Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

EFEK CUCI HIDUNG SAAT WUDHU


TERHADAP FUNGSI HIDUNG
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing:
DR.dr. Iwan Setiawan, Sp.THT-KL

Diajukan Oleh:
Rizma Alfiani Rachmi, S. Ked ( J510155024 )
Sandhya Putri Arisanti, S.Ked ( J510155022 )
Najib Rofii, S.Ked ( J510155016)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015

REFERAT
EFEK CUCI HIDUNG SAAT WUDHU
TERHADAP FUNGSI HIDUNG
Diajukan Oleh :
Rizma Alfiani Rachmi

J510155024

Sandhya Putri Arisanti

J510155022

Najib Rofii

J510155016

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari

,tanggal

Pembimbing
DR.dr. Iwan Setiawan, Sp.THT-KL

(.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr.Dona Dewi Nirlawati

(.................................)

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I.PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A.Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
B.Rumusan Masalah........................................................................................... 2
C.Tujuan.............................................................................................................. 2
D.Manfaat............................................................................................................ 2
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
A. Cuci Hidung................................................................................................... 1
1. Definisi Cuci Hidung............................................................................. 1
2.Tata Cara cuci hidung............................................................................. 2
3.Manfaat Cuci Hidung ............................................................................ 2
4.Efek Samping Cuci Hidung.................................................................... 2
B. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Hidung......................................................
1. Anatomi Hidung.................................................................................... 1
2..Fisologi Hidung..................................................................................... 2
3.. Histologi Hidung ................................................................................. 2
C. Hubungan Cuci Hidung Saat Wudhu Terhadap Fungsi Hidung....................

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah

Sebagai muslim, kita diwajibkan untuk shalat 5 waktu. Untuk memenuhi


syarat sah shalat adalah salah satunya dengan cara berwudhu. Salah satu gerakan
berwudhu ialah membasuh hidung. Dalam ajaran islam, cara membasuh hidung
pada saat berwudhu ialah dengan membasuh hidung dengan air pada bagian luar
dan hidung bagian dalam dengan cara menghirup air ke dalam hidung lalu
membuangnya kembali dilakukan sebanyak 3 kali.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,












Jika salah seorang dari kalian berwudhu maka hendaknya dia menghirup air ke
hidung lalu mengeluarkannya. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu).
Orang yang berwudhu secara kontinyu, maka hidung
mereka bersih dan bebas dari debu, bakteri dan mikroba. Lubang
hidung merupakan tempat yang rentan dihinggapi mikroba dan
virus, tetapi dengan membasuh hidung secara kontinyu dan
melakukan

instinsyaaq

(memasukkan

air

kedalam

hidung

kemudian mengeluarkannya ketika berwudhu), maka lubang


hidung menjadi bersih dan terbebas dari radang dan bakteri.
Secara medis, cuci hidung salah satunya berguna untuk mengelurkan
produksi mukus yang berlebihan. Produksi mukus berlebih ini dapat disebabkan
karena adanya kerusakan sistem transportasi mukosiliar yang menyebabkan
terkumpulnya mukus. Beberapa protein dapat ditemukan pada mukus di hidung
meliputi sel mediator inflamasi yang dimana cuci hidung akan mengurangi
inflamasi tersebut melalui pembuangan mukus. Sehingga, hal ini dapat
meningkatkan sistem pembersihan mukosiliar dan dapat menghilangkan ketebalan
mukus yang tidak dapat ditangani oleh silia ( Musa H.I ).
Dengan demikian erat kaitanya cuci hidung dengan keadaan dan
fungsional hidung. Hal ini dibuktikan pada studi penelitian yang dilakukan oleh
team dokter di Universitas Alexandria (2010), mereka mendemonstrasikan bahwa
paparan organisme dihidung enam kali lebih rendah pada orang yang rutin

membasuh hidung pada saat wudhu. Pada penelitian ini disebutkan bahwa orang
yang rutin

berwudhu dengan cara menghisap air kedalam hidung kemudian

dihembuskan keluar hanya memiliki angka 9% untuk kasus ganguan hidung.


Sedangkan pada orang yang tidak percaya atau tidak beribadah dengan berwudhu
menunjukan angka kesakitan sebesar 42% ( Bhat A.R, 2014)
Menurut sejarah, cuci hidung telah lama dilakukan sebelumnya. Pada
pengobatan barat, pembersihan hidung telah dianjurkan selama lebih dari 100
tahun. Hal ini juga telah dilakukan oleh muslim sebagai syarat untuk melakukan
Shalat dari beberapa abad yang lalu sampai dengan saat ini. Begitu juga dengan
tekhnik yoga pada orang indian purba yang telah mempraktekkan cuci hidung
yang disebut Jala Neti untuk lebih dari beberapa abad ( Heatley G.D ; Musa
H.I ).
Cuci hidung dapat menjadi terapi tambahan untuk pengobatan pada
banyak kondisi sinonasal. Penggunaannya meliputi penatalaksanaan pada
rhinosinusitis akut dan kronik, gejala hidung non spesifik, rhinitis alergi dan non
alergi, perforasi septal dan perawatan pasien post operasi ( Brown L.C )
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, referat ini ditulis untuk
mengetahui efek cuci hidung saat wudhu terhadap fungsi hidung.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat manfaat cuci hidung saat wudhu terhadap fungsi hidung?
C. Tujuan
Untuk mengetahui manfaat cuci hidung saat wudhu terhadap fungsi hidung.
D. Manfaat
Diharapkan dengan adanya penulisan referat ini, dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan kita tentang manfaat melakukan cuci hidung secara benar saat
wudhu terhadap kesehatan hidung.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Cuci Hidung
1.Definisi Cuci Hidung
Cuci hidung adalah praktek kebersihan pribadi dimana rongga hidung
dicuci menggunakan air dengan solusi yang berbeda-beda untuk mengeluarkan
kelebihan lendir dan debris dari hidung dan sinus dan untuk melembapkan

