Anda di halaman 1dari 3

KNama:Safira Rizky Salsabila

Tugas:TIK

Hantu Bersandal Jepit


Hasan melangkah ragu ketika meninggalkan mushola,tempatnya
mengaji.Rasa takutnya pada hantu di pojok pekuburan Sirnaragasemakin
membuatnya merinding.Tadi Kamal bercerita tentang pengalamannya ketika
berpapasan dengan hantu tersebut.
Hantu itu suka menghadang dan mengganggu orangyang berjalan
sendirian.cerita Kamal.
Hsan mengangkat obornya tinggi-tinggi.Sebentar-sebentar, ia menoleh ke
belakang lalu ke kiri dan kanan.Ingin rasanya ia kembali ke mushola,untuk minta
diantar temannya.Akan tetapi, itu tidak mungkin karena tak satupun anak yang
masih ada di situ, Hanya Pak Rifai,guru mengajinya,satu-satunya orang yang ada di
mushola itu.
Dengan membaca bismillah,Hasan mulai memupuk keberanian untuk terus
melanjutkan langkahnya,
Ditatapnya jauh ke depan. Di sana gelap malam terus menghadangnya
.Diselimuti suasana sunyi yang kian mencekam. Rasa takutnya membuat bulu
kuduk hasan berdiri. Sebenarnya, ketika Kamal bercerita tentang hantu di mushola
tadi, Hasan tidak percaya sama sekali. Malh ia sempat menyangkalnya.
Bohong,ah!hantu itu tidak ada ! hanya ada dalam film atau cerita,tawa
Hasan pelan.
Kamu tidak percaya?bagaimana kalau hantu itu tiba-tiba muncul di
depanmu? Kamal menakut-nakuti. Hasan menggeleng.kalau ada yang pernah
melihatnya, itu hanya bayangan dari rasa takutnya saja,begitu ucapHasan ketika ia
menyangkal omongan Kamal.
Tapi, mengapa tiba-tiba sekarang aku jadi merasa takut?tanyanya dalam
hati.
Tadi Hasan memang tidak mau diajak pulang karena ia belum mendapat
giliran mengaji.Ia mendapat giliran terakhir setelah semua temannya selesai.
Berbeda dengan Kamal karena mengajinya baru sampai juzamma, mendapat
giliran paling awal. Maklum kamal memang tidak serajin Hasan dalam mempelajari

Al-Quran. Sehingga, walaupun awal menagjinya bersamaan,namun Kamal tertinggal


jauh.
Biasanya, selesai mengaji Kamal selalu menunggui Hasan untuk pulang
bersama.Namun rupanya kini ia tidak sabar ingi segera pulang ke rumah. Karena
pulang sendiri takut, ia pun mengajak Hasan.Akan tetapi ia tidak mau menuruti
ajakan Kamal.
Kreseeek! Terdengar suara di sebelah kanan jalan. Hasan menghentikan
langkahnya sejenak.Lalu, mengarahkan pandangannya ke arah suara itu
berasal.Jantungnya pun berdegup kencang ketika semak belukar yang
dipandanginya bergoyang-goyang.
Oh, mungkinkah itu hantu?ah tidak! Tidak ada hantu atu setan yang
mau menampakkan dirinya didepan manusia!karena manusia lebih mulia.Bukankah
Pak Rifai pernah mengatakan begitu?pertanyaan itu berkecamuk dalam hatinya.
Sesudah yakin tidak ada apa-apa, lalu hasan melanjutka perjalanannya.
Kini, tinggal kira-kira sepuluh meter lagi ia sampai dipojok perkuburan yang
katanya ada hantunya. Kalau saja Hasan mengambil jalan lewat Pak Haji Zenal, ia
tidak perlu merasa takut seperti itu karena jalan-jalan itu banyak diterangi lampulampu temple dan cukup jauh dari perkuburan. Ia tidak mau lewat jalan itu karena
ajaraknya terlalu jauh
Dada Hasn berdebar kencang. Ia kembali menagngkat obornya tinggi-tinggi
Perasaan takutnya benar-benar sudah tidak bias disembunyikan lagi. Jalan dipojok
perkuburan itu tidaklah lebar. Dikanan kirinya banayak ditumbuhu oleh pohonpohon beasar, yang katanya pula, disitu ada kuntilanak bergelantungan. Hasan
memandang ke sekelilingnya ketika berada persis di poojk perkuburan itu.
Apa hantu yang dikatakan Kamal itu benar-benar ada? tanyanya dalam
hati. Mulutnya komat-kamit membaca doa apa yang sudah dihafalnya.Ketika ia
melemparkan pandangan kea rah pohon kamboja di sebelah kirinya,tiba-tiba
muncul sekelebat bayangan putih mendekatinya.
hantuuu ! Jerit Hasan.Selanjutnya dengan keberanian yang dipaksakan,
ia mengamati hantu yang berwarna putih itu. Hasan teringat hantu dalam film-film
horror. Ada yang berjalan, meloncat-loncat. Atau melayang-layang.
Namun, ketika hantu itu berada di depannya,Hasn merasa tidak percaya kalu
itu hantu sungguhan.
Masa hantu pakai sedal jepit!bisiknya dalam hati. Lalu ia mengangkat
obornya tinggi-tinggi untuk menerangi benda putih itu. Sesudah yakin kalau hantu
itu obhongan, Hasn segera berteriak keras.
Hei!kamu siapa?

