Anda di halaman 1dari 9

KLORAMFENIKOL

Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas yang mempunyai aktifitas


bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Kloramfenikol memiliki nama kimia 1(pnitrofenil)-2-dikloroasetamido-1,3-propandiol, rumus molekul C11H12Cl2N2O5 dan memiliki
struktur:

Hubungan Struktur dengan Aktivitas


Kloramfenikol merupakan senyawa fenil propan tersubstitusi yang mempunyai dua unsur
struktur tidak lazim untuk bahan alam yaitu suatu gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil.
Gugus R pada turunan kloramfenikol berpengaruh pada aktivitasnya sebagai anti bakteri
Staphylococcus aureus. Kloramfenikol (R=NO2) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap
Staphyllococcus aureus yang optimal.
Untuk mendapatkan senyawa turunan kloramfenikol baru dengan aktivitas optimal, harus
diperhatikan agar gugus R bersifat penarik elektron kuat dan mempunya sifat lipofilik lemah.
Turunan kloramfenikol yang mempunyai gugus trifluoro lebih aktif daripada kloramfenikol
terhadap E. coli. Turunan yang gugus hidroksilnya pada C3 terdapat sebagai ester juga
digunakan dalam terapi

Mekanisme Aksi
Bacteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif fan sejumlah kuman Gram
negatif. Langkah-langkah mekanisme aksinya dalam menghambat sintesis protein:
1. Kloramfenikol berikatan pada sub unit 50s ribosom RNA 70s.
2. Kloramfenikol meningkatkan ikatan persenyawaan aminoasil molekul tRNA bermuatan
ke aseptor mRNA ribosom tapi ikatan kodon tRNA tidak terpengaruh.

3. Aminoasil yang tidak menyatu sempurna pada aseptor menghambat reaksi transpeptidase
yang dikatalisis enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada
proses sintesis protein kuman karena peptida pada donor kompleks ribosom tidak
ditransfer ke asam amino reseptornya (Katzug, 2000).

Metabolisme
Kloramfenikol dimetabolisme di hepar, terutama berkonjugasi dengan asam glukoronat,
sehingga waktu paruh memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian di reduksi
menjadi senyawa arilamin yang tidak aktif lagi. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol
yang diberikan oral diekskresikan melalui ginjal tetapi hanya sekitar 5-15% dari dosis oral yang
diekskresikan dalam bentuk aktif melalui urin. Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau
hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutama melalui filtrat
glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus. Reaksi biotransformasi lain adalah
reduksi gugus nitro menjadi amino dan hidrolisis ikatan amida.
Waktu paruh kloramfenikol adalah sekitar 1,5-4 jam pada orang dewasa dengan fungsi
hati dan ginjal yang normal. Waktu paruh kloramfenikol dalam plasma darah akan meningkat
pada pasien dengan fungsi hati yang kurang baik. Dalam hal ini kloramfenikol perlu
pengurangan dosis. Pada pemberian kloramfenikol secara intra vena, pasien dengan gagal ginjal
akan memiliki konsentrasi kloramfenikol yang lebih tinggi karena ekskresi ester suksinat melalui
ginjal berkurang. Konsentrasi kloramfenikol dalam darah tidak dipengaruhi peritoneal dialysis
dan hanya sejumlah kecil obat yang hilang oleh hemodialisis.
Kloramfenikol termasuk dalam obat yang mengalami metabolisme fase I (reaksi
fungsionalisasi). Pada reaksi ini, kloramfenikol termasuk dalam reaksi oksidasi dimana terjadi
penambahan gugus OH. Pada metabolisme fase I terjadi penambahan gugus fungsional tertentu
yang bersifat polar, seperti OH, COOH, NH 2, dan SH ke struktur molekul senyawa. Metabolisme
fase I mengubah obat yang bersifat lipofil menjadi obat yang bersifat hidrofil dengan
menambahkan produk polar. Sedangkan metabolisme fase II mengubah obat yang bersifat
hidrofil menjadi obat yang bersifat sangat hidrofil, akibatnya obat akan dikeluarkan melalui
ginjal dalam bentuk urin (Siswandono dan Bambang, 2000). Kloramfenikol termasuk ke dalam
obat yang mengalami bioaktivasi pada metabolisme fase I dan mengalami bioinaktivasi pada
metabolisme fase II.
a. Bioaktivasi
Kloramfenikol mengalami oksidasi dengan penambahan gugus OH menjadi turunan
oksamil klorida yang aktif sebagai antibiotik. Kloramfenikol yang bersifat lipofil ini
mengalami perubahan menjadi obat yang bersifat hidrofil karena adanya penambahan gugus
polar, yaitu gugus OH. Akibatnya, 5-10% kloramfenikol yang dalam bentuk aktif (turunan