membran mukus. Hal ini dapat menjaga kesehatan hidung yang baik,
meningkatkan kualitas sinus pada kehidupan, mengurangi gejala dan mengurangi
penggunaan obat-obatan. Cuci hidung efektif sebagai terapi tambahan ( Ihsan H.
Musa ).
Cuci Hidung merupakan bagian yang penting dari wudhu , Luqait ibnu
Saborah bertanya pada Rasulullah SAW. Untuk memberitahukan padanya tentang
wudhu dan Rasulullah SAW. Menjawab '' Lakukan dengan benar dan Wudu
secara menyeluruh, mencuci antara jari-jari, dan membesar-besarkan dalam
menghirup air ke dalam hidung kecuali Anda sedang berpuasa '' (Al-Tirmidzi,
1983). Selain itu Rasulullah SAW. juga menganjurkan untuk melakukannya dua
atau tiga kali lebih (Al Ghamdi M.K).
2. Tata Cara Cuci Hidung Saat Wudhu
Selama cuci hidung saat berwudu air harus memasuki tidak hanya bagian
depan dari hidung saja tetapi juga sampai dengan sinus ethmoidalis. Selama cuci
hidung ketika berwudu, jari kelingking kiri digunakan untuk membersikan
partikel-partikel yang menempel dilubang hidung ( dr.Sabrina )
Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari shahabat
Abdullah bin Zaid yang mencontohkan wudhunya Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam: (sampai pada)















Berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air kehidung) dari satu telapak
tangan dilakukan sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah ra. berkata: Nabi Saw. Bersabda: Jika seorang
bangun dari tidurnya, lalu wudhu hendaklah ia menghirup air
kedalam

hidung

diulang

tiga

kemudian
kali,

sebab

mengeluarkannya
syaitan

(instinsyaaq)

bermalam

hidungnya.nya. (HR. Bukhari dan Muslim).

dalam

Gambar 2. Gerakan cuci hidung pada saat berwudhu

Gambar 3. Macam-macam sinus


3.Manfaat Cuci Hidung
a. Mencegah Infeksi Staphylococcus aureus
Perawatan hidung merupakan hal yang penting juga pada pengobatan
modern. Praktek cuci hidung dapat mencegah infeksi dari Staphylococcus aureus
yang dapat memiliki konsekuensi yang berat. Bagian depan dari hidung
merupakan tempat bagi S. Aureus. Musin yang berada pada permukaan hidung
menjadi tempat penting terjadinya interaksi antara protein staphylococcus dan
karbohidrat musin (Shuter et al., 1996). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
eliminasi dari musin dihidung menurunkan kejadian infeksi dari S.aureus (Chow
dan Yu, 1989;. Chatterjee et al, 2009). Cuci hidung saat wudhu dapat
membersihkan hidung dari S.aureus (AlGhamdi M.K, 2013).
b. Cuci hidung menghilangkan alergen dan bakteri sehingga mengurangi
kerusakan dari mukosa (Musa H.I, 2012)
c.Membantu fungsi dari silia (Musa H.I, 2012)
d.Mengurangi pemakaian obat bagi anak-anak dan wanita hamil (Musa
H.I, 2012)
e.Sebagai terapi tambahan.

Beberapa bahan obat-obatan dapat digunakan bersama dengan terapi cuci


hidung. Paling sering digunakan adalah antibakterial dan antijamur. Penambahan
ini terbukti mempercepat proses penyembuhan penderita (Brown L.C, 2004)
f.Lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan nebulizer
Para peneliti menemukan, adanya tekanan positiv dan tekanan negatif saat
melakukan cuci hidung lebih efektif dibanding nebulizer dalam mendistribusikan
air ke sinus ethmoidalis dan sinus maxillaris. Pada sinus sphenoidal dan sinus
frontal hanya dapat menerima air terbatas dibandingkan dengan nebulizer yang
tidak dapat menghantarkan air sama sekali ke sinus sphenoidal dan sinus
maxillaris ( Brown L.C, 2004 )
g.Mencegah agen infeksi untuk mencapai bronkhi dan paru-paru
( dr.Sabrina )
4.Efek Samping Cuci Hidung
Cuci hidung telah terbukti aman untuk dilakukan. Efek samping yang
ditimbulkan sangat kecil sekali. Beberapa efek samping yang dilaporkan, antara
lain :
1.
2.
3.
4.

Iritasi lokal
Gatal
Rasa terbakar
Otalgia ( Brown L.C, 2004)
Cuci hidung dengan air biasa mungkin sedikit tidak aman dan dapat

menjadi tidak nyaman karena mengiritasi dari membran mukus, Maka dari itu,
penganjuran untuk pemakain air garam isotonik atau hipertonik dapat menjadi
pilihan, Karena air yang mengandung garam akan sesuai dengan tonisitas dari sel
tubuh dan darah. Untuk alasan yang sama, air hangat lebih dipilih dibandingkan
air yang dingin, karena selain dapat mengaktifkan reflek muntah, air dingin dapat
mengiritasi membran mukus. Penggunaan air yang telah disterilkan atau air yang
sebelumnya telah didihkan kemudian didinginkan dibandingnya air bisa
dianjurkan.
B.Anatomi, Fisiologi dan Histologi Hidung
1. Anatomi Hidung

Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah
yaitu:
1

Pangkal Hidung (Bridge), dibentuk oleh os nasal kiri dan kanan

Dorsum nasi (batang hidung)

Puncak hidung

Ala nasi, bagian hidung yang dapat digerakkan

Kolumela; pembatas lubang hidung kanan dan kiri

Lubang hidung (nares anterior)

Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan dan menyempitkan lubang hidung.

