Anda di halaman 1dari 66

bahanajarguru

Smile! Youre at the bestWordPress.com site ever

Lanjut ke konten
Pemerintahan Orde Baru
RUANG LINGKUP BIOLOGI

PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA


MASA REFORMASI
Posted on November 23, 2012by yulfiarwinto

1.1

Kondisi Ekonomi dan Politik Sebelum Reformasi

Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan.


Perubahan yang mendasar atas paradigma baru atau kerangka berpikir baru yang
dijiwai oleh suatu pandangan keterbukaan dan transparansi merupakan tuntutan
dalam era reformasi. Reformasi menghendaki adanya perubahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara
konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan. Ketika terjadi krisis ekonomi,
politik, hukum dan krisis kepercayan, maka seluruh rakyat mendukung adanya
reformasi dan menghendaki adanya pergantian pemimpin yang diharapkan dapat
membawa perubahan Indonesia di segala bidang ke arah yang lebih baik.

Perkembangan Politik Pasca Pemilu 1997


Di tengah-tengah perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara terjadilah
ganjalan dalam kehidupan berpolitik menjelang Pemilu 1997 disebabkan adanya
peristiwa 27 Juli 1996, yaitu adanya kerusuhan dan perusakan gedung DPP PDI yang
membawa korban jiwa dan harta. Tekanan pemerintah Orba terhadap oposisi sangat
besar dengan adanya tiga kekuatan politik yakni PPP, GOLKAR, PDI, dan dilarang

mendirikan partai politik lain. Hal ini berkaitan dengan diberlakukan paket UU
Politik, yaitu:
1. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilu,
2. UU No. 2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR,
DPRD yang kemudian disempurnakan menjadi UU No 5 Tahun 1995,
3. UU No. 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya,
4. UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pertikaian sosial dan kekerasan politik terus berlangsung dalam masyarakat
sepanjang tahun 1996, kerusuhan meletus di Situbondo, Jawa Timur Oktober 1996.
Kerusuhan serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat Desember 1996, kemudian di
berbagai daerah di Indonesia. Pemilu 1997, dengan hasil Golkar sebagai pemenang
mutlak. Hal ini berarti dukungan mutlak kepada Soeharto makin besar untuk
menjadi presiden lagi di Indonesia dalam sidang MPR 1998. Pencalonan kembali
Soeharto menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan komposisi anggota
DPR/MPR yang mengandung nepotisme yang tinggi bahkan hampir semua putraputrinya tampil dalam lembaga negara ini. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi
Presiden RI dan kemudian membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh
dengan ciri nepotisme dan kolusi. Mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan
protes terhadap pelaksanaan pemerintahan ini. Di samping hal tersebut di atas sejak
1997 Indonesia terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara. Sistem ekonomi
Indonesia yang lemah tidak mampu mengatasi krisis, bahkan kurs rupiah pada 1
Agustus 1997 dari Rp2.575; menjadi Rp5.000; per dolar Amerika. Ketika nilai tukar
makin memburuk, krisis lain menyusul yakni pada akhir tahun 1997 pemerintah
melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah. Kepercayaan dunia
terhadapkepemimpinan Soeharto makin menurun. Pada April 1998, 7 bank
dibekukan operasinya dan nilai rupiah terus melemah sampai Rp10.000 perdolar.
Hal ini menyebabkan terjadinya aksi mahasiswa di berbagai kota di seluruh
Indonesia.
Keadaan makin kacau ketika pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan. Tanggal 4 Mei 1998 aksi anti Soeharto makin meluas, bahkan pada
tanggal 12 Mei 1998 aksi mahasiswa Trisakti berubah menjadi bentrokan fisik yang
membawa 4 kurban meninggal yakni Elang Mulia, Hari Hartanto, Hendriawan, dan
Hafiadin Royan.

1.2

Perkembangan Politik Setelah 21 Mei 1998

1. Sebab-Sebab terjadi Reformasi

Sejak 13 Mei 1998 rakyat meminta agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Tanggal 14 Mei 1998 terjadi kerusuhan di Jakarta dan di Surakarta. Tanggal 15 Mei
1998 Presiden Soeharto pulang dari mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir. Tanggal 18
Mei para mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan pada saat itu ketua
DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Hal ini jelas berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang merosot sampai Rp15.000
per dollar. Dari realita di atas, akhirnya tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto
menyerahkan kekuasaan kepada B.J. Habibie, yang membuka peluang suksesi
kepemimpinan nasional kepada B.J. Habibie. Tujuan reformasi adalah terciptanya
kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari
masa sebelumnya.

a. Tujuan Reformasi
1) Reformasi politik bertujuan tercapainya demokratisasi.
2) Reformasi ekonomi bertujuan meningkatkan tercapainya masyarakat.
3) Reformasi hukum bertujuan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
4) Reformasi sosial bertujuan terwujudkan integrasi bangsa Indonesia.

b. Faktor Pendorong Terjadinya Reformasi


1) Faktor politik meliputi hal-hal berikut.
a) Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
b) Adanya rasa tidak percaya kepada pemerintah Orba yang penuh dengan
nepotisme dan kronisme serta merajalelanya korupsi.
c) Kekuasaan Orba di bawah Soeharto otoriter tertutup.

d) Adanya keinginan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


e) Mahasiswa menginginkan perubahan.

2) Faktor ekonomi, meliputi hal-hal berikut.


a) Adanya krisis mata uang rupiah.
b) Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
c) Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.

3) Faktor sosial masyarakat : adanya kerusuhan tanggal 13 dan 14 Mei 1998


yang melumpuhkan perekonomian rakyat.

4) Faktor hukum : belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di
antara warga negara.

c. Suksesi (Pergantian Pimpinan)


1) SukarnoSoeharto, ada beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
a) Problem pokok adanya komunis/ PKI (nomor 4 sedunia).
b) Peristiwa Lubang Buaya.
c) Adanya dualisme: ada pro dan anti pembubaran PKI.
d) Sidang istimewa MPRS 1967 didahului turunnya Supersemar.

2) SoehartoHabibie, ada beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

a) Problem pokok adanya krisis ekonomi meluas ke bidang politik.


b) Adanya gerakan reformasi yang menghendaki perubahan radikal karena KKN
dalam tubuh pemerintahan. Nepotisme berarti mengajak keluarga dalam kekuasaan.
Kronisme adalah mengajak teman-teman dalam kekuasaan.
c) Presiden Soeharto ditolak oleh rakyat ditandai dengan didudukinya gedung
DPR/MPR oleh mahasiswa, sehingga Soeharto menyerahkan jabatan kepada
Habibie.

3) Pengalaman suksesi di Indonesia


a) Pergantian pimpinan disertai kekerasan dan keributan dan setelah turun dari
jabatan, dihujat.
b) Menginginkan pergantian pimpinan yang wajar, namun tidak ditemukan sebab
tidak adanya pembatasan masa jabatan.
c) Tidak adanya Chek and Balance yaitu tidak ada keseimbangan dalamnegara yang
disebabkan kecenderungan otoriter.
d) Etika moralitas bahwa KKN bertentangan dengan moralitas.

d. Substansi Agenda Reformasi Politik


Subsitusi agenda reformasi politik sebagai berikut :
1) Reformasi di bidang ideologi negara dan konstitusi.
2) Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD maksudnya agar lembaga perwakilan rakyat
benar-benar melaksanakan fungsi perwakilannya sebagai aspek kedaulatan rakyat
dengan langkah sebagai berikut :
a) Anggota DPR harus benar-benar dipilih dalam pemilu yang jurdil.

b) Perlu diadakan perubahan tata tertib DPR yang menghambat kinerja DPR.
c) Memperdayakan MPR.
d) Perlu pemisahan jabatan ketua MPR dengan DPR.
3) Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet meliputi hal-hal berikut.
a) Menghapus kewenangan khusus presiden yang berbentuk keputusan presiden
dan instruksi presiden.
b) Membatasi penggunaan hak prerogatif.
c) Menyusun kode etik kepresidenan.
4) Pembaharuan kehidupan politik yaitu memperdayakan partai politik untuk
menegakkan kedaulatan rakyat, maka harus dikembangkan system multipartai yang
demokratis tanpa intervensi pemerintah.
5) Penyelenggaraan pemilu.
6) Birokrasi sipil mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral dan
profesional yang tidak memihak.
7) Militer dan dwifungsi ABRI mengarah kepada mengurangi peran social politik
secara bertahap sampai akhirnya hilang sama sekali, sehingga ABRI berkonsentrasi
pada fungsi Hankam.
8) Sistem pemerintah daerah dengan sasaran memperdayakan otonomi daerah
dengan asas desentralisasi.

e. Agenda Reformasi Bidang Ekonomi


1) Penyehatan ekonomi dan kesejahteraan pada bidang perbankan, perdagangan,
dan koperasi serta pinjaman luar negeri untuk perbaikan ekonomi.
2) Penghapusan monopoli dan oligopoli.

3) Mencari solusi yang konstruktif dalam mengatasi utang luar negeri.

f. Agenda Reformasi Bidang Hukum


1) Terciptanya keadilan atas dasar HAM.
2) Dibentuk peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan tuntutan
reformasi. Misal : Bidang ekonomi dikeluarkan UU kepailitan, dihapuskan UU
subversi, sesuai semangat HAM dilepaskan napol-tapol (amnesti-abolisi).

g. Agenda Reformasi bidang hukum


Agenda reformasi bidang hukum difokuskan pada integrasi nasional.

h. Agenda reformasi bidang pendidikan


Agenda reformasi bidang pendidikan ditujukan terutama masalah kurikulum yang
harus ditinjau paling sedikit lima tahunan.

i. Hambatan pelaksanaan reformasi politik


1) Hambatan kultural : mengingat pergantian kepemimpinan nasional dari
Soeharto ke B.J. Habibie tidak diiringi pergantian rezim yang berarti sebagian besar
anggota kabinet, gubernur, birokrasi sipil, komposisi anggota DPR/MPR masih
peninggalan rezim Orba.
2) Hambatan legitimasi : pemerintah B.J. Habibie karena belum merupakan hasil
pemilu.
3) Hambatan struktural : berkaitan dengan krisis ekonomi yang berlarut-larut yang
berdampak bertambah banyak rakyat yang hidup dalam kemiskinan.
4) Munculnya berbagai tuntutan otonomi daerah, yang jika tidak ditangani secara
baik akan menimbulkan disintegrasi bangsa.

5) Adanya kesan kurang kuat dalam menegakkan hukum terhadap praktik


penyimpangan politik-ekonomi rezim lama seperti praktik KKN.
6) Terkotak-kotaknya elite politik, maka dibutuhkan kesadaran untuk bersama
sama menciptakan kondisi politik yang mantap agar transformasi politik berjalan
lancar.

1.

1. Jatuh Bangunnya Pemerintahan RI Setelah 21 Mei 1998

Pemilihan umum dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Dari seratus lebih partai politik
yang terdaftar, hanya 48 partai politik yang dinyatakan memenuhi persyaratan
untuk mengikuti pemilihan umum. Lima besar hasil Pemilu adalah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai
Amanat Nasional (PAN) dan sekaligus merupakan lima penyusunan keanggotaan
MPR yang menempatkan Amin Rais sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai
Ketua DPR RI. Sidang Umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999 menolak laporan
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie yang disampaikan pada tanggal 16
Oktober 1999. Faktor penting yang menyebabkan ditolaknya laporan
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie adalah patut diduga bahwa presiden
menguraikan indikator pertumbuhan ekonomi yang tidak akurat dan manipulatif.
Sidang Umum MPR juga berhasil mengambil keputusan memilih dan menetapkan
K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI masa bakti 19992004.
Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahan didampingi
Wapres Megawati Sukarnoputri. Sidang Umum MPR setelah berhasil menetapkan
Presiden dan Wakil Presiden RI juga berhasil membuat sembilan ketetapan dan
untuk kali pertama melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Presiden
Abdurrahman Wahid menjalankan pemerintahan dengan membentuk kabinet yang
disebut Kabinet Persatuan Nasional.
Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid berjasa dalam membuka kran
kebebasan berpendapat dalam rangka demokrasi di Indonesia. Rakyat diberi
kebebasan seluas-luasnya untuk berpendapat hingga akhirnya terjadi kebingungan
dan kebimbangan mengenai benar dan tidaknya suatu hal. Pemerintah sendiri juga

tidak pernah tegas dalam memberikan pernyataan terhadap suatu masalah.


Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid secara umum belum mampu
melepaskan bangsa Indonesia keluar dari krisis yang dialaminya. Fakta yang ada
justru menunjukkan makin banyak terjadi pengangguran, naiknya harga-harga, dan
bertambahnya jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan. Disintegrasi
bangsa juga makin meluas meskipun telah diusahakan penyelesaian, misalnya
pergantian nama Irian Jaya menjadi
Papua. Pertentangan DPR dengan lembaga kepresidenan juga makin transparan.
Banyak sekali teguran DPR yang tidak pernah diindahkan Presiden Abdurrahman
Wahid. Puncak pertentangan itu muncul dalam masalah yang dikenal sebagai
Bruneigate dan Buloggate. Kasus Buloggate menyebabkan lembaga DPR
mengeluarkan teguran keras kepada presiden dalam bentuk memorandum I sampai
II. Intinya agar presiden kembali bekerja sesuai GBHN yang telah diamanatkan.
Presiden Abdurrahman Wahid tidak mengindahkan peringatan DPR tersebut. DPR
akhirnya bertindak meminta MPR menggelar siding istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban kinerja presiden. Presiden berusaha menyelesaikan masalah
laporan pertanggungjawaban dengan kompromi politik. Namun, upaya itu tidak
mendapat sambutan positif lima dari enam partai politik pemenang Pemilu 1999,
yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN, dan Partai Bulan Bintang. Partai
Kebangkitan Bangsa sebagai basis politik K.H. Abdurrahman Wahid jelas
mendukung langkah-langkahnya.
Sikap MPR untuk menggelar sidang istimewa makin tegas setelah presiden secara
sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisian RI Komisaris
Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail menggantikan Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro
yang telah dinonaktifkan karena berseberangan pendapat dengan presiden. Padahal
sesuai aturan yang berlaku pengangkatan jabatan setingkat Kapolri meskipun itu hak
prerogatif presiden harus tetap berkoordinasi dengan DPR. Presiden sendiri dalam
menanggapi rencana sidang istimewa berusaha mencari kompromi politik yang
sama-sama menguntungkan. Namun, jika sampai tanggal 31 Juli 1998 kompromi ini
tidak didapatkan, presiden akan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. MPR
berencana menggelar sidang istimewa mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden
direncanakan akan memberikan laporan pertanggungjawabannya pada tanggal 23
Juli 2003. Namun, presiden menolak rencana tersebut dan menyatakan Sidang
Istimewa MPR tidak sah dan ilegal.

Di lain pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus
PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk maju
menjadi presiden. Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan
tersebut, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menengarai adanya persekongkolan
untuk menjatuhkan dirinya sebagai presiden. Oleh karena itu, presiden segera
bertindak meskipun tidak mendapat dukungan penuhdari kabinetnya untuk
mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 1.10 WIB dini hari.
Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada intinya berisi hal sebagai berikut:
1. membekukan MPR dan DPR RI;
2. mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta
menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilihan
umum dalam waktu satu tahun;
3. menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur orde
baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan
Mahkamah Agung.

Bangsa Indonesia menanggapi Dekret Presiden itu dengan penuh kebimbangan.


MPR pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB, akhirnya bersikap bahwa dekret
tidak sah dan presiden jelas-jelas telah melanggar haluan negara yang diembannya.
Pernyataan MPR didukung oleh fatwa Mahkamah Agung yang langsung dibacakan
pada Sidang Istimewa MPR itu. Sidang Istimewa MPR terus berjalan meskipun PKB
dan PDKB menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab atas hasil apapun dari
Sidang Istimewa MPR. Fraksi-fraksi MPR yang ada akhirnya setuju memberhentikan
K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan menetapkan Megawati
Sukarnoputri sebagai Presiden RI. Keputusan menetapkan Megawati Sukarnoputri
sebagai presiden dituangkan dalam Tap. MPR No. III/MPR/2001. Masa jabatan
terhitung sejak dilantik sampai tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa
pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih Wakil
Presiden RI. Presiden Megawati Sukarnoputri menjalankan pemerintahan dengan
membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Gotong Royong. Komposisi kabinet
ini ditetapkan pada tanggal 9 Agustus 2001. Persoalan berat yang dihadapi bangsa
Indonesia telah menghadang Presiden Megawati dan kabinetnya untuk diselesaikan
secepatnya.

Peserta Pemilu Zaman reformasi sebayak 48 partai politik, yaitu :


a) PIB
b) KRISNA

: Partai Indonesia Baru


: Partai Kristen Indonesia

c) PNI

: Partai Nasonal Indonesia

d) PADI

: Partai Aliansi Demokrat Indonesia

e) KAMI

: Partai Kebangitan Muslim Indonesia

f)

PUI

g) PKU

: Partai Umat Islam


: Partai Kebangkitan Umat

h) Masyumi Baru
i)

PPP

: Partai Persatuan Indonesia

j)

PSII

: Partai Syariat Islam Indonesia

k) PDI Perjuangan
l)

PAY

m) PKM
n) PDKB

o) PAN

: Partai Abu Yatama


: Partai Kebangsaan Merdeka
: Partai Demokrasi Kasih Bangsa
: Partai Amanat Nasional

p) PRD

: Partai Rakyat Demokrasi

q) PSII

: Partai Syarikat Islam Indonesia 1905

r)

PKRD

s) PILAR

: Partai Keadilan Rakyat Demokrasi


: Partai Pilihan Rakyat

t)

PARI

: Partai Rakyat Indonesia

u) MASYUMI
v) PBB

: Partai Bulan Bintang

w) PSP

: Partai Solidaritas Pekerja

x) PK

: Partai Keadilan

y) PNU

: Partai Nahdatul Umat

z) PNI Front Marhenis


aa) IPKI

: Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

bb)Partai Republik
cc) PID

: Partai Islam Demokrat

dd) PNI Massa Marhenis


ee) MURBA
ff) PDI
gg) Golkar
hh) PP

: Partai Musyawarah Rakyat


: Partai Demokrasi Indonesia
: Golongan Karya
: Partai Persatuan

ii) PKB

: Partai Kebangkitan Bangsa

jj) PUDI

: Partai Uni Demokrasi Indonesia

kk) PBN
ll) MKGR

: Partai Buruh Nasional


: Partai Musyawarah Gotong Royong

mm)

PDR

: Partai Daulat Rakyat

nn) Partai Cinta Damai

oo)PKP

mm)

PSPSI

qq) PNBI

oo)PBI

: Partai Keadilan dan Persatuan


: Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
: Partai Nasional Bangsa Indonesia
: Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia

ss) SUNI

: Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia

tt) PND

: Partai Nasional Demokrat

uu) PUMI

: Partai Umat Muslimin Indonesia

vv) PPI

: Partai Pekerja Indonesia

3. Kondisi Sosial dan Politik Bangsa Indonesia Setelah 21 Mei 1998


Perubahan politik di Indonesia sejak bulan Mei 1998 merupakan babak baru bagi
penyelesaian masalah Timor Timur. Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh
Presiden B.J. Habibie telah menawarkan pilihan, yaitu pemberian otonomi khusus
kepada Timor Timur di dalam Negara Kesatuan RI atau memisahkan diri dari
Indonesia. Melalui perundingan yang disponsori oleh PBB, di New York, Amerika
Serikat pada tanggal 5 Mei 1999 ditandatangani kesepakatan tripartit antara
Indonesia, Portugal, dan PBB untuk melakukan jajak pendapat mengenai status
masa depan Timor Timur.
PBB kemudian membentuk misi PBB di Timor Timur atau United Nations
Assistance Mission in East Timor (UNAMET). Misi ini bertugas melakukan jajak
pendapat. Jajak pendapat diselenggarakan tanggal 30 Agustus 1999. Jajak pendapat
diikuti oleh 451.792 penduduk Timor Timur berdasarkan criteria UNAMET. Jajak
pendapat diumumkan oleh PBB di New York dan Dili pada tanggal 4 September
1999. Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa 78,5% penduduk Timor Timur

menolak menerima otonomi khusus dalam NKRI dan 21,5% menerima usul otonomi
khusus yang ditawarkan pemerintah RI. Ini berarti Timor Timur harus lepas dari
Indonesia. Ketetapan MPR No. V/MPR/ 1999 tentang Penentuan Pendapat Rakyat
di Timor Timur menyatakan mencabut berlakunya Tap. MPR No. V/MPR/1978.
Selain itu, mengakui hasil jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999 yang menolak
otonomi khusus.

Pengalaman lepasnya Timor Timur dari Indonesia menjadikan pemerintah lebih


waspada terhadap masalah Aceh dan Papua. Sikap politik pemerintah di era
reformasi terhadap penyelesaian masalah Aceh dan Papua dilakukan dengan
memberi otonomi khusus pada dua daerah tersebut. Untuk lebih memberi perhatian
dan semangat pada penduduk Irian Jaya, di era kepemimpinan Presiden
Abdurrahman Wahid nama Irian Jaya diganti menjadi Papua.
Pemerintah pusat juga memberi otonomi khusus pada wilayah Papua. Dengan
demikian, pemerintah telah berusaha merespon sebagian keinginan warga Papua
untuk dapat lebih memaksimalkan segala potensinya untuk kesejahteraan rakyat
Papua sendiri. Meskipun begitu, masih saja terjadi usaha untuk memisahkan diri
dari NKRI, terutama yang dipimpin oleh Theys H. Eluoy, Ketua Presidium Dewan
Papua. Gerakan Papua Merdeka sempat mereda setelah Theys H. Eluoy tewas
tertembak pada tanggal 11 November 2001 yang diduga dilakukan oleh beberapa
oknum TNI dari Satgas Tribuana X. Penyelesaian konflik seperti itu sebenarnya
tidak dikehendaki pemerintah, namun ada saja oknum yang memancing di air keruh
sehingga menimbulkan ketegangan.
Keinginan sebagian rakyat untuk merdeka telah menyebabkan pemerintah bertindak
keras. Apalagi setelah pengalaman Timor Timur dan pemberian otonomi khusus
pada rakyat tidak memberikan hasil maksimal. Pada masa pemerintahan Presiden
Megawati Sukarnoputri, Aceh telah mendapat otonomi khusus dengan nama
Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, keinginan baikpemerintah kurang mendapat
sambutan sebagian rakyat Aceh. Kelompok
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap pada tuntutannya, yaitu ingin Aceh merdeka.
Akibatnya, di Aceh sering terjadi gangguan keamanan, seperti penghadangan dan
perampokan truk-truk pembawa kebutuhan rakyat, serta terjadinya penculikan dan
pembunuhan pada tokoh-tokoh yang memihak Indonesia. Agar keadaan tidak makin

parah, pemerintah pusat dengan persetujuan DPR, akhirnya melaksanakan operasi


militer di Aceh. Hukum darurat militer diberlakukan di Aceh. Para pendukung
Gerakan Aceh Merdeka ditangkap. Namun demikian, operasi militer juga tetap saja
menyengsarakan warga sipil sehingga diharapkan dapat segera selesai.
`Gejolak politik di era reformasi juga ditandai dengan banyaknya teror bom di
Indonesia. Teror bom terbesar terjadi di sebuah tempat hiburan di Legian, Kuta, Bali
yang menewaskan ratusan orang asing. Pada tanggal 12 Oktober 2002 bom
berikutnya sempat memporak-porandakan Hotel J.W. Marriot di Jakarta beberapa
waktu lalu. Keadaan yang tidak aman dan banyaknya teror bom memperburuk citra
Indonesia di mata internasional sehingga banyak investor yang batal menanamkan
modal di Indonesia. Kondisi politik Indonesia yang kurang menguntungkan tersebut
diperparah dengan tidak ditegakkannya hukum dan hak asasi manusia (HAM)
sebagaimana mestinya. Berbagai kasus pelanggaran hukum dan HAM terutama yang
menyangkut tokoh-tokoh politik, konglomerat, dan oknum TNI tidak pernah
terselesaikan secara adil dan jujur. Oleh karena itu, rakyat makin tidak percaya pada
penguasa meskipun dua kali telah terjadi pergantian pimpinan negara sejak
Soeharto tidak menjadi Presiden RI.

