Anda di halaman 1dari 15

DIALEK BAHASA ACEH

Oleh:
Muhammad Nabil Berri1

Bahasa Aceh memiliki dialek yang sangat banyak. Sampai saat ini belum
diketahui dengan pasti jumlah dialek yang ada. Perbedaan antar dialek meliputi
perbedaan bunyi huruf (fonem), kata, ungkapan, intonasi dan irama bicara, sintaksis
dan sebagainya.
Keragaman dialek bahasa Aceh tertinggi sepertinya terdapat di wilayah Banda
Aceh ditambah Aceh Besar. Dugaan saya hal ini terjadi dikarenakan banyaknya
pendatang selama masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam. Para pendatang ini
pada akhirnya berbicara dalam bahasa Aceh yang tentu saja dipengaruhi oleh bahasa
asli mereka.
Seperti misalkan di Ul Karng, di akhir kalimat sering disertai akhiran
seperti kebiasaan orang India (dugaan saya pengaruh dari India).
Sampai saat ini saya belum menemukan penelitian dialek-dialek bahasa Aceh
yang memuaskan, atau barangkali ada tetapi tidak dipublikasikan di internet.
Karenanya saya mencoba membagi apa yang saya peroleh ini.
Mudah-mudahan bermanfaat.
Pendahuluan
Data-data yang ada di sini saya peroleh dengan berbagai cara, ada dengan cara
mendengar langsung percakapan di masyarakat dan ada pula dengan cara
mewawancarai narasumber. Selain itu juga saya pergunakan sumber kamus dan hasil
penelitian dialek bahasa Aceh yang telah ada sebelumnya, namun dari sumber ini
tidak begitu banyak data yang saya peroleh.
Sumber tertulis yang saya pakai:
1. Kamus Bahasa Aceh Indonesia (Aboe Bakar dkk. 2001. Jakarta. Balai Pustaka)
2. Kamus Umum Indonesia Aceh (M. Hasan Basry. 1995. Jakarta. Yayasan
Cakra Daru)
1

Penulis bukan dari latar pendidikan kebahasaan. Apa yang penulis kemukakan hanyalah suatu bentuk
amatan saja dari seorang peminat bahasa. Untuk menghubungi penulis silakan kunjungi:
http://bahasaaceh.wordpress.com atau langsung ke surat-e: nabil.berri@gmail.com.

3. Penelitian Dialek Daya


4. Penelitian Dialek-dialek Bahasa Aceh
5. A Contextual Grammar of Acehnese Sentences (Abdul Gani Asyik. 1987. The
University of Michigan)
Penting untuk saya beritahukan bahwa tidak semua kata dari dialek-dialek
yang saya sebutkan di bawah ini pernah saya dengar. Untuk contoh, pada dialek Lam
Panah, Aceh Besar. Data yang saya peroleh hanya 2 yaitu:
Umum Dialek Lain Melayu
Sar
Saray
Nama daerah
Ul
Ulay
Kepala

sama.

Melihat pola di atas, maka saya cantumkan pula kata-kata lain yang berpola

Umum
Ab
Baj
Lak
Sab
dll

Dialek Lain
Abay
Bajay
Lakay
Sabay

Melayu
Abu
Baju
Minta
Sabu

Kemudian, setiap keterangan misalkan:


Dialek 1 : Banda Aceh dan sekitarnya
Dengan keterangan di atas saya bukan ingin mengatakan bahwa dialek 1
tersebut hanya mencakup Banda Aceh. Boleh jadi ada dialek-dialek lainnya yang
termasuk. Namun data yang saya peroleh berasal dari daerah tersebut.
Kemudian, walaupun sekarang ini dikenal bahwa dialek-dialek di Banda Aceh
dan sebagian Aceh Besar tidak mengucapkan bunyi //, namun saya masih tetap
menuliskannya mengingat Kamus Bahasa Aceh Belanda yang ditulis oleh Hoessein
Djajadiningrat yang mendasarkan pada dialek Banda Aceh mencantumkan bunyi //.
Pengecualian hanya pada pembahasan mengenai hilangnya bunyi // pada dialek
Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar sekarang.
Berikut adalah perbandingan kata-kata antara berbagai dialek bahasa Aceh.

Bunyi Hidup (Vokal)


1.

Bunyi /a/, /ea/, /e/ dan /a/.