Kerangka tulang penyusun hidung luar terdiri dari:

Os nasalis (tulang hidung)

Prosesus frontalis os maxilla

Prosesus nasalis os frontal

Kerangka tulang rawan penyusun hidung luar terdiri dari :


1

Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor)

Beberapa pasang kartilago alar minor

Tepi anterior kartilago septum

Lubang hidung dan puncak hidung dibentuk oleh kartilago ala mayor, yang
berbentuk tipis dan fleksibel. Sedangkan kolumela yang memisahkan kedua
lubang hidung dibentuk oleh tepi bawah kartilago septum.
Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas,
struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian yaitu :
1

Yang paling atas, kubah tulang yang tidak dapat digerakkan. Belahan
bawah aperture piriformis kerangka tulang saja, memisahkan hidung
luar dengan hidung dalam. Disebelah superior, struktur tulang hidung
luar berupa prosesus maxilla yang berjalan keatas dan kedua tulang
hidung semuanya disokong oleh prosesus nasalis os frontalis dan
suatu bagian lamina perpendikularis os etmoidalis. Spina nasalis
anterior merupakan prosesus maksilaris medial.

Dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan,


dibentuk oleh kartilago lateralis superior yang saling berfusi digaris
tengah dan tepi atas kartilago septum kuadrangularis.

Yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan


dan dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior.
Lobulus menutup vestibulum nasi dan dibatasi sebelah medial oleh
kolumela. Sebelah lateral oleh ala nasi dan anterosuperior oleh ujung
hidung. Mobilitas lobulus hidung penting untuk ekspresi wajah,
gerakan mengendus dan besin. Otot ekspresi wajah yang terletak

subkutan diatas tulang hidung, pipi anterior dan bibir atas menjamin
mobilitas lobulus.

Jaringan ikat subkutan dan kulit juga ikut menyokong hidung luar.
Jaringan lunak diantara hidung luar dan dalam dibatasi disebelah inferior oleh
kripta piriformis dengan kulit penutupnya, dimedial oleh septum nasi dan tepi
bawah kartilago lateralis superior sebagai batas superior dan lateral

II

Hidung Dalam / Rongga Hidung / Cavum Nasi


Cavum nasi ( Rongga hidung ) adalah suatu rongga berbentuk
terowongan tempat lewatnya udara pernapasan, yang dipisahkan oleh septum
nasi dibagian tengahnya menjadi cavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau
lubang masuk cavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior ( koana ) yang menghubungkan cavum nasi
dengan nasofaring.
Batas-batas cavum nasi :
- Anterior : Nares anterior
- Posterior : Nares posterior (koana)
- Lateral

: Konka-konka

- Superior : Lamina cribifom


- Inferior

: Os maxilla dan Os palatum

Bagian bagian yang terdapat dalam cavum nasi :


1

Vestibulum
-

Paling anterior, sejajar dengan ala nasi.

Bagian yang masih dilapisi kulit yang mempunyai banyak


kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang (vibrise)

Septum
-

Merupakan dinding medial hidung, bagi cavum nasi sama besar,


lurus mulai dan anterior sampai posterior (koana).

Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yaitu:


Bagian tulang :
1

Lamina perpendikularis os etmoideus.

Os Vomer.

Krista nasalis os maxilla.

Krista nasalis os palatina.

Bagian tulang rawan :


1

Kartilago septum (lamina kuadrangularis).

Kolumela.

Dilapisi perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum


pada bagian tulang , sedang bagian luarnya lagi dilapisi olaeh
mukosa hidung.

Konka
-

Terletak dilateral rongga hidung kanan dan kiri.

Terdiri dari empat konka, dari atas ke bawah :


1

Konka suprema; biasanya rudimeter.

Konka superior; lebih kecil dari konka media.

Konka media; lebih kecil.

Konka inferior; terbesar dan letak paling bawah.


Merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maxilla
dan labirin etmoid sedangkan konka suprema, superior, dan
media merupakan bagian dari labirin etmoid.

Meatus - meatus
-

Terletak diantara konka-konka dan dinding lateral hidung.

Merupakan tempat bermuara dari sinus paranasal.

Berdasarkan letaknya dibagi 3, yaitu :


1

Meatus inferior
Terletak antara konka inferior dengan dasar hidung dan
dinding lateral rongga hidung, tempat bermuara duktus
nasoakrimalis.

Meatus medius
Celah yang terletak konka media dengan dinding lateral
rongga hidung. Terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus,
hiatus semilunaris, dan infundibulum etmoid. Hiatus
semilunaris merupakan celah sempit melengkung dimana
terdapat muara sinus frontal, maxilla, dan etmoid anterior.

Meatus superior
Terletak antara konka superior dan konka media. Disini
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.

Kerangka tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara,
struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi tebalnya juga
mengubah resistensi. Akibatnya tekanan dan volume aliran udara inspirasi dan ekspirasi.
Diameter yang berbeda-beda disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa.,
perubahan badan vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas.
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian medial dan
lateral dinding hidung dalam dan ke atas hingga kubah hidung.

