Anda di halaman 1dari 30

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERIKANAN

ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRIALISASI PERIKANAN


TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Disusun Oleh :
1. Agung Sony Baskoro
2. Ersal Syahreza
3. Bayu April Handogo

135080407111014
135080407113002
135080407113003

PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Taufik
serta Hidayah-NYa sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai
pengganti ujian tengah semester, dalam bentuk maupun isinya yang sederhana. Tak lupa
kami ucapkan terimakasih kepada
1

Dr.Ir. Ismadi, Ms selaku Dosen Pengampu matakuliah Kebijakan


Pembangunan Perikanan

Orang tua kami yang selalu mendukung dan memberikan doa untuk
kami.

Teman kami yang memberikan bantuan dan motivasi dalam penyusunan


makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sebagai buku panduan ataupun
pengetahuan tentang kebijakan industrialisasi perikan Indonesia

Makalah ini masih

banyak kekurangan karena ilmu dan pengetahuan yang kami miliki dan peroleh sangatlah
terbatas. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan.

Malang, 30 Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................3
2.1 Definisi.............................................................................3
2.2 Kebijakan Industrialisasi Perikanan.............................................3
2.3 Masalah-masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia..........................5
2.4 Prinsip-prinsip Industrialisasi Perikanan.......................................6
2.5 Hambatan Kebijakan Industrialisasi Perikanan................................8
2.6 Strategi Kebijakan Industrialisasi Periakan...................................12
BAB III PEMBAHASAN..............................................................14
3.1 Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2014.....................14
3.2 Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan PDB
Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 20092014.................................16
3.3 Pertumbuhan PDB Tahun 2010-2014..........................................17
3.4 Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 2014 17
3.5 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 2014....18
3.6 Nilai Ekspor Produk Perikanan................................................19
3.7 Analisis Pengaruh Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia...................................................19
BAB IV PENUTUP....................................................................22
4.1 Kesimpulan......................................................................22
4.2 Saran.............................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................23

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kelautan selama tiga dasa warsa terakhir selalu diposisikan
sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) dalam pembangunan ekonomi
nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefinisikan sebagai
sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim,
perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan, bukan menjadi arus
utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan ekonomi Nasional. Kondisi
ini menjadi ironis mengingat hampir 75 % wilayah Indonesia merupakan lautan
dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis
yang penting yakni Lautan Pasifik dan Lautan Hindia- sebuah kawasan paling
dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik. Sehingga secara
ekonomi-politis sangat logis jika bidang kelautan dijadikan tumpuan dalam
pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto).
Dengan demikian secara ekonomi dalam konteks makro pada tataran
kebijakan pembangunan nasional, sudah selayaknya bidang kelautan menjadi arus
utama dalam kebijakan ekonomi nasional. Sedangkan, secara politik semangat
menjadikan sektor kelautan sebagai basis ekonomi nasional harus didukung oleh
visi dan konsensus bersama semua pengambil kebijakan di negeri ini baik pada
tataran eksekutif (termasuk militer dan polisi), legislatif, yudikatif serta didukung
oleh segenap komponen bangsa

Indonesia. Dengan demikian untuk

Pembangunan Kelautan diperlukan national ocean development policy (NODEP)


dengan didukung oleh tiga pilar pembangunan kelautan yaitu kebijakan kelautan
nasional (National Ocean Policy-NOP), kebijakan ekonomi kelautan nasional
(national ocean economic policy - NOEP) dan pemerintahan kelautan nasional
(national ocean governance - NOG) yang komprehensif memandang laut sebagai
pemersatu wilayah, kesatuan politik dan ekonomi (Kusumastanto).
Pilar Pembangunan Kelautan

tersebut merupakan kebijakan-kebijakan

dalam rangka mendayagunakan dan memfungsikan laut secara bijaksanaan yang

didukung oleh pemanfaatan daratan untuk kepentingan publik dalam rangka


memaksimalkan

kesejahteraan

masyarakat

(maximize

social

well-being).