oksamil klorida) dapat diekskresi oleh ginjal melalui urin. Bentuk aktif kloramfenikol
diekskresi terutama melalui filtrat glomerulus (Tim Penyusun, 2008).
b. Bioinaktivasi
Kloramfenikol yang telah bersifat hidrofil (turunan oksamil klorida) kembali mengalami
konjugasi (metabolisme fase II) dengan asam glukuronat oleh enzim glukuronit transferase
menjadi obat yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat). Akibatnya, 80-90% kloramfenikol
yang sangat hidrofil (turunan asam oksamat) diekskresi melalui ginjal dalam bentuk urin
(Tim Penyusun, 2008).
Skema biotransformasi kloramfenikol:

Penggunaan
1. Kloramfenikol bekerja sebagai antibiotik.
2. Kloramfenikol dapat digunakan sebagai obat demam tifoid (demam yang disebabkan oleh
S.typhi), meningitis purulenta (penyakit yang disebabkan oleh H. influenzae, S.
pneumoniae, dan N. meningitidis) alternative obat ketika tidak cocok diobati dengan
cephalosporin atau penisilin, ricketsiosis (penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia yang
biasanya berhubungan dengan bakteri Pseudomonas apiseptica) alternative obat ketika
tidak cocok dengan tetrasiklin .
3. Indikasi untuk infeksi salmonella (penyebab tifus dan paratifus)
4. Tidak boleh digunakan untuk bayi lahir, pasien dengan gangguan hati dan pasien yang
hipersensitif terhadap kloramfenikol.
5. Sebaiknya bila masih ada antibiotic yang lebih aman dan efektif, kloramfenikol dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
Katzug, Bertram G.,2000, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Siswandono, dan Bambang Soekarjo. 2000. Kimia Medisinal Edisi I. Airlangga university Press.
Surabaya.

Tim Penyusun. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Absorpsi produk obat mata yang diberikan secara topikal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
volume kapasitas mata yang terbatas untuk menahan bentuk sediaan yang diberikan, laju sekresi
dan laju aliran air mata, absorpsi oleh jaringan vaskular konjungtiva, penetrasi obat-obat
melintasi kornea dan sklera, laju kedipan dan refleks tangisan yang disebabkan oleh pemberian
obat. Cul-de-sac terendah mempunyai kapasitas sekitar 7 l. Mata manusia dapat menerima
sampai 3 l larutan jika tidak berkedip. Beberapa obat tetes mata di pasaran dikemas dalam botol
poletilen atau polipropilen dengan lubang yang dapat meneteskan 20-60 l. Karena kapasitas
Cul-de-sac terbatas, maka sekitar 70-75% dari tetesan 50 l akan terbuang karena luapan dan
mengalir dari puncta lakrimal ke dalam saluran naso lakrimal. Jikaterjadi kedipan, dapat dihitung
bahwa 90 % dari volume yang diberikan dari 2 tetesan akan terbuang karena vlume sisa
ditemukan
10
l.
Kelebihan cairan memasuki puncta lakrimal superior dan inferior turun melalui kanalikuli dan
kemudian masuk ke dalam lakrimal sac dan kemudian masuk ke dalam salura gastro intestinal.
Efek samping sistemik yang signifikan telah dilaporkan terhadap pengobatan obat mata keras
tertentu dengan mekanisme seperti ini. Hal ini juga merupakan mekanisme dimana pasien
kadang-kadang dapat merasakan rasa pahit setelah pemberian obat tetes mata tertentu.
Absorpsi obat yang dangkal ke dalam konjungtiva dengan pembuangan cepat dari jaringan
okular oleh aliran darah perifer adalah mekanisme lain yang menyaingi absorpsi obat ke dalam
mata. Absorpsi obat trans kornea adalah lintasan paling efektif untuk membawa obat ke bagian
depan
dari
mata.
Selain faktor fisiologis yang telah diuraikan di atas, penetrasi obat ke dalam mata juga
dipengaruhi oleh karakteristik sifat fisiko kimia bahan aktif, formula dan teknik pembuatan yang

