Anda di halaman 1dari 18

Proposal penelitian

KARAKSTERISTIK PENDERITA ABSES LEHER DALAM DI RSUP SANGLAH


DENPASAR PERIODE 1 JANUARI-31 DESEMBER 2014
Oleh
Luh Witari Indrayani
PPDS I Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
I PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk dalam ruang potensial diantara fascia

leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher.1,2,3
Insiden dari abses leher dalam lebih tinggi pada era preantibiotik namun tetap menjadi
masalah yang penting di negara dunia ketiga yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Pada
era preantibiotik, 70% berasal dari penyebaran infeksi dari faring dan tonsil sedangkan saat ini
lebih banyak disebabkan oleh infeksi gigi.4
Abses leher dalam dapat menimbulkan komplikasi serius yang berakibat fatal seperti
obstruksi jalan nafas, pneumonia, abses paru, mediastinitis, perikarditis dan trombosis vena
jugularis interna.5,6
Disamping drainase abses, pemberian antibiotik juga diperlukan untuk penanganan yang
lebih adekuat. Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif terhadap pasien, diperlukan
pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan antibiotik terhadap kuman. Namun hal ini
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan pemberian antibiotik secara empiris.3,7
Pengetahuan yang baik tentang anatomi fasia dan ruang-ruang potensial leher serta
penyebab abses leher dalam mutlak diperlukan untuk memperkirakan penyebaran dan
penatalaksanaan yang adekuat.
2

Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat di RSUP Sanglah

Denpasar?

Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita abses leher dalam

yang berobat di RSUP Sanglah Denpasar.


1.3.2 Tujuan khusus
1

Mengetahui karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat di RSUP


sanglah berdasarkan jenis kelamin, umur.

Mengetahui karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat di RSUP


Sanglah berdasarkan keluhan utama.

Mengetahui karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat di RSUP


Sanglah berdasarkan terapi dan hasil terapi

Mengetahui karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat di RSUP


Sanglah berdasarkan komplikasi

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya dan

menjadi acuan bagi penatalaksanaan abses leher dalam secara lebih baik.
II
2.1.

KAJIAN PUSTAKA
Anatomi Leher
Pada daerah leher, terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fascia servikal.

Fascia servikal dibagi menjadi dua yaitu fascia servikalis superfisial dan profunda. Fascia
servikalis superfisial terletak dibawah dermis dan terdiri dari jaringan fibroadiposa. Fascia ini
membungkus saraf sensoris, pembuluh darah superfisialis, kelenjar limfe, muskulus platisma dan
otot mimik.3,8
Fascia servikalis profunda terdiri dari jaringan ikat fibrus dan dibagi menjadi tiga lapisan
yaitu lapisan superfisial, media dan profunda. Lapisan superfisial fascia profunda disebut juga
investing layer. Rule of two dari lapisan superfisial ini adalah membungkus dua otot yang
terletak diatas tulang hyoid yaitu muskulus masseter dan venter anterior muskulus digastrikus;

dua otot leher yaitu muskulus trapezius dan muskulus sternokleidomastoideus; dua kelenjar
ludah yaitu kelenjar parotis dan submandibula; dua ruang yaitu ruang parotis dan mastikator.3,8
Lapisan media fascia profunda yang disebut juga fascia servikal terdiri dari divisi
muskular dan viscera. Divisi muskular membungkus muskulus sternohyoid, muskulus
sternotiroid, muskulus tirohyoid dan muskulus omohyoid. Divisi viscera mengelilingi kelenjar
paratiroid, kelenjar tiroid, esofagus, laring, muskulus konstriktor faring dan muskulus
buccinator.8
Lapisan profunda fascia profunda disebut juga fascia prevertebra, terdiri dari divisi alar
dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara fasia bukofaringeal di anterior dan divisi prevertebra
di posterior. Divisi alar merupakan dinding anterior dari ruang bahaya atau danger space. Fascia
ini meluas dari basis kranii sampai vertebra torakal kedua. Divisi prevertebra terletak di depan
kolumna vertebrae dan meluas ke lateral melewati otot prevertebra dan kemudian berfusi dengan
prosesus transversus dan ligamen penyertanya. Fascia ini merupakan dinding anterior dari ruang
prevertebra dan dinding posterior dari danger space.8