Kebijakan pembangunan Kelautan Nasional (NODEP) sebagai kebijakankebijakan yang dibuat oleh policy makers dalam mendayagunakan sumberdaya
kelautan secara bijaksana yang didukung pilar-pilar ekonomi sumberdaya daratan
yang

tangguh

untuk

kepentingan

publik

dalam

rangka

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (social well being). NODEP merupakan payung bagi


pembangunan Indonesia yang terintegrasi antara pembangunan lautan dan daratan
secara bijaksana dengan sasaran utama adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kecil yang harus mendapat perhatian
utama (Kusumastanto).
Berdasarkan hal tersebut dari kelompok kami ingin menyusun makalah
dengan judul Analisis Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana

pengaruh

kebijakan

industrialisasi

Perikanan

dengan

industrialisasi

perikanan

dengan

pertumbuhan ekonomi indonesia ?


1.3 Tujuan
1. Mengetahui

pengaruh

kebijakan

pertumbuhan ekonomi indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi
kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluangpeluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja
dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya
masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi (Winarno,Budi,2002)
Pembangunan nasional Indonesia adalah paradigma Pembangunan yang
terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya. Dari amanat tersebut disadari bahwa
pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu
penjelmaan pula dari proses perubahan politik, sosial, dan budaya yang meliputi
bangsa, didalam kebulatannya. Pembangunan Nasional merupakan cerminan
kehendak terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia secara adil dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat
dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu
negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan


pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi
keberhasilan pembangunan ekonomi.
2.2 Kebijakan Industrialisasi Perikanan
Dalam rangka mewujudkan visi baru untuk menjadi produsen perikanan
terbesar pada tahun 2015, sejak akhir tahun 2009 Kementerian Kelautan dan
Perikanan telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi ikan sebesar 353%.
Untuk itu pengkajian dan perumusan strategi yang tepat merupakan langkah yang
bijak agar terjadi sinergi antar berbagai pihak terkait sehingga peningkatan
produksi dapat tercapai secara efektif dan efisien tanpa harus mengeksploitasi
sumberdaya secara berlebihan (Ahmad Poernomo, 2011).
Tidak dapat dipungkiri bahwa perikanan tangkap baik di laut maupun
perairan umum merupakan salah satu jalan yang paling mudah dan relatif murah
untuk meningkatkan produksi perikanan, karena pada dasarnya perikanan tangkap
bersifat perburuan, dan hanya memerlukan biaya modal untuk menangkap ikan.
Akan tetapi ada permasalahan besar yang dihadapi yaitu adanya dugaan telah
banyak berkurangnya stok sumberdaya ikan, tidak saja di Indonesia, tetapi di
seluruh dunia sehingga potensi yang masih terbuka sepenuhnya hanyalah spesies
laut dalam, yang tentu saja ini memerlukan teknologi dan biaya yang sangat
tinggi. Selebihnya, diperlukan kehati-hatian dalam hal jenis dan lokasi untuk
melakukan eksploitasi sumberdaya ikan (Ahmad Poernomo, 2011).
Peluang berikutnya tentu berada pada perikanan budidaya, mengingat
Indonesia masih memiliki potensi lahan budidaya yang cukup besar, yang saat ini
belum digarap secara optimal. Namun ada juga permasalahan yang dihadapi
sektor ini antara lain mahalnya biaya untuk pembelian pakan ikan dan
ketersediaan bahan baku pakan, terutama tepung ikan. Pada perikanan budidaya,
biaya pakan adalah yang terbesar, yaitu mencapai 80% pada budidaya lele dan
70% pada budidaya ikan mas (Nugroho, 2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011),
bahkan mencapai lebih dari 89% untuk budidaya patin di Jambi (Koeshendrajana,
2010) dalam (Ahmad Poernomo, 2011). Permasalahan lain yang tidak kalah

pentingnya adalah masih kurangnya penguasaan teknologi pembenihan, teknologi


budidaya, dan penanggulangan penyakit, serta pengelolaan lingkungan budidaya.
Di samping itu, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya masih harus
menghadapi masalah sosial berupa pencurian dan perampokan ikan. Alternatif lain
untuk meningkatkan produksi ikan, dapat juga dilakukan dengan mereduksi susut
hasil setelah ikan ditangkap. Bila dilakukan dengan baik, reduksi susut hasil dapat
berfungsi ganda, pertama mengurangi jumlah (volume) produksi ikan yang
ditangkap dan kedua meningkatkan nilai (value) dengan cara mempertahankan
mutu kesegaran ikan. Peningkatan jumlah tangkapan tanpa mempertimbangkan
susut hasil fisik maupun susut nilai ekonomis (karena kerusakan mutu ikan)
adalah suatu pemborosan yang sia-sia. Peningkatan nilai ekonomis bahkan dapat
diupayakan dengan melakukan pengolahan