Deformitas struktur

demekian pula penebalan atau oedem mukosa berlebihan dapat mencegah aliran udara
untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan demikian dapat sangat mengganggu
penghidu.
Konka umumnya dapat mengkompensasi kelainan septum ( bila tidak terlalu
berat ), dengan memperbesar ukurannya pada sisi yang konkaf dan mengecil pada sisi
lainnya sedemikian rupa agar dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.
Jadi meskipun septum nasi bengkok, aliran udara masih akan ada dan masih normal.
Daerah jaringan erektil pada kedua sisi septum berfungsi mengatur ketebalan dalam
berbagai kondisi atmosfer yang berbeda.
Perdarahan Hidung
Bagian hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maxillaris interna,
diantaranya ujung a.palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen
sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang a.
fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anostomosis dari cabang-cabang a.
sfenopalatina, a. etmoid, a. labialis superior dan a. palatina mayor yang disebut pleksus
kiesselbach (littles area) pleksus ini letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma
sehingga sering menjadi epitaksis terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak

memiliki katup sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran


infeksi sampai ke intrakranial.
Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n.
oftalmikus.
Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.
maxilla melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion ini selain memberikan persarafan
sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
Ganglion ini menerima serabut sensoris dari n. maxilla, serabut parasimpatis dari n.
petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konka
media.
Nervus olfaktorius turun melalui lamina cribrosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

2. Fisiologi Hidung
Hidung dan sinus dilapisi dengan epitelium pseudostratifikatum kolumnar
diselingi dengan sel goblet. Kelejar mukus ditemukan pada lapisan submukoasa.
Terdapat sebanyak 1000cc sekresi yang muncul dari lapisan sinonasal setiap
harinya. Pada keadaan normal, sekresi ini dibawa dari sinus ke hidung kemudian
melewati bagian posterior nasofaring untuk ditelan. Pemindahan ini tergantung
pada gerakan mukus yang efisien oleh silia. Frekuensi gerakan silia, koordinasi
silia dan reologi mukus merupakan faktor yang penting untuk menentukan waktu
pemindahan mukosiliar melalui hidung. Kegagalan untuk mengalirkna mukus
keluar dari sinus dan hidung menghasilkan sendatan sekresi dengan potensi
adanya infeksi sekunder bakteri dan gejala rhinosinusitis ( Healtley G. D.).
1. Airway Surface Liquid (ASL)
Cairan permukaan saluran nafas atau ASL adalah sekresi yang dihasilkan
oleh sel epitelial, sel goblet dan kelenjar submukosa. Ini terdiri dari lapisan bawah

perisiliar dengan ketebalan 7 mikron dan lapisan atas mukus atay lapisan gel
dengan ketebalan bervariasi. Makrofag dapat ditemukan pada ASL, dimana
mereka mengikat organisme yang tidak cepat dbuang oleh pembersihan
mukosiliar. ASL juga mengandung agen protein antimikrobial ( lisozim, laktoferin
) dan peptida ( defensin ) yang membantu mencegah kolonisasi bakteri. Total
volume ASL pada orang normal mencapai 1 cc pada seluruh lapisan meliputi
trakea dan bronki, dengan tambahan 2.6 cc didalam bronkiolus. ASL bersifat
isotonik pada manusia dan mamalia yang lain ( Healtley G. D.).
Lapisan perisilier harus tetap pada ketinggian ~ 7 mikron untuk
transportasi silia yang efisien. Pada fase aktif effective stroke siliar mukus di
pindahkan ke posterior, sementara pada fase pasif siliar recovery phase terjadi
pada lapisan bawah. Jika cairan perisilier terlalu sedikit maka akan melambatkan
gerakan siliar karena mereka dipaksa bergerak melalui lapisan mukus yang tebal
( Healtley G. D.).

Gambar 1. Gerakan Mukosiliar pada fase aktif dan pada fase pemulihan
( Healtley G. D.)
Volume dan kedalaman cairan permukaan saluran napas atau ASL
ditentukan oleh transport air isotonik. Penambahan natrium klorida ke lumen jalan
napas menyebabkan air keluar dari sel epitelial untuk menyamakan komposisi
sodium sehingga terjadi peningkatan reologi mukus ( viskositas dan elastisitas )
dan mempercepat transportasi dari mukus ( Healtley G. D.).
2. Transport Ion

Air berpindah melalui epitelium dalam respon terhadap kandungan garam.


Epitel yang normal secara aktif menyerap sodium dan klorida. Membran apikal
memiliki saluran sodium. Perpindahan sodium diikuti dengan perpindahan air
merupakan hal yang penting untuk menyeimbangkan ketebalan yang pantas pada
ASL ( Healtley G. D.).
Fungsi hidung adalah untuk:
1

Sebagai jalan nafas


Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas
setinggi konka media dan kemudian turun kebawah ke nasofaring
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana

dan kemudian

mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian
depan aliran udara memecah, sebagian akan melalui nares anterior dan
sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung
dengan aliran dari nasofaring.
Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja
mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan
membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat,
dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan
suhu dan kelembaban udara).
Perubahan tekanan udara didalam hidung selama siklus pernafasan
telah diukur memakai rinomanometri. Selama respirasi tenang, perubahan
tekanan udara dalam hidung adalah minimal dan normalnya tidak lebih
dari 10-15 mmH2O, dengan kecepatan aliran udara bervariasi antara 0-140
ml/menit. Pada inspirasi, terjadi penurunan tekanan; udara keluar dari
sinus sementara pada ekspirasi tekanan sedikit meningkat; udara masuk ke
dalam sinus. Secara keseluruhan, pertukaran udara sinus sangat kecil,
kecuali pada saat mendengus, suatu mekanisme dimana hantaran udara ke
membrana olfaktorius yang melapisi sinus meningkat.