dapat mempengaruhi ketersediaan hayati bahan aktif. Dalam beberapa literatur juga disebutkan
bahwa tonisitas, peranan pH dan konsentrasi bahan aktif dalam obat tetes mata juga
mempengaruhi
penetrasinya.
Tekanan osmotik air mata sama dengan tekanan 0,93% b/v NaCl dalam air. Larutan NaCl tidak
menyebabkan rasa sakit dan tidak mengiritasi mata, bila konsentrasi NaCl terletak antara 0,71,4% b/v. Telah terbukti bahwa larutan hipertonis lebih dapat diterima dibandingkan larutan
hipotenis. Sehingga dalam kenyataan biasanya bahan aktif dilarutkan dalam larutan NaCl 0,80,9% atau dalam pelarut lain dengan tonisitas yang sama.

Kloramfenikol berasal dari:

streptomyces venezuelae

Streptomyces phaeochromogenes

Sterptomyces omiyamensis

Sejak tahun 1950 sudah dibuat secara sintesis dan diperoleh struktur kimianya yaitu:
1-(p-nitrofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol
Pada tiamfenikol gugus NO2 diganti SO2-CH3
SIFAT FISIKA DAN KIMIA
Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif stabil.
Obat ini diinaktifasi dengan mereduksi gugus nitro dan menghidrolisis ikatan amida, serta
terjadi asetilasi.
Turunan kloramfenikol khasiatnya tidak ada yang melebihi kloramfenikol.
Karena sangat pahit, pada anak-anak digunakan bentuk ester palmitat. Senyawa ini akan aktif
setelah mengalami hidrolisis dalam tubuh.
Untuk dewasa dapat dibuat dalam bentuk kapsul.
Untuk pemakaian parenteral digunakan garam ester natrium monosuksinat.
Spektrum dan Daya Kerjanya
Kloramfenikol mempunyai spektrum antimikroba yang luas.
MEKANISME KERJA

Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein bakteri.


Obat dengan mudah masuk ke dalam sel melalui proses difusi terfasilitas.
Obat mengikat secara reversibel unit ribosom 50S, sehingga mencegah ikatan asam amino yang
mengandung ujung aminoasil t-RNA dengan salah satu tempat berikatannya di ribosom.
Pembentukan ikatan peptida dihambat selama obat berikatan dengan ribosom.
Kloramfenikol juga dapat menghambat sintesis protein mitokondria sel mamalia disebabkan
ribosom mitokondria mirip dengan ribosom bakteri.
RESISTENSI
Secara invivo resistensi bakteri gram terhadap kloramfenikol disebabkan adanya plasmid
khusus yang didapat pada konyugasi .
Pada Mikroorganisme ini ada asetil transferase khusus yang menginaktivasi obat dengan
menggunakan asetil koenzim A sebagai donor gugus asetil.
Kloramfenikol yang terasetilasi tidak dapat berikatan dengan ribosom.
H.influezae yang resisten terhadap kloramfenikol mengandung faktor resisten yang dapat
dipindahkan ke E.coli dan galur H.influenzae lainnya.
Hilangnya sensitivitas (resistensi) terhadap kloramfenikol disebabkan;

degradasi enzimatik,

menurunnya permeabilitas
Pseudomonas)

mutasi ribosom.