ikan,

karena nilai tambah yang

diperoleh melalui pengolahan primer, sekunder, atau tersier dapat mencapai 250%
(Sutjiamidjaja & Sutjiamidjaja, 1999) dalam (Ahmad Poernomo, 2011).
Peningkatan produksi juga dapat diperoleh bila penangkapan ilegal, tidak
terdaftar, dan melanggar peraturan (IUU fishing) dapat diatasi.
Bila semua peluang tersebut di atas dapat dimanfaatkan, maka baik
perikanan tangkap, budidaya, maupun pengolahan akan beroperasi pada skala
besar. Berbicara pada tataran produksi skala besar, mau tidak mau pertimbangan
masalah bisnis harus dipikirkan, karena sangat terkait dengan globalisasi
perdagangan yang tentu saja tidak dapat dihindari. Untuk itu industrialisasi
perikanan perlu digalakkan karena industrialisasi adalah bentuk yang tepat untuk
mengelola perikanan secara bisnis (Ahmad Poernomo, 2011).
Di Indonesia, pengaturan terkait pengembangan industri telah dilakukan
oleh Pemerintah, antara lain melalui PP 17 tahun 1986 tentang kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri, serta PP 13 tahun 1995
tentang kewajibkan IUI/TDI untuk industri, yang diserahkan kepada Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (saat itu). Selanjutnya, Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan nomor 589 tahun 1999 telah mengatur jenis-jenis
industri yang masuk dalam kewenangan pembinaan oleh Menteri Perindustrian

dan Perdagangan. Dalam (Ahmad Poernomo, 2011) Untuk komoditi perikanan,


industri yang termasuk dalam Keputusan Menteri tersebut adalah:
1. Industri pengalengan ikan dan biota perairan lain
2. Industri pengasapan ikan dan biota perairan lain
3. Industri pembekuan ikan dan biota perairan lain (dikecualikan
pembekuan ikan di laut)
4. Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lain.
2.3 Masalah-masalah Kelautan dan Perikanan Indonesia
Permasalahan yang terjadi pada sumberdaya alam termasuk di dalamnya
adalah sumberdaya ikan (SDI) jika dilihat dari segi ekonomi terbagi menjadi dua
hal, yaitu:
1. Tidak tersedianya sistem hak kepemilikan atas sumberdaya perairan
2. Tidak tersedianya informasi detail mengenai sumberdaya ikan
Solusi yang dapat diberikan untuk kedua masalah tersebut adalah:
1. Sistem kuota yang dapat diperjualbelikan
Sistem ini dianggap mampu mengatasi ketidaktersedianya kepemilikan
atas sumberdaya ikan. Dengan diperjualbelikannya kuota tangkap
memiliki fungsi kepemilikan dan tanggung jawab atas keberlangsungan
SDI sejumlah kuota tersebut.
2. Pajak
Pajak dikenakan jika kepemilikan sumberdaya dipegang oleh Negara. Jika
ada orang/kelompok yang ingin memanfaatkan sumberdaya tersebut maka
dikenakan sejumlah uang sebagai kompensasi pengelolaan kelestarian
sumberdaya tersebut.
3. Subsidi

Subsidi oleh Pemerintah/Negara diberikan jika sumberdaya perikanan


mengalami penipisan stok. Maka peran dari pemerintahlah untuk
mengusahakan agar kegiatan ekonomi perikanan dapat terus berjalan.
4. Pembayaran untuk layanan ekologis
Sumberdaya tidak hanya berfungsi sebagai konsumsi manusia, ada
kalanya memiliki fungsi ekologis yang sangat penting untuk keberlanjutan
sumberdaya tersebut di masa yang akan datang. Terkadang fungsi ekologis
ini tidak Dalam rangka pengelolaan sumberdaya dibutuhkan dana yang tid
Berdasarkan hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan, masalah
lingkungan muncul ketika alokasi sumberdaya tidak efisien. Konsep
sistem hak kepemilikan atas sumberdaya merupakan jalan paling efektif
untuk memahami mengapa asset dapat dinilai lebih rendah dari yang
seharusnya oleh pasar dan kebijakan pemerintah
2.4 Prinsip-prinsip Industrialisasi Perikanan
a. Modernisasi dan Pengembangan Produk Bernilai Tambah
Kemajuan sektor perikanan dapat dipercepat dengan modernisasi
sistem produksi yang mampu meningkatkan produk bernilai tambah
berkualitas tinggi. Secara teoritis modernisasi yang terjadi melalui
kapitalisasi (peningkatan arus modal dan teknologi), akan berpengaruh
terhadap perubahan struktur sosial masyarakat. Peningkatan kebutuhan
spesialisasi pekerjaan atau tumbuhnya pekerjaan-pekerjaan baru dengan
posisi baru dalam struktur sosial masyarakat akan memainkan perananperanan sosial tertentu sesuai dengan tuntutan statusnya. Struktur-strukrur
yang baru ini membawa sejumlah implikasi (Mandala Harefa). Biersted
(1970) dalam mandala harefa mengemukakan tiga pokok pemikiran
berkaitan dengan hal tersebut, yaitu (1) pembagian kerja merupakan wujud
adanya bentuk pelapisan atau stratifikasi sosial dalam masyarakat; (2)
pembagian kerja menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang
berbeda; dan (3) pembagian kerja sebagai fungsi dari besar kecilnya ukuran

