Akuntansi Manajemen Lingkungan
Akuntansi Manajemen Lingkungan
PENDAHULUAN
Saat populasi dunia berkembang dan banyak pengusaha mulai memperluas
kegiatan usahanya, jutaan orang di seluruh dunia mulai sadar akan pentingnya
melestarikan lingkungan untuk diri kita dan anak cucu kita nantinya. Masalah-masalah
seperti kualitas udara dan air, pemanasan global, dan konsumsi berlebihan atas sumber
energi tak terbarukan menjadi berita utama setiap harinya. Para pemimpin bisnis telah
berbicara tentang keinginan untuk melakukan pembangunan berkelanjutan, yang berarti
kegiatan usaha yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan di masa kini tanpa
membatasi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
nantinya. Banyak perusahaan yang berjuang untuk ecoefficiency lebih besar, yang
berarti meningkatkan produksi barang dan jasa, sementara pada saat yang sama
mengurangi efek merusak pada lingkungan produksi yang sayangnya tidak semua
perusahaan sama-sama berusaha keras untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Untuk memaksa perusahaan memperhatikan isu-isu lingkungan, di Amerika
Serikat memiliki undang-undang lingkungan, seperti US Clean Air Act dan AS U.S.
Superfund Act, serta badan pengawas federal, inisiatif lingkungan juga, seperti Protokol
Kyoto, yang berusaha untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang dipercaya banyak
ilmuwan berkontribusi pada pemanasan global. Sedangkan di Indonesia, pemerintah
mengeluarkan undang-undang lingkungan hidup yang mewajibkan industri-industri
untuk melakukan pengelolaan lingkungan sehubungan dengan aktivitas usahanya.
Suatu industri perlu mengukur dampak lingkungan dari aktivitas produksi baik
dampak lingkungan secara fisik dan juga dampak lingkungan secara finansial bagi
perusahaan. Pendekatan Environmental Management Accounting (EMA) tepat untuk
dipakai dalam masalah ini, karena melalui EMA didapatkan informasi mengenai aliran
material atau energi, dan dampak ke lingkungan berdasarkan biaya lingkungan yang
dikeluarkan.
Biaya lingkungan ini mengambil banyak bentuk, seperti menginstal scrubber pada
cerobong asap untuk mematuhi peraturan EPA, meningkatkan proses produksi untuk
mengurangi atau menghilangkan polusi tertentu, atau membersihkan sungai yang
terkontaminasi.
1
kualitas.
Memotivasi staf untuk mencari cara yang kreatif untuk mengurangi biaya-biaya
f)
lingkungan.
Mendorong perubahan dalam proses untuk mengurangi penggunaan sumberdaya
Konsep Ekoefisensi
Konsep ini mengandung tiga hal penting. Pertama, perbaikan kinerja ekologi dan
ekonomi dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi. Kedua, perbaikan kinerja
lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai amal dan derma, tetapi juga
sebagai persaingan (competitiveness). Ketiga, ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan
pendukung pengembangan yang berkesinambungan (sustainable development).
Pengembangan yang berkesinambungan didefinisikan sebagai pengembangan yang
memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Ekoefisiensi mengimplikasikan peningkatan efisiensi yang berasal dari perbaikan
kinerja lingkungan. Ada sejumlah sumber dari insentif dan penyebab peningkatan
efisiensi, yaitu :
a)
Pelanggan menginginkan produk yang lebih bersih, yaitu produk yang diproduksi
tanpa merusak lingkungan serta penggunaan dan pembuangannya ramah
lingkungan.
b) Para pegawai lebih suka bekerja di perusahaan yang bertanggungjawab terhadap
c)
d) Kinerja lingkungan yang lebih baik dapat menghasilkan keuntungan sosial yang
e)
f)
lingkungan dapat merupakan persentase yang signifikan dari biaya operasional total.
Pengetahuan mengenai biaya lingkungan dan penyebab-penyebabnya dapat mengarah
pada desain ulang proses yang dapat mengurangi bahan baku yang digunakan. Jadi,
biaya lingkungan saat ini dan di masa depan dikurangi sehingga perusahaan menjadi
lebih kompetitif.
