Anda di halaman 1dari 37

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA

Titrasi Pengendapan

Standarisasi Larutan AgNO3, Aplikasi pada Garam Meja

Nur Huda

18030194068

PKA 2018

PRODI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kimia analitik adah cabang ilmu kimia yang mempelajari prinsip identifikasi,
sparasi, dan kuantifikasi komponen kimia. Dalam proses pengidentifikasian
sebuah zat, ada berbagai metode yang digunakan, salah satunya adalah titrasi.
Titrasi adalah metode penentuan konsentrasi suatu zat menggunakan zat lain yang
diketahui konsentrasinya secara bertahap sehingga mencapai titik ekuivalen.
Titrasi yang paling sederhana dan kerap kali digunakan dalam praktikum kimia
adalah titrasi asam basa atau asidi-alkalimetri.

Namun, tidak semua zat efektif dititrasi dengan metode titrasi asidi-
alkalimetri yang didasarkan pada perubahan pH suatu larutan. Untuk beberapa zat,
ada metode lain yang lebih efektif daripada asidi-alkalimetri. Termasuk zat-zat
yang bisa membentuk endapan ketika bereaksi dengan zat lain. Seperti beberapa
ion halida (Cl-, I-, Br-).

Karena penentuan kadar ion halida dalam suatu zat, akan lebih efektif bila
menggunakan metode analisis kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran
volume titran setelah bereaksi dengan analit. Dalam hal ini, yang berperan sebagai
titran adalah zat yang mengandung ion Ag+ yang nantinya akan bereaksi dengan
ion halida dan membentuk endapan. Karena didasarkan pada terjadinya endapan,
titrasi ini sering kali disebut dengan titrasi pengendapan. Dan karena titran yang
digunakan adalah zat yang mengandung ion Ag+, maka titrasi ini juga bisa disebut
dengan titrasi argentometri.

Dasar dari titrasi pengendapan ini adalah terjadinya endapan pada reaksi
antara zat analik dengan penitrasinya. Namun, untuk mendapatkan volume pada
titik akhir, titrasi ini tetap membutuhkan indikator yang dapat bereaksi dengan
titran dan menciptakan warna endapan baru, sebagai visualisasi bahwa ion halida
yang ada dalam suatu zat sudah habis bereaksi dengan Ag+ yang ada dalam titran.
Jadi, perubahan warna endapan yang terjadi adalah produk dari reaksi antara ion
Ag+ berlebih dengan indikator.

Titrasi Pengendapan ini akan diaplikasikan untuk menghitung kadar NaCl


dalam garam meja yang biasa di jual di toko-toko. Karena NaCl mengandung ion
Cl-, maka nantinya dapat bereaksi dengan ion Ag+ dan menciptakan endapan.
Ketika ion Cl- sudah habis bereaksi dengan Ag+ dari larutan AgNO3, Ag+ berlebih
akan bereaksi dengan indikator dan menghasilkan warna endapan yang berbeda.
Saat itulah terjadi titik akhir dan volume titran yang dibutuhkan untuk
menghitung kadar NaCl dapat diketahui.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana menentukan standarisasi larutan AgNO3?
1.2.2 Berapa kadar Cl- dalam garam meja?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menentukan standarisasi larutan AgNO3
1.3.2 Menentukan kadar Cl- dalam garam meja
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Standarisasi Larutan

Standarisasi dilakukan untuk mengetahui konsentrasi rata-rata dari larutan


yang akan digunakan. Larutan standar dapat disiapkan dengan menguraikan suatu
sampel dari zat terlarut yang diinginkan serta menimbang dengan akurat suatu
larutan yang volumenya telah diukur (larutan standar primer). Sebuah larutan
distandarisasi dengan titrasi, dimana larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah
standar primer yang telah ditimbang. (Day, 1998)

Reaksi titran dengan standar primer harus memenuhi sejumlah persyaratan


karakteristik yaitu, Harus tersedia dalam bentuk murni atau diketahui tingkat
kemurniannya. Jumlah pengotor tidak lebih dari 0,01-0,02 %. Selain itu substansi
harus stabil, dan terakhir adalah mempunyai berat ekivalen yang tinggi. (Day,
1998)

Untuk titrasi pengendapan, biasanya dipergunakan garam murni sebagai


larutan standar primer. Natrium atau kalium klorida dapat dipergunakan untuk
menstandarisasi larutan perak nitrat.

2.2 Titrasi Pengendapan

Titrasi adalah metode penentuan konsentrasi suatu zat menggunakan zat lain
yang diketahui konsentrasinya secara bertahap sehingga mencapai titik ekuivalen.
Titrasi dilakukan dengan mereaksikan satu zat dengan zat lain untuk mencari titik
akhir untuk mendapatkan volume titran yang digunakan untuk tepat bereaksi
dengan analit agar kadar suatu zat diketahui. (Santoso, 2017)

Sedangkan, pengendapan adalah sebuah reaksi pembentukan padatan dalam


larutan. Pengendapan dapat terjadi ketika konsentrasi senyawa melebihi kelarutan,
dengan beberapa faktor antara lain suhu, tekanan, dan polaritas.
Dasar reaksi titrasi pengendapan adalah terjadinya endapan pada reaksi
antara zat analit dengan penitrasinya. Dengan kata lain, reaksi pengendapan yang
cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor
yang mengganggu serta diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi.
(Khopkar,1990)

Seperti pada contoh reaksi di bawah ini:

Ag+ + X- → AgX (s) dimana X = halogen

Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 (s) (merah bata)

Ag+ + SCN- → AgSCN (s)

Fe3+ + SCN- → FeSCN2+ (merah) (Day,1998)

Titrasi pengendapan biasa disebut dengan reaksi argentometri. Kata


argentometri berasal dari bahasa lain yaitu argentum, yang punya arti perak (Ag).
Karena titrasi ini didasarkan pada reaksi titran (yang mengandung Ag+) dengan
analit yang mengandung ion halida. Ion halida adalah ion halogen yang bermuatan
negatif (menjadi anion dari kation Ag+). Contohnya adalah F-,Cl-, Br-, dan I-.
Dalam praktikum ini, ion halida yang diidentifikasi adalah ion Cl- dari garam meja
(NaCl).