Contoh :
Umum
Ba
Hana
Na
Ka

Dialek 1
Bea
Hanea
Nea
Kea

Dialek 2
Be
Hane
Ne
Ke

Dialek 3
Ba
Hana
Na
Ka

Melayu
Bawa
Tidak ada
Ada
Sudah

Sebenarnya tidak ada bunyi /a/ murni dalam bahasa Aceh (kecuali barangkali
pada dialek Bireun). Bunyi /a/ selalu disusupi bunyi /e/ sebelumnya dalam
berbagai derajat, mulai yang paling sedikit sampai yang jelas /ea/.
Dialek 1 : Mon Tasik dll
Dialek 2 : Banda Aceh, Lam Panah
Dialek 3 : Leupung, Pulo Ach (Aceh Besar)
Hana (tidak ada), ada yang mengucapkannya haneu seperti di sebagian
Lam No.
2.

Bunyi /e/ dan //


Contoh :
Umum
Dialek Lain
Melayu
Bet
Bt
Cabut
Beuet
Beut
Angkat
Bret
Brt
Chet
Ct
Hey
Hy
Panggil
Le
L
Banyak
Len
Ln
Padam
Let
Lt
Cabut
Rhet
Srt
Jatuh
Dialek
Lain
:
Banda
Aceh
dan
sekitarnya
Taket
Takt
Takut
Tet
Tt
Bakar

3.

Bunyi /eu/ dan /u/


Contoh :
Umum
Eungkho
Eungkt
Beungh
Keubah
Keud
Leubh
Peugah
Seuum
Teubit
Teumok
Teut

Dialek Lain
Ungkho
Ungket
Bungh
Kubah
Kud
Lubh
Pugah
Suum
Tubit
Tumok
Tut

Melayu
Pukul
Ikan
Marah
Simpan
Kedai
Lebih
Bilang
Panas
Keluar
Cedok
Lutut

Dialek lain : dialek Pidi dan Seulimeum.


4.

Bunyi /i/ dan //


Contoh:
Umum
Bri
Cit
Euncit
Gaki
Kri
* Pakri
* Meukri
* Tukri
Ri
* Meuri
* Siri
* Turi

Dialek Lain
Br
Ct
Eunct
Ak
Kr
* Pakr
* Meukr
* Tukr
R
* Meur
* Sir
* Tur

Melayu
Beri
Juga
Bekas
Kaki
Cara
* Bagaimana
* tidak ada padanan
* Tahu bagaimana
Mana
* Tampak
* Yang mana
* Tahu mana

Dialek Lain : Banda Aceh, Aceh Besar, Lam No

5.

Bunyi /u/ dan /eu/


Contoh :
Umum
Kureusi
Meukeusut
Rimung
Umpeun

Dialek Lain
Keurusi
Meukuseut
Rimeung
Eumpeun

Melayu
Kursi
Maksud
Harimau
Umpan

Dialek Lain : Pidi


6.

Bunyi /eu/ dan /i/


Contoh :
Umum
Gitok
Jingeuk
Rijang
Rincng
Rinyah
Rinyeun

Dialek Lain
Geutok
Ceungeuk
Reujang
Reuncng
Reunyah
Reunyeun

Melayu
Getok
Jenguk
Cepat
Rencong
Becek
Tangga

Dialek Lain : Banda Aceh dan sekitarnya


7.

Bunyi // dan //
Contoh :
Umum
Gt
Kant
Keumt
Keunyt
Lt
Seutt
Khng

Dialek Lain
Gt
Kant
Keumt
Keunyt
Lt
Seutt
Khng

Melayu
Baik
Kuali

Muat
Ikut
Saja

Dialek Lain : Banda Aceh dan sekitarnya

8.

Bunyi // hilang
Contoh :
Acuan/Standar
Blo
Deuk
Klik
Pluk
Pulik
Sulik
Weu

Dialek Lain
Blo
Deuk
Klik
Pluk
Pulik
Sulik
Weu

Melayu
Beli
Lapar
Teriak
Kupas
Kupas
Kupas
Kandang

Dialek Lain : Banda Aceh, sebagian Aceh Besar, sepertinya juga di pesisir barat
dan selatan Aceh. Di Aceh Besar, mulai dari Keumireu sampai perbatasan Pidi
memiliki bunyi //
Keterangan:
Bahasa Aceh asli memiliki bunyi //. Saya tidak tahu apakah bunyi // memang
sejak dari dulu tidak terdapat di Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar atau
hilangnya baru terjadi di kemudian hari. Hal ini dikarenakan Kamus Bahasa
Aceh Belanda yang disusun oleh Hoessein Djajadiningrat yang mendasarkan
pada dialek Banda Aceh mencantumkan bunyi ini.
Saya menduga salah satu penyebab hilangnya bunyi // di Banda Aceh dan
sebagian Aceh Besar karena penduduk di kedua daerah tersebut berbicara
dengan cepat, sehingga bunyi // yang memperlambat pelan-pelan lenyap.
Kini bunyi // semakin terancam kepunahannya terutama di kalangan generasi
muda.