Gambar 1. Potongan midsagital leher8

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang meliputi keseluruhan panjang
leher, ruang suprahioid dan infrahioid. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari ruang
retrofaring, danger space, ruang prevertebra dan ruang karotis. Ruang retrofaring meluas dari
basis kranii hingga bifurkasio trakea pada mediastinum superior. Ruang retrofaring berbatasan
dengan selubung karotis di sisi lateral, fascia bukofaringeal di anterior dan divisi alar fascia
prevertebra di posterior. Danger space berbatasan dengan ruang retrofaring di anterior dan ruang
prevertebra di posterior, meluas dari basis kranii hingga diafragma. Ruang prevertebra meluas
dari basis kranii hingga os coccygeus, berbatasan dengan danger space di anterior, tulang
vertebra di posterior dan prosesus transversus di lateral. Ruang karotis atau disebut juga ruang
visceral vaskular merupakan ruang potensial di dalam selubung karotis. Di dalam ruang ini
terdapat arteri karotis, vena jugularis interna, nervus vagus dan pleksus simpatikus.8,9
Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, parafaring, parotis, mastikator,
peritonsil dan temporal. Ruang submandibula terletak diantara mukosa dasar mulut dan fascia
profunda lapisan superfisial pada bagian bawah. Ruang ini dibatasi oleh os hyoid di
posteroinferior, mandibula di anterior dan lateral serta dasar lidah di posterior. Ruang ini dibagi
secara tidak komplit oleh muskulus milohyoid menjadi ruang sublingual pada bagian atas dan
ruang submandibula dan submental di bagian bawah. Area submandibula dan submental
dipisahkan oleh venter anterior muskulus digastrikus namun kedua area ini saling berhubungan
secara bebas satu sama lainnya. Ruang submental dibatasi oleh os hyoid pada bagian inferior,
mandibula pada bagian superior dan venter anterior muskulus digastrikus pada kedua sisi lateral.
Ruang submental berisi vena jugularis anterior, nodus limfatikus submental, muskulus dan
nervus milohyoideus, arteri fasialis cabang submental dan vena fasialis.8,9
Di dalam ruang parotis terdapat kelenjar parotis, pembuluh limfe, arteri karotis eksterna,
arteri

temporalis

superfisialis,

vena

fasialis

posterior,

nervus

fasialis

dan

nervus

aurikulotemporalis. Lapisan superfisial fascia profunda berpisah di sekitar mandibula untuk


membentuk ruang mastikator. Di ruang ini terdapat muskulus masseter, muskulus pterigoideus
medial dan lateral, ramus dan korpus mandibula, tendon temporalis. Ruang mastikator terdiri
dari ruang masseter dan ruang pterigoid. Ruang masseter terletak diantara ramus mandibula dan
muskulus masseter sedangkan ruang pterigoid terletak diantara ramus mandibula dan muskulus
pterigoideus. Ruang ini terletak di anterior dan lateral ruang parafaring dan inferior ruang
temporal.8,9

Ruang peritonsil terletak lateral dari kapsul tonsil dan medial dari muskulus konstriktor
superior. Arkus palatoglosus dan palatofaring membentuk batas anterior dan posterior ruang ini.
Pada bagian inferior dibatasi oleh 1/3 bagian posterior lidah.3,8
Ruang temporal terletak diantara fascia temporalis pada bagian lateral dan periosteum
bagian skuamosa os temporal pada bagian medial. Muskulus temporalis memisahkan ruang ini
menjadi ruang superfisial dan profunda.3,8
Ruang infrahioid terdiri dari ruang viseral anterior dan suprasternal. Ruang viseral
anterior atau disebut juga ruang pretrakeal terletak pada leher anterior dari kartilago tiroid kearah
bawah sampai mediastinum superior setinggi vertebrae torakal keempat. Ruang suprasternal
terletak di superior sternal notch, dibungkus oleh lapisan superfisial fascia profunda.8

Gambar 2. Potongan melintang leher setinggi tiroid8


2.2.

