Anda di halaman 1dari 3

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan

senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Pada argentometri terdapat tiga metode yang dapat digunakan, antara lain metode Mohr,
metode Volhard, dan metode Fajans. Metode Mohr adalah salah satu cara dalam argentometri
yang merupakan metode paling baik untuk menentukan kadar klorida dari suatu larutan.
Indikator yang digunakan adalah K2CrO4, dan titran yang digunakan AgNO3. Indikator
menunjukan tercapainya titik akhir titrasi, dengan perubahan warna larutan yang telah
dicampur dengan indikator K2CrO4 terbentuk endapan yang berwarna merah-bata
Sebelum melakukan titasi argentometri untuk menetapkan kadar kemurnian vitamin
b6 maka peniter yaitu AgNO3 harus dibakukan terlebih dahulu dengan NaCl 0,1 N. AgNO 3
dibakukan dengan NACL karena menurut USP analisa argentometri biasa digunakan untuk
menentukan kadar senyawa yang mengandung unsur halogen (golongan VII A), dimana Ag +
jika bereaksi dengan logam halogen akan menghasilkan suatu endapan.
Pada saat titrasi pembakuan dilakukan terjadi reaksi kimia yaitu terbentuknya endapan
putih pada dasar erlen meyer. Endapan terbentuk karena beberapa faktor. Antara lain adalah
kelarutan dari hasil reaksi yang kecil, adanya efek ion senama, dan larutan sudah melewati
titik jenuhnya saat pencampuran (Khopkar, 2002). Selain itu endapan tersebut terjadi karena
reaksi dari AgNO3 + NaCl > AgCL(s)+ NaNO3(aq). Indikator (K2CrO4) mengindikasikan
tercapainya suatu titik akhir titrasi. Pada pembakuan ini TAT ditadai dengan terbentuknya
endapan merah bata pada titran. Endapan merah bata terbentuk karena mula-mula AgCl akan
mengendap lebih dahulu, hingga semua ion Cl- dari CaCl2 habis bereaksi dengan ion Ag+
dari AgNO3. Kemudian terjadi reaksi antara larutan K2CrO4 dengan AgNO3 membentuk
endapan merah bata yang berasal dari Ag2CrO4 (Fritz, 1979), berikut adalah reaksinya:
NaCl

AgNO3

>

AgCl(s)

(putih)

NaNO3

K2CrO4 ( indikator ) + AgNO3 Ag2CrO4(s) (merah) + KNO3 (Fritz, 1979).


Titik akhir titrasi dalam pembakuan AgNO3 dicapai dengan volume 9,8 ml dan 9,9
ml, sehingga diperoleh rata-rata volume TAT yaitu 9,85 ml. Titrasi dialkukan duplo yang
berguna untuk mengurangi galat dalam penentuan kadar. Dilakukan perhitungan kadar
pembakuan dimana diperoleh kadah AgNO3 adalah 0,1015 N. Kadar AgNO3 selanjutnya
digunakan untuk menentukan kadar kemurnian sampel vitamin B6 (piridoksin HCl).

Penetapan kadar dilakukan dengan AgNO3 sebagai peniter dan ditimbang vitamin B6
250 mg, ditambahkan aquadest 50 ml sebagai pelarutnya, dan ditambahkan indikator
K2CrO4 sebanyak 3-5 tetes. TAT yang terjadi adalah perubahan warna dari endapan kuning
ke endapan merah bata. Endapan kuning terjadi karena reaksi antara AgNo3 dengan
pridoksin, dimana dalam pirikdoksin mengandung senyawa OH dalam strukturnya bereaksi
dengan Ag+ dalam AgNO3 sehingga membentuk senyawa AgOH yang ditandai dengan
adanya endapan kuning.
REAKSIKAN STRUKTUR DG AGNO3
Endapan kuning tersebut selanjutnya berubah wanrna menjadi merah bata karena Ag+
dalam AgOH bereaksi dengan kromat sehingga terbentuk senyawa Ag2CrO4 yang ditandai
dengan adanya endapan merah bata.
REAKSIKAN AGOH+K2CRO4
Titik akhir titrasi untuk penetapan kadar vitamin B6 dicapai pada volume 15,5 ml dan
14,9 ml sehingga diperoleh rata-rata volume TAT adalah 15,2 ml. Perhitungan kadar
kemurnian vitamin B6 dilakukan dengan perhitungan mol untuk mendapatkan massa teoritis
sampel, setelah dilakukan olah data yaitu massa teoritis dibagi dengan massa sampel yang
ditimbang dikalikan dengan 100% maka diperoleh kadar vitamin B6 adalah 126,9%.
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia IV rentang kemurnian piridoksin HCl adalah 98%102,0%, maka dapat disimpulkan sampel yang diuji tidak murni. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti, kualitas alat atau bahan yang tidak bagus, dapet
karena kurang steril, tercemar, atau telah mengalami perubahan sifat fisika kimianya sehingga
juga bepengaruh dalam kadarnya. Selain itu dapat dipengaruhi oleh human error, karena
metode masih manual sehingga kesalahan sangat berpotensi karena praktikan kurang teliti
dalam mengamati TAT (perubahan warama) atau praktikan kurang baik dalam memantau
volume TAT. Sehingga untuk praktikum selanjutnya agar galat yang terjadi dapat sekecil
mungkin maka diperiksa lagi apakan alat dan bahan sesuai dengan standar praktikum
termasuk kondisi laboratorium serta agar praktikan lebih teliti daam melakukan kegiatan
praktikum.

DAPUS
Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services. USA.
Day, R.A & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Ersanghono, Kusuma A. (1996). Volumetri. EKA. Semarang.
Fritz, J. S. (1979). Quantitative Analytical Chemistry. Allyn and Bacon, Inc. Boston.
Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia. Jakarta.
Khopkar, S.M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Petrucci, R. H. & R. K. Wismer. (1987). General Chemistry Qualitative Analysis. Macmillian Publishing
Company. USA.

Anda mungkin juga menyukai