Anda di halaman 1dari 98

KATA PENGANTAR

Buku Panduan Budidaya Tembakau Virginia ini


merupakan petunjuk untuk melaksanakan praktek
budidaya tembakau yang baik (Good Tobacco
Practices/GTP) bagi petani tembakau. Materi yang
tertuang dalam buku panduan ini merupakan Paket
Teknologi Usahatani Tembakau Virginiai mulai dari
pemilihan lokasi lahan, kegiatan budidaya (prapanen)
sampai teknis pengolahan hasil (pasca panen) yang
sangat berguna dan menentukan bagi keberhasilan
usaha tani tembakau Virginia.
Buku ini disusun dalam rangka meningkatkan
pembinaan pertembakauan di Jawa Timur. Dengan
harapan dapat menambah wawasan dan dijadikan acuan
bagi para penyuluh perkebunan khususnya dan petani
pada umumnya.
Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini
akan dijumpai adanya kekurangan-kekurangan, oleh
karena itu kami mengharap adanya masukan dari semua
pihak untuk penyempurnaan buku panduan ini
selanjutnya.
Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk
mendukung kegiatan petani dalam melaksanakan usaha
tani tembakau virginia, sehingga diperoleh hasil yang
lebih memadai dan menguntungkan untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani.
Surabaya, Pebruari 2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................ ii
I.

PEMILIHAN LOKASI LAHAN ............................ 1

II.

MENGENAL VARIETAS TEMBAKAU


VIRGINIA ............................................................. 6
- Mengenal varietas tembakau Virginia ............ 6
- Memilih benih yang akan disemaikan ............ 7

III. TEKNIS PEMBIBITAN ........................................ 8


- Lokasi pembibitan ........................................... 8
- Pengolahan tanah untuk bedengan. .............. 8
- Ukuran bedengan ........................................... 9
- Penaburan benih. ........................................... 10
- Penyiraman bibit ............................................ 12
- Atap bedengan................................................ 13
- Pengendalian hama dan penyakit .................. 13
- Melatih bibit ..................................................... 15
- Kliping ............................................................. 16
- Pencabutan dan pengangkutan bibit. ............. 17
- Bibit yang memenuhi syarat ........................... 18
IV. TEKNIS PENANAMAN ....................................... 19
- Pengolahan tanah........................................... 19
- Penanaman..................................................... 21
ii

- Pendangiran .................................................... 23
- Pemupukan ..................................................... 23
- Cara megairi tanaman .................................... 24
- Topping & Suckering ..................................... 27
- Hama tembakau dan pengendaliannya ......... 33
- Penyakit tembakau dan pengendaliannya ..... 49
V. PANEN DAN PENGANGKUTAN ....................... 61
- Panen .............................................................. 61
- Pengangkutan ................................................. 70
VI. TEKNIS PENGOLAHAN HASIL......................... 73
- Prinsip Pengolahan Hasil ............................... 73
- Persiapan Pengolahan ................................... 75
- Pengaturan Suhu dan Kelembapan ............... 77
- Menurunkan dan Menyimpan Glantangan
Krosok ............................................................. 82
- Sortasi dan Pengebalan ................................. 86
- Daftar Pustaka ................................................ 93

iii

I.

PEMILIHAN LOKASI LAHAN

Di Jawa Timur telah tersedia koleksi varietas yang


potensial (produksi dan mutu tinggi) untuk bahan
pengembangan

tembakau

virginia.

Oleh

karena

kebutuhan tembakau virginia fc masih cukup tinggi,


yang

selama

ini

diperoleh

dari

impor

pengembangan varietas melalui perakitan


unggul tembakau virginia

maka
varietas

yang sesuai kebutuhan

kosumen sangat diperlukan. Pada dasarnya Jawa Timur


memiliki lokasi pengembangan yang potensial seperti
wilayah Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Bondowoso,
Jember dan Blitar dan lain-lain.
Tembakau

Virginia

FC

di

Jawa

Timur

dibudidayakan dengan tingkat teknologi yang relatif


beragam.

Keragaman

teknologi

ini

selain

karena

keterbatasan (modal dan pengetahuan) petani, juga


karena karakteristik lahan dan agroklimatnya wilayah
yang sangat heterogen, sehingga banyak dikenal
kekhasan nama hasil produksi tembakaunya.

Tipe dan mutu tembakau yang dihasilkan sangat


dipengaruhi oleh karakteristik tanah, terutama sekali
tekstur permukaan (top-soils) dan bawah permukaan
tanah (sub-soils).
Tanah ringan cenderung untuk menghasilkan
suatu daun tipis dan besar, bobot ringan dan warna
cerah, rasa lembut dan aroma harum, sedangkan daun
yang diproduksi pada tanah berat, tebal dan berat,
berwarna gelap, berbau kuat dan aromatik.
Sebagai hasil interaksi varietas dengan faktor
lingkungan yang kompleks, maka pemilihan lokasi untuk
produksi tembakau Virginia di Jawa

Timur telah

dipusatkan pada zona pengembangan tertentu, seperti


tersebut diatas.
Tembakau tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai
dari tanah pasiran sampai lempung berpasir (sandy
loams), tanah lempungan (Loam), liat hitam (heavy black
clay). Tanah tembakau tersebut memiliki perbedaan
yang luas pada produktivitas alaminya terutama pada
kesuburan

tanah

dibutuhkan.

Sifat

dan

tingkat

tanah

pengelolaan

merupakan

faktor

yang
yang

menentukan dalam pilihan tipe kualitas krosok fc yang


dihasilkan. Disamping itu tanah memainkan peranan
2

dalam keputusan mutu dan nilai komersial produk


tembakau. Pada kondisi terbuka, di tanah bertekstur
ringan (pasiran) perakaran tembakau dapat mencapai
kedalaman 120 cm untuk mendapatkan air dan hara
pada lapisan tanah terdalam. Dalam pertumbuhan daun
tembakau mencapai maksimum terdapat tiga kunci
utama yang harus dipenuhi yaitu kecukupan penyediaan
hara tanaman, oksigen dan air.
Persyaratan karakteristik tanah yang sesuai untuk
produksi tembakau virginia flue-cured bermutu tinggi
adalah:

Memiliki

tanah

permukaan

(top-soils)

dengan

kedalaman 25 sampai 30 cm

Reaksi tanah (pH) berkisar 5.5 sampai 6.5

Sub-soils bertekstur liat berpasir (sandy clay)


sampai kedalaman > 150 cm

Simpanan hara tanaman esensial rendah sampai


sedang

Kadar bahan organik tanah rendah

Kadar Chloride (Cl) tanah sangat rendah (< 40 ppm)


dan Cl air pengairan < 25 ppm
Kemiringan lereng, letak lapisan padas, kedalaman

air tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan


3

drainase makro (drainase di luar areal tembakau)


merupakan komponen-komponen lahan yang sangat
mempengaruhi keberhasilan pengendalian kadar air
tanah. Kemiringan lereng yang besar akan mempercepat
drainase air ke samping. Kedalaman air tanah dangkal
dan lapisan padas akan menghambat drainase air ke
bawah.
Keadaan

produksi

pada

cuaca

kering

dan

kekurangan air menyebabkan penyerapan hara yang


terhambat, tanaman berkembang kurang normal dan
pada gilirannya akan menurunkan produksi. Kerugian
terbesar dari kekeringan tersebut adalah berkurangnya
luas daun.
Produksi pada musim hujan berlebihan atau berciri
basah kualitas krosok yang dihasilkan tipis, lemas dan
teksturnya tidak berbutir, karena terjadinya pencucian
terus menerus getah, lilin dan garam-garam yang ada di
permukaan helaian daun. Hujan yang terlalu banyak
tersebut tidak menguntungkan untuk tanah di daerah
lowland maupun upland. Untuk mengatasi musim tanam
yang tepat maka dibuat prakiraan musim.
Prakiraan musim ditujukan untuk memperkirakan
permulaan musim dan sifat hujan pada periode musim.
4

Sifat hujan adalah perbandingan curah hujan tiap tahun


dengan curah hujan rata-ratanya selama periode musim.
Permulaan musim hujan didefinisikan, bila curah hujan
selama 10 hari (satu dekade) pada umumnya lebih
besar dari 50 mm dan diikuti oleh dekade berikutnya,
sedang musim kemarau adalah sebaliknya yaitu lebih
kecil dari 50 mm. Dengan demikian waktu dalam satu
tahun dibagi menjadi 36 dekade.
Kondisi fisik dan kimia tanah merupakan ciri
spesifik yang melekat pada setiap karakteristik varietas
tembakau, didukung iklim yang terjadi sepanjang musim
bertumbuh, dan praktek budidaya akan menghasilkan
kualitas produksi yang spesifik.
Tembakau Virginia fc. di daerah Bojonegoro dan
sekitarnya yang mempunyai tipe tanah berat (vertisol)
hitam dan kelabu, menghasilkan krosok fc berwarna
lemon dan tipis tetapi elastis berbeda dengan krosok fc
dari tanah-tanah liat berpasir yang berwarna orange atau
kuning tua. Untuk saat ini tanah-tanah berat seperti
vertisol dan grumusol yang berliat berat kualitas
produksinya relatif kurang baik. Hal ini karena seringnya
kekurangan air sehingga perakaran tanaman tidak
berkembang.
5

II.

MENGENAL VARIETAS TEMBAKAU VIRGINIA

Mengenal Varietas Tembakau Virginia


Varietas yang baik seharusnya berasal dari
varietas yang produktivitas dan kualitasnya tinggi.
Kualitas baik adalah kualitas yang diterima oleh
perusahaan calon pembeli. Misalnya untuk diolah
menjadi tembakau rajangan saat ini banyak digunakan
varietas K326, DB 101 atau T45. Sedangkan untuk
diolah menjadi krosok fc dapat digunakan PVH09, C176,
NC 95, Coker atau yang lain.
Petani mitra perusahaan umumnya mendapatkan
suplai bibit dari perusahaan mitra. Bibit ini dipilih oleh
mitra dan disemaikan bersama dalam bedengan untuk
akhirnya dibagikan sesuai kebutuhan masing-masing
petani.
Pemakaian benih murni, unggul dan bersertifikat
merupakan

salah

satu

persyaratan

utama

untuk

mendukung peningkatan mutu dan produksi tembakau.


Pengadaan benih di tingkat petani dilakukan dengan tiga
cara: 1) melakukan pembenihan sendiri dari tanaman
sebelumnya

dan

2)

mendapatkan
6

benih

dari

perusahaan/pengelola mitra usahanya dan 3) bantuan


pemerintah melalui Dinas setempat yang diproduksi oleh
Balai

Penelitian

Tanaman

Tembakau

dan

Serat

(Balittas).

Memilih Benih Yang Akan Disemaikan


Bibit

yang

ideal

antara

lain

mempunyai

karakteristik sebagai berikut :


a.

Berasal

dari

varietas

yang

produktivitas

dan

mutunya tinggi. Mutu baik adalah mutu yang


diterima oleh perusahaan calon pembeli.
b.

Berasal dari benih yang daya kecambahnya tinggi


dan vigornya pendek. Daya kecambah 80% atau
lebih dan dapat berkecambah setelah 5-7 hari
adalah cukup baik.

c.

Bibit harus
diameter

seragam

batang

dalam

dan

ukuran, terutama

panjang

batang

serta

kemampuan tumbuh
d.

Bibit seragam dalam memberikan respon terhadap


pupuk maupun kondisi lingkungan pertumbuhan di
lapang setelah dipindahkan.

e.

Bibit

harus

sehat,

bebas

dari

semenjak dicabut dari bedengan.


7

bibit

penyakit

III.

TEKNIK PEMBIBITAN

Lokasi Pembibitan
Pemilihan lokasi untuk bedengan tembakau
secara umum dan berlaku untuk semua jenis tembakau,
hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.

Pilih lahan dengan top-soil dalam (20 cm atau lebih)


dan subur.

b.

Pilih lahan yang ringan, poreus dengan daya


pegang air rendah.

c.

Pilih sumber air yang bersih untuk siraman.

d.

Pilih lahan yang bersih atau bebas penyakit.

e.

Hindari lahan sekitar rumah pemukiman.

f.

Hindari lahan bekas tanaman satu famili seperti


tomat, cabai dan lain-lain.

g.

Pilih lokasi yang mendapat panas matahari cukup.

Pengolahan Tanah Untuk Bedengan


Pengerjaan lahan dimulai dengan membersihkan
sisa-sisa tanaman seperti rumput-rumputan, tunggak
dan lain-lain, kemudian dicangkul dengan kedalaman
20 cm atau lebih. Sisa-sisa tanaman jangan ditimbun
karena akan menjadi sarang rayap atau mendorong
8

berkembangnya bibit-bibit penyakit. Jika masih banyak


bongkahan tanah yang besar perlu dipecah ulang,
sehingga

ukuran

tanah

tinggal 2 - 3 cm atau
kurang. Jika bongkahan
tanah terlalu kecil atau
terlalu lembut, tanah akan
mudah

mampat

saat

disiram air dan aerasi kedalam tanah kurang baik.