Berdasarkan jenis respon indikatornya, metode titrasi pengendapan dibagi


menjadi tiga, yaitu metode Mohr, metode Volhard, dan metode Fajans.

2.2.1 Metode Mohr (Pembentukan endapan berwarna)

Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida atau


bromida dalam suasana netral dengan larutan AgNO3 dengan penambahan
indikator K2CrO4. Proses yang terjadi adalah ketika zat yang mengandung
ion halida dititrasi dengan AgNO3, maka akan terjadi endapan berwarna
putih. Namun ketika ion halida dan Ag+ dari larutan AgNO3 sudah habis
bereaksi, maka Ag+ akan bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk
larutan AgCrO4 yang warnanya berbeda dengan AgCl yang merupakan hasil
dari reaksi titran dengan analit.
Perbedaan kelarutan antara AgCl dengan AgCrO4 adalah alasan
kenapa AgCl mengendap lebih dulu daripada AgCrO4. Perbedaan kelarutan
ini juga menciptakan visualitasi warna berbeda, sehingga ketika titik akhir
terjadi, warna larutan terlihat berbeda. Karena endapan yang terbentuk
memang berbeda. (Yusmita, 2017)

Reaksi yang terjadi adalah :


Ag+(aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2CrO4(s) (endapan cokelat kemerahan)
(Khopkar, 1990)

Setiap metode titrasi pengendapan memiliki kelebihan dan


kekuarangan. Termasuk metode Mohr ini. Kelebihan dari motode ini adalah
penggunaan indikator K2CrO4 saat bereaksi dengan AgNO3 membentuk
AgCrO4 yang memiliki kelarutan lebih besar daripada kelarutan AgCl.
Jika ion-ion perak ditambahkan ke dalam suatu larutan yang
mengandung ion klorida dengan konsentrasi besar dan ion kromat dengan
konsentrasi kecil, perak klorida akan mengendap terlebih dahulu. Perak
kromat tidak akan terbentuk sebelum konsentrasi ion perak meningkat
sampai kenilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak kromat.
(Day,1998)
Kekurangan dari metode Mohr ini adalah ketika terjadi kelebihan
titran menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai
yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi tidak tajam. Solusinya dilakukan
pengadukan secara cepat.
Aplikasi titrasi pengendapan (argentometri) metode Mohr banyak
digunakan untuk menentukan kadar klorida dalam berbagai jenis air, sepeti
air sungai, air laut, air sumur, air hasil pengolahan industri sabun, dan
sebagainya. (Khopkar,1990)

2.2.1 Metode Volhard (Penentuan zat warna yang mudah larut)

Prinsip titrasi pengendapan metode Volhard adalah perubahan warna


lingkungan larutan. Reaksi pengendapan yang terjadi sama dengan metode
Mohr, perbedaannya adalah ketika terjadi titik akhir. Kalau di metode Mohr
yang berubah warna adalah endapan yang terbentuk dari reaksi titran (yang
mengandung Ag+ dengan indikator (dalam hal ini adalah K2CrO4). Namun
di metode Volhard, ketika titik akhir, titran akan bereaksi dengan indikator
bukan untuk membentuk endapan, akan tetapi untuk merubah warna larutan
di sekitar endapan yang telah terbentuk sebelumnya.

Dengan begitu, warna endapan dengan warna larutan terjadi


perbedaan. Dengan begitu, perbedaan warna ini dapat dijadikan indikasi
kalau titran yang mengandung ion Ag+ sudah habis bereaksi dengan analit
yang mengandung ion halida.

Metode volhard ini didasari oleh pengendapan dari perak tiosianat


dalam larutan asam nitrit, dengan ion besi (III) dipergunakan untuk
mendeteksi ion tiosianat. (Day, 1998)

Reaksi yang terjadi adalah :


Ag+(aq) + Cl-(aq)  AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN-(aq)  Fe(SCN)2+ (Kompleks berwarna merah)
(Khopkar, 1990)

Harus diperhatikan pula, metode volhard ini dilakukan pada suasana


asam atau dengan kata lain pH-nya rendah, sekitar 0,3 M, tujuannya agar
ion Fe3+ tidak terhibridisasi (Day, 1998).

2.2.3 Metode Fajans (Indikator absorbsi)

Metode fajans prinsipnya hanya berbeda para indikator, yaitu


digunakan indikator adsorbsi seperti eosine atau fluonescein menurut
macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Indikator ini hanya dapat
memunculkan visualisasi warna ketika dia menyerap zat berlebih dari titran.
Jadi, prinsipnya hampir sama, hanya saja prinsip reaksi antara titran dengan
indikator harus dengan proses penyerapan (adsorbsi) dahulu. Karena bila
tidak, warna yang beda tidak muncul. (Santoso, 2017)
Reaksi yang terjadi yaitu:
Ag+ + X- → AgX (s)
AgX // Ag+ + cosin, AgX / Ag – cosinat (biru kemerahan)
(Khopkar,1990)
Kesulitan dalam menggunakan indikator absorpsi adalah ada diantara
zat warna tersebut menciptakan endapan perak sehingga peka terhadap
cahaya (fotosensitifitas). Hal ini menyebabkan endapan terurai. Titrasi
menggunakan indikator absorpsi biasanya cepat, akurat, dan terpercaya.
Sebaliknya penerapannya terbatas karena memerlukan endapan berbentuk
koloid yang harus terbentuk dengan cepat (Harjadi, 1990).