1.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat di


Berbagai Daerah Sejak Reformasi
Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan di segala aspek
kehidupan yang lebih baik. Namun, pada praktiknya tuntutan reformasi telah
disalahgunakan oleh para petualang politik hanya untuk kepentingan pribadi dan
kelompoknya. Pada era reformasi, konflik yang terjadi di masyarakat makin mudah
terjadi dan sering kali bersifat etnis di berbagai daerah. Kondisi sosial masyarakat
yang kacau akibat lemahnya hukum dan perekonomian yang tidak segera kunjung
membaik menyebabkan sering terjadi gesekan-gesekan dalam masyarakat. Beberapa
konflik sosial yang terjadi pada era reformasi berlangsung di beberapa wilayah,
antara lain sebagai berikut :

1. Kalimantan Barat

Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan
Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia,
Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang kemudian dihakimi hingga tewas
pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura,
sedangkan
penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang beredar di
masyarakat menyebabkan penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni
etnis Madura melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala
sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antar etnis
tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha
mendamaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh masyarakat dari masingmasing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat
Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan
secara damai.

2. Kalimantan Tengah
Konflik sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi juga di Kalimantan Tengah. Pada
tanggal 18 Februari 2001 pecah konflik antara etnis Madura dan Dayak. Konflik itu
diawali dengan terjadinya pertikaian perorangan antaretnis di Kalimantan Tengah.
Ribuan rumah dan ratusan nyawa melayang sia-sia akibat pertikaian antaretnis
tersebut. Sebagian pengungsi dari etnis Madura yang diangkut dari Sampit untuk
kembali ke kampung halamannya di Madura ternyata juga menimbulkan masalah di
kemudian hari. Kondisi Pulau Madura yang kurang menguntungkan menyebabkan
sebagian warganya menolak kedatangan para pengungsi itu. Sampai sekarang pun
pengungsi Sampit masih menjadi masalah pemerintah.

3. Sulawesi Tengah
Konflik sosial di Sulawesi Tengah tepatnya di daerah Poso berkembang menjadi
konflik antaragama. Kejadian bermula dipicu oleh perkelahian antara Roy Luntu
Bisalembah (Kristen) yang kebetulan sedang mabuk dengan Ahmad Ridwan (Islam)
di dekat Masjid Darussalam pada tanggal 26 Desember 1998. Entah isu apa yang

berkembang di masyarakat perkelahian dua orang berbeda agama itu berkembang


menjadi ketegangan antaragama di Poso, Sulawesi Tengah. Konflik tersebut juga
menyebabkan ratusan rumah dan tempat ibadah hancur. Puluhan, bahkan ratusan
nyawa melayang akibat konflik tersebut. Konflik sempat mereda, tetapi masuknya
beberapa orang asing ke daerah konflik tersebut menyebabkan ketegangan dan
kerusuhan terjadi lagi. Beberapa dialog digelar untuk meredakan konflik tersebut,
seperti pertemuan Malino yang dilakukan pada tanggal 1920 Desember 2001.
Gambar 2.6 Kerusuhan Poso

4. Maluku
Konflik sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian
diawali dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan
kota pada tanggal 19 Januari 1999. Namun, seperti konflik yang terjadi di wilayah
Indonesia lainnya, tanpa tahu isu apa yang beredar di masyarakat, terjadi
ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan disertai
pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas
dengan pembakaran dan perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama.
Namun, anehnya konflik yang semula antaragama berkembang menjadi gerakan
separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front
Kedaulatan Maluku dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di
beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban.
Mereka gigih mempertahankannya. Sampai sekarang konflik Maluku itu belum
dapat diatasi dengan tuntas.
Dari beberapa kejadian itu terlihat betapa di era reformasi terjadi pergeseran pelaku
kekerasan. Di era orde baru, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh oknum ABRI
daripada warga sipil. Namun, pada era reformasi kekerasan justru diperlihatkan oleh
sesama warga sipil. Masyarakat makin beringas dan hukum seperti tidak ada.
Banyak kejadian kriminal yang pelakunya tertangkap basah langsung dihakimi
bahkan sampai meninggal oleh masyarakat. Kinerja para penegak hukum sepertinya
sudah tidak dapat dipercaya lagi. Masyarakat sudah muak melihat berbagai kasus
besar yang melibatkan pejabat negara dan oknum militer tidak tertangani sampai
tuntas meskipun mereka dinyatakan bersalah. Sedangkan mengenai masalah
ekonomi, selama masa tiga bulan kekuasaan pemerintah B.J. Habibie, ekonomi
Indonesia belum mengalami perubahan yang berarti. Enam dari tujuh bank yang

telah dibekukan dan dilikuidasi pemerintah pada bulan Agustus 1998. Nilai rupiah
terhadap mata uang asing masih tetap lemah di atas Rp10.000,00 per dolar Amerika
Serikat. Persediaan sembilan bahan pokok di pasaran juga makin berkurang dan
harganya meningkat cepat. Misalnya, pada bulan Mei 1998, harga satu kilogram
beras rata-rata Rp1.000,00, namun harga tersebut sempat naik menjadi di atas
Rp3.000,00 per kilogram pada bulan Agustus 1998. Antrian panjang masyarakat
membeli beras dan minyak goreng mulai terlihat di berbagai tempat. Oleh karena
keadaan ekonomi yang parah menyebabkan rakyat Indonesia melakukan segala
tindakan untuk sekadar dapat mencukupi kebutuhan. Penjarahan adalah
pemandangan biasa yang dijumpai pada awal-awal pemerintahan Presiden B.J.
Habibie. Penjarahan mereka lakukan terhadap tempat tempat yang dapat
membantu kelangsungan hidup. Kayu-kayu di hutan lindung mereka tebangi,
tambak udang dan ikan bandeng yang siap panen mereka sikat, lahan-lahan tidur
milik orang kaya terutama mantan para penguasa orde baru mereka tempati. Mereka
dengan mengatasnamakan rakyat kecil atau wong cilik melakukan tindakan itu
semua. Pemerintah yang tidak berwibawa tidak mampu mengatasi semua itu. Aparat
penegak hukum pun tidak berkutik dibuatnya.

Pemerintah Indonesia pun sebenarnya berusaha memulihkan keadaan ekonomi


nasional dengan menjalin kerja sama dengan Bank Dunia (World Bank) dan Dana
Moneter Internasional (IMF). Namun, kebijaksanaan ekonomi pemerintah
Indonesia atas saran dua lembaga keuangan dunia malah memperburuk situasi
ekonomi nasional. Dua lembaga keuangan dunia itu menyarankan agar subsidi
pemerintah untuk listrik, BBM, dan telepon dicabut. Akibatnya, terjadi kenaikan
biaya pada ketiga sektor tersebut sehingga rakyat makin terjepit. Atas desakan rakyat
Indonesia, akhirnya pemerintah memutuskan hubungan dengan dua lembaga
keuangan pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Para pemilik
bank (bankir) di Indonesia juga ikut memperburuk keadaan dengan membawa lari
dana penyehatan bank (dana BLBI) yang mereka terima. Maksud pemerintah
sebenarnya baik, yaitu ikut membantu menyehatkan bank akibat krisis keuangan
yang menimpa. Akan tetapi, mental mereka memang sudah rusak sehingga dana itu
malah dipakai untuk hal lain sehingga mereka tidak bisa mengembalikan.

Sungguhpun begitu, pemerintah tetap berusaha memulihkan keadaan ekonomi


Indonesia. Segala cara dilakukan agar rakyat segera terlepas dari krisis ini.
Partisipasi dari setiap warga negara sangat diharapkan untuk dapat segera
memulihkan keadaan mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai Pembukaan
UUD 1945.

Semangat Produktivitas
Bentuklah kelompok belajar yang terdiri atas 4 orang siswa (usahakan yang berasal
dari daerah yang berbeda)!
Amati kegiatan pemerintahan di kalurahanmu di masa reformasi sekarang ini!
Identifikasi kegiatan kepala desa dan perangkatnya, bagaimana upaya peningkatan
kemakmuran rakyat? Bagaimana pelayanan terhadap masyarakat? Bagaimana
perangkat desa merelisasi uang kompensasi BBM dari pemerintah kepada warganya
yang kurang mampu?

Rangkuman
a) Kuatnya peran negara dalam menjalankan kontrol terhadap aktivitas rakyat
menyebabkan bangsa Indonesia menuntut adanya reformasi.
b) Reformasi yang dijalankan di Indonesia lambat laun mengalami perubahan arah
dan tujuan setelah para petualang politik dengan mengatasnamakan rakyat terlibat
di dalamnya.
c) Dengan dalih warisan kebobrokan pemerintahan orde baru, para petualang
politik mencari keuntungan di tengah kegelisahan masyarakat.
d) Ketidakmampuan mengelola negara karena telah dimuati kepentingan
kelompok dan ambisi pribadi selalu dijadikan kambing hitam bahwa itu warisan
orde baru.

e) Jabatan Presiden R I yang disandang B.J. Habibie, meskipun masih


menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat (khususnya akademisi) telah
membawa beberapa perubahan di berbagai aspek kehidupan.
f) Reformasi yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie, antara lain pemberian
amnesti pada para tahanan dan narapidana politik, kebebasan pers, dan pendirian
partai-partai politik untuk menghadapi pemilu yang dipercepat.
g) Kesalahan besar yang dilakukan pemerintahan B.J. Habibie dalam menjalankan
reformasi di Indonesia adalah lepasnya Timor Timur dari NKRI.
h) K.H. Abdurrahman Wahid menjabat sebagai presiden menggantikan B. J.
Habibie berdasarkan kepitusan dalam Sidang Umum MPR.
i) Kasus Bruneigate dan Buloggate menyebabkan DPR mengeluarkan
memorandum bagi Presiden Abdurrahman Wahid.

j)
melalui

MPR akhirnya memberhentikan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden

about : pena ki semar

posts tagged tokoh reformasi

29
Mar

09

hancurnya tokoh reformasi


By Ki Semar Leave a Komentar
Categories: Hancurnya Tokoh Reformasi
Tags: Hancurnya, Tokoh Reformasi