Abses Leher Dalam

2.2.1. Definisi
Abses leher dalam adalah terkumpulnya pus di dalam ruang potensial diantara fascia
leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher dsb.1,2,3

2.2.2. Epidemiologi
Shih dkk pada tahun 2008 melaporkan bahwa rasio laki-laki dan perempuan yang terkena
abses leher dalam adalah 3:2 dengan umur rata-rata 49,2 tahun dan abses submandibula sebagai
kejadian terbanyak. Penyebab terbanyak adalah infeksi orofaring diikuti dengan infeksi gigi.7
Coelho dkk pada tahun 2009 menemukan bahwa rasio laki-laki dan perempuan adalah
4:3 dengan umur rata-rata 31,86 tahun, penyebab terbanyak adalah infeksi gigi. 6Sedangkan
Abshirini dkk pada tahun 2009 menemukan 53,74% laki-laki dan 44,21% perempuan. Abses
submandibula adalah kejadian terbanyak dan penyebab terbanyak adalah infeksi gigi.5
2.2.3

Etiologi dan Patogenesis


Pembentukan abses merupakan hasil perkembangan dari flora normal dalam tubuh. Flora

normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh baik karena perluasan langsung
maupun laserasi atau perforasi.
Penyebab abses leher dalam diantaranya adalah infeksi orofaring, infeksi gigi, sialolit,
sialadenitis, benda asing, tuberkulosis. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal.
Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apeks gigi
molar satu yang berada diatas perlekatan muskulus milohyoideus menyebabkan penjalaran
infeksi akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual sedangkan apeks molar kedua dan
ketiga berada dibawah perlekatan muskulus milohyoideus sehingga infeksi akan lebih cepat ke
daerah submandibula.7,8
Abses leher dalam secara umum disebabkan oleh polimikroba, yaitu campuran kuman
aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob. Organisme aerob seperti Streptokokus viridian,
Streptokokus beta hemolitikus, Stafilokokus aureus dan epidermidis. Bakteri anaerob seperti
Bacteroides melaninogenicus, Peptostreptokokus, Fusobakterium. Bakteri gram negatif seperti
Hemofilus, Escherichia, Pseudomonas, Neisseria dan Klebsiella.6,8
Pola kuman penyebab abses leher dalam berbeda sesuai dengan sumber infeksinya.
Infeksi yang berasal dari orofaring lebih banyak disebabkan oleh kuman flora normal di saluran
nafas atas seperti Streptokokus dan Stafilokokus. Infeksi yang berasal dari gigi biasanya lebih
dominan kuman anaerob seperti Prevotela dan Fusobakterium.1,8

Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu hematogen, limfogen
dan celah antar ruang leher dalam. Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan
tubuh dan lokasi anatomi.1,8
2.2.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gejala klinis abses leher dalam secara umum sama dengan gejala infeksi pada umumnya yaitu
demam, nyeri, pembengkakan. Abshirini dkk melaporkan gejala klinis dari abses leher dalam
pada 147 kasus yang diteliti adalah bengkak pada leher 87,1%, trismus 53,7%, disfagia 30,6%
dan odinofagia 29,3%. Berdasarkan ruang yang dikenai akan menimbulkan gejala spesifik yang
sesuai dengan ruang potensial yang terlibat.5
Abses peritonsil merupakan terkumpulnya materi purulen yang terbentuk diluar kapsul
tonsil dekat kutub atas tonsil. Pada abses peritonsil didapatkan gejala demam, nyeri tenggorok,
odinofagia, hipersalivasi, otalgia, suara bergumam atau disebut juga hot potato voice, sukar
membuka mulut atau disebut juga trismus. Pada pemeriksaan fisik tampak palatum molle
membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi, arkus faring tidak simetris. Uvula
membengkak dan terdorong ke sisi kontralateral dan trismus. Tonsil membengkak, hiperemi dan
terdorong ke sisi kontralateral.1,3,8
Abses retrofaring merupakan abses leher dalam yang jarang terjadi, terutama terjadi pada
bayi atau anak dibawah dua tahun. Gejala biasanya odinofagia dan disfagia. Selain itu, juga
dapat muncul gejala demam, pergerakan leher terbatas dan sesak nafas. Sesak nafas timbul jika
abses sudah menimbulkan sumbatan jalan nafas terutama di hipofaring. Pada pemeriksaan
tampak benjolan unilateral pada dinding belakang faring, mukosa terlihat bengkak dan
hiperemis.3,10,11
Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis atau
kelenjar limfatik. Abses ini juga dapat terjadi akibat penjalaran abses leher dalam yang
berdekatan seperti abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring maupun mastikator.
Gejalanya berupa demam, trismus, nyeri tenggorok, odinofagia dan disfagia. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan pembengkakan di daerah parafaring, pendorongan dinding lateral faring kearah
medial, pembengkakan di sekitar angulus mandibula.1,3,10

Abses submandibula dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kelenjar
limfe submandibula maupun kelanjutan infeksi ruang leher dalam yang lain. Terdapat demam,
pembengkakan di daerah submandibula, fluktuatif, lidah terangkat keatas dan terdorong ke
belakang.1,3
Angina Ludovici atau Ludwigs angina adalah infeksi ruang submandibula berupa
peradangan atau selulitis dengan tanda berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak
membentuk abses sehingga keras pada perabaan. Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau
dasar mulut. Terdapat nyeri tenggorok, disfagia, ruang submandibula tampak membengkak,
keras pada perabaan dan hiperemi. Dasar mulut membengkak, lidah terdorong keatas dan
belakang.3,10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan darah
lengkap, mikrobiologi dan resistensi, foto polos, USG dan CT Scan. Pada pemeriksaan darah
lengkap biasanya didapatkan leukositosis. Pada pemeriksaan mikrobiologi dan resistensi, pus
diambil dengan aspirasi memakai jarum aspirasi atau dilakukan insisi.1,8
Pemeriksaan foto polos yang dapat dilakukan diantaranya foto servikal lateral, panoramik
dan toraks. Foto servikal lateral dapat memberikan gambaran adanya pembengkakan jaringan
lunak pada daerah prevertebra, adanya benda asing, gambaran udara di subkutan maupun air
fluid level. Pada abses retrofaring tampak pelebaran ruang retrofaring lebih dari 7 mm pada anak
dan dewasa serta pelebaran retrotrakeal lebih dari 14 mm pada anak dan 22 mm pada orang
dewasa. Selain itu juga dapat terlihat berkurangnya lordosis vertebra servikal. Foto panoramik
dilakukan pada abses leher dalam yang dicurigai berasal dari gigi. Foto toraks dilakukan untuk
mengevaluasi adanya mediastinitis. Adanya emfisema subkutis, pneumomediastinum, pelebaran
mediastinum pada foto toraks merupakan tanda adanya mediastinitis.1,8
Pada pemeriksaan CT Scan dengan kontras tampak adanya gambaran abses berupa lesi
hipodens dengan ring enhancement pada dindingnya. USG merupakan pemeriksaan yang lebih
murah dan kurang invasif. Selain untuk fungsi diagnostik, USG juga dapat digunakan untuk
tuntunan drainase abses.8,12
2.2.6. Terapi
Prinsip penatalaksanaan abses leher dalam adalah menjaga patensi jalan nafas, pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, hidrasi dan nutrisi adekuat dan evakuasi abses baik dengan

anestesi lokal maupun umum. Sebelum ada hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas, antibiotik
diberikan secara empiris yang efektif terhadap kuman aerob maupun anaerob. 3,8,13 Penisilin G
merupakan antibiotik pilihan pada infeksi yang disebabkan oleh Streptokokus yang merupakan
kuman terbanyak penyebab abses leher dalam.7 Penisilin kombinasi