Ukuran Bedengan
Selanjutnya ditetapkan ukuran bedengan 1,2 m x
10 m dan jarak antar guludan 50 cm dengan cara
menaikkan tanah dari bagian calon selokan. Gunakan
bantuan patok dan tali untuk memisahkan antar
bedengan. Setiap 20 bedengan harus dibuatkan saluran
atau got drainase untuk membuang air hujan atau air
sisa pengairan. Ukuran bedengan 1,2 m x 10 m,
memudahkan

pengelolaan

bedengan

pengawasan yang harus dilakukan intensif.

terutama

Penaburan Benih
Penyebaran benih dilakukan dengan alat penabur
benih setelah benih dikecambahkan selama 36 jam dan
diikuti penirisan selama delapan jam. Seluruh waktu
perendaman dan penirisan memerlukan 48 jam atau
sekitar dua hari. Penirisan diperlukan untuk membuang
racun yang larut dalam air rendaman benih.
k
a
w
a
t

Pralon

Alat penabur be-

berlubang

nih menggunakan
gembor yang disambung dengan
pipa penabur atau

pipa

gem

prlon

bor

shading-boom
(seperti Gambar).

Diameter lubang pada shading-boom sekitar 1-2 mm


dengan jarak 1 cm. Untuk setiap gembor volume 10 liter
sebaiknya diisi 8-9 liter air, agar
tidak mudah tumpah, terutama
setelah diisi benih yang sedang
berkecambah.
sambil
pelan

dan

disiramkan

sering

melalui

Selanjutnya
digojok

tetapi

shading-boom

ke

permukaan bedengan (Gambar berikut). Penaburan


10

dengan shading-boom harus pelan dan dibagi untuk dua


bedengan setiap gembor. Setelah bedengan siap dan
semua bahan telah tersedia
terutama

plastik

tutup

bedengan, kerangka bambu,


tali dan lain-lain penaburan
benih

dapat

dimulai.

Sebelum penaburan benih


dengan shading-boom seperti tersebut diatas, bedengan
ditaburi sekam setebal satu
lapis

dengan

jarak

rapat

seperti gambar di samping.


Sekam
mulsa

berfungsi
untuk

sebagai
menjaga

kelembaban benih selama


pertumbuhan. Jerami padi juga dapat digunakan sebagai
mulsa, dengan meratakan satu lapis tetapi tidak boleh
terlalu rapat dan dilakukan setelah tabur benih. Setelah
selesai penaburan dan pemberian mulsa bedengan
segera disiram air merata

(seperti gambar tersebut).

Usahakan menyiram bedengan tidak sampai berlebih


agar tidak ada benih yang belum punya pegangan
tersebut tergelincir keluar area bedengan.
11

Penyiraman bibit
Benih

yang

sudah

ditabur

perlu

dijaga

kelembabannya selain perlu dikenalkan pada panas


matahari langsung secara bertahap. Jadwal penyiraman
seperti pada Tabel di bawah dapat digunakan sebagai
pedoman. Pada umur 30 hari setelah tabur benih
penyiraman dihentikan, tetapi perlu memperhatikan
keadaan tanaman. Jika bibit masih nampak dalam
keadaan lemah penyiraman masih perlu ditambah.
Jadwal penyiraman
Umur (HSS = hari
setelah tanam)

Jumlah kali (-)

0-10

3 kali sehari

Jumlah
(gembor/bedeng,
1 gembor=10 l/)
5

11-20

2 kali sehari

21-25

1 kali sehari

25-30

2 hari sekali

> 30

dihentikan

30-cabut, jika layu


sebelum jam 10
pagi

Siram seperlunya

12

Atap Bedengan
Atap bedengan dari bahan plastik pudar

yang diberi

kerangka dari bambu yang


dilengkungkan paling murah
dan bentuk bedengan seperti
Gambar di bawah. Tutup dari
bahan plastik polypropylene
tebal 0,1 - 0,2 mm cukup
baik, dibentuk setengah lingkaran dengan kerangka
bambu cukup baik.
Pemasangan tutup plastik untuk setiap bedengan
dimulai dengan mengikat pada bagian pojok dari plastik
pada pojok kerangka, kemudian di bagian tengah. Ikatan
harus mudah dibuka dan dilipat ke tengah atau digeser
kearah punggung kerangka bedengan. Tutup bedengan
yang berbentuk bulat memanjang menutup bedengan
sampai jarak 10 - 15 cm dari tanah.

Pengendalian hama dan penyakit


Pada hari ketiga atau keempat benih mulai
tumbuh. Mulsa dari jerami harus segera disingkirkan.
Bibit yang masih berada pada awal pertumbuhan, perlu
diperiksa saksama setiap saat, apakah ada gejala
13

serangan penyakit seperti bibit yang kecil, londod dan


berair karena serangan bakteri atau jamur, atau putus
dimakan semut dan lain-lain. Bibit terserang penyakit,
perlu dicabut dan membuang beserta sebagian tanah
dibawahnya dan diikuti penyemprotan fungisida yang
sudah disiapkan. Untuk menghindari semut, dipinggir
bedengan dapat diberi campuran dedak dicampur gula.
Jika sudah terserang semut perlu segera disemprot
dengan insektisida. Rumput yang mulai tumbuh segera
dicabut, sisa-sisa potongan rumput dan lain-lain segera
diambil dan dibuang jauh dari kawasan bedengan.
Pengendalian penyakit di bedengan seperti

diuraikan

diatas dapat menggunakan pestisida dan cara aplikasi


sebagaimana tabel dibawah.
Pestisida yang digunakan harus sesuai ketentuan
GAP (Good Agricultural Practices) yaitu menghindari
pestisida

yang

menyebabkan

residu

pada

daun

tembakau, seperti halnya pestisida yang mengandung


bahan aktif Carbendazim maupun turunannya. Demikian
juga penyemprot harus menggunakan pakaian yang
aman

terutama

masker,

agar

pernafasan

tidak

terganggu oleh gas beracun dari pestisida. Sebelum


memegang bibit, tangan harus dicuci dengan ditergen.
14

Jenis
Insektisida,
sistemik
Fungisida,
sistemik

Bahan aktif

Dosis

Saat aplikasi

Imidacloprid 5%

0,5 gr/lt

Saat sebar

Metalaxyl-M 4%,
Manozeb 64%

3 gr/lt

Saat sebar

Seminggu
setelah
sebar
Jika diperlukan bisa diulang setelah 30 hari setelah sebar
Insektisidakontak

Methomyl

2 gr/lt

Melatih Bibit (Hardening)


Buka tutup bedengan terkait dengan usaha
melatih bibit terhadap panas matahari. Seperti halnya
penyiraman juga harus dibuat bertahap. Waktu bukatutup bedengan makin lama makin luas bukaannya.
Tutup bedengan pada tahap akhir disingkirkan atau tidak
dibuka penuh sampai beberapa hari sebelum benih
dicabut.
Jadwal buka tutup bedengan seperti pada Tabel
berikut dapat dijadikan pedoman. Sampai umur 10 hari
setelah tabur bedengan tidak dibuka sama sekali. Energi
pertumbuhan hanya disediakan dari sinar matahari tidak
langsung. Hal ini dimaksudkan agar kecambah benih
cepat memanjang karena mencari asal sinar matahari.

15

Jadwal buka tutup bedengan


Umur (HSS=Hari
setelah sebar)
0-10

Siang-malam

Luas bukaan
(%)
0%

11-15

6-10

100 %

26-20

6-13

100 %

21-35

Siang*)

100%

Jam Tutup

*) Malam ditutup untuk menghindari embun malam


yang merusak daun
Kliping
Kliping adalah kegiatan memotong sebagian daun
bibit tembakau (Gambar di bawah) setelah daun mencapai luasan tertentu. Luas yang dipotong 50 - 75 % dari
luas daun. Kliping mempunyai tujuan sebagai berikut :
a.

Menyeragamkan ukuran bibit dengan memotong


daunnya yang lebar supaya ada peluang tanaman
disebelahnya untuk tumbuh menyamai bibit lainnya.

b.

Menjadikan lingkungan pertumbuhan bibit tidak


terlalu lembab.

c.

Memperkuat pertumbuhan akar. Akibat pemotongan


sebagian daun, akar akan terangsang untuk lebih
aktif lagi.

d.

Menjadikan batang bibit lebih keras dan lebih kuat


dan diameter batang lebih besar.
16

Bibit yang terserang TMV (tobacco mozaic virus) jangan


dikliping. Gunting dan alat lain untuk kliping harus dicuci
lebih

dahulu

larutan

dengan

formalin

encer

atau larutan khlorin 50%.


Tangan

harus

dicuci

dengan sabun sebelum


mulai bekerja. Kliping dimulai saat tanaman mencapai
panjang 5 - 7 cm atau bibit mencapai umur 25 - 30 hari
setelah tabur benih. Pemotongan benih sekitar 2 - 3 cm
diatas ujung tunas bibit

Pencabutan dan pengangkutan bibit


Pencabutan

bibit

dimulai

dengan

mengairi

bedengan sampai jenuh sehingga tanah menjadi lembek


dan akar dapat dengan mudah dicabut dan tidak
terputus. Satu hari sebelum penanaman bibit, bedengan
diairi sampai tiga perempat ketinggian selokan.
Pencabutan dilakukan pada pagi hari atau sore
hari atau saat intensitas matahari tidak tinggi. Pilih bibit
yang sehat, kekar, batang agak keputihan kira-kira
sebesar pensil. Panjang bibit yang baik umumnya
berkisar antara 10 -15 cm. Cabut hati-hati, dengan
17

memegang ujung batang beserta daunnya, sehingga


seluruh akar tertarik atau sesedikit mungkin ada akar
yang

putus.

Selanjutnya

kumpulkan bibit didalam wadah


beralas daun pisang atau daun
yang lain dan sebaiknya bibit
dicabut saat menjelang tanam.

Bibit Yang Memenuhi Syarat


o

Ukuran (tinggi) 10 -12,5 cm, jumlah daun 5 lembar

Tidak terlalu subur (sukulen), dan terlalu kurus,

Perakaran baik.

Sehat, bebas hama dan penyakit

Umur antara 40-45 hari.

18

IV.

TEKNIK PENANAMAN

Pengolahan tanah
Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau
pada dasarnya mempunyai tiga tujuan utama; pertama,
melonggarkan tanah atau memperbaiki aerasi tanah
serta keleluasaan penetrasi air kedalam tanah; kedua,
membuat

guludan

untuk

landasan

penanaman

tembakau agar daerah perakaran tidak mudah terjangkau kelebihan air dan ketiga pengendalian gulma. Pada
tanah-tanah berat kekurangan air dan kelebihan air yang
tinggi akan menghambat pernafasan sehingga tanaman
mudah layu. Penanaman tembakau pada tanah-tanah
berat harus dimulai dengan mengerjakan tanah dengan
baik termasuk didalamnya membuat saluran-saluran
drainase di bagian tengah dan sekeliling lahan tanaman
tembakau. Pengolahan tanah dilakukan segera setelah
padi selesai tanam pada bulan Mei.
Pengolahan tanah pada tanah-tanah berat dimulai
dengan pembersihan permukaan tanah dari sisa-sisa tanaman sebelumnya. Selanjutnya pengolahan/ pembajakan tanah pada seluruh permukaan tanah dengan
membalik tanah sebanyak 2 kali. Pengolahan dapat
19

menggunakan cangkul atau bajak traktor/sapi, dengan


bagian pinggir tidak dibajak tetapi dicangkul sehingga
tuntas dan

semua permukaan tanah dapat terbuka.

Tanah dibiarkan mengering dan memperoleh aerasi


yang cukup kurang lebih 1 2 minggu.
Pekerjaan berikutnya adalah pengguludan sebagai
tempat tanaman hidup dan tumbuh. Pengguludan
dimulai dengan pemasangan ajir, yaitu sebilah bambu,
panjang 50 cm dan lebar
1 - 2 cm ujung dilancipkan
sehingga dapat ditancapkan kedalam tanah. Ajir
untuk mempermudah pembuatan
diperoleh

bentuk

guludan

yang

guludan
lurus

dan

agar
rapi.

Tancapkan ajir dengan jarak 125 - 140 cm dan 40 cm


untuk jarak selokan yaitu kalenan atau saluran antara
guludan. Arah guludan yang baik Timur - Barat untuk
memberi keleluasan tanaman memperoleh penyinaran
yang cukup secara merata. Setelah pengajiran selesai,
pasang tali plastik yang kecil dan mulai pengguludan.
Cangkul tanah di bagian calon kalenan dan lempar
kearah kiri kanan secara merata, bagian yang nanti
20

menjadi calon guludan. Panjang guludan sendiri cukup


12 - 15 m, dan selingi dengan saluran drainase sekunder
menuju saluran drainase di sekeliling petakan lahan atau
drainase primer. Kedalaman saluran drainase sekunder
jangan kurang dari 20 cm dari bibir kalenan dan saluran
drainase primer minimal 50 cm.
Penanaman
Untuk menjamin populasi tanaman yang seragam

salah satu cara yang dilakukan adalah memilih bibit


yang seragam. Faktor keseragaman yang paling penting
adalah varietas, umur bibit, ukuran bibit dan kesuburan
bibit. Penanaman pada dasarnya ada dua cara, masingmasing tanam basah atau lahan diairi lebih dahulu dan
tanam kering dengan menyiram air sekitar satu liter
setiap kowakan. Pada penanaman kering harus diikuti
penyiraman setiap hari sampai tanaman cukup kuat dan
mampu bertahan hidup terhadap panas matahari.

21

Tanam sistim basah

Tanam sistim kering

Cara menanam masukkan akar bibit kedalam


kowakan dan setelah yakin akar bibit dalam keadaan
lurus

kemudian

ditutup

dengan

tanah

yang

ada

disekitarnya. Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari


(14.00-17.00) agar bibit tidak layu

karena udara

lingkungan yang panas. Jika digunakan sistem tanam


basah, tanam dapat dilakukan pagi hari.
Bibit yang baik jika minimal sudah berdiameter
batang bagian bawah sekitar 0,75 - 1,00 cm dan terasa
sangat keras jika dipegang. Bibit yang sudah cukup
umur nampak keputihan bagian batangnya. Umur bibit
yang tergolong muda, sekitar 40 - 45 hari, sebetulnya
yang paling baik. Bibit yang tergolong muda ini akan
cepat

mengalami

pertumbuhan,

namun

umumnya

kurang tahan penyakit. Lebih baik digunakan bibit umur


50-55 hari yang lebih kuat dan tahan terhadap gangguan
penyakit serta penderaan (stressing) lingkungan.