Mendengar bentakan Hasan yang keras, makhluk putih itu diam seketika.
Sepertinya ia salah tingkah karena jejaknya sudah diketahui. Kalau tidak mau
mengaku kubakar wajahmu dengan obor ini!gertakHasan sambil mendekati api ke
wajah makhluk putih itu.
Tiba-tiba, Oh jangan! Jangan!aku bukan hantu !kata makhluk putih itu
yang ternyata Kamal. Hasan langsung membuka seluruh kain putih yang membelit
badan temannya tadi.Wajahnya tampak pucat karena merasa bersalah.
Mal! Mengapa kamu tega melakukan semua ini? bentak Hasan dengan
marah. Kamal yidak berani berucap. Ia hanya diam
Mengapa?ayo mengapa?ulang Hasan seraya memegang pundak Kamal.
Kamal menunduk. Maafkan aku San. tadi, waktu dimushola,aku kesal sekali
karena kamu tidak mau diajak pulang bersama,ucap Hasn.
Sesudah kutakuti ternyata kamu tidak takut, makanya aku pun ingin
menyamar jadi hantu untuk menekutimu, sahutnya lagi Hasan menghela napas .
Beberapa saat keduanya terdiam sambil berdiri dipojok perkuburan Sirnaraga.
Mungkin, Hasan masih jengkel dengan ulah temannya.
Maafkan aku ya, San.Hantu,kuntilaaanak,dan sebangsanya sebenarnya
memang tidak ada. Kalau ada orang yang melihatnya sebenarnya hanya bayangan
dari rasa takutnya.Buat apa aku takut? Manusia kan, lebih mulia dan lebih tinggi
derajatnya, ujar Kamal lagi.
Hasan mengangguk-anggukan kepalanya. Ia bangga karena kamal sudah
mengakui kesalahannya.
Mal, aku senang punya teman seperti kamu. Selama ini, kamu selalu
menungguiku setiap selesai mengaji, tapi kalau tadi aku tidak mau diajak pulang,
itu karena aku tidak mau rugi waktu. Sekaranglah kesempatan kita buat belajar
mengaji. Mumpung kita masih kecil, masih banyak waktu dan belum banyak
pekerjaan. Ya, kalau bukan sekarang kapan lagi .ya nggak Mal?sahut Hasan
sambil menatap Kamal. Kamal mengangguk.
San, tadi aku khilaf. Jadi, maafkan aku sekali lagi!Kamal mengulurkan
tangannya.
ya, sudah nggak apa-apa, sambut Hasan. Lalu mereka berdua pulang
bersama menuju rumah masing masing.

Anda mungkin juga menyukai