Berikut adalah sedikit tabel penetapan titrasi pengendapan (argentometri):

Spesies yang Titran Indikator Keterangan


ditetapkan
Cl-, Br- AgNO3 K2CrO4 Metode mohr
Cl-, Br-, I-, SCN- AgNO3 Adsopsi Metode Fajans
Br-, I-, SCN-, AgNO3 + KSCN Fe(III) Metode Volhard
AsO43- :endapan tidak
perlu disaring
Cl-, CN-, CO32-, AgNO3 + KSCN Fe(III) Metode Volhard :
S2-, C2O42-, CrO42- endapan larut
disaring
Tabel 1. Penetapan dengan titrasi pengendapan (Day, 1998)

2.3 Kurva Titrasi

Perubahan konsentrasi ion Ag+ dan anion selama reaksi dapat dihitung dari
hasil kali kelarutan garam perak yang terbentuk dengan konsentrasi larutan yang
dititrasi dan larutan AgNO3. Konstanta kesetimbangan yang menyatakan
kelarutan suatu endapan adalah Kc. (Santoso, 2017)
Untuk endapan AgCl Ag+ + Cl- ↔ AgCl

[𝐴𝑔+ ][𝐶𝑙 − ]
𝐾𝑐 =
[𝐴𝑔𝐶𝑙]

Gambar1. Kurva titrasi AgNO3 dengan Halogen (Day, 1998)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat
1. Buret 50 mL 1 buah
2. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
3. Corong 1 buah
4. Neraca analitik 1 buah
5. Statif dan klem 1 set
6. Pro pipet 1 buah
7. Labu ukur 100 mL 1 buah
8. Gelas kimia 100 mL 2 buah
9. Gelas kimia 250 mL 1 buah
10. Gelas ukur 10 mL 1 buah
11. Spatula 1 buah
12. Pipet tetes 5 buah
13. Pipet gondok 10 mL 1 buah
14. Vial kecil 2 buah

3.2. Bahan
1. AgNO3 secukupnya
2. NaCl p.a 0,0589 gram
3. Indikator K2CrO4 5% 10 tetes
4. Aquades secukupnya
5. Garam Meja secukupnya

3.3 Prosedur

3.3.1 Penentuan (standarisasi) larutan AgNO3 ±0,1 N dengan NaCl p.a


sebagai baku

Pembuatan larutan baku NaCl ± 0,1 N: Timbanglah dengan


teliti ±0,0590 g NaCl p.a dalam botol timbang. Pindahkan ke dalam
labu ukur 100 mL, larutkan dengan aquades dan encerkan sampai
tanda batas. Kocok dengan baik agar tercampur sempurna.

Bilas dan isi buret dengan larutan AgNO3. Pipet dengan pipet
seukuran (pipet gondok) 10 mL larutan NaCl dan masukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL. Tambah 10 mL aquades dan 10 tetes indikator
K2CrO4. Titrasi dengan larutan AgNO3, sambil terus dikocok dan
hentikan titrasi pada saat terjadi endapan merah bata. Baca dan catat
angka pada buret saat awal dan akhir titrasi, tentukan dan catat volume
larutan AgNO3 yang digunakan dalam titrasi. Hitung konsentrasi
larutan AgNO3.

Ulangi titrasi 3 kali menggunakan volume larutan NaCl yang sama.


Hitung konsentrasi larutan AgNO3 rata-rata.

3.3.2 Penentuan Kadar NaCl dalam Garam Meja

Timbang 0,059 gram garam meja (catat mereknya). Larutkan


dalam labu ukur 100 mL. Pipet 10 mL larutan tersebut. Masukkan
dalam erlenmeyer tambah 10 tetes indikator K2CrO4 5%. Titrasi
dengan AgNO3 sampai terjadi endapan merah bata. Lakukan
percobaan 3 kali. Hitung kandungan NaCl dalam sampel, cocokkan
dengan kadar yang tertera pada bungkusnya. Hitung kesalahannya.
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

No. Perc. Prosedur Percobaan Hasil Pengamatan Dugaan/Reaksi Kesimpulan


1. Penentuan (Standarisasi) Larutan AgNO3 Sebelum reaksi : NaCl(s) + H2O(l)  Normalitas
±0,1 N dengan NaCl p.a  NaCl p.a : kristal NaCl(aq) AgNO3 = 0,01 N
0,059 NaCl berwarna putih. NaCl(aq) + AgNO3(aq)  Normalitas NaCl
p.a AgCl (s) + NaNO3(aq)
 Air Suling : tidak = 0,01 N
-ditimbang dengan teliti
NaCl(aq) + AgNO3 (aq) 
berwarna Normalitas garam
-dipindahkan dalam labu Ag+ +Cl- + NaNO3(aq)
 Indikator K2CrO4 : meja = 0,01 N
ukur 100 mL K2CrO4(aq) + 2AgNO3(aq)
-
Larutan berwarna  2KNO3(aq) + Kadar Cl dalam
-dilarutkan dengan air suling dan
kuning Ag2CrO4(s) Garam Meja
diencerkan sampai tanda batas
 Larutan AgNO3 : tidak (svehla,1985) 47,46%
-dikocok dengan baik agar
tercampur dengan sempurna berwarna Menghasilkan endapan
perak perak kromat
Larutan NaCl
Sesudah reaksi : berwarna merah bata
-diambil 10 mL meanggunakan  Larutan NaCl : tidak (merah kecoklatan)
pipet seukuran berwarna (underwood)
-dimasukkan ke dalam Erlenmeyer  Larutan NaCl + Kandungan Cl
250 mL Indikator K2CrO4 : berdasarkan SNI adalah
larutan berwarna 94,71% , NaCl = 98,5%
-ditambahkan 10 tetes indikator
K2CrO4 kuning (BSN,2016)
 Larutan NaCl + Garam yang tertuapada
-dititrasi dengan larutan AgNO3
Indikator K2CrO4 + kemasan adalah
-dihentikan titrasi ketika terjadi Larutan AgNO3 : kandungan KIO3 sebesar
endapan berwarna merah bata
endapan merah bata 30-80 ppm “Kapal”
Endapan merah bata :
Endapan Ag2CrO4
 V1 = 11,4 mL
(endapan merah bata)
 V2 = 11,2 mL
-ditentukan volume AgNO3  V3 = 11,1 mL
yang diperlukan
-diulangi sebanyak 3 kali
Trayek pH = 6,5-9
-dihitung konsentrasi rata-rata
larutan AgNO3
Konsentrasi rata-rata
larutan AgNO3