Pengatur kondisi udara (air conditioning)


Fungsi ini untuk menyiapkan udara yang akan masuk kedalam
alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban dan
mengatur suhu. Mengatur kelembaban udara dilakukan oleh palut lendir.
Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari
lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan
sebaliknya.
Mengatur suhu dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah
dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas,
sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu
udara melalui hidung 37 C.

Penyaringan dan pelindung


Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dan dilakukan oleh:
a

Rambut (vibrise) pada vestibulum nasi

Silia

Palut lendir (mucous blanket)

debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel
yang besar akan dikeluarkan dengan reflek bersin. Palut lendir ini akan
dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
d

Lisozym : enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis


bakteri.
Transport benda asing yang tertimbun dari udara inspirasi ke faring

di sebelah posterior, dimana kemudian akan ditelan atau diekspektoran,


merupakan kerja silia yang menggerakkan lapisan mukus dengan partikel
yang terperangkap. Kerja silia yang efektif dapat terganggu oleh udara
yang sangat kering, seringkali terjadi dirumah pada bulan-bulan musim
dingin dengan pemanasan. Juga penting untuk mempertahankan PH Netral
7. polusi udara mengganggu efektivitas silia dalam berbagai cara. Nitrogen

dioksida dan sulfur dioksida, komponen lazim dari asam mengganggu


kesehatan hidung.
Mukus hidung disamping berfungsi sebagai alat transportasi
partikel yang tertimbun dari udara inspirasi, juga memindahkan panas.
Normalnya mukus menghangatkan udara inspirasi dan mendinginkan
udara ekspirasi, serta melembabkan udara inspirasi dengan lebih dari 1
liter uap setiap harinya.
Lapisan mukus, disamping menangkap dan mengeluarkan partikel
lemah, juga merupakan sawar terhadap alergen, virus, bakteri. Walaupun
organisme hidup mudah dibiak dari segmen hidung anterior, sulit untuk
mendapat suatu biakan postnasal yang positif. Lisozim yang terdapat pada
lapisan mukus, bersifat destruktif terhadap dinding sebagian bakteri.
Fagositosis aktif dalam membran hidung merupakan bentuk proteksi di
bawah permukaan. Membran sel pernafasan juga memberikan imunitas
induksi selular. Sejumlah immunoglobulin dibentuk dalam mukosa
hidung, sebagian oleh plasma yang normal terdapat dalam jaringan
tersebut. Sesuai kebutuhan fisiologik, telah diamati adanya Ig G, Ig A, dan
Ig E.
4

Indra penghidung
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai bagian ini denagn cara
difusi dengan palut lender atau bila menarik nafas dengan kuat.
Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus yaitu
menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masuk ke
area olfaktorius. Pada sumbatan hidung yang patologis, pasien sering
mengeluh anosmia sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat
mulut. Lebih lanjut kita membedakan berbagai makanan lewat rasa dan
bau, keluhan pasien dapat pula berupa makanan tidak pas rasanya.

Resonansi suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika
berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi
berkurang atau hilang sehingga terdengar suara sengau-sengau (rinolalia).

Proses bicara
Hidung membantu proses kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah,
bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m,n,ng)
rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk
aliran udara.
Secara umum, bicara yang abnormal akibat perubahan ronggarongga hidung dapat digolongkan sebagai hipernasal atau hiponasal.
Hipernasal terjadi bila insufisiensi velofaringeal menyebabkan terlalu
banyak bunyi beresonansi dalam rongga hidung. Pasien pasien
palatoskisis yang tidak diperbaiki secara khas mewakili gangguan bicara
ini. Hiponasal timbul bila bunyi-bunyi yang normalnya beresonansi dalam
rongga hidung menjadi terhambat. Sumbatan hidung dapat menimbulka
kelainan ini dengan berbagai penyebab seperti infeksi saluran pernafasan
atas, hipertrofi adenoid, atau tumor hidung.

Reflek nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan
dengan saluran cerna , kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi
mukosa hidung menyebabkan reflek bersin dan nafas terhenti. Rangsang
bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

3.Histologi Hidung
1

Mukosa Hidung
Secara histoligi dan fungsional dibagi atas :

Mukosa pernapasan (mukosa respiratori)

Mukosa penghidu (mukosa olfaktorius)

Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung.