Terjadinya gerakan Reformasi pada tahun 1998 mencuatkan nama beberapa tokoh, Amien
Rais, Gus Dur, Megawati dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bagaikan artis pemenang
Piala Citra kemanapun mereka berjalan senantiasa mendapat sambutan hangat dari seluruh

elemen bangsa ini. Tak berlebihan jika pada saat itu mereka tampil bagaikan Proklamator ke2 di negeri ini. Hampir seluruh penghuni Republik ini membungkus harapan terhadap empat
tokoh Reformasi tersebut.
Andai negeri ini pernah berbuat salah, maka menggantungkan harapan perbaikan kehidupan
terhadap ke empat tokoh reformasi tersebut merupakan kesalahan terbesar yang pernah
dilakukan bangsa ini. Bahkan kalangan mahasiswa sebagai pendukung utama ke empat
tokoh tersebut dalam meledakkan Reformasi 1998 akan merasa sebagai pihak yang
dipermalukan dan dipermainkan oleh keempat tokoh Reformasi 1998. Apakah ini sebuah
tulisan tanpa dasar ? Tidak, walau bukan berdasar data survey yang dilakukan oleh para oleh
intelektual tetapi setidaknya inilah fakta yang ada.
Reformasi yang dimotori oleh Amien Rais, Megawati, Gus Dur dan Sultan HB X hanya
sebuah proses pembangunan Jembatan Emas menuju Istana Negara. Tujuan tunggal
gerakan ini hanyalah berebut posisi RI-1. Peningkatan taraf kehidupan rakyat kecil sangat
jauh bahkan mungkin tak pernah masuk dalam agenda gerakan yang dipelopori keempat
tokoh tersebut. Masing-masing hanya saling berebut tulang kekuasaan. Tak ada satupun dari
keempat tokoh Reformasi ini yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi Presiden RI,
bahkan bukan hanya sebuah keinginan tetapi berubah menjadi sebuah ambisi.
Untuk mendekati pada topic diatas maka akan Penulis tampilkan beberapa fakta dibawah ini:
KH. Abdurrahman Wahid: Ulama kharismatik dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum
NU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia tak luput dari penyakit Demam
RI-1. Berbagai cara ditempuh termasuk menikam Megawati dalam proses pemilihan
Presiden RI. Tujuan dan ambisi Gus Dur untuk menjadi orang No 1 di Republik berhasil. Tapi
disinilah awal bencana negeri ini. Bebera catatan penting dimasa kepemimpinan Gus Dur
adalah:
Tingginya jadwal kunjungan keluar negeri tanpa memberikan nilai lebih untuk negeri ini.
Meningkatnya secara tajam pembabatan hutan di negeri ini, yang dampaknya dapat kita rasasakan
akhir-akhir ini.
Impotennya fungsi ABRI dan nyaris tergantikan oleh pasukan khusus yang dibuat oleh Gus Dur
dengan nama Pagar Nusa. Dimana keberadaan pasukan khusus ini sering menimbulkan
keresahan dimasyarakat.

Dari data diatas tak berlebihan bila kita sebut Gus Dur sebagai Presiden Wisata dan
Pelopor musnahnya hutan di Indonesia. Masa kepemimpinan Gus Dur berakhir ditangan SI
MPR. Tragis.
Megawati Soekarno Putri: Buntut Soekarno Putri dibelakang namanya bagaikan tiket emas
menuju RI-1. Kekecewaan masyarakat atas kepemimpinan Gus Dur seakan terobati dengan
naiknya Megawati sebagai pemengang kendali negeri ini. Namun apakah ini sebuah kutukan
ataukah ujian untuk negeri ini. Naiknya Megawati sebagai Presiden RI menggantikan Gus
Dur tidak merubah keadaan, kondisi negeri ini semakin terpuruk. Tak beda dijaman
kepemimpinan Gus Dur ada beberapa titik hitam tertoreh disini:
Terlalu masuknya Taufik Kiemas dalam urusan kenegaraan menjadikan Republik ini seakan dipimpin
oleh dua Presiden. Hal ini Nampak dari tidak adanya ketegasan Megawati dalam setiap keputusan
yang diambilnya selaku Presiden RI.
Dalam kepemimpinan Megawati inilah asset-aset Negara yang penting serta vital banyak terjual
kepihak asing. Sebuah keputusan yang sangat merugikan negeri ini.

Sebagai kehormatan atas langkah yang diambil maka layak jika Megawati kita beri sebagai
Presiden Pemasaran asset Negara yang tiada banding. Maka sangat lucu bila pada saat ini
Megawati sering mengkritik kebijakan pemerintah. Megawati lupa bahwa bangsa ini tidak
pikun dan tidak bodoh untuk membandingkan jaman kepemimpinannya yang jauh lebih
buruk dibanding masa pemerintahan saat ini.
Amien Rais : Mantan Ketua Umum Muhammadiyah yang terkenal dengan pemikirannya
yang tajam serta kritikan yang pedas terhadap pemerintah juga tak lebih dari tokoh Reformasi
yang lain. Walau tidak pernah menjabat sebagai Presiden RI namun berbagai ungkapan serta
ikut sertanya dalam kontes pemilihan Presiden RI tahun 2004 merupakan bukti yang kuat
adanya ambisi untuk menjadi Presiden RI. Kembali lagi pada pepatah Sepandai-pandainya
menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga. Walai pada awalnya masyarakat sangat
menggantungkan nasibnya kepada Amien Rais tetapi pada akhirnya masyarakat sadar siapa
sebenarnya Amien Rais. Kekecewaan masyarakat terkemas dalam bentuk ketidak percayaan
terhadap tokoh ini, hal ini semakin jelas dengan tidak adanya dukungan dari masyarakat pada
saat Pilpres 2004. Amien Rais terjungkal dan tidak bangkit lagi.
Sultan Hamengkubuwono X: Pada awalnya masyarakat menganggap Sultan HB X
merupakan tokoh Reformasi yang tidak memiliki ambisi kekuasaan seperti ke tiga

rekannya. Salah ! sekali lagi bangsa ini salah menilai. Sultan HB X juga merupakan tokoh
Reformasi yang memiliki ambisi kuat menduduki kraton Republik ini. Ambisi yang membabi
buta telah menyebabkan Sri Sultan menjadi permainan elit politik Partai Golkar. Sekali lagi
seorang tokoh Reformasi tidak memperoleh simpati masyarakat. Dan yang lebih
merendahkan wibawa Sri Sultan HB X adalah pernyataan DPD Golkar Yogyakarta untuk
mendukung Jusuf Kalla sebagai Capres Partai Golkar. Pemilihan Yogyakarta sebagai tempat
penyampaian dukungan terhadap Jusuf Kalla sebagai Capres Golkar melengkapi kejatuhan
dan hancurnya wibawa Sri Sultan HB X.
Tak ada lagi yang tersisa dari tokoh Reformasi, semua menuju ke kubur politik masingmasing. Sekali lagi bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang terlalu bodoh untuk
dipermainkan. Semua elemen bangsa sadar siapa dan apa sebenarnya yang ada difikiran para
tokoh Reformasi.
Persatuan yang dibangun oleh sebuah ambisi tidak akan kekal, demikian juga yang terjadi
pada persatuan para tokoh Reformasi. Persatuan ke empat tokoh ini telah hancur bahkan
cenderung saling menjegal diantara keempatnya.
Salam: Ki Semar

Top of Form

SEJARAH LEPASNYA TIMOR-TIMUR DARI NKRI

Indonesiatu - Program Studi Ilmu Pemerintahan Semester V STISIPOL Raja Haji


dan Tanjungpinang-Kepulauan Riau dan Wartawan Tabloid Suara Mahasiswa

Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat
Timor Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah
dengan NKRI diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak
otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI. Sejak itulah, isu

disentegrasi bangsa menjadi suatu persoalan yang tidak bisa dinomorduakan


sebab bukan tidak mungkin muncul kecemburuan dari daerah lain yang
merasa dirinya kaya dan mampu mengurus daerahnya sendiri memilih
memisahkan diri juga dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Untunglah, kekhawatiran itu tidak terjadi pasca Timor Timur menyatakan sikap
untuk membuat negara sendiri yang kini bernama Timor Leste. Meskipun
demikian, ancaman-ancaman untuk merobohkan bangunan NKRI selalu saja
terbit ketika bangsa ini lemah dan lengah. Namun, siapakah pelaku yang
mencoba merobohkan kebhinekaan Indonesia? Kalau boleh jujur, ini adalah lagu
lama. Permusuhan dan permainan negara-negara yang merasa dirinya digdaya
antara AS yang berkiblat pada ideologi liberalis dan negara-negara yang
beraliran komunis.

Ada benarnya, apa yang ditulis oleh wartawan Batam Pos pada Selasa (28/8),
Bung Abdul Latif dalam tulisannya di kolom opini, DCA, Ancam Integritas
Bangsa bahwasanya ada intervensi atau campur tangan AS (Amerika Serikat)
dalam perjanjian DCA antara Indonesia dan Singapura. Kekhawatiran ini,
menurut hemat penulis bukanlah sesuatu hal yang mengada-ada, tetapi perlu
dicermati bersama format seperti apa yang kita butuhkan untuk menjaga
stabilitas dan keutuhan bangsa. Oleh sebab itu, ada baiknya kita belajar banyak
dari sikap Timor Timur mengapa masyarakat di sana lebih memilih berpisah
daripada bergabung dan menerima otonomi khusus dari pemerintah RI.

Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan


Presiden Soeharto merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan
dunia global umumnya dan khususnya bagi Indonesia. Bagaimana tidak, propinsi
yang pernah dirasuki dan dikuasai Portugis itu, sekarang telah mengingkari
janji-nya sendiri. Sebuah kesepakatan untuk setia kepada wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, dibalik bergabungnya Timor Timur itu masih menyimpan teka-teki.yang
mungkin tak terlalu sulit untuk dijawab. Mengapa negara lain khususnya Amerika
Serikat mendukung pada saat disahkan RUU tentang integrasi Timor Timur ke
wilayah Republik Indonesia. Ada apa, toh Amerika sebagai negara yang mengaku
dirinya adalah negara super power atau adi daya tidak memperoleh keuntungan
materi dari disahkannya RUU itu menjadi UU. Aneh tapi nyata, segala kesulitankesulitan yang dihadapi Indonesia selalu dibantu oleh negara penganut paham
liberal tersebut. Khususnya tentang loby pihak Amerika kepada negara-negara
lain untuk mengakui bahwa Timor Timur telah resmi bergabung dengan
Indonesia.

Negara-negara lain biasanya mengamini saja kalau Amerika yang mempunyai


kemauan. Akan tetapi, itu semua belum dapat menjawab teka-teki yang penulis
katakan tak sulit untuk dijawab tadi. Inti dari belas kasih negeri yang sekarang
dipimpin George W. Bush ini merupakan umpan empuk yang dipergunakan untuk
memberangus paham atau ideologi komunis.

Kalau Timor Leste saat itu tidak bergabung, maka Amerika tentu akan merasa
sulit untuk menyuntikkan paham-paham liberalnya, karena saat itu paham
komunis terlebih dahulu masuk daripada paham yang mereka anut. Sementara,
komunis bagi mereka adalah faktor penghambat sekaligus penghalang bagi
mereka untuk menguasai dunia, sehingga membuat mereka menyusun kekuatan
dengan pemerintah Indonesia pada saat itu untuk memberangus komunis di
Timor Timur.

Bantuan setengah hati dari Amerika itu membuat Indonesia terbuai. Ketika
paham komunis telah berhasil mereka tumpas, maka mereka mulai lepas tangan.
Sehingga, pemerintah Indonesia terhanyut dalam kegamangan dan kekayaan
propinsi-propinsi yang berpotensi besar menyumbangkan upetinya ke
pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi anak adopsi yang tak
terurus. Mereka hanya diberikan uang jajan selebihnya dibiarkan.