3)
lingkungan yang rendah, sebagai akibat dari proses produksi yang dilakukan
perusahaan. Biaya lingkungan juga diartikan sebagai dampak, baik moneter atau nonmoneter yang terjadi oleh hasil aktifitas perusahaan yang berpengaruh pada kualitas
lingkungan. Biaya lingkungan juga merupakan pengorbanan untuk menjaga kelestarian
perusahaan. Yang dimaksud lingkungan perusahaan adalah objek di luar perusahaan
yang terdiri dari:
a) Lingkungan alam polusi udara dan air, kerusakan alam, biaya kerusakan alam.
b) Lingkungan Ekonomi agraris subsistens, agraris komersial, perdagangan dan
c)
masyarakat).
d) Lingkungan politik pajak dan pungutan lainnya, kebijakan fiskal dan moneter,
e)
4)
aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau
tidak. Contoh : Audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses,
pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran,
c)
a)
Biaya lingkungan sosial yang ditanggung oleh masyarakat luas. Contoh ini meliputi
biaya-biaya yang ditanggung oleh pembayar pajak kepada staf EPA, biaya
ditanggung oleh pembayar pajak untuk membersihkan sebuah danau atau sungai
tercemar, biaya ditanggung oleh individu, perusahaan asuransi dan Medicare karena
masalah
kesehatan
yang
disebabkan
oleh
polutan,
dan
kualitas
hidup
yang
merupakan
upaya
sistematis
untuk
mengukur
dan
a)
air limbah).
b) Pengurangan biaya (Abatement costs). Biaya yang dikeluarkan untuk mengurangi
atau
menghilangkan
polusi
(misalnya,
mengubah
desain
produk
untuk
lingkungan).
Perbaikan biaya (Remediation costs) (yaitu, pembersihan biaya). Pemulihan di
lokasi (On-site remediation). Biaya untuk mengurangi atau mencegah keluarnya
polutan yang telah dihasilkan dalam proses produksi ke lingkungan (misalnya,
biaya pemasangan scrubber pada cerobong asap untuk menghilangkan polutan
udara tertentu dalam asap). Pemulihan di luar lokasi (Off-site remediation). Biaya
untuk mengurangi atau menghilangkan polutan dari lingkungan setelah mereka
habis (misalnya, biaya pembersihan sungai yang tercemar oleh operasi perusahaan).
Perbedaan antara biaya yang terlihat (visible) dan tersembunyi (hidden) yang
tercantum dalam Tabel 1 adalah salah satu yang penting tapi samar. Perhatikan,
misalnya biaya tambahan (Incremental cost) menggunakan bahan lebih mahal karena itu
menyebabkan kurangnya (atau tidak) ada dampak negatif terhadap lingkungan. Apakah
ini biaya yang terlihat atau tersembunyi? Jawabannya adalah tergantung pada apakah
sistem akuntansi biaya ini telah diukur dan diidentifikasi sebagai biaya lingkungan.
Studi menunjukkan bahwa biaya lingkungan banyak yang tersembunyi, karena sistem
akuntansi tidak mengukur dan mengidentifikasi mereka sebagai biaya lingkungan.
"Kebanyakan sistem akuntansi biaya yang terlihat menumpuk ke dalam kolam biaya
lingkungan, terpisah dari kolam biaya overhead yang lain. Misalnya, banyak pabrik baja
kolam kompilasi biaya terpisah untuk pengolahan air limbah, pemulihan, pembuangan
limbah berbahaya, pengeluaran pengurangan polusi modal, dan penyusutan pada
peralatan pengurangan polusi". Namun, biaya tambahan pabrik bahan baja disebabkan
oleh perubahan dari Sinter untuk mengurangi polusi, dalam menanggapi peraturan
lingkungan yang lebih ketat, biasanya tidak dilaporkan tersendiri oleh sistem akuntansi
sebagai biaya lingkungan. Oleh karena itu, tetap merupakan biaya lingkungan
tersembunyi (hidden).
Mengapa pada titik ini mengenai biaya yang terlihat (visible) dibandingkan
tersembunyi (hidden) begitu penting? Karena banyak pengamat percaya bahwa biaya
yang terlihat dilaporkan oleh sistem akuntansi yang paling mungkin hanya sebagian
8
kecil dari biaya tersembunyi. Sebuah studi pada industri baja, menyimpulkan bahwa
biaya tersembunyi hampir 10 kali biaya terlihat.