dengan inhibitor beta

laktamase seperti amoksisilin atau tikarsilin dengan asam klavulanat; atau antibiotik resisten beta
laktamase seperti sefoksitin, sefuroksim, imipenem dan meropenem kombinasi dengan antibiotik
yang sensitif terhadap kuman anaerob seperti klindamisin dan metronidazol direkomendasikan
sebagai pengobatan secara empiris.13
Setelah ada hasil uji kepekaan antibiotik terhadap kuman penyebab maka diberikan
antibiotik yang sesuai. Jika terdapat perbaikan pada pemberian kombinasi antibiotik secara
empiris maka antibiotik dapat diteruskan. Jika tidak, maka antibiotik diganti sesuai uji
kepekaan.1,3
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi dari abses leher dalam yang dapat terjadi diantaranya adalah sumbatan jalan
nafas, mediastinitis, abses paru, pneumonia, perikarditis, trombosis vena jugularis dan ruptur
arteri karotis.7,8
III

KERANGKA KONSEP
Kuman aerob, anaerob
dan fakultatif anaerob

Infeksi gigi, infeksi


orofaring, sialolitiasis,
trauma, tuberkulosis,
benda asing

Abses leher dalam

Jaga patensi jalan nafas


Kultur, antibiotik IV
Hidrasi dan nutrisi
adekuat
Insisi drainase abses

IV
4.1.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif retrospektif dengan

mengambil data sekunder dari catatan medis penderita infeksi leher dalam yang berobat ke
RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di poliklinik THT-KL, ruang rawat inap dan IRD RSUP Sanglah

Denpasar pada bulan Januari sampai Desember 2014.


4.3.

Penentuan Sumber Data

4.3.1. Populasi penelitian


Populasi penelitian adalah semua penderita infeksi leher dalam yang berobat ke RSUP
Sanglah Denpasar pada bulan Januari sampai Desember 2014.
4.3.2. Sampel penelitian
Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling yaitu setiap penderita yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian dimasukkan sebagai sampel penelitian.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah penderita yang terdiagnosis abses leher dalam
dan berobat ke RSUP Sanglah Denpasar mulai periode Januari 2014 sampai Desember 2014.
Kriteria eksklusi adalah penderita dengan catatan medis yang tidak lengkap.
4.4.
a

Definisi Operasional Variabel


Abses leher dalam adalah terkumpulnya pus di dalam ruang potensial diantara fasia leher
dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber infeksi seperti gigi, mulut, tenggorok,
telinga dan leher

Jenis kelamin adalah ciri kepribadian laki-laki atau perempuan

Usia adalah lama hidup yang dihitung dari tahun kelahiran berdasarkan kalender masehi

Gejala adalah keluhan subyektif yang dirasakan oleh penderita

Terapi adalah pengobatan yang diberikan pada penderita abses leher dalam meliputi evakuasi
abses dan antibiotik

Komplikasi adalah penyakit yang timbul kemudian sebagai tambahan dari abses leher dalam

Hasil terapi adalah hasil akhir dari terapi yang diberikan pada pasien

4.5.

Cara Pengumpulan Data


Data diambil dari catatan medis penderita yang terdiagnosis infeksi leher dalam dan

berobat ke RSUP Sanglah Denpasar. Hasil pemeriksaan dicatat dalam lembar pengumpulan data
untuk selanjutnya dilakukan analisis.
4.6.

Pengolahan Data
Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

DAFTAR PUSTAKA
1

Novialdi, Pulungan MR. Pola kuman abses leher dalam. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. 2010 [diakses 6 Feb 2015]. Diunduh dari: URL:
http://repository.unand.ac.id/18384

Novialdi, Triana W. Abses leher dalam multipel dengan kesulitan intubasi dan komplikasi
fistula faringokutan. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2011
[diakses 6 Feb 2015]. Diunduh dari: URL: http://repository.unand.ac.id/18174

Rahardjo SP. Infeksi leher dalam. Graha Ilmu: Jakarta;

Kamath MP, Shetty AB, Hegde MC, Sreedharan S, Bhojwani K, Padmanabhan K, dkk.
Presentation and management of deep neck space abscess. Indian Journal of otolaryngology
and Head and Neck Surgery [serial online] 2003 Okt-Des [diakses 21 Jan 2015]; 1 [1].
Diunduh dari: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23119999

Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Hosseinnejad F, Ghazipour A, Yavari M, dkk.


