Historia
oleh Nikolaos Gysis (1892)
Those who cannot remember the past are condemned to repeat it. [1]
George Santayana
Cerita umum untuk suatu budaya tertentu, tetapi tidak didukung oleh pihak luar (seperti cerita
seputar Raja Arthur) biasanya diklasifikasikan sebagai warisan budaya atau legenda, karena
mereka tidak mendukung "penyelidikan tertarik" yang diperlukan dari disiplin sejarah.[12][13]
Herodotus, abad ke-5 SM ahli sejarah Yunani dalam masyarakat Barat dianggap sebagai
"bapak sejarah", dan, bersama dengan kontemporer Thucydides, membantu membentuk dasar
bagi studi modern sejarah manusia. Kiprah mereka terus dibaca hari ini dan kesenjangan
antara budaya Herodotus dan Thucydides militer yang berfokus tetap menjadi titik pertikaian
atau pendekatan dalam penulisan sejarah moderen. Dalam tradisi Timur, sebuah riwayat
negara Chun Qiu dikenal untuk dikompilasi mulai sejak 722 SM meski teks-teks abad ke-2
SM selamat.
Pengaruh kuno telah membantu penafsiran varian bibit sifat sejarah yang telah berkembang
selama berabad-abad dan terus berubah hari ini. Studi modern sejarah mulai meluas, dan
termasuk studi tentang daerah tertentu dan studi topikal tertentu atau unsur tematik dalam
penyelidikan sejarah. Seringkali sejarah diajarkan sebagai bagian dari pendidikan dasar dan
menengah, dan studi akademis sejarah adalah ilmu utama dalam penelitian di Universitas.
J.V. Bryce
Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat oleh manusia.
W.H. Walsh
Sejarah itu menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting saja bagi manusia.
Catatan itu meliputi tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman manusia pada masa
lampau pada hal-hal yang penting sehingga merupakan cerita yang berarti.
Patrick Gardiner
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari apa yang telah diperbuat oleh manusia.
Roeslan Abdulgani
Ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang meneliti dan menyelidiki
secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan pada masa
lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis
seluruh hasil penelitiannya tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman
bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan.
Moh. Yamin
Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa
peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.
Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau peradaban
manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
R. Moh. Ali
Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas pengertian sejarah
sebagai berikut:
1. Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
2. Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam kenyataan di
sekitar kita.
3. Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan atau peristiwa
dalam kenyataan di sekitar kita.[16]
Dari beberapa uraian di atas dibuat kesimpulan sederhana bahwa sejarah adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi pada masa
lampau dalam kehidupan umat manusia. Dalam kehidupan manusia, peristiwa sejarah
merupakan suatu peristiwa yang abadi, unik, dan penting.
Peristiwa sejarah hanya terjadi satu kali dan tidak pernah terulang persis sama untuk kedua
kalinya.
Hayam Wuruk
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hayam Wuruk
Penguasa monarki Kerajaan Majapahit
Majapahit: 13501389
Dinobatkan
1350
Rajasanagara
Tempat lahir
Majapahit
Tempat wafat
Majapahit
Pendahulu
Tribhuwana
Wijayatunggadewi
Pengganti
Wikramawardhana
Ratu
Pasangan
Dinasti
Wangsa Rajasa
Ayah
Cakradhara
Ibu
Tribhuwana
Wijayatunggadewi
Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389,
bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit
mencapai puncak kejayaannya.
Silsilah Hayam Wuruk
Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana
Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya
pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre
Tumapel.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di
Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja alias Bhree Pajang, dan
adik angkat bernama Indudewi alias Bhree Lasem, yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.
Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori putri Wijayarajasa Bhre
Wengker. Dari perkawinan itu lahir Kusumawardhani yang menikah dengan
Wikramawardhana putra Bhre Pajang. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang
menjabat sebagai Bhre Wirabhumi, yang menikah dengan Nagarawardhani putri Bhre
Lasem.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru
(kemudian bernama Deli, dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan
Palembang, sisa-sisa pertahanan Kerajaan Sriwijaya (1377).
Dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada, ia menaklukkan Logajah, Gurun Sukun, Taliwung,
Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Mengkasar, Buton,
Banggawi, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda),
Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo. Hanya sayang, akibat kesalahan langkahnya
terutama dalam "Peristiwa Bubat", Gajah Mada dinonaktifkan sebagai patih pada tahun 1357.
Namun diangkat lagi jadi patih tahun 1359.
Peristiwa Bubat
Versi Pertama
Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa Barat),
Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk mencaplok
kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak
kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit.
Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa
menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh
menjadi wilayah Majapahit.
"Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih dikenang terus oleh masyarakat Jawa Barat
dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama jalan di
wilayah ini.
Versi Kedua
Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan dari Prabu Guru
Dharmasiksa
Pergantian Patih
Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan jelas mengenai
penyebabnya.
Tahun 1367 Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih.
Kematian
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat semboyan
Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa) digubah oleh Mpu Tantular, dan kitab
Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.
Suksesor
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang bersuami
Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya. Namun yang
menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.