2. Penentuan kadar NaCl pada garam meja Sebelum reaksi : NaCl + AgNO3  AgCl Menghasilkan
Garam Meja  Garam meja: serbuk (endapan) + NaNO3 kadar 47,46%
berwarna putih. Menghasilkan endapan
-ditimbang sebanyak 0,059 gram
putih.
-dilarutkan dalam labu ukur 100 mL  Air Suling : tidak
-diambil 10 mL menggunakan pipet
berwarna
- dimasukkan dalam erlenmeyer
-ditambah 10 tetes indikator K2CrO4 5%  Indikator K2CrO4 5% : 2AgNO3(aq) +
- dititrasi dengan AgNO3 berwarna kuning K2CrO4(aq) 
 Larutan AgNO3 : tidak Ag2CrO4(s) +
Endapan merah bata
berwarna 2KNO3(aq)
-diulang tiga kali
Menghasilkan endapan
-dihitung kandungan NaCl dalam Sesudah reaksi :
sampel perak kromat (merah
 Larutan garam meja +
Hasil bata)
Indikator K2CrO4 :
berwarna kuning
 Larutan garam meja +
Indikator K2CrO4 +
Larutan AgNO3 :
endapan merah bata
 V1 = 10,7 mL
 V2 = 10,3 mL
 V1 = 10,4mL
4.2 Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Standarisasi AgNO3 dengan NaCl p.a sebagai baku

Sesuai dengan panduan, praktikum pertama ini bertujuan untuk membuat dan
menentukan (standarisasi) larutan AgNO3 dengan NaCl p.a sebagai baku/ larutan
standar primer. Pada pecobaan ini, digunakan titrasi pengendapan dengan metode
mohr, sehingga menggunakan indikator K2CrO4 5%.

Larutan standar primer merupakan larutan yang sudah diketahui


konsentrasinya. Sedangkan larutan AgNO3 merupakan larutan standar sekunder
yang belum diketahui konsentrasinya. Maka sebelum digunakan terlebih dahulu
larutan AgNO3 tersebut harus distandarisasi dengan larutan NaCl p.a agar
diketahui konsentrasinya. Dalam standarisasi ini larutan AgNO3 sebagai titran,
sedangkan NaCl p.a sebagai larutan bakunya.

Sebelum dititrasi, NaCl p.a berbentuk serbuk berwarna putih dan ditimbang
terlebih dahulu menggunakan neraca analitik.

Berikut adalah cara kami menimbang NaCl menggunakan neraca analitik:


1. Membersihkan terlebih dahulu vial dan neraca hingga benar-benar bersih,
setelah itu menyalakan timbangan dan memasukkan vial kedalam neraca
tersebut.
2. Lalu menekan tombol on yang berfungsi untuk menghidupkan neraca
analitik. Kaca yang terbuka ditutup sehingga udara di sekitar tidak
mempengaruhi neraca. Ketika kaca dibuka, angka yang terlihat biasanya
negatif. Hal ini menjadi bukti kalau udara pun bisa mempengarhui masa
zat. Maka dari itu, harus ditutup rapat, sehingga tidak ada udara yang
simpang siur menimbulkan tekanan walau sedikitpun.
3. Setelah itu, kami memasukkan vial kosong. Vial itu kami timbang
sehingga mendapat massa vial yang akan digunakan sebagai wadah NaCl
yang akan ditimbang.
4. NaCl dimasukkan ke dalam vial dan ditimbang hingga kira-kira ± 0,059
gram + massa vial. Pada proses menimbang, pintu timbangan (yang
berbentuk kaca) ditutup, dan membiarkan layar menunjukkan angka yang
stabil, biasaya terdapat simbol bintang (*) disamping kiri layar.
5. Lalu mengeluarkan objek yang ditimbang dan membersihkan timbangan,
kemudian menutup pintu timbangan dan membiarkan layar menunjukkan
angka yang stabil lalu meng-nol-kan kembali timbangannya, dan
selanjutnya neraca analitik dimatikan dengan menekan tanda off. Tentunya
kami tidak lupa untuk melepas colokan listrik dan ampere metere agar
listrik tidak tersambung lagi dan nerasa analitik tidak cepat rusak.

Kami mencucui alat – alat yang akan digunakan untuk praktikum seperti labu
ukur, erlenmeyer, corong kaca, gelas kimia, pipet tetes sebelum melakukan
percobaan dengan aquades dan kemudian dikeringkan. Hal ini dilakukan agar
semua alat yang akan digunkaan bersih dan tidak terdapat zat pengotor ataupun
zat – zat sisa yang dapat mempengaruhi dan mengganggu reaksi sehingga hasil
reaksi dari praktikum tidak sesuai dengan teori yang ada.