Monitoring
Visible costs
1. Memeriksa produk terkontaminasi
2. Mengukur kontaminasi terhadap
proses atau mesin
3. Memverifikasi kepatuhan vendor
dengan standar lingkungan.
Hidden Costs
1. Inspeksi produk
2. Tambahan biaya staf pengadaan untuk
memastikan kepatuhan vendor dengan
standar lingkungan.
Perbaikan
Di lokasi
(On-site)
7)
a)
Strategi Akhir dari pipa (End of pipe strategy). Dalam pendekatan ini,
perusahaan menghasilkan limbah atau polutan, dan kemudian membersihkannya
sebelum dibuang ke lingkungan. Scrubber cerobong asap, pengolahan air limbah,
internal.
Strategi pencegahan (Prevention strategy). "Strategi utama untuk memaksimalkan
nilai dari kegiatan pencemaran yang berhubungan dengan melibatkan ... tidak
menghasilkan polutan apapun di tempat pertama. Dengan strategi ini, perusahaan
menghindari semua masalah dengan pihak berwenang dan dalam banyak kasus,
menghasilkan perbaikan laba yang signifikan.
Definisi
Environmental
Management
Accounting
(EMA)
menurut
The
dua
komponen
lingkungan
yaitu
monetary
environmental
information.
Pada
tingkat
perusahaan,
physical
environmental
information termasuk semua material dan energi yang dikeluarkan pada masa lalu,
sekarang dan pada waktu yang akan datang yang mempengaruhi sistem ekologi.
Physical environmental information selalu dinyatakan dalam satuan fisik, misalnya:
kilogram atau Jules
Monetary Environmental Management Accounting (MEMA) berkenaan dengan
aspek lingkungan dari aktivitas perusahaan yang dinyatakan dalam bentuk uang dan
11
digunakan untuk manajemen internal, misalnya: untuk biaya membayar denda karena
melanggar aturan lingkungan. Dalam bentuk metode, MEMA didasarkan atas akuntansi
manajemen konvensional yang diperluas untuk masalah lingkungan. Hal ini merupakan
alat utama untuk keputusan manajemen internal, juga untuk menelusuri dan
memperlakukan biaya dan pengeluaran yang terjadi karena tindakan perusahaan yang
mempengaruhi lingkungan. MEMA berkontribusi terhadap perencanaan strategis dan
operasional, menyediakan dasar untuk pengambilan keputusan tentang bagaimana
mencapai target yang diinginkan dan mengendalikan secara bertanggung-jawab.
Physical
Environmental
Management
Accounting
(PEMA)
menyediakan
EMA dapat menghemat pengeluaran usaha. Dampak dari isu-isu lingkungan dalam
biaya produksi seringkali tidak diperkirakan sebelumnya. Hal ini digambarkan
sebagai gunung es (ice-berg) yang bisa menenggelamkan laju kapal. EMA dapat
12
EMA meningkatkan performa ekonomi dan lingkungan usaha. Ada banyak cara
positif untuk meningkatkan performa usaha/kegiatan atau organisasi, seperti
investasi teknologi bersih, kampanye minimalisasi limbah, pengenalan sistem
pengendalian pencemaran udara, dll. Dari sekian banyak cara tersebut, mana yang
menguntungkan? Guna mengidentifikasi perangkat-perangkat tersebut dalam
meningkatkan pembagian tingkat keuntungan usaha/kegiatan dengan menurunkan
dampak lingkungan dari produk dan proses produksi, EMA memberikan solusi
saling menguntungkan (win-win situations). Usaha/kegiatan diharapkan akan
mempunyai performa lebih baik baik pada sisi ekonomi maupun sisi lingkungan.
d) EMA akan mampu memuaskan semua pihak terkait. Penerapan EMA pada
usaha/kegiatan secara simultan dapat meningkatkan performa ekonomi dan kinerja
lingkungan. Oleh karena itu akan berimplikasi pada kepuasan pelanggan dan
investor, hubungan baik antara Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar, serta
memenuhi ketentuan regulasi. Usaha/kegiatan berpeluang untuk memenuhi
keuntungan usaha, mengurangi resiko dari berbagai pelanggaran hukum dan
meningkatkan hubungan baik secara menyeluruh dengan stakeholders laiinya.
e)
metoda
dan
perangkat
yang
membantu
usaha/kegiatan
dalam
13
fungsi pengelolaan usaha seperti akuntasi biaya. Hal ini sangat memungkinkan
diaplikasikan pada semua jenis sector industri dan kegiatan.