Gabungan Bunyi
1.

Bunyi // dan /o/


Contoh :
Dialek 1
lia
Dsa
Sdara

Dialek 2
Olia
Dosa
Sodara

Melayu
Aulia
Dosa
Saudara

2.

Bunyi /ay/ dengan /a/ (IPA: )


Contoh :
Umum
Bantay
Kapay
Sapay

Dialek Lain
Banta
Kapa
Sapa*

Melayu
Bantal
Kapal
Lengan

Dialek lain : Sebagian kecamatan Mon Tasik.


3.

Bunyi // dengan /ay/


Contoh :
Umum
Ab
Baj
Lak
Sab
Sar
Ul

Dialek Lain
Abay
Bajay
Lakay
Sabay
Saray
Ulay

Melayu
Abu
Baju
Minta
Sabu
Nama daerah
Kepala

Dialek lain : Lam Teuba, Lam Panah, Leungah (Aceh Besar).


4.

Bunyi // dengan /y/


Contoh :
Umum
Ab
Baj
Lak
Sab
Sar
Ul

Dialek Lain
Aby
Bajy
Laky
Saby
Sary
Uly

Melayu
Abu
Baju
Minta
Sabu
Nama daerah
Kepala

Dialek lain : suatu daerah di Pidi (dugaan saya)

5.

Bunyi /eu/ dan /u/


Contoh :
Umum
Peu

Dialek Lain
Pu

Melayu
Apa

Dialek lain : Bireuen, Pas, Peureulak dan Meulabh


6.

Bunyi /o/, /oy/*, /ay/, // dan /ow/**


Contoh :
Umum
Ano
Aso
Blo
Kamo
Lako
Mano
So

Dialek 1
Anay
Asay
Blay
Kamay
Lakay
Manay
Say

Dialek 2
An
As
Bl
Kam
Lak
Man
S

Dialek 3
Anoy
Asoy^
Bloy^
Kamoy^
Lakoy^
Manoy^
Soy^

Dialek 4
Anow
Asow
Blow
Kamow
Lakow
Manow
Sow

Melayu
Pasir
Isi
Beli
Kami
Suami (Laki)
Mandi
Siapa

Dialek 1 dan 2 adalah dialek Daya. Dialek ini dipakai di kecamatan Jaya,
kabupaten Aceh Jaya walaupun tidak semua penduduknya memakai dialek
ini terutama di pesisir karena mendapat pengaruh dialek-dialek bahasa Aceh
lainnya.
Dialek 3 : Pulo Weh.
Dialek 4 : Lam Panah, sebagian Pidie, Sama Tiga
*) Saya peroleh dari nama salah satu desa di pulo Weh yaitu Anoy Itam.
**) Saya ragu apakah /ow/ atau /aw/. Perlu penelitian ulang. Menurut Tgk.
Hasmahdi alias Abi Azkia dari Lam Lo, Pidi adalah /ouw/.
^) Mengikuti pola anoy.

7.

Bunyi /o/ dan /u/


Contoh :
Umum
Buno
Jino
Mano

Dialek Lain
Bunu
Jinu
Manu

Melayu
Tadi
Sekarang
Mandi

Dialek lain : Teunom2


8.

Bunyi /H/ dan /Hi/


Contoh :
Umum
Blah
Brh
Deuh
Reuth
Uth

Dialek Lain
Blaih
Brih
Deuih
Reutih
Utih

Seulimeum
Blaih
Brh
Deuh
Reuth
Uth

Melayu
Belas
Sampah
Tampak
Ratus
Ahli, Tukang

H = Bunyi hidup/vokal
Dialek Lain : Pidi (sekarang)
Keterangan:
Bahasa Aceh asli memiliki bunyi /Hi/. Saya tidak tahu apakah bunyi /Hi/
memang sejak dari dulu tidak terdapat di Banda Aceh dan sebagian Aceh
Besar atau hilangnya baru terjadi di kemudian hari. Hal ini dikarenakan
Kamus Bahasa Aceh Belanda yang disusun oleh Hoessein Djajadiningrat
yang mendasarkan pada dialek Banda Aceh mencantumkan bunyi ini. Juga
seperti yang ditemui oleh Mark Durie ketika meneliti bahasa Aceh.
Saya menduga salah satu penyebab hilangnya bunyi /Hi/ di Banda Aceh dan
sebagian Aceh Besar karena penduduk di kedua daerah tersebut berbicara
dengan cepat, sehingga bunyi /Hi/ yang memperlambat pelan-pelan lenyap.
Kini bunyi /Hi/ semakin terancam kepunahannya terutama di kalangan
generasi muda.