Terkecuali untuk pembersihan buret, dilakukan dengan pembilasan


menggunakan titran yang akan digunakan untuk praktikum, yang dalam
percobaan ini menggunakan larutan AgNO3. Kami membersihkan buret dengan
cara yang salah, karena mengalirkan AgNO3 hingga penuh dan membuang
bilasannya. Cara ini dianggap tidak hemat, karena banyak membuang larutan
AgNO3. Cara yang benar adalah, memberikan larutan AgNO3 sebagian terus
memegang buret secara horisontal dan memutarkan agar larutan AgNO3
membilasas rata dalam buret. Kesalahan ini kami lakukan karena kami tidak tahu,
namun tidak mempengarui hasil titrasi.

Dari penimbangan yang kami lakukan tadi, didapatkan NaCl p.a sebesar
0,059 gram. NaCl p.a tersebut dilarutkan dan diencerkan dalam labu ukur 100
mL. Dengan menggunakan corong kaca, kami mengalirkan aquades sampai tanda
batas meniskus. Pada proses pembuatan larutan tersebut harus berhati-hati supaya
pelarut (aquades) yang dimasukkan tidak melebihi tanda batas meniskus. Ada satu
kesalahan pada saat mengencerkan, karena tidak fokus, aquades yang kami
masukkan ke dalam labu ukur berlibih, sehingga mau tidak mau kami harus
mengulang menimbang lagi dan mengencerkan lagi. Hal ini tidak mempengarhui
hasil praktikum, akan tetapi menyita waktu praktikum.

Aturan dari pembacaan skala, meniskus harus sejajar dengan mata kita.
Karena larutan NaCl p.a tidak berwarna maka menggunakan meniskus bawah,
artinya bagian bawah meniskus harus tepat dengan batas garis yang ditentukan.
Kemudian labu ukur ditutup dan dikocok sampai NaCl p.a larut dengan sempurna.
Dihasilkan larutan baku NaCl p.a tidak berwarna ± 0,1 N.

Setelah itu, diambil dengan menggunakan gelas ukur. Sebenarnya cara ini
kurang pas, karena standarnya adalah memakai pipet volume. Namun karena tidak
ada pipet volume, jadi kami menggunakan gelas ukur untuk mengambil larutan 10
mL dengan tepat. Aturan dari pembacaan skala pada gelas ukur hampir sama,
yaitu meniskus harus sejajar dengan mata kita. Larutan NaCl p.a yang sudah
diukur dalam gelas ukur tadi dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL untuk
dititrasi.

Kemudian ditambahkan 10 mL aquades ke dalam erlenmeyer untuk melihat


dengan jelas perubahan warna yang dihasilkan pada saat titrasi, proses ini hanya
menambah volumenya tanpa mengubah jumlah mol NaCl p.a yang terdapat dalam
larutan tersebut. Kemudian ditambahkan dengan 10 tetes indikator K2CrO4 yang
berwarna kuning. Setelah penambahan indikator K2CrO4, larutan NaCl p.a
berwarna kuning muda.

Pada saat titrasi, kita harus menentukan indikator yang cocok untuk titrasi.
Salah satunya juga dapat dilihat melalui kelarutan. Dalam titrasi ini, ion Cl- lebih
dulu bereaksi daripada ion CrO42-, kemungkinan dikarenakan perbedaan
keelektronegatifan Ag+ dan Cl- lebih besar dibandingkan Ag+ dan CrO42-.

AgNO3 (aq) + Cl- → AgCl (s) ↓ (putih) + NO3-


Ag+ + Cl- → AgCl (s) ↓ (endapan putih)

Sesuai dengan teori, indikator K2CrO4 digunakan untuk mempermudah


mengetahui terjadinya titik akhir titrasi. Yaitu ketika munculnya perubahan warna
dan adanya endapan berwarna merah bata yang dapat diamati secara visual
(karena dengan indikator ini dapat mendeteksi kelebihan Ag+).

Setelah selesai ditambah dengan indikator K2CrO4, analit langsung dititrasi


dengan larutan AgNO3 yang tidak berwarna yang sudah siap dalam buret.
Kemudian dititrasi sampai terjadi perubahan warna dari larutan yang berwarna
kuning muda yang tak memiliki endapan menjadi larutan berwarna kuning yang
memiliki endapan berwarna merah bata. Dugaan reaksinya adalah:

2AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (merah bata) + 2KNO3 (aq)

2Ag+ (aq) + CrO42- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (merah bata)

Pada titik dimana NaCl habis bereaksi dengan AgNO3 dan titrasi terus
dilanjutkan, AgNO3 akan bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan
Ag2CrO4 yang berwarna merah bata dan larutan warnanya tetap kuning.
Pembentukan endapan berwarna merah bata tersebut menandakan adanya titik
akhir titrasi, yang artinya titrasi harus dihentikan.

Titrasi yang sama dilakukan sebanyak tiga kali. Tujuannya untuk


mendapatkan hasil yang lebih akurat. Namun orang yang menitrasi harus berbeda
anak, sehingga menciptakan variasi hasil praktikum, sehingga memperkuat
objektivitas data.

Titrasi ini juga perlu dilakukan secara cepat dengan pengocokan yang kuat
agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi sulit
tercapai. Volume AgNO3 yang digunakan pada pengulangan pertama sampai
ketiga adalah : 11,4 mL; 11,2 mL dan 11,1 mL. Dari volume AgNO3 tersebut,
dapat dihitung normalitas AgNO3 menggunakan rumus perhitungan:

Mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3


NNaCl . VNaCl = NAgNO3 . VAgNO3

Persamaan tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi AgNO3.


Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh Normalitas AgNO3 adalah N1 = 0,0087
N; N2 = 0,0089 N; N3 = 0,0090 N. Sehingga didapatkan rata-rata normalitas
larutan AgNO3 adalah 0,0088 N.

4.2.2 Penentuan kadar NaCl dalam garam meja cap “Kapal”

Praktikum yang kedua sesuai dengan panduan bertujuan untuk menentukan


kadar NaCl dalam garam meja cap “Kapal”. Sama seperti standarisasi, praktikum
kedua ini, menggunakan titrasi pengendapan dengan metode mohr, sehingga tetap
menggunakan indikator K2CrO4 5%.