22

Pendangiran
Mendangir adalah mencangkul kiri-kanan guludan
dan menaikkan lahan cangkulan ke atas guludan.
Pendangiran

dimaksudkan

untuk

membuka

lahan

sehingga aerasi kedalam tanah berlangsung baik.


Arahkan

mata

cangkul

tegak lurus guludan, pada


dasar selokan dan angkat
tanah

cangkulan

keatas.

Pendangiran dilakukan 2-3


kali

tergantung

cuaca.

Pertama pada saat tanaman


berumur umur 10-14 hari, berikutnya setelah tanaman
berumur satu bulan. Pendangiran terakhir dilakukan saat
tanaman hampir panen atau berumur 50-60 hari.
Pendangiran sebenarnya lebih penting sebagai
usaha pembukaan tanah dan mematikan gulma. Pada
saat turun hujan, tanah harus segera dibuka kembali
dengan pendangiran. Jika tidak, tanah akan mampat dan
menghalangi perkembangan perakaran.

Pemupukan
Pada

tanah-tanah

berat

seperti

Bojonegoro

dianjurkan untuk memberikan pupuk nitrogen dengan


23

dosis 40-50 kg/Ha. Sumber nitrogen dari ZA cukup baik


karena ada tambahan belerang didalamnya. Pupuk
dapat diberikan saat tanaman umur 3 - 7 hari setengah
dosis dan sisanya pada umur 20 hari.
Pada tanah-tanah ringan diberikan pupuk dengan dosis
lebih tinggi. Umumnya diperlukan pupuk basal NPK
(11:13:17) sebanyak 500-600 kg/Ha yang pada umur
pertumbuhan dan pupuk KNO3 200-250 kg/Ha yang
diberikan pada umur tiga minggu.
Pemupukan nitrat dan juga pupuk yang lain harus
memperhatikan

prakiraan

cuaca

pada

daerah

pertanaman. Pemberian pupuk juga harus dilakukan


saksama dengan meletakkan pupuk dibawah tanaman
Pengairan
Pengembangan tembakau virginia yang diolah menjadi
tembakau rajangan berpusat di daerah Kabupaten
Bojonegoro dan secara umum
adalah daeah kekurangan air.
Warna

cenderung

kuning

muda atau lemon, tipis tetapi


jika ditanam dengan pupuk
dan jumlah air pengairan yang
24

tepat menghasilkan aroma yang baik. Kecukupan air


dapat mengakibatkan tembakau lebih tipis, lebih terang,
lebih rendah kadar nikotin dan total alkaloid dan
nitrogennya tetapi mempunyai kadar gula lebih tinggi.
Jika diolah menjadi krosok fc atau rajangan nampak
lebih cerah (bright). Daun atas jika kekurangan air, pada
daerah-daerah tertentu, akan berwarna kelabu (scalding)
yang tidak disukai konsumen. Demikian juga daun-daun
bawah sering nampak seperti terbakar (firing) pada iklim
kering, jumlahnya dapat ditekan jika lahan mendapat
pengairan

yang cukup. Daun

yang mempunyai

kandungan air lebih dari 80% saat dipanen akan dapat


diperam atau dikuningkan dengan baik dan mudah.
Saat

pemberian

air

dan

jumlah

air

yang

diberikan, dalam kaitan dengan pertumbuhan menuju


pembentukan mutu optimal, secara garis besar adalah
sebagai berikut (Anonymous, 2009) :
a.

Saat tanam, pelembapan tanah diperlukan untuk


segera menempelkan akar jika digunakan bibit
cabutan dari bedengan.

b.

Saat penderaan (stressing).


Penderaan dimulai setelah tanam, dengan membiarkan tanaman tanpa pengairan. Tahap pendera25

an ini berlangsung lebih satu bulan, dan umumnya


hanya dihasilkan 10-15 lembar daun. Selanjutnya
ditunggu sampai tanaman nampak layu pada pagi
hari yaitu pada jam 08.00-09.00 tanaman nampak
layu berarti penderaan selesai. Dalam kondisi
normal tanaman tembakau baru nampak layu pada
jam 11.00-12.00 siang. Tanaman harus segera diairi
dan setelah pengairan kedua ini tanaman akan
tumbuh cepat.
c.

Saat tanah tidak kecukupan air.


Pengairan hanya diberikan saat tanaman sudah
kekurangan air atau saat cuaca sangat kekeringan.
Pada tembakau virginia di daerah Bojonegoro yang
disiapkan untuk diolah menjadi tembakau rajangan
umumnya diairi dengan sistem siraman setiap hari
sampai umur 40-50 hari. Pengairan dengan siraman
dilakukan dengan cara menuangkan air 0,5-1,0
l/tanam dan dijatuhkan pada pucuk tanaman.
Sampai

umur

10-20

hari,

tergantung

kondisi

tanaman, penyiraman dilakukan pagi dan sore hari.


Setelah umur tersebut tanaman cukup kuat hanya
disiram sekali dalam satu hari.

26

Cara mengairi tanaman


Pengairan terutama dengan air sungai atau leb
harus dilakukan hati-hati. Air sungai, berasal dari sumber
air digunung yang mengalir melalui pedesaan atau hasil
pengeboran sekalipun akan membawa berbagai macam
penyakit akar dan pangkal batang. Jika untuk keperluan
pananaman pada guludan belum ada tanaman tembakau, pengairan dapat di-lakukan sampai penuh atau
setinggi guludan. Jika telah ada tanaman, hanya boleh
dilakukan setengah guludan saja dan tidak boleh ada air
menggenang. Hal ini untuk menghindari infeksi berbagai
macam penyakit pada akar dan pangkal batang tanaman
tembakau.
Air pengairan dialirkan pada selokan dibawah
guludan dan ketinggian air
tidak

lebih

setengah

guludan. Selanjutnya tanpa


menghentikan

aliran

air

tersebut, air terus masuk ke


saluran drainase sekunder yang memotong lahan dan
dikeluarkan dari lahan melalui saluran drainase primer di
sekeliling lahan. Sehingga pengairan pada dasarnya
hanya melewatkan air saja dibawah guludan.
27

Pangkasan (Topping) dan Wiwilan (Suckering)


Tanaman

tembakau

hanya

mempunyai

satu

cabang dan berujung pada kuncup (bud). Memangkas


(topping) adalah kegiatan memotong atau membuang
ujung tanaman dan dilakukan saat kuncup bunga mulai
muncul atau ditunggu beberapa hari setelah sebagian
bunga mekar. Mewiwil (suckering) adalah membuang
tunas ketiak (axillary-bud) yang tumbuh meningkat
akibat tindakan pangkasan.
Secara umum pangkasan yang baik adalah
dengan

membuang

daun-daun

pucuk

yang

tidak

produktif yang sudah tidak bisa berkembang lagi. Dua


sampai tiga lembar daun pucuk dibawah
daun bendera atau sampai daun ke lima
dibawah

karangan

bunga

umumnya

sudah tidak dapat berkembang dengan


baik meskipun mendapat nutrisi cukup.
Daun-daun ini umumnya hanya sedikit menebal tetapi
tidak dapat memanjang atau melebar lagi. Daun-daun
demikian umumnya nampak berdiri tegak pada ujung
tanaman dan diistilahkan sebagai daun-daun telinga
kuda (seperti Gambar).

28

Pemotongan tunas dapat dilakukan secara manual


dengan tangan maupun menggunakan bahan kimia.
Bahan-kimia yang banyak digunakan adalah:
1.

Pengontrol tunas

kontak: Larutan

fatty-alcohol

dengan dosis berkisar antara 1 dibanding 20 (1:20)


atau 25 kali bagian air atau sekitar 3-4% larutan.
Untuk C10 dapat digunakan perbandingan 1:30 atau
larutan 4%. Jika menggunakan larutan lebih pekat
dapat bekerja lebih efektif tetapi daun dapat
terbakar atau gagang daun akan rapuh sehingga
daun mudah patah karena singgungan mekanis
atau terpaan angin.
2.

Pengontrol tunas ketiak sistemik: yang banyak berasal dari turunan atau campuran maleic-hydrazide
ini banyak dijual di pasaran dengan berbagai merk.
Maleic-hydrazide akan aktif jika tunas ketiak atau
panjang tidak lebih dari 3 cm. Jika tunas ketiap lebih
dari 3 cm akan kurang efektif dan pada tunas ketiak
yang sudah mencapai 10-12 cm tidak efektif sama
sekali dan tunas akan berkembang seperti biasa.
Penggunaan maleic-hydrazide sebagai pengontrol
tunas ketiak harus dibatasi sesuai ketntuan karena
dapat menimbulkan residu.
29

3.

Pengontrol tunas bekerja kontak dan sistemik atau


FST-7:

pengontrol tunas

ketiak

ini

umumnya

merupakan campuran fatty alcohol terutama dengan


C10 dan garam kalium dari maleic-hidrazide.
Karena mengandung pengontrol tunas ketiak yang
bersifat kontak

cara

aplikasi harus

mengikuti

ketentuan yaitu langsung ke sasaran tunas ketiak


yang baru tumbuh. Penggunaan senyawa ini tidak
boleh lebih dari satu minggu setelah perlakuan
dengan pengontrol tunas ketiak yang bersifat
kontak. Umumnya campuran pada FST-7 adalah
11%

dari

sandard

maleic

hydrazide

yang

seharusnya.
4.

Pengontrol tunas ketiak bekerja lokal dan sistemik.


Termasuk kelompok ini adalah butralin, flumetralin,
pendimetralin. Pengontrol tunas ketiak ini bersifat
sistemik tetapi hanya lokal disekitar tempat aplikasi.
Seperti halnya pengontrol tunas ketiak kontak pada
kelompok pengontrol tunas ketiak kelompok ini juga
harus membasahi seluruh permukaan tunas dan
hanya dapat bekerja efektif jika tunas masih muda.
Jenis pengontrol ini jika tidak menutup seluruh
permukaan tunas, tunas akan terus tumbuh dan
30

dengan ukuran lebih besar. Tunas tunas yang tidak


tertutup sempurna harus dibuang dengan tangan.
Aplikasi bahan kimia untuk pengontrol tunas
ketiak, baik bersifat lokal maupun sistemik, yang paling
baik adalah dengan membasahi seluruh permukaan
tunas.

Pembasahan

dapat

dilakukan

dengan

penyemprotan atau mengoleskan


pada

permukaan

mengoles

dengan

tunas.
kuas

Cara
adalah

paling baik tetapi akan memerlukan


banyak

tenaga. Cara

lain

yang

dianggap cukup

ekonomis karena tidak terlalu banyak memerlukan


tenaga adalah dengan menuangkan dengan penyemprot
khusus.
Pangkasan dini dan wiwilan intensif mendorong
pertumbuhan akar, mengurangi serangan hama pada
pucuk, daun lebih seragam, pengolahan daun lebih
mudah dan peluang roboh relatif kecil.
Secara garis besar, cara melakukan pangkasan
pada tembakau virginia dibagi menjadi tiga kelompok :
a.

Pangkasan ringan. Dilakukan setelah bunga muncul


dan ditunggu 7-10 hari sampai sebagian karangan
bunga berkembang. Jumlah daun dibawah bunga
31

atau

batas

pemotongan

batang

2-3

lembar.

Tanaman yang dihasilkan akan lebih tinggi, jumlah


daun lebih banyak meskipun lebih tipis. Daun yang
tertinggal umumnya 22-24 lembar.
b.

Pangkasan berat. Dilakukan dengan menghitung


jumlah

daun

yang

akan

ditinggalkan.

Pada

pangkasan berat ditinggalkan 18-20 lembar daun.


Kapan

dilakukan

pangkasan,

caranya

adalah

dengan menunggu apakah jumlah daun sudah


mencukupi. Pangkasan diawali dengan membuang
1-2 lembar daun bawah, atau daun koseran,
selanjutnya dihitung 18 belas lembar daun dan
kemudian

dilakukan

pemotongan

pucuk.

Cara

pangkasan berat banyak dipakai oleh petani di


Lombok untuk menghasilkan krosok fc sebagai
bahan baku rokok kretek.
c.

Pangkasan

sangat

berat.

Caranya

dengan

menyisakan 14-16 lembar daun. Dengan memangkas sangat berat akan dihasilkan daun lebih
besar, lebih tebal dan dengan kadar nikotin tinggi
seperti halnya pangkasan berat (18-20 lembar) yang
ditanam di lahan subur dan kecukupan air.

32

Tingginya pangkasan tembakau virginia varietas


DB101 (Dixie Bright 101) yang dulu banyak ditanam di
daerah Bojonegoro (mempunyai jumlah daun 25-28
lembar tergantung kesuburan lahan), jika dipangkas 5-8
lembar

daun

menghasilkan

dan
mutu

ditinggalkan
cukup

20

baik.

lembar
Varietas

akan
K326

mempunyai jumlah daun lebih banyak, sehingga jumlah


daun yang ditinggalkan ditentukan oleh mutu tembakau
kering yang diinginkan.