Perang Diponegoro
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Diponegoro
Tanggal
Lokasi
1825-1830
Jawa
Hasil
Casus b
elli
Milisi Pro-Pangeran
Belanda
Golongan Jawa yang Diponegoro
Tentara Tionghoa
pro-Belanda
Komandan
Pangeran
Diponegoro
Jendral De Kock
Kekuatan
50.000
100.000
Korban
Serdadu Eropa:
~8.000
Serdadu Jawa:
7.000[2]
Milisi dan sipil:
200.000 korban jiwa [2][4][5][6]
Perang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa (Inggris:The Java War,
Belanda: De Java Oorlog adalah perang besar dan berlangsung selama lima tahun (18251830) di Pulau Jawa, Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Perang ini merupakan salah satu
pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di
Nusantara, melibatkan pasukan Belanda di bawah pimpinan Jendral De Kock[7] yang berusaha
meredam perlawanan penduduk Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro. Akibat
perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa, sementara korban tewas di
pihak Belanda berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Akhir perang
menegaskan penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.[8]
Berkebalikan dari perang yang dipimpin oleh Raden Ronggo sekitar 15 tahun sebelumnya,
pasukan Jawa juga menempatkan masyarakat Tionghoa di tanah Jawa sebagai target
penyerangan. Namun, meskipun Pangeran Diponegoro secara tegas melarang pasukannya
untuk bersekutu dengan masyarakat Tionghoa, sebagian pasukan Jawa yang berada di pesisir
utara (sekitar Rembang dan Lasem) menerima bantuan dari penduduk Tionghoa setempat
yang rata-rata beragama Islam.[8]
Latar belakang
Pemerintahan Daendels dan Raffles
Perseteruan pihak keraton Jawa dengan Belanda dimulai semenjak kedatangan Marsekal
Herman Willem Daendels di Batavia pada tanggal 5 Januari 1808. Meskipun ia hanya
ditugaskan untuk mempersiapkan Jawa sebagai basis pertahanan Perancis melawan Inggris
(saat itu Belanda dikuasai oleh Perancis), tetapi Daendels juga mengubah etiket dan tata
upacara lain yang menyebabkan terjadinya kebencian dari pihak keraton Jawa. Ia memaksa
pihak Keraton Yogyakarta untuk memberinya akses terhadap berbagai sumber daya alam dan
manusia dengan mengerahkan kekuatan militernya, membangun jalur antara Anyer dan
Panarukan, hingga akhirnya terjadi insiden perdagangan kayu jati di daerah mancanegara
(wilayah Jawa di timur Yogyakarta) yang menyebabkan terjadinya pemberontakan Raden
Ronggo. Setelah kegagalan pemberontakan Raden Ronggo (1810), Daendels memaksa Sultan
Hamengkubuwana II membayar kerugian perang serta melakukan berbagai penghinaan lain
yang menyebabkan terjadinya perseteruan antar keluarga keraton (1811). Namun, pada tahun
yang sama, pasukan Inggris mendarat di Jawa dan mengalahkan pasukan Belanda.[8]
Meskipun pada mulanya Inggris yang dipimpin Thomas Stamford Bingley Raffles
memberikan dukungan kepada Sultan Hamengkubuwana II, pasukan Inggris akhirnya
menyerbu Keraton Yogyakarta (19-20 Juni 1812) yang menyebabkan Sultan
Hamengkubuwana II diturunkan secara tidak hormat dan digantikan putra sulungnya, yaitu
Sultan Hamengkubuwana III. Perisitwa ini dikenal dengan nama Geger Sepehi. Inggris
memerintah hingga tahun 1815 dan mengembalikan Jawa kepada Belanda sesuai isi
Perjanjian Wina (1814) dibawah Gubernur Jenderal Belanda van der Capellen. Pada masa
pemerintahan Inggris, Hamengkubuwana III wafat dan digantikan putranya, adik tiri
Pangeran Diponegoro, yaitu Hamengkubuwana IV yang berusia 10 tahun (1814), sementara
Paku Alam I (Patih Danuredjo) bertindak sebagai wali.[8]
Pengangkatan Hamengkubuwana V dan pemerintahan Smissaert
Pada tanggal 6 Desember 1822, Hamengkubuwana IV meninggal pada usia 19 tahun. Ratu
Ageng (permaisuri Hamengkubuwana II) dan Gusti Kangjeng Ratu Kencono (permaisuri
Hamengkubuwana IV) memohon dengan sangat kepada pemerintah Belanda untuk
mengukuhkan putra Hamengkubuwana IV yang masih berusia 2 tahun untuk menjadi
Hamengkubuwana V serta tidak lagi menjadikan Paku Alam sebagai wali. Pangeran
Diponegoro selanjutnya diangkat menjadi wali bagi keponakannya bersama dengan
Mangkubumi. Sebagai putra tertua Hamengkubuwana II meskipun bukan dari istri resmi
(permaisuri), ia merasa sangat sakit hati dan sempat berpikir untuk bunuh diri karena kecewa.
Pada tahun 1823, tahta keraton yang seharusnya diduduki wali sultan yang masih balita
ternyata ditempati oleh Residen Belanda saat itu, yaitu Smissaert, sehingga sangat melukai
hati masyarakat Yogya dan Pangeran Diponegoro, meskipun ada kecurigaan bahwa tindakan
Smissaert disebabkan kedua ratu tidak ingin melihat Diponegoro duduk di atas tahta.[8]
Menindaklanjuti pengamatan Van der Graaf pada tahun 1821 yang melihat para petani lokal
menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Perancis,
dan Jerman, van der Capellen mengeluarkan dekrit pada tanggal 6 Mei 1823 bahwa semua
tanah yang disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31
Januari 1824. Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa
lahan Eropa. Keraton Yogyakarta terancam bangkrut karena tanah yang disewa adalah milik
keraton sehingga Pangeran Diponegoro terpaksa meminjam uang kepada Kapitan Tionghoa
di Yogyakarta pada masa itu. Smissaert berhasil menipu kedua wali sultan untuk meluluskan
kompensasi yang diminta oleh Nahuys atas perkebunan di Bedoyo sehingga membuat
Diponegoro memutuskan hubungannya dengan keraton. Putusnya hubungan tersebut
terutama disebabkan tindakan Ratu Ageng (ibu tiri pangeran) dan Patih Danurejo yang pro
kepada Belanda. Pada 29 Oktober 1824, Pangeran Diponegoro mengadakan pertemuan di
rumahnya, di Tegalrejo, untuk membahas mengenai kemungkinan pemberontakan pada
pertengahan Agustus. Pangeran Diponegoro membulatkan tekat untuk melakukan perlawanan
dengan membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan
makanan.[8]
Mulainya perang
Pada pertengahan bulan Mei 1825, Smissaert memutuskan untuk memperbaiki jalan-jalan
kecil di sekitar Yogyakarta. Namun, pembangunan jalan yang awalnya dari Yogyakarta ke
Magelang melewati Muntilan dibelokkan melewati pagar sebelah timur Tegalrejo. Pada salah
satu sektor, patok-patok jalan yang dipasang orang-orang kepatihan melintasi makam leluhur
Pangeran Diponegoro. Patih Danurejo tidak memberitahu keputusan Smissaert sehingga
Diponegoro baru mengetahui setelah patok-patok dipasang. Perseteruan terjadi antara para
petani penggarap lahan dengan anak buah Patih Danurejo sehingga memuncak di bulan Juli.