Epitel organ pernapasan biasanya berupa epitel torak bersilia, bertingkat
palsu (pseudo stratified columnae ephitelium), berbeda-beda pada berbagai
bagian hidung, tergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, suhu,
dan derajat kelembaban udara.
Lapisan mukus yang sangat kental dan lengket menangkap debu,
benda asing dan bakteri yang terhirup, dan melalui kerja silia benda-benda
ini diangkut ke faring, selanjutnya ditelan dan dihancurkan. Lisozim dan IgA
ditemukan pula dalam laapisan mukus, dan melindungi lebih lanjut terhadap
patogen. Lapisan mukus hidung diperbaharui 3-4 kali dalam 1 jam. Silia
begerak

serempak

secara

cepat

kearah

aliran

lapisan,

kemudian

membengkok dan kembali tegak dengan lebih lambat. Kecepatan pukulan


silia kira-kira 700 1000 siklus per menit.
Dalam keadaan normal, mukosa berwarna merah muda dan selalu
basah

karena

diliputi

oleh

palut

lendir

(mucous

blanket)

pada

permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dari sel-sel
goblet.
Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa
rongga hidung didaerah ostium. Mukosa sinus menyerupai mukosa rongga
hidung, hanya lebih tipis dan pembluh darahnya lebih sedikit. Tidak
ditemukan rongga-rongga vaskuler yang besar. Sel-sel goblet dan kelenjar
lebih sedikit dan terutama ditemukan dekat ostium. Palut lendir didalam
sinus dibersihkan oleh silia dengan gerakan menyerupai spiral kearah
ostium.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka
superior,dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu dan tidak bersilia (pseudo stratified columnar non ciliated

ephitelium. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel
basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.
2

Silia
Silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tungal yang
dikelilingi sembilan pasang mikro tubulus, semuanya terbungkus dalam
membran sel berlapis tiga yang tipis dan rapuh.
Silia mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang
teratur, palut lendir didalam cavum nasi akan didorong kearah nasofaring.
Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya
sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam
rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret
terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan
gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan,
radang, sekret kental dan obat-obatan.

Area Olfaktorius
Epitel penghidu bertingkat torak terdiri dari tiga jenis sel:
1

Sel saraf bipolar olfaktoris

Sel sustentakular penyokong yang besar jumlahnya

Sejumlah sel basal yang kecil.

Merupakan sel induk dari sel

sustentakular
Sel-sel penghidu ini merupakan satu-satunya bagian sistem saraf pusat
yang mencapai permukaan tubuh.

Pembuluh Darah
Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang
khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propia dan

tersusun secara pararel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan


perdarahan pada anyaman kapiler periglandular dan subepitelial.
Pembuluh eferen dari anyaman kapler ini membuka ke rongga
sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik
dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini mempunyai sfingter
otot. Selanjutnya sinusoid akan mengaliskan darahnya ke pleksus vena
yang lebih dalam lalu ke venula.
Dengan susunan demikian mukosa hidung menyerupai suatu
jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah mengambang dan mengerut.
Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah

ini dipengaruhi saraf

otonom.
5

Suplai Saraf
Yang terlibat langsung saraf kranial pertama untuk penghiduan,
divisi oftalmikus dan maxillaris dari saraf trigeminus untuk impuls afferen
sensorik lainnya, saraf fasialis untuk gerakan otot-otot pernafasan pada
hidung luar, dan system saraf otonom.

Sistem Limfatik
Suplai limfatik hidung amat kaya dimana terdapat jaringan
pembuluh anterior dan posterior. Jaringan limfatik anterior adalah kecil
dan bermuara di sepanjang pembuluh fasialis yang menuju ke leher.
Jaringan ini mengurus hampir seluruh bagian anterior hidung-vestibulum
dan daerah prekonka.
Jaringan limfatik posterior mengurus mayoritas anatomi hidung,
menggabungkan ketiga saluran utama di daerah hidung belakang-saluran
superior, media, dan inferior. Kelompok superior berasal dari konka media
dan superior dan bagian dinding hidung yang berkaitan, berjalan di atas
eustachius dan bermuara pada kelenjar limfe retrofaringea. Kelompok
media, berjalan dibawah tuba eustachius, mengurus konka inferior, meatus
inferior, dan sebagian dasar hidung, dan menuju rantai kelenjar limfe

jugularis. Kelompok inferior berasal dari septum dan sebagian dasar


hidung, berjalan menuju kelenjar limfe di sepanjang pembuluh jugularis
interna.
STUKTUR HISTOLOGI HIDUNG
Stuktur histologi hidung, terdiri atas :

Jika dilihat pada mikroskop rongga hidung terdiri dari :


o Tulang
o Tulang rawan hialin
o Otot bercorak
o Jaringan ikat

Kulit luar Hidung, secara mikroskopis nampak:


o Mempunyai lapisan sel yaitu Epitel berlapis gepeng dengan lapisan
tanduk
o Terdiri atas Rambut -rambut halus
o Mengandung Kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

Vestibulum nasi
o Secara anatomi Vestibulum nasi merupakan bagian dari cavum
nasi yang terletak tepat di belakang nares anterior.
o Secara histologi, vestibulum nasi terdiri atas :

Epitel berlapis gepeng

Terdapat vibrissae yaitu rambut-rambut kasar yang


berfungsi menyaring udara pernafasan

Terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar keringat

Konka nasalis
o Secara anatomi Pada dinding lateral cavum nasi terdapat tiga
tonjolan tulang disebut konka, dimana ada empat buah konka yaitu
Konka nasalis superior yang tersusun atas epitel khusus, Konka
nasalis media, Konka nasalis inferior dan konka nasalis suprema
yang kemudian akan rudimenter.
o Konka nasalis superior tersusun atas epitel khusus yaitu epitel
olfaktorius untuk penciuman
o Konka nasalis media dan Konka nasalis inferior dilapisi epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet.
o Epitel yang melapisi konka nasalis inferior banyak terdapat plexus
venosus yang disebut swell bodies yang berperan untuk
menghangatkan udara yang melalui hidung. Bila alergi akan terjadi
pembengkakan swell bodies yang abnormal pada kedua konka
nasalis ,sehingga aliran udara yang masuk sangat terganggu.
o Dibawah konka inferior terdapat Plexus venosus berdinding tipis
,sehingga mudah perdarahan

Mukosa Hidung
o Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan
mukosa penghidu (mukosa olfaktorius).