Para pengambil keputusan di perusahaan dapat menggunakan informasi dan data
yang diperoleh dari EMA sehingga dapat mengambil keputusan dengan lebih baik,
dengan mempertimbangkan perhitungan fisik (dari material dan energi) dan juga kinerja
finansial. Jika perusahaan berupaya untuk meminimalkan biaya berbarengan dengan
meningkatkan kinerja lingkungan (misalnya mengurangi limbah), EMA dapat
memberikan informasi penting yang berkaitan dengan kedua hal tersebut.
Data dan informasi yang diperoleh dengan melakukan EMA di perusahaan dapat
memberikan keuntungan untuk kegiatan-kegiatan pro-lingkungan sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
Pencegahan Pencemaran
Design for Environment
Penilaian / Pembiayaan / Desain Daur Hidup Lingkungan
Manajemen Supply Chain
Pembelian dengan pertimbangan lingkungan
Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001)
Evaluasi Kinerja Lingkungan & Benchmarking
Reporting (CSR Reporting maupun Environmental Performance Reporting)
B.
1)
lebih berdaya guna, dan 2) perusahaan dalam melakukan pengurangan biaya dengan
cara: a) mengurangi dampak negatif lingkungan, b) mengkonsumsi sumber daya alam
secara efektif. Biaya lingkungan perlu dilaporkan secara terpisah berdasarkan klasifikasi
biayanya. Hal ini dilakukan supaya laporan biaya lingkungan dapat dijadikan informasi
yang informatif untuk mengevaluasi kinerja operasional perusahaan terutama yang
berdampak pada lingkungan.
Pelaporan biaya lingkungan adalah penting jika sebuah organisasi serius
memperbaiki kinerja lingkungannnya dan mengendalikan biaya lingkungannya.
Langkah pertama yang baik adalah laporan yang memberikan perincian biaya
lingkungan menurut kategori.
14
Tabel 2.1
Laporan Biaya Lingkungan
Biaya Produksi Rp. 20.000, diproduksi 1.000 unit
Jenis Biaya
Rp
Biaya Pencegahan :
-
Pelatihan
Desain produk
Pemilihan peralatan
60
180
40
1,4
280
Biaya Pemeriksaan :
-
Pemeriksaan proses
Pemeriksaan bahan
240
80
1,6
320
Biaya gagal internal :
-
400
200
600
Biaya gagal eksternal :
15
200
200
200
pemogokan)
Biaya lingkungan politik (pungutan liar)
Biaya lingkungan budaya (narkoba)
Biaya kebersihan
Biaya penataan lahan
Biaya klaim kerusakan
200
200
200
200
Total
400
1.800
3.000
15
Tabel 2.2
Pembebanan Biaya Lingkungan
Jenis Biaya
Biaya produksi per unit (20.000/1.000 unit)
Biaya pencegahan (280/1.000 unit)
Biaya pemeriksaan (320/1.000 unit)
Biaya gagal internal (600/1.000 unit)
Biaya gagal eksternal (1.800/1000 unit )
Total biaya produksi
Tabel 2.3
Perhitungan Laba-Rugi Berbasis Biaya Lingkungan
(Harga per unit Rp 25, biaya pemasaran dan administrasi 10% dari penjualan)
Keterangan
Pendapatan atas penjualan
Biaya produksi per unit (20.000/1.000 unit) = 20
Biaya pencegahan (280/1.000 unit) = 0,028
Biaya pemeriksaan (320/1.000 unit) = 0,032
Biaya gagal internal (600/1.000 unit) = 0,06
Biaya gagal eksternal ( 1800/1000 unit) = 0,18
Laba Kotor
Biaya pemasaran dan administrasi 10 % x 25.000
Laba (rugi) operasi
Ada Biaya
Lingkungan (Rp)
25.000
20.000
280
320
600
1.800
2.000
2.500
(500)
Lingkungan (Rp)
25.000
20.000
0
0
0
0
5.000
2.500
2.500
16
Keterangan Tabel 2.3 Jika perusahaan tidak membayar biaya lingkungan, maka
ia memperoleh laba operasi Rp 2.500, dan jika ia membayar biaya lingkungan ia
menderita kerugian Rp 500. Oleh sebab itu perusahaan harus mengelola biaya
lingkungan serendah-rendahnya agar tidak menderita kerugian.