Patok-patok yang telah dicabut kembali dipasang sehingga Pangeran Diponegoro menyuruh
mengganti patok-patok dengan tombak sebagai pernyataan perang.[8]
Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang
memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi
di Tegalrejo sebelum perang pecah. Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar,
pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di
Tegalrejo.[8] Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannya bergerak ke barat hingga
Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga keesokan
harinya tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.
Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di
Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa
sebelah Barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaan dia. Sedangkan
Raden Ayu Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya
wafat) dan pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.
Penyerangan di Tegalrejo memulai perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun.
Diponegoro memimpin masyarakat Jawa, dari kalangan petani hingga golongan priyayi yang
menyumbangkan uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang, dengan
semangat "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati"; "sejari kepala sejengkal tanah
dibela sampai mati". Sebanyak 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro. Bahkan
Diponegoro juga berhasil memobilisasi para bandit profesional yang sebelumnya ditakuti
oleh penduduk pedesaan, meskipun hal ini menjadi kontroversi tersendiri.[8] Perjuangan
Diponegoro dibantu Kyai Maja yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Dalam
perang jawa ini Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI
serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Perang sabil
Bagi Diponegoro dan para pengikutinya, perang ini merupakan perang jihad melawan
Belanda dan orang Jawa murtad. Sebagai seorang muslim yang saleh, Diponegoro merasa
tidak senang terhadap religiusitas yang kendur di istana Yogyakarta akibat pengaruh
masuknya Belanda, disamping kebijakan-kebijakan pro-Belanda yang dikeluarkan istana.[9]
Infiltrasi pihak Belanda di istana telah membuat Keraton Yogyakarta seperti rumah bordil. Di
lain pihak, Smissaert menulis bahwa Pangeran Diponegoro semakin lama semakin hanyut
dalam fanatisme dan banyak anggota kerajaan yang menganggapnya kolot dalam beragama.[8]
Dalam laporannya, Letnan Jean Nicolaas de Thierry menggambarkan Pangeran Diponegoro
mengenakan busana bergaya Arab dan sorban yang seluruhnya berwarna putih. Busana
tersebut juga dikenakan oleh pasukan Diponegoro dan dianggap lebih penting dibandingkan
busana adat Jawa meskipun perang telah berakhir. Laporan Paulus Daniel Portier, seorang
indo, menyebutkan bahwa para tawanan perang Belanda memperoleh ancaman nyawa jika
tidak bersedia masuk Islam.[8]
Jalan peperangan
Alibasah Sentot
Pertempuran terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan infantri, kavaleri dan artileri (yang
sejak perang Napoleon menjadi senjata andalan dalam pertempuran frontal) di kedua belah
pihak berlangsung dengan sengit. Front pertempuran terjadi di puluhan kota dan desa di
seluruh Jawa. Pertempuran berlangsung sedemikian sengitnya sehingga bila suatu wilayah
dapat dikuasai pasukan Belanda pada siang hari, maka malam harinya wilayah itu sudah
direbut kembali oleh pasukan pribumi; begitu pula sebaliknya. Jalur-jalur logistik dibangun
dari satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Berpuluh-puluh kilang
mesiu dibangun di hutan-hutan dan di dasar jurang. Produksi mesiu dan peluru berlangsung
terus sementara peperangan sedang berkecamuk. Para telik sandi dan kurir bekerja keras
mencari dan menyampaikan informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi perang.
Informasi mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisi medan, curah hujan
menjadi berita utama; karena taktik dan strategi yang jitu hanya dapat dibangun melalui
penguasaan informasi.
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan penghujan;
para senopati menyadari sekali untuk bekerjasama dengan alam sebagai "senjata" tak
terkalahkan. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha
untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan
pasukan mereka terhambat. Penyakit malaria, disentri, dan sebagainya merupakan "musuh
yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan
mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan
menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut,
memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin
perjuangan rakyat yang berjuang dibawah komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang
pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu; suatu hal
yang belum pernah terjadi ketika itu di mana suatu wilayah yang tidak terlalu luas seperti
Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga oleh puluhan ribu serdadu. Dari sudut
kemiliteran, ini adalah perang pertama yang melibatkan semua metode yang dikenal dalam
sebuah perang modern. Baik metode perang terbuka (open warfare), maupun metode perang
gerilya (guerrilla warfare) yang dilaksanakan melalui taktik hit and run dan penghadangan
(Surpressing). Perang ini bukan merupakan sebuah tribal war atau perang suku. Tapi suatu
perang modern yang memanfaatkan berbagai siasat yang saat itu belum pernah dipraktekkan.
Perang ini juga dilengkapi dengan taktik perang urat syaraf (psy-war) melalui insinuasi dan
tekanan-tekanan serta provokasi oleh pihak Belanda terhadap mereka yang terlibat langsung
dalam pertempuran; dan kegiatan telik sandi (spionase) di mana kedua belah pihak saling
memata-matai dan mencari informasi mengenai kekuatan dan kelemahan lawannya.
Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai
Modjo, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran
Mangkubumi dan panglima utamanya Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan
Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan
diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap
dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini
banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan
Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa.[10] Setelah perang berakhir, jumlah penduduk
Yogyakarta menyusut separuhnya.
Karena bagi sebagian orang Kraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon
keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke Kraton hingga Sri Sultan
Hamengkubuwono IX memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan
mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak
cucu Diponegoro dapat bebas masuk Kraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka,
tanpa rasa takut akan diusir.
Akhir Perang
Di sisi lain, sebenarnya Belanda sedang menghadapi Perang Padri di Sumatera Barat.