Berikut adalah cara kami menimbang Garam meja merk “Kapal”


menggunakan neraca analitik:
1. Membersihkan terlebih neraca hingga benar-benar bersih, setelah itu
menyalakan timbangan dengan menekan tombol on.
2. Pertama-tama, kami menimbang kertas wadah sampel garam meja merk
“Kapal”. Kaca yang terbuka ditutup sehingga udara di sekitar tidak
mempengaruhi neraca. Ketika kaca dibuka, angka yang terlihat biasanya
negatif. Hal ini menjadi bukti kalau udara pun bisa mempengarhui masa
zat. Maka dari itu, harus ditutup rapat, sehingga tidak ada udara yang
simpang siur menimbulkan tekanan walau sedikitpun.
3. Setelah diperoleh masa kertas, NaCl dimasukkan tepat di atas kertas itu
dan ditimbang hingga kira-kira ± 0,059 gram + masa vial. Kemudian pintu
timbangan (yang berbentuk kaca) ditutup, dan membiarkan layar
menunjukkan angka yang stabil, biasaya terdapat simbol bintang (*)
disamping kiri layar.
4. Lalu mengeluarkan sampel yang ditimbang dan membersihkan timbangan,
kemudian menutup pintu timbangan dan membiarkan layar menunjukkan
angka yang stabil lalu meng-nol-kan kembali timbangannya, dan
selanjutnya neraca analitik dimatikan dengan menekan tanda off. Tentunya
kami tidak lupa untuk melepas colokan listrik dan ampere metere agar
listrik tidak tersambung lagi dan nerasa analitik tidak cepat rusak.

Setelah ditimbang, sampel garam meja tadi dilarutkan di dalam labu ukur 100
mL dan dikocok hingga benar-benar larut dan homogen. Setelah itu, dari pelarutan
dan pengenceran itu, diambil 10 mL larutan sampel dan dipindahkan ke labu
erlenmeyer dengan menggunakan labu ukur dan pipet.

Setelah dipindahkan ke dalam labu erlenmeyer berukuran 250 mL, kemudian


ditambahkan dengan 5 tetes indikator K2CrO4 5% yang berwarna kuning dan
menghasilkan larutan berwarna kuning muda.

Sama seperti praktikum pertama, tujuan penambahan indikator K2CrO4 5%


adalah untuk mempermudah mengetahui titik akhir titrasi. Yaitu ditandai dengan
adanya endapan berwarna merah bata yang dapat diamati secara visua. Selain itu,
indicator ini juga tepat digunakan untuk metode mohr karena :
a) Titrasi dengan metode mohr dilakukan dengan kondisi larutan pada pH
netral dengan kisaran 6,5 – 10 disebabkan ion kromat adalah basa
konjugasi dari asam kromat.
b) Jika pH dibawah 6,5 maka ion kromat akan terprotonasi sehingga asam
kromat akan mendominasi didalam larutan, akibatnya dalam larutan
bersifat sangat asam, dan ion kromat akan menjadi ion bikromat dengan
reaksi:
2CrO42- (aq) + H+ (aq) ⇌ Cr2O72- (aq) + H2O (l)
c) Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang berwarna kecoklatan akan
terbentuk sehingga hal ini akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi
d) Analit yang bersifat asam dapat ditambahkan kalsium karbonat agar pH
berada pada kisaran pH tersebut atu juga dapat dilakukan dengan
menjauhkan analit dengan menggunakan padatan natrium hydrogen
karbonat. (Dari dasar teori)

Setelah ditambahkan indikator K2CrO4, larutan tersebut dititrasi dengan


larutan AgNO3 yang tidak berwarna. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl (s) + NaNO3 (aq)

Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari larutan yang berwarna
kuning muda menjadi larutan yang memiliki endapan berwarna merah bata.
Reaksinya sebagai berikut :
AgNO3 (aq) + Cl- → AgCl (s) ↓ (putih) + NO3-
Ag+ + Cl- → AgCl (s) ↓ (endapan putih)
Pada tahap tersebut NaCl akan habis bereaksi dengan AgNO3. AgNO3 yang
berlebih akan bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4
yang berwarna merah bata. Pembentukan endapan berwarna merah bata tersebut
menandakan adanya titik akhir titrasi, yang artinya titrasi harus dihentikan.
Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

2AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (merah bata) + 2KNO3 (aq)
2Ag+ (aq) + CrO42- (aq) → Ag2CrO4 (s) ↓ (merah bata)

Sama seperti standarisasi Titrasi ini kami lakukan sebanyak tiga kali dengan
orang yang menitrasi berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Titrasi
ini perlu dilakukan secara cepat dan pengocokannya juga secara kuat agar Ag+
tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi sulit tercapai.
Volume AgNO3 yang digunakan pada pengulangan pertama sampai ketiga adalah
: 10,7 mL; 10,3 mL dan 10,4 mL. Dari volume AgNO3 tersebut, dapat dihitung
kadar NaCl dalam garam meja cap “Kapal” menggunakan rumus perhitungan:

1. Mol ekivalen NaCl = mol ekivalen AgNO3


NNaCl . VNaCl = NAgNO3 . VAgNO3
massa zat x 1000
2. Ngaram = x
BE zat x Vp

gr NaCl 1000
NAgNO3 = BE NaCl x Vp
massa zat x
3. % NaCl = massa garam meja x 100%

Dari perhitungan rumus tersebut diperoleh N garam meja cap “Kapal”


pada 3 kali pengulangan titrasi yaitu : 0,009 ; 0,0097, dan 0,0096. Sehingga rata-
rata Normalitas garam meja cap “Kapal” sebesar adalah 0,01 N (Setelah
dibulatkan juga).

Ketika dimasukkan ke dalam rumus ketiga dengan rata-rata normalitas


0,01 adalah 47,46%. Jadi, kandungan NaCl dalam garam daput merk “Kapal”
adalah 47,6%.
Secara teori atau SNI, kadar NaCl dalam garam meja cap “Kapal” adalah
minimum 95%. Namun berdasarkan perhitungan data pada praktikum didapatkan
hasil yang berbeda, yaitu 47,6 %. Hal ini disebabkan karena masih adanya zat
(NaCl) tidak ditimbang dengan standar penimbangan yang tepat. Selain itu,
kebersihan alat dan bahan praktikum sangat mempengarhui hasil praktikum ini.
Faktor lainnya adalah dikarenakan kurang telitinya praktikan dalam melihat skala
volume yang tertera pada buret.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl p.a sebagai baku dengan
melalui titrasi pengendapan yang menggunakan metode mohr
menghasilkan normalitas AgNO3 rata – rata sebesar 0,0088 N atau
bisa dibulatkan menjadi 0,01 N.

5.1.2 Penentuan kadar NaCl pada garam meja cap “Kapal” dengan melalui
titrasi pengendapan yang menggunakan metode mohr menghailkan
kadar NaCl rata – rata pada garam meja sebesar 47,46 %.

5.2 Saran

5.2.1 Ketika melihat skala volume buret harus teliti, karena menentukan
perhitungan hasil titrasi

5.2.2 Proses pencucian harus diperhatikan dengan baik, karena besar


kemungkinan ada zat yang masih menempel di alat yang dapat
mempengaruhi hasil dari titrasi.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A dan Underwood, A.L. 1986. Quantitative Analysis (fifth ed). New York:
Prentice Hall. (terjemahan oleh A. Handayana P. (2002). Analisis Kimia
Kuantitatif (ed ke-6). Jakarta: Erlangga.

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka.


Khopkar, S. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Yusmita, Liza. 2017. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. “Identifikasi
Konsentrasi Natrium Klorida (NaCl) Pada Jahe Dan Lengkuas Giling
Dibeberapa Pasar Tradisional Di Kota Padang”. Padang: Universitas
Andalas.

Santoso, Indriyana. 2017. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan


Pembelajarannya. “Pengaruh Metode Pencucian terhadap Penurunan Kadar
Klorin dalam Beras dengan Titrasi Argentometri”. Jakarta: Universitas
IslamIndonesia.

Tim penyusun. 2018. Panduan Praktikum Kimia Analitik II Analisis Kuantitatif.


Surabaya: Jurusan Kimia FMIPA UNESA.
Lampiran I

Jawaban Pertanyaan
1. Buatlah kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk titrasi antara
50 mL 0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3 0,1 M !
2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25 mL
larutan tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0,2 M larutan AgNO3,
dan kelebihan larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan KSCN
28 mL 0,1 M ?

Jawaban :

1. Kurva titrasi antara volume AgNO3 dan pCl untuk titrasi antara 50 mL
0,1 M larutan NaCl dengan larutan AgNO3 0,1 M

Tabel perbandingan Volume AgNO3 dan pCl

volume volume
pCl pCl
AgNO3 AgNO3

5 1.09 48 2.69

10 1.18 49 2.99

15 1.27 49.5 3.29

20 1.37 49.9 3.99

25 1.48 50 6

30 1.6 51 9

35 1.75 53 9.46

40 1.95 57 9.82

45 2.28
Gambar 2. Kurva volume AgNo3 dan pCl

2. Berapa konsentrasi garam NaCl dalam suatu larutan, apabila 25 mL


larutan tersebut jika direaksikan dengan 25 mL 0,2 M larutan AgNO3,
dan kelebihan larutan AgNO3 tepat bereaksi habis dengan larutan KSCN
28 mL 0,1 M ?

Jawaban

Diketahui : V NaCl = 25 mL
V KSCN = 28 mL
M KSCN = 0,1 M
V AgNO3 = 25 mL
M AgNO3 = 0,1 M

Ditanya : Konsentrasi NaCl ??


Dijawab :

Reaksi :
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl (s) (Ag+ berlebih)
Ag+ (aq) + SCN- (aq)  AgSCN (s) (sisa Ag+ dititrasi dengan KSCN)

moleq Ag+ = moleq Cl- + moleq SCN-


V1 . M 1 . n = moleq Cl- + (V2 . M2 . n)
25 mL . 0,2 . 1 = moleq Cl- + (28 mL . 0,1 . 1)
5 = 2,8 + moleq Cl-
moleq = 2,2

Konsentrasi NaCl :
moleq NaCl = V.M.n
2,2 = 25 mL . M . 1
2,2 = 25M
M NaCl = 0,088 M
Lampiran II

Alur Percobaan Titrasi Pengendapan

a. Menentukan ( standarisasi ) larutan AgNO3 ± 0,01 N dengan NaCl p.a


sebagai larutan baku

NaCl

1.Ditimbang dengan teliti ± 0,059 gr NaCl p.a dalam botol timbang

2.Dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml

3.Dilarutkan dengan air suling

4. Diencerkan sampai tanda batas

5. Dikocok sampai tercampur sempurna

Larutan NaCl ± 0,1 N

1.Diambil 10 ml Larutan NaCl menggunakan pipet

2.Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

3.Ditambah 10 ml aquades

4.Ditambah 10 tetes indikator K2CrO4

5.Dititrasi dengan larutan AgNO3

6.Dikocok dan hentikan titrasi saat terjadi endapan merah bata

7. Diulangi sebanyak 3 kali titrasi

HA Hasil

Reaksi

NaCl (s) + H2O (l)  NaCl (aq)

NaCl(aq) + AgNO3(aq)  AgCl(s) + Na+(aq) NO3-(aq)