Timor Timur: Upaya Amerika Memberangus Komunis


Memang secara fisik Amerika tidak sedikit pun mempengaruhi apalagi menjajah
Timor Timur untuk digali hasil kekayaannya secara materi, tetapi intervensi yang
mereka lakukan hanyalah semata-mata untuk menolong dan mendukung Timor
Timur, sehingga mereka mencari teman terdekat untuk diajak kerjasama yaitu
Indonesia. Perbuatan yang kelihatannya terpuji menyimpan maksud terselubung
yaitu terciumnya bau komunis di wilayah itu. Jadi, dengan bergabungnya Timor
Timur dengan Indonesia, Amerika berharap, ideologi itu dapat diberangus guna
mempermudah dan memuluskan paham modernisasi.

Sebagaimana yang ditulis Andi Yusran (1999: 128) bahwasanya masalah Timor
Timur sebenarnya tidak melulu masalah politik, melainkan juga adalah persoalan
hukum, persoalan yang selalu mengedepan saat ini dan sebelumnya adalah
tidak adanya kepastian hukum bagi status Timor Timur, sejarah mencatat bahwa
sejak awal integrasi (1975), integrasi tersebut tidak mendapat pengakuan dari
PBB, namun demikian negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan

Australia, justru lebih awal memberikan dukungan, bahkan sejarah juga


menunjukkan kalau AS terlibat dalam proses tersebut.

Masih menurutnya, dukungan negara-negara barat atas integrasi Timor Timur ke


dalam wilayah RI itu bernuansa politik strategis, yakni usaha membendung
pelebaran sayap komunisme, karena Fretelin yang sebelumnya telah
memproklamirkan kemerdekaan atas Timor Timur secara sepihak (Nov 1974),
dianggap beraliran Marxis. Dalam konteks ini, maka wajar jika Indonesia merasa
telah di atas angin, karena telah mendapat dukungan AS dan negara Barat
lainnya, konsekuensi dari semua itu Indonesia menjadi lengah (setengah hati?)
tidak memperjuangkan status hukum atas Timor Timur, padahal sekiranya
Indonesia mengangkat isu keabsahan Timor Timur di forum PBB minimal
sebelum perang dingin berakhir (1989), besar kemungkinan AS beserta sekutu
baratnya akan menjadi negara pertama yang mengakui integrasi tersebut.
Bermula dari perang saudara di Timor Timur, Fretelin golongam yang beraliran
Marxis mendapat bantuan persenjataan. Bantuan persenjataan yang berasal dari
Portugis menjadikan mereka kelompok yang berkuasa khususnya di daerah Dili.
Pada 28 November 1975 secara sepihak Fretelin memproklamasikan berdirinya
Republik Demokrasi Timor Timur dengan Xavier do Amaral sebagai presidennya,
Ramos Horta sebagai menteri luar negeri dan Nicola Lobato sebagai perdana
menteri.

Namun, proklamasi ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur
sendiri. Demi mewujudkan impiannya, Fretelin kemudian melakukan tindakan
pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya untuk menguasai wilayah Timor
Timur sehingga terjadilah perang saudara. Fretelin sebagai partai beraliran
komunis terpaksa menghadapi empat partai lain yang juga menguasai wilayah
Timor Timur. Empat partai (UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista) yang
menggabungkan kekuatan itu, melakukan proklamasi tandingan yang dikenal
sebagai Proklamasi Balibo pada 30 November 1975 yang menyatakan diri
bergabung dengan Indonesia pada 7 Desember 1975.
Selanjutnya, pasukan Indonesia membantu keempat partai tersebut untuk
melumpuhkan kekuatan Fretelin. Pernyataan integrasi masyarakat Timor Timur
ke Indonesia di Balibo diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang (NTT)
pada 12 Desember 1975. Melalui pengulangan proklamasi terebut, maka para
pendukungnya sepakat membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur
(PSTT) pada 17 Desember 1975 yang beribukota di Dili dan dipimpin oleh
Arnaldo dos Reis Araujo sebagai ketua dan wakilnya Francisco Xavier Lopez da
Cruz serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai oleh Guilherme Maria
Gonsalvez dengan wakilnya Gaspocorria Silva Nones.

Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur
dikeluarkan petisi yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima
dan mengesahkan integrasi Timor Timur ke dalam negara kesatuan RI tanpa
referendum. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI diajukan secara resmi
pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah mengajukan RUU integrasi Timor
Timur ke wilayah RI kepada DPR RI.

DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7


Tahun 1976 pada 17 Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR
menetapkan TAP MPR No. VI / MPR/ 1978. Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi
Indonesia yang ke-27. Dan propinsi yang baru lahir tersebut memiliki 13
kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu
adalah Dili, Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque, Ainaro, Manufani, Kovalima,
Ambeno, Bobonaru, Liquisa, Ermera dan Aileu. Arnaldo dos Reis Araujo dan
Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi
gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir Machmud
sebagai Menteri Dalam Negeri pada 3 Agustus 1976.

Persoalan Belum Selesai


Bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia bukan berarti persoalan Timor
Timur selesai begitu saja. Sementara, bagi pemerintah RI Timor Timur telah sah
bergabung wilayah Indonesia dan menganggap ancaman disintegrasi kecil
kemungkinan untuk terjadi. Kelompok-kelompok penekan yang menentang
integrasi memang tak dapat tumbuh dan berkembang di masa itu, tetapi mereka
terus bergerilya menyusun rencana dan mencari moment yang tepat untuk
bergerak meneruskan perjuangan mereka untuk lepas dari wilayah Republik
Indonesia.

Memang tokoh-tokoh sentral yang mengingkari pengintegrasian tersebut seperti


Alexander Kay Rala alias Xanana Gusmao telah ditahan oleh pihak-pihak yang
berwenang di lingkungan pengamanan pada Era Orde Baru. Dan itu tak lepas
dari peran Presiden Soeharto yang jeli melihat aksi-aksi kritis yang mencoba
memecah belah persatuan.

Di dunia internasional, Portugal yang memasuki wilayah Timor Timur pertama


kali mempersoalkan propinsi yang berlambang dasar perisai berbentuk persegi
lima tersebut. Indonesia menganggap ini bukan sesuatu yang membahayakan

dan menganggap hal ini biasa-biasa saja karena memandang masalah Timor
Timur sudah selesai dan Timor Timur telah mereka anggap sebagai anak
kandung yang paling bungsu. Selalu dimanja dan dipuja-puja. Pemerintah telah
memberikan bantuan dana bagi daerah ini sebesar 92 persen untuk tahun 1998.

Meskipun demikian, Dewan Keamanan PBB, terus mengobok-obok bergabungnya


Timor Timur ke wilayah Indonesia dan mereka belum mengakui integrasi Timor
Timur ke dalam wilayah RI. Seperti yang ditulis Nico Thamien R (2003: 46) dalam
bukunya yang berjudul. Sejarah untuk Kelas Tiga SMU,

Posisi Indonesia semakin sulit ketika terjadi peristiwa Santa Cruz pada bulan
November 1991 yang menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini memperkeras kritik
dunia internasional dan lembaga-lembaga non pemerintah terhadap pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, bukan berarti pemerintahan Indoenesia lepas
tangan begitu saja. Sejak tahun 1980 sebenarnya mereka telah mencium bau
yang tak sedap ini dan sering melakukan pembicaraan rutin dengan Portugal,
tetapi pembicaraan itu tak mencapai titik temu.

Hingga pemerintahan Soeharto mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan.


Angin disentegrasi yang semula sepoi-sepoi berhembus, sekarang hembusannya
semakin kencang. Apalagi bos CNRRT (Conselho Nacional de Resistencia
Timorese) yang merupakan tempat oposisi Fretelin bergabung setelah
disudutkan, Xanana Goemao telah dilepaskan. Rencana apik yang telah dia
susun di dalam kerangkeng semakin mudah dia lakukan bersama koncokonconya.

B. J Habibie yang menggantikan mantan presiden Soeharto mau tidak mau turut
tertimpa masalah dan beragam krisis termasuk krisis disentegari di Timor Timur
yang merupakan warisan orang yang mengajarkan sekaligus mendiktenya untuk
berpolitik itu. Habibie yang terkesan tidak tegas, plin-plan dalam mengambil
keputusan merupakan faktor keberuntungan yang dimiliki oleh Xanana Goesmao
untuk mengacaubalaukan rasa nasionalime rakyat Timor Timur.

Xanana Goesmao yang didukung oleh negara luar seperti Australia dan Portugal
semakin menggebu-gebu untuk menyuarakan kemerdekaan. Akan tetapi,
Presiden B.J Habibie berupaya keras untuk menampal luka lama Partai Fretelin
itu. Sayangnya, manusia brilliant asal Indonesia itu tidak mampu menutup luka
secara utuh, hanya ditutup sebagian saja, sebagian lagi dibiar terbuka.

Dua opsi (pilihan alternatif) yang dia tawarkan untuk memecahkan masalah
Timor Timur yaitu pemberian otonomi khusus di dalam negara kesatuan RI atau
memisahkan diri dari Indonesia. Portugal dan PBB menyambut baik tawaran ini.
Selanjutnya, perundingan Tripartit di New York pada 5 Mei 1999 antara Indonesia,
Portugal dan PBB menghasilkan kesepakatan tentang pelaksanaan jajak
pendapat mengenai status masa depan Timor Timur atau United Nations Mission
in East Timor (UNAMET).

Jajak pendapat diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 yang diikuti oleh
451.792 orang pemilih yang dianggap penduduk Timor Timur berdasarkan
kriteria yang ditetapkan UNAMET, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun
luar negeri. Hasil jajak pendapat diumumkan pada 4 September 1999 di Dili dan
di PBB. Sejumlah 78,5 persen penduduk menolak dan 21,5 persen menerima
otonomi khusus yang ditawarkan. Dengan mempertimbangkan hal ini maka MPR
RI dalam Sidang Umum MPR pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan
mengembalikan Timor Timur seperti pada 1975.

Memperkuat NKRI

Di mulai dari kisah visi-misi Amerika Serikat untuk memberangus komunis


hingga drama bergabungnya Timor Timur, penulis mencoba memetik hikmah
dari lepasnya Timor Timur. Dan ada dua item penting yang dapat kita petik yaitu
penyelesaian masalah Timor Timur memberikan citra positif Indonesia di forum
internasional, terlepas dari citra negatif yang datangnya dari kelompok-kelompok
penekan untuk menjatuhkan mantan Presiden Habibie dan Indonesia secara
ekonomis diuntungkan, sebagaimana kata Andi Yusran (1999: 127) dalam buku
karangannya,.Reformasi Ekonomi Politik. Dengan lepasnya Timor Timur
setidaknnya membawa keuntungan atau kepentingan strategis bagi Indonesia.

Pertama, secara politik, penyelesaian sesegera mungkin secara bijaksana dan


bertanggung jawab atas masalah Timor Timur akan memberikan citra positif bagi
Indonesia di forum internasional. Kedua, secara ekonomis Timor Timur bukanlah
daerah basah penghasil devisa negara, sebaliknya Timor Timur justru telah
menjadi beban ekonomi bagi pemerintahan Indonesia, PAD sebesar 8 persen dari
APBD setidaknya mengindikasikan posisi geo-ekonomi, Timor Timur tersebut
minimal membawa konsekuensi ekonomis atas masalah Timor Timur sendiri.

Satu hal perlu menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia untuk


mempertangguh keintegrasian Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sebagian besar suatu anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai batasbatas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik dalam mana mereka
menjadi warganya dan apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut
bersepakat mengenai sturuktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada
proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah
negara tersebut. Hal ini seperti yang dikutip Nasikun (1983) dari Liddle.