Penyebab Perang Paderi adalah perselisihan antara Kaum Padri (alim ulama) dengan Kaum
Adat (orang adat) yang mempermasalahkan soal agama Islam, ajaran-ajaran agama, mabukmabukan, judi, maternalisme dan paternalisme. Saat inilah Belanda masuk dan mencoba
mengambil kesempatan. Namun pada akhirnya Belanda harus melawan baik kaum adat dan
kaum paderi, yang belakangan bersatu. Perang Paderi berlangsung dalam dua babak: babak I
antara 1821-1825, dan babak II.
Untuk menghadapi Perang Diponegoro, Belanda terpaksa menarik pasukan yang dipakai
perang di Sumatera Barat untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yang bergerilya dengan
gigih. Sebuah gencatan senjata disepakati pada tahun 1825, dan sebagian besar pasukan dari
Sumatera Barat dialihkan ke Jawa. Namun, setelah Perang Diponegoro berakhir (1830),
kertas perjanjian gencatan senjata itu disobek, dan terjadilah Perang Padri babak kedua. Pada
tahun 1837 pemimpin Perang Paderi, Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerah. Berakhirlah
Perang Padri.
Sinofobia
Masyarakat Tionghoa yang dipandang sebagai sekutu oleh Raden Ronggo dalam
pemberontakannya berubah menjadi musuh dalam peperangan Diponegoro. Hal tersebut
disebabkan mencuatnya sikap anti-tionghoa oleh masyarakat Jawa yang disebabkan oleh
beberapa hal berikut:
1. Kebijakan ekonomi yang memberatkan rakyat oleh Keraton Yogyakarta
akibat intervensi pemerintah Belanda dijalankan melalui perantaraan etnis
Tionghoa[11]
2. Monopoli perdagangan kayu jati yang dipaksakan oleh Daendels (1809)
menyebabkan bupati-bupati lokal kehilangan pemasukannya yang jatuh ke
tangan pengusaha-pengusaha Tionghoa. [8]
3. Bantuan yang diberikan Kapitan Tionghoa di Yogyakarta, Tan Jin Sing, saat
penyerbuan tentara Inggris, sepoy, dan pasukan Notokusumo ke Keraton
Yogyakarta (Juni 1812).[8]
4. Kebijakan pajak Raffles (1812-1813) agar petani membayar pajak tanah
dalam bentuk uang tunai dan menghilangkan kerja rodi tidak tepat
sasaran karena para petani Jawa pada saat itu terbiasa dengan barter.
Akibatnya, mereka terjerumus hutang kepada para renternir Tionghoa
setempat yang diberi wewenang dalam mengurus pajak. [8]
5. Kebijakan monopoli gerbang cukai (bandar) oleh Belanda (1816)
menyebabkan biaya fiskal yang harus dikeluarkan pengusaha Tionghoa
meningkat tajam dan berdampak pada para petani Jawa yang mereka
pekerjakan.[8]
6. Larangan Pangeran Diponegoro untuk menjalin relasi politik dengan etnis
Tionghoa sesuai peringatan leluhurnya yaitu Sultan Mangkubumi. [8]
Penyerangan terhadap etnis Tionghoa di Jawa Tengah dan Jawa Timur terjadi semenjak awal
peperangan. Catatan Payen, seorang arsitek di Yogyakarta, menyebutkan bahwa komunitas
Tionghoa di Yogyakarta dibantai tanpa mempedulikan wanita maupun anak-anak. Komunitas
Tionghoa di Bagelen sempat bertahan hingga tahun 1827 sebelum akhirnya diungsikan ke
Wonosobo. Meskipun demikian, masyarakat Tionghoa di pesisir pantai utara (sekitar Tuban
dan Lasem) ikut memasok pasukan Diponegoro dengan senjata, uang, dan opium (pada masa
tersebut penduduk Jawa banyak yang kecanduan opium, termasuk pasukan Diponegoro).
Setelah perang berakhir, kerukunan antara komunitas Tionghoa dan masyarakat lain di Jawa
tidak dapat kembali seperti semula karena timbulnya rasa saling curiga akibat trauma selama
perang, misalnya peristiwa di Bagelen saat penduduk Jawa lokal meminta komunitas
Tionghoa yang mengungsi agar kembali.[8]
Pendudukan Jepang di
Indonesia
Pendudukan oleh Tentara
Kekaisaran Jepang
19421945
[[Bendera |
Bendera]]
[[Lambang |
Bendera Tentara
Kekaisaran
Jepang]]
Lagu kebangsaan
Kimigayo
Ibu kota
Djakarta
Bahasa
Jepang, Belanda,
Indonesia
Pemerintahan
Pendudukan militer
Era sejarah
Perang Dunia II
Pertempuran di
Laut Jawa
9 Maret 1942
Perang Asia
Timur Raya
Pertempuran di
Laut Jawa I
27 Februari 1942
Pertempuran di
Laut Jawa II
1 Maret 1942
Pembela Tanah
Air
14 Februari 1945
Jepang
menyerah
Proklamasi
- Kemerdekaan
Indonesia
Mata uang
19411945
2 September 1945
17 Agustus 1945
Roepiah Hindia
Belanda
Sekarang bagian
dari
Indonesia
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal
17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M.
Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Jerman Nazi. Hindia Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan pada Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika
Serikat dan Inggris. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan
bahan bakar pesawat gagal pada Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara
di bulan Desember tahun itu. Pada bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan
Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang
terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942. Pengalaman dari penguasaan Jepang di
Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka
mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan
kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target
sasaran dalam penguasaan Jepang.
Selama masa pendudukan, Jepang juga membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
(Dokuritsu junbi chsa-kai?) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapanpersiapan pra-kemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang
bertugas menyiapkan kemerdekaan.
Daftar isi
1 Latar Belakang
4 Sosial Budaya
o
6 Garis waktu
o
6.1 1941
6.2 1942
6.2.1 Januari
6.2.2 Februari
6.2.3 Maret
6.2.4 April
6.2.5 Mei
6.2.6 Juni
6.2.7 Juli
6.3 1943
6.4 1944
6.5 1945
6.5.1 Januari-April
6.5.2 Mei
6.5.3 Juni
6.5.4 Juli
8 Pasca-Kemerdekaan
9 Sekutu
12 Referensi
13 Pranala luar
Latar Belakang
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana
Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Tambelang tidak
menghendaki melawan beberapa kecamatan sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941
mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus,
apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah
Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk
industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi
perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua
operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut
pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4
kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat
tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih
dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak
basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan
kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan
Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang
akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi
Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi
direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang
ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom
pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang.
Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta
merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180
pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140
lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak
berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan
perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia
Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah
untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi
perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi
seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.
Organisasi yang diprakarsai oleh Jepang
Pembela Tanah Air (PETA)
Jawa Hokokai
Sosial Budaya
Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Jepang
Sistem stratifikasi sosial pada zaman Jepang menempatkan golongan bumiputera di atas
golongan Eropa maupun golongan Timur Asing, kecuali Jepang. Hal ini disebabkan oleh
Jepang ingin yang mengambil hati rakyat Indonesia untuk membantu mereka dalam perang
Asia Timur Raya.
Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern
saat ini, industrialisasi modern tentu membawa dampak yang jauh lebih luas daripada
industrialisasi pada masa Kolonial Belanda. Di perkotaan, terdapat pergeseran struktur
pekerjaan dan angkatan kerja. Misalnya, sekarang muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang
dahulu tidak ada, yaitu jasa konsultan, advokasi, dan lembaga bantuan hukum. Angkatan
kerja juga mengalami pergeseran, terutama dalam hal gender. Dahulu, tenaga kerja sangat
dimonopoli kaum laki-laki. Namun saat ini, kaum perempuan telah berperan di segala bidang
pekerjaan.
Berdasarkan hal tersebut, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek
ekonomi semata, tetapi juga ditentukan oleh aspek lain, seperti faktor kelangkaan dan
profesionalitas seseorang. Hal ini disebabkan oleh masyarakat industri yang memang sangat
mengahrgai kreativitas yang mampu memberi nilai tambah dalam pekerjaan. Akibatnya,
orang yang berpendidikan tinggi sangat dihargai oleh masyarakat industri. Sebaliknya, orang
yang berpendidikan rendah ditempatkan pada strata bawah.
Perlawanan rakyat terhadap Jepang
Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya
sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini
dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat
dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu oleh Pengurus.
(Februari 2010)
Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot
Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga
Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan
salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan
berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga
dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga)
Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil)
berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat di
bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Dia menolak dengan tegas ajaran yang
berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi
penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari
terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena
termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu diapun tidak tahan melihat
penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah
mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk
mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke
Tasikmalaya.
Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk
mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari
1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang
setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan,
namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban
menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah
mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa
Karang Ampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.
Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah
(Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah
mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap pemberontakan.
Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya
melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman
akan membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah.
Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah,
sehingga akhirnya dapat ditumpas.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di
Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh
satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir
dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer
Jepang dengan sangat kejam.
Pemberontakan Peta
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho
yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para
pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer
Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar
merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui
Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan purapura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai
mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini
karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit
Indonesia pada khususnya.
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco), Kusaeri bersama rekan-rekannya.
Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga
Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak
terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat. Pang Suma
adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah
Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di
Kalimantan.
Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang
tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130
pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian
memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam
sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang
Desa, dari April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang
Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh
Jepang, termasuk Pang Suma.
Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943
Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di
Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai
budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban,
tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.
Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi
bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum
pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah
seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.
Perlawanan di Tanah Besar Papua
Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan
kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan
modal senjata dari Sekutu.
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia
tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk
perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara
menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah
kelompok mahasiswa dan pelajar.
Garis waktu
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Garis waktu sejarah Indonesia
1941
11 Januari - Tim perundingan Jepang yang baru dan lebih agresif di bawah
Yoshizawa tiba di Batavia.
Hatta menulis sebuah artikel surat kabar yang menyerukan agar bangsa
Indonesia melawan Jepang.
1942
Januari
Februari
27 Februari
Pertempuran Laut Jawa: Dalam pertempuran di Laut Jawa dekat Surabaya yang berlangsung
selama tujuh jam, Angkatan Laut Sekutu dihancurkan, kapal-kapal perusak Amerika lolos ke
Australia. Sekutu kehilangan lima kapal perangnya, sedangkan Jepang hanya menderita
kerusakan pada satu kapal perusaknya (Destroyer). Rear Admiral Karel Willem Frederik
Marie Doorman, Komandan Angkatan Laut Hindia Belanda, yang baru dua hari sebelumnya,
tanggal 25 Februari 1942 ditunjuk menjadi Tactical Commander armada tentara Sekutu
ABDACOM, tenggelam bersama kapal perang utamanya (flagship) De Ruyter.
28 Februari
Tanggal 28 Februari 1942, Tentara Angkatan Darat ke-16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal
Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa. Pertama adalah pasukan Divisi ke-2
mendarat di Merak,Banten, kedua adalah Resimen ke-230 di Eretan Wetan, dekat Indramayu
dan yang ketiga adalah Divisi ke-48 beserta Resimen ke-56 di Kragan. Ketiganya segera
menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati
(sekarang Lanud Suryadarma), Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana.
Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka
tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda.
Maret
Pada Maret 1942, pasukan-pasukan Sekutu di Jawa diberitahukan oleh mata-mata bahwa
suatu kekuatan Jepang sejumlah 250.000 sedang mendekati Bandung, sementara
kenyataannya kekuatannya hanya sepersepuluh jumlah itu. Informasi yang keliru itu mungkin
merupakan bagian dari alasan mengapa Sekutu menyerah di Jawa.
Belanda sesungguhnya memindahkan kaum Komunis yang ditahan di kamp-kamp penjara di
Hindia Belanda, sebagian dari mereka sejak 1926, ke penjara-penjara di Australia ketika
Jepang tiba.
Pada 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer
bersama Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-Belanda datang
ke Kalijati dan dimulai perundingan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan pihak Tentara
Jepang yang dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Imamura. Imamura menyatakan, bahwa
Belanda harus menandatangani pernyataan menyerah tanpa syarat. Letnan Jenderal ter
Poorten, mewakili Gubernur Jenderal menanda-tangani pernyataan menyerah tanpa syarat.