2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq)  Ag2CrO4(s) + 2K+(aq) 2NO3-(aq)
b. Penentuan NaCl dalam Garam Meja

Garam Meja

1.Ditimbang 0,059 gram dan dicatat merknya

2.Dilarutkan dalam labu ukur 100 ml

3.Diambil 10 ml larutan menggunakan pipet

4.Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

5.Ditambah 10 tetes indikator K2CrO4 5 %

6.Dititrasi dengan AgNO3 sampai terjadi endapan merah

7.Diulangi sebanyak 3 kali

8.Dicatat volumenya

Hasil

Reaksi :

NaCl (s) + H2O (l)  NaCl (aq)

NaCl (aq) + AgNO3 (aq)  AgCl (s) + NaNO3 (aq)

NaCl (aq) + AgNO3 (aq)  Ag+ + Cl- + NaNO3 (aq)

2AgCl (s) + K2CrO4 (aq)  Ag2CrO4 (s) + 2KCl (aq)


Lampiran III

Dokumentasi Foto

1. Menentukan ( standarisasi ) larutan AgNO3 ± 0,01 N dengan NaCl p.a


sebagai larutan baku

Ditimbang dengan teliti ± 0,059 gr


NaCl p.a dalam botol timbang

Dipindahkan ke dalam labu ukur 100


ml dan Dilarutkan dengan air suling

Diencerkan sampai tanda batas dan


Dikocok sampai tercampur sempurna
Diambil 10 ml Larutan NaCl dan
menggunakan pipet Dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 250 ml

Ditambah 10 tetes indikator K2CrO4

Dititrasi dengan larutan AgNO3

2. Penentuan NaCl dalam Garam Meja

Ditimbang 0,059 gram dan dicatat


merknya
Dilarutkan dalam labu ukur 100 ml

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambah 10 tetes indikator K2CrO4 5


%

Dititrasi dengan AgNO3 sampai


terjadi endapan merah
Lampiran IV
Perhitungan

1. Penetuan (Standarisasi) Larutan AgNO3 ±0,1 N dengan NaCl p.a


sebagai baku

Massa NaCl = 0,059 gram

Mr NaCl = 58,5 g/mol V1 AgNO3 =11,4 mL


V NaCl = 10 ml V2 AgNO3 =11,2 mL
V Pelarut = 100 ml V3 AgNO3 =11,1 mL

𝑚 1000
[NaCl] = 𝑥
𝑀𝑟 100
0,059 𝑔 1000
= 𝑥
58,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙 100

= 0,01 M

N NaCl = M NaCl x ekivalen Diencerkan (+10 ml H2O)


= 0,01 M x 1
V AgNO3 X N AgNO3 = V NaCl x N NaCl
= 0,01 N
10 ml x 0,01 N = 20 ml x N NaCl
0,1 𝑁
N NaCl = 20 𝑚𝑙

= 0,005 N

 Titrasi I
Mol ekivalen NaCl = Mol ekivalen AgNO3
V NaCl X N NaCl = V1 AgNO3 X N AgNO3
20 ml x 0,005 N = 11,4 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,0087 N

 Titrasi II
Mol ekivalen NaCl = Mol ekivalen AgNO3
V NaCl X N NaCl = V2 AgNO3 X N AgNO3
20 ml x 0,005 N = 11,2 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,0089 N

 Titrasi III
Mol ekivalen NaCl = Mol ekivalen AgNO3
V NaCl X N NaCl = V3 AgNO3 X N AgNO3
20 ml x 0,005 N = 11,1 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,009 N

0,0087 𝑁 + 0,0089 𝑁+ 0,009 𝑁


 N rata – rata AgNO3 = 3

= 0,0088 𝑁
= 0,01 N

2. Penentuan Kadar Cl- dalam Garam Meja

M Garam Meja = 0,059 g V1 AgNO3 =10,7 mL


V Lar. Garam Meja = 10 ml V2 AgNO3 =10,3 mL
V Pelarut = 100 ml V3 AgNO3 =10,4 mL

𝑚 1000
[Garam Meja] = 𝑥
𝑀𝑟 100
0,059 𝑔 1000
= 𝑥
58,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙 100

= 0,01 M

N Garam Meja = 0,01 M x 1


= 0,01 N

V Lar. Garam Meja = M NaCl x ekivalen


= 0,01 M x 1
= 0,01 N
 Titrasi I
Mol ekivalen Garam Meja = Mol ekivalen AgNO3
V Garam Meja X N Garam Meja = V1 AgNO3 X N AgNO3
10 ml x 0,01 N = 10,7 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,009 N = 0,01 N

 Titrasi II
Mol ekivalen Garam Meja = Mol ekivalen AgNO3
V Garam Meja X N Garam Meja = V2 AgNO3 X N AgNO3
10 ml x 0,01 N = 10,3 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,0097 N = 0,01 N

 Titrasi III
Mol ekivalen Garam Meja = Mol ekivalen AgNO3
V Garam Meja X N Garam Meja = V3 AgNO3 X N AgNO3
10 ml x 0,01 N = 10,4 mL x N AgNO3
N AgNO3 = 0,0096 N = 0,01 N

0,01 𝑁 +0,01 𝑁+0,01 𝑁


 N rata – rata AgNO3 = 3

= 0,01 N

Penentuan Kadar Cl-

𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑙− 1000


N Cl- = 𝑥
𝐵𝐸 𝐶𝑙− 𝑉𝑝

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑙− 1000 % Cl- = x 100%
0,01 = 𝑥 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
35,5 10
0,028 𝑔𝑟𝑎𝑚
- 0,01 𝑥 35,5 𝑥 10 = 0,059 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100%
Gram Cl = 1000

= 47,46 %
= 0,028 gram

Anda mungkin juga menyukai