Menurut Soleman B. Taneko, SH dalam bukunya yang berjudul, Konsepsi Sistem


Sosial dan Sistem Sosial, untuk mendukung hal yang penulis maksud di atas
diperlukan lima cara antara lain. Pertama, penciptaan musuh dari luar. Kedua,
gaya politik para pemimpin. Ketiga, ciri dari lembaga-lembaga politik seperti
birokrasi tentara, parpol dan badan legislatif. Keempat, ideologi nasional dan
terakhir kesempatan perluasan ekonomi. Di saat usia Indonesia yang ke-62,
semoga bangsa ini tetap utuh dan selalu jaya.

andinurhasanah
Karna impian adalah motifasi maka Bermimpilah karena tuhan akan
memeluk mimpi mimpi mu.
Menu
Skip to content

Diary

Puisi

Novel Teenlit

MAKALAH MASA REFORMASI


31/12/2012 by andinurhasanah in PI (perekonoianindonesia)

Latar Belakang

Krisis finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia melemah.
Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan, jasa, dan usaha. Pada masa
orde baru, orang-orang dekat dengan pemerintah akan mudah mendapatkan fasilitas dan
kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja demi keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter.
Krisis tersebut membawa dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak
perusahaan yang ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka

pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis perbankan. KKN
semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum, pemerintahan orde baru yang otoriter
(tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU
serta memunculkan demonstrasi yang digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum
demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan
di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya
empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa
tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat
mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai Pahlawan reformasi. Menanggapi
aksi reformasi tersebut, presiden soeharto berjanji akan mereshuffle cabinet pembangunan VII
menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas
menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan
UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi belum bisa terbentuk karenan empat
belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut
menyebabkan presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai dimulainya orde reformasi.
1.2

Permasalahan

1.

Apa pengertian dan tujuan reformasi?

2.

Bagaiman sistematika pelaksanaan UUD 1945 Pada masa Orde Reformasi sampai sekarang?

3.

Bagaimana sistem pemerintahan pada masa orde reformasi?

1.3

Tujuan

1.

Untuk mengetahui pengertian dan tujuan reformasi

2.

Memahami pelaksanaan UU 1945 pada masa Orde reformasi

3.

Mengetahui sisitem pemerintahan yang dianut pada masa orde reformasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian dan Tujuan Reformasi

Reformasi merupakan suatu perubahan yang bertujuan untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan


yang diwariskan oleh Orde Baru atau merombak segala tatanan politi, ekonomi, social dan budaya
yang berbau Orde baru. Atau membangun kembali, menyusun kembali.
Dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat dan agar dapat mewijudkan tujuan
dari reformasi tersebut maka B.J.Habibie mengeluarkan beberapa kebijakan, antaranya:
1.

kebijakan dalam bidang politik

reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa orde baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang

tersebut.

UU No. 2 Tahun 1999 tentang partai politik

UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum

UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR

1.

Kebijakan Dalam Bidang Ekonomi

Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah
membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional ( BPPN ). Selanjutnya pemerintah
mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
1.

Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat dan Pers

Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat
dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia golongan dan ideology. Masyarakat dapat
menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan
dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ).
1.

Pelaksanaan Pemilu

Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan
pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam
pemerintahan B. J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur . B.J.Habibie
mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut
dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat
tersebut menunjukan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu
Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan
penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste.
Selain dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan juga
dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yan tidakk
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan
menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan
kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan Yudikatif.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain :
1.

Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi.

2.

Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang pencabutan Tap MPR tentang referendum

3.

Tap MPR RI No XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN.

4.

Tap MPR RI No XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden

RI.
5.
2.2

Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV.


Sistematika Pelaksanaan UU 1945 pada Masa Orde Reformasi

Pada masa orde Reformasi demokrasi yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi
dengan berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada
masa Orde Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
yang adil dan beradab, selalu memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu
keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa
Reformasi telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan mengontrol
pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat melaksanakan tugasnya sampai
akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena dianggap menyimpang dari garis Reformasi.
Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Reformasi:
1.

mengutamakan musyawarah mufakat

2.

Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara

3.

Tidak memaksakan kehendak pada orang lain

4.

Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan

5.

Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah

6.

Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur

7.

Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa,

berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan


8.

Penegakan kedaulatan rakyar dengan memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara,

lembaga politik dan lembaga swadaya masyarakat


9.

Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

10.

Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol yang memiliki partai

11.

Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari pelaksanaan hak asasi manusia

Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap
UUD 1945 setelah di amandemen :

Pembukaan

Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan peralihan dan 2 pasal aturan

tambahan.
2.3

Sistem Pemerintahan pada Masa Orde Reformasi

Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas kenegaraan sebagai berikut:
1.

Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak yang lebih luas terhadap hak-hak untuk

mengeluarkan pendapat dan pikiran baik lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945 dapat
terwujud dengan dikeluarkannya UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multi
partai

2.

Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung jawab

dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang ditindak lanjuti dengan UU
no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.

Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis melaui siding tahunan dengan

menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban tugas lembaga negara , UUD 1945 di
amandemen, pimpinan MPR dan DPR dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam
sidang istimewanya.
4.

Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali masa jabatan,

presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari pemilu 2000 dan yang terpilih
sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan langsung rakyat adalah Soesilo Bambang
Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara
yang kedudukannya sama dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR
melainkan menurut UUD.
Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang sisten pemerintahan presidensial tetap
dipertahankan dan bahkan diperkuat. Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden
secara langsung.
BAB III
PENUTUP
3.1

Simpulan

Munculnya reformasi disebabkan oleh krisis ekonomi dan politik di Asia, ketidakpuasan masyarakat
Indonesia terhadap pemerintahan Soeharto, dan adanya para demonstran yang menginginkan
diadakannya reformasi total, peristiwa Trisakti yang menyebabkan presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya. Kemudian untuk menanggapi tuntutan reformasi dari
masyarakat tersebut, ada beberapa hal yang di keluarkan yakni;

kebijakan dari B.J Habibieyang meliputi:

kebijakan dalam bidang politik

kebijakan dalam bidang ekonomi

kebijakan dalam menyampaikan pendapat dan pers

kebijakan pemilihan umum

dikeluarkannya ketetapan MPR dan Tap MPR

dilaksanakannya Amandemen UUD 1945

setelah dilaksanakannya Amandemen, UUD 1945 mengalami perubahan. Pelaksanaan demokrasi


didasari atas nilai-nilai yang terkandumg dalam pancasila. Sistem pemerintahan pada masa orde
reformasi mulai diatur dalam UU dan ataupun UUD 1945.
3.2

Saran

Diharapkan kita sebagai generasi bangsa agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan

merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menghargai pendapat orang lain serta


menyelesaikan masalah secara musyawarah mufakat tanpa adanya kekerasan sehimgga negara
kita tetap damai dan tenteram.

Perekonomian Indonesia di Era Reformasi ( makalah )

BAB I
PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan


bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Artinya,
adanya perubahan kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya yang lebih
baik, demokratis berdasarkan prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Gerakan
reformasi lahir sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik,
ekonomi, hukum, dan krisis sosial merupakan faktorfaktor yang mendorong lahirnya gerakan
reformasi. Bahkan, krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan.
Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar- tawar lagi dan karena itu, hampir
seluruh rakyat Indonesia mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut.
Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia menghendaki adanya pergantian kepemimpinan
nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian
kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial,
dan budaya. Indoenesia harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan
dan penderitaan rakyat.

BAB II

PEMBAHASAN
A.

Krisis finansial Asia

Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum
mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%
dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat
memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan
tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian
sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga
barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari
IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998
Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah
utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan
utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan
Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta
mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin
menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di
anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan
yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh
menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat
dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru
bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat

dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini
juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan
yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah
yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers
daerah.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
1)

Hutang luar negeri

Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinyakrisis ekonomi. Meskipun, hutang itu
bukan sepenuhnya hutang negara, tetapisangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk
mengatasi krisis ekonomi.
2)

Industrialisasi

pemerintah Orde Baru ingin menjadikan negara RI sebagai negaraindustri. Keinginan itu tidak
sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia.Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata).
3)

Pemerintahan Sentralistik

pemerintahan Orde Baru sangat sentralistik sifatnyasehingga semua kebijakan ditentukan dari
Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan pemerintah daerah
hanya sebagaikepanjangan tangan pemerintah pusat

B.

Kebijaksanaan Pemerintah Mengatasi Krisis

Krisis ekonomi dengan berbagai dampak negatif sebagaimana telah diuraikan di atas, secara serius
telah diupayakan untuk diatasi dengan melaksanakan kebijaksanaan ekonomi baik yang bersifat
makro maupun mikro. Dalam jangka pendek kebijaksanaan ekonomi tersebut memiliki dua sasaran
strategis, yaitu pertama, mengurangi dampak negatif dari krisis tersebut terhadap kelompok
penduduk berpendapatan rendah dan rentan; dan kedua, pemulihan pembangunan ekonomi ke
jalur petumbuhan yang tinggi. Kedua tugas tersebut sangat penting antara lain karena:
1.

Meluasnya pengangguran akibat krisis yang terjadi di satu pihak dapat memicu timbulnya

kerusuhan sosial, sementara di lain pihak apabila berlangsung lama dapat menurunkan daya saing
angkatan kerja, karena mereka tidak mampu lagi menguasai perkembangan ketrampilan baru yang
sangat diperlukan.
2.

Kapasitas produksi baik pada industri pengolahan maupun sarana dan prasarana

pengangkutan, komunikasi, serta energi yang menganggur tanpa pemeliharaan yang baik akan
menjadi rusak.
3.

Meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya secara berlanjut,

pada gilirannya akan menambah jumlah penduduk miskin karena daya beli mereka akan terus
merosot.
4.

Kemunduran dalam pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan terutama bagi

putraputri penduduk berpendapatan rendah, akan mengganggu upaya pemberdayaan kelompok


penduduk tersebut di masa datang.

1. Kebijaksanaan Ekonomi Makro

Kebijaksanaan ekonomi makro yang telah dilaksanakan pemerintah dalam upaya menekan laju
inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing adalah melalui kebijaksanaan
moneter yang ketat disertai anggaran berimbang, dengan membatasi deficit anggaran sampai
pada tingkat yang dapat diimbangi dengan tambahan dana dari luar negeri. Kebijaksanaan
moneter yang ketat dengan tingkat bunga yang tinggi selain dimaksudkan untuk menekan laju
inflasi dan memperkuat nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, dengan menahan naiknya
permintaan aggregat, juga untuk mendorong masyarakat meningkatkan tabungan di sektor
perbankan.
Meskipun demikian pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tingkat bunga tinggi dapat menjadi
salah satu faktor terpenting yang akan berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi atau bersifat
kontraktif terhadap perkembangan PDB. Oleh karena itu tingkat bunga yang tinggi tidak akan
selamanya dipertahankan, tetapi secara bertahap akan diturunkan pada tingkat yang wajar seiring
dengan menurunnya laju inflasi.

