Anda di halaman 1dari 40

KASUS

IDENTITAS PASIEN:
Nama

: Bpk. I

Tgl Lahir/Umur

: 23-10-1969 / 45 Tahun

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Makassar

Status Perkawinan

: Kawin

No. RM

: 72 67 48

Hari/tgl masuk

: Senin / 21-09-2015

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA: Luka pada kaki kiri
ANAMNESIS TERPIMPIN:
Pasien laki-laki usia 45 tahun masuk rumah sakit dengan luka pada kaki
kiri sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien hanya
mengalami luka lecet namun membengkak dan menyebar dari daerah kelingking
ke permukaan atas kaki. Nyeri ada, panas ada, bengkak ada, kemerahan ada,
nanah ada. Demam ada, riwayat demam ada kadang dikeluhkan sejak pasien
terluka. Demam tidak terlalu tinggi, perlangsungan hilang timbul, turun
dengan pemberian paracetamol, menggigil tidak ada, nyeri kepala tidak ada.
Pusing tidak ada, Riwayat sering pusing ada sejak 4 bulan terakhir. Batuk tidak
ada, sesak tidak ada. Mual muntah tidak ada. Nyeri dada tidak ada, riwayat sesak
dan nyeri dada sebelumnya tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada, riwayat nyeri ulu
hati tidak ada. Nafsu makan biasa, pasien sering merasa lapar meski baru makan
beberapa jam yang lalu, pasien sering merasa lemah dan merasa cepat haus.

Penurunan BB 10 kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh sering kram,


gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan,
Pasien juga mengaku sering mengalami luka-luka kecil di kaki tanpa disadari
(tidak terasa). Riwayat DM ada sejak tahun 1999 namun tidak pernah beobat
secara teratur. Riwayat Hipertensi disangkal.
Buang Air Besar: frekuensi normal, konsistensi biasa, warna kuning
Buang Air Kecil: frekuensi sering, kesan lancar, warna kuning

PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan Umum: Sakit Sedang/ Gizi Cukup/ Compos Mentis
Tekanan Darah: 140/80 mmHg

Nadi

Pernapasan

Suhu : 36,9 C

: 20 kali/ menit

: 89 kali/ menit

: 28,13 kg/m2

Tinggi Badan : 160 cm

IMT

Berat Badan

Status Gizi: Obesitas

: 72 kg

Kepala:
Deformitas

: Tidak ada

Simetris muka : Simetris kiri sama dengan kanan


Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Ukuran

: Normocephal

Bentuk

: Mesocephal

Mata:
Eksoftalmus

: Tidak ada

Konjungtiva

: Anemis (-)

Kornea

: Jernih, Refleks kornea (+)

Enoptalmus

: Tidak ada

Sklera

: Ikterus (-)

Pupil

: Isokor 2.5 mm/2.5 mm

Gerakan

: Normal, ke segala arah

Kelopak mata : Ptosis (-), edema (-)


Telinga:
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea

: Tidak ada

Hidung:
Epistaksis

: Tidak ada

Rhinorrhea

: Tidak ada

Mulut:
Bibir : Kering (-)

Lidah : Kotor (-)

Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis

Faring : Tidak Hiperemis

Leher:
KGB : Tidak ada pembesaran

DVS

Kelenjar Gondok: Tidak ada pembesaran

: R+1 cmH2O
Kaku kuduk

: Tidak Ada

Dada:
Bentuk

: Simetris kiri sama dengan kanan

Payudara

: Tidak ada kelainan

Sela iga

: Simetris kiri sama dengan kanan

Pulmo:
Inspeksi

: Pergerakan simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi

: Vocal Fremitus kiri sama dengan kanan


Nyeri tekan tidak ada

Perkusis

: Paru kiri : sonor


Paru kanan : sonor
Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X

Auskultasi

: Bunyi Pernapasan
Bunyi Tambahan

: Vesikuler
: Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Thrill tidak teraba

Perkusi

: Batas atas ICS III sinistra


Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Aukultasi

: BJ I/II murni reguler


Bising jantung (-)

Abdomen:
Inspeksi

: datar, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi

: Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Ginjal Ballotement (-)

Perkusi

: Timpani (+)

Alat Kelamin :
Tidak ada kelainan
Punggung :

Inspeksi

: simetris kiri sama dengan kanan

Palpasi

: massa tumor (-), vocal fremitus kiri sama dengan kanan

Nyeri ketok

: tidak ada

Auskultasi

: sonor

Gerakan

: simetris kiri sama dengan kanan

Ekstremitas:
Status lokalis regio pedis sinistra:
Tampak ulkus dengan diameter 2 cm, pus ada, hematom ada, nyeri ada, suhu
lebih hangat dari daerah sekitar, sensibilitas hipostesi, arteri dorsalis pedis dan
tibialis posterior teraba, CRT< 2 detik. Edema pretibial dextra ada, tofus tidak ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG:
Laboratorium:
WBC

: 23,5 x 103 /ul

HGB

: 12,3 gr/dl

PLT

: 277 x 103 /ul

NEUTROFIL

: 74,8 %

GDP

: 177 mg/dL

GDS

: 374 mg/dL

Ureum

: 51 mg/dL

Kreatinin

: 0,89 mg/dL

SGOT

: 22

SGPT

: 23

Albumin

: 3,1

Na/K/Cl

: 124/3,9/119

HbSag

: non reaktif

Anti-HCV

: non reaktif

Foto pedis sinistra AP/Oblique :


- Gas gangrene pada dorsum pedis sinistra
- Osteomyelitis kronik plantar pedis sinistra
- Tendinitis dan fasciitis plantar pedis sinistra

FOLLOW UP:
Tanggal

S (Subjective) O (Objective) A

Instruksi Dokter

(Assessment) P (Planning)
22/09/2015

Perawatan Hari ke-1 :


Daftar Masalah :
Kaki

Diabetik

Wagner

Sinistra

III Rawat luka per hari


R/ Ciprofloxacin 0,2 gr/12
jam/IV

Subjektif:

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV

Nyeri di kaki kiri, tidak demam

Ceftazidime 1 gr/12 jam/IV


Novalgin 1 amp/IV

Objektif:

Planning:

Ulkus dorsum pedis, terlihat otot dan Foto pedis sinistra


tenson, pus ada, tidak ada darah
Assesment:
Diabetic foot wagner III Sinistra
R/ Diet DM 1700 kkal
DM tipe 2 Obese