C.
konsep CSR tersebut maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR
ini. Salah satu yang terkenal adalah teori triple bottom line dimana teori ini memberi
pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan 3P. Selain mengejar
keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan
kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga
kelestarian lingkungan (planet) (Yusuf wibisono, 2007).
1) Profit (Keuntungan)
Profit atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan
usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah
mengejar profit dan mendongkrak harga saham setinggi-tingginya. karena inilah bentuk
tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang saham. Aktivitas
yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain dengan meningkatkan
produktivitas dan melakukan efiisensi biaya.Peningkatan produktivitas bisa diperoleh
dengan memperbaiki manajemen kerja mulai penyederhanaan proses, mengurangi
aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Sedangkan
efisiensi biaya dapat tercapai jika perusahaan menggunakan material sehemat mungkin
dan memangkas biaya serendah mungkin (Yusuf wibisono, 2007).
2) People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)
People atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi
perusahaan, karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan,
kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu
berkomitmen
untuk
berupaya
memberikan
manfaat
sebesar-besarnya
kepada
masyarakat. Dan perlu juga disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberi
17
dampak kepada masyarakat. Karena itu perusahaan perlu untuk melakukan berbagai
kegiatan yang dapat menyentuh kebutuhan masyarakat (Yusuf wibisono, 2007).
3) Planet (Lingkungan)
Planet atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam
kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum, udara
yang dihirup dan seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari lingkungan.
Namun sebagaian besar dari manusia masih kurang peduli terhadap lingkungan sekitar.
Hal ini disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung yang bisa diambil
didalamnya.
Karena keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang
wajar. Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana
menghasilkan uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk
melestarikan lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan
memperoleh keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di
samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjamin kelangsungannya (Yusuf
wibisono, 2007).
PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM LINE
Dalam era globalisasi peursahaan tidak hanya mementingkan aspek ekonomi saja,
tetapi harus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Oleh karena
itu, setiap
luas dari nilai-nilai dan kriteria untuk mengukur kesuksesan organisasi yaitu ekonomi,
lingkungan dan sosial. Hal ini berarti memperluas kerangka kerja pelaporan sederhana
untuk memperhitungkan kinerja sosial dan lingkungan disamping kinerja keuangan. Ini
juga menangkap esensi pembangunan berkelanjutan (sustainability development)
dengan mengukur dampak ketiga aspek tersebut dari kegiatan operasi perusahaan.
Konsep disampaikan oleh Solihin (2008) menyatakan bahwa pengenalan konsep
sustainability development memberi dampak besar kepada perkembangan konsep triple
bottom line selanjutnya. Sebagai contoh the organization for economic cooperation and
development (OECD merumuskankontribusi bisnis bagi pembangunan berkelanjutan
serta adanya perilaku korporasi yang tidak semata-mata menjamin adanya
pengembalian kepada para pemegang saham, upah bagi karyawan dan pembuatan
produk serta jasa bagi para pelanggan melainkan perusahaan bisnis juga harus memberi
perhatian terhadap berbagai hal yang dianggap penting serta nilai-nilai masyarakat.
Solihin (2008) juga menyatakan paparan tentang triple bottom line. Yaitu
menyatakan bahwa semua konsep ini sebagai adopsi dari atas konsep sustainability
development, saat ini perusahaan secara sukarela menyusun laporan setiap tahun yang
dikenal dengan sustainability report. Laporan tersebut menguraikan dampak organisasi
perusahaan terhadap ekonomi, sosial, lingkungan. Salah satu model awal yang
digunakan oleh perusahaan dalam menyusun suistanability report mereka adalah
dengan mengadopsi metode akuntansi yang dinakaman triple bottom line. Menurut John
Elkington (1997) dalam Solihin (2008) konsep triple bottom line merupakan perluasan
dari konsep akuntansi tradisional yang hanya membuat single bottom line tunggal yakni
hasil-hasil keuangan dari aktivitas ekonomi perusahaan. Secara lebih rinci, Elkington
menjelaskan triple bottom line sebagai berikut.