Dengan demikian secara de facto dan de jure, seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu
berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal
Hein ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara Hindia Belanda untuk juga
menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran Jepang.
Para penguasa yang lain, segera melarikan diri. Dr. Hubertus Johannes van Mook, Letnan
Gubernur Jenderal untuk Hindia Belanda bagian timur, Dr. Charles Olke van der Plas,
Gubernur Jawa Timur, melarikan diri ke Australia. Jenderal Ludolf Hendrik van Oyen,
perwira Angkatan Udara Kerajaan Belanda melarikan diri dan meninggalkan isterinya di
Bandung. Tentara KNIL yang berjumlah sekitar 20.000 di Jawa yang tidak sempat melarikan
diri ke Australia ditangkap dan dipenjarakan oleh tentara Jepang. Sedangkan orang-orang
Eropa lain dan juga warganegara Amerika Serikat, diinternir. Banyak juga warga sipil
tersebut yang dipulangkan kembali ke Eropa.
Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak tanggal 8 Maret 1942, ketika Panglima
Tertinggi Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Subang. Jepang
tanpa banyak menemui perlawanan yang berarti berhasil menduduki Indonesia. Bahkan,
bangsa Indonesia menyambut kedatangan balatentara Jepang dengan perasaan senang,
perasaan gembira dan disambut baik karena akan membebaskan bangsa Indonesia dari
belenggu penjajahan bangsa Belanda.
Angkatan Darat ke-16 Jepang menguasai Jawa; Angkatan Darat ke25 di Sumatra (markas besar di Bukittinggi); Angkatan Laut
menguasai Indonesia timur (markas besar di Makassar).
April
Pada April 1942, sekitar 200 tentara Sekutu yang telah melarikan diri ke bukit-bukit di Jawa
Timur dan terus berperang, ditangkap oleh Jepang di bawah perintah Imamura. Mereka
dikumpulkan dan dimasukkan ke kandang-kandang ternak dari bambu, dibawa dengan
kereta-kereta api terbuka ke Surabaya, lalu dibawa ke laut dan dilemparkan ke ikan-ikan hiu,
sementara masih berada di dalam kandang-kandang bambu itu. Imamura dinyatakan bersalah
atas kekejaman ini oleh sebuah peradilan militer Australia setelah perang.
7 April Tiga orang pegawai Radio Hindia Belanda dihukum mati karena
memainkan lagu kebangsaan Belanda pada 18 Maret, setelah
menyerahnya Belanda.
Mei
Juni
Juli
Pilihan satu-satunya yang dimiliki Soekarno dan Hatta adalah pura-pura bekerja sama dengan
Jepang. Tujuan akhirnya, sudah tentu, bukanlah untuk mendukung Jepang, melainkan untuk
mendapatkan kemerdekaan untuk Indonesia. Belakangan, Belanda yang kembali akan
mencoba untuk menuduh Soekarno sebagai kolaborator Jepang guna mendapatkan dukungan
Inggris dalam menghadapi republik Indonesia yang baru terbentuk.
Sjahrir memimpin gerakan di bawah tanah dari rumah kakak perempuannya di Cipanas, dekat
Bogor. Informasi seringkali dan dengan diam-diam dibagikan Soekarno, yang
mendapatkannya dari lingkaran dalam Jepang, dan Sjahrir.
Satuan sisa-sisa tentara KNIL dikirim ke Kai, Aru dan Kepualuan Tanimbar.
30 Juli - Jepang menduduki Kep. Kai dan Aru, setelah sejumlah perlawanan
di Kai.
Selain itu, Jepang menahan banyak warga sipil Belanda di kamp-kamp tahanan dalam
kondisi-kondisi yang sangat buruk, dan memperlakukan tahanan perang militer di Indonesia
dalam keadaan yang buruk pula.
Namun, kejahatan-kejahatan perang di tempat yang sangat serius pada kenyataannya tidak
seburuk dengan apa yang dilakukan di Tiongkok atau Korea pada masa yang sama. Sejumlah
komandan, seperti misalnya Jen. Imamura di Jawa, secara terbuka dikritik di koran-koran
Jepang karena terlalu lunak. Bahkan ada sejumlah perwira Jepang yang bersimpati dengan
gagasan kemerdekaan Indonesia, dan yang bahkan memberikan dukungan mereka kepada
tokoh-tokoh dan organisasi politik Indonesia, hingga kepada Soekarno sendiri.
November, Desember
1943
Jepang membentuk sayap militer lokal, disebut Heiho untuk menjadi unit
reguler Jepang. Tentara Heiho dari Indonesia adalah kombinasi antara
sukarelawan dan milisi. Tentara Jepang membedakan perlakuan terhadap
Heiho dan tentara Jepang.
1944
Agustus, Barisan Pelopor yang dibentuk oleh sayap pemuda Jawa Hokokai
(setelah kemerdekaan berganti nama menjadi Barisan Benteng).
1945
Mei
Juni
Juli
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Moichiro
Yamamoto dan bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda Tadashi. Dari komunikasi
antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi
yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk
memberikan kemerdekaan.
Tentara Pembela Tanah Air, kelompok muda radikal, dan rakyat Jakarta mengorganisasi
pertahanan di kediaman Soekarno. Selebaran kemudian dibagi-bagikan berisi tentang
pengumuman proklamasi kemerdekaan. Adam Malik juga mengirim pesan singkat
pengumuman Proklamasi ke luar negeri.
Pasca-Kemerdekaan
Rapat kedua KNIP yang diketuai oleh Sutan Syahrir pada tanggal 25-26
November 1945
23 Agustus - Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri Indonesia. Badan
Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas
anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah
diberitahu untuk membubarkan diri.
29 Agustus - Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus,
ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan
Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan.
Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31
Agustus.