Predisposing factors for the complications of deep neck infection. Iranian Journal of
Otolaryngology [serial online] 2010 Apr [diakses 23 Jan 2015]. Diunduh dari: URL:
http://ijorl.mums.ac.id

Coelho MS, Ramos G, Prestes LC, Andrea S, de Oliviera MSB, Lobo P. Deep neck
infections-classification in levels of severity. Intl Arch Otorhinolaryngol [serial online] 2009
Jun [diakses 3 feb 2015]. Diunduh dari: URL: http://www.arquivosdeorl.org.br

Shih WY, Ming HS, Lai CS, Shu HH, Tsung MC, Tai AC. Deep neck abscess-an analysis of
microbial etiology and the effectiveness of antibiotics [serial online] 2008 [diakses 13 Mar
2015]. Diunduh dari: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108716

Aynehchi BB, Har-El G. Deep neck infections. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, penyunting.
Baileys Head and neck Surgery-Otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott
Williams &Wilkins. 2014; h. 794-814.

Hegde A, Mohan S, Lim WEH. Infections of the deep neck spaces. Singapore Med J [serial
online] 2012 [diakses 11 Feb 2015]; 53 [5]. Diunduh dari: URL: http://apamedcentral.org

10 Conrad DE, Parikh SR. Deep neck infections. Infectious Disorders-Drug Targets [serial
online]

2012

[diakses

11

http://www.ingentaconnect.com

Feb

2015];

12

[4].

Diunduh

dari:

URL:

11 Reilly BK, Reilly JS. Retropharyngeal abscess: diagnosis and treatment update. Infectious
Disorders-Drug Targets [serial online] 2012 [diakses 26 jan 2015]; 12 [4]. Diunduh dari:
URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22338591
12 Biron VL, Kurien G, Dziegielewski P, Barber B, Seikaly H. Surgical vs ultrasound-guided
drainage of deep neck space abscesses: a randomized controlled trial;surgical vs ultrasound
drainage. Journal of Otolaryngology- Head & Neck Surgery [serial online] 2013 [diakses 26
Jan 2015]; 42 [18]. Diunduh dari: URL: http://www.journalotohns.com/content/42/1/18
13 Garca MF, Budak A, Demir N, Cankaya H, Kiroglu AF. Characteristics of deep neck
infection in children according to weight percentile. Clinical and Experimental
Otorhinolaryngology [serial online] 2014 Jun [diakses 15 Mar 2015]; 7 [2]. Diunduh dari:
URL: http://dx.doi.org/10.3342/ceo.2014.7.2.133

VHASIL PENELITIAN
Karakteristik penderita abses leher dalam yang berobat ke RSUP Sanglah Denpasar
periode adalah sebagai berikut
Pada tabel 1, sebanyak

penderita abses leher dalam berjenis kelamin laki-laki dan

penderita berjenis kelamin perempuan.


Tabel 1. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Persentase (%)

Pada tabel 2, sebanyak


berusia 21-40 tahun,
tahun.

penderita abses leher dalam berusia kurang dari 20 tahun,


berusia 41-60 tahun dan

berusia

diatas

60

Tabel 2. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan usia


Usia (tahun)
<20
21-40
41-60
>60

Persentase (%)

Pada tabel 3, sebanyak


Tabel 3. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan tempat tinggal
Tabel 3. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan gejala klinis
Gejala klinis

Persentase (%)

Tabel 4. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan diagnosis


Diagnosis

Persentase (%)

Tabel 5. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan terapi


Terapi

Persentase (%)