Keterangan dari Fadli Idris dari Peureumbeu, Meulabh

Bunyi Mati (Konsonan)


1.

Bunyi /b/ dan /g/ di awal hilang.


Hal ini hanya bila huruf awal suku kata kedua juga sama atau hampir sama.
Contoh :
Acuan
Babah
Bub
Gaki
Gigo
Guk

2.

Dialek 2
Abah
Ub
Aki, Ak
Igo
Uk

Melayu
Mulut
Sebesar
Kaki
Gigi
Kuku

Bunyi /c/ dengan /j/


Contoh :
Dialek 1
Dialek 2 Melayu
Ceungeuk Jingeuk Intip
Cupak
Jupak
Cupak

3.

Bunyi /c/ dengan /t/


Contoh:
Umum
Camca
Cicak
Cicm
Cincu
Cuco
Cuc

Dialek Lain
Tamca
Ticak
Ticm
Tincu
Tuco^
Tuc^

Melayu
Sendok
Cecak
Burung
Runcing
Cucu
Bilas

Dialek Lain : Seulimeum, Pidi*


^) Dugaan saya mengikuti pola.
*) Sepertinya

4.

Bunyi /h/ hilang.


Contoh :
Umum
Chet
Chit
Khm
Khing

Dialek Lain
Ct
Cit
Km
King

Melayu
Juga
Tertawa
Bau

Dialek Lain : Banda Aceh


5.

Penambahan bunyi /h/


Contoh :
Umum
Cok
Dok
Mano
Mu
Dit, Mit

Dialek Lain
Chok*
Dhok
Ma-nho
Mhu
Nhit

Melayu
Ambil
Mandi
Tandan
Sedikit

Dialek Lain : Blang Bintang, Mon Tasik


*) Piyeung
6.

Bunyi /k/ dengan /t/3


Contoh:
Umum Dialek Lain Melayu
Adak
Adat
Andaikan
Bak
Bat
Pada
Dialek Lain : Banda Aceh dan sekitarnya

Saya peroleh dari M. Daud AK (Kuta Karang, Darul Imarah) dan Cut Munandar (Lhong Raya). Juga dari
kamus.

7.

Bunyi /m/, /n/, /ng/ di akhir kata diucapkan tidak sempurna,


Maksud tidak sempurna di sini ialah ketika diucapkan bunyi-bunyi tersebut
mulut tidak tertutup rapat, tetapi terbuka sedikit (peugah haba hana tp
babah). Sebagai tanda saya beri garis bawah pada ketiga bunyi tersebut
menjadi /m/, /n/ dan /ng/.
Contoh:
Umum
Lam
Nam
Nyan

Dialek 1
Lang
Nang
?

Dialek 2
Lam
Nam
An

Melayu
Di dalam
Enam
Itu

Dialek 1 : Khas Kecamatan Simpang Lh (Aceh Besar).


Dialek 2 : Kecamatan Darul Kamal (Aceh Besar), desa Grt (Indrapuri). Juga
beberapa daerah lainnya di Aceh Besar dan Banda Aceh.
8.

Bunyi /m/, /n/ dan /ng/ saling bertukar


Contoh:
Umum
Kuyun
Lam
Nam

Dialek Lain
Kuyum
Lang
Nang4

Melayu
Jeruk nipis
Di dalam
Enam

Dialek Lain : Si Brh, Simpang Lh (Aceh Besar).


9.

Bunyi /r/ dan /gh/


Contoh :
Umum
Rayek
Rambt
Sira

Dialek Lain
Ghayek
Ghambt
Tigha

Melayu
Besar
Rambutan
Garam

Bunyi /gh/ yang saya maksudkan di sini adalah bunyi pada anak tekak
(uvular). Berhubung kesulitan lambang, saya pakai /gh/, lebih kurang seperti
bunyi huruf ghayn walau sebenarnya tidak sama. Pengucapan bunyi /gh/
juga berbeda-beda antara berbagai dialek.
4

Keterangan dari Cut Rizki. Orang tuanya berasal dari kecamatan Simpang Lh, Aceh Besar.