2. Kebijaksanaan Ekonomi Mikro


Kebijaksanaan ekonomi mikro yang ditempuh pemerintah, ditujukan, antara lain:
a.

untuk mengurangi dampak negatif dari krisis ekonomi terhadap kelompok penduduk

berpendapatan rendah dikembangkannya jaring pengaman sosial yang meliputi program


penyediaan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau, mempertahankan tingkat pelayanan
pendidikan dan kesehatan pada tingkat sebelum krisis serta penanganan pengangguran dalam
upaya mempertahankan daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah;
b.

sistem perbankan dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan lembaga

perbankan;
c.

merestrukturisasi hutang luar negeri;

d.

mereformasi struktural di sektor riil; dan

e.

mendorong ekspor.

a)

Jaring Pengaman Sosial

Dalam kaitan ini berbagai langkah telah dilakukan untuk menambah alokasi anggaran rutin

(khususnya untuk subsidi bahan bakar minyak, listrik dan berbagai jenis makanan kebutuhan
pokok), mempertajam prioritas alokasi dan meningkatkan efisiensi anggaran pembangunan.
Hal ini dilakukan melalui peninjauan kembali terhadap program dan kegiatan proyek
pembangunan, antara lain, dengan:
1.

menunda proyek-proyek dan kegiatan pembangunan yang belum mendesak;

2.

melakukan realokasi dan menyediakan tambahan anggaran untuk bidang pendidikan dan

kesehatan;
3.

memperluas penciptaan kerja dan kesempatan kerja bagi mereka yang kehilangan pekerjaan,

yang dikaitkan dengan peningkatan produksi bahan makanan serta perbaikan dan pemeliharaan
prasarana ekonomi, misalnya jalan dan irigasi, yang dapat memperlancar kegiatan ekonomi; dan
4.

memperbaiki sistem distribusi agar berfungsi secara penuh dan efisien yang sekaligus

meningkatkan partisipasi peranan pengusaha kecil, menengah, dan koperasi.

Sebagai akibat dari peninjauan kembali seluruh program dan kegiatan proyek pembangunan, total
anggaran dalam revisi APBN untuk sektor pertanian, pengairan, perdagangan dan pengembangan
usaha, pembangunan daerah, pendidikan, kesehatan, perumahan dan permukiman, dalam tahun
anggaran 1998/99 tidak hanya mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan dengan
APBN sebelum revisi, tapi secara riil juga lebih besar dari realisasi anggaran pembangunan tahun
1997/98, sedangkan alokasi anggaran pembangunan untuk sektor lainnya secara riil mengalami
penurunan.
Implikasi dari pelaksanaan program jaring pengaman sosial yang disertai langkah
penyesuaian untuk mempertajam prioritas alokasi dan peningkatan efisiensi anggaran
pembangunan, pemerintah tidak dapat menghindari terjadinya defisit yang sangat besar,
lebih kurang 8,5 persen terhadap PDB, dalam revisi APBN 1998/99. Hal ini disebabkan oleh karena
penerimaan dalam negeri dalam kondisi kontraksi PDB serta menurunnya harga migas di pasar
internasional sangat sulit untuk dapat ditingkatkan, walaupun sudah termasuk adanya divestasi
dalam BUMN.
Pemerintah sangat menyadari bahwa defisit APBN sebesar 8,5 persen terhadap PDB tidak
sustainable, itulah sebabnya akan diupayakan untuk menurunkannya minimal menjadi
setengahnya pada tahun 1999/2000 dan mengembalikan anggaran menjadi berimbang dalam
jangka waktu 3 tahun. Sehubungan dengan ini akan terus dikaji langkah-langkah untuk
menetapkan pemberian subsidi yang lebih tepat dan pelaksanaan program lain dalam kerangka
jaring pengaman sosial. Pemantauan dan evaluasi program penciptaan lapangan kerja serta
program di bidang pendidikan dan kesehatan akan terus disempurnakan agar dapat dipastikan
bahwa yang memperoleh manfaat terutama adalah penduduk miskin.
Di samping itu peningkatan kinerja penerimaan negara dan manajemen pengeluaran Negara akan

merupakan unsur terpenting dalam upaya menekan defisit anggaran. Dalam kaitannya dengan
upaya memperkuat manajemen pengeluaran, akan disusun kerangka prioritas dalam pengeluaran
negara yang lebih jelas, persiapan penyusunan anggaran yang lebih efisien, kontrol manajemen
kas, serta penyusunan laporan yang komprehensif, akurat dan tepat waktu.
Penerimaan negara dari perpajakan diupayakan untuk ditingkatkan dengan menghilangkan
berbagai bentuk pengecualian terhadap pengenaan pajak pertambahan nilai; meningkatkan nilai
jual objek pajak atas PBB (pajak bumi dan bangunan) sektor perkebunan dan kehutanan serta
meningkatkan pendapatan pajak bukan migas melalui peningkatan cakupan audit tahunan,
penyempurnaan program audit PPN dan peningkatan penerimaan tunggakan pajak. Sementara itu
upaya meningkatkan penerimaan bukan pajak mencakup pengumpulan dana oleh pemerintah di
luar anggaran serta meningkatkan kinerja BUMN dengan privatisasi dan peningkatan dalam
manajemennya.

b) Penyehatan Sistem Perbankan

Untuk menggerakkan kembali roda perekonomian dan memulihkan kepercayaan masyarakat


terhadap perbankan nasional, langkah-langkah mendasar dari kebijakan penyehatan dan
restrukturisasi perbankan pada dasarnya terdiri dari dua kebijakan pokok, yaitu:
1.

Kebijakan untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat guna mendukung

pemulihan dan kebangkitan perekonomian nasional melalui:


a.

program peningkatan permodalan bank,

b.

penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain, mencakup:

i.

perizinan bank yang semula merupakan wewenang Departemen Kuangan dialihkan

kepada Bank Indonesia.


ii.

investor asing diberikan kesempatan yang lebih besar untuk menjadi pemegang

saham bank.
iii.

rahasia bank yang semula mencakup sisi aktiva dan pasiva diubah menjadi hanya

mencakup nasabah penyimpan dan simpanannya.


c.
i.

penyempurnaan dan penegakkan ketentuan kehati-hatian, antara lain:


Bank-bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum (Capital Adequacy Ratio)

sebesar 4% pada akhir tahun 1998, 8% pada akhir tahun 1999, dan 10% pada akhir tahun 2000,
sebagaimana telah diumumkan pemerintah pada bulan Juni 1998.
ii.

Melakukan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap pemilik dan pengurus bank

yang terbukti telah melanggar ketentuan yang berlaku.


2.

Kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan perbankan yang telah terjadi dengan

mempercepat pelaksanaan penyehatan perbankan. Langkah-langkah yang telah dan akan

ditempuh dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi, membangun kembali sistem perbankan
yang sehat, dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, antara lain, meliputi:
a.

Pemberian jaminan pembayaran kepada deposan dan kreditur;

b.

pembentukan Badan Penyehatan. Perbankan Nasional (BPPN) yang bertugas untuk

melakukan restrukturisasi bank-bank yang kurang atau tidak sehat;


c.

melakukan due diligence terhadap bank-bank yang diambil alih pengelolaannya dan

terhadap bank-bank lainnya; dan


d.

menyusun RUU perbankan yang akan mengatur kembali ketentuan mengenai kerahasian

bank, pengawasan, pemilikan investor asing, dan kedudukan BPPN serta bank sentral.
Dengan kebijaksanaan tersebut di atas diharapkan kinerja perbankan nasional menjadi
lebih sehat dan efisien sehingga terpercaya serta mampu menjadi bank yang dikelola
secara profesional terutama dalam menghadapi era globalisasi yang menuntut daya
saing tinggi.

c) Restrukturisasi Hutang Luar Negeri

Hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank-bank yang besar telah menjadi penyebab
terpenting terhadap melemahnya nilai tukar rupiah. Hutang-hutang tersebut dalam tahun
1998/1999 akan jatuh tempo dalam jumlah yang besar. Padahal melemahnya nilai tukar rupiah
yang terus berlanjut akan semakin memperburuk kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu
untuk mengurangi permintaan terhadap mata uang asing dan sekaligus memberi kesempatan
kepada para debitur untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, dalam kesepakatan Frankfrut
tanggal 4 Juni 1998, telah disusun kerangka restrukturisasi hutang dunia usaha, skema
penyelesaian hutang antar bank dan pengaturan tentang fasilitas pembiayaan perdagangan.
Dalam kesepakatan tersebut para kreditur dan debitur secara sukarela dapat menyepakati jumlah
hutang dan perubahan pinjaman menjadi equity, dan ada persyaratan minimal masa
pengembalian 8 tahun termasuk masa tenggang 3 tahun, maka dilihat dari upaya penguatan nilai
tukar rupiah terhadap valuta asing, berarti restrukturisasi hutang swasta dan perbankan tersebut
minimal dapat mengurangi permintaan valuta asing selama 3 tahun. Untuk mendorong
penyelesaian hutang swasta telah diluncurkan Prakarsa Jakarta yang memungkinkan para kreditur
dan debitur menyelesaikan hutang piutang di luar pengadilan niaga, yaitu melalui restrukturisasi
modal perusahaan.
Restrukturisasi hutang luar negeri swasta dan pinjaman antar bank di Indonesia serta penambahan
dana luar negeri baik yang berasal dari CGI maupun tambahan dana dari IMF telah dapat
meningkatkan sisi penyediaan valuta asing. Sebagai konsekuensi interaksi antara naiknya
persediaan dengan turunnya permintaan valuta asing tersebut diharapkan dapat menguatkan nilai

tukar rupiah, yang pada gilirannya juga akan menurunkan laju inflasi. Untuk kepentingan itulah dan
untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia maka pemerintah hingga saat ini masih
mempertahankan kebijaksanaan lalulintas devisa dengan sistem devisa bebas.
Sementara itu untuk mengurangi tekanan terhadap keuangan negara dan
neraca pembayaran luar negeri, melalui Paris Club, Indonesia telah melakukan penjadwalan
kembali hutang pemerintah untuk tahun 1998/1999 1999/2000. Dalam rangka itu pemerintah
telah berhasil menunda pembayaran cicilan pokok sebesar US dollar 4,2 miliar.

d) Reformasi Struktural di Sektor Riil

Agar perekonomian, terutama sektor riil dapat berkembang lebih efisien, pemerintah melancarkan
berbagai program reformasi struktural. Reformasi struktural di sektor riil mencakup:
a.

penghapusan berbagai praktek monopoli,

b.

deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, termasuk bidang perdagangan dalam dan

luar negeri dan bidang investasi, dan


c.

privatisasi BUMN.

Meskipun perekonomian nasional sebelum krisis ekonomi mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, tetapi ternyata terdapat kelemahan-kelemahan, antara lain, adanya praktek praktek
monopoli di berbagai bidang usaha. Dengan praktek-praktek monopoli telah terjadi konsentrasi
kekuatan pasar hanya pada satu atau beberapa pelaku usaha, sehingga kegiatan produksi,
distribusi menjadi tidak efisien dan secara lebih luas daya saing perekonomian nasional menjadi
lemah.
Kebijaksanaan penghapusan monopoli yang telah dan akan dilakukan, antara lain adalah:
penghapusan monopoli yang dilakukan oleh Bulog dalam mengimpor dan penyaluran barangbarang kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak goreng, gula pasir, terigu, dan jagung,
sehingga Bulog hanya akan menyalurkan beras; penghapusan BPPC; penghapusan kegiatan usaha
yang terintegrasi secara vertikal atau horizontal, monopoli produksi minyak pelumas oleh
Pertamina dan lain-lain. Dalam upaya menghapus monopoli tersebut pemerintah telah mengajukan
ke DPR RUU tentang persaingan yang sehat. Dengan adanya penghapusan monopoli diharapkan
ekonomi biaya tinggi bisa dihindarkan sehingga bisa meningkatkan daya saing perekonomian
nasional.
Dengan hapusnya monopoli, masyarakat juga diuntungkan sebab akan memperoleh
barang dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih murah. Dalam kaitannya dengan
deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang, antara lain, mencakup:
a.

mencabut peraturan yang membatasi kepemilikan investor asing sampai 49 persen dari

perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar pada pasar modal;

b.

merevisi daftar negatif investasi dengan pengurangan jumlah bidang usaha yang tertutup

bagi investor asing;


c.

mencabut pembatasan investasi asing dalam perkebunan kelapa sawit, dalam perdagangan

eceran dan dalam perdagangan besar;


d.