masyarakat, semakin besar ukuran masyarakat, pembagian kerja pun


semakin nyata. Berdasarkan proposisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
stratifikasi sosial masyarakat dapat berubah setelah adanya modernisasi.
Pada tingkatan analisis mikro, kehadiran modernisasi perikanan
melalui berbagai bentuk inovasi teknologi menciptakan konfigurasi cara
produksi (mode of production) dalam formasi sosial (social formation)
dalam masyarakat, berupa hadirnya dua atau lebih cara produksi secara
bersamaan dan salah satu cara produksi mendominasi cara lainnya
(Budiman, 1995) dalam (Mandala Harefa). Konsep pokok cara produksi
atau cara berproduksi (mode of production) terdiri dari kekuatan produksi
berupa gabungan dari alat produksi (means of production) dan hubunganhubungan produksi (relation of production). Salah satu kasus yang diteliti
oleh Khan (1975) dalam (Mandala Harefa), tentang kehadiran lebih dari
dua mode of production pada satu masyarakat yang sama tentang pengrajin
logam menyimpulkan bahwa cara produksi dikalangan peasantakan
berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkup sosial yang lebih besar,
bervariasi mengikuti a particular set of historical conditions; maka
bervariasi mengikuti interaksi dengan cara produksi lain yang peredarannya
lebih dominan. Sementara Taylor (1979) (Mandala Harefa), menegaskan
bahwa formasi sosial yang terbentuk akan mengalami suatu artikulasi cara
produksi

dalam

arti

terjadinya

koeksistensi

ciri

kapitalisme

dan

prakapitalisme yang dipengaruhi oleh suatu konteks budaya berdasarkan


karakteristik daerah atau wilayah.
b. Integrasi Sistem Produksi Hulu dan Hilir Berorientasi Pasar dan
Kemitraan Usaha
Agar kuat, berkualitas dan kompetitif industrialisasi perikanan akan
diikuti dengan penguatan struktur industri, yaitu peningkatan jumlah dan
kualitas industri perikanan dan pembinaan hubungan antar entitas sesama
industri, industri hilir dan hulu, industri besar, menengah dan kecil, serta
hubungan antara industri dengan konsumen pada semua tahapan value
chain.
8

c. Berbasis Wilayah dan Sistem Manajemen Kawasan


Kebijakan industrialisasi perikanan dilaksanakan berbasis wilayah
dan sistem manajemen kawasan, yaitu berdasarkan pada distribusi
sumberdaya alam di wilayah-wilayah potensial dan dengan sistem
manajemen sentra-sentra produksi potensial dan sesuai dengan prospek
pertumbuhannya di masa depan.
d. Berkelanjutan
Industrialisasi perikanan akan dilaksanakan sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu keseimbangan antara pemanfaatan
sumberdaya alam dan perlindungan lingkungan berjangka panjang
e. Transformasi Sosial
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat mendorong
perubahan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri yang modern,
melalui perubahan cara berfikir perilaku masyarakat sesuai karakteristik
masyarakat industri.
2.5 Hambatan Kebijakan Industrialisasi Perikanan
a. Bahan Baku
Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia merupakan yang
terbesar kelima di dunia, yaitu 220 juta jiwa dan, 60% diantaranya hidup
dan bermukim di sekitar wilayah pesisir. Sebagian besar diantaranya
menggantungkan kehidupannya kepada keberadaan sumber daya alam
pesisir dan lautan. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar
kegiatan dan aktivitas sehari-harinya selalu berkaitan dengan keberadaan
sumberdaya di sekitarnya.
Konsekuensi dari semua hal itu adalah sumber daya pesisir dan laut
semakin banyak dieksploitasi, mulai dengan menggunakan teknologi yang
paling sederhana sampai teknologi moderen. Fenomena ini memberikan