Levemir 0-0-12 IU/SC


Novorapid 6-6-6 IU/SC

Subjektif:

Planning :

Riwayat Diabetes Mellitus ada sejak GDS premeal P,S,M


16 tahun yang lalu tidak berobat GDP, GD2PP, HbA1c

teratur

Profil Lipid

Objektif:
GDS: 216 gr/dl
Assesment:
DM tipe 2 Obese
R/ Infus NaCl 0,9 % 20 tetes
3. Hiponatremia

per menit

Subjektif :
Lemas
Objektif :
Na : 124
Assesment:
Hiponatremia
23/09/2015

Perawatan Hari ke-2 :


Daftar Masalah :
Kaki

diabetic

Wagner

III Rawat luka per hari

Sinistra

R/ Ciprofloxacin 0,2 gr/12


jam/IV

Subjektif:

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV

Nyeri di kaki kiri, tidak demam

Ceftazidime 1 gr/12 jam/IV


Novalgin 1 amp/8 jam/IV

Objektif:

Kontrol gula darah

Ulkus dorsum pedis, terlihat otot dan


tenson, pus ada, tidak ada darah
WBC : 23,500 ul
Foto pedis sinistra :
- Gas gangrene pada dorsum pedis
sinistra
- Osteomyelitis kronik plantar pedis
sinistra

- Tendinitis dan fasciitis plantar pedis


sinistra
Assesment:
Diabetic foot wagner III Sinistra
DM tipe 2 Obese

R/ Infus Ringer Laktat 20 tpm


Diet DM 1700 kkal

Subjektif:
Nafsu makan baik

Levemir 0-0-16 IU/SC


Novorapid 10-10-10 IU/SC

Riwayat Diabetes Mellitus ada sejak Tunggu hasil :


16 tahun yang lalu.

GDS premeal P,S,M

Objektif:

GDP, GD2PP, HbA1c

GDS:

Profil Lipid

P 227 gr/dl
S 314 gr/dl
M 312 gr/dl
Assesment:
Diabetes Mellitus Tipe 2 Obese
3. Hiponatremia

R/ IVFD NaCl 0,9% 20 tetes

Subjektif :

per menit

Lemas

Perbaiki lewat asupan

Objektif :

makanan

Na : 124
Assesment:
Hiponatremia

24/09/2015

Perawatan Hari ke-3 :


Kaki Diabetik Wagner III Sinistra

Rawat luka per hari


R/ Ciprofloxacin 0,2 gr/12

Subjektif:

jam/IV

Nyeri di kaki kiri hilang timbul, tidak Metronidazole 0,5 gr/8 jam/IV
demam

Ceftazidime 1 gr/12 jam/IV


Novalgin 1 amp/8 jam/IV

Objektif:

Kontrol gula darah

Ulkus dorsum pedis, terlihat otot dan


tenson, pus ada, tidak ada darah
WBC : 23,500 ul
Foto pedis sinistra :
- Gas gangrene pada dorsum pedis
sinistra
- Osteomyelitis kronik plantar pedis
sinistra
- Tendinitis dan fasciitis plantar pedis
sinistra
Assesment:
Diabetic foot wagner III
2.

DM tipe 2 Obese
R/ Diet DM 1700 kkal
Subjektif:
Nafsu makan baik

Levemir 0-0-16 IU/SC


Novorapid 10-10-10 IU/SC

Riwayat Diabetes Mellitus ada sejak GDS premeal P.S.M


16 tahun yang lalu.
Objektif:
GDS:
P 153 gr/dl
S 193 gr/dl
M 222 gr/dl
HbA1c : 9,7
9

GDP : 177
GS2PP : 233
Assesment:
Diabetes Mellitus Tipe 2 Obese
Hiponatremia

R/ IVFD NaCl 0,9% 20 tetes

Subjektif :

per menit

Lemas

Perbaiki

Objektif :

makanan

lewat

asupan

Na : 124
Assesment:
Hiponatremia

RESUME:.
Pasien laki-laki usia 45 tahun masuk rumah sakit dengan luka pada kaki
kiri sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien hanya
mengalami luka lecet namun membengkak dan menyebar dari daerah kelingking
ke permukaan atas kaki. Nyeri ada, panas ada, bengkak ada, kemerahan ada,
nanah ada. Demam ada, riwayat demam ada kadang dikeluhkan sejak pasien
terluka. Demam tidak terlalu tinggi, perlangsungan hilang timbul, turun
dengan pemberian paracetamol, menggigil tidak ada, nyeri kepala tidak ada.
Pusing tidak ada, Riwayat sering pusing ada sejak 4 bulan terakhir. Batuk tidak
ada, sesak tidak ada. Mual muntah tidak ada. Nyeri dada tidak ada, riwayat sesak
dan nyeri dada sebelumnya tidak ada. Nyeri ulu hati tidak ada, riwayat nyeri ulu
hati tidak ada. Nafsu makan biasa, pasien sering merasa lapar meski baru makan
beberapa jam yang lalu, pasien sering merasa lemah dan merasa cepat haus.
Penurunan BB 10 kg dalam 1 bulan terakhir. Pasien mengeluh sering kram,
gatal, kebas, dan merasa panas pada kedua kaki dan ujung-ujung jari tangan,
Pasien juga mengaku sering mengalami luka-luka kecil di kaki tanpa disadari

10

(tidak terasa). Riwayat DM ada sejak tahun 1999 namun tidak pernah beobat
secara teratur. Riwayat Hipertensi disangkal.Buang Air Besar: frekuensi normal,
konsistensi biasa, warna kuning
Buang Air Kecil: kesan lancar, warna kuning
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Diabetes Mellitus Tipe 2
- Hipertensi
Pada pemeriksaan laboratorium GDS 374 gr/dl dan GDP 177 gr/dl, yang
menunjukkan hiperglikemia. Ada juga peningkatan nilai leukosit yaitu 23,500 ul
yang menandakan adanya infeksi. Pada pemeriksaan ekstremitas pedis sinistra
tampak luka, pus ada, kemerahan ada, perdarahan tidak ada.
Hasil Foto pedis sinistra AP/Oblique :
- Gas gangrene pada dorsum pedis sinistra
- Osteomyelitis kronik plantar pedis sinistra
- Tendinitis dan fasciitis plantar pedis sinistra
ASSESSMENT:
1

Kaki diabetik Wagner III sinistra

Diabetes Mellitus tipe 2

Hiponatremia
PLANNING:
Pengobatan:
1.