Dialek Lain : Banda Aceh, Lam Bar, Krung Raya,


10. Bunyi /s/, /ts/ dan /t/.
Contoh :
Umum
Sa
Sibu
Gisa

Dialek 1
Tsea
Tsibu
Gitsea

Dialek 2
Te
Tibu
Gite

Melayu
Satu
Siram
Kembali

Sebenarnya tidak ada bunyi /s/ murni dalam bahasa Aceh. Gambaran yang
paling cocok untuk bunyi /s/ dalam bahasa Aceh adalah seperti bunyi /ts/
pada bahasa Arab.
Semua bunyi /s/ memiliki susupan bunyi /t/ di awalnya dalam berbagai
tingkat. Mulai dari paling sedikit susupannya seperti pada dialek Bireuen
sampai yang hampir hilang bunyi /s/-nya seperti pada dialek Banda Aceh.
Dengan alasan kemudahan saja penulisannya memakai huruf /s/.
Dialek 1 : Sebagian Aceh Besar, pesisir barat-selatan Aceh*
Dialek 2 : Banda Aceh, sebagian Aceh Besar
Bunyi /t/ pada kata-kata pada dialek 2 sebenarnya bukan bunyi /t/ murni
(bedakan dengan bunyi /t/ asli pada bahasa Aceh) tetapi memiliki susupan
bunyi /s/ juga tetapi sangat sedikit (mungkin 10 %), sedangkan bunyi /ts/
susupannya lebih kurang 50 %. Untuk kemudahan saya pakai huruf /t/.
*) Dugaan saya
11. Bunyi /ch/, /c/, /sy/ dan /s/.
Contoh:
Dialek 1
Dialek 2 Dialek 3 Dialek 4 Melayu
Chit
Cit
Syit
Sit
Juga
Chdara (?) Cdara Sydara Sdara Saudara

12. Bunyi rangkap /rh/ dan /sr/5


Contoh :
Umum
Rhah
Rhak
Rhap
Rhat
Rhng
Rheu
Rhip
Rhit
Rhoh
Rhom
Rhon
Rhng
Rhop
Rhk
Rhet
Rhung
Rhuy

Dialek Lain
Srah
Srak
Srap
Srat
Srng
Sreu
Srip
Srit
Sroh
Srom
Sron
Srng
Srop
Srk
Srt
Srung
Sruy

Melayu
Cuci
Naik (kasar)
Harap
Rajut
Putar
Serai
Hirup
Turun
Tumbuk (padi)
Lempar
(sejenis) Kapak
Memasukkan
Ribut
Tenun
Jatuh
Angkat
Berdiri (bulu)

Dialek Lain : Banda Aceh dan sekitarnya


13. Bunyi /n/ dan /l/
Contoh :
Dialek 1
Jeunam
Meunasah
Meunint
Meunisan
Nawah
Numb
Seunanyan

Dialek 2
Jeulam
Meulasah
Meulint
Meulisan
Lawah
Lumb
Seulanyan

Melayu
Mahar
Mushalla
Menantu
Manisan
Jarak (batang)
Nomor
Senin

Dialek 2 : Bireun dst sampai Langsa*, Seulimeum

Dari kamus

*) Dugaan kuat saya, karena sebagian kata-kata di atas memang pernah saya
dengar, tetapi belum semuanya. Untuk dialek Seulimeum yang masih saya
duga adalah: jeulam, meulasahdan lawah. Mengapa saya masukkan
karena saya melihat pola yang sama.
14. Bunyi /r/ di akhir kata asal, hilang atau menjadi /y/
Lihat Bahasa Aceh Dialek Seulimeum.

Berikut adalah nama-nama narasumber yang saya wawancarai dan saya


memperoleh banyak data. Namun demikian masih banyak lagi narasumber lainnya
yang tidak bisa saya sebutkan di sini dikarenakan data yang saya peroleh hanya
sedikit.
Nama-nama di bawah ini bukanlah satu-satunya narasumber dalam dialek
tertentu, karena seperti yang saya sebutkan sebelumnya saya banyak mendengar
langsung percakapan di masyarakat mulai dari penjual ikan, pedagang, petani dan
masih banyak lagi yang tentunya saya tidak kenal.
Saya sebutkan di sini sebagai bentuk penghargaan saya kepada mereka semua.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Nila Kesumawati (Seulimeum)


Ramly Ganie (Seulimeum)
Zainal Abidin/Yah Ck (Seulimeum)
Teuku Anwar Amir (Seulimeum)
Hidayatullah (Lubok, Aceh Besar)
Taufiqurrahman (Lubok, Aceh Besar)
Saiful Hadi (Tiju, Pidie)
Bedi Andika (Lam Pash, Banda Aceh)
Fadli Rais (Peureumbeu, Meulabh)
Busyairi Umar (Lam No)
Bukhari (Lam Bung, Banda Aceh)
Cut Munandar (Lhong Raya, Banda Aceh)
M. Daud AK (Cot Gu, Aceh Besar)
Hidayat (Laweung)
dll

Anda mungkin juga menyukai