indikasi bahwa semakin tinggi tingkat penggunaan teknologi eksploitasi,


maka

semakin

besar

tekanan

terhadap

keberadaan

sumberdaya

tersebut. Bahkan tidaklah mengherankan bilamana tingkat teknologi yang


digunakan sangat ekstraktif dan cenderung destruktif, maka hal ini akan
menjadi ancaman yang sangat signifikan bagi keberlangsungnan sumber
daya pesisir dan laut Indonesia.
Sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang luas ini telah
menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk, secara langsung dan
tidak langsung berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya laut, khususnya
mereka yang bermukim di wilayah pantai.
Oleh karena rendahnya kemampuan untuk mengontrol produksi
maupun harga produksi, masyarakat nelayan memiliki tingkat sosial
ekonomi rendah. Usahanya yang berskala kecil, sederhana, dan tradisional
lebih banyak mengarah pada aspek sosial budaya dibandingkan dengan
aspek ekonominya. Kecuali itu, mereka hanya monoton terikat pada
pekerjaan menangkap ikan di laut. Demikian pula, pola-pola pekerjaan
sebagai nelayan membatasi aktivitas ke sektor pekerjaan lain yang pada
gilirannya mempengaruhi pendapatan dan pengeluaran rumah tangganya.
b. Infrastruktur
Armada penangkapan didominasi oleh nelayan kecil dan kapal tanpa
motor/motor <5 GT (89,45% dari total armada tangkap Indonesia,
Pelabuhan Sebaran pelabuhan tidak merata pada daerah fishing ground (ii)
Pengelolaan pelabuhan perikanan belum berjalan baik : sistem informasi
dan manajemen operasional pelabuhan perikanan masih belum optimal dan
belum profesional, kualitas pendataan, peningkatan kualitas SDM dan
kelembagaan pengelolaan pelabuhan; (iii) pelabuhan yang idle tidak
termanfaatan dengan baik; (iv) Konektivitas antarpelabuhan belum berjalan
dengan baik. Masih terbatasnya lahan yang dipakai untuk kegiatan
budidaya, dibandingkan potensi terdata (6,28% dari total potensi lahan).
Keterbatasan pengembangan budidaya laut (marikultur dan budidaya air

10

payau) dibanding potensinya. Lemahnya akses permodalan, akses pasar, dll


dalam rangka pengembangan usaha (Kusnadi).
c. Teknologi
Teknologi, dimana industri perikanan indonesia saat ini sudah
dikelola dengan menggunakan terutama teknologi yang sederhana dan
madya, dan sebagian menggunakan teknologi maju. Pada kenyataanya
penggunaan teknologi sesuai dengan trend teknologi perikanan dunia,
teknologi perikanan indonesia, yang diantisipasi oleh dunia usaha sesuai
dengan kapasitas yang dimiliki, faktor ekonomi teknologi, sehingga
walaupun lambat para pelaku usaha mengadopsi kemajuan-kemajuan
teknologi (Kusndi).
d. Permodalan
Kondisi

keterbatasan

sosial

dan

kemiskinan

yang

diderita

masyarakat nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktorfaktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan,
keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal, kurangnya akses,
dan jaringan perdagangan ikan yang cenderung eksploitatif terhadap
nelayan sebagai produsen, serta dampak negatif modernisasi perikanan yang
mendorong terkurasnya sumber daya laut secara cepat dan berlebihan, serta
terbatasnya peluang dan kesempatan nelayan untuk melakukan diverisifikasi
pekerjaan, terutama diluar kegiatan pencarian ikan di laut (Kusndi).
Beberapa studi memperlihatkan bahwa di kalangan masyarakat
nelayan telah berkembang berbagai strategi untuk mempertahankan
kelangsungan hidup, diantaranya adalah adanya pranata-pranata tradisional
sebagai tindakan kolektif yang secara efektif dapat dipakai sebagai strategi
untuk mengatasi kesulitan hidup, seperti pembentukan kelompok simpan
pinjam dan arisan. Aktivitas ini sangat sederhana, fleksibel, dan adaptif
terhadap kondisi-kondisi sosial-ekonomi, serta sesuai dengan kondisi
masyarakat nelayan, terutama yang kurang mampu (Sulistyo dan Rejeki,