Resistensi terhadap kloramfenikol relatif sedikit dan berlangsung lambat.

dinding

mikroorganisme

seperti

pada

E.coli dan

FARMAKOKINETIK
Absorpsi.
Kloramfenikol diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral
Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 2 jam.
Kloramfenikol palmitat atau stearat dihidrolisis menjadi kloramfenikol oleh lipase pankreas
dalam duodenum.

Ketersediaan hayati kloramfenikol lebih besar dari pada bentuk esternya, karena hidrolisis
esternya tidak sempurna.
Pemakaian parenteral digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis di jaringan
menjadi kloramfenikol.
Pemberian i.m sulit diabsorpsi shg tidak dianjurkan.
Pemberian i.v kadar maksimum kloramfenikol aktif sama seperti pada pemberian oral.
Distribusi.
Distribusinya luas.
Kadarnya dalam cairan serebrospinal 60%, kadar dalam plasma 45 90%.
Kloramfenikol ditemukan dalam:

empedu,

ASI ,

melewati sawar plasenta,

cairan mata.

Ekskresi.
Kloramfenikol dan metabolitnya diekskresi melalui urin dengan cara filtrasi glomerulus dan
sekresi.
Dalam waktu 24 jam 75-90% dosis oral diekskresi dalam bentuk metabolit dan 5-10% dalam
bentuk asal.
Waktu paruh pada orang dewasa kira-kira 4 jam.
Pada pasien yang mengalami gangguan hati waktu paruh lebih panjang menjadi 5-6 jam karena
metabolismenya terlambat.
Pada pasien gagal ginjal waktu paruh koramfenikol tidak berubah tetapi metabolitnya
mengalami akumulasi.

KLORAMFENIKOL

1.

Farmakodinamik

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat


sisntesis protein bakteri pada tingkat ribosom. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50S.
Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul tRNA yang
bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Kegagalanaminoacyl untuk menyatu
dengan baik pada situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl
transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer ke asam
amino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadangkadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Kloramfenikol emiliki spektrum luas.
Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi Salmonella spp, Clamydia, Haemophillus, D.
pneumoniae, S. pyogens, S. viridans, Neisseria, Bacillus spp, C. diphtheriae, Mycoplasma,
Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman anaerob.

2.

Farmakokinetik

Setelah pemberian kloramfenikol melalui mata, absorpsi obat melalui kornea dan konjunctiva,
selanjutnya menuju humor aquos. Absorpsi terjadi lebih cepat bila kornea mengalami infeksi
atau trauma. Absorpsi sistemik dapat terjadi melalui saluran nasolakrimal. Jalur ekskresi
kloramfenikol utamanya melalui urin. Obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorpsi,
metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak
dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat. Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik
sekali, kecuali ke dalam empedu. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak
90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan
secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal,
terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10% secara utuh.

3.

Penggunaan Klinik

Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata yang disebabkan oleh bakteri, blepharitis, post operasi
katarak, konjungtivitis bernanah, traumatik keratitis, trakoma dan ulceratif keratitis.
Kontraindikasi
Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol. Pasien neonatus.
Interaksi Obat

Dapat menghambat respon terhadap terapi vitamin B12 atau asam folat.
Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi
hipersensitivitas dan inflamasi termasuk mata merah, dan edema. Neuritis optikus, penglihatan
kabur selama beberapa menit setelah penggunaan. Pada terapi jangka panjang ditemukan kasus
anemia aplastik.
Sediaan
Tetes mata kloramfenikol 1 %; botol 5 mL.
Salep mata kloramfenikol 1 % (10mg/g); tube 5 g.
Dosis
Tetes mata 1-2 tetes atau sedikit salep mata setiap 3-6 jam.

Anda mungkin juga menyukai