Pengendalian Hama Dan Penyakit


(Dikutip, diedit dan disesuaikan, dari tulisan : 1. Sri
Hadiyani dan I.G.A.A. Indrayani, 2000. 2. Dalmadiyo, et
al., 2000).

A. Hama Tembakau
Hama utama tembakau ada tiga jenis yaitu ulat
pupus tembakau, ulat grayak dan kutu tembakau.
Sedangkan yang lain tidak selalu muncul setiap tahun
dan masih dapat dikendalikan dengan obat-obat kimia
yang tersedia. Dibawah disampaikan beberapa jenis
hama utama tanaman tembakau.

33

1.

Ulat pupus tembakau, Helicoverpa spp.


Gejala

yang

ditimbulkan

daun

tembakau

berlubang-lubang karena dimakan pada bagian pupus


dan bagian daun atas. Pada saat memakan pupus
kerusakan tidak nampak, tetapi setelah daun membesar,
lubang daun terlihat jelas karena lubang membesar
sesuai perkembangan daun. Selain memakan daun, ulat
juga menggerek buah dan memakan biji. Selain
tanaman tembakau, tanaman kapas, jagung, tomat,
kedelai, buncis, canthel, lobak, asparagus, dan kobis
juga menjadi sasaran.
Menurut Subiyakto et al., (1990) ada dua jenis
Helicoverpa yang menyerang daun tembakau, yaitu
H. Assulta Genn, dan H. Armigera (Hubner). H. Assulta
sering disebut ulat pupus tembakau, karena sering
dijumpai pada pupus dan biasanya meletakkan telurnya
secara tunggal di permukaan atas daun muda. Telur
menetas 35 hari. Ulat muda berbulu, semakin tua bulu
semakin jarang. Warna ulat bervariasi, hijau, cokelat,
kuning, dan merah jambu. Pada kedua belah sisi badan
terdapat garis memanjang berwarna putih atau krem.
Ada bintik-bintik hijau di bagian sisi dan punggung.
Biasanya pada satu tanaman terdapat satu ulat, karena
34

sifatnya yang kanibal dan lama stadia ulat 23 minggu.


Pupa berada di dalam tanah, warna cokelat berukuran
1415 mm dan lama stadia pupa 914 hari. Ngengat
sering

mengisap

mempunyai

sayap

cairan

nektar

depan

bunga.

berwarna

Ngengat

kecoklatan,

sedangkan sayap belakang berwarna kuning oker, dan


di bagian pinggir berwarna hitam. Pada sayap depan
terdapat garis melintang rangkap yang tidak teratur agak
berombak dan warnanya lebih gelap dari warna dasar
sayap depan. Rentangan sayap 2830 mm. Lama stadia
ngengat 12 minggu. Satu betina mampu bertelur
500-2.000 butir. Lama siklus hidup hama ini berkisar
antara 3349 hari. H. armigera biasanya meletakkan
telurnya secara tunggal di permukaan daun, telur
berwarna krem atau kuning, bentuk oval, panjang
berkisar 0,5 mm, dan lebar 0.4 mm. Telur menetas 38
hari. Ulat muda berwarna putih kekuningan, kepala
berwarna hitam. Ulat yang sudah besar warnanya
bervariasi,

hitam,

hijau

kekuningan,

hijau,

hitam

kecokelatan, atau campuran dari warnawarna tersebut.


Stadia ulat berlangsung 23 minggu. Pupa berada
dalam

tanah, berwarna coklat kekuningan,

coklat

kemerahan, selanjutnya berwarna coklat gelap. Ukuran


35

pupa H. Armigera lebih besar dibanding pupa H. Assulta


dengan panjang 1522 mm dan lebar 46 mm. Lama
stadia pupa 1014 hari. Ngengat jantan berwarna cerah
sampai suram, yang betina coklat cerah. Lama hidup
ngengat 215 hari dengan panjang 18 mm dan
rentangan sayap 3040 mm. Satu betina mampu bertelur 2002.000 butir dengan siklus hidup 2958 hari.

Helicoverpa armigera dan Spodoptera Litura


Selanjutnya Subiyakto et al., (1990) menegaskan
pengendalian yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a.

Mencabut sisasisa tanaman segera setelah panen


dan memusnahkannya.

b.

Pengolahan tanah dengan bajak dan cangkul dapat


membunuh pupa yang berada dalam tanah.

c.

Pemangkasan dan pewiwilan lebih awal guna


menghindari serangan ulat pupus.

d.

Pengumpulan ulat secara langsung di lapang dan


membunuhnya dengan tangan atau alat.
36

e.

Penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila


tercapai ambang kendali, yaitu 10% atau lebih
tanaman sebelum berbunga dijumpai ulat pada
berbagai ukuran (Southern, 1996)

f.

Penyemprotan dengan menggunakan insektisida


nabati serbuk biji nimba 23 % dan serbuk daun
nimba 10 % (Subiyakto et al, 1998)

g.

Penyemprotan dengan menggunakan insektisida


kimia antara lain dapat menggunakan permetrin
(2 g/l), formotion (330 g/l), betasiflurin (25 g/l), atau
tiodicarb (75 %).

2.

Ulat grayak, Spodopetra litura F


Ulat grayak lebih banyak merusak tanaman saat di

pembibitan dan juga di pertanaman. Ulat memakan daun


pada malam hari dan umumnya ulat ini bergerombol
serta

menyebabkan

daun

berlubang-lubang.

Di

pembibitan dapat menimbulkan kerusakan 80100 %.


Tanaman inang lainnya cukup banyak seperti jagung,
padi, tomat, tebu, buncis, kubis, pisang, jeruk, kacang
tanah, lombok, bawang, kentang, bayam, kangkung, dan
beberapa jenis gulma.

37

Telur diletakkan berkelompok, satu kelompok telur


dapat berisi 25500 butir. Kelompok telur ditutupi
semacam beludru berbulu berwarna coklat kekuningan.
Telur diletakkan di permukaan bawah daun dan menetas
24 hari. Ulat muda berwarna kehijauan dengan sisi
samping hitam kecoklatan, dan mengelompok. Stadia
ulat 2046 hari dengan 5 kali instar. Ulat yang
tumbuhnya sudah sempurna berwarna hijau gelap
dengan garis pungung berwarna gelap (Gambar diatas).
Pupa berwarna coklat kemerahan dengan panjang
sekitar 1,6 cm dan berada dalam tanah. Stadia pupa
lamanya 811 hari. Sayap depan ngengat berwarna
coklat

atau

keperakan,

sedang

sayap

belakang

berwarna keputihan dengan noda hitam. Satu betina


mampu bertelur 2.0003.000 butir dengan periode
peletakan 26 hari. Lama siklus hidup 30- 61 hari.
Pengendalian dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Sama dengan pengendalian untuk ulat Helicoverpa
spp.
b. Pengumpulan masa telur dan ulat pada saat masih
mengelompok di permukaan daun sangat mudah
dilakukan dan dianjurkan

38

3. Kutu tembakau, Myzus persicae (Zulser)


Menurut Subiyakto et al., (1999) kutu ini merusak
tanaman tembakau karena mengisap cairan daun
tembakau, menyerang pembibitan dan pertanaman,
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Kutu ini
menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun
menjadi lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna
hitam. Menurut Cheng dan Hanlon (1985), kutu daun
secara fisik mempengaruhi warna, aroma, dan tekstur
yang selanjutnya akan mengurangi mutu dan harga.
Secara khemis kutu daun mengurangi kandungan
alkaloid dan gula, rasio gula alkaloid dan meningkatkan
total nitrogen daun. Kutu daun dapat menyebabkan
kerugian sampai 50 %. Kutu tembakau ini mempunyai
warna tubuh bervariasi, antara lain hijau keputihan, hijau
kuning pucat, hijau abuabu, merah jingga atau merah.
Pada kondisi dingin berwarna merah gelap atau
keunguan, berukuran 1,2-2,3 mm, bagian punggung
abdomen terdapat bintik hitam. Koloni kutu tembakau
biasanya dijumpai pada daun muda dan kadang-kadang
juga pada daun tua.
Menurut

Romoser

(1973),

kutu

tembakau

berkembang biak secara partenogenesis. Serangga


39

betina menghasilkan telur yang berkembang menjadi


anak

tanpa

dibuahi.

Menurut

Kimball

(1983),

patenogenesis hanya dilakukan pada waktu tertentu,


antara lain pada musim semi ketika banyak makanan di
sekitarnya. Kutu tembakau mengalami paling tidak
empat kali ganti kulit sebelum menjadi dewasa. Lama
hidup bervariasi dan dapat mencapai dua bulan.

Kutu tembakau, Mizus persicae (Sulzer)


Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a.

Tanam lebih awal dapat mengurangi serangan kutu


tembakau dibanding tanam akhir (Southern, 1996).

b.

Pemberian pupuk nitrogen tidak boleh berlebihan,


karena akan memacu perkembangan populasi kutu
tembakau. Berdasarkan kajian di laboratorium dosis
yang direkomendasikan pada tembakau setara 200
kg per hektar belum meningkatkan populasi kutu
tembakau (Harwanto dan Subiyakto, 1994)

40

c.

Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai


ambang kendali lebih 10 % tanaman sebelum
dipangkas dijumpai koloni kutu tembakau (1 koloni
sekitar 50 ekor), atau 20 % tanaman setelah
pemangkasan

dijumpai

kolna

kutu

tembakau

(Southern, 1996).
d.

Penyemprotan

dengan

insektisida

imidakloprid

200 g/l dan imidakloprid 5 %.

4. Ulat tanah, Agrotis ipsilon Hufin.


Hama

ini

menyerang

di

pembibitan

dan

pertanaman tembakau. Hama ini memotong batang bibit


yang kecil sehingga menjadi serius jika serangan hebat.
Batang bibit dan juga tanaman yang terpotong akan
rebah dengan daun layu.
Telur berbentuk oval, warna putih atau transparan,
diletakkan pada rumput atau gulma di bagian pangkal
batang atau daun. Telur menetas sekitar 6 hari. Ulat
berwarna hitam, kelabu suram atau coklat. Panjang ulat
3035 mm, mengalami 45 instar. Lama stadia ulat sekitar 18 hari. Ulat pada siang hari berada di dalam tanah,
pada malam hari menyerang tanaman. Pupa berwarna
cokelat terang atau cokelat gelap berada beberapa inci
41

di bawah permukaan tanah. Stadia pupa lamanya 56


hari. Ngengat sayap depan berwarna cokelat dengan
garisgaris berombak, rentangan sayap 4059 mm dan
panjangnya mencapai 15 mm. Satu betina dapat bertelur
5002.000 butir. Total perkembangan sekitar 36 hari.

Ulat tanah Agrotis ipsilon, Hufn


Pengendalian ulat ini adalah sebagai berikut :
1.

Secara mekanis dengan mencari ulat di sekitar


tanaman. Caranya dengan menggali tanah di sekitar
tanaman, ulat biasanya berada di dekat batang
tanaman. Selanjutnya ulat dibunuh.

2.

Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di


sekitar tanaman dilakukan pada malam hari. Hindari
tanaman

terkena

insektisida,

karena

jaringan

tanaman dapat rusak. Serangan ulat di pembibitan


dikendalikan dengan menaburkan dazomet 98 % di
tepi bedengan pembibitan.

42

5.

Semut api merah, Selenopsis geminata (F).


Semut api biasanya merusak benih yang baru

ditabur di pembibitan. Selain itu kadangkadang memindahkan benih ke tempat lain. Adanya serangan semut ini
menyebabkan terganggunya perkecambahan benih,
bahkan benih mungkin tidak dapat berkecambah lagi.
Semut dewasa berwarna cokelat
kemerahmerahan agak gelap.
Semut ratu betina bersayap,
ukuran sekitar 5 mm, semut
sebagai pekerja ukuran sekitar
3 mm. Semut sebagai pengawal berukuran 56 mm.
Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Menjaga kebersihan sekeliling lahan pembibitan
dengan memusnahkan gulma dan sampah yang
menjadi sarangnya.
b. Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di
sekeliling bedengan pembibitan.

43

6.

Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa


Serangan

di

pembibitan

menyebabkan

pertumbuhan bibit terhambat sehingga menurunkan


kualitas bibit. Di India hama ini menyebabkan kerugian
25 % di pembibitan. Selain menyerang di pembibitan
hama ini merusak pertanaman, dengan cara menggerek
batang dan membentuk formasi kantong, kadang
kadang hama ini merusak urat utama daun.
Telur diletakkan pada daun secara tunggal. Ulat yang
pertumbuhannya sudah sempurna panjangnya 11 mm,
berwarna putih kotor, kepala berwarna hitam, dan
dilengkapi perisai sebagai pelindung. Pupa biasanya
terdapat di dalam lubang gerekan batang, dan setelah
dewasa serangga akan keluar melalui lubang gerekan
tersebut. Ulat dewasa aktif pada malam hari, sedangkan
ulat betina mampu bertelur 150200 butir.

Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa (Low.)


Pengendalian

yang

dapat

sebagai berikut :
44

dilakukan

adalah

a.

Bibit yang terserang hama ini supaya dimusnahkan

b.

Penyemprotan dengan insektisida berupa ovisida


dan larvisida di pembibitan umur 3040 hari dan di
pertanaman 1020 hari setelah tanam. Ovisida dan
Larvisida tersebut antara lain adalah tiodicarb 75 %.

c.

Secara mekanis yaitu dengan mengambil ulat dalam


batang dan membunuhnya.

7.

Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.)