Kaki Diabetik Wagner III Sinistra


1.
IVFD Nacl 20 tetes per menit
2.
Rawat luka per hari
3.
Ciprofloxacin 0,2 gr /12 jam/ Intravena

11

4.
5.
6.
7.
2.

Metronidazole 0,5 gr/8 jam/ Intravena


Ceftazidime 1 gr/12 jam/ Intravena
Novalgin 1 amp/Intravena
Foto pedis sinistra

Diabetes Mellitus Tipe 2 Obese


1.
Rehidrasi Ringer Laktat
2.

Diet DM 1700 kkal

3.

Insulin : Novorapid 6-6-6 IU/SC


Levemir 0-0-12 IU/SC

4.

Periksa GDP, GD2PP, HbA1c, Profil Lipid, GDS pre meal pagi
siang malam.

3.

Hiponatremia
1.
Rehidrasi NaCl 0,9%
2.
Perbaiki lewat asupan makanan

PROGNOSIS:
Quo ad Functionam

: Dubia ad Malam

Quo ad Sanationam

: Dubia ad Malam

Quo ad Vitam

: Dubia ad Bonam

DISKUSI

12

Pasien didiagnosis dengan Diabetes Melitus (DM) Tipe 2 Obese, Kaki Diabetik
Wagner III Sinistra dan Hiponatremia.
Pada anamnesis ditemukan riwayat DM sejak 19 tahun yang lalu, berobat
tidak teratur dengan terapi Obat Hiperglikemia Oral (OHO). Selain itu pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar GDP dan GDS.
Diabetes Melitus tipe 2 didefinisikan sebagai suatu gangguan metabolisme
kronis dengan multietiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah
disertai gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein yang terjadi karena
resistensi insulin dimana sel-sel tubuh tidak memberikan respon terhadap insulin
atau karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas akibat disfungsi sel
pankreas1
Etiologi DM tipe 2 merupakan multi faktor yang belum sepenuhnya
diketahui dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkunganyang berperan
menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan
rendah serat, serta kurang aktivitas fisik.
Komplikasi Diabetes Melitus Tipe 2 terbagi menjadi dua, yaitu komplikasi
akut dan kronik. Komplikasi akut meliputi Ketoasidosis Diabetik, Hiperosmolar
non Ketotik, Hipoglikemia. Adapun komplikasi kronik terbagi menjadi dua yaitu
makroangiopati ( Penyakit Jantung Koroner, Penyakit PembuluhDarah Perifer,
dan Penyakit Serebrovaskuler) dan mikroangiopati (Retinopati Diabetik dan
Nefropati Diabetik).
Secara global, dari sisi ekonomi, DM menelan biaya sebesar 11,6% dari
anggaran kesehatan di seluruh dunia, atau mencapai 376 USD pada tahun 2010.
Sebagian besar biaya tersebut diakibatkan oleh pengobatan jangka panjang dari
komplikasi DM. dari data PT ASKES tahun 2011, untuk satu pasien DM tanpa
komplikasi, biaya yang diperlukan sebear 40 USD per tahun. Akan tetapi, satu
pasien DM dengan komplikasi akan menghabiskan 900 USD per tahun.2
Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan pasien DM tipe 2 yang mengalami
komplikasi memiliki risiko 11 kali lebih besar memiliki kualitas hidup yang lebih
rendah (tidak puas) daripada yang tidak mengalami komplikasi.3
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit kronis dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014, 9%

13

usia 18 tahun ke atas di dunia menderita Diabetes Melitus tipe 2. Pada tahun 2012,
Diabetes Melitus merupakan penyebab dari 1,5 juta kematian di seluruh dunia.
Lebih dari 80% kematian akibat Diabetes Melitus terjadi di negara berpendapatan
menengah ke bawah.13 Indonesia menduduki rangking keempat jumlah
penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 terjadi peningkatan angka prevalensi
Diabetes Melitus dari 1,1 persen tahun 2007 menjadi 2,1 persen tahun 2013.8
Adapun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penyandang
diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola
pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang
diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen
di rural.9
KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

DM TIPE LAIN :
1:
DM TIPE 2 :
DM GESTASIONAL
1. Defek genetik fungsi sel beta :
insulinDefisiensi
absolut akibat
insulin
destuksi
relatif : sel beta, karena:
diabetes of the young
un
1. defek sekresi insulin lebih dominan daripada Maturity
resistensionset
insulin.
Mutasi
mitokondria
k
2. resistensi insulin lebih dominan daripada defek
sekresi
insulin.DNA 3243 dan lain-lain
2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis
Pankreatektomy
3.Endokrinopati : akromegali, cushing, hipertiroidisme
4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme
5.Akibat virus: CMV, Rubella
6.Imunologi: antibodi anti insulin
7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Konsentrasi glukosa


darah diusahakan agara selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai
faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka, dalam hal
ini diperlukan pengendalian kondisi Diabetes Melitus pada pasien kaki diabetik.

14

Terdapat empat pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus, antara lain :15


1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihanjasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosadarah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologisdengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin. Padakeadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara
tunggal

ataulangsung

kombinasi,

sesuai

indikasi.

Dalam

keadaan

dekompensasimetabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badanyang


menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segeradiberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejalahipoglikemia dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien,sedangkan pemantauan kadar glukosa
darah dapat dilakukan secaramandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandangdiabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaandiabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatansecara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugaskesehatan yang lain dan pasien itu
sendiri).Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuaidengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.Prinsip pengaturan makan pada
penyandang diabetes hampir samadengan anjuran makan untuk masyarakat umum
yaitu makananyang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankanpentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis danjumlah makanan, terutama

15

pada mereka yang menggunakan obatpenurun glukosa darah atau insulin. Nutrisi
yang baik jelas membantu kesembuhan luka.
Komposisi makanan yang dianjurkan pada penderita Diabetes Melitus terdiri dari:
Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupanenergi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandangdiabetes dapat makan


sama dengan makanan keluarga yanglain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,asal tidak melebihi


batas aman konsumsi harian (AcceptedDaily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidratdalam sehari.