mencabut ketentuan tataniaga yang bersifat restriktif untuk pemasaran semen, kertas dan

kayu lapis;
e.

menghapus harga patokan semen (HPS); dan

f.

menerapkan perdagangan bebas lintas batas Dati I dan Dati II untuk semua komoditas

termasuk cengkeh, kacang mete dan vanili dan mencabut kuota yang membatasi penjualan ternak.
g.

e) Promosi Ekspor

Dalam situasi permintaan dalam negeri yang menurun, maka wahana untuk memulihkan kembali
perekonomian Indonesia adalah melalui promosi ekspor. Tambahan pula dengan nilai tukar rupiah
yang terdepresiasi tinggi dewasa ini, Indonesia makin memiliki daya saing dalam barang ekspor
yang padat karya dan padat kekayaan alam. Namun peningkatan ekspor dewasa ini dihadapkan
kepada beberapa kendala, yakni keengganan pihak luar negeri membeli barang Indonesia,
ketiadaan bahan baku, serta hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan ekspor, seperti
misalnya operasi pelabuhan, kecepatan kerja, bea dan cukai, dan administrasi perpajakan.
Keengganan pembeli luar negeri untuk merencanakan pembelian terhadap produk industry
manufaktur Indonesia, antara lain, disebabkan oleh kekhawatiran mereka atas
ketidakmampuan para pengusaha Indonesia untuk dapat memenuhi pesanan tersebut tepat
waktu. Hal ini erat kaitannya dengan permasalahan sosial politik yang terjadi di Indonesia dewasa
ini. Dengan demikian dalam upaya untuk mendorong ekspor, upaya terwujudnya stabilitas sosial
politik sangatlah penting.
Kesepakatan Frankfurt akan berdampak positif bagi penyediaan bahan baku impor yang
dibutuhkan untuk memperlancar kegiatan produksi yang berorientasi ekspor. Selain itu mulai bulan
Juli 1998 Bank Indonesia mengadakan program jaminan pre-shipment kepada eksportir yang sudah
memperoleh L/C dari luar negeri untuk memperlancar impor bahan baku yang diperlukan dan
untuk pembiayaan ekspor pre-shipment. Sementara itu untuk memperoleh modal kerja
kebijaksanaan yang ditetapkan ada kaitannya dengan restrukturisasi dunia perbankan, dunia
usaha, dan restrukturisasi pinjaman dunia usaha terhadap perbankan dalam negeri.

Bab I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Pada jaman sekarang ini indonesia dikatakan masuk era reformasi. Reformasi adalah masa setelah
berlalunya era orde baru. Awal reformasi adalah ketika presiden BJ Habibie menjabat sebagai
presiden negara RI.

Karena kini kita berada di era reformasi, maka kita harus tahu seperti apa reformasi yang terjadi di
indonesia ini agar kita tidak salah dalam melakukan suatu tindakan. Maka untuk seperti apa
reformasi di Indonesia, kami akan bahas masalah reformasi tersebut secara garis besarnya saja
dalam makalah ini yang merupakan tugas dari guru sejarah kami.

B.

RUMUSAN MASALAH

1.

Bagaimana proses berakhirnya orde baru?

2.

Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi pada masa reformasi?

3.

Bagaimana perkembangan politik setelah 21 mei 1998?

4.

Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sejak reformasi?

C.

TUJUAN

Tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang
reformasi yang terjadi di indonesia. Dan juga untuk menyelesaikan tugas yeng diberikan oleh guru
sejarah kami.
!more

BAB II
PEMBAHASAN

A. BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU


Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui
sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan
prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan
pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan
tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,
aparat dan penguasa)
1. Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama
terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal

kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul
suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini
menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

2. Krisi Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik.
Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di
pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pada dasarnya secara de jore (secara
hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi
secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah,
DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi.
Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk
keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undangundang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :

UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum

UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR

UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum

UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan


ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak
mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi
Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli
1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi
Indonesia (PDI).

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut
masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam

kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat


beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada
perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik
terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat
juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya
kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye
pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban
jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang
meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai
Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang
dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali
pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia
dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto
yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.

3. Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak
munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar
dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

4. Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum
mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%
dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat
memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan
tidak dapat di kembalikan begitu saja.

Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional.

Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi
yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian
sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga
barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat.
Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari
IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998
Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah
utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab
munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan
utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan
Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta
mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin
menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di
anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara
Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di
masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan
yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh
menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat
dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru
bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat
dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini

juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan
yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah
yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers
daerah.

5. Krisi Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan
kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa
terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu
berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang
Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat
yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR /
MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar
bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan
reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden
Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR /
MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di
Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan
perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali
sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak
dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya
oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.

B. PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI


1. Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan
yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998

merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun
membutuhkan proses dan waktu. Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi
kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang
terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali,
rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan
kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena itu, munculnya gerakan
reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut :

Adili Soeharto dan kroni-kroninya.

Amandemen UUD 1945

Penghapusan Dwi Fungsi ABRI

Otonomi daerah yang seluas-luasnya

Supremasi hukum

Pemerintahan yang berisi dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).

2. Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi
Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun
pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan
masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang keprihatinan
rakyat.
Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar
demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi
peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton
Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam
VII. Inti isi dari maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang
persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk

dimintai pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden
Soeharto, namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti
meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah
Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden,
serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak
saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.

C. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998


1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas
Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk
mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah,
baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie
adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan
pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh
menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk
kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang
menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada
beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian
Indonesia antaranya :

Merekapitulasi perbankan

Merekonstruksi perekonomian Indonesia.

Melikuidasi beberapa bank bermasalah.

Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-

Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan
pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan
diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah
bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada

zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya
serikat-serikat buruh independent.

2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat


Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik
dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi,
setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin
dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini
dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian
Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang
berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi
karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR)
berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau
demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum.
Adanya undang undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem
demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau
belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat
berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.

3. Masalah Dwifungsi ABRI


Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari
kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang
sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula
terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun
mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi
Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

4. Reformasi Bidang Hukum


Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi
hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan

oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai
kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan
hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang
dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri
hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks
maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial
maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat
sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk
dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM),
berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

5. Sidang Istimewa MPR


Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara
melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang
kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden
Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 13
Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan
perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai
kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

6. Pemilihan Umum Tahun 1999


Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum
tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis.
Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan
kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan
pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut.
Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang
itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga
udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta
kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya

kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik
bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa
itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti
pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan
dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai
politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan,
namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah
penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar
partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar,
Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil
pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partaipartai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan
umum.

7. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999


Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR
segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 21
Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar
Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung
jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak,
322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu,
Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada
tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri,
dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan
diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman
Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting,
Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999
dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz.
Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada
tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri
berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak

sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen pada Presiden
Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR
kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia
dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun
2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah
pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil
Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

D. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEJAK REFORMASI

1. Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi


Sejak krisis moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan
swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan
memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami
kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para
pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak
perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah
pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat
besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam kehidupan masyarakat.
Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan tindakan criminal yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan
membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya,
pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur
tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah social dalam kehidupan masyarakat dan
sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.

2. Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia


Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai
mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat
makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya, petumbuhan ekonomi

menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sector
kebijakan yang harus digarap, yaitu :

perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se

efisien mungkin.

Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang

terjangkau.

Penyediaan failitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi, angkutan

dengan harga terjangkau.

Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku buku untuk pendidikan umum dengan harga

terjangkau.

Penyediaan klinik, dokter dan obat onbatan untuk kesehatan umum dengan harga yang

terjangkau pula.
Disamping penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga produk pertanian Indonesia,
karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak
kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan petani terhadap barang
barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak
merugikan petani, maka para petani yang mampu membeli produk industri non pertanian akan
memberi semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak
mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah membuat skala
prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis.
Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik
menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan
meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang
ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden
dalam waktu singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap
berdasarkan skala prioritas.

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN

Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan
yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998
merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.

B.

SARAN

Saran dari penulis untuk para pembaca sekalian yaitu kita harus pandai pandai mengikuti
perkembangan jaman di negara kita sendiri agar kita bisa hidup dengan makmur dan tidak
ketiggalan jaman dengan negara-negara lain

Suatu ilmu ekonomi yang membahas proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita
dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dan perubahan
fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk
suatunegara perkembangan ekonomi mengcu pada masalah negara \terbelakang, sdang
pertumbuhan mengacu pada masalah negara maju.menurut schumpter perkembangan adalah
perubahan spontan dan terputus putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan
mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan adalah
perubahan jangka panjamg secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan
dan penduduk
Tentang iklan-iklan ini

Share this:

Twitter1

Facebook

Terkait

reformasi ekonomi di indonesiadalam "PI (perekonoianindonesia)"


EKONOMI DAN KEWIRAUSAHAANdalam "kewirausahaan"
akad musyarakahdalam "akutansi syariah"

Navigasi pos
perempuan berwajah muram

reformasi ekonomi di indonesia

7 thoughts on MAKALAH MASA REFORMASI

1.

mega aini suryadi berkata:

23/01/2014 pukul 12:20 PM

terimakasih ini sangat membantu saya ::)


Balas

2.

Ping-balik: 2) Pendidikan Pancasila dan Reformasi |

3.

Anche berkata:

03/05/2014 pukul 4:24 PM

Thanks for sharing. :-)


Balas

andinurhasanah berkata:

03/05/2014 pukul 4:26 PM

Samasama

Balas

4.

Ping-balik: PENDIDIKAN PANCASILA REFORMASI | wahyuarisejati

5.

spd berkata:

16/05/2014 pukul 10:21 AM

terima kasih ya Nurhasanah


Balas

6.

Shinta Alya berkata:

26/06/2014 pukul 5:24 AM

daftar pustakanya dari mana ?


Balas

Berikan Balasan

Cari
Cari

Kategori

akuntansi internasional

akutansi syariah

artikel

auditing

Diary

kewirausahaan

Novel Teenlit

PAI(pendidikan agama islam)

PI (perekonoianindonesia)

Puisi

SIA(sistem informasi akuntansi)

Uncategorized

Andi nurhasanah

andinurhasanah

bungsu dari 5 bersaudara, hobby masak dengar musik dan lebih senang berdiam diri dikamar
dibanding ikutan nonton sinetron

Tampilkan Profil Lengkap

Blog Stats

234,390 hits

Twitter Terbaru
Error: Twitter did not respond. Please wait a few minutes and refresh this page.

Calender
S

Nov

Jan

Nov

Jan

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31
Desember 2012

Hours & Info

Terms of Use

Map

3999 Mission Boulevard,


San Diego CA 92109
+6285255623011
Lunch: 11am - 2pm
Dinner: M-Th 5pm - 11pm, Fri-Sat:5pm - 1am

Top Posts & Halaman

MAKALAH MASA REFORMASI

DEFINISI DAN LINGKUP AUDIT MANAJEMEN

akad mudharabah

AUDIT SIKLUS PENGGAJIAN DAN PERSONALIA

SAMPLING AUDIT UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN SUBSTANTIF ATAS


TRANSAKSI

implementasi iman dan taqwa dalam kehidupan modern

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH (PSAK)

akad ijarah

BAB5 : PELAPORAN DAN PENGUNGKAPAN

akad istish'na

Follow Blog via Email


Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Bergabunglah dengan 4 pengikut lainnya.

Follow

Start here

About
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.The Hero Theme.

Ikuti

Ikuti andinurhasanah
Kirimkan setiap pos baru ke Kotak Masuk Anda.
Daftarkan saya

Buat situs dengan WordPress.com

Tentang iklan-iklan ini

Anda mungkin juga menyukai