Regio Respiratorius
Tersusun atas Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

Silia berperan mendorong lendir kearah belakang yaitu


nasofaring sehingga kemudian lendir tertelan atau
dibatukkan
Pada lamina propria

Terdapat glandula nasalis yang merupakan kelenjar


campur dimana Sekret kelenjar disini menjaga
kelembaban kavum nasi dan menangkap partikel
partikel debu yang halus dalam udara inspirasi

Terdapat noduli limfatisi


Lamina propria ini menjadi satu dengan
periosteum / perikondrium (dinding konka nasalis)
oleh karena itu membran mukosa di hidung sering
disebut mukoperiosteum / mukoperikondrium /
membrana Schneider

Terdapat serat kolagen, serat elastin, limfosit, sel


plasma , sel makrofag

Jadi Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar


rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh Epitel
bertingkat torak bersilia bersel goblet. Dalam keadaan
normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya.

Regio Olfaktorius

Bagian dinding lateral atas dan atap posterior kavum nasi


mengandung organ olfaktorius

Pada konka nasalis superior terdapat epitel khusus /


epitel olfaktorius yang terdapat pada pertengahan kavum
nasi

Daerah epitel olfaktorius ini mencakup 8 10 mm ke


bawah pada tiap sisi septum nasi dan pada permukaan
konka nasalis superior, dengan batas tidak teratur dan
luas 500 mm2 dengan mukosa warna coklat kekuningan

Tunika mukosa terdapat epitel olfaktorius yang tersusun


atas empat macam sel, yaitu

Sel olfaktorius

Terletak diantara sel basal dan sel penyokong

Merupakan neuron bipolar dengan dendrit


kepermukaan dan akson ke lamina propria

Ujung dendrit menggelembung disebut


vesikula olfaktorius

Dari permukaan keluar 6 8 silia olfaktorius

Akson tak bermyelin dan bergabung dengan


akson reseptor lain di lamina propia
membentuk Nervus Olfaktorius / N. II

Sel sustentakuler / sel penyokong

Bentuk sel silindris tinggi dengan bagian apex lebar

dan bagian basal menyempit

Inti lonjong

Pada permukaan terdapat mikrovili

Sitoplasma mempunyai granula kuning kecoklatan

Bentuk segitiga

Inti lonjong

Merupakan reserve cell / sel cadangan yang akan

Sel basal

membentuk sel penyokong dan mungkin menjadi sel


olfaktorius
Sel sikat

Sel yang mempunyai mikrovili di bagian apikal

Lamina propria:
Mempunyai banyak vena

Mengandung kelenjar terutama jenis serosa /


kelenjar Bowman,berperan untuk membasahi epitel
dan silia, dan juga sebagai pelarut zat zat kimia
yang dalam bentuk bau / dapat melarutkan baubauan

regio olfactorius

C. Hubungan Cuci Hidung Saat Wudhu Terhadap Fungsi Hidung


Cuci hidung terbukti efektif untuk berbagai macam penyakit pernafasan. Pada
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat di Universitas Baltimore menunjuk
211 pasien dengan berbagai macam penyakit pernafasan termasuk alergi. Mereka
yang memulai untuk melakukan cuci hidung secara teratur merasakan
pengurangan gejala dan peningkatan kondisi tubuh mereka. Berdasarkan hal ini,
dapat disimppulkan bahwa melakukan cuci hidung secara teratur saat berwudhu
membantu untuk mengobati sinusitis, alergi dan semua bentuk penyakit inflamasi
saluran nafas kronik (dr.Sabrina)
Pada penelitian lain yang dilakukan di Amerika pada 24 pasien dengan
penyakit inflamasi yang berbeda pada hidung termasuk alergi melaporkan bahwa
pasien yang melakukan cuci hidung untuk mengobati penyakit sino-nasal
merasakan perubahan yang signifikan dibandingkan sebelumnya (Tomoka et al,
2000) .
Mekanisme pasti tentang bagaimana cuci hidung bekerja masih menjadi
kontroversial. Lapisan mukus pada cavitas nasal merupakan lini pertama tubuh