Hama belalang ini memakan daun, sehingga me-

nyebabkan daun menjadi berlubanglubang. Gejalanya


kadangkadang sulit dibedakan dengan daun yang berlubanglubang karena serangan ulat daun. Terkadang
serangan belalang dapat menyebabkan kerusakan yang
parah. Belalang menyerang di pembibitan dan pertanaman. Lubang akibat serangan belalang tepinya bergerigi kasar, sedangkan akibat serangan ulat lebih halus.
Telur berwarna kecoklatan, diletakkan di atas
tanah atau daun secara berkelompok. Satu kelompok
telur berisi 20 butir. Telur akan menetas setelah 6
minggu. Penetasan telur dapat ditunda dengan cara
ganti kulit sampai 7 kali. Setiap ganti kulit selama 1016
hari. Telur tertunda menetas sampai 277 hari. Stadia
45

nimfa lamanya 610 minggu, berwarna cokelat suram,


semi akuatik, dan sering dijumpai pada tanaman air.
Dewasanya berukuran 2030 mm, berwarna coklat
pucat, atau hijau dengan garis memanjang dari mata
sampai bawah sayap. Paha depan berwarna hitam dan
betis depan berwarna kebirubiruan dengan warna putih
hitam pada punggungnya. Satu betina dapat bertelur
sampai tiga kelompok.
Pengendalian

belalang

cina

yang

dilakukan

selama ini adalah penyemprotan dengan insektisida


seperti tiodicarb 75 % dan tiodicarb 384,83 g/l. Selain
menyemprot pertanaman, disarankan juga menyemprot
beberapa meter di luar lahan pertanaman, khususnya
yang menjadi sarang serangga ini.

Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.) dan


belalang kayu Valanga nigricornis (Burn).

46

8.

Belalang kayu, Valanga nigricornis (Burn).


Gejala serangan belalang kayu sama dengan

serangan belalang cina. Telur belalang kayu diletakkan


pada lubang tanah dengan kedalaman 58 cm dari
permukaan tanah. Telur berwarna coklat, berkelompok
dan ditutupi oleh lapisan buih. Nimfa muncul pada
malam hari dan nimfa muda berwarna kuning kehijauan
dengan bintik hitam, sedang nimfa yang sudah dewasa
berwarna kelabu dan kuning atau gelap sampai coklat
gelap. Betina belalang kayu dewasa berukuran panjang
5871 mm dan setelah dewasa berwarna kuning coklat
atau coklat gelap. Pengendalian yang dilakukan juga
sama dengan pengendalian belalang cina seperti
tersebut diatas.
9.

Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.)


Hama ini biasanya dijumpai di permukaan bawah

daun tembakau. Kutu dewasa dan nimfanya menghisap


cairan sel daun. Kutu ini sebagai vektor penyakit virus
kerupuk. Telur diletakkan dan terikat oleh daun bagian
bawah, dan menetas sekitar tujuh hari. Nimfa berwarna
keputihan, panjangnya sekitar satu mm, terdapat pada
daun permukaan bawah. Nimfa jantan panjangnya
47

sekitar 1,11 mm. Pupa berbentuk oval berukuran


1,16 mm dan 0,80 mm, berwarna suram atau kuning
gelap dengan poripori pada bagian punggung dan
dijumpai bintikbintik. Bagian ventralnya dilengkapi
dengan junbaijumbai. Dewasa umurnya sekitar enam
hari, berwarna kuning keputihputihan. Rentangan
sayap
dan

11,5 mm. Betina dapat bertelur sekitar 30 butir


berkembang

setelah

minggu

secara

partenogenesis.
Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a.

Membersihkan

gulma

maupun

inang

alternatif

sekitar pembibitan dan pertanaman tembakau.


b.

Mencabut bibit yang terserang hama ini, biasanya


daun terlihat keriting.

c.

Penyemprotan

dengan

insektisida,

antara

lain

klorpirifos 200 g/l.

Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.) dan


kumbang tembakau Lasioderma serricorne (F.)
48

10. Kumbang tembakau, Lasioderma serricorne (F.)


Larva Lasioderma sp. memakan daun di gudang
dengan membuat lubanglubang kecil pada daun.
Serangan yang berat menyebabkan daun tembakau
menjadi serbuk. Ulatnya berwarna putih, bengkok,
dilengkapi dengan bulubulu, berada di antara tumpukan
daundaun kering. Kumbang dewasa berwarna cokelat
merah dilengkapi dengan sedikit bulu. Hama ini lama
perkembangannya 4263 hari.
Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a.

Sebelum tembakau kering disimpan, gudang supaya


dibersihkan, sisasisa tembakau supaya dikumpulkan dan dibakar atau dimusnahkan.

b.

Penyemprotan dengan insektisida biologi Bacillus


thuringiensis pada tembakau dan area gudang
untuk menghindari infestasi ngengat.

c.

Fumigasi dengan alumunium fosfida 56 % selama


96 jam dan 72 jam diaerasi.

49

Penyakit Tembakau
Penyakit di persemaian
1.

Penyakit rebah kecambah


Penyakit pesemaian di lahan sawah menyerang

pangkal bibit sehingga berlekuk seperti terjepit, busuk,


berwarna cokelat, dan akhirnya bibit roboh. Apabila
dicabut kadangkadang akar tampak putih dan nampak
sehat. Serangan pada bibit yang lebih tua atau yang
baru dipindah menyebabkan pertumbuhan tanaman
terhambat, daun menguning, layu, pangkal batang
berlekuk, busuk, berwarna coklat, dan akhirnya mati.

Penyakit rebah kecambah dan penyakit lanas bibit.

50

Penyebab penyakit rebah kecambah (damping off)


adalah jamur Pythium spp. seperti

P. Ultium Trow,

P. Debaryonum, dan P. Aphanidernatum (Edson)


Fitzpatrick (Lucas, 1975). Selain itu jamur Sclerotium sp.
dan Rhizoctonia sp. juga dapat menyebabkan penyakit
rebah kecambah.
Penyakit ini sesuai untuk berkembang baik pada
suhu sekitar 240C, kelembaban tinggi, pada daerah yang
drainasenya jelek, curah hujan tinggi, serta pH tanah
antara 5,28,5. Jamur Pythium spp. dapat bertahan di
dalam tanah maupun jaringan sisa tanaman karena
mempunyai klamidospora dan oospora berdinding tebal
(Lucas, 1975).
Pengendalian penyakit rebah kecambah dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a.

Pemilihan lahan untuk persemaian sebaiknya dekat


dengan sumber air dan sebelumna tidak ditanami
tanaman Solonaceae.

b.

Pengolahan tanah untuk pembibitan sebanyak 34


kali dengan selang waktu 715 hari.

c.

Penjarangan bibit dan pengaturan atap pembibitan


untuk mengurangi kelembaban.

51

d.

Sanitasi,

mencabut

tanaman

sakit

kemudian

dikumpulkan dan dibakar.


e.

Mendisinfeksi tanah sebelum penaburan benih


dengan :
- Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 23

hari pada

kedalaman 2030 cm.


- Kapur tohor dan amonium sulfat ditabur di tanah
pembibitan

kemudian

disiram

air

(cara

Raciborski).
- Fungisida metalaksil (Ridomil 2G 4 g/m 2) ditabur
di bedengan pada kedalaman 2030 cm,
f.

Penyemprotan pembibitan atau pencelupan bibit


sebelum tanam dengan fungisida :
- Ridomil MZ 58 3g/l air
- Dithane M-45, Manzate 200 2 3 g/l air
- Benomil (23 g/l air)
- Propamokarb hidroklorida 1 2 ml/l air

2. Penyakit Lanas
Gejalanya pada bibit yang terkena lanas adalah
warna daun hijau kelabu kotor. Jika kelembaban udara
sangat tinggi, penyakit berkembang dengan cepat dan
bibit segera menjadi busuk. Penyakit ini dapat meluas
52

dengan cepat, sehingga pembibitan tampak seperti


disiram air panas. Selain itu pangkal batang bibit busuk,
berwarna coklat (Gambar 36). Penyebab penyakit lanas
bibit adalah jamur Phytophora nicotianae vBdH var.
Nicotianae waterhouse yang sering disebut P. nicotianae
(Semangun,

1988).

Pengendalian

sama

seperti

pengendalian penyakit rebah kecambah.

Penyakit di lapang
1.

Penyakit lanas
Pada tanaman di lapangan biasanya gejala

pembusukan hanya terbatas pada leher akar berwarna


coklat kehitaman dan agak berlekuk. Semua daun dari
tanaman yang bersangkutan layu dengan mendadak.
Kalau pada pangkal batang dibelah, empulur tampak
mengering dan bersekatsekat membentuk kamar.
Kadangkadang yang mengamar hanya sedikit yakni
empulur yang paling bawah di antara akar tanaman.
Selain itu pada tanaman dewasa di lapangan sering
timbul infeksi pada daun sehingga terjadilah lanas
bercak atau lanas daun. Bercak-bercak berwarna coklat
kehitaman dan agak kebasahan. Bercak ini cukup besar,
dengan batas yang kurang jelas, dan mempunyai cincin53

cincin yang berwarna gelap dan terang. Bagian yang


berwarna gelap di bentuk pada malam hari, sedang yang
berwarna terang dibentuk pada siang hari. Dengan
memperhatikan banyaknya cincin dapat ditaksir umur
bercak tersebut (Semangun, 1988). Kalau daun yang
terinfeksi tidak segera dibuang bercak lanas akan
menjalar ke batang dan terjadilah lanas batang yang
dapat mematikan tanaman. Dengan demikian sering
terdapat pembusukan pada batang yang letaknya agak
jauh dari tanah.
Penyebab penyakit lanas di lapang sama dengan
di pesemaian yaitu jamur Phytophthora nicotinae vdH
var.nicotinae Waterhouse yang seringkali di sebut
P.nicotianae (Semangun,1988). Menurut Lucas (1975)
jamur P. Nicotianae bersifat fakultatif saprofitik sehingga
dapat hidup pada sisa tanaman dan dapat bertahan
lebih dari lima tahun karena mempunyai klamidospora.
Penyakit lanas cocok berkembang di daerah beriklim
hangat dan suhu tanah antara 20-300C.
Pengendalian penyakit lanas dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
a.

Varietas tahan lanas

54

b.

Pengolahan tanah sebanyak 34 kali dengan,


selang waktu 715 hari.

c.

Pembuatan guludan yang tinggi sehingga drainase


lebih baik.

d.

Penggunaan pupuk kandang yang telah masak atau


telah terfermentasi dengan baik.

Penyakit lanas di lapang


e.

Sanitasi,

mencabut

dikumpulkan

dan

tanaman
dibakar.

sakit
Apabila

kemudian
hendak

menyulam sebaiknya tanah didisinfeksi lebih dahulu


dengan cara Raciborski.
f.

Mendisinfeksi tanah pembibitan sebelum penaburan


benih dengan :

55

- Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 23 hari pada


kedalaman 1020 cm.
- Kapur tohor dan amonium sulfat dicampur
dengan tanah pembibitan kemudian disiram air
(cara Raciborski)
g.

Rotasi dengan tidak menanam tembakau minimal 5


tahun untuk daerah yang terserang berat atau
selama 2 tahun untuk tanah yang dapat ditanami
padi.

h.

Secara kimiawi, penyemprotan pangkal batang


dengan fungisida metalaksil (58 35 g/l air),
mankozeb (23 g/l air), benomil 23 g/l air,
propamokarb hidroklorida, 12 ml/l air, dan bubur
bordo 12 %.

2.

Penyakit layu fusarium


Pada tanaman di lapangan gejala yang terlihat

adalah daun menguning perlahanlahan dan mengering


pada satu sisi batang. Kelayuan tidak begitu menyolok
dan pada tanaman muda berwarna pucat sampai kuning
tetapi daun tetap segar. Daun pada sisi yang terinfeksi
pertumbuhannya menjadi terhambat, tulang daunnya
melengkung karena pertumbuhannya tidak seimbang,
56

dan seringkali pucuk daun tertarik ke sisi yang sakit. Bila


kulit batang dikupas maka kayu akan terlihat berwarna
coklat (Lucas, 1975; Collins dan Hawks, 1993).
Menurut Lucas (1975), penyakit layu fusarium
sangat cocok di daerah dengan suhu tanah 28300C,
tanah lempung berpasir, dan dapat terjadi pada tanah
asam maupun tanah basa. Oleh karena itu kemungkinan
dapat timbul pada pertanaman tembakau di Bojonegoro
cukup besar.
Usaha pengendalian penyakit layu Fusarium dapat
dilakukan dengan cara :
a.

Sanitasi dengan mencabut tanaman sakit kemudian


dimusnahkan.

b.

Penggenangan pada tanah yang dapat ditanami


padi dapat menekan jamur Fusarium,

c.

Rotasi tanaman

d.

Kimiawi, dengan penyemprotan fungisida atau cara


lain seperti pada pengendalian penyakit lanas.
Untuk pengendalian dengan rotasi tanaman, agar

tidak menggunakan tanaman ubi jalar karena tanaman


ini juga rentan terhadap strain tertentu dari Fusarium
oxysporum (Collins dan Hawks, 1993).

57

3.

Penyakit mozaik tembakau


Tanaman yang mengalami infeksi mempunyai

daun muda yang tulangtulangnya lebih jernih daripada


biasa (Vein Clearing). Sering bentuknya melengkung,
kalau umur daun bertambah muncul bercakbercak
kuning yang akhirnya menjadi bercakbercak klorotik
yang tidak teratur, sehingga daun mempunyai gambaran
mosaik. Bagian yang berwarna hijau mempunyai warna
lebih

tua

daripada

biasa.

Pertumbuhan daun terhambat.


Patogen

penyakit

mozaik

ini

adalah virus mosaik tembakau


(Mozaik Tobacco Virus = TMV)
yang juga dikenal dengan nama
Marmor

tabaci

Holmes

(Semangun, 1988). Penyakit mosaik ditularkan secara


mekanis oleh manusia, hewan, maupun kontak antara
daun tembakau.
Para pekerja atau serangga yang kontak dengan
daun sakit kemudian pindah ke daun sehat sudah
mampu menularkan virus. Demikian juga kontak antara
daun sakit dengan daun sehat akan menularkan virus
ini. TMV mempunyai inang cukup banyak, baik tanaman
58

budidaya maupun gulma, antara lain : tomat, cabai,


terong, ketimun, semangka, dan rumput wedusan.
Selain berada pada tumbuhan inang, TMV dapat
bertahan selama dua tahun di dalam tanah maupun sisa
tanaman tembakau apabila tidak ada pengeringan dan
pembusukan yang sempurna. Hal ini menunjukkan
bahwa tanah bekas tumbuhan yang terserang mosaik
merupakan sumber inokulum. Tetapi apabila tanah dan
potongan akar maupun batang tembakau dikeringkan
atau terkena sinar matahari selama 56 bulan secara
terus menerus akan mengakibatkan TMV menjadi tidak
aktif (Lucas, 1975).
Pengendalian penyakit mosaik tembakau dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a.

Menggunakan varietas tahan (PVH09, DB101)

b.

Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa


pertanaman dan gulma kemudian dikumpulkan dan
dimusnahkan.

c.

Mendisinfeksi tangan para pekerja dengan sabun


trinatrium fosfat.

Pada waktu akan digunakan, larutan induk tersebut


diencerkan dengan menambahkan tiga bagian air. Komn
(1985) menyebutkan bahwa detergen fosfat 1 % sudah
59

cukup untuk membasuh tangan pekerja. Bahan lain yang


dapat digunakan juga Rinso 0,4 0,6 % (Hartana et al.,
1987).

4.

Penyakit kerupuk
Menurut

Semangun

(1988),

gejala

penyakit

kerupuk ada tiga tipe, yaitu : 1).


Kerupuk biasa, gejalanya daun
agak

berkerut

dengan

tepi

melengkung ke atas, tulang daun


bengkok

dan

Penebalan
kadangkadang
(enasi),

2).

berkembang

Kerupuk

jernih,

tulang
menjadi
gejalanya

menebal.
daun

ini

anak

daun

tepi

daun

melengkung ke bawah, tulang daun jernih dan tidak


menebal, dan 3). Keriting, gejalanya daun sangat
berkerut dan kasar, tepi daun melengkung ke atas,
tulang daun bengkok dan menebal.
Penyebab penyakit ini adalah virus kerupuk
tembakau (Tobacco Leaf Curl Virus = TLCV) atau
disebut dengan nama Ruga tabaci Holmes (Semangun,
1988). Menurut Lucas (1975), TLCV dapat ditularkan
oleh lalat putih (Bemisia tabaci Gen) maupun dengan
60

penyambungan. Penyakit ini jarang timbul di pembibitan


dan baru muncul 23 minggu setelah pemindahan di
lapang. Lalat putih B. tabaci lebih aktif dan banyak pada
musim kering seperti yang terjadi pada tembakau
virginia. Untuk daerah Bojonegoro yang kadangkadang
pada musim tanam tambakau terjadi kekeringan dan
suhu udara pada siang hari lebih dari 30 0C, penyakit
kerupuk dapat timbul cukup banyak.
Pengendalian penyakit kerupuk ini dilakukan dengan :
a. Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa sisa
pertanaman dan gulma kemudian dikumpulkan dan
dimusnahkan.
b. Pengendalian vektor lalat putih B. Tabaci dengan
insektisida profenofos (12 ml/l air), dan imidakloprid
(0,250,50 ml/l air)

61

V.

PANEN DAN PENGANGKUTAN

A. Panen
1.

DSMO = Daun Satu Mutu Olah


Keseragaman tingkat kemasakan daun yang akan

diolah dalam satu unit perajangan sangat diperlukan


agar keseragaman mutu tembakau rajangan yang
dihasilkan terjamin. Jika dalam satu widig memuat
tembakau rajangan yang berasal dari daun yang
beragam, mutunya juga akan beragam. Salah satu faktor
yang sangat diperlukan agar hasil rajangan seragam
adalah daun harus dalam satu mutu olah (DSMO).
DSMO

adalah

populasi

daun

hasil

panen

yang

mempunyai tanggapan (response) yang sama terhadap


perajangan dan panas matahari (Tirtosastro, 1997).
DSMO dapat diperoleh jika dalam penanaman,
panen

dan

persiapan

pengolahan

memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut :


a.

Daun berasal dari tanaman satu varietas yang


disemaikan dengan cara yang sama dan menghasilkan bibit yang seragam kemampuan tumbuhnya.

b.

Daun berasal dari posisi daun yang sama pada


batang.
62

c.

Daun

dihasilkan

dari populasi tanaman

yang

mendapat pemeliharaan dan teknik budidaya yang


seragam sehingga dihasilkan daun yang seragam
kesehatan dan kesuburannya.
d.

Daun berasal dari tanaman tembakau yang ditanam


pada daerah dengan iklim dan jenis tanah yang
sama.

e.

Cara panen, pengangkutan, sortasi daun, waktu


pengovenan dan lain-lain dengan cara yang sama
sehingga

setelah

sampai

di

emplasemen

pengolahan diperoleh daun yang tetap seragam.


f.

Daun mempunyai tingkat kemasakan yang sama


saat dipetik.
Jika didalam satu partai perajangan terdiri atas

daun yang berbeda mutu olahnya maka tanggapan


terhadap

perajangan

dan

panas

matahari

saat

penjemuran akan berbeda. Akibat perbedaan tanggapan


ini akan menghasilkan perubahan biokimia selama
perajangan dan penjemuran yang merupakan proses
kiuring akan berbeda pula. Demikan juga perubahan
warna daun menjadi beragam. Akibatnya akan diperoleh
tembakau rajangan kering yang juga beragam. Makin

63

tinggi keragaman daun yang diolah makin besar


keragaman tembakau rajangan yang diperoleh.

2.

Kriteria Daun Tepat Masak.


Kriteria daun tepat masak secara fisik, jika daun

telah berwarna hijau kekuningan atau daun telah


menjelang berwarna kuning, pada seluruh permukaan
daunnya. Pada daun bawah, seperti daun pasir dan
daun

kaki

daun

dipetik

saat

masih

hijau

agak

kekuningan. Jika daun bawah dipetik sudah dalam


keadaan hijau kekuningan, dalam pernjangan akan sulit
karena cepat berubah menjadi coklat. Nampaknya untuk
daun

bawah

yang

terlalu

masak,

mempunyai

karakteristik fisiologis yang memungkinkan enzim-enzim


dapat bekerja dengan cepat. Sehingga dapat mengalami
perubahan warna dengan cepat. Berbeda dengan daun
atas dan pucuk yang lebih tahan dan tidak mudah
mengalami perubahan warna. Perubahan warna juga
dipercepat akibat pemotongan sel akibat perajangan
yang dapat mempertumukan enzim dan substrat didalam
sel. Pada daun tepat masak, untuk tujuan diolah menjadi
rajangan sc atau krosok fc, jika seluruh permukaan daun
sudah berwarna hijau kekuningan dan kandungan pati
64

paling tinggi. Hasil penelitian di Jepang (Hiroe et al.,


1975) pati tertinggi diperoleh jika daun dipetik tepat
masak dan selanjutnya akan menurun. Gambar berikut
menunjukkan daun kurang masak, tepat masak dan
kelewat masak untuk daun tengah.
Kriteria masak secara umum dipengaruhi oleh
varietas, posisi daun pada batang, jumlah daun yang
disisakan pada batang atau dalamnya pangkasan,
kesehatan tanaman, iklim dan cuaca saat panen dan
lain-lain. Varietas DB101 dan Coker 371 GL, cenderung
berwarna kuning mulai dari daun bawah sampai daun
atas, berbeda dengan varietas Coker 86 dan hibrida
PVH09 yang cenderung lebih hijau. Demikian juga
varietas K326 yang saat ini banyak ditanam di daerah
Bojonegoro. Pada iklim basah atau banyak turun hujan,
kriteria tepat masak menjadi agak hijau, karena hujan
akan meningkatkan kandungan khlorofil
Perlakuan teknik budidaya dapat merubah bentuk
dan ukuran daun pada masing-masing posisi. Jika
tanaman tembakau mempunyai 25-27 lembar daun,
kemudian dipangkas dan disisakan 18-20 lembar atau
kurang, ukuran daun pada masing-masing posisi tidak
akan jauh berbeda.
65

a. Kurang masak b. tepat masak c.Kelewat masak


Gambar. Daun masak, kurang masak
dan kelewat masak
Daun kaki yang lebih pendek dapat memanjang
dan mendekati ukuran daun tengah. Demikian juga untuk daun atas. Perlakuan pupuk yang tepat jumlah dan
diberikan tepat waktu, ditunjang iklim yang baik akan
menghasilkan komposisi daun seperti yang diinginkan.
3.

Kemasakan daun secara buatan


Untuk meningkatkan efisiensi usahatani kadang-

kadang diperlukan waktu panen dan waktu pengovenan


dapat dipersingkat. Daun tembakau diharapkan segera
masak, dengan jumlah daun yang masak bersamaan
lebih banyak. Misalnya jika panen normal berlangsung
66

7-8 kali, diharapkan 4-6 kali sudah selesai. Sehingga


bukan 3-4 lembar daun masak seragam yang dapat
dipetik, tetapi dapat mencapai 4-6 lembar atau lebih.
Alasan lain diperlukannya panen serempak adalah untuk
meng-antisipasi akibat turunnya hujan pada musim
panen, lebih-lebih jika hujan di perkirakan akan berlanjut
lebih lama. Dalam keadaan demikian sebaiknya daun
dapat segera dipanen seluruhnya. Pada musim panen
2003, pada bulan September di Lombok Timur turun
hujan

beberapa

kali.

Beberapa

petani

sempat

melakukan pemetikan dengan jumlah daun lebih banyak,


dengan maksud mengurangi resiko jika hujan terus
berlanjut.
Untuk maksud tersebut diatas, terutama di negaranegara

maju,

digunakan

bahan

kimia

penguning

(yellowing chemical). Jenis bahan kimia penguning


banyak

dipakai

saat

chloroethylphosphonic

ini

adalah

acid)

dan

ethephon

gas

etilen

(2yang

disemprotkan pada daun saat menjelang panen. Selain


itu kedua komponen kimia tersebut juga digunakan
untuk mempercepat tahap penguningan didalam oven.
Pada dasarnya senyawa kimia untuk mempercepat
kemasakan

daun

dapat

membantu
67

mendegradasi

khlorofil dengan cepat, sehingga daun tembakau segera


nampak kuning atau dalam keadaan sudah masak.
4.

Cara Pemetikan
Pemetikan daun tembakau dimulai dari bawah

keatas sesuai mulainya kemasakan daun pada batang.


Cara pemetikan yang benar dengan mematahkan
pangkal daun kearah samping, bukan kearah bawah,
agar tidak ada bagian kulit terbawa oleh gagang daun.
Pemetikan

dilakukan secara bertahap sesuai tingkat

kemasakan daun. Pemetikan pertama umumnya dapat


dimulai saat tanaman berumur 60-70 hari setelah tanam.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan masaknya
daun antara lain :
a.

Varietas. Varietas K326 mempunyai umur panen


sedikit lebih panjang dibanding Coker 376GL, T45
atau DB101.

b.

Kondisi daerah tumbuh terutama tinggi tempat


kemungkinan
intensitas

sinar

berkaitan
surya

dengan
dan

perbedaan

ketebalan

udara

lingkungan yang da-pat mempengaruhi kecepatan


rekasi-reaksi fisiologis didalam daun. Pada daerah-

68

daerah lebih dari 500 m dpl panen baru dapat


dimulai setelah tanaman berumur 70-80 hari
c.

Pemberian air pengairan atau air hujan. Pemberian


air sampai dengan batas optimal akan mendorong
tanaman tumbuh optimal sehingga lebih lambat
panen.

d.

Keseimbangan pupuk. Pupuk fosfat yang berlebihan


akan mempercepat kemasakan daun. Sedangkan
pupuk nitrogen ditambah kecukupan air akan
memperlambat kemasakan daun.

e.

Pengerjaan tanah yang kurang sempurna, iklim


yang basah diawal tanam kemudian mengering
dengan cepat akan mendorong timbulnya lekes,
yaitu penyakit fisiologis yang berakibat kemasakan
daun menjadi sangat cepat dibanding biasanya.
Daun tepat masak yang dapat dipetik dalam satu

kali panen umumnya berkisar antara 2-4 lembar dan


daun dapat dipetik 4-7 hari sekali. Dalam satu musim
panen dapat berlangsung 5-7 minggu. Pemetikan
bertahap ternyata menunjukkan hasil dan nilai penjualan
krosok fc lebih tinggi (Collins dan Hawks, 1983). Namun
demikian kondisi iklim dan cuaca, teknik budidaya yang
digunakan dan lain-lain dapat mempengaruhi jumlah
69

daun yang dapat dipetik setiap kali panen. Hujan pada


musim panen mendorong petani memetik daun lebih
banyak dengan pertimbangan menekan merosotnya
mutu lebih besar. Saat pemetikan yang paling baik
sebetulnya pada sore hari karena pada saat itu kadar
pati setinggi-tinggi-nya, dari hasil asimilasi pembentukan
pati pada pagi sampai siang hari.
Daun yang telah dipetik dikumpulkan pada ujung
barisan tanaman, dibawah tanaman tembakau yang
teduh sehingga tidak terkena panas surya langsung.
Setelah terkumpul banyak daun segera dibungkus
dengan karung goni dengan berat 25-30 kg (Gambar
berikut). Daun dapat juga dimasukkan kedalam keranjang. Cara membungkus daun dengan meratakan pangkal daun dalam ikatan karung goni. Kemudian ikatan
daun tersebut sesegera mungkin diangkut ke tempat
teduh dan di atur dengan meletakkan gagang di bagian
bawah dan usahakan jangan ditumpuk.
Gambar. Pembungkusan
daun
panen

70

tembakau

saat

B. Pengangkutan
Penumpukan bungkusan daun setelah sampai di
tempat pengumpulan sementara sebaiknya tidak lebih
dari dua tingkat dan diatur rapi. Jika ada daun pisang
atau daun lain seyogyanya ditutupkan untuk mengurangi
panas

matahari.