11

1994: 113-135; Kusnadi, 1997: 7-8). Strategi lain adalah dengan melakukan
diversifikasi pekerjaan, baik pekerjaan-pekerjaan yang masih berkait dengan
kegiatan kenelayanan atau pencarian ikan di laut, maupun kegiatan di luar
sektor kenelayanan, seperti bertani, berkebun, penjual jasa, tukang becak,
buruh bangunan, dll.
e. Budaya
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan
berkembang di wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi
sosial masyarakat di kawasan pesisir, masyarakat nelayan merupakan
bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa tidak
semua

desa-desa

di

kawasan

pesisir

memiliki

penduduk

yang

bermatapencaharian sebagai nelayan Walaupun demikian, di desa-desa


pesisir yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai
nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan nelayan
berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat
pesisir secara keseluruhan (Ginkel, 2007) dalam (Kusndi). Baik nelayan,
petambak, maupun pembudidaya perairan merupakan kelompok-kelompok
sosial yang langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya
pesisir dan kelautan (Kusndi).
Dengan memperhatikan struktur sumber daya ekonomi lingkungan
yang menjadi basis kelangsungan hidup dan sebagai satuan sosial,
masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan yang berbeda dengan
satuan-satuan sosial lainnya, seperti petani di dataran rendah, peladang di
lahan kering dan dataran tinggi, kelompok masyarakat di sekitar hutan,
dan satuan sosial lainnya yang hidup di daerah perkotaan (Kusnadi).
Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan
atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai pedoman kehidupan,
referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk
menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di
lingkungannya (Keesing, 1989:68-69) dalam (Kusnadi). Setiap gagasan
12

dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan


masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang
tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan survival
masyarakat

atau

penyesuaian

diri

individu

terhadap

lingkungan

kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga


masyarakat, isi kebudayaan adalah rumusan dari tujuan-tujuan dan caracara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, yang disepakati secara
sosial (Kluckhon, 1984:85, 91) dalam (Kusnadi).
Perspektif

antropologis

untuk

memahami

eksistensi

suatu

masyarakat bertitik tolak dan berorientasi pada hasil hubungan dialektika


antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Karena itu, dalam
beragam lingkungan yang melingkupi kehidupan manusia, satuan sosial
yang terbentuk melalui proses demikian akan menmpilkan karakteristik
budaya yang berbeda-beda. Dengan demikian, sebagai upaya memahami
masyarakat nelayan, khususnya di Provinsi Jawa Tengah, berikut ini akan
dideskripsikan beberapa aspek antropologis yang dipandang penting
sebagai pembangun identitas kebudayaan masyarakat nelayan, seperti
sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola eksploitasi sumber daya
perikanan, dan kepemimpinan sosial (Kusnadi).
2.6 Strategi Kebijakan Industrialisasi Periakan
Strategi Utama Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kebijakan, visi, dan
misi Kementerian Kelautan dan Perikanan diimplementasikan dengan strategi
utama sebagai berikut:

1. memperkuat kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) secara


terintegrasi;

2. mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan;


3. meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan; dan
4.

memperluas akses pasar domestik dan internasional.


13

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pencapaian Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2014

14

Tabel 1.1

15

1. Pertumbuhan PDB perikanan


PDB nasional atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.607 triliun
pada triwulan IV-2014 atau mengalami penurunan sebesar 0,59%
dibandingkan triwulan III-2014. Sejalan dengan PDB nasional atas dasar
harga berlaku, PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan IV-2014
juga mengalami penurunan sebesar 1,41% dibandingkan triwulan
sebelumnya atau sebesar Rp734,6 triliun. Untuk pertumbuhan PDB
Perikanan dari tahun ke tahun selalu meningkat, hal tersebut
menggambarkan bahwa kemampuan sumber daya perikanan sebagai
andalan dalam perekonomian nasional.
PDB Nasional memiliki kecenderungan mengalami penurunan
sedangkan PDB Perikanan Pertumbuhan sektor perikanan pada triwulan
IV-2014 tumbuh sebesar 8,11% dibandingkan triwulan III-2014 sebesar
6,51%. Pertumbuhan ini lebih besar daripada pertumbuhan sektor
kelompok pertanian triwulan IV-2014 sebesar 2,58% dan pertumbuhan
nasional triwulan IV-2014 sebesar 5,03%. Pertumbuhan ini menunjukkan
adanya peningkatan daya beli (purchasing power) dari para pelaku sektor
kelautan dan perikanan dibandingkan sektor kelompok pertanian dan
nasional.