Tabel 6. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan komplikasi


Komplikasi

Persentase (%)

Tabel 7. Karakteristik penderita abses leher dalam berdasarkan hasil terapi


Hasi terapi
Sembuh
Meninggal
Jumlah

VI

PEMBAHASAN

VII

SIMPULAN

Persentase (%)

DAFTAR PUSTAKA
14 Novialdi, Pulungan MR. Pola kuman abses leher dalam. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. 2010 [diakses 6 Feb 2015]. Diunduh dari: URL:
http://repository.unand.ac.id/18384
15 Novialdi, Triana W. Abses leher dalam multipel dengan kesulitan intubasi dan komplikasi
fistula faringokutan. Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2011
[diakses 6 Feb 2015]. Diunduh dari: URL: http://repository.unand.ac.id/18174
16 Rahardjo SP. Infeksi leher dalam. Graha Ilmu: Jakarta;
17 Kamath MP, Shetty AB, Hegde MC, Sreedharan S, Bhojwani K, Padmanabhan K, dkk.
Presentation and management of deep neck space abscess. Indian Journal of otolaryngology
and Head and Neck Surgery [serial online] 2003 Okt-Des [diakses 21 Jan 2015]; 1 [1].
Diunduh dari: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23119999
18 Abshirini H, Alavi SM, Rekabi H, Hosseinnejad F, Ghazipour A, Yavari M, dkk.
Predisposing factors for the complications of deep neck infection. Iranian Journal of
Otolaryngology [serial online] 2010 Apr [diakses 23 Jan 2015]. Diunduh dari: URL:
http://ijorl.mums.ac.id
19 Coelho MS, Ramos G, Prestes LC, Andrea S, de Oliviera MSB, Lobo P. Deep neck
infections-classification in levels of severity. Intl Arch Otorhinolaryngol [serial online] 2009
Jun [diakses 3 feb 2015]. Diunduh dari: URL: http://www.arquivosdeorl.org.br
20 Shih WY, Ming HS, Lai CS, Shu HH, Tsung MC, Tai AC. Deep neck abscess-an analysis of
microbial etiology and the effectiveness of antibiotics [serial online] 2008 [diakses 13 Mar
2015]. Diunduh dari: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3108716

21 Aynehchi BB, Har-El G. Deep neck infections. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, penyunting.
Baileys Head and neck Surgery-Otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott
Williams &Wilkins. 2014; h. 794-814.
22 Hegde A, Mohan S, Lim WEH. Infections of the deep neck spaces. Singapore Med J [serial
online] 2012 [diakses 11 Feb 2015]; 53 [5]. Diunduh dari: URL: http://apamedcentral.org
23 Conrad DE, Parikh SR. Deep neck infections. Infectious Disorders-Drug Targets [serial
online]

2012

[diakses

11

Feb

2015];

12

[4].

Diunduh

dari:

URL:

http://www.ingentaconnect.com
24 Reilly BK, Reilly JS. Retropharyngeal abscess: diagnosis and treatment update. Infectious
Disorders-Drug Targets [serial online] 2012 [diakses 26 jan 2015]; 12 [4]. Diunduh dari:
URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22338591
25 Biron VL, Kurien G, Dziegielewski P, Barber B, Seikaly H. Surgical vs ultrasound-guided
drainage of deep neck space abscesses: a randomized controlled trial;surgical vs ultrasound
drainage. Journal of Otolaryngology- Head & Neck Surgery [serial online] 2013 [diakses 26
Jan 2015]; 42 [18]. Diunduh dari: URL: http://www.journalotohns.com/content/42/1/18
26 Garca MF, Budak A, Demir N, Cankaya H, Kiroglu AF. Characteristics of deep neck
infection in children according to weight percentile. Clinical and Experimental
Otorhinolaryngology [serial online] 2014 Jun [diakses 15 Mar 2015]; 7 [2]. Diunduh dari:
URL: http://dx.doi.org/10.3342/ceo.2014.7.2.133

Anda mungkin juga menyukai