnya menanyakan apakah kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten dengan
alasan yang mendasarinya. Sebuah alasan yang keliru membuat kesimpulan menjadi lemah,
begitu juga alasan yang tidak relevan.3
Pengambilan keputusan
Keterampilan berpikir kritis diperlukan agar dapat mengumpulkan dan menginterpretasi
informasi secar akurat, dan membuat penilaian saksama yang menunjang pengambilan keputusan
yang baik. Sikap skeptis terhadap penelitian diperlukan guna memeriksa apakah pernyataan,
observasi, dan fakta valid dan relevan untuk pengambilan keputusan, ketimbang secara membabi
buta menerima informasi.7
Keputusan merupakan satu pilihan dari dua atau lebih tindakan. Hal ini dapat merupakan
keputusan untuk melakukan sesuatu, apakah harus dikerjakan atau kadang-kadang tidak
melakukan sesuatu dan dibiarkan berjalan seperti sebelumnya. Pengambilan suatu keputusan
merupakan jawaban atas pertanyaan tentang kemungkinan perjalanan atau perkembangan suatu

kegiatan, suatu jawaban yang dapat dinyatakan denga sederhana sebagai: ya, tidak, lebih banyak,
tidak sama sekali.
Mereka yang berusaha untuk memecahkan masalah biasanya telah menentukan hasil yang
diinginkan dari awal. Sebaliknya, mereka yang mengambil keputusan sering kali sangat sulit
untuk memilih satu hasil tertentu. Sebagai seorang pemecah masalah, kita harus punya alasan
mengapa lebih menyukai satu alternative tertentu. Keputusan yang dilandasi pengetahuan baru
bisa dibuat jika orang sudah mempelajari alternative-alternatifnya.
Pemikir kritis secara sistematis menangani sekumpulan pertanyaan yang membantu mereka
membuat keputusan, memecahkan masalah, atau meneliti isu-isu sosial yang rumit. Berdiskusi
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menyelesaikan isu, melibatkan
pertimbangan moral dan pertimbangan praktis. Ketika isu-isu masalah moral muncul, pemikir
kritis merasa harus menggunakan sistem khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang masuk
akal.3
Religious Worldview
Pada dasarnya dalam menjalani kehidupan, manusia sangat bergantung pada pola atau
kerangka pikir yang kemudian disebut sebagai pandangan dunia atau worldview. Secara
sederhana pandangan dunia adalah kerangka yang kita buat untuk melihat dunia dan berbagai
kejadian yang menyertainya. Berbagai kejadian dan peristiwa kita beri makna dalam kerangka
ini. Pandangan dunia inilah yang kemudian menjadi dasar dari ideologi yang dianut oleh setiap
individu dan golongan. Perbedaan pada ideologi yang dianut oleh setiap manusia disebabkan
perbedaan dalam hal menyusun kerangka pandangan dunia Pandangan dunia, adalah bentuk dari
sebuah kesimpulan, penafsiran, dan hasil kajian yang ada pada seseorang berkenaan dengan
Tuhan, alam semesta, manusia, dan sejarah. Karakteristik world view antara lain:
World view memiliki tujuan yang holistik: mencoba melihat setiap area kehidupan dan
pemikiran dalam suatu cara yang integratif.
World view merupakan pendekatan yang bersifat perspektif: melihat hal-hal dari titik
pandang yang sudah diadopsi sebelumnya yang sekarang menyediakan kerangka
integratif. World view lebih mendasar daripada presuposisi. Dalam istilah James W. Sire,
world view adalah basic presuppositions.
World view memiliki proses eksplorasi: mengarahkan hubungan antara satu area dengan
area yang lain ke suatu perspektif yang terpadu.

World view bersifat pluralistik: perspektif dasar dapat diartikulasikan dalam bberapa cara
yang berbeda.
World view memiliki tindakan sebagai hasilnya: apa yang dipikirkan dan dinilai
membimbing apa yang akan dilakukan.
Setiap orang pasti memiliki world view terlepas dari (1) orang tersebut menyadari atau
tidak bahwa ia memilikinya; (2) orang tersebut memahami pengertian world view atau tidak; (3)
world view tersebut benar atau tidak; (3) world view tersebut terintegrasi atau tidak.
Presuposisi-presuposisi dalam sistem worldview biasanya bersifat interdependensi.
Pendeknya, tidak ada satu area kehidupan pun yang tidak bersentuhan dengan world view,
meskipun implikasi tersebut kadangkala sangat jauh. Contoh: perdebatan tentang aborsi sangat
ditentukan oleh perspektif seseorang tentang Allah sebagai pencipta dan nilai manusia.8
Landasan utama setiap agama adalah suatu pandangan dunia, dan setiap pandangan dunia
mengarah ke agama. Penting bagi kita untuk mengarahkan kehidupan kita terhadap sesuatu yang
benar-benar penting dalam hakikat terdalam dari segala hal. Masing-masing orientasi religious
ini memiliki visi tersendiri tentang realitas yang terpenting itu. Kendati demikian, keinginan
pokoknya tetap sama, ingin agar selalu selaras dengan yang paling penting dalam hakikat segala
hal, yaitu yang kekal dan yang paling kuat. Paling kuat kadang-kadang kita tafsirkan sebagai
mahauasa. Akan tetapi, yang paling kuat tidak harus berarti mahakuasa seperti yang kita
tafsirkan; kekuatan yang dimaksud berarti kekuatan dasar, bukan merupakan hasil turunan, dan
yang paling efektif.

Kesimpulan

Daftar Pustaka
1. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. h. 210

2. Santrock JW. Adolescence perkembangan remaja edisi ke-6. Jakarta: Erlangga; 2003. h. 141
3. Johnson EB. Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar-mengajar
mengasyikkan dan bermakna. Bandung: Mizan Learning Center; 2007. h. 183
4. Wibowo W. cara cerdas menulis artikel ilmiah. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara; 2011.
5. Murray DK. Borrowing brilliance: rahasia sukses dengan meminjam gagasan orang lain.
Bandung: Kaifa; 2011. h. 73
6. Musrofi M. creative manager, creative entrepreneur. Jakarta: PT Elex Media Komputindo;
2008. h. 61-4.
7. Christensen PJ, Kenney JW. Proses keperawatan: aplikasi model konseptual edisi ke-4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. h. 11-2
8. Kazhim M. Belajar Menjadi Sufi. Jakarta: Lentera Basritama; 2002. h. 25.
9. Griffin DR. Tuhan & agama dalam dunia postmodern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius;
2005. h. 31-2.

Anda mungkin juga menyukai