The three lines of the triple bottom line represent society , the economy and the
environment. Societ depend on the global ecosystem, whose hearh represents ultimate
bottom line. The three line are not stable; they are in constant flux, due to social,
political, economic and environmental pressures, cycle and conflicts.
Dari pengertian dan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa aktivitas
perusahaan yang berkaitan dengan ekonomi, sosial dan lingkungan sangat berkaitan
dengan masyarakat. Terutama pada aktivitas sosial dan lingkungan sesuai dengan
definisi OCED dan dari John Elkington (1997) dalam Sandra (2011) tersebut bahwa
19
tidak ada pengembalian secara langsung yang dapat dirasakan oleh perusahaan. Oleh
karena itu pengungkapan TBL sangat penting diungkapkan dalam laporan tahunan
perusahaan.
TRIPLE BOTTOM LINE: Lebih dari Sekadar Profit
Baru-baru ini, Burger King, Unilever, Nestle dan Kraft Foods memutuskan
menghentikan pembelian minyak kelapa sawit yang diproduksi oleh Grup Sinar Mas.
Alasan mereka adalah dugaan adanya perusakan hutan tropis yang membahayakan
kehidupan satwa, mengurangi kemampuan penyerapan karbon dioksida yang
merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim global yang lebih dikenal
dengan global warming.
Di luar negeri, Timberland, salah satu produsen pakaian dan sepatu outdoor juga
didera hal yang sama (Harvard Business Review, September 2010). Pagi hari 1 Juni
2009, Jeff Swartz, menerima e-mail dari 65 ribu aktivis dan pelanggan yang marah.
Mereka menuduh Timberland membeli materialnya dari hutan yang ditebang secara
ilegal di Amazon. Parahnya, awalnya Timberland tidak mengetahui apakah material
yang mereka beli benar berasal dari Amazon atau tidak, yang mengimplikasikan
mungkin saja tuduhan tersebut benar.Bukan itu saja, di bulan Mei 2010, seluruh dunia
gempar dengan kasus bunuh diri di pabrik FoxConn, Cina. Delapan pegawainya mati
karena bunuh diri dalam waktu lima bulan.
Fenomena nasional dan internasional ini mengimplikasikan dengan jelas bahwa
perusahaan masa kini tidak bisa sekadar memperhatikan profit lagi. John Elkington
tahun 1988 memperkenalkan konsep Triple Bottom Line (TBL atau 3BL). Atau juga 3P
People, Planet and Profit. Singkat kata, ketiganya merupakan pilar yang mengukur
nilai kesuksesan suatu perusahaan dengan tiga kriteria: ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Sebenarnya, pendekatan ini telah banyak digunakan sejak awal tahun 2007 seiring
perkembangan pendekatan akuntansi biaya penuh (full cost accounting) yang banyak
digunakan oleh perusahaan sektor publik. Pada perusahaan sektor swasta, penerapan
tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/CSR) pun merupakan salah satu
bentuk implementasi TBL.
Konsep TBL mengimplikasikan bahwa perusahaan harus lebih mengutamakan
kepentingan stakeholder (semua pihak yang terlibat dan terkena dampak dari kegiatan
yang dilakukan perusahaan) daripada kepentingan shareholder (pemegang saham).
20
Tidak dapat diingkari, masih banyak perusahaan yang melihat program ini sebagai suatu
program yang menghabiskan banyak biaya dan merugikan. Bahkan, beberapa
perusahaan menerapkan program ini karena terpaksa untuk mengantisipasi penolakan
dari masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Selain sisi internal perusahaan,
hambatan lainnya dari sisi eksternal karena belum adanya dukungan regulator dan
profesi akuntansi tentang penyajian pelaporannonfinansial.
Ahli manajemen dari Harvard Business School, Michael Porter, dalam tulisannya
yang berjudul Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and
Corporate Social Responsibility (Harvard Business Review, Desember 2006), telah
melakukan riset dan mengemukakan bahwa konsep sosial harus menjadi bagian dari
strategi perusahaan. Strategi perusahaan terkait erat dengan program tanggung jawab
sosial. Perusahaan tidak akan menghilangkan program tanggung jawab sosial itu meski
dilanda krisis, kecuali ingin mengubah strateginya secara mendasar. Sementara pada
kasus program tanggung jawab dipotong lebih dulu.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNGKAPAN TRIPLE BOTTOM
LINE
Faktor yang mempengaruhi pengungkapan triple bottom line dalam penelitian
dapat dianalisa dari 3 sisi yaitu: karaktristik perusahaan, struktur kepemilikan, dan good
corporate governance. Dalam analisa mengenai pengaruh kerakteristik perusahaan
terhadap pengungkapan TBL diukur dengan beberapa variabel antara lain, leverage,
profitabilitas, likuiditas, dan jenis industri. Dan pada masing-masing variabel jenis
pengukurannya juga berbeda-beda. Sehingga masing-masing variabel diharapakan bisa
menjelaskan keterkaitan antara karakteristik perusahaan dan pengungkapan TBL.