untuk mencegah masuknya organisme. Ini terdiri dari lapisan dasar dan lapisan
superfisial yang terdiri dari gel. Materi asing ( contoh : bakteri, jamur, alergen )
menjadi terjebak dimukus. Silia akan merangsang epitel pseudostratificatum
kolumnar untuk menghasilkan mukus . Silia pada lapisan superfisial yang terdiri
dari gel akan bergerak menyapu mukus ke belakang ke arah nasofaring dimana
mukus ini akan ditelan (Brown L.C et al, 2004).
Cuci hidung dapat meningkatkan pergerakan mukus ke aras nasofaring. Hal
ini menjadi efek fisik secara langsung. Pasien sering melaporkan bahwa cuci
hidung dengan menghirup air ke dalam hidung kemudian menghembuskannya
lebih efektif dibandingkan hanya dengan mencucinya secara pelan. Fungsi lain
dari cuci hidung antara lain pembentukan krusta dikarenakan banyak kondisi
dapat menjadi lunak dan lepas ketika cuci hidung dilakukan. Sekresi mukus yang
kental mungkin dapat menjadi lebih encer sehingga membantu pembersihan oleh
mukus (Brown L.C, 2004).
Dalam penelitian yang dilakukan Muhammad Salim (2011), tentang manfaat
kesehatan wudhu, dijelaskan, bahwa berwudhu dengan cara yang baik dan benar,
maka tubuh seseorang akan terhindar dari segala penyakit. Sesungguhnya cara
berwudhu yang baik adalah dimulai dengan membasuh tangan lalu berkumurkumur, kemudian mengambil air dan menghirupnya ke dalam hidung lalu
mengeluarkannya. Langkah ini dilakukan sebanyak tiga kali dan seterusnya.
Dan berdasarkan analisisnya, orang-orang yang tidak berwudhu, maka warna
hidung mereka memudar dan berminyak, terdapat banyak kotoran dan debu.
Ditambahkanya, rongga hidung mereka itu memiliki permukaan yang lengket dan
berwarna gelap. Adapun orang-orang yang teratur dalam berwudhu, jelas Salim,
permukaan rongga hidungnya tampak cemerlang, bersih, dan tidak berdebu.
Selain itu, kata dia, jumlah kuman tampak lebih banyak terdapat pada rongga
hidung orang yang tidak berwudhu, dan itu menjadi tempat pertumbuhan kuman
penyakit. Kondisi tersebut, akan mempercepat pertumbuhan dan penularan kuman
penyakit lainnya. Sementara itu, orang-orang yang senantiasa mengerjakan

wudhu, maka hidung mereka tampak bersih dari kuman. Bahkan, lanjut Salim,
tempat pertumbuhan kuman relatif tidak ada.
Penelitian Muhammad Salim ini juga menjelaskan, bahwa orang yang
berwudhu dengan memasukkan air ke dalam rongga hidungnya, kendati hanya
sekali, maka hal itu dapat membersihkan hidung dari separoh penyakit.
Selanjutnya, bila memasukkan air ke dalam rongga hidung sebanyak dua kali,
maka dapat menambah sepertiga kebersihan. Kemudian, jika memasukkan air
sebanyak tiga kali, maka hidung benar-benar bersih dari kuman. Dari hal yang
tampaknya kecil dan bahkan disepelekan, ternyata wudhu mengandung hikmah
yang sangat besar manfaatnya bagi kesehatan seseorang. Rasul SAW bersabda:
Sempurnakan wudhu, lakukan istinsyaq, yaitu memasukkan air ke dalam lubang
hidung, kecuali jika kamu berpuasa.
Secara ilmiah telah dibuktikan, besarnya manfaat yang bisa dipetik dari wudhu,
terutama dalam hal membersihkan lubang hidung. Logikanya, apabila sekali
berwudhu dan melakukan istinsyaq, maka hal itu dapat menjaga kebersihan
hidung hingga 3-5 jam. Dan bila kotor lagi, maka dapat dibersihkan dengan
wudhu berikutnya. Lebih tegas lagi, Muhammad Salim menjelaskan, orang yang
rajin berwudhu dengan melakukan istinsyaq dan istintsar (mengeluarkan air dari
hidung),kemudian melanjutkannya dengan mendirikan shalat, maka hal itu dapat
menghilangkan 11 kuman penyakit membahayakan yang ada di dalam lubang
hidung, terutama dalam hal gangguan pernafasan, radang paru-paru, panas
rumatik, penyakit rongga hidung, dan lain-lain. Sebaliknya, orang yang tidak
berwudhu, akan lebih mudah terkena penyakit gangguan pernafasan.
Prof Hembing menambahkan, hidung merupakan reseptor penciuman (sel-sel
olfaktoris) yang lebih peka daripada reseptor pengecap (lidah) . Disebutkan,
hidung mampu membedakan lebih dari 10 ribu macam bau-bauan. Saluran nafas
atau indera penciuman terdapat di hidung pada lapisan selaput lendir. Indera ini
dapat menerima rangsangan berupa bau atau oflaksi oleh sel pembau. Sel pembau
mempunyai ujung-ujung berupa rambut halus, yang dihubungkan dengan urat

syaraf melalui tulang saringan dan bersatu menjadi urat syaraf elfektori menuju
pusat pencium bau di otak. Indera ini dapat membantu indera pengecap (lidah)
menaikkan selera makan. Dan bila seseorang terkena influenza (pilek dan flu),
maka indera penciuman akan mengalami gangguan dan akan kurang mampu
dalam menerima rangsangan bau. Selain itu, akan berkurang pula selera
makannya.
Hembing menambahkan, hidung bisa menjadi alat penyaringan. Di dalam rongga
hidung terdapat rambut-rambut yang berfungsi menyaring debu-debu yang akan
masuk ke dalam hidung bersama dengan udara. Adanya indera pembau dalam
rongga hidung dapat menyebabkan gas yang tidak enak baunya dan tidak berguna
bagi tubuh akan dapat dihindari. Selain itu, tambahnya, hidung juga berfungsi
sebagai alat penghangatan. Adanya konka yang permukaannya banyak
mempunyai kapiler darah yang menyebabkan udara masuk lewat rongga hidung
akan dihangatkan.
Ia

menambahkan,

banyak

manfaat

yang

dapat

dipetik

dari

ber-

istinsyaq danistintsar ini. Setiap kali orang membersihkan dan membasuh hidung,
maka kuman penyakit seperti sinusitis, influenza (pilek dan flu), bronchitis, dan
lainnya akan hilang. Dan faedah yang bisa diambil dari membasuh hidung ini
memiliki makna ganda, yakni untuk kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.
(Dz/syafik-kerenunik).

Anda mungkin juga menyukai