16

PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga
konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan
I, triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan
triwulan IV menunjukkan penurunan. Penurunan pada setiap triwulan IV
rata-rata sebesar -2,2% persen dari tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini
disebabkan adanya faktor musiman pada sektor sektor kelompok pertanian
terutama subsektor tanaman bahan makan dan tanaman perkebunan
bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah melewati masa
panen pada triwulan III. Gambar 3.6. menunjukan pertumbuhan sektor
perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari
pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar
5,1%.
3.2 Laju Pertumbuhan PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 dan
PDB Perikanan Atas Harga Konstan Tahun 20092014
Tabel 1.2

Triwulan IV-2014 kinerja sektor perikanan mengalami pertumbuhan


sebesar 8,11% hampir mendekati kinerja triwulan yang sama tahun yang lalu
sebesar 8,15%. Pertumbuhan PDB Perikanan tahun 2014 tidak melebihi

17

pertumbuhan pada tahun 2013, yang dapat disebabkan oleh beberapa komponen
seperti tingkat konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor
dan impor.
Pertumbuhan sektor perikanan ini disebabkan oleh peningkatan produksi
perikanan tangkap dan perikanan budidaya tahun 2014. Produksi perikanan
tangkap tahun 2014 (angka sementara) meningkat sebesar 1,28% atau sebesar
5,78 juta ton sedangkan produksi perikanan budidaya tahun 2014 (angka
sementara triwulan III) mencapai 9,53 juta ton. Komoditas perikanan tangkap
seperti tuna mengalami peningkatan sebesar 1,68% (310 ribu ton) dibandingkan
tahun 2013, cakalang meningkat sebesar 0,75% (484 ribu ton), tongkol meningkat
sebesar 0,69% (454 ribu ton), dan udang meningkat sebesar 1,62% (255 ribu ton).
3.3 Pertumbuhan PDB Tahun 2010-2014
Tabel 1.3

Terdapat perubahan target PDB sebagaimana tersebut dalam Renstra KKP


2010-2014 sebesar 7,27 menjadi 7,00 sesuai Tapja 2014 No. 580/MENKP/X/2014.

Perubahan

target

tersebut

dilakukan

karena

melambatnya

perekonomian dunia global, penurunan target PDB Perikanan disebabkan pula


oleh adanya penghematan anggaran seluruh Satuan Kerja lingkup KKP yang
berdampak pada pengurangan upaya-upaya (kegiatan) pencapaian IKU PDB
Perikanan. Alasan lain adalah kegiatan perikanan masih sangat di pengaruhi oleh
kondisi cuaca dan iklim sehingga aktivitas usaha tidak dapat berlangsung
sepanjang waktu sehingga mempengaruhi pertumbuhan sektor perikanan
Indonesia.
3.4 Perkembangan Nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010
2014

18

Tabel 1.4

PDB Nasional atas harga berlaku maupun PDB Nasional atas harga
konstan 2000 tahun 2014 menunjukkan adanya faktor musiman. Triwulan I,
triwulan II dan triwulan III menunjukkan pertumbuhan sedangkan triwulan IV
menunjukkan penurunan.
Penurunan pada setiap triwulan IV rata-rata sebesar -2,2% persen dari
tahun 2000 hingga 2014. Penurunan ini disebabkan adanya faktor musiman pada
sektor sektor kelompok pertanian terutama subsektor tanaman bahan makan dan
tanaman perkebunan bahkan beberapa komoditas tanaman bahan makan telah
melewati masa panen pada triwulan III.
3.5 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2001 2014
Tabel 1.6

19

Menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar 6,96%,


pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian sebesar 3,3%
dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 lebih
tinggi dari rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2009- 2014 sebesar 6,25%, hal ini
menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan
budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
3.6 Nilai Ekspor Produk Perikanan
Tabel 1.6

Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD
5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk
perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d
November 2014 mencapai USD 4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83%
apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor
hasil perikanan s/d November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan
Desember 2014 sebesar USD 4,64 miliar (90,95% dari target).
3.7 Analisis Pengaruh Kebijakan Industrialisasi Perikanan Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Melihat data PDB dan data Ekspor Indonesia yang telah di jelaskan diatas maka
dapat dianalisa bahwa Kebijakan Industrialisasi Perikanan sangat mempengaruhi

20

Pertumbumbuhan Ekonomi Indonesia. Hampir semua sektor pada perikanan


mengalami kenaikan walaupun disetiap triwulan mengalami fluktuasi.
Tabel 1.1

Pada Tabel menunjukan pertumbuhan sektor perikanan tahun 2014 sebesar


6,96%, pertumbuhan ini lebih tinggai dari pertumbuhan kelompok pertanian
sebesar 3,3% dan PDB Nasional sebesar 5,1%. Pertumbuhan sektor perikanan
tahun 2014 lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2009- 2014 sebesar
6,25%, hal ini menunjukkan bahwa sektor perikanan baik perikanan tangkap
maupun perikanan budidaya menunjukkan potensi besar dalam pembangunan
ekonomi Indonesia.
Demikian dengan data nilai Ekspor perikanan Indonesia menunjukkan
kenaikkan dari tahun ke tahun yang di tunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 1.6

Pada tahun 2014, nilai ekspor produk perikanan ditargetkan sebesar USD
5,1 miliar. Terdapat lag 2-3 bulan dalam menghitung nilai ekspor produk
perikanan riil berdasarkan data dari BPS. Nilai ekspor produk perikanan s/d
21

November 2014 mencapai USD 4,23 miliar, atau setara dengan pencapaian 83%
apabila dibandingkan dengan target tahun 2014. Berdasarkan realisasi nilai ekspor
hasil perikanan s/d November 2014, diperkirakan capaian sampai dengan
Desember 2014 sebesar USD 4,64 miliar (90,95% dari target).

22

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari analisa diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan Industrialaisasi
Perikanan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi sektor perikanan dan
mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi belum bisa berdampak
langsung bagi pertumbuhan ekonomi nasional dikarenakan banyak sektor yang
mengalami penurunan.
Dari kebijakan industrialisasi sendiri mempunya tujuan yang menjadi landasan
untuk tercapainya sebuah industrialisasi perikanan yaitu Meningkatkan produksi,
produktivitas, dan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing
tinggi berorientasi pasar, Mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan
dan

perikanan

melalui

modernisasi

sistem

produksi

dan

manajemen,

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.


4.2 Saran
Dalam pembuatan kebijakan tentunya harus memperhatikan latar belakang
dari masyarakat kita, bahwasannya kebijakan industrialisasi perikanan ini hanya

23

mampu dijalankan bagi sang pemegang modal besar saja. Harapannya kebijakan
selanjutnya harus memperhatikan faktor financial dari masyarakat kita karena
berhubungan dengan paha ekonomi kita yaitu ekonomi kerakyatan

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER27/MEN/2012 Tentang Pedoman Umum Industrialisasi Kelautan dan
Perikanan
Abdurrahman Syahrim.2014.Kebijakan Pembangunan Perikanan.Kementrian
Kelautan dan Perikanan
Kebijakan Industrialisasi Perikanan. Kementrian Kelautan.2012
Laporan Kinerja Kementrian Kelautan dan Perikanan.Kementrian Kelautan dan
Perikanan. 2014
Poernomo, Achmad.,Heruwati, Endang Sri. Industrialisasi Perikanan Suatu
Tantangan Untuk Perubahan. Squalen Vol. 6 No.3, Desember 2011.
Harefa, Mandala.Kebijakan Pembangunan dan Kesenjangan Ekonomi Antar
Wilayah. Periset Ekonomi Kebijakan Publik pada Pusat Pengkajian
Pengolahan

data

dan

Informasi

Sekretarian

Jenderal

DPR

RI.

http://www.bappenas.go.id/get-fileserver/node/8426/.

24

Kusnadi.

2014.

Kebudayaan

Masyarakat

Nelayan.

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/2014/09/22/kebudaya
an-masyarakat-nelayan/
Kusumastanto, Tridoyo. Urgensi Natioanal Ocean Development Policy Nodep
Bagi Negara Kepulauan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Institut Pertanian Bogor
Budi Winarno. (2004). Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta, Medpress

25

Anda mungkin juga menyukai