Tutup

bahan

berwarna

hitam

seyogyanya dihindari karena akan meningkatkan suhu


daun tembakau. Setelah jam 12.00 sebaiknya daun
sudah selesai diangkut ke emplasemen pengolahan atau
kalau masih harus menunggu pengangkutan hendaknya
tempat pengumpulan sementara harus betul-betul teduh
dan tidak terkena sinar surya langsung.
Alat

pengangkut

dapat

menggunakan

truk,

gerobak, dipikul atau angkutan yang lain. Dalam


pengangkutan

hendaknya

memperhatikan

hal-hal

sebagai berikut :
a.

Bungkusan daun diatur rapi diatas bak truk atau


gerobak. Tumpukan tidak lebih dari 3 lapisan atau
setinggi 1,0-1,5 m.

b.

Gunakan truk atau gerobak tertutup, antara tutup


dan tumpukan daun jika ada ruang kosong makin
baik.

71

c.

Jangan dicampur benda lain atau ada pekerja yang


duduk

diatas

tumpukan

atau

menginjak-injak

tumpukan daun tembakau. Kayu, bambu dan lainlain hendaknya diangkut terpisah, tidak sekaligus
diangkut dengan daun tembakau.
d.

Jarak ke emplasemen makin dekat makin baik


sehingga tidak lebih dari satu jam perjalanan.
Menaikkan dan menurunkan bungkusan daun

hendaknya dilakukan hati-hati, tidak dilempar dan hindari


cara memegang yang dapat mengakibatkan daun sobek
atau memar. Setelah sampai diemplasemen bungkusan
daun

hendaknya segera

dibuka, kemudian

diatur

berderet gagang dibawah dan tidak ditumpuk. Jika tidak


sempat

membongkar

bungkusan

pada

hari

itu,

sebaiknya bungkusan diatur berderet dan sekali lagi


jangan ditumpuk. Selanjutnya daun segera disortasi dan
diglantang. Untuk sementara glantangan daun dapat
digantungkan pada andang dari bangunan emplasemen.
Penanaman tembakau tanpa mempertimbangkan
jarak lokasi penanaman dan lokasi pengolahan akan
merugikan mutu tembakau rajangan yang dihasilkan. Hal
ini dapat terjadi karena daun tembakau terlalu lama
72

dalam

perjalanan

karena

jarak

dengan

lokasi

pengolahan yang jauh. Daun tembakau akan mengalami


tekanan akibat tumpukan dalam waktu yang lama,
sehingga akan mengalami kenaikkan suhu. Kenaikkan
suhu terjadi akibat reaksi fisiologis yang berlangsung
dan panas yang keluar tertahan dalam tumpukan daun
tembakau. Akibat yang ditimbulkan mulai dari daun
menguning lebih cepat, layu karena banyak kehabisan
air, memar dan daun sehingga mutu olah menjadi
beragam. Sehingga untuk mencapai tujuan DSMO akan
cukup sulit.

a. Petani di Bojonegoro

b. Angkutan dengan pick up

Gambar. Pengangkutan daun tembakau

73

VI.

TEKNIK PENGOLAHAN (CURING) HASIL

1.

Prinsip Pengolahan
Skema

pengolahan

atau

sering

disebut

pengovenan (curing) daun tembakau virginia seperti


pada Gambar a1. Pada prinsipnya daun tembakau
dirangkai dahulu di luar oven kemudian diatur di dalam
ruang oven dengan cara digantung pada rak (rack) yang
ada di dalam oven. Bahan bakar pengovenan digunakan
minyak tanah atau kayu bakar. Akhir-akhir ini karena
pembatasan

minyak

tanah

bersubsidi

dan

sulit

memperoleh kayu bakar, pemerintah mengalihkan ke


bahan bakar batubara. Bahan bakar batubara dan kayu
harus dengan pembakaran tidak langsung, karena udara
panas

yang

dihasilkan

selain

kotor

juga

rawan

kebakaran. Pada oven konvensional pengaturan suhu


dilakukan secara manual.
Gambar a2. adalah oven konvensional yang banyak
ditemui di daerah Bojonegoro, Mojokerto, Lombok, Bali,
dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2010 diperkirakan
jumlah oven tradisional demikian mencapai 15.000 buah.
Dinding oven terbuat dari bahan batu bata atau kadangkadang dari batako dan dalam jumlah kecil ada yang
74

terbuat dari gedeg. Oven dinding gedeg kadang-kadang


dilapis kertas karton sebagai isolator panas. Oven gedeg
dibuat karena alasan tidak tersedia modal cukup untuk
membuat oven dengan dinding batu bata.

Daun tembakau
Sortasi
Penyujenan
Pengglantangan
Naik oven
Pengovenan
Turun oven

Krosok fc
Gambar a1. Skema pengovenan daun tembakau
virginia menjadi krosok fc (flue-cured)

75

Gambar a2. Skema oven


tradisional

Setelah daun tembakau kering, atau sering disebut


krosok fc (flue-cured) kemudian di sortasi sesuai
mutunya. Pekerjaan memilah mutu, sampai bagian
terkecil sesuai permintaan konsumen disebut grading.
Pemilahan mutu didasarkan pada Standar Nasional
Indonesia Tembakau Virginia FC yang telah disyahkan
oleh Badan Standarisasi Nasional. Masing-masing mutu
dibungkus dengan tikar glangse dengan ukuran 60 cm x
60 cm x 90 cm, berat masing-masing bal berkisar antara
40 - 60 kg. Mutu krosok makin baik mempunyai berat
makin tinggi untuk setiap ukuran bal tertentu.
2.

Persiapan Pengolahan

2. 1. Sortasi dan Glantang


Sortasi adalah memisah daun hasil panen Setelah
disortasi kemudian daun tembakau diglantang dengan
76

tali (Gambar a3). Cara ini lebih praktis dibanding cara


lama dengan disujen lebih dahulu kemudian diikat pada
glantang. Satu glantang memuat 120-150 lembar daun.
Tali yang digunakan dari benang atau atau tali goni.
Pengikatan harus cukup kencang agar daun yang kering
dan menyusut setelah kering tidak luruh dan jatuh saat
krosok masih berada didalam oven atau saat diturunkan
dari oven.

Gambar a3. Pengglantangan dengan diikat tali benang


2. 2. Menaikkan Glantangan Daun
Setelah pengglantangan selesai, daun segera
diatur didalam oven. Jika daun dipanen pada pagi hari
diharapkan pada jam 11.00 siang sudah terkumpul di
emplasemen pengolahan dan selanjutnya segera di
glantang. Pengaturan daun dimulai dari daun kurang
masak yang berwarna hijau di rak paling atas, daun
77

masak optimal yang berwarna hijau kekuningan di rak


bagian tengah dan daun kelewat masak di rak paling
bawah.
Pada

setiap

kali

panen,

diharapkan

dapat

diperoleh lebih dari 60% daun tepat masak, masingmasing 20% daun kurang masak dan kelewat masal. Hal
ini

dimaksudkan

agar

muatan

daun

mempunyai

komposisi yang baik, terkait dengan sistem distribusi


udara panas secara konveksi bebas didalam ruang
oven. Daun cacat karena memar, lamina sudah kering,
busuk dan lain-lain sebaiknya diglantang tersendiri dan
diletakkan pada rak paling bawah.
Cara mengatur daun di dalam ruang oven
mempunyai pengaruh besar terhadap mutu krosok dan
kelancaran pekerjaan pengovenan yang lain. Makin
mampat

pengisian

oven,

terutama

untuk

tujuan

meningkatkan kapasitas oven, aliran udara didalam


ruang oven akan terhambat sehingga tidak merata. Jika
ada keterpaksaan harus mengisi oven lebih mampat di
perlukan tindakan khusus. Antara lain membuka ventilasi
bawah dan atas lebih luas.

78

3.

Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara

3. 1. Menurut Wanrooy
Untuk memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban
udara pada masing-masing tahap pengovenan, Wanrooy
(1951)

membuat

skema

pengaturan

suhu

dan

kelembaban seperti pada Tabel 5. Pada prinsipnya


metode Wanrooy mengikuti ketentuan tahap-tahap
pengolahan tersebut diatas dengan perubahan warna
daun sebagai tolok ukur dalam melakukan perubahan
suhu dan kelembaban udara ruang oven.
Langkah pertama dalam mengatur tahap tahap
pengovenanan adalah dengan menaikkan suhu udara
ruang oven dari suhu kamar sampai 32 oC. Termometer
untuk pengamatan diletakkan di sela-sela gantungan
daun rak pertama. Ventilasi bawah dan atas ditutup
rapat. Suhu dipertahankan pada posisi tersebut sampai
daun nampak berkeringat. Jika daun telah berkeringat
suhu dinaikkan sampai 38oC, dengan kenaikkan 1,01,5oC tiap jam. Suhu 38oC dipertahankan sampai lamina
daun menjadi kuning dan hanya tertinggal bagian uraturat daun yang berwarna hijau. Suhu kemudian dinaikkan menjadi 40oC dipertahankan sampai seluruh urat
79

daun menjadi kuning dan tinggal bagian gagang yang


masih berwarna hijau. Pada suhu ini ventilasi dapat
dibuka separuh untuk mengurangi sebagian kandungan
air.
Selanjutnya suhu dinaikkan lagi sampai 43 oC
sampai seluruh permukaan lamina daun dan gagang
daun berwarna kuning dan nampak layu. Berikutnya
suhu dinaikkan sampai suhu fiksasi 49 oC dengan
kenaikan 1,0-1,5oC tiap jam. Ventilasi dibuka penuh agar
lamina daun cepat kering. Pada tahap fiksasi ini suhu
dipertahankan

sampai

lamina

daun

mengering,

berwarna kelabu dan ujungnya melengkung.


Langkah berikut adalah menaikkan suhu ke tahap
pengeringan pertama, 60oC dan ventilasi tetap dibuka
penuh. Kenaikan suhu yang dilakukan relatif pelan saja
yaitu 1oC/jam. Pada tahap pengeringan
ditunggu

sampai

seluruh

bagian

pertama ini

lamina

kering

sempurna. Kenampakan permukaan daun yang kelabu


kekuningan digunakan sebagai tanda bahwa lamina
daun

telah

kering.

Selanjutnya

masuk

ke

tahap

pengeringan kedua yaitu pengeringan gagang daun dan


suhu dinaikkan dari 60oC menjadi 72oC. Pada tahap
pengeringan gagang ini ventilasi dapat ditutup penuh
80

untuk menghemat bahan bakar dan umumnya hanya


berlangsung 3-4 jam saja. Tambahan lembab selama
penutupan ventilasi oven tidak terlalu mengganggu
kecepatan pengeringan gagang. Secara garis besar
perubahan suhu dan kelembaban udara ruang oven
nampak seperti pada Lamp. 3
Selanjutnya

setelah

gagang

mengering

api

dimatikan dan semua ventilasi tetap ditutup agar krosok


dingin. Pendinginan harus dilakukan pelan-pelan agar
krosok tidak cepat kehilangan kenampakannya yang
cerah. Sehingga setelah kering, kompor dimatikan, pintu,
ventilasi dan jendela pengintai harus ditutup rapat.
Apakah pengeringan sudah cukup dapat diketahui
dengan menekuk bagian gagang daun. Jika mudah
patah, atau telah kering patah,

berarti krosok telah

kering sempurna.

3. 2. Menurut Hawks
Metode pengovenan dari Hawks yang berusaha
menghasilkan krosok berwarna kuning terang dengan
kenampakan cerah, serta berusaha menyederhanakan
cara pengovenan.

81

Secara sederhana, urut-urutan metode Hawks


adalah sebagai berikut (Collins dan Hawks, 1993) :
a.

Setelah oven diisi penuh, naikkan suhu ruang oven


2oC/jam

sampai

suhu

37,8oC.

Ventilasi

buka

secukupnya sehingga daun berwarna kuning rata


yang selanjutnya diikuti kelayuan pada daun yang
berada

pada

rak

paling

bawah.

Pada

oven

tumpukan (bulk curing-barn) diperlukan bantuan


kipas untuk membuang lembab di dalam ruang oven
karena pengisian yang lebih mampat.
b.

Pertahankan suhu 37,8oC sampai seluruh daun


berwarna kuning. Untuk menghindari krosok joning,
buka ventilasi secukupnya saja, dengan bukaan
ventilasi yang memberikan selisih suhu bola kering
dan bola basah 23oC.

c.

Setelah daun kuning dan cukup layu, naikkan suhu


sampai 54,5oC dengan kenaikan 2oC/jam. Tambah
ventilasi sampai suhu bola basah mencapai 40,6 oC.
Kondisi suhu bola kering dan bola basah tersebut
dipertahankan sampai dua rak daun paling bawah
mengering.

d.