Pengungkapan TBL selanjutnya juga dipengaruhi oleh struktur kepemilikan
perusahaan. Dan bagaimanapun juga struktur kepemilikan perusahaan berhubungan
langsung dengan aktivitas perusahaan, salah satunya adalah dalam pengungkapan TBL
dilaporan tahunan perusahaan. Karakteristik kepemilikan perusahaan dapat diukur
dengan beberapa variabel yaitu, kepemilikan asing, kepemilikan manajemen, dan
kepemilikan institusional.
1) Leverage dan Pengungkapan Triple Bottom Line.
21
Bahwa perusahaan yang mempunyai leverage yang tinggi beresiko memiliki biaya
monitoring yang tinggi pula. Sehingga manajemen secara konsisten mengungkapkan
untuk tujuan monitoring agar memastikan kepada kreditor kemampuan untuk
membayar. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya agensi. Jika perusahaan
mempunyai tingkat utang yang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk melakukan
kegiatan dalam rangka penungkapan triple bottom line menjadi sulit. Oleh karena itu,
perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi cenderung untuk menurunkan
pelaporan pengungkapan triple bottom line. Faktor tingkat leverage berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial.
2) Profitabilitas dan Pengungkapan Triple Bottom Line.
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, sehingga
perusahaan dapat bertahan selama-lamanya. Sehingga besar kecilnya suatu perusahaan
itu dinilai dari profit yang dihasilkan. Sebagai bentuk pertanggung jawaban dari agen
yang memegang kendali pada perusahaan maka perusahaan pasti melakukan
pengungkapan ekonomi, sosial dan lingkungan serta pelaporannya. Hal ini sesuai
dengan penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) yang menyatakan bahwa profitabilitas
mendukung
keyakinan
kepada
perusahaan
agar
melakukan
pengungkapan
24
kali diperkenalkan oleh John Elkington (1998) dalam bukunya yang berjudul Cannibals
With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business. Elkington menganjurkan
agar dunia usaha perlu mengukur sukses (atau kinerja) tak hanya dengan kinerja
keuangan (berapa besar deviden atau bottom line yang dihasilkan), namun juga dengan
pengaruh terhadap perekonomian secara luas, lingkungan dan masyarakat di mana
mereka beroperasi. Disebut triple sebab konsep ini memasukkan tiga ukuran kinerja
sekaligus: Economic, Environmental, Social (EES) atau istilah umumnya 3P: ProfitPlanet-People.
Pada tahapan selanjutnya, wujud nyata Triple Bottom Line ini diistilahkan menjadi
Corporate Social Responsibility (CSR: tanggung jawab sosial perusahaan). CSR
berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), di
mana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya
keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan
lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Secara tegas dapat dikatakan
bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, dunia
usaha, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang
tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
CSR menjadi hal penting penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia
usaha saat ini. Adapun manfaat dan motivasi yang didapat perusahaan dengan
melakukan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Ambadar (2008) meliputi:
(1) perusahaan terhindar dari reputasi negatif perusak lingkungan yang hanya mengejar
keuntungan jangka pendek tanpa memperdulikan akibat dari perilaku buruk perusahaan.
(2) kerangka kerja etis yang kokoh dapat membantu para manajer dan karyawan
menghadapi masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana
perusahaan bekerja.
(3) perusahaan mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang
membutuhkan keberadaan perusahaan khususnya dalam hal penyediaan lapangan
pekerjaan.
(4) perilaku etis perusahaan aman dari gangguan lingkungan sekitar sehingga dapat
beroperasi secara lancar.
26
lingkungan
alam
sekitar
(natural
environment),
hak-hak
pegawai,
27