Kalau diperlukan dapat diberikan makananselingan buah atau makanan lain sebagai
bagian dari kebutuhankalori sehari.
Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidakdiperkenankan


melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidakjenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyakmengandung lemak jenuh
dan lemak trans antara lain : dagingberlemak dan susu penuh (whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.


Protein

Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi,dll), daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendahlemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupanprotein menjadi 0,8 g/kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhanenergi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.

16

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes samadengan anjuran untuk


masyarakat umum yaitu tidak lebihdari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok
teh) garamdapur.

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400mg garam dapur.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natriumnitrit.
Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetesdianjurkan mengonsumsi


cukup serat dari kacang-kacangan,buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat,karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lainyang baik
untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000 kkal/hari.


Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanistak bergizi.


Termasuk pemanis bergizi adalah gula alcohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,sorbitol dan xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkankandungan kalorinya


sebagai bagian dari kebutuhan kalorisehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandangdiabetes karena efek


samping pada lemak darah.

Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfamepotassium, sukralose,


neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman(Accepted Daily


Intake / ADI)
Kebutuhan kalori
Ada

beberapa

dibutuhkanpenyandang

cara

untuk

diabetes.

menentukan
Di

jumlah

antaranya

kalori

adalah

yang
dengan

memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB


ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jeniskelamin,

17

umur, aktivitas, berat badan, dll.Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm, rumus
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus :< BBI - 10 %
Gemuk :> BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang <18,5BB Normal 18,5-22,BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9Obes I 25,0-29,9Obes II >30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BB.

Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60s/d 69 tahun dan dikurangi
20%, di atas 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan


kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitasfisik.
Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan padakedaaan istirahat,
20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30%dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepadatingkat kegemukan.
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhanuntuk meningkatkan

18

BB.Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikanpaling sedikit
1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 -1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagidalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore
(25%)serta

2-3

porsi

makanan

ringan

(10-15%)

di

antaranya.

Untuk

meningkatkankepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai


dengankebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain,
polapengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Di klinis, untuk mudahnya diet DM diberikan dalam batasan sebagai berikut.
1.

Pasien kurus : 2300-2500 kkal/hari

2.

Pasien normal : 1700-2100 kkal/hari

3.

Pasien gemuk : 1300 1500 kkal/hari


Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur(3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satupilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalankaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran jugadapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmaniyang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti:jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmanisebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.Untuk
mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisaditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapatdikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

1.

Obat hipoglikemik oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
B. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,Tiazolidindion
C. penghambat glukoneogenesis (metformin)

19

D. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.


A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh
sel beta pankreas, dan merupakanpilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normaldan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasiendengan berat badan
lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan padaberbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjaldan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidakdianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obatyaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid(derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepatmelalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion

(rosiglitazon

dan

pioglitazon)

berikatan

pada

PeroxisomeProliferator Activated Receptor Gamma(PPAR-), suatu reseptor inti


di sel otot dan sel lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensiinsulin

dengan

meningkatkan

jumlah

protein

pengangkutglukosa,

sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.


Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagaljantung klas IIV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan juga pada gangguan faal
hati. Pada pasien yangmenggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauanfaal
hati secara berkala.

C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin

20

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksiglukosa hati


(glukoneogenesis), di samping juga memperbaikiambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandangdiabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada
pasiendengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL)dan hati, serta
pasien-pasien dengan kecenderunganhipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,

sepsis,renjatan,

gagal

jantung).

Metformin

dapat

memberikan

efeksamping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapatdiberikan pada saat


atau sesudah makan.
D. Penghambat Glukosidase Alfa
Acarbose
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosadi usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkankadar glukosa darah sesudah makan.
Acarbose tidakmenimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan


perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Intervensi Farmakologis

21

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darahbelum


tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Pada pasien ini diberikan penanganan DM dengan memperhatikan empat
pilar, yakni edukasi, terapi gizi medis dengan diet DM 1700 kkal, latihan jasmani,
dan pemberian insulin subkutan. Insulin basal dan prandial diberikan sebagai
terapi intensif untuk mengontrol gula darah dan disebabkan kadar gula darah tetap
tinggi setelah pemberian obat antidiabetic oral. Temuan-temuan ini menunjukkan
pasien menderita DM yang tidak terkontrol meskipun dengan terapi OHO dan
menunjang diagnosis kaki diabetik.
Adapun pemeriksaan lebih lanjut didapatkan rasa kram, gatal dan kebas
pada ujung-ujung jari tangan dan kaki membuktikan bahwa pasien ini telah
mengalami berbagai komplikasi DM, baik makrovaskular maupun mikrovaskular.
Pasien berusia 45 tahun dan memiliki IMT 28,13 kg/m 2 (obese I). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Tn. D menderita suatu sindrom metabolik. Oleh
karena itu pasien didiagnosa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 Obese.
Peningkatan nilai leukosit dan dari pemeriksaan fisis menunjukkan adanya
luka yg sukar sembuh pada kaki menandakan adanya infeksi berat pada pasien ini
merupakan indikasi untuk pemberian terapi insulin intensif. Agar target glikemik
tercapai, dilakukan pemeriksaan kontrol gula darah preprandial dan gula darah
puasa setiap hari selama perawatan. Dosis insulin baik insulin basal maupun
insulin prandial dapat ditingkatkan bertahap setiap hari selama target gula darah
yang terkontrol belum tercapai.
Selama perawatan, harus tetap dilakukan evaluasi berkala fungsi hati,
fungsi ginjal, dan status elektrolit. Ini bermanfaat untuk mendeteksi ada tidaknya
efek samping obat, komplikasi akibat infeksi, maupun komplikasi akibat
hiperglikemia.
Status lokalis Regio Pedis tampak ulkus dengan diameter 2 cm, pus ada,
hematom ada, nyeri ada, suhu lebih hangat dari daerah sekitar, sensibilitas
hipostesi, arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior teraba, CRT< 2 detik. Edema
pretibial dextra ada, tofus tidak ada.

22

Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya


amputasi non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita
DM dibandingkan dengan non-DM.4Kasus ulkus dan gangren diabetik merupakan
kasus yang paling banyak dirawat di rumah sakit. Lebih dari 15% penderita DM
yang dirawat merupakan penderita komplikasi kaki diabetik5
Istilah Kaki Diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus
sampai gangren yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus. 6Kaki diabetik
merupakan hasil interaksi beberapa patomekanisme, antara lain gangguan saraf
perifer (neuropati), gangguan pembuluh darah perifer (vaskulopati), gangguan
biomekanik kaki, dan gangguan penyembuhan luka. Gangguan pada pembuluh
darah dan saraf perifer menyebabkan ulserasi yang berujung pada amputasi. Kaki
diabetik merupakan salah satu komplikasi tersering Diabetes Melitus, khususnya
dialami oleh penderita Diabetes Melitus dengan kebiasaan jarang mengenakan
alas kaki.7
Sekitar

52%

Diabetes

Melitus

mengalami

progresifitas

menjadi

komplikasi kronik, dengan 33,4% komplikasi makrovaskular dan 34,7%


komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi kardiovaskular
sebanyak 30,1%, serebrovaskular 6,8%, neuropati 17,8%, dan nefropati 10,7%. 10
Komplikasi vaskulopati (mikrovaskular dan mikrovaskular) dan neuropati pada
penderita Diabetes Melitus dapat mengakibatkan trauma ringan berkembang
menjadi ulkus. Lebih dari 15% penderita DM yang dirawat merupakan penderita
komplikasi ulkus diabetik.
Data di Ruang Perawatan Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo tahun
2007 menunjukan, dari 111 pasien diabetes yang dirawat dengan masalah kaki
diabetik, angka amputasi mencapai 35%, terdiri atas 30% amputasi mayor dan
70% amputasi minor. Jumlah angka kematian akibat amputasi tersebut sekitar
15%. Sayangnya, data 2010-2011 justru memperlihatkan peningkatan angka
amputasi menjadi 54%. Sebagian besar merupakan amputasi minor, yakni bagian
bawah pergelangan kaki sebanyak 64,7%, dan amputasi mayor sejumlah 35,3%.

23

Berdasarkan data berbagai penelitian, angka amputasi pada penderita


Diabetes Melitus 15 kali lebih besar dibanding orang yang tidak menderita
Diabetes Mellitus. Angka kematian atau mortalitas pasca mayor amputasi dari
1.000 pasien diabetes per tahun mencapai 273,9%, sedangkan orang yang tidak
terjangkit diabetes sekitar 36,4%. Selain itu, Angka kematian atau mortalitas pasca
minor amputasi dari 1.000 pasien diabetes per tahun sejumlah 113,4%, lebih
banyak dari mereka yang tidak mengidap diabetes sebesar 36,4%.9
Terbentuknya ulkus pada kaki diabetik merupakan akibat dari neuropati
perifer dan vaskulopati perifer.11
A. Neuropati Perifer
Kondisi hiperglikemia memicu peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase
dan sorbitol dehydrogenase, dimana kedua enzim ini kemudian mengonversi
glukosa intraselular menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi kedua produk ini
berakibat pada penurunan sintesis myoinositol sel saraf, suatu prekursor sintesis
fosfatidilinositol untuk modulasi Na-K-ATPase yang mengatur konduksi saraf.
Penimbunan sorbitol dan penurunan mioinositol menyebabkan gangguan pada sel
schwann dan akson. Proses ini menyebabkan demielinisasi dan degenerasi akson.
Selain itu, konversi glukosa menjadi sorbitol menyebabkan penurunan simpanan
nikotinamid adenine dinucleotida fosfat, yang berperan dalam proses detoksifikasi
oksigen radikal bebas dan sintesis vasodilator oksida nitrit, sehingga
menyebabkan peningkatan stress oksidatif pada sel saraf dan vasonkonstriksi yang
berujung pada iskemia, kerusakan, hingga kematian sel.
Kondisi hiperglikemia juga mengakibatkan peningkatan sintesis protein kinase
C dan pengikatan gugus amino protein sel saraf oleh glukosa yang disebut proses
glikasi yang menghasilkan AGE (Advanced Glycation End Product). AGE dan
Protein Kinase C, secara sinergis memicu agregasi trombosit dan vasokonstriksi,
sehingga berakibat disfungsi saraf dan iskemia.
Neuropati pada pasien Diabetes Melitus bermanifestasi pada gangguan saraf
motorik, sensorik, dan otonom. Gangguan pada persarafan motorik otot intrinsik

24

kaki menyebabkan ketidakseimbangan antara gerakan fleksi dan ekstensi yang


kemudian

menyebabkan

deformitas

pada

kaki.

Deformitas

tersebut

mengakibatkan perubahan pada tulang dan titik tumpu kaki yang meningkatkan
risiko terjadinya luka. Gangguan persarafan otonom berdampak pada gangguan
fungsi kelenjar minyak dan keringat, sehingga menyebabkan kulit kering dan
mudah terkena infeksi. Gangguan persarafan sensorik menyebabkan hilangnya
sensasi perabaan dan nyeri pada kaki sehingga meningkatkan risiko terpapar
trauma dan berakibat munculnya luka yang tidak diperhatikan.
Trauma
MOTORIK

SENSORIK

OTONOM

Kelemahan/
Hilang
atrofi
dari sensasi untuk perlindungan
Anhidrosis kulit kering

MAKROVASKULAR
Penebalan struktur kapiler

Deformitas
Stress berlebihan

Tonus simpatik menurun

Aliran darah menurun

Tekanan plantar meningkat


Charcot

Iskemia

Deformitas struktur

ULKUS KAKI DIABETIK

Gambar 1. Patomekanisme terjadinya ulkus diabetik.


B. Vaskulopati Perifer
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan salah satu faktor yang
berkontribusi pada perkembangan ulkus diabetik dan biasanya mengenai arteri
peroneal dan tibial. Kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan vasodilator

25

endotel dan peningkatan tromboksan A2 ( agonis agregasi platelet dan


vasokonstriktor) yang mengakibatkan mudahnya terjadi vasokonstriksi dan
hiperkoagulabilitas vascular. Selain itu, terjadi perubahan matriks ekstraseluler
pembuluh darah yang dapat menimbulkan stenosis lumen pembuluh darah.
Apalagi ditambah dengan factor risiko yang telah ada seperti kebiasaan merokok,
hipertensi, dan dislipidemia, maka dapat berakibat iskemia ekstremitas bawah dan
peningkatan risiko ulserasi pada pasien Diabetes Melitus.
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori,
yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia, dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki
diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat
neuroiskemia dan murni akibat iskemia.
Tabel 1. Perbedaan Ulkus neuropati dan Vaskular
Pemeriksaan
Kulit
Pulsus
dorsalis

di

Neuropati
Vaskular
Kulit hangat, kering, warna Kulit dingin, sianotik, h
tungkai
pedis,

kulit normal
(arteri Teraba normal

(gangren)
Tidak teraba atau te

tibialis

lemah

posterior)
Refleks ankle
Sensitivitas local
Deformitas kaki

Reflex menurun/tak ada


Menurun
Clawed toe

Normal
Norma l
Biasanya tidak ada

Otot kaki atrofi


Lokalisasi ulkus
Karakter ulkus

Calus
Sisi plantar kaki
Jari kaki
Luka punched out di area yang Nyeri, dengan area nekro

Ankle Brachial Index (ABI)

mengalami hiperkeratotik
Normal (>1)

Transcutaneus oxygen tension Normal (>40 mmHg)

<0,7-0,9 (iskemia ringan


<0,4 (iskemia berat)
<0,4 mmHg

(TcPO2)

I.

PENILAIAN ULKUS KAKI DIABETIK

26

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting


karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian ulkus dimulai dengan
anamnesis dan pemeriksaanfisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitas
seharian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus,deformitas kaki, keluhan
neuropati, nyeri tungkai saatberaktivitas, durasi menderita DM, penyakit
komorbid,kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedangdikonsumsi,
riwayat menderita ulkus/amputasisebelumnya. Pemeriksaan fisik diarahkan
untukmendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan adatidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangiterjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler

perifer,trauma

melakukanpemeriksaan

atau

deformitas),

neuromuskular

untuk

klasifikasi
menentukan

ulkus

dan

ada/tidaknya

deformitas.12
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran,kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatarbelakngi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasibiasanya di plantar, lesi sering berupa
punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin
dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi,
dasar, ada/tidak pus, eksudat,edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan
bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus,
mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi.2 Berdasarkan penelitian
Reiber,lokasi ulkus tersering adalah di permukaan jari dorsal dan plantar (52%),
daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum (11%).
Tabel 2. Penilaian ulkus diabetik
Variabel
Pemeriksaan dermatologi

Penjelasan
Keadaan kulit
Keadaan

ulkus,

gangrene,

infeksi

kedalaman, lokasi, tepi, eksudat


Ada tidaknya fisura dan kalus

27

ukuran,

Etiologi ulkus

Neuropatik
Iskemik

Pemeriksaan neuromuscular

Neuroiskemik
Deformitas structural
Hammertoe, bunion
Deformitas charcot
Hallux valgus/rigiditas
Riwayat amputasi sebelumnya
Keterbatasan gerak sendi
Gangguan berjalan
Keadaan otot
Atrofi
Foot drop

Ada

tidaknya

Osteomielitis

Kontraktur
infeksi Eritema, edema, bau, pus
Kultur dan sensitivitas pus
Curigai bila ulkus besar dan dalam
Ui probe to bone
Foto radiologi tulang
Kultur dan sensitivitas tulang

Derajat Infeksi

CT scan/MRI
Infeksi ringan : dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi
(pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada
perabaan dan indurasi), luas selulitis/eritema <2 cm
sekitar ulkus, dan infeksi terbatas di kulit/jaringan
subkutan superficial, tidak dijumpai komplikasi
local/sistemik.
Infeksi sedang : criteria infeksi ringan + keadaan
sistemik dan metabolic stabil, ditambah dengan
adanya >1 keadaan (selulitis >2 cm sekitar ulkus,
abses di jaringan dalam, kebocoran sistem limfatika,
gangrene, dengan melibatkan jaringan otot, tulang,

28

dan tendon)
Infeksi berat : pasien mengalami infeksi dengan
gangguan sistemik atau metabolic yang tidak stabil
(demam, takikardi, hipotensi, bingung, muntah,
Pemeriksaan vascular

lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia)


Pemeriksaaan fisik :
Palpasi(a.femoralis/popliteal./dorsalis/pedis/tib
posterior)
Kulit (sianotik, eritema, dingin)
Transcutaneus oxygen tension (TcPO2)
Pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI)
USG colour Doppler

Pemeriksaan neurologi

Angiografi
Persepsi vibrasi (garpu tala 128 cps)
Tes monofilament Semmes-Weinstein
Pemeriksaan reflex tendon patella/Achilles
Klasifikasi wagner (dijelaskan berikutnya)

Klasifikasi ulkus

Adanya tanda inflamasi berupa edema, merah pada kulit luka, serta ulkus yang
berbau sehingga dicurigai mengalami infeksi. Infeksi pada kaki diabetik harus
dievaluasi.
II.

KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan untuk mendeskripsikan
derajat ulkus. Salah satunya adalah klasifikasi Wagner. Klasifikasi Kaki Diabetik
menurut Klasifikasi Wagner didasarkan pada kedalaman luka dan luas jaringan
nekrotik. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, lesi pada kaki harus
dinilai berdasarkan sistem klasifikasi yang dapat membantu dalam keputusan
terapi dan menentukan prognosis penyembuhan atau risiko amputasi.
Tabel 3. Klasifikasi kaki diabetik berdasarkan Wagner
Tingkat

Karakteristik Kaki
29

alis

Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi kaki


diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian
khusus, pengamatan berkala, dan perawatan kaki yang baik serta

penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.


Ulkus superficial tanfa infeksi disebut juga ulkus neuropatik. Oleh
karena itu lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak
mengalami tekanan berat badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan

plantar. Sering terlihat adanya kallus.


Ulkus dalam, disertai selulitis tanpa abses atau kelainan tulang.
Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya

3
4

kelainan tulang.
Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam
Gangrene terbatas, yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit. Penyebab
utama adalah iskemik. Oleh karena itu ulkus iskemi yang terbatas

pada daerah tertentu.


Gangrene seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar
tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

III.

DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menggali gejala neuropati perifer dan
vaskulopati perifer.Gejala neuropati perifer yaitu, hipestesia, hyperestesia,
parestesia, dysesthesia, nyeri radikular, dan anhidrosis. Gejala vaskulopati
periferyaitu nyeri saat istirahat, riwayat nyeri saat berjalan dan berkurang saat
istirahat (klaudikasio intermiten), riwayat luka di kaki yang sulit sembuh.13
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi 3
bagian yaitu:14

Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas

30

Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler


Penilaian kemungkinan neuropati perifer

Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetes mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah
yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di
telapak, ujung jari yang menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat
timbul pada malleolus karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaa fisik:
oCallus hipertropik
o Kuku yang rapuh/pecah
oHammer toes
oFissure

Pemeriksaan Insufisiensi arteri perifer


Pemeriksaan fisik rnemperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi
perifer dibawah level tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit
aterosklerosis meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan
femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan
nekrosis iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung
selama 1-2 menit.

31

Gambar 2 Pengukuran Ankle Brachial Index (ABI)


Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,
anklebrachialindex (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan
noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat Doppler.
Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada brachialis
tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan sampai
Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan
pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada
arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI didapatkan dari tekanan
sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis.
Pemeriksaan Neuropati Perifer
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop, atrofi otot, dan
pemembentukan calus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya
pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament
Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih memiliki "sensasi
protektif'. Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat
merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki dengan tekanan
yang cukup sampai monofilamen bengkok.

Gambar 3. Pemeriksaan Monofilamen

32

Alat pemeriksaan lain adalah garputala 128C, dimana dapat digunakan


untukrnengetahui sensasi getar penderita dengan memeriksanya pada pergelangan
kaki dansendi metatarsophalangeal pertama. Pada neuropati metabolik terdapat
gradien intensitasdan paling parah pada daerah distal. Jadi pada pasien yang tidak
dapat merasakan getaranpada pergelangan ketika garputala dipindahkan dari ibu
jari kaki ke pergelanganmenunjukkan gardien intensitas karena neuropati
metabolik. Pada umumnya, seseorangtidak dapat merasakan getaran garputala
pada jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasientidak dapat merasakan getaran
pada ibu jari kaki. Beberapa penderita dengan sensasinormal hanya menunjukkan
perbedaan antara sensasi pada jari kaki dengan tanganpemeriksa kurang dari 3
detik.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan

laboratorium

(mikrobiologi)

dapat

dilakukan

seperti

pemeriksaan kultur pus luka dan jaringan untuk mencari etiologi kuman penyebab
infeksi dan pemilihan antibiotik yang sesuai.

Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi


lainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya
insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat
istirahat.

Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan


kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan
fungsi ginjal

Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording


(PVR),atau plethymosgrafi.
Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan


demineralisasi dansendi Charcot serta adanya ostomielitis.

33

Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging


(MRI):meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses denganpemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan
untuk membantu diagnosisabses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas.

Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil


false positifdan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTcIabeIed ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.

Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler


atauendovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan
makna penyakitatherosklerosis.
Alternatif selain angiografi konvensional

Magnetic Resonance Angiography (MRA): MRA merupakan alternatif


yangdapat digunakan pada penderita resiko tinggi atau penderita yang
alergibahan kontras. Kontras yang digunakan adalah Gadolinum
chelates,berpotensi menimbulkan 3 efek samping pada penderita dengan
insufisiensirenal: acute renal injury, pseudohipokalemia, dan fibrosis
nefrogenic sistemik.

Multidetector

Computed

Tomographic

Angiography

(MDCT)

menghindaripenusukan arteri. Dengan menggunakan injeksi kontras


intravenous, CT scanmultidetektor (16 atau 64 channel) dapat
meningkatkan resolusi gambarangiografi dan dengan kecepatan relatif
tinggi.

Carbondioxide Angiography merupakan salah satu alternatif pada


penderitadengan insufisiensi renal, tetapi tidak secara luas dapat
digunakan dan masihmembutuhkan bahan kontras iodium sebagai
tambahan gas karbondioksidauntuk mendapatkan gambar yang baik.

Hasil foto pedis PL/obliq pasien ini menunjukkan Gas gangrene pada dorsum
pedis sinistra, Osteomyelitis kronik plantar pedis sinistra, Tendinitis dan fasciitis
plantar pedis sinistra.

34

IV.

KOMPLIKASI
Infeksi merupakan komplikasi dan ancaman utama amputasi pada
penderitakaki diabetik. Infeksi superfisial di kulit apabila tidak segeradi atas dapat
berkembang menembus jaringan di bawah kulit,seperti otot, tendon, sendi dan
tulang, atau bahkan menjadiinfeksi sistemik. Tidak semua ulkus mengalami
infeksi. Adanyainfeksi perlu dicurigai apabila dijumpai peradangan lokal, cairan
purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi padapenderita DM
tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderitaDM menurun karena adanya
penurunan fungsi lekosit, gangguanneuropati dan vaskular. Demam, menggigil
dan lekositosis tidak dijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam
tungkai.12
Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksimerupakan hal penting
dalam manajemen ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus
DM

disingkatmenjami

PEDIS

(perfusion,

extent/size,

depth/tissue

loss,

infection,and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1 (tanpainfeksi),


derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dansubkutis), derajat 3 (infeksi
sedang: terjadi selulitis luas atauinfeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat:
dijumpai adanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat dibagimenjadi dua,
yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/nonlimb-threatening infections (derajat
1 dan 2), dan infeksi yangmengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3
dan 4).
Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpaulkus) harus
dilakukan kultur dan sensitifitas kuman. Metodeyang dipilih dalam melakukan
kultur adalah aspirasi pus/cairan.Namun standar kultur adalah dari debridemen
jaringan

nekrotik.Kuman

pada

infeksi

kaki

diabetik

bersifat

polimikrobial.Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan.


Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikankomplikasi
osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akanmempersulit penyembuhan
ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadiulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya
osteomielitis.

35

Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinisbila ulkus


sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalamserta lokasi ulkus pada tulang
yang menonjol harus dicurigaiadanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas
pemeriksaanrontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan
dilakukan sebelum 1021 hari gambaran kelainan tulang belumjelas. Seandainya
terjadi gangguan tulang hal ini masih seringsulit dibedakan antara gambaran
osteomielitis atau artropatineuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan
karena disamping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapatmemberikan
informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi,gas gangren, deformitas kaki.
Untuk

lebih

memastikan

osteomielitis

pemeriksaan

MRI

sangat

membantukarena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun


diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan padapemeriksaan kultur tulang.
. Oleh itu dapat diklasifikasikan Tn. I menderita Kaki Diabetik Wagner III
Sinistra.

Penanganan dan Pencegahan Infeksi


Infeksi pada ulkus diabetik sulit untuk disembuhkan mengingat pada
kondisi Diabetes Melitus, terjadi gangguan sirkulasi mikrovaskular sehingga
kadar antibiotic pada area infeksi menjadi rendah. Selain itu, kondisi tersebut turut
menghalagi akses sel fagosit ke area infeksi. Apabila dicurigai munculnya infeksi,
maka pilihan antibiotik sebaiknya berdasarkan tingkat keparahan infeksi dan
kecenderungan keterlibatan kuman resisten.16
Pasien yang dikategorikan infeksi ringan dapat dirawat jalan dengan
pemberian antibiotic oral untuk

flora normal kulit seperti Streptococcus dan

Staphylococcus aureus. Antibiotic seperti cephalexin, dicloxacillin, amoxicillinclavunate, atau klindamisin merupakan pilihan efektif. Apabila dicurigai terjadi
infeksi

yang resisten

terhadap

metisilin

(MRSA). Maka klindamisisn,

36

kotrimoxazole, minosiklin, atau linezoid dapat digunakan. Apabila dicurigai


keterlibatan bakteri gram negative dan/atau anaerob, terapi kombinasi dapat
diberikan, misalnya kotrimoxazole + amoxicillin-clavulanate atau klindamisin +
florokuinolon.
Untuk infeksi sedang hingga berat, pasien harus dirawat inap dan
mendapat antibiotic parenteral. Terapi empiric dapat diberikan untuk flora normal,
MRSA, gram negative aerob, dan anerob. Untuk MRSA, dapat diberikan
vancomycin, linezolid, atau daptomycin. Untuk gram negative aerob dan anaerob,
dapat diberikan ampicillin-sulbactam, piperacillin-tazobactam, meropenem, atau
ertapenem. Alternatif antibiotik antara lain ceftriaxone, cefepime, levofloxacin,
moxifloxacin, atau aztreonam +metronidazol. Lamanya terapi berbeda tiap
individu. Lama terapi antibiotic perawatan jalan kurang lebih 7-14 hari dan
perawatan inap tanpa osteomielitis kurang lebih 2-4 minggu.12,16
Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RS. Dr.Cipto Mangunkusumo
Jakarta, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram
positif dan gram negative serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau.
Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik
dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti
misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol)
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan
sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika
juga harus dilakukan reseksi bedah (debridement). Antibiotika diberikan secara
empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali
melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai
bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2
minggu.
Pengurangan beban tekanan (off loading)

37

Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan bebanyang besar.


Pada penderita DM yang mengalami neuropatipermukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau lukamenjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupuniritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidakmendapatkan
perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalahmengurangi atau menghilangkan
beban pada kaki (off loading).Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti
dapatmempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan
adalah: mengurangi kecepatan saat berjalankaki, istirahat (bed rest), kursi roda,
alas kaki, removable castwalker, total contact cast, walker, sepatu boot
ambulatory.
Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif
dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat
mengurangi tekanan pada luka secarasignifikan dan memberikian kesembuhan
antara 73%-100%.TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai,
dandirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secaramerata. Telapak kaki
bagian tengah diganjal dengan karetsehingga memberikan permukaan rata dengan
telapak kakisisi depan dan belakang (tumit).12,14
Pada pasien ini diberikan terapi antibiotik secara empirik (Triple Blind
Therapy), yaitu golongan quinolon (Ciprofloxacin) untuk bakteri gram negatif,
golongan

cephalosporin

(Ceftriaxone) untuk

bakteri

gram positif, dan

Metronidazole untuk bakteri anaerob. Setelah hasil kultur ada, pasien selanjutnya
diberikan antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur yaitu meropenem.
Edukasi perawatan kaki harus diberikan kepada semua orang dengan ulkus
maupun neuropati perifer atau peripheral arterial disease.12
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasar dan di air
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit terkelupas atau
daerah kemerahan atau luka
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya
38

4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan krim pelembab ke
kulit yang kering.
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan menderita ulkus pada
kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap tahun. Oleh
karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi non trauma
ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan dilakukan
pada 50 % penderita ini selama rentang 5 tahun ke depan.
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan
resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskuler
dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,
meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhanrrya 66%
dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.5
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan kadar Natrium
pasien yaitu 124 mEq/L lalu didiagnosa sebagai Hiponatremia. Penanganan yang
dapat diberikan adalah dengan pemberian cairan infus intravena Natrium Klorida
(NaCl) 0,9% 20 tetes per menit. Perbaikan melalui asupan makanan yang
mengandung tinggi natrium yaitu makanan yang mengandung garam yang tinggi
juga disarankan kepada penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Definition, Diagnosis, and Classification of Diabetes Mellitus and its


Complications. Geneva: WHO, 1999.
2. L. Harga Sebuah Diabetes2012 15 march 2015.

39

3. Wahyu ND. Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II2013 15
march 2015.
4. Singh Nalini AD, Lipsky Benjamin. Preventing Foot Ulcers in Patients With
Diabetes. Journal of American Medical Association. 2005;293(2):217-8.
5. Harrison's Principles of Internal Medicine. USA: McGRaw Hill Company.
6.Grace Pierce A BNR. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama; 2007.
7. WHO. Diabetes2015 march 15, 2015.
8. RI BPdPKKK. Riset Kesehatan Dasar2013.
9. Indonesia PRSS. RI Rangking Keempat Jumlah Penderita Diabetes Terbanyak
Dunia2011 15 March 2015.
10.

Zhaolan

Liu

CF,

Weibing

Wang,

Biao

Xu.

Prevalence

of

ChronicComplications of Type 2 Diabetes Mellitus in Outpatients - A CrossSectional Hospital Based Survey in Urban China Health and Quality of Life
Outcomes.2010;8(62):1-9.
11. Clayton Warren ETA. A Review of The Pathophysiology, Classification, and
Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes.2009;27(2):52-8.
12. Suharjo CJ. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Jurnal Kedokteran dan Farmas
Dexa Medica 2007;20(3):103-8.
13. Lopez RV. Diabetic Ulcers2010 15 March 2015.
14.

Hariani

Lynda

PD.

Perawatan

UIkus

Diabetes.

Surabaya:

UniversitasAirlangga; 2009.
15. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia Jakarta: PERKENI; 2006.
16. Lipsky Benjamin A BA, Pilo James. Clinical Practice Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infectious Disease.
2012;54(12):132-73.

40

Anda mungkin juga menyukai