Naikkan suhu bola kering sampai 71,1oC dengan


kenaikan 2oC/jam dan pertahankan sampai bagian
82

gagang kering. Pada periode ini luas ventilasi dapat


dikurangi dan pada akhir kiuring ventilasi ditutup
sampai krosok fc kering sempurna. Pada akhir
tahap pengeringan ini pertahankan suhu bola basah
43,3oC.
Pada pengovenan metode Hawks perlu sekali
memasang thermometer bola kering dan bola
basah, sebagai dasar untuk mengetahui apakah
perubahan suhu dan kelembaban pada setiap tahap
pengovenan sudah diperlukan. Meskipun metode
Hawks tidak menjelaskan secara rinci ukuran
ventilasi atas atau bawah, yang paling penting
adalah tingginya suhu bola kering dan selisihnya
dengan suhu bola basah.
Tujuan akhir masing-masing tahap yang paling
mudah dimengerti adalah tahap pengeringan gagang.
Krosok fc yang kering sempurna mudah diketahui dan
dipastikan setelah dicoba beberapa lembar telah kering
patah. Tetapi dua tahap pertama, masing-masing
penguningan dan pengikatan warna, relatif sulit karena
banyaknya faktor yang ikut berpengaruh didalamnya.

83

4.

Menurunkan
Krosok

dan

Menyimpan

4. 1. Batas selesai pengovenan


keseimbangan
Setelah

daun

kering,

yang

dan

Glantangan
kadar air

ditandai dengan

beberapa gagang dapat dipatahkan terutama daun-daun


yang berada pada rak bagian atas, sistem pemanas
segera dimatikan dan semua ventilasi, jendela pengintai
dan ditutup rapat. Krosok fc kering patah mempunyai
kandungan air mendekati 0% dan setelah lemas
mempunyai kadar air ideal 14-18%. Krosok fc seperti
halnya produk pertanian yang lain mempunyai sifat
higroskopis. Hal ini nampak dari kadar air keseimbangan
krosok fc yang dapat menyerap air diatas 18% pada
suhu 27oC. Sehingga sangat diperlukan untuk menjaga
suhu dan kelembaban udara lingkungan agar krosok fc
berada pada kadar air ideal. Usaha menutup ventilasi
dan pintu oven selama pelemasan adalah menjaga agar
krosok

fc

tidak

menyerap

lembab

berlebihan.

Menurunkan krosok fc dari oven harus dilakukan pagipagi, saat krosok masih lemas, dan harus dikerjakan
cepat dan langsung ditumpuk digudang dan ditutup
rapat.
84

Pada

Gambar

31

tersebut

diatas

dapat

dimanfaatkan untuk keperluan penyimpanan krosok fc


pada kadar air keseimbangan tertentu yang diinginkan.
Jika diinginkan kadar air krosok fc sebesar 15% (basis
kering) sedangkan suhu udara luar sebesar 27 oC, maka
krosok

harus

kelembaban

disimpan
65-70%.

didalam

ruang

dengan

Danjurkan

untuk

segera

membungkus krosok fc setelah berada pada kadar air


yang ideal sangat diperlukan tersebut. Kadar air
keseimbangan krosok fc berkisar antara 10-18% basis
basah, pada suhu kamar yang berkisar antara 25-30oC.

4. 2. Kadar air dan ketahanan mutu krosok fc


Krosok yang banyak menyerap uap air akan
mendorong terjadinya pencoklatan sampai pembusukan.
Krosok fc pada kadar air 20% atau lebih sangat rawan
pembusukan.

Kandungan

air

yang

tinggi

akan

mendorong berkembangnya beberapa jenis mikrobia


pembusukan. Selain dihasilkan warna coklat juga terjadi
bau busuk yang menjadikan krosok fc tidak dapat
dipakai.

Kandungan

gula

dan

juga

pati menjadi

penyebab berkembangnya mikrobia pembusukan.


85

Pemecahan pati dan gula akan mendorong


kenaikan suhu, sehingga dalam tumpukan krosok fc,
apakah dalam bal atau masih tumpukan biasa perlu
segera dibongkar. Sehingga indikasi kenaikan suhu,
merupakan pertanda tumpukan krosok harus segera
dibongkar

dan

dibalik.

Berbagai

jenis

mikrobia

pembusukan ada di alam, asal kadar air krosok dapat


dikendalikan pada angka yang tepat mikrobia tidak akan
berkembang.
Krosok

fc mutu baik mempunyai kadar air

keseimbangan lebih tinggi (14-18%) dibanding krosok fc


yang tipis atau krosok fc mutu rendah (0-12%).
Nampaknya pada krosok fc mutu rendah atau krosok fc
yang tipis, mempunyai daya pegang air yang rendah.
Krosok fc yang cacat, misalnya berwarna coklat karena
terlambat

naik

ke

suhu

pengikatan

warna

saat

pengovenan, krosok fc dari daun yang rusak seperti


memar dan lain-lain, akan mempunyai kadar air
keseimbangan yang rendah.

86

4. 3. Penyimpanan krosok sementara


Untuk menurunkan glantangan krosok dari oven
sebelumnya perlu disiapkan ruangan dengan lantai yang
kering dan tidak terkena sinar surya langsung. Selain itu,
ruang penyimpanan juga harus jauh dari genangan air,
seperti sumur, selokan atau kolam dan lain-lain.
Kelembaban relatif ruang penyimpanan yang baik,
berkisar antara 40-50%. Ruangan hendaknya tertutup
rapat untuk menghindari terpaan angin yang membawa
lembab atau terlalu kering.
Selanjutnya pasang papan palet atau gedeg tebal
sebagai alas lantai dan hamparkan tikar atau tikar
glangse diatasnya. Jika tidak ada tikar glangse dengan
alas gedeg, sudah cukup tetapi jangan menggunakan
alas dari plastik. Krosok fc yang masih dalam glantangan
yang baru diturunkan dari oven diatur rapi diatasnya dan
tutup tikar glangse dengan rapat. Lampu penerangan
jika tidak diperlukan sebaiknya dimatikan.

87

5.

Sortasi dan Pengebalan

5. 1. Sortasi krosok fc
Sortasi adalah kegiatan memilah-milah krosok fc
sesuai dengan mutu atau mutunya. Ada istilah lain yang
terkait dengan mutu selain sortasi adalah grading yaitu
sortasi yang menggunakan faktor posisi daun pada
batang, warna krosok fc dan kemasakan daun, sebagai
faktor pemisah. Grade akan menggambarkan karakteristik asap dari krosok fc (Voges, 2000). Cara sortasi
mengikuti ketentuan pemilahan mutu yang paling sederhana yaitu warna, ketebalan krosok fc dan bentuk daun.
Dari bentuk dan ketebalan krosok dapat diketahui krosok
fc berasal dari posisi mana pada batang. Jika di dalam
satu oven sudah diisi daun dari satu posisi pada batang
yang sudah disiapkan sejak saat panen, pemilahan
sebenarnya tinggal dari aspek warna saja. Mengolah
daun dalam satu oven dengan daun satu mutu olah
sangat penting karena akan memudahkan dalam sortasi.
Peluang menghasilkan sortasi yang seksama akan
cukup besar jika sejak panen sudah disiapkan untuk
keperluan tersebut. Pada Gambar berikut disampaikan
skema peluang untuk menekan biaya sortasi dan
memperoleh hasil sortasi yang saksama.
88

Daun Satu Mutu Olah

Daun beragam

Pengovenan

Krosok fc

Krosok fc

Sortasi

4-6 ragam : hanya


warna saja

6-10 ragam : warna,


ukuran dan bentuk

Skema Resiko pengovenan daun beragam


terhadap kegiatan sortasi
Pembagian warna pada dasarnya berkisar antara
kuning muda (lemon), kuning jingga tua (orange), kuning
mahoni (mahogany), kuning ada bercak coklat (spoty),
kelabu (slick), dan kuning kehijauan (greenish). Namun
demikian jika tercampur daun yang berbeda posisinya
pada batang, kemungkinan akan diperoleh krosok coklat
89

tetapi tebal dan ada yang tipis. Percampuran akan


semakin ruwet jika dalam satu oven dicampur dengan
daun dari daerah lain atau teknik budidaya yang
berbeda. Pekerjaan sortasi yang terkait dengan sistem
grading, akan terkait dengan sistem grading Mutu
Krosok dan Sistem Grading.

Gambar a4. Untingan dan mengikat untingan krosok


Setelah

krosok

dipilah

selanjutnya

diunting.

Untingan adalah bendel atau ikatan krosok satu mutu


dengan diameter pada bagian ikatan 4-5 cm dan terdiri
atas 15-20 lembar daun (Gambar a4). Jumlah daun
dalam satu unting tergantung ukuran daun, terutama
ukuran bagian gagang daun. Untuk daun tengah dan
atas yang bergagang besar jumlah lembar setiap unting
lebih sedikit dibanding daun bawah. Untuk memudahkan
pekerjaan para tenaga sortir, didepannya dipasang alat
90

pembantu (Gambar a5) untuk pemisah tumpukan krosok


masing-masing mutu. Pekerjaan sortasi hanya dapat
dikerjakan oleh orang yang mempunyai ketekunan dan
tidak

buta

warna.

Pekerjaan

ini

didalam

sistem

kemitraan diajarkan kepada petani, terutama para


pekerja wanita, agar petani mitra dapat menyiapkan
krosok dalam keadaan sudah di sortasi dan di bal pada
saat penjualan di gudang-gudang perusahaan mitra.
Dengan demikian petani mitra dapat melaksanakan
secara penuh program agribisnis yaitu sebagai produsen
atau penanam tembakau, pengolah atau pengoven dan
distribusi atau pemasaran.

Gambar a5. Sortasi dan alat pembantu sortasi

91

5. 2. Pengebalan
Hasil krosok pada masing-masing nomor sortasi
setelah dipilah dan diunting selanjutnya di bal dengan
berat dan ukuran tertentu. Pengebalan adalah memampatkan krosok pada ukuran tertentu dan berat tertentu
menggunakan alat press yang selanjutnya dibungkus
dengan tikar glangse. Ukuran dan berat bal lebih banyak
mengikuti ketentuan dalam perdagangan. Perusahaan
mitra sebagai calon pembeli akan menetapkan ukuran
dan berat bal. Umumnya setiap bal mempunyai panjang
70cm, lebar 40 cm dan berat 40-80 kg. Krosok yang
berasal dari daun lebih bawah atau daun mutu lebih
rendah umumnya hanya mempunyai berat 40-50 kg tiap
bal. Posisi daun makin keatas atau krosok makin baik,
berat setiap balnya akan makin besar dan umumnya
mempunyai berat 70-90 kg tiap bal.
Cara pengebalan dimulai dengan mengatur daun
tembakau yang telah diunting didalam kotak alat pres
(Gambar a6). Selanjutnya gagang pres diputar kekanan
sehingga papan pres menekan kebawah, sampai ukuran
yang diperlukan diperoleh. Jika ukuran yang diinginkan
belum
kembali

diperoleh,
dengan

pekerjaan

pengepresan

menambahkan
92

atau

diulang

mengurangi

untingan krosok yang sudah diatur didalam kotak. Pada


pengebalan terakhir jika jumlah krosok tidak memenuhi
berat yang diinginkan, ukuran bal boleh lebih kecil dari
yang seharusnya.
Pada saat ini telah berkembang cara pengebalan tanpa
dibungkus (open-bill). Nampaknya cara ini terkait usaha
penyederhanaan

penangangan

krosok,

khususnya

menjelang penetapan mutu (grading) dalam transaksi


penjualan dan proses lanjutan dalam pengeringan ulang
(redrying), penghilangan gagang (threshing) dan lainlain.

Gambar a6. Cara pengebalan


Pada transaksi digudang pembelian bal krosok harus
dibuka bungkusnya, kemudian diperiksa lapis demi lapis
oleh grader.
93

Gambar a7. Bal tertutup tikar glangse dan terbuka


(open-bill)
Hal ini dimaksudkan agar penetapan mutu krosok lebih
saksama. Namun demikian, penyiapan dalam bentuk bal
terbuka,

terdapat

beberapa

kelemahan

disamping

beberapa keuntungan tersebut. Pada Gambar a7


disampaikan bentuk bal tertutup dan bal terbuka dalam
transaksi di gudang pembelian

94

Daftar Pustaka
Lucas, G. B. 1975. Disease of tobacco. Third edition
Biology Consortium Association, Raleygh, North
Carolina State University. 621p.
Tirtosastro, S.

1985. Pengolahan tembakau rajangan

sun-cured. Lembaga Penelitian Tanaman Industri


Cabang Wilayah II Malang.
Tirtosastro, S. 1998. Sortasi dan grading tembakau
virginia. Monograf Balittas No. 3. Balai Penelitian
Tembakau dan Tanaman Serat Malang. Balai
Penelitian

Tembakau

dan

Tanaman

Serat

Malang.
Tirtosastro

1983.

tembakau

Penyelesaian
virgnia

yang

fase
telah

penguningan
mengalami

pemeraman. Thesis S2. Fakultas Teknologi


Pertanian, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.
Tirtosastro, S., Gatot Kartono
Pengelolaan

dan Suharto. 2004.

tembakau

pengembangan

baru

Kerjasama Penelitian
Pengembangan

95

di

daerah

Kabupaten

Blitar.

Badan penelitian dan

pertanian

Arifnusa.

virginia

dan

PT.

Sadana

Anda mungkin juga menyukai