Sekutu
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa negara-negara sekutu bersepakat
untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya
masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Menurut Sekutu sebagai pihak yang memenangkan Perang Dunia II, Lord Mountbatten
sebagai Komandan Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara adalah orang yang diserahi tanggung
jawab kekuasaan atas Sumatra dan Jawa. Tentara Australia diberi tanggung jawab terhadap
Kalimantan dan Indonesia bagian Timur.
Pada 23 Agustus 1945 tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.
15 September 1945, tentara sekutu tiba di Jakarta, ia didampingi Dr Charles van der Plas,
wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland
Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr
Hubertus J van Mook.
Dampak Pendudukan Jepang Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa Indonesia
Aspek Politik
Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (?)(pemerintah militer Jepang) adalah
melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan
peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan. Pada
tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh organisasi
nasional.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia
dengan cara:
Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan
badan-badan kerjasama seperti berikut:
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan
perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah,
Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah
penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah Hindia
Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara
keenambelas denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam
birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat
pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat.
Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek eksploitasi ekonomi dan
sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa Indonesia dan Anda bisa membandingkan
dampak ekonomi dan sosial dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan
dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut:
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan
kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang
mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui
Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah.
Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk
pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini
menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan,
gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya:
Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian
mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan
bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti
keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
Aspek Kehidupan Militer
Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang
semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang Pasifik.
Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan
melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di
medan pertempuran (Asia Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan Sekutu
pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus 42
Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan
basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun
kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan
diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia
Masa Pendudukan Jepang di Indonesia adalah masa yang sangat berpengaruh bagi
perkembangan Indonesia, selain itu hampir tidak adanya tantangan yang berarti kepada
Belanda sebelumnya. Dalam masanya yang singkat itu, Jepang membawa dampak yang
positif dan juga membawa dampak yang negatif bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Pada
umumnya kebanyakan beranggapan masa pendudukan Jepang adalah masa-masa yang kelam
dan penuh penderitaan. Akan tetapi tidak semuanya itu benar, ada beberapa kebijakan
pemerintah pendudukan Jepang yang memberikan dampak positif, terutama dalam
pembentukan nasionalisme Indonesia dan pelatihan militer bagi pemuda Indonesia.
Dampak Positif Pendudukan Jepang
Tidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki Indonesia. Ada
pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain :
Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem
pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk
meningkatkan produksi pangan.
Selain dampak positifnya tadi diatas, Jepang juga membawa dampak negatif yang luar biasa
antara lain :
Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang
pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya
inflasi.
Home
Sejarah
Asal usul Bumi dan Makhluk hidup
bumi, salah satunya adalah teori Harold Urey menurut teori ini kehidupan terjadi
pertama kali di udara (atmosfer). Pada saat tertentu dalam sejarah perkembangan
terbentuk atmosfer yang kaya akan molekul-molekul CH4, NH3, H2, H2O. karena
adanya loncatan listrik akibat halilintar dan sinar kosmik maka terjadilah asam amino
yang
memungkinkan
adanya
kehidupan.
Dalam maha karyanya yang berjudul on The Origin Of Species (asal usul spesias)
yang terbit pada tahun 1850, Charles Darwin secara khusus memusatkan paerhatian
pada evolusi mahluk hidup, termasuk manusia. Menurutnya, aneka organisme yang
ada dibumi bukanlahhasil penciptaan yang terjadi seketika, melainkan terbentuk
melalui proses yang panjang ribuan atau jutaan tahun. Melalui seleksi alam yang di
sebut proses evolusi. Manusia sekarang adalah bentuk sempurna dari kehidupan
purbakala dari jenis hominid, bangsa kera. Dari rumpun itu lahir simpanse, gorila,
orang utan, dan manusia. Dengan kata lain, menusia berasal dari kera. Perkembangan
mahluk hidup salah satunya dibuktikan dengan penemuan berbagai fosil manusia
purba, binatang dan tumbuhan purba yang berada dimuka bumi.
SEJARAH PERKEMBANGAN MAKHLUK HIDUP
03.36 KNOWLEDGE No comments
Berdasarkan Sejarah melalui penelitian Geologi (Penelitian tentang lapisan kulit
bumi) ,berjuta juta tahun yang lalu dijelaskan perkembangan makhluk hidup dan
lingkungannya ,dari awal terbentuknya permukaan bumi , munculnya makhluk makhluk kecil
(microorganism)seperti protozoa yang kemudian berkembang menjadi makhluk yang lebih
komplek, dan kemudian munculah makhluk makhluk raksasa, dan muncul makhluk lainnya
seperti serangga, reptile, ikan, mamalia dan sebagainya.
Perkembangan makhluk hidup diBumi dapat dijelaskan dengan Pembagian Jaman
Berdasarkan Geologi :
(1) Zaman Arkaekum / Azoikum (ZAMAN TERTUA)
Zaman Arkaekum 2500 juta tahun, bumi masih berbentuk bola pijar berputar pada
porosnya, suhu udara panas, iklim dan cuaca tidak stabil, dan belum ada tanda tanda
kehidupan.
membanjiri permukaan bumi yang panas, mendinginkan, dan membentuk genangan air.
Pada Zaman ini mulai muncul tanda tanda kehidupan dengan munculnya makhluk pertama
di bumi makhluk bersel satu (microorganisme) seperti protozoa, dan berkembang hewan
yang tidak bertulang punggung seperti jenis ikan dan jenis ganggang atau rumput rumputan
Sebagai bukti ditemukannya fosil hewan dan tumbuhan yang berusia berjuta juta tahun,
Zamanini merupakan ZAMAN PERTAMA
Giganthropus ditemukan di Bukit Siwalik di kaki pegunungan Himalaya dan didekat Simia
(India Utara).
4.2 Zaman Kuarter merupakan ZAMAN KEEMPAT
Pada zaman ini munculah tanda tanda kehidupan manusia purba , zaman ini dibedakan
menjadi:
4.2.1 Kala Pleistosen (DILUVIUM)
Zaman ini dinamakan juga zaman Es atau zaman Glasial. Keadaan permukaan bumi
semakin membaik ,daerah yang jauh dari Kutup terjadi hujan lebat yang terus menerus
sepanjang tahun . Es dari kutup Utara mencair hingga menutupi sebagian Eropa Utara,Asia
Utara, dan Amerika
4.2.2 Kala Holosen (ALLUVIUM)
Sebagian Es di kutub Utara sudah mencair mengakibatkan permukaan air laut naik. Muncul
pulau pulau di Nusantara dan dataran rendah di paparan Sunda dan paparan Sahul
tergenang air dan menjadi laut Transgresi. Pada Zaman ini mulai hidup jenis manusia Homo
Sapiens yaitu jenis manusia seperti sekarang.
Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok hingga Nusa Tenggara terbentuk karena
adanya aktivitas vulkanisme di bawah permukaan bumi, akibatnya di permukaan
mengalir lava. Lama kelaaman lava tersebut memadat dan membesar
membetuk busur pulau. Proses ini dikenal sebagai Island Arc.
Sulawesi terbentuk akibat pertemuan Lempeng Indo-Australa, Eurasia dan
lempeng mikro lain di daerah tersebut.
Kalimantan dan Papua terbentuk dari pecahan lempeng benua besar yang
disebut Pangea.
Sedangkan pulau-pulau kecil terbentuk dari endapan karang, koral, dan
organisme laut lainya yang setelah jutaan tahun membentuk pulau baru.
Meganthropus Paleojavanicus
Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus Soloensis
Pithecanthropus Mojokertensis
Homo Soloensis
Homo Wajakensis
CiriCiri
1. Meganthropus Paleojavanicus
o
2. Pithecanthropus
Pithecantropus Erectus
Artinya: manusia kera yang berjalan tegak. Ditemukan oleh Eugene
Dubois di Trinil pada tahun 1891. Fosil yang ditemukan berupa tulang
rahang bagian atas tengkorak, geraham dan tulang kaki. Fosil ini
ditemukan pada masa kala Pleistosen tengah.
o
3. Homo Soloensis
o
Homo Soloensis
Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran dan Sambung Macan,
Sragen, oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald pada tahun 19311933 dari
lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis diperkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000
tahun yang lalu. Volume otaknya mencapai 1300 cc.
Menurut Von Koenigswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan
Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan Pithecanthropus
Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan Homo
Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan
Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas.
Hasil Budaya
Pithecanthropus Erectus
1. Kapak perimbas
2. Kapak penetak
3. Kapak gengam
4. Pahat gengam
5. Alat serpih
6. Alat-alat tulang
Homo Soloensis
Menhir
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Menhir adalah batu tunggal, biasanya berukuran besar, yang ditatah seperlunya sehingga
berbentuk tugu dan biasanya diletakkan berdiri tegak di atas tanah[1]. Istilah menhir diambil
dari bahasa Keltik, dari kata men (batu) dan hir (panjang)[1].
Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah[1], namun
pada beberapa tradisi juga ada yang diletakkan terlentang di tanah. Menhir, bersama-sama
dengan dolmen dan sarkofagus, adalah megalit. Sebagai salah satu penciri utama budaya
megalitik, pembuatan menhir telah dikenal sejak periode Neolitikum (mulai 6000 Sebelum
Masehi). Beberapa menhir memiliki pahatan pada permukaannya sehingga membentuk figur
tertentu atau menampilkan pola-pola hiasan. Menhir semacam ini dikenal sebagai menhir
arca (statue menhir). Pada kebanyakan kebudayaan, tradisi pembuatan menhir telah berlalu,
diganti dengan pembuatan bangunan; namun demikian di beberapa tempat, terutama di
Nusantara, tradisi ini masih dilakukan hingga abad ke-20.
Lokasi penemuan menhir tercatat di Eropa, Timur Tengah, Afrika Barat, India, Korea, serta
Nusantara. Para arkeolog melihat bahwa menhir digunakan untuk tujuan religius dan
memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang[1].
Dolmen
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Dolmen di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (foto diambil pada tahun 1931)
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.
Dolmen ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Mereka
berasal dari periode Neolithikum awal, sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi.
Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan
saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat,
agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak
sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu
meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih
hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan
keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.
Dolmen di Indonesia
Kepercayaan
Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan
penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada
waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam
lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.
Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah
satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati.
Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat
memperngaruhi kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya
tersendiri sesudah orang meninggal.
Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk
besar sehingga kadang-kadang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat
berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu sampai setinggi dua meter lebih tentu
mempunyai teknik tersendiri di dalam cara pengangkutannya. Besar tiang-tiang penyangga
biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin besar batu datar maka semakin
besar pula tiang penyangganya.
Animisme
Kepercayaan animisme (dari bahasa Latin anima atau "roh") adalah kepercayaan kepada
makhluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di
kalangan manusia primitif. Kepercayaan animisme mempercayai bahwa setiap benda di
Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti
dihormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari
semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka.
Diperkirakan bahwa di provinsi Kalimantan Barat masih terdapat 7,5 juta orang Dayak yang
tergolong pemeluk animisme.
Selain dari pada jiwa dan roh yang mendiami di tempat-tempat yang dinyatakan di atas,
kepercayaan animisme juga mempercayai bahwa roh orang yang telah mati bisa masuk ke
dalam tubuh hewan, misalnya suku Nias mempercayai bahwa seekor tikus yang keluar masuk
dari rumah merupakan roh dari wanita yang telah mati beranak. Roh-roh orang yang telah
mati juga bisa memasuki tubuh babi atau harimau dan dipercayai akan membalas dendam
orang yang menjadi musuh bebuyutan pada masa hidupnya.
Kepercayaan ini berbeda dengan kepercayaan reinkarnasi seperti yang terdapat pada agama
Hindu dan Buddha, di mana dalam reinkarnasi, jiwa tidak pindah langsung ke tubuh hewan
lain yang hidup, melainkan melalui proses kelahiran kembali kedunia dalam bentuk
kehidupan baru. Pada agama Hindu dan Buddha juga terdapat konsep karma yang berbeda
dengan kepercayaan animisme ini.
Dinamisme
Dinamisme adalah suatu konsep yang memiliki beberapa arti: